You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN AKIBAT HERNIA INGUINALIS LATERALIS
DI RUANG PERAWATAN II RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Hernia adalah keluarnya isi rongga tubuh, biasanya isi abdomen
lewat satu celah pada dinding yang mengelilinginya. (MA. Henderson,
1997 ; 137).

“Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus


inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika
inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui
anulus inguinalis eksternus”. (Arif Mansyur, 2000 ; 314).

Penulis mengambil kesimpulan bahwa hernia inguinalis lateraris


adalah merupakan penonjolan atau keluarnya isi rongga tubuh melalui
anulus inguinalis internus atau lateralis yang terletak di sebelah lateral
vasa epigastrika inferior dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Struktur Hernia Inguinalis Lateralis
“Hernia yang melalui anulus inguinalis internus atau lateralis
menyusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga perut melalui anulus
inguinalis ekterna atau medialis. Disebut lateralis karena terletak di
sebelah lateral vasa epigastrika inferior.” (Arief Mansyur, 2000 ;
314)

1
Gambar 2.1
Struktur Hernia Inguinalis Lateralis

b. Fisiologi
Fungsi peritoneum :
1) Menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen dan
pelvis membentuk perbatasan halus yang memungkinkan
organ saling bergeseran tanpa ada penggasakan
2) Organ-organnya digabungkan bersama dan menjaga
kedudukan mereka tetap dan mempertahankan hubungan
perbandingan organ-organ terhadap dinding posterior
abdomen
3) Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang
termuat dalam peritoneum, membantu melindungi terhadap
infeksi.
(Evelyn C. Pearce, 2000 ; 197)
3. Etiologi
“Obstruksi mekanik dimana terdapat abtruksi intralumen atau
abstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik, inkarserasi lengkung usus pada
hernia inguinalis sangat sering menyebabkan obstruksi usus halus.
Merupakan invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian
berikutnya, karena obstruksi lengkung tertutup tidak dapat dikompresi
tekanan, intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan
pembuluh-pembuluh darah, iskemia”. (Sylvia A. Price, 1994 ; 403)

2
4. Fatofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan
ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan
testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga
terjadi penonjolan peritonium yang disebut juga prosesus vaginalis
peritonie. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah
mengalami obiliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak
menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang
kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini
akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena
tidak mengalami obiliterasi), akan timbul hernia inguinalis lateralis
kongenital. Pada orang tua kanalis telah menutup. Namun karena
merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanal tersebut dapat
terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Keadaan
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan
pada saat defekasi dan mengejan pada saat miksi misalnya akibat
hipertrofi prostat (Arief, Mansyur, 2000 ; 314).

5. Klasifikasi
a. Menurut lokasinya : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia
femoralis dan sebagainya.
b. Menurut isinya : hernia usus halus, hernia omentum dan sebagainya.
c. Menurut terlihat atau tidaknya. Bila terlihat disebut hernia eksterna
misalnya hernia inguinalis, hernia skrotalis dan sebagainya. Sedang
bila tidak terlihat dari luar disebut hernia interna.
d. Hernia menurut kausanya : hernia kongenital, hernia traumatik,
hernia insisional dan sebagainya.

3
e. Menurut keadaannya : hernia reponibilis, hernia ireponibilis, hernia
inkarserata, hernia strangulata. Disebut reponibilis bila isi hernia
dapat dimasukan kembali dan bila tidak dapat dimasukan kembali
disebut hernia ireponibilis (Arief Mansyur, 2000 ; 35).

6. Manifestasi Klinik
Secara umum penderita mangatakan turun berok, burut, atau
mengatakan adanya benjolan di selangkangan atau kemaluan. Benjolan
itu bisa mengecil atau menghilang bila menangis, mengejan pada waktu
defekasi atau miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali.
Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala mual dan
muntah bila telah ada komplikasi. Keadaan umum pasien biasanya baik.
Bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan
mnutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan
nampak benjolan. Bila memang nampak sudah ada benjolan, harus
diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali.
Pasien diminta berbaring, bernafas dengan mulut untuk mengurangi
tekanan intraabdominalis, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan.
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari
telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti
fanikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis memus. Pada
keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk.
Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang
menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka
itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari
maka diagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis.

7. Komplikasi
a. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia,
sehingga isi hernia tidak dapat dimasukan kembali disebut Hernia
Inguinalis Lateralis Ireponibilis. Isi hernia yang tersering
menyebabkan Ireponibilis adalah omentum, karena mudah melekat
pada dinding hernia dan isinya menjadi lebih besar karena infiltrasi

4
lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibilis daripada
usus halus.
b. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat makin banyaknya
usus yang masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut
hernia inguinalis lateralis inkarserata.
c. Bila inkarserata dibiarkan, lama kelamaan akan timbul edema,
sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis
disebut dengan hernia inguinalis lateralis strangulata. Strangulata
juga dapat terjadi bukan karena terjepit, melainkan ususnya
terpelintir.
8. Manajemen Medik Secara Umum
Pada hernia inguinalis lateralis reponibilis, maka dilakukan tindakan
bedah elektif, karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang
ireponibilis, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukan kembali.
Penderita istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diet halus.
Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal
pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan.
Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk kemudian
dilakukan bedah elektif dikemudian hari, atau menjadi inkarserasi. Pada
inkareserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat.
Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia)
dan herniorafi (menjahit kantong hernia).
Pada bedah elektif, maka kanalis dibuka, isi hernia dimasukan,
kantong diikat dan dilakukan “bassini plasty” untuk memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti
bedah elektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat
apakah vital atau tidak. Bila vital dikembalikan ke rongga perut dan bila
tidak dilakukan reseksi usus dan anastomosis “end to end”.

5
B. Tinjauan Teoritis Proses Keperawatan
“Proses keperawatan adalah metoda dimana suatu konsep diterapkan
dalam praktek keperawatan, hal ini disebut sebagai pendekatan problem
solving yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan
ditujukan untukj memenuhi kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan
terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan pengkajian,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi”. (Nursalam, 2001 ; 1)

1. Pengkajian
“Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien” (Nursalam, 2001 ; 17).
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan informasi pasien dilakukan secara sistematis
1) Identitas Klien
Robert Priharjo (1996 : 12) mengemukakan tentang biografi
pasien yang meliputi : nama, usia, alamat, tempat tanggal lahir,
agama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kewarganegaraan,
suku bangsa.
2) Penanggung jawab, meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan klien.
3) Riwayat Kesehatan Klien
a) Keluhan utama
Pada pasien pos apendiktomi biasanya akan mendapat
keluhan berupa rasa nyeri
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada riwayat kesehatan dapat mempergunakan suatu
pendekatan yaitu dengan P, Q, R, S, T.
P : Paliatif/proaktif yang memperberat dan memperingan
keluhan.
Q : Qualitas/quantitas bagaimana keluhan dirasakan.

6
R : Region/radiasi daerah mana yang dirasakan ada
bagaimana penyebarannya.
S : Skala tingkat berat masalahnya dengan menggunakan
skala
1-5.
T : Time kapan terjadinya, bagaimana kejadiannya tiba-
tiba atau bertahap.

c) Riwayat Kesehatan Terdahulu


Pada riwayat kesehatan terdahulu ajukan pertanyaan
apakah klien pernah mengalami/mempunyai riwayat
penyakit saluran pencernaan, kebiasaan mengkonsumsi
makanan, riwayat sakit atau pernah dirawat sebelumnya.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Data riwayat keluarga dikumpulkan dengan cara
mengajukan pertanyaan apakah ada anggota keluarga pasien
yang pernah menderita seperti yang dialami oleh klien
ataupun penyakit kronis maupun penyakit keturunan.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum mencakup penampilan, tingkat
kesadaran, tekanan darah, suhu, denyut nadi, pernafasan,
BB dan TB.
b) Sistem pernafasan
Kaji pola pernafasan, penggunaan otot pernafasan
tambahan, sianosis, auskultasi bunyi nafas : normal,
peningkatan frekuensi, cepat dan dangkal, irama reguler,
bunyi nafas vesikuler.
c) Sistem kardiovaskuler
Inpeksi : Konjungtiva anemis/tidak, mukosa bibir
merah/sianosis, leher apakah ada peningkatan
vena jugalaris.

7
Palpasi : Adakah oedema pada ekstremitas pada pasien
post herniorafi biasanya teraba denyut nadi
lemah.
Auskultasi : Mendengar bunyi jantung di daerah aorta,
pulmonalis, katup trikuspidalis, katup miytral,
apakah bunyi jantung tambahan.
Perkusi : Perkusi daearah jantung
d) Sistem pencernaan
Pada kasus hernia inguinalis lateral ditemukan adanya
nyeri tekan pada abdomen kuadran kiri bawah, pada post
herniorafi dapat ditemukan daerah luka operasi, nyeri pada
daerah lokal operasi.
e) Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensi urine akibat efek anestesi dan
keadaan imobil setelah dioperasi
f) Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran (GCS), test fungsi nervus
cranial, fungsi sensorik dan motorik serta reflek.
g) Sistem Muskuloskeletal
Kaji kemampuan melakukan rentang gerak sendi, kaji
adanya pembengkakan, deformitas, nyeri, kekakuan,
kondisi jaringan.
h) Sistem Endokrin
Kaji adanya pembesaran kelenjar tyroid, keluhan
poliuri, polidipsi dan polipagi.
i) Sistem Integumen
Kaji keadaan kulit, turgor testur, lesi, kuku dan rambut.
Kasus hernia inguinalis lateral terdapat luka operasi pada
abdomen.

8
5) Pola kebiasaan sehari-hari
Kaji terhadap pola aktivitas sehari-hari mencakup pola
makan, pola minum, pola istirahat tidur, personal hygiene, pola
aktifitas
6) Data Psikososial
a) Penampilan
b) Status emosi
c) Konsep diri
d) Kecemasan
e) Interaksi sosial
7) Data Spiritual
Kaji bagaimana klien melaksanakan ibadahnya.
8) Data Penunjang
Laboratorium  Darah : Leukositosis (Lebih dari 10.000/mm3)
9)Therapi
Tindakan herniorafi jika didiagnosa sudah ditegakan, obat-
obatan antibiotik dan analgetik

2. Diagnosa Keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurutkan, membatasi, mencegah dan merubah”
(Nursalam, 2001 ; 35).

Beberapa diagnosa yang mungkin timbul pada pasien hernia


inguinalis laretal pasca operasi yaitu :
a. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak
mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap
pembedahan.
b. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi atau insisi bedah.

9
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi.
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembedahan pasca operasi, status hiper metabolik.
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur infasif, insisi
bedah.
f. Resiko tinggi jerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri
saat pasien pulang.

3. Perencanaan
“Rencana asuhan keperawatan adalah merupakan pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-
masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, tahap ini dimulai
setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi” (Nursalam, 2001 ; 51)
Rencana tindakan yang dapat dirumuskan pada klien post herniorafi
antara lain :
a. Diagnosa keperawatan : Defisit perawatan diri
Tujuan : Kebutuhan perawatan klien terpenuhi
Kriteri : Klien mampu mengidentifikasikan area kebutuhan

Diagnosa Keperawatan : Defisit Perawatan Diri

INTERVENSI RASIONALISASI
- Tentukan tingkatan bantuan yang diperlukan, berikan - Untuk mendorong kemandirian
bantuan sesuai kebutuhan membiarkan pasien melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya.
- Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melakukan - Membebani pasien dengan aktivitas
aktivitas. menyebabkan frustasi
- Instruksikan pasien adaptasi yang diperlukan yang dimulai - Untuk mendorong kemandirian, pujian
dengan tugas yang mudah dilakukan sampai tugas yang memotivasi untuk terus belajar.
sulit, berikan pujian untuk kerhasilan tersebut.
- Menaruh bel ditempat yang mudah dijangkau. - Untuk memberikan rasa aman

b. Diagnosa Keperawatan : Nyeri


Tujuan : Nyeri Teratasi atau hilang
Kriteria : Klien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan
tepat, peningkatan dalam aktivitas.

10
Diagnosa Keperawatan : Nyeri

INTERVENSI RASIONALISASI
- Kaji nyeri, catat lokasi, beratnya (skala 0-5), - Berguna dalam kemajuan penyembuhan luka, perubahan
selidiki dan catat setiap perubahan nyeri pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses atau
dengan tepat. peritonitis.
- Pertahankan istirahat dengan semi Fowler - Gravitasi melokalisasi eksudat implementasi dalam abdomen
bawah, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang
- Memberikan latihan gerak mobilisasi - Klien mungkin akan membatasi gerak oleh persepsi tentang
keterbatasan gerak dan memerlukan informasi atatu
intervensi untuk meningkatkan kesehatan.
- Ajarkan latihan pernafasan, teknik relaksasi - Latihan pernafasan dan tehnik relaksasi menurunkan
kosumsi oksigen frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan
ketegangan otot yang memberikan siklus nyeri ansietas
ketegangan otot.

c. Diagnosa Keperawatan : Resiko Tinggi Terjadi Infeksi


Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar
Kriteria : Tidak terjadi tanpa infeksi demam eritema

Diagnosa Keperawatan : Resiko Tinggi Terjadinya Infeksi

INTERVENSI RASIONALISASI
- Monitor tanda-tanda vital, perhatikan demam - Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses,
menggigil, berkeringat, perubahan mental, dan peritoritis
meningkatkan nyeri abdomen.
- Melakukan pencucian tangan yang baik dan - Menurunkan resiko penyebaran nyeri
perawatan luka ansietas
- Lihat insisi dan balutan catat karakteristik - Memberikan deteksi diri, terjadinya proses infeksi
luka.
- Berikan informasi yang tepat, jujur pada - Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan
pasien orang terdekat dukungan emosi dan membantu penurunan ansietas.
- Berikan antibiotik sesuai indikasi. - Menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang
telah ada sebelumnya) untuk menurunkan
penyebarannya pada rongga abdomen.

d. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume


cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa)
dan satatus hepermetabolik (contoh demam, proses peyembuhan)
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda
vital, stabil dan pengeluaran urine adekuat.

11
Diagnosa Keperawatan : Resiko Tinggi Terhadap Kekurangan Volume
Cairan Berhubungan Dengan Pembatasan Pasca Operasi

INTERVENSI RASIONALISASI
- Awasi tanda-tanda vital terutama nadi dan tekanan darah - Tanda yang membatu mengidentifikasi fruktuasi volume
intravaskuler
- Awasi masuknya dan pengeluaran urine atau kosentrasi, - Penurunan pengeluaran urine pekak dengan peningkatan berat jenis
berat jenis. diduga dehidrasi.
- Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian - Indikator kedekatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
kapiler
- Auskultasi bising usus - Indikator kembalinya peristaltik kesiapan, kesiapan untuk pemasukan
per oral
- Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan - Menurunkan iritasi gaster atau muntah untuk meminimalkan
per oral dimulai dan dilanjutkan diet sesuai toleransi. kekurangan cairan.

e. Diagnosa Perawatan
Tujuan : Mendemontrasikan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan diri saat pasien pulang
Kriteria : Mengatakan mengerti tentang instruksi
: Melaksanakan dengan tepat keterampilan perawatan diri yang
diperlukan.
: Mengidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perawatan.
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan Penatalaksanaan Pemeliharaan
di Rumah Berhubungan Dengan Kurangnya Pengetahuan
Tentang Perawatan Diri Saat Pasien Pulang

INTERVENSI RASIONALISASI
- Ajar dan biarkan pasien merawat luka klien jika penggantian - Praktek akan membantu pasien mengembangkan keyakinan dalam
verband perlu dilakukan di rumah dan tekankan pentingnya perawatan diri dan memungkinkan perawat mengevaluasi kemampuan
cuci tangan sebelum melakukan tindakan. pasien melaksanakan keterampilan tersebut sendiri dan menentukan
apakah diperlukan bantuan, tindakan untuk mencegah infeksi harus
dilanjutkan sampai luka benar-benar sembuh
- Beritahukan oleh pasien jika terjadi infeksi luka, kemerahan - Diperlukan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
nyeri tekan dan demam.
- Pastikan pasien mempunyai persediaan yang cukup untuk - Persediaan penting untuk mengurangi kecemasan yang umumnya
perawatan luka dan resep untuk analgetik. berhubungan dengan pemulangan pasien, analgetik memberikan
kenyamanan dan mendorong untuk tidur.
- Instruksikan agar pasien beristirahat sepanjang hari, secara - Pembedahan adalah stressor
bertahap melakukan aktivitas serta menghindari mengangkat
benda-benda berat dan latihan yang berlebihan.

4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan spesifik (Nursalam, 2001 ; 63).

12
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2001 ;
71).
a. Apakah kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
b. Apakah nyeri teratasi atau hilang
c. Apakah terjadi infeksi atau tidak
d. Apakah terjadi kekurangan cairan atau tidak
e. Apakah klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

6. Dokumentasi
Dokumentasi adalah aspek yang penting dalam pengkajian data
riwayat kesehatan dan pengkajian fisik setelah pengumpulan data selesai
dilakukan, maka perawat harus dapat mengorganisasikan data dan
mencatatnya dengan cara yang tepat dan benar (Robert Prhiharjo, 1996 ;
20).

13
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marylinn E. Rencana asuhan keperawatan. EGC. Jakarta.

Henderson, MA. 1997 ; Ilmu Bedah Untuk Perawat. Medika. Jakarta.

Kumala, Popy. 1998. Buku Saku Kamus Kedokteran Dorland. EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK Pajajaran. Bandung.

Mansyur, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta.

Nursalam. 2002 Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Salemba Medikal,


Jakarta.

Potter Perry. 1999. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar. EGC, Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi Edisi IV, EGC. Jakarta.

Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. EGC. Jakarta.

Swearingen. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2, EGC, Jakarta.

14

You might also like