You are on page 1of 33

NAMA : Luis Supin Lisinah

NIM : P 27834117093
NO ABSEN : 54
MATA KULIAH : PARASITOLOGI
JAWABAN :
1. Seorang pasien wanita berusia 30 tahun datang ke laboratorium untuk
memeriksakan sampel tinja berdasarkan rujukan dari dokter.
Dalam anamnesis dia mengaku telah melakukan perjalanan secara teratur dari
Jakarta ke Surabaya dan sering mengkonsumsi makanan di warung tenda
pinggir jalan, dan mengaku telah mengalami paling sedikit 15 kali
mengeluarkan tinja setiap hari dan kebanyakan berdarah. Hasil dari
pemeriksaan tinja sediaan basah positif tropozoit dengan eritrosit didalamnya.
Tulis dan jelaskan

A. Berdasarkan anamnesis diatas diagnosis dari kasus mengarah pada


penyakit
Penyebab penyakit adalah Entamoeba histolytica.
Protozoa ini menyebabkan penyakit yang di namakan amoebiasis baik yang
bersifat siptomatik maupun yang bersifat asiptomatik akut maupun kronis.

B. Sifat-Sifat Fisiknya
Amoeba ini memiliki bentuk trofozoit dan kista.
Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi :
a. Ukuran 10 – 60 μm
b. Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan
penandapenting untuk diagnosisnya
c. Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
d. Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.
Kista Entamoeba histolytica memiliki ciri-ciri morfologi:
a. Bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm
b. Kista matang memiliki 4 buah inti entamoba
c. Tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sitoplasma
d. Kista yang belum ma-tang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk
seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.

C. Etiologi dan Epidemiologi


Etiologi
Entamoeba histolytica terdapat dalam dua bentuk, yaitu sebagai kista dan
tropozoit. Infeksi amoeba pada amubiasis terjadi melalui kista parasit yang
tertelan yang mengkontaminasi makanan atau minuman. Sedangkan tertelannya
bentuk tropozoit tidak menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap
lingkungan asam dalam lambung. Kista ini berukuran 10-18 mm, berisi empat
inti, dan resisten terhadap keadaan lingkungan seperti suhu rendah dan kadar
klorin yang biasa digunakan pada pemurniaan air, parasit dapat dibunuh dengan
pemanasan 55 °C. Setelah penelanan, kista yang resisten terhadap asam lambung
dan enzim pencernaan, masuk dan pecah dalam usus halus membentuk delapan
tropozoit yang bergerak aktif, merupakan koloni dalam lumen usus besar dan
dapat menimbulkan invasi pada mukosa, pada keadaan yang belum diketahui saat
ini. Trofozoit mempunyai diameter rata-rata 20 mm; sitoplasmanya terdiri atas
zona luar yang jernih dan endoplasma dalam yang granuler padat, mengandung
inti yang berbentuk sferis yang mempunyai kariosom sentral yang kecil dan bahan
kromatin granuler yang halus. Endoplasma juga berisi vakuola, dimana eritrosit
dapat ditemukan pada kasus amubiasis invasif. Lima spesies Amoeba nonpatogen
lain yang dapat menginfeksi saluran pencernaan manusia; E. coli, E. hartmanni, E.
gingivalis, E. moshkovskii, dan E. polecki.
Epidemiologi
Prevalensi infeksi amuba di seluruh dunia bervariasi dari 5% sampai 81%
dengan frekuensi tertinggi terutama ada di daerah tropis yang mempunyai kondisi
lingkungan yang buruk, sanitasi perorangan yang jelek, dan hidup dalam
kemiskinan. Manusia adalah penjamu alamiah (natural host) dan reservoir utama
E. histolytica, meskipun pernah dilaporkan terdapat juga pada anjing, kucing, babi
dan ikan. Diduga bahwa 12% dari populasi seluruh dunia terinfeksi E. histolytica
(sekitar 480 juta orang). Infeksi ini disertai dengan 50 juta kasus penyakit
simtomatik di seluruh dunia dan mortalitas 70.000-100.000 kematian per tahun;
amubiasis adalah penyebab ketiga kematian karena infeksi parasit secara global.
Disentri amuba yang disebabkan oleh invasi mukosa usus terjadi pada fraksi yang
lebih kecil dan menetap dari individu yang terinfeksi dan jarang pada anak
dibandingkan orang dewasa, demikian juga dengan penyebarannya. Disentri
amuba terjadi kira-kira 1-17% dari subyek yang terinfeksi.
Walaupun sangat endemik di Afrika, Amerika latin, India dan Asia
Tengara, amubiasis tidak semata-mata terbatas pada daerah tropik. Di Amerika
Serikat, amubiasis telah diperkirakan terjadi dengan prevalensi 1-4 % pada
kelompok risiko tinggi tertentu, termasuk orang-orang yang diasramakan dengan
lama (penyakit invasif jarang pada AIDS), anak dengan retardasi mental, pekerja
yang berpindah-pindah, imigran (terutama Meksiko), laki-laki homoseksual dan
kelompok sosioekonomi rendah di Amerika serikat selatan serta yang telah
berpergian dari daerah endemik. Sebagian besar anak yang terinfeksi dengan E.
histolytica masuk kedalam kelompok resiko ini.
Pola infeksi bervariasi di berbagai bagian dunia. Misalnya, infeksi yang
terdapat di India, Meksiko, atau Durban, Afrika Selatan tampak lebih virulen
daripada infeksi dari lokasi lain. Namun definisi virulensi, strain geografis atau
patogenisitas berbagai amuba tetap harus ditentukan. Makanan atau minuman
yang terkontaminasi dengan kista E. histolytica dan kontak langsung fekal-oral
adalah cara infeksi yang paling sering. Air yang tidak diolah dan tinja manusia
yang digunakan sebagai pupuk merupakan sumber infeksi penting. Pedagang
makanan yang mengidap kista amuba, dapat memainkan peran terhadap
penyebaran infeksi. Kontak langsung dengan tinja yang terinfeksi juga dapat
menyebabkan penularan dari orang ke orang.

D. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis dari infeksi dengan Entamoeba histolytica sangat
bervariasi tergantung pada :
1). Starin E.histolytica yang menginfeksi
E.histolytica dari strai yang invasive lebih berbahaya dari pada yang noninvasive
karena dapat menimbulkan disetri, abses pada hati ganguan paru dan lain
sebagainya.Walaupun demikian prosentasi mereka yang terinfeksi
senagainya.Walaupun demikian prosentasi mereka yang terinfeksi dengan srain
yang invasive tidak begitu banyak. Kebanyakan terinfeksi strain non invasif yang
hanya menimbulkan gejala minimal atau atau asimptomatis.
2). Intensitas dari infeksi.
Semakin hebat infeksi yang di alami tentu saja dapat mengakibatkan ganguan
yang lebih hebat.
3). Normal flora pada host.
Normal flora memegang peranan penting pada daya tahan tubuh manusia.
Banyaknya normal flora mampu melindungi host dari hebatnya suatu infeksi
karena akan terjadi kompontensi antara parasit dan normal flora.
4). Tempat infeksi itu sendiri.
E histolytica terutama yang invasive dapat menyerang banyak target organ mulai
dari usus sampai otak karena kemapuan parasit ini masuk ke dalam peredaran
darah dan mulai menyerang host karena telah menguasai peredaran darah.
Pada otak dapat menyebabkan abses pada otak.

E. Patogenesis
Patogenesis yang disebabkan oleh Entamoeba histolitica dapat terjadi
dalam 2 fase, yaitu ;
Fase Primer
Pada fase ini penderita mengalami Amebiasis Intestinal, dan organ yang
diserangnya adalah bagian caecum yang terutama, serta bagian-bagian yang lain,
hal ini sangat tergantung pada : a.resistensi hostnya sendiri, b) virulensi dari strain
amoeba, c) kondisi dari lumen usus/dinding usus, seperti infek atau tidaknya
dinding usus, d)kondisi makanan, apabila makanan banyak mengandung
karbohidrat, maka amoeba tersebut menjadi patogen, dan e) keadaan normal flora
usus. Adanya assosiasi amoeba dengan bakteri-bakteri tertentu, akan menentukan
sifat amoeba menjadi aktif, yaitu mengadakan lesi pada usus dan pada umumnya
sampai mencapai mukosa. Gambaran lesi pada usus (mukosa), tampak adanya
nekrosis tanpa reaksi keradangan, kecuali bila ada sekunder infeksi. Pada keadaan
lanjut proses ini dapat sampai ke submukosa dan dari sini amoeba akan ke
sirkulasi darah, selanjutnya akan timbul lesi-lesi ekstra intestinal. Bentuk lesi
berupa settle neck ulcus. Sekunder infeksi biasanya oleh kuman-kuman
: Clostridium perfringens, Shigella dan umumnya prognosa menjadi jelek, sebab
terjadinya gangren usus, serta sering menyebabkan kematian penderita.
Pada ulkus yang dalam (sampai mencapai subjek-mukosa), sering terjadi
perdarahan-perdarahan ini dapat dilihat pada feses penderita, kadang-kadang
dapat dilihat adanya sel-sel mukosa. Disamping itu ulkus yang dalam ini juga
dapat menyebabkan terjadinya perforasi, hingga prognosa akan menjadi jelek.

Fase Sekunder
Terjadi pada amebiasis ekstra intestinal. Proses ekstra intestinal ini dapat
terjadi akibat penyebaran parasit secara hematogen, dan organ yang sering terkena
adalah: hepar (hati) yang dapat menimbulkan amoebik hepatis dan selanjutnya
akan menimbulkan abses hepatikum. Abses hepatikum ini dapat single atau
multiple dan 85 % pada lobus di ekstra. Selanjutnya dapat terjadi pula amoeba
ekspansi karena pecahnya abses hati atau secara hematogen, yaitu pada : pleura,
paru-paru, kulit, dan adanya ulcerasi pada sigmoid dan rektum akan dapat
menyebabkan komplikasi atau akan berekspansi ke vagina bagi penderita wanita.
Proses amoebiasis ekstra intestinal dapat terjadi dengan cara sebagai berikut
: (1)amebiasis hati : terjadi karena abses hati terutama pada posteosuperior lobus
kanan, dengan gejala klinis : nyeri daerah hipokondrium kanan, demam disertai
ikterus, hepatomegali (diare dan disentri negative), jika tidak diobati/tidak
sempurna maka abses berkembang berbagai arah yang akan menyebabkan abses
organ sekitar. komplikasi pecahnya abses hati kanan mengakibatkan kelainan
kulit, paru, rongga pleura kanan, diafragma dan rongga peritoneum. (2) amebiasis
kulit terjadi karena abses hati kanan pecah sehingga mengakibatkan granuloma
kutis. (3) amebiasis paru terjadi karena abses hati kanan pecah, kemudian masuk
ke daerah organ paru, sputum berwarna coklat merah tua dan dapat ditemukan
tropozoit pada bahan sputum. (4) amebiasis pleura kanan terjadi karena abses hati
kanan pecah, dan menyerang empiema torax. (5) Diafragma terkena jika abses
hati kanan pecah, kemudian terjadi abses subfrenik (6) Rongga peritoneum dapat
terkena jika abses hati kanan pecah dan menyerang bagian rongga peritonium dan
menyebabkan peritonitis umum. (7) erebral amoebiasis, terjadi karena komplikasi
dari abses hati atau dari paru (kasus jarang). (8) Abses limpa, terjadi karena
komplikasi amubiasis hati atau langsung penularan dari tropozoit kolon.
Jika komplikasi terjadi karena pecahnya abses hati kiri, maka akan terjadi
kelainan pada daerah lambung, rongga perikardium, kulit & rongga pleura kiri,
hal ini dapat mengakibatkan gejala klinis sebagai berikut : 1) pada lambung dapat
terjadi hematemesis. 2) pada rongga perikardium; dapat perikarditis purulen yang
dapat menyebabkan kematian. 3) amoebiasis organ lain : Pulmonary amoebiasis

F. Macam diagnosis laboratoriumnya ( uraikan semuanya)


1. Amebiasis kolon akut
Diagnosis klinis ditetapkan bila terdapat sindrom disentri disertai sakit
perut (mules). Biasanya gejala diare berlangsung tidak lebih dari 10 kali sehari.
Gejala tersebut dapat dibedakan dari gejala penyakit disentri basilaris. Pada
disentri basilaris terdapat sindrom disentri dengan diare lebih sering, kadang-
kadang lebih dari 10 kali sehari, terdapat juga demam sering, kadang-kadang
sampai lebih dari 10 kali sehari, terdapat juga demam dan leukositosis. Diagnosis
laboratorium ditegakkan dengan menemukan E.histolytica bentuk histolitika
dalam tinja.
2. Amebiasis kolon menahun
Biasanya terdapat gejala diare yang ringan diselingi dengan obstipasi.
Dapat juga terjadi suatu eksaserbasi akut dengan sindrom disentri. Diagnosis
laboratorium ditegakkan dengan menemukan E.histolytica bentuk histolitika
dalam tinja. Bila ameba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja perlu diulangi 3 hari
berturut-turut. Reaksi serologi perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis.
Proktoskopi dapat digunakan untuk melihat luka yang terdapat di rektum dan
untuk melihat kelainan di sigmoid digunakan sigmoidoskopi.
3. Amebiasis hati
Secara klinis dapat dibuat diagnosis bila terdapat gejala berat badan
menurun, badan terasa lemah, demam, tidak nafsu makan, disertai pembesaran
hati yang nyeri tekan. Pada pemeriksaan radiologi biasanya didapatkan
peninggian diafragma. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis.
Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan Entamoeba histolytica
bentuk histolitika dalam biopsi dinding abses atau dalam aspirasi nanah abses.
Bila ameba tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan serologi, antara lain tes
hemaglutinasi tidak langsung atau tes imunodifusi.

G. Pencegahan
Pencegahan penyakit amebiasis terutama ditujukan kepada kebersihan
perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan (environmental
sanitation). Kebersihan perorangan antara lain adalah mencuci tangan dengan
bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan
meliputi: memasakn air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci
sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di
jamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik
makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas,
membuang sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat.

2. Hasil pemeriksaan tinja di laboratorium yang dilakukan seorang analis


menunjukkan adanya tropozoit berbentuk berbentuk seperti buah pir dengan
dua inti , dari anamnesis yang ada diketahui bahwa pasien telah minum air dari
pegunungan tanpa disaring dan dimasak terlebih dahulu, tulis dan jelaskan

A. Diagnosis mengarah pada penyakit apa dan disebabkan oleh parasit


Penyebab penyakit adalah Giardia lamblia
Penyakit yang disebabkan oleh Giardia lamblia dinamakan giardiasis

B. Bagaimana morfologi dan siklus hidupnya


Dalam morfologi atau bentuk dari protozoa parasit Giardia Lamblia ini
mempunyai 2 stadium yaitu:
1. Stadium trofozoit
Ukuran 12-15 mikron, berbentuk simetris bilateral seperti buah jambu
monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya meruncing.
Permukaan dorsal cembung (konveks) yang pipih di sebelah ventral dan terdapat
batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati setengah bagian
anterior badan parasit. Ia mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian
anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin
tersebar di plasma inti. Trofozoit ini mempunyai 4 pasang flagel yang berasal dari
4 pasang blefaroplas. Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap sebagai benda
parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap.

Gambar tropozoit Giardia Lamblia

2. Stadium kista
Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang tipis dan
kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding kista.
Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti; yang matang mempunyai 4 inti,
letaknya pada satu kutub. Kista berukuran lebih kecil daripada trofozoit yaitu
panjang 8-18 μm dan lebar 7-10 μm. Letak kariosom lebih eksentrik bila
dibandingkan dengan trofozoit. Pada kista yang telah matur terdapat 4 buah
median bodies, 4 buah nuclei, dan dapat pula ditemukan longitudinal fibers.

Gambar Kista Giardia lamblia


Siklus Hidup
Siklus hidup Giardia lamblia dimulai dari penularan dimulai dari
menelan parasit dalam bentuk kista. Dinding kista yang tebal akan pecah terkena
asam lambung, dan keluarlah bentuk tropozoit. Bentuk tropozoit segera membelah
dua, dan bergerombol dengan parasit lain di daerah usus halus, yang kemudian
mulai menimbulkan gejala gangguan saluran cerna.

Bentuk tropozoit ini mirip buah pear yang dibelah dan mempunyai
sepasang cambuk(flagella) untuk membantu bergerak dan berenang bebas di
dalam lumen usus. Bentuk tropozoit ini kontak dengan cairan empedu, mengubah
campuran makanan dan enzim pencernaan, Kemudian mulai menembus lapisan
selaput lendir usus, sambil terus membelah memperbanyak diri sampai bertahun
tahun. Bentuk ada yang mati karena enzim pencernaan dan ada yang berubah
menjadi bentuk kista berdinding tebal dan keras.Yang ikut aliran cairan usus, akan
ikut keluar bersamakotoran, mencemari air sungai, air danau, air selokan, atau
mata air di pegunungan. Parasit G. lamblia mencemari air permukaan, bersama-
sama, Virus Hepatitis A, menyebabkan sakit kuning (hepatitis),
Kuman Salmonella menyebabkan penyakit demam tipus,
kuman Campilobacter menyebabkan diare pada manusia yang tertular melalui
konsumsi daging babi, atau susu mentah. Sanitasi air minum perlu diperhatikan
untuk menghindari penularan parasit, virus dan kuman penyebab penyakit
tersebut.
Penularan dapat terjadi dari orang ke orang melalui tangan yang
mengandung kista dari tinja orang yang terinfeksi ke mulut orang lain, penularan
terjadi terutama di asrama dan tempat penitipan anak. Cara-cara penularan seperti
ini adalah yang paling utama. Hubungan seksual melalui anus juga mempermudah
penularan. KLB terbatas dapat terjadi karena menelan kista dari air minum yang
terkontaminasi tinja penderita, dan tempat rekreasi air yang tercemar dan jarang
sekali penularan terjadi karena makanan yang terkontaminasi tinja. Kadar chlorine
yang digunakan secara rutin untuk pengolahan air bersih tidak dapat membunuh
kista Giardia, khususnya pada saat air dalam keadaan dingin; air kotor yang tidak
disaring dan air danau yang terbuka terhadap kontaminasi oleh tinja manusia dan
hewan merupakan sumber infeksi.

C. Etiologi dan Epidemiologi


Etiologi
Giardiasis adalah infeksi usus halus yang di sebabkan oleh parasit Giardia
Lamblia . Giardiasis terjadi di seluruh dunia dan merupakan penyebab infeksi
parasit khusus yang terjadi di Amerika.
Kebanyakan orang mendapatkan infeksi akibat minum air yang
terkontaminasi, tetapi penularan dari orang ke orang juga dapat terjadi, yaitu
melalui kista yang keluar dari tinja. Penularan langsung terjadi di antara anak-
anak atau mitra seksual (terutama pada pria homo seks).
Epidemiologi
Giardiasis adalah infeksi protozoa usus yang common di seluruh dunia.
World Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 200 juta orang akan
terinfeksi setiap tahun (Swarbrick et al., 1997). Infeksi Giardiasis lebih sering
ditemukan di daerah beriklim tropik dan subtropik daripada di daerah beriklim
dingin. Terutama ditemukan di Rusia, Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika,
Meksiko dan bagian barat Amerika Selatan. Kista Giardia sp. secara umum lebih
stabil dan bertahan lebih lama dalam lingkungan pada jangka masa panjang
(bulan). Kista ini lebih sesuai bertumbuh pada kondisi dingin, lembab, dan suhu
rendah. Selain itu, kista resisten terhadap klorin, ozon, dan radiasi ultraviolet
(UV). Mendidihkan kista pada suhu 60-70% selama 10 menit akan menurunkan
viabilitasnya.
D. Manifestasi klinik
Melekatnya Giardia lamblia pada sel epitel usus halus tidak selalu
menimbulkan gejala / asimtomatik dan sebagian besar dari mereka menjadi
pembawa (carier).
Parasit Giardia lamblia ini menambatkan dirinya ke epithelium usus halus
hospes melalui cakram berperekat di perutnya dan ber-reproduksi melalui
pembelahan biner. Protozoa tidak merusak sel hospes, tetapi memakan / menyerap
nutrisi dari lumen (dinding dalam) usus kecil dan hidup secara anaerob (tidak
memerlukan oksigen). Karena penyerapan nutrisi oleh protozoa ini, maka terjadi
penghambatan absorpsi lemak dan unsur nutrisi lain oleh tubuh hospes (villous
atrophia), sehingga dapat menyebabkan penurunan berat badan penderita serta
menyebabkan radang usus.
Tetapi ada beberapa kasus orang yang peka terhadap infeksi ini dimana
sekresi mukosa menjadi berlebihan sehingga menyebabkan diare, dehidrasi, sakit
perut dan penurunan berat badan. Feses terlihat berlemak tetapi tidak ditemukan
darah.
Giardiasis biasanya tidak tersebar melalui darah dan tidak menyebar ke
bagian sistem pencernaan lainnya namun tetap berada di usus kecil. Tetapi dalam
kondisi tertentu tropozoit dapat menginvasi jaringan seperti kandung empedu dan
saluran kemih. Jika empedu terserang protozoa dapat menyebabkan
jaundice(penyakit kuning/ekterus) dan sakit perut/colic. Penyakit ini tidak
berakibat fatal, tetapi sangat mengganggu.

E. Patogenesis
Giardia lamblia dapat ditemukan pada saluran gastrointestinal berbagai
macam mamalia termasuk manusia. Protozoa ini dapat ditularkan melalui cara
fecal-oral maupun oral-anal. Banyak sumber air seperti danau dan sungai
mengandung kista protozoa ini sebagai akibat dari kontaminasi oleh feses manusia
dan hewan. Transmisi G.lamblia umum terjadi pada orang yang memiliki risiko
tinggi seperti anak-anak yang berada di tempat penitipan anak, wisatawan yg
mengunjungi beberapa area, homoseksual, dan orang yg sering berhubungan
dengan hewan-hewan tertentu.
Gejala giardiasis bervariasi dari yang asimtomatik hingga diare dan malabsorbsi.

F. Macam diagnosis laboratoriumnya ( uraikan semuanya)


Diagnosa definitif terhadap Giardia lamblia ditegakkan melalui pemeriksaan
mikroskopik dengan menemukan bentuk tropozoit dalam tinja encer dan cairan
doudenum atau bentuk kista dalam tinja padat. Bentuk tropozoit hanya dapat
ditemukan dalam tinja segar. Dalam sediaan basah dengan larutan iodine atau
dalam sediaan yang dipulas dengan trikrom, morfologi giardia lamblia dapat
dibedakan dengan jelas dari protozoa lainnya
Infeksi Giardia lamblia sering tidak dapat didiagnosa(misdiagnosed).
Diagnosa yang akurat memerlukan test antigen atau jika tidak tersedia dapat
dilakukan pemeriksaan parasit dari feses. Beberapa test pada feses diperlukan
kista dan tropozoit kadang tidak konsisten terlihat pada feses. Diagnosis dengan
ditemukannya kista dan trofozoit dalam feses. Metode immunofluorescece dan
enzyme immuoassay sudah mulai dikembangkan untuk mendeteksi G. Lamblia
dalam feses. Mengingat pengujian sulit untuk menemukan infeksi termasuk
banyak negatif palsu, beberapa pasien harus dirawat berdasarkan bukti empiris
yaitu melakukan berdasarkan gejala.

G. Pencegahannya
Adapun cara yan dapat kita lakukan untuk meminimalisir atau mencegah menular
atau tersebarnya protozoa parasit Giardia Lamblia ini dengan melakukan berbagai
cara, seperti:
1. Mengkonsumsi air minum yang sudah melalui proses pengolahan atau tanpa
pengolahan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
2. Pada umumnya G. Lamblia resisten terhadap klorin, sehingga penyaringan
sangat diperlukan untuk menghilangkan kontaminasi oleh protozoa patogen ini.
3. Melindungi tempat persediaan air dari hospes reservoir (berang-berang dan
tikus air).
4. Meningkatkan hygiene perorangan,misalnya berperilaku hidup bersih dan
sehat.
5. Penyediaan makanan yang bersih dan baik.
Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene
perorangan, keluarga, dan kelompok., dengan menghindari air minum yang
terkontaminasi . Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis
dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air
minum untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan
kontak yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan
merebus air sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat
diberikan 2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit
sebelum diminum. Bila airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk
membunuh kista G.intestinalis. Memanaskan makanan atau makanan yang matang
dapat mencegah infeksi kista G.intestinalis.
Pada daerah terbuka dimana jarang ditemukan air di permukaan tanah,
memerlukan penyaringan dengan filter yang memiliki nominal 1-pori ukuran
mikrometer. Disarankan untuk menggunakan yodium atau klorin dioksida pada air
yang akan dikonsumsi. Parameter air seperti suhu, kekeruhan, dan kepekatan juga
dapat mempengaruhi efektivitas suatu perawatan terhadap infeksi.
3. Pada pengecatan hapusan malaria dengan menggunakan larutan
Giemsa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ( Jelaskan )

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada larutan Giemsa :


a) Giemsa stok harus disimpan dalam botol kaca berwarna gelap dan
hindari dari sinar matahari langsung.
b) Sebaiknya giemsa stok disimpan dalam botol berwarna gelap
berukuran 100 ml. Hal ini untuk menghindari rusaknya giemsa stok
karena oksidasi dan penguapan akibat seringnya membuka tutup
botol.
c) Botol giemsa stok yang akan digunakan tidak boleh dikocok atau
diaduk karena endapan/kristal giemsa akan naik ke permukaan
larutan dan dapat menjadi artefak dalam Sediaan Darah yang
diwarnai.
d) Pengambilan giemsa stok harus menggunakan pipet yang kering,
agar giemsa stok di botol tidak tercemar dengan air.
e) Sisa larutan giemsa yang telah dicampur dengan larutan buffer bila
tidak digunakan lagi harus dibuang dan dimasukkan kembali ke
dalam botol giemsa stok.
f) Larutan giemsa dibuat segera sebelum digunakan dan tidak boleh
disimpan/digunakan setelah 1 jam.
g) Adapun konsentrasi larutan giemsa yang akan digunakan :
Siapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3 bagian giemsa
stock dan 97 bagian larutan buffer

Uji Kualitas Giemsa. Ada dua cara menguji mutu giemsa untuk mengetahui
apakah giemsa stok yang akan digunakan masih baik :
a) Melakukan pewarnaan pada 1-2 Sediaan Darah, kemudian diperiksa
di bawah mikroskop. Kalau hasilnya sesuai dengan kriteria standar
pewarnaan yang baik, berarti giemsa pengencernya masih bagus dan
dapat digunakan. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali
akan melakukan pewarnaan masal.
b) Melakukan test menggunakan kertas Whatman no.2 dan metanol
(metil alkohol), caranya :
 Letakkan kertas saring diatas gelas atau petridisk/cawan petri
supaya bagian tengah kertas tidak menyentuh sesuatu.
 Teteskan 1-2 tetes giemsa stok pada kertas saring. Tunggu
sampai meresap dan menyebar.
 Kemudian teteskan 3-4 tetes metanol absolut di tengah
bulatan giemsa perlahan dengan jarak waktu beberapa detik
sampai garis tengah giemsa menjadi 5-7 cm, maka akan
terbentuk :
- Lingkaran biru (methilen blue) ditengah
- Lingkaran cincin ungu (methilen azur) diluarnya,
serta
- Lingkaran tipis warna merah (eosin) pada bagian tepi.
Giemsa sudah rusak dan tidak boleh dipakai lagi, bila warna
ungu atau merah tidak terbentuk.

Pewarnaan / Pengecatan Sediaan Darah :


a) Sediaan Darah tipis yang sudah kering difiksasi dengan methanol.
Jangan sampai terkena Sediaan Darah tebal.
b) Letakkan pada rak pewarna dengan posisi darah berada di atas.
c) Siapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3 bagian giemsa
stock dan 97 bagian larutan buffer.
d) Tuang larutan Giemsa 3% dari tepi hingga menutupi seluruh
permukaan object glass. Biarkan selama 45-60 menit.
e) Tuangkan air bersih secara perlahan-lahan dari tepi object glass
sampai larutan Giemsa yang terbuang menjadi jernih. Angkat dan
keringkan Sediaan Darah. Setelah kering, Sediaan Darah siap
diperiksa.
4. Tulis dan jelaskan beberapa hal yang sering dilakuakn kesalahan pada
pembuatan sediaan darah.

Kesalahan-kesalahan yang sering dijumpai pada pembuatan Sediaan Darah :


a) Jumlah darah yang digunakan terlalu banyak, sehingga warna
Sediaan Darah tebal menjadi gelap/terlalu biru. Parasit malaria pada
Sediaan Darah tebal sulit dilihat karena banyaknya sel darah putih.
Demikian juga Sediaan Darah tipis, bertumpuknya sel darah merah
menyebabkan parasit sulit dilihat.

b) Jumlah darah yang digunakan terlalu sedikit, tidak memenuhi syarat


yang diperlukan untuk menyatakan bahwa Sediaan Darah tersebut
negatif.

c) Sediaan Darah yang berlemak atau kotor dapat menyulitkan


pemeriksaan. Selain itu pada proses pewarnaan, sebagian Sediaan
Darah tebal dapat terlepas.

d) Ujung object glass kedua yang bergerigi atau terlalu tajam akan
menyebabkan penyebaran Sediaan Darah tipis tidak rata dan
ujungnya tidak berbentuk lidah.

e) Sediaan Darah tebal yang terletak di ujung object glass, dapat


menyulitkan pemeriksaan karena posisi meja sediaan sudah
maksimal (tidak dapat digeser).
5. Terdapat beberapa kunci yang dipakai untuk identifikasi stadium
parasit malaria pada hapusan tipis ( sesuai dengan Pedoman Teknis
Pemeriksaan Malaria Kememkes 2017 )

Kunci untuk Mengidentifikasi Stadium Parasit Malaria pada Sediaan Darah


Tipis
1) Apakah dalam sel darah merah ditemukan satu atau lebih titik
kromatin yang berwarna merah dan sitoplasma yang berwarna biru ?
Ya : lanjut ke no. 2
Tidak : yang terlihat bukan parasit

2) Apakah ukuran dan bentuk sesuai dengan parasit malaria ?


Ya : kemungkinan yang dilihat adalah parasit malaria, lanjut ke
no. 3
Tidak : yang terlihat bukan parasit

3) Apakah ada pigmen malaria di dalam sel tersebut ?


Ya : lanjut ke no. 7
Tidak : lanjut ke no. 4

4) Apakah parasit tersebut mempunyai satu inti dengan sitoplasma


yang berbentuk cincin, dengan vakuola yang jelas terlihat ?
Ya : ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 5
5) Apakah parasit mempunyai satu kromatin yang menempel pada
sitoplasma biru yang kompak (bisa disertai dengan vakuola yang
kecil) ?
Ya : ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 6

6) Apakah parasit dengan satu kromatin berbentuk tidak beraturan dan


terfragmentasi ?
Ya : ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 7

7) Apakah parasit yang berpigmen mempunyai inti satu ?


Ya : lanjut ke no. 8
Tidak : lanjut ke no. 9

8) Apakah parasit mempunyai satu vakuola atau sitoplasmanya


berfragmentasi ? Ya : Kemungkinan adalah stadium trofozoit
lanjut.
Tidak : lanjut ke no. 11

9) Apakah parasit yang mempunyai dua inti/kromatin yang menempel


pada satu cincin yang bervakuol ?
Ya : Ini adalah stadium trofozoit.
Tidak : lanjut ke no. 10

10) Apakah parasit mempunyai inti yang berjumlah antara 2-32, disertai
pigmen ? Ya : Ini adalah stadium skizon

11) Apakah parasit berbentuk bulat atau seperti pisang ?


Bulat : lanjut ke no.12
Seperti pisang : lanjut ke no.14

12) Apakah parasit yang berbentuk bulat, mempunyai inti/kromatin yang


terlihat jelas dan sitoplasma yang berwarna biru tua ?
Ya : Ini adalah gametosit betina
Tidak : Lanjut ke no.13

13) Apakah parasit yang berbentuk bulat, secara keseluruhan berwarna


kemerahan sehingga kromatin tidak terlihat jelas?
Ya : Ini adalah gametosit jantan
Tidak : Lanjut ke no.14

14) Apakah parasit berbentuk pisang, mempunyai sitoplasma yang


berwarna biru dan kromatin yang berwarna merah ?
Ya : Ini adalah gametosit betina
Tidak : Lanjut ke no.15

15) Apakah parasit berbentuk pisang, secara keseluruhan berwarna


kemerahan sehingga kromatin tidak jelas terlihat ?
Ya : Ini adalah gametosit jantan

3. Tulis dan jelaskan yang anda ketahui tentang RDT pada pemeriksaan
malaria
RDT adalah Rapid Diagnostic Test. Test ini berdasarkan deteksi antigen
dari parasit malaria yang lisis dalam darah dengan metoda
imunokromatografi. Prinsip uji imunokromatografi adalah cairan akan
bermigrasi pada permukaan membran nitroselulosa. Uji ini berdasarkan
pengikatan antigen di darah perifer oleh antibodi monoklonal yang
dikonjugasikan dengan zat pewarna atau gold particles pada fase mobile.
Antibodi monoklonal kedua/ketiga diaplikasikan pada strip nitroselulosa
sebagai fase immobile. Bila darah penderita mengandung antigen tertentu,
maka kompleks antigen antibodi akan bermigrasipada fase mobile
sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat dengan antibodi monoklonal
pada fase “immobile” sehingga terlihat sebagai garis yang berwarna.
Jenis RDT dapat berupa dipstik ataupun strip. Test ini biasanya
memerlukan waktu sekitar 15 menit (untuk jenis tertentu sampai 30
menit).
Ada 3 jenis antigen yang dipakai sebagai target, yaitu :
• HRP-2 (Histidine Rich Protein-2), adalah antigen yang disekresi ke
sirkulasi darah penderita oleh stadium trofozoit dan gametosit muda
P.falciparum.
• pLDH (pan Lactate Dehydrogenase)
Stadium seksual dan aseksual parasit malaria dari keempat spesies
plasmodium yang menginfeksi manusia menghasilkan enzim pLDH.
Isomer enzim ini dapat membedakan spesies P.falciparum dan P.vivax.
• Pan Aldolase
Adalah enzim yang dihasilkan ke empat spesies Plasmodium yang
menginfeksi manusia.
CARA KERJA
- Cara kerja dilakukan sesuai dengan petunjuk kit RDT.
- Ambil 2-5 μl darah ujung jari dengan tabung mikro kapiler dan teteskan
pada kotak sampel yang terdapat pada dipstik. Tidak dianjurkan
meneteskan darah secara langsung ke kotak sampel. Pada beberapa jenis
kit RDT dapat juga digunakan darah dengan antikoagulan/plasma.
- Teteskan larutan buffer pada tempat yang sudah ditentukan sesuai
dengan petunjuk kit RDT. Buffer berisi komponen hemolisis dan antibodi
spesifik yang sudah dilabel dengan Gold koloid.
- Jika darah berisi Antigen Malaria, maka kompleks antigen antibodi akan
terbentuk dan terlihat sebagai garis sesuai dengan jenis antibodi yang ada
pada strip tsb. Sedangkan garis kontrol akan terlihat, walaupun darah
tersebut tidak mengandung antigen Malaria. Hal ini menunjukkan bahwa
kit/strip tersebut masih memenuhi syarat (berfungsi dengan baik)
- Waktu yang diperlukan untuk membaca hasil RDT berkisar antara 15-30
menit.
- Interpretasi hasil sesuai petunjuk pada kit.
SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS
Sensitifitas 90 % dalam mendeteksi infeksi Plasmodium falciparum jika
jumlahparasit > 100/μℓ darah. Jika jumlah parasit < 100/μℓ darah, maka
sensitivitasnyamenurun.
Sensitivitas Rapid Test terhadap non falciparum (pLDH atau p-
Aldolase)dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan P.falciparum
(HRP-2).
RDT dapat mendeteksi antigen yang diproduksi oleh gametosit (sepert
pLDH)sehingga dapat memberikan hasil positif pada penderita yang hanya
mengandunggametosit.
Gametosit tidak bersifat patogen, dapat berada dalam darah walaupun
penderitatelah mendapat pengobatan, hal ini dapat menyebabkan hasil
positif palsu.
Kelebihan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopik :
Lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan, tidak memerlukan listrik,
tidakmemerlukan pelatihan khusus seperti pada pemeriksaan Mikroskopik.
Variasi dari interpretasinya adalah kecil antara pembaca yang satu
dengan yanglainnya.
Walaupun dapat disimpan pada temperatur kamar (suhu dibawah 300C),
RDTdianjurkan disimpan dalam lemari es pada suhu 40C (usahakan tidak
terkenacahaya matahari langsung).
Rapid Test dapat mendeteksi P.falciparum pada waktu parasit
bersekuestrasipada kapiler darah (hal ini tidak terdeteksi dengan pada
pemeriksaan secaramikroskopik biasa).
Hal yang sama dapat ditemukan juga pada placenta ibuhamil dengan
infeksi P.falciparum.
Kekurangan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopis
1. Rapid Test yang menggunakan HRP-2 hanya dapat digunakan untuk
mendeteksiP.falciparum.
2. Rapid Test dengan HRP-2 dapat memberikan hasil positif sampai 2
minggu setelah pengobatan, walaupun secara mikroskopik tidak
ditemukan parasit. Halini dapat membuat rancu kita dalam menilai hasil
pengobatan.
3. Harga RDT lebih mahal dari pada pemeriksaan mikroskopik.
4. Rapid Test bukan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif sehingga tidak
dapat digunakan untuk menilai jumlah parasit.
5. Kit yang ada tidak dapat membedakan infeksi antara P.vivax, P.ovale,
P.malariae.selain itu tidak dapat membedakan antara Mixed P.falciparum
dengan infeksi tunggal P.falciparum saja.
Jenis RDT yang beredar pada umumnya ada 2 jenis :
• Single : hanya mendiagnosis infeksi P.falciparum (contoh : Paracheck
Pf)
• Combo / Pan specific : dapat mendiagnosis infeksi P.falciparum dan non
P.falciparum (contoh : Parascreen combo)
4. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk
C.quinquefasciatus, di daerah pedesaan , vektornya berupa nyamuk
Anopeles atau nyamuk Aedes.
Parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
A. Diagnosis dari infeksi ini adalah?
Diagnosis dari infekesi ini adalah Filariasis .
Parasit yang bisa menyebabkan jenis filariasis ini meliputi Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.
B. Macam Diagnosa laboratorium klinik
Proses diagnosis filariasis limfatik dapat dilakukan melalui tes darah
dan tes urine. Kedua tes ini akan mendeteksi keberadaan parasit filaria
dalam tubuh pasien. Tes darah akan dilakukan pada malam hari saat
parasit aktif. USG juga terkadang dibutuhkan untuk mendeteksi
adanya perubahan sistem limfa serta cacing-cacing dewasa dalam
skrotum pengidap pria.
Jika positif terdiagnosis, dokter akan memberikan obat-obatan anti-
filaria untuk menangani filariasis limfatik. Contoh obat yang umumnya
digunakan adalah diethylcarbamazine (DEC). Kondisi kronis juga
terkadang harus disertai dengan langkah penanganan lain yang
meliputi:
Operasi bagi pengidap pria yang mengalami hidrokel, yaitu
penumpukan cairan dalam skrotum.
Melakukan olahraga ringan untuk bagian tubuh yang mengalami
penumpukan cairan untuk memicu pengalirannya.
Membersihkan bagian yang bengkak secara seksama dengan sabun dan
air tiap hari untuk mencegah infeksi.
Mensterilkan luka jika ada.
5. Merupakan protozoa obligat intraselluler, terdapat dalam 3 bentuk
yaitu : takizoit, kista,ookista. Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit
dengan ujung yang runcing dan ujung yang lain agak membulat.
A. Diagnosa dari infeksi ini
Diagnosa dari infeksi ini adalah Toxoplasmosis merupakan penyakit
hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis), vektor mekanisnya
adalah lalat dan kecoa.
Penyebab dari Toxoplasmosis adalah Toxoplasma gondii.
B. Siklus hidupnya

Parasit ini merupakan jenis intraseluler obligat (hanya bisa


bereproduksi ketika didalam sel inang), hospes definitifnya adalah
kucing, sedangkan hospes perantaranya adalah manusia. Siklus
kehidupannya digambarkan terjadi didalam tubuh manusia dan tubuh
kucing.
1. Siklus didalam tubuh kucing
Kucing dapat terinfeksi Toxoplasma gondii apabila si kucing memakan
tikus, burung yang mengandung kista Toxoplasma gondii atau
makanan yang terkontaminasi ookista, ketika termakan maka kista atau
ookista ini akan pecah kemudian bradizoit didalamnya akan
berhamburan kemudian menembus sel epitel usus si kucing kemudian
berdiferensiasi menjadi takhizoit. Takhizoit akan berdiferensiasi lagi
menjadi mikrogamet dan makrogamet, kemudian akan dihasilkan
zigot, setelah itu barulah menjadi ookista. Ookista akan keluar bersama
feses kucing dan mampu bertahan di dunia bebas sampai pada saatnya
hoseps baru tidak sengaja menelannya.
2. Siklus didalam tubuh manusia atau hewan perantara lainnya
(misalkan hewan ternak)
Ookista yang tertelan akan sampai ke usus kemudian pecah dan
mengeluarkan takhizoit, takhizoit akan menembus usus, beredar dalam
darah (memanfaatkan sel fagosit sebagai transporter), kemudian
menginvasi sel-sel lain, takhizoit akan terus melakukan multiplikasi di
dalam sel-sel yang di invasi (biasanya sel pada jaringan otot dan otak),
kemudian pada fase kronis akan membentuk pseudo kista. Takhizoit
yang terbungkus oleh pseudo kista dinamakan bradizoit, selain
memiliki ciri dibungkus oleh pseudo kista, bradizoit cenderung diam
dan tidak melakukan multiplikasi. Pertumbuhan biasanya berhenti
pada fase pseudo kista, namun bila pseudo kista tersebut pecah, maka
siklus akan berulang kembali.
C. Macam-macam diagnosa laboratoriumnya
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit
atau kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami
oleh pasien.
Untuk mendiagnosis toksoplasmosis, hal yang biasanya dilakukan
dokter adalah
1. Tes darah.
Meskipun terinfeksi, tes darah penderita bisa saja menunjukkan hasil
negatif. Ini berarti tubuh penderita belum mulai memproduksi antibodi
untuk parasit T. gondii. Tes perlu diulang beberapa minggu kemudian
karena antibodi baru terbentuk 3 minggu setelah terinfeksi. Tapi pada
kebanyakan kasus, hasil negatif pada tes darah juga bisa berarti
seseorang belum pernah terinfeksi sehingga belum kebal terhadap
toksoplasmosis.
Hasil tes darah positif berarti seseorang dalam keadaan terinfeksi
toksoplasmosis aktif, atau pernah terinfeksi sebelumnya, dan kebal
terhadap toksoplasmosis. Tes tambahan diperlukan untuk menentukan
sejak kapan infeksi berlangsung.
Beberapa jenis test darah yang biasa dan atau pernah dilakukan untuk
menegakkan diagnosa Toxoplasmosis adalah sebagai berikut:
1. Indirect Immunofluorescent Antibody Test (IFAT)
2. Uji Haemaglutinasi
3. Sabin-Fiedman Dye test
4. Uji pengikatan komplemen ( Complement Fixation Test)
5. Uji kulit (skin test)
6. Uji ELISA
2. Tes pada ibu hamil.
Jika seseorang sedang mengandung dan hasil tes darah menunjukkan
dirinya terkena infeksi toksoplasmosis positif, maka ada beberapa tes
untuk memeriksa apakah infeksi juga menular pada janin. Beberapa tes
tersebut adalah:
Amniosintesis.
Pada prosedur ini, dokter akan mengambil sampel air ketuban
penderita saat usia kehamilan di atas 15 minggu. Dengan tes ini bisa
segera diketahui apakah janin terinfeksi atau tidak.
Uji Ultrasound. Pada pengujian ini, dokter akan melihat akibat infeksi
pada janin seperti adanya kumpulan cairan pada otak (hidrosefalus).
Bila ternyata janin tampak normal, maka perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan pada bayi setelah lahir.
Setelah proses melahirkan, bayi akan menjalani pemeriksaan untuk
melihat adanya kerusakan dari infeksi, serta tes darah untuk
memastikan apakah bayi masih mengidap infeksi.
3. Tes Pencitraan
Jika infeksi toksoplasmosis menyebabkan penderita terkena
komplikasi yang cukup serius, maka dibutuhkan pemeriksaan
tambahan untuk mengidentifikasi adanya kerusakan jaringan atau kista
pada otak. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan antara lain tes
pencitraan MRI dan biopsi otak.
D. Pencegahannya
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terkena
infeksi toksoplasmosis, yaitu:
Gunakan sarung tangan saat berkebun atau memegang tanah.
Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.
Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan.
Cucilah semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak daging
mentah.
Selalu cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.
Hindari meminum susu kambing non-pasteurisasi atau produk-produk
yang terbuat darinya.
Hindari kotoran kucing pada wadah kotoran kucing atau tanah,
terutama bagi Anda yang memelihara kucing.
Berikan kucing makanan kering atau kalengan daripada daging
mentah.
Tutuplah bak pasir tempat bermain anak-anak.
Bagi orang yang memelihara kucing, beberapa hal di bawah ini bisa
mengurangi risiko terkena toksoplasmosis yaitu:
Jagalah kesehatan kucing peliharaan.
Hindari untuk memungut serta memelihara kucing liar.
Gunakan sarung tangan dan masker muka saat membersihkan wadah
kotoran.
6. Berdasarkan anamnesis yang ada , dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan feses, spesimen diambil dari
dubur pada pagi hari bangun tidur sebelum mandi gengan
menggunakan aplikator yang dilapisi oleh selotip jernih .
A. Diagnosis dari unfeksi parasit ini adalah
Diagnosis dari infeksi parasit ini adalah oxyuriasis yang disebabkan
oleh parasit Enterobius/Oxyurius vermicularis
B. Bagaimana etiologi dan epidemiologinya
Epidemiologinya.
Penyebaran penyakit cacing kremi lebih luas dari pada penyakit
cacing lain. Penularan dapat terjadi pada keluarga atau kelompok yang
hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Telur
cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria
sekolah dan menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah.
Diberbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang
mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan dilantai, meja
,kursi, bak mandi, alas kasur dan pakaian.(Soedarto,1995)
Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai
golongan manusia 3% - 80%. Penelitian didaerah Jakarta Timur
melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita
enterobiasis adalah kelompok usia 5 – 12 tahun yaitu pada 46 anak
(54,1%) dari 85 anak yang diperiksa.(Gandahusada S dkk,2004)
Penularan dapat dipengaruhi oleh :
a. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal
(autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain
maupun pada diri sendiri karena memegang benda-benda atau
pakaian yang terkontaminasi.
b. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh
angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan.
c. Retrofeksi melalui anus, larva dari telur yang menetas disekitar anus
kembali masuk ke usus.Anjing dan kucing tidak mengandung cacing
kremi tetapi dapat menjadisumber infeksi oleh karena telur dapat
menempel pada bulunya.(Soedarto,199
C. Bagaimana manifestasi kliniknya
D. Patogenesisnya
Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang
berarti. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus,
perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang berimigrasi ke
daerah anus dan vagina sehingga menyebabkaan pruritus lokal. Karena
cacing berimigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani,
maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka
garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam
hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang
kadang cacing dewasa mudah dapat bergerak ke usus halus bagian
proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga
menyebabkan gangguan di daerah tersebut. cacing betina gravid
mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tuba fallopii
sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering di
temukan di apendiks tetapi jarang menyebabkaan apendisitis.(Sutanto I
dkk, 2008) Beberapa gejala infeksi Enterobius vermikularis yaitu
kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, cepat
marah, gigi menggeretak, insomnia dan masturbasi. .(Sutanto I dkk,
2008)
E. Bagaimana diagnosa laboratoriumnya
Teknik Diagnosa Laboratorium
Teknik diagnosa laboratorium untuk enterobiasis memiliki
perbedaan yang berarti khususnya pada saat pengambilan spesimen
pemeriksaan. Cara pemeriksaan enterobiasis yaitu dengan menemukan
cacing dewasa atau telur dari Enterobius vermicularis. Adapun caranya
sebagai berikut :
a. Cacing Dewasa
1)Makroskopis
Cacing kremi dapat dilihat secara makroskopis atau dengan mata
telanjang pada anus penderita,terutama dalam waktu 1-2 jam
setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna
putih dan setipis rambut mereka aktif bergerak.(Soedarto,1995)
2)Mikroskopis
Cacing dewasa dapat ditemukan di feses, dengan syarat harus
dilakukan enema terlebih dahulu, yaitu memasukan cairan
kedalam rektum agar cacing dewasa keluar dari rektum. (Soejoto
dan Soebari,1996)
Cacing dewasa yang ditemukan dalam feses,dicuci dengan NaCl
agak panas, kemudian dikocok sehingga cacing menjadi lemas,
selanjutnya diperiksa dalam keadaan segar atau dimatikan
dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan. Nematoda kecil,
seperti Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dan
diawetkan dengan alkohol 70% yang agak panas.(Brown H.W,
1983)
b. Telur Cacing
Telur Enterobius vermicularis jarang ditemukan di dalam
feses, hanya ditemukan 5% yang positif pada orang-orang yang
menderita infeksi ini.(Soejoto dkk,1996)
Telur Enterobius vermicularis lebih mudah ditemukan
dengan tehnik pemeriksaan khusus, yaitu dengan menghapus daerah
sekitar anus dengan “ Scotch adhesive tape swab” menurut Graham.
(Lynne & David,1996)
Pada metode ini bahan yang diperiksa berupa perianal swab
oleh karena cacing betina yang banyak mengandung telur pada
waktu malam hari melakukan migrasi ke daerah perianal. Dengan
pemeriksaan perianal swab lebih banyak ditemukan telur cacing
tersebut.(Soedarto,1995)
2. Metode Pemeriksaan Enterobiasis
Dalam pelaksanaan diagnosis untuk Enterobiasis terdapat
bermacam-macam metode pada cara pengambilan spesimen :
a. Metode N-I-H (National Institude of Heatlh)
Pengambilan spesimen menggunakan kertas selofan yang di
dibungkuskan pada ujung batang gelas dan diikat dengan karet
gelang pada bagian sisi kertas selofan. Kemudian batang gelas p
pada ujung lainnya dimasukkan kedalam tutup karet yang sudah
ada lubang dibagian tengahnya. Bagian batang gelas yang
mengandung selofan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
kemudian ditutup karet. Hal ini dimaksudkan agar bahan
pemeriksaan tidak hilang dan tidak mudah
terkontaminasi.(Hadidjaja P. 1994)
b. Metode pita plastik perekat (cellophane tape atau adhesive tape)
(Brooke & Melvin,1969)
Pengambilan spesimen menggunakan alat berupa spatel lidah
atau batang gelas yang ujungnya dilekatkan adhesive tape,
kemudian ditempelkan di daerah perianal. Adhesive tape
diratakan dikaca objek dan bagian yang berperekat menghadap
kebawah. Pada waktu pemeriksaan mikroskopis, salah satu ujung
adhesive tape ditambahkan sedikit toluol atau xylen pada
perbesaran rendah dan cahayanya di kurangi (Gracia &
Brackner,1996)
c. Metode anal swab (Melvin & Brooke,1974)
Pengambilan spesimen menggunakan swab yang pada
ujungnya terdapat kapas yang telah dicelupkan pada campuran
minyak dengan parafin yanng telah dipanaskan hingga cair.
Kemudian swab disimpan dalam tabung berukuran 100x13 mm
dan disimpan dalam lemari es. Jika akan di gunakan untuk
pengambilan spesimen, swab diusapkan didaerah permukaan dan
lipatan perianal, swab diletakkan kembali dalam tabung.
Pada saat pemeriksaan, tabung yang berisi swab diisi
dengan xylen dan dibiarkan 3 – 5 menit, kemudian di centripuge
pada kecepatan 500 rpm selama 1 menit. Ambil sedimen lalu
periksa dalam mikroskop (Gracia & Brackner, 1996)
d. Graham Scotch tape
Alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya
dilekatkan adhesive tape (Gandahusada S, 1998). Teknik
penggunaan alat ini ditemukan oleh Graham (1941). Teknik alat
ini termasuk sederhana dalam penggunaannya. Untuk
pengambilan spesimen dilakukkan sebelum pasien defekasi atau
mandi, pengambilan spesimen dapat dilakukan di rumah.
Sedangkan untuk membantu dalam pemeriksaan di laboratorium
di gunakan mikroskop dan sedikit penambahan toluen atau
xylen (Craig & Faust’s,1970).

F. Bagaimana pencegahannya
Pencegahan cacingan akibat infeksi cacing kremi : Mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir setelah menggunakan toilet, mengganti
popok, dan sebelum makan. Untuk mencegah adanya infeksi ulang,
penderita harus rajin mandi di pagi hari untuk menghilangkan telur di
kulit Rajin memotong kuku secara teratur Hindari menggigit kuku dan
mengaruk di sekitar anus Pengobatan cacingan akibat infeksi cacing
kremi : Obat yang digunakan untuk membasmi cacing kremi adalah
obat anthelmintics (mebendazole, pirantel pamoat, dan albendazole).
Obat ini harus diberikan dalam 1 dosis pada awalnya kemudian 1 dosis
lagi 2 minggu kemudian, obat ini kurang dapat diandalkan untuk
membunuh telur cacing kremi, oleh karena itu dosis kedua digunakan
untuk mencegah infeksi ulang cacing kremi dewasa yang menetas dari
telur yang tidak dibunuh pada dosis awal.

7. Tulis dan jelaskan yang anda ketahui tentang infeksi Ascariasis


A. Manifestasi klinisnya
Manifestasi klinis tergantung pada intensitas infeksi dan organ yang
terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi rendah sampai
sedang gejalanya asimtomatis atau simtomatis. Gejala klinis paling
sering ditemui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada
usus atau saluran empedu. Gejala klinis yang nyata biasanya berupa
nyeri perut, berupa kolik di daerah pusat atau epigastrum, perut buncit
(pot belly), rasa mual dan kadang-kadang muntah, cengeng, anoreksia,
susah tidur dan diare.
Telur cacing askariasis akan menetas didalam usus. Larva kemudian
menembus dinding usus dan bermigrasi ke paru melalui sirkulasi
dalam vena. Parasit dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika
memasuki alveoli dan bermigrasi melalui bronki dan trakea.
Manifestasi infeksi pada paru mirip dengan sindrom Loffler dengan
gejala seperti batuk, sesak, adanya infiltrat pada paru dan eosinofilia.
Cacing dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host.
Anak-anak yang terinfeksi dan memiliki pola makanan yang tidak baik
dapat mengalami kekurangan protein, kalori, atau vitamin A, yang
akhirnya dapat mengalami pertumbuhan terlambat. Obstruksi usus,
saluran empedu dan pankreas dapat terjadi akibat sumbatan oleh
cacing yang besar. Cacing ini tidak berkembang biak pada host. Infeksi
dapat bertahan selama umur cacing maksimal (2 tahun), serta mudah
terjadi infeksi berulang.
B. Patogenesisnya
Patogenesis dari ascariasis tergantung dari tingkat infeksi, dan
umumnya hewan muda lebih peka dibanding hewan dewasa. Lesi-lesi
pada usus akibat adanya migrasi pada stadium larva dan terjadi
enteritis haemorhagika, berlanjut menjadi anemi. Pada hati larva
stadium 2 dapat menyebabkan perdarahan pada hati yang terjadi
disekeliling vena intra lobuler dari hati dan berlanjut menimbulkan
cirosis hepatis dan kadang kadang dapat menyumbat saluran empedu.
Larva stadium 2 yang bermigrasi ke dalam hati dan usaha penyerapan
oleh jaringan hati terhadap larva yang mati akan meninggalkan jejas
berwarna putih dibawah kapsul hati. Di paru-paru larva stadium 2
menyebabkan fibrosis, bronchitis dan pnemonia, sehingga terjadi batuk
dan sesak nafas. Migrasi larva cacing juga dapat menyebabkan
perforasi usus halus sehingga cacing dapat merusak peritonium yang
mengakibatkan terjadinya peritonitis dan menimbulkan kematian pada
penderita . terjadinya larva migran dapat merangsang pembentukan
antibodi yang dapat dideteksi di dalam colostrum dan serum. Adanya
antibodi ini dapat mencegah agar jumlah cacing dewasa tidak
berlebihan.
Sedangkan cacing dewasa didalam usus dalam jumlah banyak sering
menyebabkan penyumbatan pada usus sehingga terjadi kolik dan iritasi
pada usus sehingga sering timbul gejala diare. Adanya cacing dewasa
di usus halus akibatnya gangguan pencernaan , karena cacing ini
berpengaruh terhadap proses penyerapan zat-zat makanan dalam
saluran pencernaan. Parah tidaknya gangguan yang ditimbulkan
tergantung banyak tidaknya cacing yang terdapat di dalam usus dan
daya tahan tubuh dari hewan terinfeksi. Kondisi ini juga mendorong
masuknya kuman patogen kedalam jaringan sebagai hasil infeksi
sekunder.
C. Macam-macam diagnosa klinisnya
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa
atau telur Ascaris pada pemeriksaan tinja, dengan melakukan
pemeriksaan makroskopis terhadap tinja atau muntahan penderita
untuk menemukan cacing dewasa. Pada pemeriksaan mikroskopis atas
tinja penderita dapat ditemukan telur cacing yang khas bentuknya di
dalam tinja atau cairan empedu. Sementara pada pemeriksaan foto
rontgen perut kadang-kadang terlihat adanya cacing dewasa.
Pemeriksaan ultrasonografi dan tomografi komputer dapat membantu
diagnosis askariasis saluran empedu, hati dan pankreas. Pemeriksaan
serologi yang spesifik dapat bermanfaat untuk menentukan diagnosis
dini ascariasis.
D. Pencegahannya
Cara efektif pencegahan ascariasis dengan menerapkan sanitasi yang
baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi, antara lain dengan
berperilaku hanya buang air besar di jamban, sebelum melakukan
persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu
dengan menggunakan sabun dan air mengalir. Bagi yang
mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah
dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Selain upaya tersebut,
juga dilakukan dengan mengobati penderita melalui pengobatan
massal pada penduduk menggunakan obat cacing berspektrum lebar di
daerah endemis dapat memutuskan rantai daur hidup cacing Ascaris
lumbricoides dan nematoda usus lainnya serta adanya pemberian
pendidikan kesehatan pada penduduk juga perlu dilakukan untuk
menunjang upaya pemberantasan dan pencegahan askariasis.
Program pemberian antihilmitik yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut.

1. Memberikan pengobatan pada semua individu pada daerah endemis

2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi


infeksi tinggi seperti anak-anak sekolah dasar.

3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas


penyakit atau infeksi yang telah lalu.

4. Peningkatan kondisi sanitasi

5. Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk.

6. Memberikan pendidikan tentang cara-cara pencegahan ascariasis.

===============SELAMAT BEKERJA SEMOGA SUKSES


=============

You might also like