Professional Documents
Culture Documents
jeki
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia
vol. 2 no. 1
Maret 2018
ISSN 2598-179X (cetak)
ISSN 2598-053X (online)
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin Penerbit. Artikel dapat diunduh
di http://ilmiah.id/jeki. Bila membutuhkan salinan, silakan menghubungi contact@ilmiah.id.
Daftar Isi
Kampanye Anti-Vaksin oleh Seorang Dokter, Apakah Melanggar Etik?..........................................1
Penerapan Revisi Sumpah Dokter Terbaru oleh World Medical Association (WMA) di
Indonesia...........................................................................................................................................7
Sponsorship Pendidikan Kedokteran: Batasan yang Sering Terabaikan.........................................13
Prinsip Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran Etik Kedokteran................................................... .....19
Menjaga Etika Kedokteran pada Masa Tahun Politik....................................................................23
Benarkah Dokter Spesialis yang Tugas Jaga Pasti Melakukan Pelanggaran Etik Jika
Sekedar Menjawab Konsul per Telepon untuk Pertolongan Kegawatdaruratan?..................... .....31
Sulaiman A, Sundoro J, Purwadianto A, Wasisto B. Kampanye Anti-Vaksin oleh Seorang Dokter, Apakah ISSN 2598-179X (cetak)
Melanggar Etik?. JEKI. 2018;2(1):1–5. doi: 10.26880/jeki.v2i1.8. ISSN 2598-053X (online)
Kata Kunci
Abstrak Sejarah terjadinya wabah cacar telah melahirkan era
Anti-vaksin, kampanye baru dalam upaya pencegahan penyakit infeksi. Pada abad ke-19
Korespondensi mulai diperkenalkan terminologi vaksin dan vaksinasi. Lambat
contact@ilmiah.id laun, vaksinasi kian populer karena mampu mengeradikasi pen-
Publikasi yakit cacar dan mampu mengontrol penyakit infeksi lainnya. Na-
© 2018 JEKI/ilmiah.id
DOI
mun, perkembangan vaksin tidak serta merta mendapat tangga-
10.26880/jeki.v2i1.8 pan positif. Di tengah masyarakat lahirlah gerakan antivaksinasi
Tanggal masuk: 11 Februari 2018 yang vokal menyuarakan bahaya dari vaksinasi. Dokter sebagai
garda terdepan di bidang kesehatan sekaligus penanggung jawab
Tanggal ditelaah: 10 Maret 2018
pasien memegang peran penting untuk mencerdaskan dan tidak
Tanggal diterima: 11 Maret 2018
terlibat dalam pusaran propaganda antivaksinasi.
Tanggal publikasi: 19 Maret 2018
Abstract The history of smallpox outbreaks had spawned new era in preventing infectious diseases.
In the 19th century, the terms vaccine and vaccination were introduced. Steadily, vaccination became
increasingly popular due to its ability to eradicate smallpox and control other infectious diseases. How-
ever, the development of vaccines does not always get positive responses. In the midst of society, vocal
antivaccination movement was born, voicing dangers of vaccination. Doctors as front-liners in the field
of health as well as responsibility bearers of patients play important role to educate patients while
avoid involvement with antivaccination propaganda.
perguruan tinggi. Bahkan pembicaranya adalah “Sebagai seorang dokter, saya memahami
dokter.4 Dokter sebagai seorang ‘ahli’ dihargai dengan baik bahwa jika kuman yang disuntikkan
atas keilmuannya, baik dari sisi teori maupun dalam tubuh seseorang dengan daya tahan tubuh yang
keterampilannya sebagai klinisi, sehingga menurun maka kuman/virus tersebut menjadi aktif
informasi apapun yang disampaikan oleh bahkan menginfeksi tubuh yang menerima vaksin
seorang dokter akan lebih mudah diyakini tersebut. Dalam hal ini, siapakah yang berjalan-
oleh seorang pasien. Termasuk hal ini dalam jalan membawa bahan penyakit dan memiliki resiko
kaitannya dengan propaganda antivaksin. memberikan penularan kepada anak lainnya yang
Salah satu tokoh yang terkenal karena sehat?”
sikapnya menolak vaksinasi adalah Sherri Yang cukup disayangkan, masyarakat
Tenpenny, dokter osteopati dari Ohio, Amerika awam ternyata banyak yang terpengaruh
Serikat.5 Beberapa terbitan bukunya yang gerakan anti-vaksinasi. Kesalahan logika pikir
berhubungan dengan antivaksinasi antara dari tiga contoh tersebut kemudian membuat
lain: (1) Saying No to Vaccines, berisi penjelasan dokter-dokter mulai khawatir dan memberikan
mengapa vaksin merugikan kesehatan, termasuk klarifikasi melalui cara yang sama, cara yang
komplikasi vaksin seperti asma, autisme, dekat dengan masyarakat, media sosial.
ADHD, dan gangguan imunitas; dan (2) Dalam akun media sosialnya, dr. Piprim
FOWL! Bird Flu: It’s Not What You Think, yang Basariah, SpA(K) menyuarakan, “Vaksinasi tidak
memaparkan bagaimana flu burung berkorelasi bisa digantikan dengan cara lain seperti herbal, madu,
dengan vaksinasi.5 tahnik, bekam, habbats, ASI, dan lain-lain karena
Di dalam negeri, berbagai pendapat terkait vaksinasi meniru kekebalan alami yang ditimbulkan
vaksinasi banyak disuarakan oleh berbagai oleh suatu penyakit ganas seperti difteri. Melalui
lapisan masyarakat, terutama dokter-dokter. vaksinasi, manusia bisa langsung memperoleh
Suara-suara tersebut pun terbelah dengan kekebalan spesifik terhadap penyakit ganas tanpa
argumentasinya masing-masing. harus mengalami sakit. Hal tersebut muncul sebagai
Salah satu cuitan yang cukup mengundang buah dari fungsi akal manusia dalam menghadapi
perhatian masyarakat datang dari dr. Susilorini, penyakit ganas di alam ini.”.8
M.Si.Med, SpPA. Dalam salah satu platform Ahli Vaksin dr. Dirga Rambe Sakti, M.Sc
media sosialnya, Susilorini aktif menyuarakan VPCD juga memberikan pernyataannya terkait
pendapatnya terkait vaksinasi. Berikut adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat akan
kutipan dari cuitan Susilorini:6 pentingnya vaksinasi sehingga opini publik
“Kita harus paham dulu prinsip aktivasi sel menjadi rentan digoyahkan. Gaya hidup
B. Ketika sel B teraktivasi dia akan berdiferensiasi masyarakat zaman sekarang yang kurang
menjadi Sel B memori dan sel B efektor. Sel B efektor memperhatikan higienitas dan/atau intensitas
ini akan memproduksi antibodi, antibodi bersifat migrasi negara yang meningkat membuat
biodegradable karena dia akan dikatabolisme. Dan masyarakat lebih rentan terhadap infeksi. Oleh
sel B efektor juga akhirnya akan dimatikan secara karena itu, vaksinasi pada orang dewasa menjadi
terprogram. Untuk jangka waktu dia dapat bertahan hal yang perlu untuk dilakukan sebagai bentuk
adalah dalam hitungan minggu. Bila dalam jangka antisipasi.9
bulan si A terinfeksi secara alamiah sebenarnya Pernyataan dr. Dirga kemudian didukung
karena tubuh sudah punya sel memori kita tidak oleh dr. Apin Arifiyanto, SpA, “Tugas saya
butuh disuntik lagi. Karena memang maksud sebagai dokter adalah mengupayakan bayi tidak
vaksinasi adalah seperti itu. Kalo diulang disuntik mengalami infeksi berulang untuk mencegah
berkali-kali justru bisa timbul toleransi.” perburukan prognosis pasien dengan upaya
Kubu antivaksinasi Susilorini kemudian perlindungan berupa vaksinasi.”.10
didukung oleh dr. Henny Zainal melalui Dokter lainnya yang turut aktif meluruskan
cuitannya:7 kesalahpahaman masyarakat akibat gerakan
antivaksinasi adalah dr. Siti Aisyah Ismail.
Melalui tulisannya di laman Dinas Kesehatan
2 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Sulaiman A, Sundoro J, Purwadianto A, dan Wasisto B
Daerah Kota Depok, Aisyah mengupas isu 1998.12,13 Belakangan, pada 6 Februari 2010
vaksin terbuat dari bahan dasar yang haram penelitian tersebut ditolak dan ditarik setelah
adalah mitos dengan menggunakan berbagai adanya laporan falsifikasi data yang dilakukan
tinjauan sudut pandang termasuk fatwa ulama.11 oleh Wakefield. Jurnalis investigatif London’s
Dokter kini menghadapi kondisi yang Sunday Times, yaitu Brian Deer, mengungkap
dilematis. Vaksin secara medis telah terbukti bahwa Wakefield dibayar oleh seorang
ampuh dan belum pernah tercatat menimbulkan pengacara dengan nominal lebih dari £400.000
dampak negatif bagi pemakainya. Namun, ($665.000) untuk membuktikan jika vaksin
jika salah memahami, dokter bisa saja terseret tidak aman.12
arus paham antivaksinasi dan justru menjadi Ditariknya artikel jurnal tersebut
pelopor gerakan ini di masyarakat. Dampaknya menyebabkan semua argumen yang mengacu
adalah kegagalan program pemerintah untuk pada literatur ini menjadi tertolak. Sehingga
mengeradikasi penyakit-penyakit infeksi yang apabila terdapat dokter yang masih meyakini
seharusnya dapat dicegah dengan vaksin, kebenaran dari hasil penelitian ini, maka sama
seperti wabah difteri yang terjadi di akhir 2017. saja dengan mengabaikan kaidah penelitian
Lebih jauh lagi, beban terhadap anggaran BPJS yang benar dan dapat diterima.
Kesehatan menjadi bertambah dan pemerintah
harus ekstra kerja keras mengatasi wabah yang Tinjauan Etik
sebenarnya tidak perlu terjadi. Dokter terikat oleh lafal sumpah dokter, di
Bisa dibayangkan bahwa gerakan mana salah satu poinnya berbunyi bahwa
antivaksinasi saja sudah cukup merepotkan dokter senantiasa mengutamakan kesehatan
banyak pihak, apalagi jika gerakan ini pasien, dengan memperhatikan kepentingan
melibatkan tenaga kesehatan. Sudah selayaknya masyarakat.14 Artinya bahwa serangkaian
dokter mengutamakan kedokteran berbasis tindakan yang dilakukan oleh dokter haruslah
bukti sebelum meyakini sebuah informasi medis dilandaskan pada tujuan tercapainya kesehatan
baru yang bertentangan dengan pemahaman bagi masyarakat.
keilmuan umumnya. Pernyataan ini diperkuat oleh pasal 12
Oleh karena itu, pada pembahasan ini akan pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki)
dibatasi pada hal-hal yang menjelaskan potensi Tahun 2012 tentang Pelayanan Kesehatan
keterlibatan dokter dalam bagian propaganda Holistik. Pasal tersebut menyatakan bahwa
antivaksinasi. Diskusi ini juga tidak akan dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter
membahas sejarah gerakan antivaksinasi dan wajib memperhatikan seluruh aspek pelayana
pro-kontra argumen yang hadir di masyarakat (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
terkait program vaksinasi mandiri maupun yang paliatif) baik fisik maupun psiko-sosial-kultural
menjadi bagian dari program pemerintah. pasiennya, serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi sejati masyarakat.14
HASIL DAN PEMBAHASAN Melalui penjelasannya, pasal ini mencakup
aspek preventif di mana seorang dokter harus
Argumen yang Digunakan Oleh Gerakan memberikan pelayanan, pendidikan kesehatan,
Antivaksinasi Terbukti Palsu dan perlindungan pencegahan dalam rangka
Aktris Amerika yaitu Jenny McCarthy menghindarkan klien dan keluarganya dari
cukup dikenal banyak orang sebagai sosok risiko penyakit. Pernyataan ini menyiratkan
ibu gerakan antivaksinasi. Sikapnya konsisten keberpihakan pada kegiatan vaksinasi sebagai
terutama terhadap vaksin campak, gondok, upaya preventif untuk tetap mempertahakan
dan MMR. Ia meyakini bahwa vaksinlah yang kesehatan di masyarakat. Segala bentuk
menyebabkan autisme pada Evan, anaknya.12 penentangan terhadap pasal ini, maka dokter
Keyakinan ini muncul akibat penelitian Dr. akan berurusan dengan MKEK dan bisa
Andrew Wakefield yang dipublikasikan The saja berujung dengan dicabutnya izin untuk
Lancet, jurnal medis Inggris, pada 28 Februari berpraktik.15
4. Kristyanto RY. Fakta di balik kampanye 11. Drachma. dr. Aisyah: Mitos vaksin
hitam anti vaksin [internet]. 2012 Jun 20 mengandung babi [internet]. Dinas Kesehatan
[disitasi 2018 Mar 7]; Diunduh dari: https:// Kota Depok. Feb 2016 [diakses 2018 Mar
health.detik. com/ulasan-khas/d-1946498/ 7]. Diunduh dari: http://dinkes.depok.
fakta-di-balik-kampanye-hitam-anti-vaksin go.id/?p=1720
5. detikNews. Inilah Sherri Tenpenny, 12. Mitschang T. The anti-vaccine movement:
dokter “anti vaksin” yang kunjungannya ditolak Where are we now? 2014 [diakses 2018 Mar
di Australia [internet]. 2015 Jan 8 [disitasi 7]; Diunduh dari: http://www.bst quarterly.
pada 2018 Mar 7]; Diunduh dari: https:// com/Assets/downloads/BSTQ/Articles/
news.detik. com/australiaplus/2797418/ B S T Q _ 2 014 - 07 _ A R _ T h e - A n t i -Va c c i n e -
inilah-sherri-tenpenny-dokter-anti-vaksin-yang- Movement-Where-Are-We-Now .pdf
kunjungannya-ditolak-di-australia
13. Wakefield AJ, Murch SH, Anthony A,
6. Susilorini. Vaksinasi [internet]. Jan 2018 Linnell J, Casson DM, et al. Ileal-lymphoid-
[diakses 2018 Mar 7]. Diunduh dari: http:// nodular hyperplasia, non-specific colitis, and
bundajalancahaya.blogspot.co.id/2018/01/ pervasive developmental disorder in children.
vaksinasi-by-dr-susilorini-sp-pa.html Lancet. 1998 Feb 28;351(9103):637-41. doi:
10.1016/S0140-6736(97)11096-0.
7. Zainal H. Jawaban terhadap uraian
vaksinasi pertama kali oleh dokter muslim 14. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
[internet]. Oktober 2011 [diakses 2018 Mar Indonesia. Kode Etik Kedokteran Tahun 2012.
7]. Diunduh dari: https://drhennyzainal. Jakarta; 2012.
wordpress.com/2011/10/17/jawaban-terhadap-
15. Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman
uraian-vaksinasi-pertama-kali-olh-dokter-
organisasi dan tata laksana kerja Majelis
muslim/
Kehormatan Etik Kedokteran. Jakarta; 2008.
8. Yanuarso PB. Vaksinasi tak bisa
16. Manafe D. Awas, menolak imunisasi bisa
digantikan dengan cara yang… [internet]. 2018
dipidana - BeritaSatu.com. [Internet]. 2016 Nov
Jan 5 [diakses 2018 Mar 7]. Diunduh dari:
29 [diakses 2018 Mar 7]; Diunduh dari: http://
https://www.facebook.com/dokterPiprim/
www.beritasatu.com/kesehatan/401828-awas-
posts/10215255012265074
menolak-imunisasi-bisa-dipidana.html
9. Haryoko F. Siaran pers - dr. Dirga
17. Undang-Undang Republik Indonesia
Rambe, vaksinolog termuda dunia peduli
nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2009.
imunisasi dewasa [internet]. 2013 Juli 18
[diakses 2018 Mar 7]. Diunduh dari: http:// 18. Undang-undang Republik Indonesia
www.ui.ac.id/download/siaran_pers/dr.Dirga_ nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan
Rambe,Vaksinolog_Termuda_dunia_Peduli_ transaksi elektronik.
Imunisasi_Dewasa_.pdf
19. Prawiroharjo P, Librianty N. Tinjauan
10. Arifianto A. Apakah vaksin efektif etika penggunaan media sosial oleh dokter.
dalam mencegah penyakit? Bagaimana J Etik Ked Ind. 2017 Oct 11;1(1):31. doi:
membuktikannya? [internet]]. 2018 Feb 15 10.26880/jeki.v1i1.7.
[diakses 2018 Mar 7]. Diunduh dari: http://
arifianto.blogspot.co.id/2018/02/apakah-
vaksin-efektif-dalam-mencegah.html
2
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
3
Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (Ikkesindo)
Abstract World Medical Association (WMA) has launced a revision of Declaration of Geneva in 2017.
Doctor’s Oath in Indonesia was based on Indonesian Medical Code of Ethics 2012 and government
regulation (PP No. 26 Year 1960). The oath is adjusted to Indonesia’s diverse value and religion.
Some revisions were to respect the autonomy and dignity of patients without considerations of
patients backgrounds and to give respect and gratitude to teachers, colleagues, and students. Another
modification was deletion of phrase “since conception” in the point of “I will maintain the utmost
respect for human life”, that doctor must attend to his own health, practice his profession accordance
with good medical practice, and will share his medical knowledge for patient benefit. To be applied
in Indonesia, the WMA Oath draft has to be adjusted with Indonesian value, translated, and then
declared as government regulation.
Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran to provide care of the highest standard; Saya akan menjaga
Indonesia. kesehatan, kesejahteraan, dan kemampuan diri agar dapat
memberikan pelayanan dengan standar tinggi
I will not use my medical knowledge to violate human rights and
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan civil liberties, even under threat; (Saya akan menjaga kesehatan,
mempertaruhkan kehormatan diri saya. kesejahteraan, dan kemampuan diri agar dapat memberikan
pelayanan dengan standar tinggi)
I make these promises solemnly, freely, and upon my honour
(Saya mengikrarkan sumpah ini secara khidmat dan bebas demi
kehormatan saya.)
11
Penerapan Revisi Sumpah Dokter Terbaru oleh World Medical Association (WMA) di Indonesia
KESIMPULAN
Abstract Gratification is often associated with bribery in terms of corrupt practices. The world of
medicine is, in fact, not completely free from gratification issues. The high cost of Continuing Medical
Education (CME) program is one among many justifications for pharmaceutical companies to offer
sponsorship. In daily basis, sponsorships tend to violate ethical corridor and ignore restrictions that
must be considered, for various reasons. Doctor is not allowed to accept cash as form of sponsorship
without any exception. There are other regulations that should be considered by doctors as well in
terms of CME sponsorship. This ethical review is aimed to remind or provide understanding to fellow
doctors in daily practice.
gratifikasi yang tidak dianggap suap. Gratifikasi alasan pemerataan hak dokter oleh manajemen
yang dianggap suap dijelaskan sebagai gratifikasi rumah sakit.
yang diterima oleh aparatur yang berhubungan Adapun honorarium pada sponsorship
dengan jabatan dan berlawanan dengan dalam rangka P2KB memiliki aturan tersendiri
kewajiban dan tugas penerima. Sementara itu yang tercantum pada Permenkes No. 58 Tahun
sebaliknya, gratifikasi yang tidak dianggap suap 2016 pasal 4. Seorang dokter dapat menerima
dijelaskan sebagai gratifikasi yang diterima honor berupa uang tunai bila yang bersangkutan
oleh aparatur yang tidak berhubungan dengan menjadi pembicara dan/atau moderator pada
jabatan dan tidak berlawanan dengan kewajiban acara P2KB.5
dan tugas penerima.10
Gratifikasi yang dianggap suap meliputi Tinjauan Etik
namun tidak terbatas pada penerimaan marketing Pertanyaan kemudian timbul terhadap
fee atau imbalan yang bersifat transaksional bagaimana regulasi terkait gratifikasi dan
yang terkait dengan pemasaran suatu produk, sponsorhip bagi dokter yang berpraktik di instansi
cashback yang diterima instansi yang digunakan bukan milik pemerintah (swasta). Mengingat
untuk kepentingan pribadi, gratifikasi yang bahwa seorang dokter wajib menjunjung tinggi,
terkait dengan pengadaan barang dan jasa, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter,
pelayanan publik, atau proses lainnya, serta serta tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
sponsorship yang terkait dengan pemasaran atau yang mengakibatkan hilangnya kebebasan
penelitian suatu produk.10 dan kemandirian profesi, seluruh dokter di
Seorang dokter yang bekerja di instansi Indonesia dituntut untuk bersikap transparan
pemerintah, seperti RSUD, merupakan dan bebas gratifikasi terkait tawaran sponsor
aparatur negara yang oleh karenanya aturan dari industri farmasi maupun tindakan insentif
bahwa aparatur negara bebas gratifikasi juga serupa lainnya.11
berlaku. Adapun kontroversi terhadap isi dari
Permenkes No. 14 Tahun 2014 pasal 6 ayat (2)
Tinjauan Hukum Sponsorship poin k — yang menyatakan bahwa kompensasi
Dalam Permenkes No. 58 Tahun 2016 atau penghasilan atas profesi yang dilaksanakan
tentang Sponsorship bagi Tenaga Kesehatan pasal pada saat jam kerja, dan mendapatkan ijin
4, tercantum bahwa sponsorship yang diberikan tertulis dari atasan langsung dan atau pihak lain
kepada tenaga kesehatan harus memenuhi 7 yang berwenang tergolong ke dalam gratifikasi
prinsip sebagai berikut: yang tidak dianggap suap tidak terkait kedinasan
1. tidak mempengaruhi independensi dalam — turut menambah kesimpangsiuran informasi
pemberian pelayanan kesehatan; terkait cakupan gratifikasi. 10
2. tidak dalam bentuk uang atau setara uang; Terkait sponsorship dalam rangka P2KB,
3. tidak diberikan secara langsung kepada pada 11 Juni 2007, Pengurus Besar Ikatan Dokter
individu; Indonesia dan Pengurus Pusat GP Farmasi
4. sesuai dengan bidang keahlian; Indonesia menyepakati nota kesepahaman
5. diberikan secara terbuka; tentang “Kesepakatan Bersama Etika Promosi
6. dikelola secara akuntabel dan transparan Obat”, sebagai berikut: 12
Pemberian sponsorship tersebut menurut a. seorang dokter dalam melakukan pekerjaan
Permenkes harus melalui pihak instansi. kedokterannya tidak boleh dipengaruhi
Akan tetapi pada pelaksanaannya, di beberapa oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
instansi muncul konflik kepentingan terkait kebebasan dan kemandirian profesi (Hal
praktik pemberian sponsorship P2KB melalui ini sesuai dengan Kode Etik Kedokteran
instansi. Sempat ditemukan bahwa adanya Indonesia Pasal 3). Kaitannya dengan
konflik kepentingan antara pihak manajemen promosi obat adalah dokter dilarang
dengan dokter menimbulkan kurang tepat mengarahkan pasien untuk membeli obat
sasarannya sponsorship P2KB tersebut dengan tertentu karena dokter yang bersangkutan
bahwa keterlibatan konten yang membutuhkan koridor dengan mematuhi rambu-rambu yang
batasan dan sifatnya bukan untuk publik tidak telah disebutkan di atas, dokter tidak perlu
boleh disebarluaskan dalam media sosial dengan khawatir akan munculnya masalah. Dengan
tingkat privasi dan keamanan yang kurang. Bila demikian diharapkan P2KB bagi dokter dapat
memang diperlukan, dokter dapat mengelola terlaksana dengan baik sesuai dengan kaidah
dua akun terpisah di mana satu akun dengan etika dan norma hukum sehingga sebagai hasil
tujuan edukasi kedokteran dan akun lainnya akhirnya, pelayanan kesehatan yang terbaik bagi
sebagai akun pribadi untuk menyalurkan pasien dan masyarakat dapat terwujud.
ekspresi.14
KONFLIK KEPENTINGAN
KESIMPULAN
Tidak ada konflik kepentingan.
Dokter sebagai praktisi perseorangan yang
berbasis pada asas kemanusiaan, wajib menolak REFERENSI
pemberian segala bentuk apapun bila dikaitkan
atau diduga dikaitkan dengan kapasitas 1. Transparency Intenational. Corruption
profesionalnya dalam meresepkan obat. perceptions index 2016 [internet]. 2016 [diakses
Dalam KODEKI tahun 2012 dinyatakan, 2018 Feb 28]. Diunduh dari: https://www.
bahwa seorang dokter diperbolehkan menerima transparency.org/news/feature/corruption_
bantuan dari pihak sponsor tetapi bukan dalam perceptions_index_2016
bentuk uang tunai melainkan bentuk langsung
2. Kementerian Pendidikan dan
seperti pengurusan registrasi atas nama dokter
Kebudayaan. Arti kata gratifikasi - Kamus Besar
tersebut yang kemudian ditembuskan ke
Bahasa Indonesia (KBBI) Online [internet].
atasan/pemimpin langsung atau organisasi
2017 [diakses 2018 Feb 28]. Diunduh dari:
profesi. Penerimaan bantuan dari pihak
http://kbbi.web.id/gratifikasi
sponsor tersebut harus sepengetahuan institusi
atau profesi terutama karena berkaitan dengan 3. Undang-Undang Republik Indonesia
izin meninggalkan tugas. Seorang dokter harus nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana
bersikap transparan terkait sponsorship ini. suap. 1980.
Selain itu bantuan transportasi dan
4. Kusumasari D. Perbedaan antara suap
akomodasi simposium kedokteran dalam
dan gratifikasi [internet]. 2011 [diakses 2018 Feb
jangka pelaksanaan dan H-1 dan H+1 pelaksaan
28]. Diunduh dari: http://www.hukumonline.
kegiatan juga boleh diterima dengan atas nama
com/klinik/detail/cl3369/perbedaan-antara-
pribadi tanpa membawa anggota keluarga.
suap-dengan-gratifikasi
Seorang dokter tidak boleh melakukan imbal
jasa berupa mengiklankan produk dengan klaim 5. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 58
kesehatan dan kecantikan sekalipun secara oral tahun 2016 tentang sponsorship bagi tenaga
di mimbar simposium semata. kesehatan. 2016.
Solusi lain yang dapat membantu
6. Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman
pelaksanaan P2KB adalah digitalisasi
pelaksanaan program pengembangan
pelaksanaan simposium ke dunia maya dalam
pendidikan keprofesian berkelanjutan (P2KB).
bentuk e-symposium dengan biaya yang lebih
Edisi ke-3. 2017. p.11.
terjangkau. Pelaksanaan simposium jarak jauh
via internet tersebut perlu didorong agar lebih 7. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan
cepat berkembang di Indonesa. verifikasi kegiatan P2KB dokter tahun 2017.
Terlepas dari segala batasan atas praktik 2017. p.13.
sponsorship dalam rangka P2KB, seorang dokter
8. Undang-Undang Republik Indonesia
tidak perlu merasa terbebani. Sepanjang dokter
nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan
tersebut bersikap jujur dan berada dalam
tindak pidana korupsi. 1999.
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018 17
Sponsorship Pendidikan Kedokteran: Batasan yang Sering Terabaikan
3
Instalasi Kedokteran Forensik dan Pemulasaraan Jenazah, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta
4
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan
Abstract As a profession which upholds noble relationship with patients, doctors are obliged to uphold
the ethical values as dictated in the Indonesian Medical Code of Ethics (KODEKI) 2012. Medical ethical
violations have to be addressed by appropriate sanctions, aimed at educating peers. The principles,
objectives, and regulations of such sanctions are governed by the Medical Ethics Council of Honors of
Indonesian Doctor’s Association.
pemeriksaan imigrasi memiliki dampak berbeda mengenai setiap permasalahan etika kedokteran
dibandingkan dengan bermain telepon genggam di wilayah jurisdiksinya masing-masing.
di bioskop. Riwayat pelanggaran berkaitan Penetapan kategori berat ringannya
dengan jumlah pelanggaran sebelumnya yang kesalahan didasarkan atas kriteria akibat yang
pernah dilakukan pelaku, baik pelanggaran ditimbulkan terhadap keselamatan pasien,
serupa maupun tidak. Faktor penyerta kehormatan profesi, kepentingan umum, serta
yang perlu dipertimbangkan misalnya niat, itikad baik teradu dalam turut menyelesaikan
keadaan individu pada saat kejadian, tingkat kasus, motivasi yang mendasari timbulnya kasus,
kemudahan kerjasama pelaku pada proses serta situasi lingkungan yang mempengaruhi
peradilan, pengaruh alkohol atau obat-obatan timbulnya kasus. Selain itu pendapat dan
terlarang. Sanksi juga perlu diberikan dengan pandangan Biro Hukum, Pembinaan dan
mempertimbangkan kombinasi sanksi pasif Pembelaan Anggota (BHP2A) juga menjadi
(berupa pembekuan hak) maupun aktif (berupa salah satu pertimbangan.
pemberian kewajiban) yang dapat memberikan
dampak positif terhadap pelaku dan masyarakat Mekanisme Pemberian Sanksi sesuai
sekitarnya. Pedoman Organisasi dan Tata Laksana Kerja
Tahap ketiga adalah pelaksanaan sanksi (ORTALA) MKEK7
yang konkrit dan terawasi. Sanksi yang telah Dalam ORTALA MKEK, pemberian
diberikan harus dievaluasi bila terdapat sanksi terhadap dokter terhukum/pelanggar
pengulangan pelanggaran atau hambatan ketika etik dapat berupa penasihatan, peringatan
sanksi sedang dijalankan. lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku,
pendidikan ulang (re-schooling), hingga
Penegakan Etik Kedokteran di Indonesia pemecatan keanggotaan IDI, baik secara
Etika kedokteran Indonesia merupakan sementara atau pun permanen. Pada umumnya
sekumpulan nilai dan moralitas profesi sanksi etik tersebut bersifat pembinaan, kecuali
kedokteran yang tercantum dalam KODEKI, pemecatan keanggotaan yang bersifat permanen
fatwa-fatwa etik, pedoman dan kesepakatan atau pencabutan keanggotaan seumur hidup.
etik lainnya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Mekanisme pemberian sanksi oleh MKEK
Etika kedokteran secara umum dibuat untuk diawali dari masuknya pengaduan yang sah,
meningkatkan profesionalisme, pengetahuan, dilanjutkan dengan proses penelaahan kasus
pemahaman, penghayatan, pengamalan kaidah yang diadukan. Pada akhir penelaahan, Ketua
dasar bioetika dan etika kedokteran dalam MKEK menetapkan kelayakan kasus untuk
profesinya sebagai seorang dokter. Secara disidangkan oleh majelis pemeriksa yang akan
khusus, etika kedokteran dirumuskan untuk melakukan sidang kemahkamahan hingga
menjaga keluhuran profesi, meredam konflik tercapai keputusan MKEK. Bila terbukti
etikolegal, penjeraan sekunder perilaku kurang terdapat bukti pelanggaran etik, maka majelis
etis, dan menjaga hubungan antara dokter dan akan menetapkan sanksi sesuai dengan berat
pasien sebagai hubungan kepercayaan. ringannya kesalahan dokter teradu. Pelaksanaan
sangsi dilakukan oleh Divisi Pembinaan Etika
Peran MKEK dalam Penegakan Etika Profesi MKEK untuk dan atas nama pengurus
Kedokteran di Indonesia7 IDI setingkat.
Penegakan, pengawasan, dan perumusan
etik praktik kedokteran dilakukan oleh KESIMPULAN
MKEK sebagai badan otonom IDI yang dibagi
menjadi tingkat pusat, wilayah, dan cabang. Pelanggaran etik kedokteran perlu
Majelis ini memiliki hak untuk menyampaikan disikapi dengan pemberian sanksi yang sesuai.
pertimbangan pelaksanaan etika kedokteran Tujuan pemberian sanksi etik sejatinya bersifat
dan mengusulkan secara lisan atau tertulis, pembinaan terhadap teman sejawat. Majelis
diminta atau tidak diminta kepada pengurus IDI Kehormatan Etik Kedokteran PB IDI telah
KONFLIK KEPENTINGAN
REFERENSI
Kata Kunci Abstrak Di tahun politik ini, dokter sebagai warga negara tidak
Politik, pemilu, dokter mungkin dilepaskan dari hasrat dan haknya untuk berpolitik.
Korespondensi Namun, dalam ekspresi politiknya seorang dokter harus selalu
pukovisa@ui.ac.id berhati-hati dan mengingat tradisi luhur profesi kedokteran.
contact@ilmiah.id
Publikasi
Tulisan ini akan membahas bagaimana sikap dokter dalam
© 2018 JEKI/ilmiah.id memelihara etika kedokteran dan profesionalisme di tahun
DOI politik khususnya dalam konteks hubungan dokter-pasien, serta
10.26880/jeki.v2i1.12 bagaimana pihak rumah sakit/klinik dan organisasi profesi
Tanggal masuk: 25 Februari 2018 kedokteran membuat regulasi terkait ekspresi politik tersebut,
Tanggal ditelaah: 10 Maret 2018 ditinjau dari Sumpah Dokter dan peraturan-peraturan lain yang
Tanggal diterima: 11 Maret 2018 berlaku.
Tanggal publikasi: 19 Maret 2018
Abstract In this political year, doctors as citizens are bound to their passion and right to politics.
However, in terms of political expression, a doctor must always be careful and uphold the noble
tradition of medical profession. This paper will discuss what should a doctor do to maintain medical
ethics and professionalism in a political year, especially in the context of doctor-patient relationships, as
well as what regulations should hospitals/clinics and medical professional organizations make regarding
political expression, based on the Doctors’ Oath and other related regulations.
Dokter dalam kehidupan berbangsa dan Dunia) yang menyebutkan sebagai berikut:3
bernegara sesungguhnya merupakan salah “Saya TIDAK AKAN MEMBIARKAN
satu pionir dan pilar kokoh dalam perjuangan pertimbangan usia, penyakit dan kecacatan,
kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Sebut keyakinan, etnis, gender, kebangsaan,
saja dr. Wahidin Soedirohoesodo, penggagas afiliasi politik, ras, orientasi seksual,
berdirinya organisasi Budi Utomo, yang kedudukan sosial, atau faktor lainnya
walaupun tidak berpolitik namun menjadi cikal mempengaruhi kewajiban dan pasien
bakal usaha kemerdekaan Indonesia (tanggal saya.”
berdiri Budi Utomo, 20 Mei, hingga kini Selain versi Indonesia, terdapat beberapa
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional). versi Sumpah Dokter di dunia, antara lain
Belum lagi dr. Cipto Mangunkusumo, dr. versi Hippocrates (versi pertama dunia), versi
Soetomo, dan dr. Moestopo, yang hingga kini Soviet, versi modern dr. Lasagna, dan versi
namanya dihormati dan diabadikan sebagai Weinstein.4 Sementara itu, versi lainnya tidak
nama rumah sakit besar di Indonesia. menyebutkan hal ini secara eksplisit, melainkan
Berafiliasi pada suatu organisasi/partai hanya menekankan betapa pentingnya
politik merupakan bagian dari hak politik memperlakukan pasien dengan sebaik mungkin.
seorang dokter. Semua pihak harus menghormati Mari membahas narasi Sumpah Dokter
hal itu dan tidak boleh menghalanginya. Namun Indonesia terutama poin 8 yang menyebutkan
dalam hal mengekspresikan hak politik pada frase “politik”. Penjelasan lebih dalam tentang
ruang publik, inilah yang perlu diatur, termasuk narasi itu belum disebutkan dalam KODEKI,
di dalamnya diatur oleh Etika Kedokteran. namun dari kalimat sumpah ini, menurut
Tulisan ini tidak semata membahas aspek hak hemat penulis dapat ditafsirkan sebagai berikut:
dan kewajiban politik dokter karena bukanlah 1. Politik disebut bersama-sama dengan
ruang lingkup pembahasan Etika Kedokteran keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender,
yang menjadi koridor jurnal ini. Tulisan ini lebih kedudukan sosial, dan jenis penyakit.
berkonsentrasi membahas bagaimana sikap Penyebutan bersama-sama ini dapat
dokter dalam memelihara etika kedokteran dan ditafsirkan bahwa entitas setiap individu,
profesionalisme di era tahun politik khususnya baik dokter maupun pasien, memiliki hak
dalam konteks hubungan dokter-pasien, serta dan afiliasi politik sama riilnya dengan
bagaimana pihak rumah sakit/klinik, serta entitas beragama, berbangsa, bersuku,
organisasi profesi kedokteran membuat regulasi bergender, dan berkedudukan sosial. Entitas
terkait ekspresi politik tersebut. itu tidak dapat dipungkiri atau dinegasikan.
2. Maksud kalimat dalam sumpah tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN bukanlah menihilkan hak politik seorang
dokter. Jika diambil simpulan dokter
Frase “Politik” pada Sumpah Dokter Indonesia tidak boleh berpolitik, maka kalimat
Frase politik dapat ditemui dalam redaksi tersebut akan melahirkan simpulan fatal:
Sumpah Dokter Indonesia yaitu pada butir 8 dokter tidak berhak beragama, berbangsa,
sesuai yang dimuat dalam Kode Etik Kedokteran bersuku, bergender, dan berkedudukan
Indonesia (KODEKI) 2012 pasal 1 sebagai sosial. Kita tidak dapat memaknai kalimat
berikut: tersebut sebagai penghilangan hak politik
“Saya akan berikhtiar dengan sungguh- dokter. Dengan kata lain, dokter tetap sah
sungguh supaya saya tidak terpengaruh memiliki hak politik dan memperjuangkan
oleh pertimbangan keagamaan, hak politiknya, termasuk mengajukan
kebangsaan, kesukuan, gender, politik, diri sebagai anggota legislatif, anggota/
kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam kader partai politik, mengikuti kontestasi
menunaikan kewajiban terhadap pasien.”2 pemimpin daerah, maupun presiden dan
Demikian pula Sumpah Dokter versi World wakil presiden.
Medical Association (WMA; Asosiasi Medis
24 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Rozaliyani A, dan Purwadianto A
3. Kerangka konteks dari pernyataan politik hal itu melanggar etika kedokteran karena
tadi tak dapat dilepaskan pada keterangan masih pada kerangka hubungan dokter-pasien.
yang ada pada ujung kalimat “… dalam Adapun jika hal itu dilakukan di luar konteks
menunaikan kewajiban terhadap pasien.” hubungan dokter-pasien, misalnya dokter dan
Sehingga lebih tepat penafsiran kerangka pasien ini kebetulan makan di satu restoran
“keagamaan, kebangsaan, kesukuan, yang sama dan membicarakan politik di sana,
gender, politik, kedudukan sosial dan jenis maka ini bukanlah lingkup yang dimaksud
penyakit” adalah sepanjang pada wilayah pada Sumpah Dokter.
konteks “… dalam menunaikan kewajiban Dalam arti luas selain didasarkan
terhadap pasien” pada redaksi sumpah pada hubungan dokter-pasien yang sedang
tersebut. berlangsung, mencakup juga hubungan
4. Implikasi yang perlu disadari dalam sumpah sebelum dan sesudahnya yang diperkirakan
tersebut adalah, dokter harus tetap bekerja masih mempengaruhi pertimbangan dokter
profesional dan dilarang berbuat tidak adil menjadi diskriminatif. Cakupan ini bisa
apalagi melakukan kezaliman pada saat ditarik dari lafal Sumpah Dokter maupun pasal
menunaikan kewajibannya terhadap pasien, KODEKI yang mewajibkan dokter menyimpan
meskipun terdapat perbedaan afiliasi politik. rahasia pasien, bahkan hingga pasien tersebut
Sasaran kezaliman yang dimaksud dalam meninggal dunia (pasal 16).4 Prinsip tersebut
poin 4 tentu dalam konteks hubungan mewajibkan dokter untuk berhati-hati ketika
dokter-pasien. mengalihkan hubungan dokter-pasien dari
Dalam pembahasan terkait frase “politik” ranah privat ke ranah publik yang menjadikan
dalam Sumpah Dokter Indonesia, yang jelas dirinya atau orang lain yang mengikuti
terlarang adalah perlakuan diskriminatif dan pendapatnya bersikap diskriminatif secara
zalim/tidak adil yang didasari motif politik politis. Hal itu bertolak dari perubahan posisi
ketika seorang dokter menjalankan hubungan dokter secara prima facie menjadi warga negara
dokter-pasien. Jika ada kasus dokter bersikap di luar konteks hubungan dokter-pasien, yang
tidak adil kepada pasien/keluarga pasien harus tunduk kepada hukum dan perundangan
karena pertimbangan politik, maka hal itu yang berlaku.
jelas melanggar etika kedokteran. Begitupula
jika sasaran ketidakadilannya adalah dokter, Regulasi terkait Ekspresi Politik di Rumah
perawat, tenaga kesehatan, karyawan rumah Sakit dan Klinik
sakit/klinik tempatnya bekerja, sepanjang hal Dokter memiliki hak politik yang harus
itu terkait dengan hubungan dokter-pasien. dihargai, namun di sisi lain dokter juga harus
Misalnya, ada pasien yang menjadi pendukung menyadari bahwa hak politik juga dimiliki
partai A datang ke dokter yang merupakan pasien, tenaga kesehatan yang membantunya,
pendukung partai B, maka harus dipastikan serta seluruh masyarakat yang berinteraksi
perlakuan kepada pasien itu sama adilnya dengan dokter tersebut. Dalam mengekspresikan
dengan perlakuan kepada pasien yang memiliki hak politik dokter pada ruang publik, termasuk
afiliasi politik sama. rumah sakit atau klinik, maka acuannya adalah
Sebaliknya, jika ada pasien pendukung aturan hukum perundangan secara umum.
kandidat politik A datang ke dokter yang Rumah sakit atau klinik dapat membuat
memiliki afiliasi sama, kemudian terjadi peraturan internal terkait pengaturan ekspresi
pembicaraan politik untuk menghangatkan hak politik pasien dan dokter. Hal itu demi
rapport dengan pasien, tentu tidak mengapa mencapai tujuan dan kepentingan yang lebih
karena membina rapport memang dianjurkan tinggi, yaitu memelihara ketertiban menuju
dalam hubungan dokter-pasien. Namun jika kesembuhan pasien yang optimal. Peraturan
pembicaraan politik itu dibumbui pernyataan internal terkait pembatasan mengekspresikan
dokter yang merendahkan atau melukai pihak afiliasi politik demi penyelenggaraan upaya
lain yang berbeda afiliasi politiknya, maka medis yang optimal tentu harus didukung
semua pihak. Peraturan internal tersebut tentu dalam pesta politik, diantaranya dengan tidak
tidak boleh dibuat berlebihan sehingga dianggap memasang atribut politik seperti yang tercantum
memangkas hak politik yang dijamin konstitusi, dalam Peraturan KPU nomor 12 tahun 2016
dan sebaliknya jangan pula melampaui batas. (pasal 30 ayat 3).6
Setidaknya acuan yang telah diatur hukum Beberapa dokter di rumah sakit yang
perundangan dan KODEKI dapat dijadikan ditentukan pemerintah juga akan berperan
pegangan. Rumah sakit dan klinik harus dalam melaksanakan fit and proper test (tes
memastikan diri bahwa sebagai institusi publik, kesehatan dan kelayakan) terhadap tokoh-
maka kebijakannya harus netral, tidak boleh tokoh politik. Dalam hal ini, hendaknya dokter
mengekspresikan kepentingan politik tertentu, dapat bersikap seobjektif mungkin untuk
apalagi mengorganisasi karyawan, dokter, dan melaksakanan pemeriksaan sesuai dengan
tenaga kesehatan lain untuk memilih afiliasi standar profesinya, tanpa dipengaruhi oleh
politik tertentu, atau sebaliknya, membenci afiliasi politik. Memberikan kesaksian palsu
afiliasi politik tertentu. Hal ini sama tercelanya bahwa seorang tokoh adalah sehat padahal jelas
dengan kondisi apabila rumah sakit atau memiliki penyakit yang berpotensi mengganggu
klinik sebagai instansi dan kebijakannya secara jabatannya kelak, atau sebaliknya menyatakan
sengaja menghambat karyawan, dokter, tenaga seorang tokoh tidak mampu menjalankan
kesehatan, maupun pasien mengekspresikan jabatan tersebut padahal jelas-jelas mampu,
haknya beragama untuk beribadah sesuai adalah pelanggaran etik serius yang harus
tuntunan agama yang dianutnya. Rumah sakit dihindari.
atau klinik dapat dianggap melakukan hal
tercela apabila secara sengaja menghambat Bolehkah Dokter Mengekspresikan Afiliasi
karyawan, dokter, tenaga kesehatan, maupun Politiknya pada Ranah Publik ?
pasien untuk mengekspresikan hak beribadah Dalam bagian pendahuluan telah
sesuai tuntunan agamanya. Salah satu contoh dijelaskan bahwa sebagai warga negara biasa,
ketika rumah sakit menghimbau tenaga medis dokter memiliki hak politik yang harus
atau karyawan yang beragama Islam untuk dihormati dan dilindungi konstitusi. Namun
menanggalkan kerudung pada saat bekerja di dalam mengekspresikan afiliasi politiknya
lingkungan rumah sakit. Sama tidak patutnya pada ranah publik di luar hubungan dokter-
ketika rumah sakit atau klinik yang tetap pasien, maka hal itu diatur sesuai hukum dan
memberikan tugas juga kepada karyawan, perundangan yang berlaku. Ekspresi afiliasi
dokter, atau tenaga kesehatan yang ingin politik seorang dokter yang menjadi anggota
merayakan hari besar agamanya, padahal tidak TNI/POLRI dibatasi ketentuan yang mengikat
ada keterbatasan sumber daya manusia untuk identitasnya, sebagaimana diatur dalam UU
mengatur piket jaga tersebut. nomor 34 tahun 2004 pasal 39 (Prajurit dilarang
Dalam penyelenggaraan pemungutan terlibat dalam kegiatan menjadi anggota partai
suara, rumah sakit perlu berpartisipasi aktif politik; kegiatan politik praktis; kegiatan
dengan memberi kebebasan seluas-luasnya bisnis; dan kegiatan untuk dipilih menjadi
kepada dokter/tenaga kesehatan, karyawan, anggota legislatif dalam pemilihan umum dan
pasien, dan keluarganya untuk dapat jabatan politis lainnya).7 Dokter yang bekerja
menyalurkan hak pilihnya. Rumah sakit dapat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga harus
berinisiatif untuk aktif berkomunikasi dan mengikuti batasan terkait identitasnya sebagai
bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum PNS sesuai dengan PP nomor 37 tahun 2004
(KPU) untuk menyelenggarakan pemungutan pasal 2 (Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi
suara bagi pasien yang tidak mampu pergi ke anggota dan/atau pengurus partai politik.
tempat pemungutan suara (TPS) terdekat seperti Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota
yang tercantum dalam Peraturan KPU nomor dan/atau pengurus partai politik diberhentikan
10 tahun 2015 (pasal 82).5 Namun demikian, sebagai Pegawai Negeri Sipil).8
rumah sakit dan klinik harus menjaga netralitas
26 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Rozaliyani A, dan Purwadianto A
Hal yang harus diperhatikan pada saat diri dari isu diskriminasi suku, agama, ras, dan
dokter mengekspresikan afiliasi politiknya antargolongan pada konstelasi politik yang
mencakup aktivitasnya berpendapat di forum seringkali menjadi topik hangat.
yang menempatkannya sebagai profesional Dalam mengekspresikan afiliasi politiknya
medis, termasuk di media sosial. Seorang dokter di media sosial, seorang dokter hendaknya
sering diundang sebagai narasumber seminar memiliki akun terpisah, yang berbeda dengan
ilmiah maupun seminar awam tentang isu akun aktivitas profesionalnya dalam upaya
kesehatan yang relevan dengan kompetensinya. mencerdaskan publik melalui kesehatan
Jika undangan tersebut merupakan promotif maupun preventif. Hal itu untuk
penghargaan publik dan panitia acara terhadap menghindari bias pemahaman dan potensi
aspek profesionalitasnya sebagai dokter, maka konflik yang mungkin terjadi dengan berbagai
dia harus menjaga diri dari kemungkinan pihak. Jika sampai muncul saling blokir, maka
mengekspresikan afiliasi politiknya di forum dokter perlu merenung bukankah idealnya
tersebut. Ekspresi politik tersebut dapat berupa upaya kesehatan promotif dan preventif itu
dukungan kepada suatu partai atau kandidat mampu diakses sebanyak mungkin orang
politik tertentu, atau sebaliknya, berupa dengan berbagai latar belakang? Maka sejatinya
hujatan atau upaya merendahkan pilihan tindakan blokir akun pengikut (follower)
partai atau kandidat politik lainnya. Sangat bertentangan dengan misi upaya kesehatan
tidak etis bila forum ilmiah atau seminar promotif tersebut. Pengaturan pertemanan
awam yang menghargai profesi kedokteran pada dua akun terpisah tersebut juga diatur,
tersebut dicemari ekspresi afiliasi politik dokter misalnya akun dengan misi kesehatan disiarkan
narasumbernya. ke publik dengan tidak memilah dan memilih
Jika forum yang mengundang dokter tawaran pertemanan. Sementara itu akun
tersebut adalah bagian dari rangkaian kampanye untuk menyalurkan kebebasan berpendapat
politik dan penyelenggaranya adalah partai atau pribadi dibatasi penyiarannya hanya kepada
kandidat politik, maka dokter harus mawas diri teman yang telah diterima pada akun tersebut,
bila ia diundang ke aktivitas tersebut karena serta dilakukan pemilihan pertemanan yang
kehormatan profesionalnya sebagai dokter. lebih ketat. Di luar hal tersebut, aktivitas media
Meskipun jelas nyata-nyata ada di dalam suasana sosial tetap tunduk pada aturan hukum dan
kampanye, dokter yang diundang untuk ikut perundangan yang berlaku.9
berpartisipasi di layanan kesehatan harus tetap
menjaga diri dari promosi partai/kandidat Bolehkah Dokter Mengajukan Diri sebagai
politik. Dokter harus memastikan dirinya Kandidat Politik dan Bagaimana Ketentuan
sebatas menjaga rapport saja serta fokus pada Etiknya?
amanah profesional yang diberikan sebagai Sebagai warga negara yang memiliki
penghargaan penyelenggara kegiatan tersebut. kebebasan berpolitik, dokter berhak
Prinsip ini disebut imparsial objektif, di mana mengajukan diri sebagai kandidat politik
dokter harus menegaskan perannya sebagai dalam lingkup apa pun, termasuk di dalamnya
narasumber medis secara eksplisit, kemudian pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah,
menjalankan peran tersebut terlepas dari afiliasi dan pemilihan presiden. Bahkan kesan semakin
politiknya. termarginalisasinya peran politik dokter dalam
Dokter harus menghitung risiko sejauh keputusan-keputusan penting di Indonesia
mana keterlibatannya dalam aktivitas politik, membuat kemunculan dokter yang memiliki
dan tetap menjaga diri jangan sampai idealisme politik dan visi nasional menjadi
profesionalitasnya disalahgunakan. Jangan sangat dinantikan. Peran membenahi kondisi
sampai dokter jatuh pada luapan emosi kesehatan bangsa dalam kontes politik yang
berlebihan dalam pembelaannya terhadap suatu mememerlukan kerjasama lintas sektor menjadi
entitas politik sehingga melanggar norma profesi sangat mungkin dilakukan bila dirigennya
kedokteran. Dokter juga harus menjauhkan adalah dokter.
Seorang dokter berhak mengikuti kegiatan Meskipun seorang dokter telah berhenti
politik dalam rangka kampanye atas dirinya sementara dari profesi dan segala aktivitasnya
atau menjadi tim sukses kandidat/partai politik dalam organisasi profesi kedokteran selama
agar masyarakat memilihnya atau memilih masa kampanye, hendaknya ia menyadari bahwa
kandidat/partai politik yang ia promosikan. meraih kekuasaan bukanlah tujuan utama
Kesadaran pertama yang harus dibangun terkait apalagi tujuan akhir. Tradisi luhur profesi
hal itu adalah kampanye politik tidak boleh kedokteran harus selalu dilaksanakan kapan
dikaitkan dengan profesinya sebagai dokter. dan di mana pun. Dengan demikian dokter yang
Seorang dokter yang aktif dalam organisasi mengajukan diri sebagai kandidat politik tidak
profesi kedokteran juga tidak boleh mengaitkan akan menempuh langkah menghalalkan segala
kampanye politiknya dengan organisasi profesi cara demi kekuasaan, atau pun menggunakan
tempatnya mengabdi. Sebagaimana batasan adab-adab buruk selama berkampanye.
etika dalam beriklan, dokter secara normatif
harus menanggalkan gelar maupun atribut Bolehkah Organisasi Profesi Kedokteran
profesinya untuk seluruh kegiatan politik yang Mengekspresikan Afiliasi Politik?
tidak berkaitan dengan profesinya sebagai Lain etika yang mengikat dokter, lain pula
dokter.10 Hal yang diperbolehkan sebatas etika organisasi profesi kedokteran. Organisasi
ketentuan yang diizinkan pada aturan KPU, profesi kedokteran di level mana pun dan
diantaranya terkait penulisan gelar pada media dalam bidang/spesialisasi apa pun, harus
kampanye dan kertas suara. Dokter yang bersikap netral dan menjaga diri dari afiliasi
menjadi kandidat politik juga tidak boleh politik. Hal itu bukan berarti organisasi profesi
menggiring opini untuk menjual latar belakang abai terhadap proses politik. Organisasi profesi
profesinya di masyarakat dengan cara yang tidak boleh saja turut mengapresiasi atau mengkritisi
proporsional, tidak santun, serta cara-cara lain konsep pembangunan kesehatan yang diajukan
yang dapat merugikan marwah kehormatan partai atau kandidat politik, terutama bila
profesi kedokteran yang luhur. dianggap signifikan menciptakan perubahan
Seorang dokter yang sedang mengikuti wajah pelayanan kesehatan yang lebih baik.
kampanye politik pada masa yang ditentukan Organisasi profesi kedokteran harus
KPU hendaknya mengajukan pengunduran memastikan bahwa netralitas sikap politik
diri/meminta berhenti sementara dalam itu telah dimusyawarahkan secara memadai
aktivitasnya sebagai dokter selama masa dengan semua pihak terkait. Organisasi profesi
kampanye tersebut. Dengan sendirinya hak, juga harus konsisten untuk tidak menunjukkan
wewenang, dan kewajibannya juga berhenti keberpihakannya kepada partai atau kandidat
sementara selama masa kampanye berlangsung. politik mana pun. Pada saat melakukan penilaian
Hal itu bertujuan untuk menghindari konflik konsep pembangunan kesehatan, organisasi
kepentingan selama masa kampanye serta profesi tidak boleh ikut-ikutan mempromosikan
menjaga marwah kehormatan profesi dokter atau sebaliknya mendiskreditkan suatu partai
dengan sebaik-baiknya. Proses pengunduran atau kandidat politik tertentu. Organisasi profesi
diri atau pemberhentian sementara seorang tidak boleh mengeluarkan pernyataan publik,
dokter sebagai pengurus aktif di organisasi menggiring opini publik atau kalangan profesi
profesi kedokteran juga akan menyebabkan untuk memilih partai atau kandidat politik
hak, wewenang, dan kewajibannya sebagai tertentu, meskipun nyata-nyata proposalnya
pengurus juga berhenti sementara. Hal itu sangat baik untuk bidang kesehatan. Demikian
dilakukan untuk menghindarkan dirinya dari pula sebaliknya, organisasi profesi tidak boleh
penyalahgunaan kewenangan dalam organisasi mendiskreditkan partai atau kandidat politik
profesi maupun mencegah fitnah akibat konflik tertentu meskipun nyata-nyata proposalnya
politik yang dapat berimbas kepada organisasi berbahaya dan kontroversial. Hendaknya
profesi kedokteran. tinjauan kritis terhadap proposal tersebut
dilakukan secara obyektif dan berbasis bukti.
28 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Rozaliyani A, dan Purwadianto A
3
Instalasi Gawat Darurat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
4
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
5
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Abstract In daily practice, often specialists are consulted by doctors on duty for emergency cases,
and most often these specialists only give per-phone instructions without actually coming and
examining the patient. If then the patient suffered disabilities or even death, does the specialist
commit sure ethical and criminal malpractice? This paper will discuss the ethics of specialists in
emergencies, particularly as part of overall management of Emergency Department and hospital, in
terms of Indonesian Medical Code of Ethics and related regulations. The situations and categories
of emergency responses should be thoroughly considered, and good cooperation between specialists
and doctors on duty is necessary to ensure patient safety.
Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan UU atau dalam masa dinas ataupun tidak.”1
Peraturan terkait, dan dari sisi tinjauan lapangan
yaitu situasi manajemen kegawat daruratan di Analisis Paparan KODEKI tentang
Rumah Sakit. Kegawatdaruratan Medik
Frase kunci yang relevan dengan kritik
HASIL DAN PEMBAHASAN yang disampaikan setidaknya ada dua, pertama
tentang kesadaran etik bagi seluruh dokter dalam
Paparan KODEKI tentang Pertolongan hal melakukan pertolongan kegawatdaruratan,
Kegawatdaruratan Medik dan kedua adalah klausa kalimat “…kecuali bila
Kode Etik Kedokteran Indonesia telah ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
mengatur khusus tentang kegawat daruratan memberikannya”. Untuk frase kunci pertama,
medik pada pasal 17 dengan dinyatakan merupakan hal yang tak dapat ditawar lagi bahwa
sebagai berikut: “Setiap dokter wajib dokter harus menyadari ia memiliki kesadaran
melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tanggungjawab moral yang besar untuk
wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila melakukan pertolongan kegawatdaruratan.
ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu Bahkan pada situasi ia tidak berdinas saja,
memberikannya.” Dan salah satu cakupan tanggung jawab moral itu melekat, sebagaimana
pasal 17 butir 6 dinyatakan sebagai berikut: dijelaskan pada penjelasan cakupan pasal
“(6) Setiap dokter yang melakukan pertolongan 17 butir 3 “Kewajiban pada pasal di atas ini
darurat maka kewajiban etis ini mengalahkan mengamanahkan kepada dokter untuk selalu
pertimbangan-pertimbangan etika lainnya. bersedia melakukan pertolongan darurat
Dalam menjalankan kewajiban etis ini, dokter kapanpun dan di manapun. Baik di dalam masa
tersebut harus dilindungi dan dibela oleh dinas ataupun tidak.” Tentu apalagi jika dokter
teman sejawat, mitra bestari dan/atau organisasi tersebut memang saat dinas yang dijadwalkan
profesi, pemerintah dan/atau masyarakat.”1 dan ditentukan RS tempat ia bekerja. Jadi
Dalam penjelasan pasal 17 juga dinyatakan kaidah umumnya, menolak melakukan
sebagai berikut: “Pertolongan darurat yang pertolongan kegawatdaruratan di masa tidak
dimaksud pada pasal di atas adalah pertolongan berdinas, apalagi dalam masa berdinas, dapat
yang secara ilmu kedokteran harus segera dikategorikan sebagai pelanggaran etik.
dilakukan untuk mencegah kematian, Namun frase kunci kedua tak dapat
kecacatan, atau penderitaan yang berat pada dipisahkan dari frase kunci pertama, karena
seseorang. Seorang dokter wajib memberikan disebutkan dalam satu entitas kalimat yang
pertolongan keadaan gawat darurat atas dasar sama, yaitu “…kecuali bila ia yakin ada orang
kemanusiaan ketika keadaan memungkinkan. lain bersedia dan mampu memberikannya”.
Walau tidak saat bertugas, seorang dokter wajib Kata “yakin”, “bersedia” dan “mampu” perlu
memberikan pertolongan darurat kepada siapa digarisbawahi. Penafsiran terbaik pada kata
pun yang sakit mendadak, kecelakaan atau “yakin” dalam pasal 17 yang dimaksud adalah
keadaan bencana. Rasa yakin dokter akan ada sebagaimana yang termaktub pada penjelasan
orang lain yang bersedia dan lebih mampu pasal 17 yang menyatakan “…Rasa yakin
melakukan pertolongan darurat seyogyanya dokter akan ada orang lain yang bersedia dan
dilakukan secara cermat sesuai dengan lebih mampu melakukan pertolongan darurat
keutamaan profesi, yakni untuk menjunjung seyogyanya dilakukan secara cermat sesuai
sikap dan rasa ingin berkorban profesi untuk dengan keutamaan profesi...” Jadi keyakinan
kepentingan pertolongan darurat termaksud.”1 harus dibangun dari sikap cermat dan sesuai
Lalu pada penjelasan cakupan pasal 17 butir dengan keutamaan profesi.
3 dinyatakan sebagai berikut: “Kewajiban pada Adapun “bersedia” dan “mampu”, hal
pasal di atas ini mengamanahkan kepada dokter ini dialamatkan pada orang lain (dokter selain
untuk selalu bersedia melakukan pertolongan pribadi dokter tersebut). Terkait dengan kritik
darurat kapanpun dan di manapun. Baik di yang disampaikan mengambil konteks pelayanan
32 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Mulyana RM, Sidipratomo P, dan Purwadianto A
di UGD atau rawat inap Rumah Sakit, maka yang telah dibahas di atas.2
paling tepat kata “bersedia” dan “mampu” Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
dialamatkan pada dokter jaga yang dinas di nomor 4 tahun 2011 tentang Disiplin
tempat UGD dan rawat inap Rumah Sakit, dan Profesional Dokter dan Dokter Gigi, dalam pasal
atau dokter spesialis lain yang kebetulan ada 3 ayat 2c disebutkan bahwa “mendelegasikan
di lingkungan RS atau bersedia datang ke RS suatu pekerjaan kepada tenaga kesehatan
saat dibutuhkan untuk melakukan pertolongan tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk
kegawatdaruratan. Analisis tentang “mampu”, melaksanakan pekerjaan tersebut” adalah
tentu saja harus didasarkan pada penilaian pelanggaran displin profesional dokter.3
sejauh mana kewenangan klinis yang dibangun
atas dasar kompetensi profesional, diberikan
kepada dokter jaga yang dinas di tempat UGD Situasi Lapangan Penanganan
dan rawat inap Rumah Sakit. Sedangkan analisis Kegawatdaruratan di Rumah Sakit
tentang “bersedia” ialah kembali ke keyakinan Pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat
pribadi dokter jaga untuk bersedia mengambil atau ruang perawatan darurat lainnya di RS
tanggungjawab moral pada suatu pertolongan terdiri atas spektrum kasus yang luas, mulai dari
kegawat daruratan dengan menggantikan kasus tidak berdiferensiasi dengan gejala klinis
kehadiran atau menerima delegasi dari dokter tertentu (misalnya nyeri, penurunan kesadaran,
spesialis untuk menjalankan instruksi medis atau lemas) hingga kasus yang terdiferensiasi
yang diamanahkan kepadanya. Tentu secara jelas di bidang keilmuan tertentu. Pasien dapat
umum, pada situasi dokter jaga “tidak bersedia” berusia ekstrim dari baru lahir hingga usia
dan atau “tidak mampu”, maka tanggungjawab tua, dengan kondisi kritis hingga tidak ada
etik beralih menjadi dipikul SMF Spesialis yang kegawatdaruratan, atau kasus tunggal sederhana
dikonsulkan tersebut. hingga kasus multipel yang rumit.
Tujuan penanganan kegawatdaruratan
Paparan UU dan Peraturan lainnya tentang adalah keselamatan pasien dengan mengatasi
Kegawatdaruratan Medik kondisi kegawatdaruratan yang diketahui. Pasien
Hingga saat tulisan ini dibuat, belum perlu ditangani segera dengan waktu respon
ada peraturan hukum yang secara spesifik yang cepat, dan perlu penanganan yang tepat
mengatur tentang dokter jaga spesialis dan dengan kompetensi yang memadai. Dengan
pendelegasian wewenangnya kepada dokter demikian kunci penanganan kegawatdaruratan
jaga umum. Walau demikian, dalam Undang- di RS adalah pembuatan keputusan klinis
Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun yang cepat dan tepat dengan didukung sarana
2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal 51a penatalaksanaan pasien yang memadai sesuai
menyebutkan bahwa dokter harus “memberikan layanan RS sesuai tingkatan.
pelayanan medis sesuai dengan standar profesi Situasi yang mungkin terjadi adalah
dan standar prosedur operasional…”. Maka ketidakmampuan seorang dokter umum untuk
baku rancang standar profesi di Pedoman melakukan penilaian pasien (asesmen awal)
Praktek Klinis misalnya dan standar prosedur dengan akurat. Hal ini tentu memberikan
operasional di regulasi internal RS, secara detil potensi masalah ketika pelaporan kepada
perlu menginventarisasi tindakan pertolongan Spesialis saat proses konsultasi. Pada kondisi lain
kegawatdaruratan mana saja yang dapat menjadi penilaian pasien dapat dilakukan dengan baik
kewenangan klinis dokter jaga UGD yang akan tetapi ada hambatan komunikasi dengan
sebagian besar adalah dokter umum, tindakan Spesialis sehingga penatalaksanaan pasien
pertolongan atas supervisi, dan tindakan menjadi terhambat. Hambatan komunikasi
pertolongan yang menjadi wewenang khusus dapat terjadi akibat tidak terhubung dengan
dokter dan SMF spesialis. Pasal 51d memiliki isi Spesialis atau respon dari Spesialis tidak adekuat
yang kurang lebih mirip dengan KODEKI pasal baik terlambat atau tidak menjawab.
17 tentang pertolongan gawat darurat, seperti
Pada RS dengan jumlah dokter spesialis penuh bertempat di UGD, biasanya memiliki
yang berlimpah, tentu dapat membuat kualifikasi dokter umum/spesialis dengan
kebijakan spesialis yang jumlah kasusnya besar persyaratan tertentu, dan karena pada hari dan
pada RS tersebut agar melaksanakan dinas jam kerja pada umumnya banyak dokter yang
malam secara standby (jaga langsung di tempat), berada di lingkungan Rumah Sakit. Sementara
dan diberikan apresiasi remunerasi yang baik. dinas malam serta hari libur, tetap ada dokter
Pada situasi demikian, tentulah kritik yang yang berdinas penuh bertempat di UGD,
disampaikan terkait dokter spesialis tidak hadir biasanya dokter umum dengan persyaratan
dan memeriksa pasien yang membutuhkan tertentu, dan ada amanah dinas jaga on call
pertolongan kegawatdaruratan menjadi tidak (tidak di tempat) bagi dokter-dokter spesialis
relevan, karena sistemnya sudah memadai dan sesuai keahliannya masing-masing.
mumpuni untuk menghadirkan dokter spesialis Dokter yang jaga UGD baik di dalam
melaksanakan dinas malam secara standby. maupun di luar hari dan jam kerja, umumnya
Keberadaan dokter spesialis yang standby juga dibekali suatu kompetensi kegawatdaruratan
dapat menjamin waktu respon yang sesuai yang baik. Tentu kompetensi ini ada batasannya.
dengan kondisi kegawatdaruratan pasien.. Kompetensi tersebut juga secara umum terbagi
Menjadi cita-cita suatu saat seluruh RS di dua dalam penerapannya, yaitu kompetensi
Indonesia dapat menghadirkan sistem seperti penilaian terhadap kasus dan kompetensi
ini, sehingga kekhawatiran sebagaimana yang melakukan tindakan kegawatdaruratan. Kedua
diungkapkan pada kritik yang membangun jenis kompetensi ini memiliki batasannya
tersebut, tidak lagi menjadi masalah. pada kewenangan klinis dokter jaga UGD.
Namun permasalahannya adalah sebagian Pada kasus yang memiliki profil klinis di luar
besar RS di Indonesia mengalami keterbatasan kompetensi penilaian terhadap suatu kasus,
jumlah dokter spesialis, sehingga sebagian besar dokter jaga UGD umumnya akan menelepon
RS memberlakukan jaga on call untuk dokter dokter spesialis yang relevan dan kompeten
spesialis, dan hanya menempatkan dokter terhadap kasus tersebut. Dokter jaga meminta
umum sebagai jaga standby di UGD dan Ruangan saran, pendapat, dan instruksi medis dari dokter
rawat inap. Di sinilah letak permasalahannya spesialis yang lebih kompeten.
saat dokter spesialis yang dinas jaga on call, Sejak dokter spesialis tersebut menjawab,
dihubungi oleh dokter jaga, dan memberi maka hakikatnya kami sependapat dengan
instruksi medis via media yang diperkenankan kritik tersebut, bahwa akad hubungan dokter-
tanpa datang langsung ke RS memeriksa pasien pasien telah resmi melibatkan spesialisasi
jika merasa tidak terlalu dibutuhkan. yang relevan. Namun ada satu catatan di sini
Adapun media komunikasi antara dokter menurut pengalaman lapangan. Dokter spesialis
jaga dan dokter spesialis yang diperkenankan yang menjawab belumlah tentu yang terjadwal
adalah melalui jalur privat, dapat dengan per berdinas jaga pada malam/hari libur itu. Alasan
telepon, atau dengan media sosial jenis privasi teknisnya adalah dokter jaga sulit menghubungi
tinggi dan terenkripsi end-to-end user sangat baik. dokter spesialis yang terjadwal jaga pada hari
Wajib dihindari menggunakan media sosial itu. Secara etika, ini baik untuk kedua pihak.
yang bersifat publik atau dengan fitur privasi Ini perbuatan bernilai etika baik pada dokter
dan enkripsi rendah.4 jaga UGD karena merefleksikan dirinya sangat
Sebagian besar situasi lapangan peduli dengan pasiennya, dan dalam konteks
penanganan kegawatdaruratan di Instalasi/ kegawatdaruratan kebutuhan untuk kesegeraan
Unit Gawat Darurat dan di rawat inap di respon menjadi sangat urgen. Di sisi lain, ini
Rumah Sakit di Indonesia secara umum terbagi juga perbuatan bernilai etika baik bagi dokter
dua dari sisi waktu, yaitu dinas pada hari dan spesialis yang menjawab padahal perbuatan
jam kerja, serta dinas malam (di luar jam kerja) itu dilakukan bukan di hari dan jam dinasnya,
atau hari libur. Dinas pada hari dan jam kerja dan ini juga merefleksikan nilai kesejawatan
umumnya terdapat dokter yang berdinas standby yang baik antar sesama spesialis yang ada. Lalu
34 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Mulyana RM, Sidipratomo P, dan Purwadianto A
bagaimana dan kepada siapa akad hubungan untuk memastikan seluruh instruksi medis yang
dokter-pasien ini disematkan? Yang jelas, akad diberikan memang dikerjakan sesuai standar
tersebut resmi terjadi pada spesialisasi tersebut yang berlaku.
yang dalam struktur Rumah Sakit, terwakili Jika kategori instruksi medis adalah yang
pada Staf Medis Fungsional/SMF. Mekanisme kedua, bahwa instruksi medis yang diberikan
dan tanggungjawab selanjutnya pada konteks dapat dikerjakan penuh oleh dokter jaga dan
kegawatdaruratan ini ialah diselesaikan melalui timnya dalam supervisi dokter spesialis yang
mekanisme pada SMF dan atau peraturan RS dikonsul tersebut, maka perlu dicermati kembali
tersebut. bagaimana supervisi yang bertanggungjawab
dapat dihadirkan pada situasi ini. Dalam hal
Klasifikasi Instruksi Medis dari sisi ini, kritik tersebut merupakan kritik positif
Kewenangan Klinis Dokter Jaga UGD/Rawat untuk meninjau kembali apakah pola supervisi
Inap dan Implikasi Etiknya sudah cukup bertanggungjawab dengan hanya
Kembali kepada situasi di UGD pasca per telepon, bisa jadi hanya sekali itu saja
dokter jaga mendapatkan instruksi medis dari dikerjakan, untuk tindakan medis seperti ini.
dokter spesialis yang kompeten. Dari instruksi Maka pendapat kami sebaiknya kategori situasi
medis yang ada, kemudian dapat dibagi kedua ini diminimalisasi sejauh mungkin, kalau
tiga kategori menilik dari kompetensi dan perlu nyaris tidak ada. Mengapa? Dalam hal ini
kewenangan klinis dokter jaga di UGD yaitu: kami setuju dengan kritik tersebut, karena hal
1) apakah instruksi medis itu dapat dikerjakan ini menjadi rentan menjadi masalah hukum,
sepenuhnya oleh dokter jaga dan timnya dalam disiplin, maupun etika kedokteran. Kerentanan
batasan upaya penanganan kegawatdaruratan lain juga menyangkut asas keadilan dalam
(harap tidak diterjemahkan dengan penanganan hal pembayaran jasa medik atas tindakan ini
holistik pada pasien), 2) apakah instruksi medis dibayarkan atas siapa. Jika dalam supervisi
itu dapat dikerjakan penuh oleh dokter jaga dan semestinya terbagi secara adil antara dokter jaga
timnya dalam supervisi, ataukah 3) instruksi dan dokter spesialis yang melakukan supervisi
medis tersebut kewenangan klinisnya ada pada itu, kembali kritik tersebut menekankan
spesialisasi dan tak dapat didelegasikan kepada seberapa layak dan etis dokter spesialis yang
dokter jaga, atau jika didelegasikan, dalam melakukan supervisi dibayar bila supervisi
konteks penanganan kegawatdaruratan, akan dikerjakan hanya per telepon, dan bagaimana
menurunkan kualitas layanan kegawatdaruratan pembagian jasa medik yang dapat dianggap adil?
secara signifikan. Bagaimana agar kategori situasi kedua ini
Jika kategori instruksi medis tersebut adalah diminimalisasi? Tak lain caranya adalah dengan
yang pertama, bahwa instruksi medis yang memindahkan sebagian besar kategori kedua
diberikan dapat dikerjakan sepenuhnya oleh ini menjadi kategori pertama, atau diperjelas
dokter jaga dan dalam pendelegasian ini tidak memindahkan menjadi kategori ketiga. Untuk
menurunkan kualitas layanan kegawatdaruratan memindahkan kategori dua menjadi pertama
secara signifikan, maka tidaklah melanggar adalah dengan dokter jaga di UGD diberi
etik bila dokter spesialis yang dikonsulkan per kewenangan klinis tambahan melalui pelatihan
telepon itu tidak secara tatap muka langsung khusus yang dapat diadakan oleh Perhimpunan
memeriksa pasien. Tanggungjawab secara Dokter Spesialis ataupun internal Rumah
praktek kedokteran untuk kategori pertama Sakit, sehingga melalui sertifikasi yang baik dari
ini sepenuhnya ada pada dokter jaga di UGD, pelatihan itu, dapat diperluas kewenangan klinis
dan oleh karenanya kebijakan paling layak dokter jaga di UGD melalui peraturan internal
dari RS untuk mengapresiasi tanggungjawab RS. Konsekuensi jika terlampau banyak tindakan
penuh ini ialah memberikan jasa medik atas medis kegawatdaruratan yang ada pada zona
tindakan tersebut sepenuhnya pada dokter jaga kedua ini, maka dalam hal ini kritik tersebut
di UGD. Namun, tetap menjadi panggilan etik relevan dalam rangka membangun patient safety.
bagi dokter spesialis yang dikonsulkan tersebut Kelalaian medik menjadi tanggungjawab SMF
spesialis yang bersangkutan, dan selayaknya jika situasi pertama. Di lain pihak, SMF “tak
ada masalah di kemudian hari, SMF ini harus memegang pisau” perlu membuat regulasi
mempertanggungjawabkannya secara layak. internal yang jelas tentang mekanisme supervisi
Jika kategori instruksi medis adalah yang dianggap layak, bertanggungjawab, dan
yang ketiga, yaitu bahwa instruksi medis yang memadai untuk situasi kedua. Seandainya
diberikan memang tidak dapat dikerjakan situasinya tidak datang, maka bagaimana
oleh dokter jaga tersebut, ataupun jika mekanisme supervisi yang dapat dianggap layak
dikerjakan akan menurunkan mutu layanan untuk setiap tindakan medis. Dalam hal ini,
secara signifikan, maka kritik ini pantas untuk maksud kritik tersebut adalah agar dipikirkan
dialamatkan. Dalam keseharian, instruksi kembali apakah hanya per telepon saja dapat
medis jenis ini lebih banyak dan lebih relevan dianggap ini adalah supervisi yang memadai?
ada pada spesialisasi yang “memegang pisau” Jika tidak, maka kritik tersebut relevan, dokter
seperti Bedah, Obstetri Ginekologi, Mata, spesialis pada situasi kedua memang harus
Telinga Hidung Tenggorokan, dan sebagainya. datang ke RS dan memeriksa pasien gawat
Kebetulan latar belakang senior yang darurat tersebut sendiri.
mengajukan kritik ini adalah spesialis bedah,
yang sering ada pada situasi ketiga tersebut, Waktu Respon dalam Penatalaksanaan Pasien
maka kritik pada paparannya yang menjadi dan Implikasi Etiknya
viral tersebut lebih banyak merupakan refleksi Dalam penatalaksanaan kasus
etika kedokteran pada keseharian praktek yang kegawatdaruratan diperlukan waktu respon
dilakukannya, dan kritik ini menjadi masukan yang sesuai dengan kondisi pasien untuk
yang sangat berharga bagi seluruh profesi dokter. mencegah perburukan pada kondisi pasien dan
Pada kategori instruksi medis yang hanya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang
dimiliki kewenangan klinisnya oleh dokter sesuai dengan standar.
spesialis yang dikonsulkan, maka dokter spesialis Waktu respon sesuai dengan kondisi
memang harus datang memenuhi panggilan pasien, apakah pasien dalam kondisi kritis, semi
kegawatdaruratan, memeriksa, dan melakukan kritis, atau tidak kritis. Berbagai metode triase
tindakan medis kegawatdaruratan tersebut. menjelaskan bahwa pasien dengan kondisi kritis
Ketidakmauan untuk hadir, sebagaimana kritik harus mendapat penanganan segera dengan
tersebut, layak untuk dimaknai sebagai bentuk waktu respon 0 menit hingga 10 menit sesuai
kelalaian medis dan pelanggaran etik dan kasus yang dihadapi, pasien semi kritis 30 menit,
disiplin, kecuali SMF spesialisasi yang relevan dan pasien tidak kritis 1-2 jam. Waktu respon
dapat mengompensasi keberhalangan dokter ini ditetapkan berdasarkan kondisi kedaruratan
spesialis yang terjadwal jaga tersebut. pasien, dalam hal ini kondisi pasien akan
Namun tentu saja, untuk menjadi norma memburuk bila tidak dilakukan penanganan
etika umum atau bahkan menjadi regulasi di segera dalam rentang waktu tersebut.5,6
RS maupun hukum praktek kedokteran, maka Adapun yang dimaksud dengan respon
perlu untuk melihat lebih luas dari keseluruhan adalah upaya stabilisasi untuk mencegah
praktek kedokteran yang dijalankan seluruh kematian atau kecacatan yang masih dapat
dokter. Bagi sejawat “tak memegang pisau” dihindari, bukan penanganan definitif yang
seperti SMF Anak, Penyakit Dalam, Neurologi, umumnya menjadi ranah bidang keilmuan
Kardiologi, Pulmonologi, Psikiatri, dan spesialisasi tertentu. Upaya stabilisasi ini
sebagainya yang sebagian besar lebih banyak memiliki dimensi waktu dan kompetensi.
mengalami situasi pertama dan kedua, tentu Yaitu ketika dilakukan dengan waktu respon
kritik ini menyentak dan meresahkan. Tapi yang benar dan kompetensi yang sesuai maka
kritik ini bermanfaat agar SMF “tak memegang prognosis pasien akan baik. Contoh kasus-kasus
pisau” ini lebih banyak melakukan pelatihan yang time sensitive misalnya pada pasien dengan
kepada dokter jaga UGD agar memindahkan stroke akut, infark miokard akut, atau trauma
sebanyak-banyaknya situasi kedua menjadi multipel, prognosis pasien akan lebih baik jika
36 Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2 No. 1 Mar 2018
Prawiroharjo P, Mulyana RM, Sidipratomo P, dan Purwadianto A
waktu respon untuk tindakan stabilisasi lebih Alternatif lain untuk mengurangi
singkat.7,8 potensi permasalahan etika adalah dengan
Kembali pada situasi ketika dokter jaga menempatkan dokter spesialis dengan
IGD melakukan proses konsultasi kepada kompetensi khusus untuk menangani kasus
dokter spesialis. Konsultasi dilakukan pada kegawatdaruratan di IGD. Dokter spesialis
beberapa kondisi, di antaranya: tersebut berperan sebagai DPJP dalam
1. Dokter jaga IGD sudah melakukan penatalaksanaan kasus secara medis dalam
pemeriksaan awal namun belum dapat keadaan darurat terutama pada pasien kritis dan
membuat diagnosis, sehingga memerlukan mengerjakan tindakan yang time sensitive yaitu
advis dari dokter spesialis untuk menentukan hasilnya baik bila dikerjakan secara segera. Pada
diagnosis keadaan di mana kondisi pasien telah stabil dan
2. Dokter jaga IGD sudah melakukan diagnosis telah dapat ditetapkan maka pasien
pemeriksaan awal dan membuat diagnosis, dapat dialihkan kepada DPJP bidang keilmuan
akan tetapi memerlukan advis dari yang relevan tanpa khawatir adanya penundaan
dokter spesialis untuk terapi definitif dan (delay) yang dapat menurunkan kualitas layanan
pelimpahan DPJP kepada dokter spesialis medis kepada pasien.
untuk rawat inap
3. Dokter jaga IGD sudah melakukan KESIMPULAN
pemeriksaan awal dan membuat diagnosis,
akan tetapi membutuhkan advis segera dari Secara umum, dokter spesialis yang
spesialis untuk melakukan terapi dalam dikonsulkan per telepon dokter jaga UGD
rangka stabilisasi pasien di IGD dan ruangan perihal kegawatdaruratan, saat
Beberapa situasi di atas memiliki dimensi menjawab konsultasi tersebut telah melakukan
kedaruratan yang berbeda. Pada kondisi perbuatan yang bernilai baik. Selanjutnya
pertama dan kedua kondisi pasien tidak kritis jawaban konsultasi per telepon tersebut akan
sehingga faktor waktu respon tidak akan diterjemahkan menjadi instruksi medis.
berdampak buruk pada kondisi pasien. Hal yang Benarkah dokter spesialis yang tugas
berbeda pada kondisi ketiga mengingat waktu jaga pasti melakukan pelanggaran etik jika
respon akan menentukan prognosis pasien. sekedar menjawab konsul per telepon untuk
Potensi masalah etika akan muncul ketika pertolongan kegawatdaruratan? Jawaban
pasien terlambat ditangani karena komunikasi terhadap pertanyaan ini tidak dapat hitam
dan konsultasi ke dokter spesialis mengalami putih, dan perlu menganalisis situasional
hambatan. serta kategorisasi tindakan pertolongan
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk kegawatdaruratan yang dimaksud. Pada situasi
menghindari permasalahan etika yaitu: dimana RS memiliki keterbatasan jumlah
1. Dokter jaga IGD dibekali kompetensi dokter spesialis dan tidak memungkinkan
yang cukup untuk melakukan assessment membuat kebijakan dokter spesialis berdinas
kegawatdaruratan yang akurat dan mampu jaga standby penuh di luar hari dan jam kerja,
melakukan tindakan stabilisasi pasien dan maka menjawab konsul per telepon saja tanpa
tindakan awal yang time sensitive memeriksa langsung pasien saat dikonsulkan
2. Memastikan jalur komunikasi yang paten tersebut diperbolehkan sepanjang instruksi
antara dr umum IGD dengan spesialis on medis yang diputuskan secara profesional
call (dengan reward dan punishment misalnya) memenuhi kriteria “yakin dapat didelegasikan”
3. Sistem untuk menjamin spesialis dari sisi dokter spesialis yang dikonsulkan,
memberikan assessment dan saran yang serta “bersedia” dan “mampu” dari sisi dokter
akurat (misalnya PPK, clinical pathway) jaga yang dilimpahkan pendelegasian tersebut.
4. Sistem untuk memastikan pendelegasian Analisis dari sisi “mampu” pada dokter jaga,
wewenang tidak berlebihan atau kurang perlu mengikuti kaidah tiga kategorisasi
(clinical privilege yang jelas) instruksi medis. Implikasi dari tanggungjawab