You are on page 1of 20

Case Report Session

Ruptur Perineum

Oleh :

Shela Diana Putri 1110313041

Arzia Rahmi 1010311021

Pembimbing :

Dr. Aladin, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD PARIAMAN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Bekalang

Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis, diharapkan ibu

akan melahirkan secara normal, dalam keadaan sehat baik ibu maupun

bayinya. Namun apabila proses kehamilan yang tidak dijaga dan proses

persalinan tidak dikelola dengan baik, maka ibu dapat mengalami berbagai

komplikasi selama kehamilan, persalinan, masa nifas, yang bahkan dapat

menyebabkan kematian.

Persalinan sering mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka biasanya

ringan, tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya.

Perlukaan pada jalan lahir besar kemungkinan terjadi pada primigravida

diakibatkan perineum yang kaku.

Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya.

Bahaya dan komplikasi akibat terjadinya ruptur perineum adalah

perdarahan yang dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan

tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai clitoris.

Infeksi Juga dapat terjadi akibat ruptur perineum. Laserasi perineum dapat

dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat dengan anus. Infeksi juga

dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu sehingga timbul jaringan

parut.

Untuk mencegah perlukaan perineum yang tak teratur dan tidak terarah

dapat dilakukan episiotomi.


1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan dari makalaih ini adalah untuk menambah pengetahuan

tentang ruptur perineum.

1.3 Batasan Masalah

Makalah ini membahas definisi, etiologi, faktor risiko, gambaran klinis,

diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi dari ruptur perineum dan

membandingkan dengan yang dilakukan di RSUD Pariaman.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan tinjauan pustaka yang merujuk

pada berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Perineum1,2

Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah

dasar panggul. Batas–batasnya adalah:

a. Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan

Musculus Coccygeus.

b. Lateral: tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah pinggul

(exitus pelvis): yakni dari depan kebelakang angulus subpubis, ramus

ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligamentum Sacrotuberosum,

Os.coccygis.

c. Inferior: kulit dan fascia (Oxorn,2010).

Perineum adalah daerah yang terletak antar vulva dan anus, panjangnya rata-

rata 4cm. Perineum dimulai dari tepi bawah vulva sampai tepi bawah anus. Saat

persalinan perineum meregang dan kadang perlu dilakukan pemotongan

(episiotomi) untuk membesarkan jalan lahir dan mencegah robekan.


Gambar 2.1. Anatamo Perineum

2.2 Definisi Ruptur Perineum2,3

Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya

jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat

persainan. Ruptur perineum menghasilkan luka yang tidak beraturan pada

perineum saat lahir.

Ruptur perineum berbeda dengan episiotomi, dimana ruptur perineum

merupakan robekan yang bersifat traumatik karena perineum tidak kuat menahan

regangan pada saat janin lewat.

2.3 Kalsifikasi Ruptur Perineum2,3

Berdasarkan luas robekannya, ruptur perineum dibagi menjadi :

a. Derajat satu

Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, dan kulit

perineum

b. Derajat dua
Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan

otot perineum.

c. Derajat tiga

Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum,

otot perineum dan sfingter ani eksterna.

Ruptur perineum grade tiga, dibagi menjadi 3 sub grup, yaitu :

III a: robekan mengenai < 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III b : robekan mengenai > 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III c : robeksampai mengenai otot sfingter ani interna.

d. Derajat empat

Robekan terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani yang meluas sampai

ke mukosa rektum
Gambar 2.2 Grade ruptur perineum

2.4 Etiologi Ruptur Perineum2,4

Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak

kehamilan dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana

mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat

dan episiotomi.

a. Primipara

Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.

Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai

teregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Yang

tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum bila tidak

ditahan, akan robek (= ruptura perinei), terutama pada primigravida.

Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril.

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya.

b. Janin Besar

Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Persalinan

dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan terjadinya laserasi

perineum. Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi

perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan

penyulit dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan

distosia bahu. Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri

agar dapat diketahui tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi adanya
persalinan patologis yang disebabkan bayi besar seperti ruptura uteri, ruptura

jalan lahir, partus lama, distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera

persalinan.

c. Presentasi defleksi

Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak

kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah

puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB)

yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal

ini terjadi pada 1% dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu

adalah partus yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas.

Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi

berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dahi,

biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak

belakang kepala. Mekanisme persalinan kepala memasuki panggul biasanya

dengan dahi melintang, atau miring. Pada waktu putaran paksi, dahi memutar

ke depan. Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada di bawah

simpisis, kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang kepala melewati

perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di bawah simpisis. Hal ini

mengakibatkan partus menjadi lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang

berat dan ruptura uteri.

d. Presentasi bokong

Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya

memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di

bawah merupakan persalinan dengan penyulit.


e. Faktor Penolong Persalinan

Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri. Peran dari

penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang

mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses tergantung dari

kemampuan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

2.5 Gejala Klinis2

Tanda dan gejala robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :

• Perdarahan

• Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir

• Uterus tidak berkontraksi dengan baik

• Plasenta tidak normal

Gejala yang sering terjadi adalah:

• Pucat

• Lemah

• Pasien dalam keadaan menggigil

2.6 Tatalaksana Ruptur Perineum1,2,3

Sebelum menangani ruptur perineum, pastikan :

a) Sebelum merepair luka episiotomy laserasi, jalan lahir harus

diekpose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat menggunakan

bantuan speculumsims.

b) Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih

dahulu.
c) Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan

perdarahan dari dalam uterus untuk sementara sehingga luka episiotomi

tampakjelas.

d) Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding

vagina untuk mengekpose batas atas (ujung)luka.

e) Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit

kearah distal hingga batas commissuraposterior.

f) Rekontruksi diapgrama urogenital (otot perineum) dengan cromic

catgut2-0

g) Teruskan jahitan dengan menjahit perineum.

Menurut 0xorn (2010) ada beberapa langkah menangani ruptur perineum

• Robekan derajat pertama

Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya adalah

merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis.

Pada rata-rata kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina,

fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak

dapat digunakan jahitan angka-8, jahitan karena jahitan ini kurang

menimbulkan tegangan dan lebih menyenagkan bagi pasiennya.

• Robekan derajat kedua lapis demi lapis:

a) Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan

untuk merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya;

b) Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan

terputus;
c) Jahitan subkutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan

secara longgar menyatukan kedua tepi kulit

• Robekan derajat ketiga dan empat

Reparasi perineum tingkat III dan IV membutuhkan approksimasi mukosa

rectum, spincter ani internal dan eksternal. Puncak laserasi mukosa rectum

diidentifikasi dan diapproksimasi menggunakan vicryl 4.0 secara interrupted.

Secara klasik direkomendasikan untuk tidak menembus dinding mukosa rektum

sampai kelumen anus untuk mencegah terbentuknya fistula. Jahitan diteruskan

sampai pinggir anus. Spincter ani interna ditutup dengan vicryl 2.0 secara kontinu,

Gambar 2.3 Reparasi Mukosa Rektum

Spincter ani eksternal tampak sebagai pita otot rangka dengan kapsul

fibrous. Secara klasik teknik end to end digunakan untuk membawa ujung spincter

bersama-sama pada 4 kuadran (jam 12, 3, 6, 9 ) dengan jahitan interrupted

menembus otot dan kapsul. Teknik alternative adalah reparasi overlapping pada

spincter ani eksternal dengan membawa secara bersama ujung spincter dengan

jahitan matras dan hasilnya permukaan jaringan yang kontak lebih luas.

Diseksi pada spincter ani eksterna dari jaringan sekitamya dengan scissor

Metzenbaum kadang dibutuhkan untuk mendapatkan panjang yang adekuat untuk


otot yang overlap. Jahitan dilakukan dari puncak sampai dasar melewati flaps

superior dan inferior kemudian dari dasar sampai puncak melewati flaps inferior

dan superior. Ujung proksimal dari flaps superior dioverlappkan dengan bagian

distal dari flap inferior

Gambar 2.4 Teknik End to end pada reparasi spincter ani eksterna

Gambar 2.5 Teknik overlapping pada reparasi spincter ani eksterna

2.7 Komplikasi2

Komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum adalah :

a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan

dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan

yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.

Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,

mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan

lanjutan dan menilai tonus otot.

b. Fistula

Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan

pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung

kencing luka, maka urin akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat

menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan

panggul, sehingga terjadi iskemia.

c. Hematoma

Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena

adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai

dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.

Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa

iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan

varikositas.

d. Infeksi

Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia

pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya

kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan


meningkatnya suhu tubuh melebihi 380 C, tanpa menghitung pireksia nifas.

Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, dan

dilakukan inspeksi pada traktur gentitalis untuk mencari laserasi, robekan

atau luka episiotomi.

BAB 3
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.J
Usia : 27 tahun
Alamat : Pariaman
No. RM : 134368
Nama Ibu Kandung :-

2. ANAMNESIS PASIEN (Autoanamnesis, tanggal 20 Januari 2018)


Seorang pasien wanita umur 27 tahun masuk melalui IGD RSUP Pariaman
tanggal 20 Januari 2018 jam 06.00 dengan diagnosis G1P0A0H0 Gravid
aterm 39-40 minggu kala 1 fase laten
Keluhan Utama
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 12 jam sebelum masuk rumah
sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
 Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) sejak 12 jam SMRS
 Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan (+) sejak 2 jam SMRS
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) ±7 jam SMRS
 Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
 Pasien mengaku tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu
 HPHT 18-4-2017  Taksiran Persalinan 25-1-2018
 Gerak anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu
 RHM : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-).
 RHT: Mual (-), muntah (-), perdarahan (-).
 ANC : Kontrol kehamilan ke bidan 3x usia kehamilan 2,4,6 bulan,
dikatakan kehamilan normal
 Riwayat menstruasi : Menarche umur 13 tahun, siklus haid tidak teratur,
lamanya 4-5 hari, banyaknya 2-3 kali ganti duk/hari, nyeri haid (-).
 Riwayat Obstetri: G1P0A0H0
 Sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM,
hipertensi, dan riwayat alergi obat.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular,
dan kejiwaan
Riwayat Sosial Ekonomi dan lain-lain
 Riwayat Pendidikan: SMA
 Riwayat pekerjaan: Ibu rumah Tangga
 Riwayat kebiasaan: merokok (-), minum alkohol (-), penyalahgunaan obat
(-)
 Riwayat Perkawinan: menikah 1x pada tahun 2017
 Riwayat kontrasepsi: -
3. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Sedang
 Kesadaran : Komposmentis
 Tekanan darah : 140/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 37°C
 TB : 150 cm
 BB : 52 kg
 BMI : 23 kg/m2 , normoweight
 Status Gizi : Baik
 Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
 Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, tidak teraba pembesaran KGB dan
tiroid
 Thorak : Jantung dan Paru dalam batas normal
 Jantung
 Inspeksi, iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi, iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
 Perkusi, atas (RIC II), kanan (LSD), kiri (1 jari medial
LMCS RIC IV)
 Auskultasi, S1S2 reguler, murmur (-), bising (-)

 Paru
 Inspeksi, simetris kiri = kanan
 Palpasi, fremitus kiri = kanan
 Perkusi, sonor
 Auskultasi, Suara napas vesikular, Rh -/-, Wh -/-
 Abdomen : Status obstetric
 Muka : chloasma gravidarum (-)
 Mammae : A/P hiperpigmentasi, kolustrum (-)
 Inspeksi : perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm , sikatrik
(-), linea mediana hiperpigmentasi (+)
 Palpasi
 Leopold I, teraba FUT setinggi 3 jari dibawah processus
xyphoidheus (TFU 30 cm  TBA 2790 gram), teraba
massa bulat, lunak, noduler, His + (1-2x/25 detik/L)
 Leopold II, teraba tahanan terbesar janin disebelah kiri ibu
Teraba bagian-bagian kecil janin disebelah kanan ibu,
 Leopold III, teraba massa bulat, keras, melenting, terfiksir
 Leopold IV, konvergen
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : Bising usus normal, DJJ 140-150 x/menit
 Genitalia : Status ginekologis
 Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
 VT
 Vagina : pembukaan 1-2 cm, ketuban (+), lakmus tes (+)
 Porsio: lunak , posterior, effacement 20%
 Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hb: 11,2 g/dl
Ht : 33 %
Leukosit : 12460 /mm3
Trombosit : 269.000/mm3
Kesan : leukositosis ringan
b. USG
 Janin Hidup tunggal Intrauterin , letak kepala
 Aktivitas gerak janin baik
 BPD 94 mm, AC 317 mm, FL 73,5 mm,
 Kesan: Gravida aterm 37-38 minggu sesuai biometri, janin
hidup tunggal intrauterin, letak kepala.
5. DIAGNOSIS
G1P0A0H0 parturien aterm 37-38 minggu kala 1 fase laten + PROM
7 jam
Janin hidup tunggal intra uterin letak kepala
6. PENATALAKSANAAN
 Kontrol keadaan umum, tanda-tanda vital pasien, His, DJJ
 Informed consent
 Akselerasi persalinan
 Ivfd RL 500 ml + drip oksitosin ½ ampul 20 TPM
FOLLOW UP
Catatan Persalinan tanggal 20-1-2018 jam 16.00
Kala 1: Partograf tidak melawati garis waspada
Kala 2: Dilakukan tindakan episiotomi atas indikasi perineum kaku,
Lahir bayi jenis kelamin laki-laki, BB 2900 gram, PB 49 CM.
Kala 3: Manajemen aktif kala 3
Terdapat laserasi pada otot perineum derajat 3, dilakukan
Penjahitan laserasi dengan anestesi lokal
Kala 4: tidak terdapat kelainan
BAB 4
DISKUSI

Pada pertolongan persalinan terkadang dapat terjadinya ruptur perineum,


hal ini dapat disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kehamilan dan berat badan
bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan.
ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi. Pada pasien ruptur
perineum disebabkan oleh tindakan episiotomi atas indikasi perineum kaku.

Setelah dilakukan tindakan episiotomi dan bayi lahir, dilakukan


manajemen Kala 3 dan dilanjutkan dengan penilaian laserasi pada ruptur
perineum, pada pasien didapatkan laserasi derajat 2, yaitu Robekan terjadi pada
mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan otot perineum sehingga
tatalaksana yang dilakukan pada adalah jahit lapis demi lapis dengan sebelumnya
dilakukan anestesi lokal pada bagian yang akan dijahit, hal ini sudah sesuai
dengan kepustakaan yang telah ada yaitu
 Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk
merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya;
 Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan
terputus;
 Jahitan subkutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan
secara longgar menyatukan kedua tepi kulit
Setelah dilakukan tindakan penjahitan hingga jahit kutis, dilakukan

tindakan aseptik dan antiseptik dengan membersihkan seluruh permukaan

perineum dari sisa-sisa darah dengan menggunakan air lalu bagian yang dijahit

dioleskan cairan antiseptik seperti betadine di sepanjang bekas jahitan, luka

jahitan dibiarkan terbuka dan pasien diajarkan untuk melakukan personal higiene.

DAFTAR PUSTAKA

1. Utama, Bobby Indra. Ruptur Perineum. Modul Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016

2. Ariadi. Ruptur Perineum Grade III-IV. Modul Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016

3. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa lain pada persalinan,

dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2008.

4. Prawitasari E, Yugistyowati A, Sari DK. Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum

pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. Jurnal

Ners dan Kebidanan Indonesia. 3(2);2015;77-81

You might also like