Professional Documents
Culture Documents
NIM : P 27834117093
NO ABSEN : 54
MATA KULIAH : PARASITOLOGI
JAWABAN :
1. Seorang pasien wanita berusia 30 tahun datang ke laboratorium untuk
memeriksakan sampel tinja berdasarkan rujukan dari dokter.
Dalam anamnesis dia mengaku telah melakukan perjalanan secara teratur dari
Jakarta ke Surabaya dan sering mengkonsumsi makanan di warung tenda
pinggir jalan, dan mengaku telah mengalami paling sedikit 15 kali
mengeluarkan tinja setiap hari dan kebanyakan berdarah. Hasil dari
pemeriksaan tinja sediaan basah positif tropozoit dengan eritrosit didalamnya.
Tulis dan jelaskan
B. Sifat-Sifat Fisiknya
Amoeba ini memiliki bentuk trofozoit dan kista.
Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi :
a. Ukuran 10 – 60 μm
b. Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan
penandapenting untuk diagnosisnya
c. Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
d. Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.
Kista Entamoeba histolytica memiliki ciri-ciri morfologi:
a. Bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm
b. Kista matang memiliki 4 buah inti entamoba
c. Tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sitoplasma
d. Kista yang belum ma-tang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk
seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.
D. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis dari infeksi dengan Entamoeba histolytica sangat
bervariasi tergantung pada :
1). Starin E.histolytica yang menginfeksi
E.histolytica dari strai yang invasive lebih berbahaya dari pada yang noninvasive
karena dapat menimbulkan disetri, abses pada hati ganguan paru dan lain
sebagainya.Walaupun demikian prosentasi mereka yang terinfeksi
senagainya.Walaupun demikian prosentasi mereka yang terinfeksi dengan srain
yang invasive tidak begitu banyak. Kebanyakan terinfeksi strain non invasif yang
hanya menimbulkan gejala minimal atau atau asimptomatis.
2). Intensitas dari infeksi.
Semakin hebat infeksi yang di alami tentu saja dapat mengakibatkan ganguan
yang lebih hebat.
3). Normal flora pada host.
Normal flora memegang peranan penting pada daya tahan tubuh manusia.
Banyaknya normal flora mampu melindungi host dari hebatnya suatu infeksi
karena akan terjadi kompontensi antara parasit dan normal flora.
4). Tempat infeksi itu sendiri.
E histolytica terutama yang invasive dapat menyerang banyak target organ mulai
dari usus sampai otak karena kemapuan parasit ini masuk ke dalam peredaran
darah dan mulai menyerang host karena telah menguasai peredaran darah.
Pada otak dapat menyebabkan abses pada otak.
E. Patogenesis
Patogenesis yang disebabkan oleh Entamoeba histolitica dapat terjadi
dalam 2 fase, yaitu ;
Fase Primer
Pada fase ini penderita mengalami Amebiasis Intestinal, dan organ yang
diserangnya adalah bagian caecum yang terutama, serta bagian-bagian yang lain,
hal ini sangat tergantung pada : a.resistensi hostnya sendiri, b) virulensi dari strain
amoeba, c) kondisi dari lumen usus/dinding usus, seperti infek atau tidaknya
dinding usus, d)kondisi makanan, apabila makanan banyak mengandung
karbohidrat, maka amoeba tersebut menjadi patogen, dan e) keadaan normal flora
usus. Adanya assosiasi amoeba dengan bakteri-bakteri tertentu, akan menentukan
sifat amoeba menjadi aktif, yaitu mengadakan lesi pada usus dan pada umumnya
sampai mencapai mukosa. Gambaran lesi pada usus (mukosa), tampak adanya
nekrosis tanpa reaksi keradangan, kecuali bila ada sekunder infeksi. Pada keadaan
lanjut proses ini dapat sampai ke submukosa dan dari sini amoeba akan ke
sirkulasi darah, selanjutnya akan timbul lesi-lesi ekstra intestinal. Bentuk lesi
berupa settle neck ulcus. Sekunder infeksi biasanya oleh kuman-kuman
: Clostridium perfringens, Shigella dan umumnya prognosa menjadi jelek, sebab
terjadinya gangren usus, serta sering menyebabkan kematian penderita.
Pada ulkus yang dalam (sampai mencapai subjek-mukosa), sering terjadi
perdarahan-perdarahan ini dapat dilihat pada feses penderita, kadang-kadang
dapat dilihat adanya sel-sel mukosa. Disamping itu ulkus yang dalam ini juga
dapat menyebabkan terjadinya perforasi, hingga prognosa akan menjadi jelek.
Fase Sekunder
Terjadi pada amebiasis ekstra intestinal. Proses ekstra intestinal ini dapat
terjadi akibat penyebaran parasit secara hematogen, dan organ yang sering terkena
adalah: hepar (hati) yang dapat menimbulkan amoebik hepatis dan selanjutnya
akan menimbulkan abses hepatikum. Abses hepatikum ini dapat single atau
multiple dan 85 % pada lobus di ekstra. Selanjutnya dapat terjadi pula amoeba
ekspansi karena pecahnya abses hati atau secara hematogen, yaitu pada : pleura,
paru-paru, kulit, dan adanya ulcerasi pada sigmoid dan rektum akan dapat
menyebabkan komplikasi atau akan berekspansi ke vagina bagi penderita wanita.
Proses amoebiasis ekstra intestinal dapat terjadi dengan cara sebagai berikut
: (1)amebiasis hati : terjadi karena abses hati terutama pada posteosuperior lobus
kanan, dengan gejala klinis : nyeri daerah hipokondrium kanan, demam disertai
ikterus, hepatomegali (diare dan disentri negative), jika tidak diobati/tidak
sempurna maka abses berkembang berbagai arah yang akan menyebabkan abses
organ sekitar. komplikasi pecahnya abses hati kanan mengakibatkan kelainan
kulit, paru, rongga pleura kanan, diafragma dan rongga peritoneum. (2) amebiasis
kulit terjadi karena abses hati kanan pecah sehingga mengakibatkan granuloma
kutis. (3) amebiasis paru terjadi karena abses hati kanan pecah, kemudian masuk
ke daerah organ paru, sputum berwarna coklat merah tua dan dapat ditemukan
tropozoit pada bahan sputum. (4) amebiasis pleura kanan terjadi karena abses hati
kanan pecah, dan menyerang empiema torax. (5) Diafragma terkena jika abses
hati kanan pecah, kemudian terjadi abses subfrenik (6) Rongga peritoneum dapat
terkena jika abses hati kanan pecah dan menyerang bagian rongga peritonium dan
menyebabkan peritonitis umum. (7) erebral amoebiasis, terjadi karena komplikasi
dari abses hati atau dari paru (kasus jarang). (8) Abses limpa, terjadi karena
komplikasi amubiasis hati atau langsung penularan dari tropozoit kolon.
Jika komplikasi terjadi karena pecahnya abses hati kiri, maka akan terjadi
kelainan pada daerah lambung, rongga perikardium, kulit & rongga pleura kiri,
hal ini dapat mengakibatkan gejala klinis sebagai berikut : 1) pada lambung dapat
terjadi hematemesis. 2) pada rongga perikardium; dapat perikarditis purulen yang
dapat menyebabkan kematian. 3) amoebiasis organ lain : Pulmonary amoebiasis
G. Pencegahan
Pencegahan penyakit amebiasis terutama ditujukan kepada kebersihan
perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan (environmental
sanitation). Kebersihan perorangan antara lain adalah mencuci tangan dengan
bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan
meliputi: memasakn air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci
sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di
jamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik
makanan yang dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas,
membuang sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat.
2. Stadium kista
Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang tipis dan
kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding kista.
Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti; yang matang mempunyai 4 inti,
letaknya pada satu kutub. Kista berukuran lebih kecil daripada trofozoit yaitu
panjang 8-18 μm dan lebar 7-10 μm. Letak kariosom lebih eksentrik bila
dibandingkan dengan trofozoit. Pada kista yang telah matur terdapat 4 buah
median bodies, 4 buah nuclei, dan dapat pula ditemukan longitudinal fibers.
Bentuk tropozoit ini mirip buah pear yang dibelah dan mempunyai
sepasang cambuk(flagella) untuk membantu bergerak dan berenang bebas di
dalam lumen usus. Bentuk tropozoit ini kontak dengan cairan empedu, mengubah
campuran makanan dan enzim pencernaan, Kemudian mulai menembus lapisan
selaput lendir usus, sambil terus membelah memperbanyak diri sampai bertahun
tahun. Bentuk ada yang mati karena enzim pencernaan dan ada yang berubah
menjadi bentuk kista berdinding tebal dan keras.Yang ikut aliran cairan usus, akan
ikut keluar bersamakotoran, mencemari air sungai, air danau, air selokan, atau
mata air di pegunungan. Parasit G. lamblia mencemari air permukaan, bersama-
sama, Virus Hepatitis A, menyebabkan sakit kuning (hepatitis),
Kuman Salmonella menyebabkan penyakit demam tipus,
kuman Campilobacter menyebabkan diare pada manusia yang tertular melalui
konsumsi daging babi, atau susu mentah. Sanitasi air minum perlu diperhatikan
untuk menghindari penularan parasit, virus dan kuman penyebab penyakit
tersebut.
Penularan dapat terjadi dari orang ke orang melalui tangan yang
mengandung kista dari tinja orang yang terinfeksi ke mulut orang lain, penularan
terjadi terutama di asrama dan tempat penitipan anak. Cara-cara penularan seperti
ini adalah yang paling utama. Hubungan seksual melalui anus juga mempermudah
penularan. KLB terbatas dapat terjadi karena menelan kista dari air minum yang
terkontaminasi tinja penderita, dan tempat rekreasi air yang tercemar dan jarang
sekali penularan terjadi karena makanan yang terkontaminasi tinja. Kadar chlorine
yang digunakan secara rutin untuk pengolahan air bersih tidak dapat membunuh
kista Giardia, khususnya pada saat air dalam keadaan dingin; air kotor yang tidak
disaring dan air danau yang terbuka terhadap kontaminasi oleh tinja manusia dan
hewan merupakan sumber infeksi.
E. Patogenesis
Giardia lamblia dapat ditemukan pada saluran gastrointestinal berbagai
macam mamalia termasuk manusia. Protozoa ini dapat ditularkan melalui cara
fecal-oral maupun oral-anal. Banyak sumber air seperti danau dan sungai
mengandung kista protozoa ini sebagai akibat dari kontaminasi oleh feses manusia
dan hewan. Transmisi G.lamblia umum terjadi pada orang yang memiliki risiko
tinggi seperti anak-anak yang berada di tempat penitipan anak, wisatawan yg
mengunjungi beberapa area, homoseksual, dan orang yg sering berhubungan
dengan hewan-hewan tertentu.
Gejala giardiasis bervariasi dari yang asimtomatik hingga diare dan malabsorbsi.
G. Pencegahannya
Adapun cara yan dapat kita lakukan untuk meminimalisir atau mencegah menular
atau tersebarnya protozoa parasit Giardia Lamblia ini dengan melakukan berbagai
cara, seperti:
1. Mengkonsumsi air minum yang sudah melalui proses pengolahan atau tanpa
pengolahan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
2. Pada umumnya G. Lamblia resisten terhadap klorin, sehingga penyaringan
sangat diperlukan untuk menghilangkan kontaminasi oleh protozoa patogen ini.
3. Melindungi tempat persediaan air dari hospes reservoir (berang-berang dan
tikus air).
4. Meningkatkan hygiene perorangan,misalnya berperilaku hidup bersih dan
sehat.
5. Penyediaan makanan yang bersih dan baik.
Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene
perorangan, keluarga, dan kelompok., dengan menghindari air minum yang
terkontaminasi . Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis
dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air
minum untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan
kontak yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan
merebus air sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat
diberikan 2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit
sebelum diminum. Bila airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk
membunuh kista G.intestinalis. Memanaskan makanan atau makanan yang matang
dapat mencegah infeksi kista G.intestinalis.
Pada daerah terbuka dimana jarang ditemukan air di permukaan tanah,
memerlukan penyaringan dengan filter yang memiliki nominal 1-pori ukuran
mikrometer. Disarankan untuk menggunakan yodium atau klorin dioksida pada air
yang akan dikonsumsi. Parameter air seperti suhu, kekeruhan, dan kepekatan juga
dapat mempengaruhi efektivitas suatu perawatan terhadap infeksi.
3. Pada pengecatan hapusan malaria dengan menggunakan larutan
Giemsa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ( Jelaskan )
Uji Kualitas Giemsa. Ada dua cara menguji mutu giemsa untuk mengetahui
apakah giemsa stok yang akan digunakan masih baik :
a) Melakukan pewarnaan pada 1-2 Sediaan Darah, kemudian diperiksa
di bawah mikroskop. Kalau hasilnya sesuai dengan kriteria standar
pewarnaan yang baik, berarti giemsa pengencernya masih bagus dan
dapat digunakan. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali
akan melakukan pewarnaan masal.
b) Melakukan test menggunakan kertas Whatman no.2 dan metanol
(metil alkohol), caranya :
Letakkan kertas saring diatas gelas atau petridisk/cawan petri
supaya bagian tengah kertas tidak menyentuh sesuatu.
Teteskan 1-2 tetes giemsa stok pada kertas saring. Tunggu
sampai meresap dan menyebar.
Kemudian teteskan 3-4 tetes metanol absolut di tengah
bulatan giemsa perlahan dengan jarak waktu beberapa detik
sampai garis tengah giemsa menjadi 5-7 cm, maka akan
terbentuk :
- Lingkaran biru (methilen blue) ditengah
- Lingkaran cincin ungu (methilen azur) diluarnya,
serta
- Lingkaran tipis warna merah (eosin) pada bagian tepi.
Giemsa sudah rusak dan tidak boleh dipakai lagi, bila warna
ungu atau merah tidak terbentuk.
d) Ujung object glass kedua yang bergerigi atau terlalu tajam akan
menyebabkan penyebaran Sediaan Darah tipis tidak rata dan
ujungnya tidak berbentuk lidah.
10) Apakah parasit mempunyai inti yang berjumlah antara 2-32, disertai
pigmen ? Ya : Ini adalah stadium skizon
3. Tulis dan jelaskan yang anda ketahui tentang RDT pada pemeriksaan
malaria
RDT adalah Rapid Diagnostic Test. Test ini berdasarkan deteksi antigen
dari parasit malaria yang lisis dalam darah dengan metoda
imunokromatografi. Prinsip uji imunokromatografi adalah cairan akan
bermigrasi pada permukaan membran nitroselulosa. Uji ini berdasarkan
pengikatan antigen di darah perifer oleh antibodi monoklonal yang
dikonjugasikan dengan zat pewarna atau gold particles pada fase mobile.
Antibodi monoklonal kedua/ketiga diaplikasikan pada strip nitroselulosa
sebagai fase immobile. Bila darah penderita mengandung antigen tertentu,
maka kompleks antigen antibodi akan bermigrasipada fase mobile
sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat dengan antibodi monoklonal
pada fase “immobile” sehingga terlihat sebagai garis yang berwarna.
Jenis RDT dapat berupa dipstik ataupun strip. Test ini biasanya
memerlukan waktu sekitar 15 menit (untuk jenis tertentu sampai 30
menit).
Ada 3 jenis antigen yang dipakai sebagai target, yaitu :
• HRP-2 (Histidine Rich Protein-2), adalah antigen yang disekresi ke
sirkulasi darah penderita oleh stadium trofozoit dan gametosit muda
P.falciparum.
• pLDH (pan Lactate Dehydrogenase)
Stadium seksual dan aseksual parasit malaria dari keempat spesies
plasmodium yang menginfeksi manusia menghasilkan enzim pLDH.
Isomer enzim ini dapat membedakan spesies P.falciparum dan P.vivax.
• Pan Aldolase
Adalah enzim yang dihasilkan ke empat spesies Plasmodium yang
menginfeksi manusia.
CARA KERJA
- Cara kerja dilakukan sesuai dengan petunjuk kit RDT.
- Ambil 2-5 μl darah ujung jari dengan tabung mikro kapiler dan teteskan
pada kotak sampel yang terdapat pada dipstik. Tidak dianjurkan
meneteskan darah secara langsung ke kotak sampel. Pada beberapa jenis
kit RDT dapat juga digunakan darah dengan antikoagulan/plasma.
- Teteskan larutan buffer pada tempat yang sudah ditentukan sesuai
dengan petunjuk kit RDT. Buffer berisi komponen hemolisis dan antibodi
spesifik yang sudah dilabel dengan Gold koloid.
- Jika darah berisi Antigen Malaria, maka kompleks antigen antibodi akan
terbentuk dan terlihat sebagai garis sesuai dengan jenis antibodi yang ada
pada strip tsb. Sedangkan garis kontrol akan terlihat, walaupun darah
tersebut tidak mengandung antigen Malaria. Hal ini menunjukkan bahwa
kit/strip tersebut masih memenuhi syarat (berfungsi dengan baik)
- Waktu yang diperlukan untuk membaca hasil RDT berkisar antara 15-30
menit.
- Interpretasi hasil sesuai petunjuk pada kit.
SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS
Sensitifitas 90 % dalam mendeteksi infeksi Plasmodium falciparum jika
jumlahparasit > 100/μℓ darah. Jika jumlah parasit < 100/μℓ darah, maka
sensitivitasnyamenurun.
Sensitivitas Rapid Test terhadap non falciparum (pLDH atau p-
Aldolase)dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan P.falciparum
(HRP-2).
RDT dapat mendeteksi antigen yang diproduksi oleh gametosit (sepert
pLDH)sehingga dapat memberikan hasil positif pada penderita yang hanya
mengandunggametosit.
Gametosit tidak bersifat patogen, dapat berada dalam darah walaupun
penderitatelah mendapat pengobatan, hal ini dapat menyebabkan hasil
positif palsu.
Kelebihan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopik :
Lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan, tidak memerlukan listrik,
tidakmemerlukan pelatihan khusus seperti pada pemeriksaan Mikroskopik.
Variasi dari interpretasinya adalah kecil antara pembaca yang satu
dengan yanglainnya.
Walaupun dapat disimpan pada temperatur kamar (suhu dibawah 300C),
RDTdianjurkan disimpan dalam lemari es pada suhu 40C (usahakan tidak
terkenacahaya matahari langsung).
Rapid Test dapat mendeteksi P.falciparum pada waktu parasit
bersekuestrasipada kapiler darah (hal ini tidak terdeteksi dengan pada
pemeriksaan secaramikroskopik biasa).
Hal yang sama dapat ditemukan juga pada placenta ibuhamil dengan
infeksi P.falciparum.
Kekurangan RDT dibanding Pemeriksaan Mikroskopis
1. Rapid Test yang menggunakan HRP-2 hanya dapat digunakan untuk
mendeteksiP.falciparum.
2. Rapid Test dengan HRP-2 dapat memberikan hasil positif sampai 2
minggu setelah pengobatan, walaupun secara mikroskopik tidak
ditemukan parasit. Halini dapat membuat rancu kita dalam menilai hasil
pengobatan.
3. Harga RDT lebih mahal dari pada pemeriksaan mikroskopik.
4. Rapid Test bukan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif sehingga tidak
dapat digunakan untuk menilai jumlah parasit.
5. Kit yang ada tidak dapat membedakan infeksi antara P.vivax, P.ovale,
P.malariae.selain itu tidak dapat membedakan antara Mixed P.falciparum
dengan infeksi tunggal P.falciparum saja.
Jenis RDT yang beredar pada umumnya ada 2 jenis :
• Single : hanya mendiagnosis infeksi P.falciparum (contoh : Paracheck
Pf)
• Combo / Pan specific : dapat mendiagnosis infeksi P.falciparum dan non
P.falciparum (contoh : Parascreen combo)
4. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk
C.quinquefasciatus, di daerah pedesaan , vektornya berupa nyamuk
Anopeles atau nyamuk Aedes.
Parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
A. Diagnosis dari infeksi ini adalah?
Diagnosis dari infekesi ini adalah Filariasis .
Parasit yang bisa menyebabkan jenis filariasis ini meliputi Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.
B. Macam Diagnosa laboratorium klinik
Proses diagnosis filariasis limfatik dapat dilakukan melalui tes darah
dan tes urine. Kedua tes ini akan mendeteksi keberadaan parasit filaria
dalam tubuh pasien. Tes darah akan dilakukan pada malam hari saat
parasit aktif. USG juga terkadang dibutuhkan untuk mendeteksi
adanya perubahan sistem limfa serta cacing-cacing dewasa dalam
skrotum pengidap pria.
Jika positif terdiagnosis, dokter akan memberikan obat-obatan anti-
filaria untuk menangani filariasis limfatik. Contoh obat yang umumnya
digunakan adalah diethylcarbamazine (DEC). Kondisi kronis juga
terkadang harus disertai dengan langkah penanganan lain yang
meliputi:
Operasi bagi pengidap pria yang mengalami hidrokel, yaitu
penumpukan cairan dalam skrotum.
Melakukan olahraga ringan untuk bagian tubuh yang mengalami
penumpukan cairan untuk memicu pengalirannya.
Membersihkan bagian yang bengkak secara seksama dengan sabun dan
air tiap hari untuk mencegah infeksi.
Mensterilkan luka jika ada.
5. Merupakan protozoa obligat intraselluler, terdapat dalam 3 bentuk
yaitu : takizoit, kista,ookista. Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit
dengan ujung yang runcing dan ujung yang lain agak membulat.
A. Diagnosa dari infeksi ini
Diagnosa dari infeksi ini adalah Toxoplasmosis merupakan penyakit
hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis), vektor mekanisnya
adalah lalat dan kecoa.
Penyebab dari Toxoplasmosis adalah Toxoplasma gondii.
B. Siklus hidupnya
F. Bagaimana pencegahannya
Pencegahan cacingan akibat infeksi cacing kremi : Mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir setelah menggunakan toilet, mengganti
popok, dan sebelum makan. Untuk mencegah adanya infeksi ulang,
penderita harus rajin mandi di pagi hari untuk menghilangkan telur di
kulit Rajin memotong kuku secara teratur Hindari menggigit kuku dan
mengaruk di sekitar anus Pengobatan cacingan akibat infeksi cacing
kremi : Obat yang digunakan untuk membasmi cacing kremi adalah
obat anthelmintics (mebendazole, pirantel pamoat, dan albendazole).
Obat ini harus diberikan dalam 1 dosis pada awalnya kemudian 1 dosis
lagi 2 minggu kemudian, obat ini kurang dapat diandalkan untuk
membunuh telur cacing kremi, oleh karena itu dosis kedua digunakan
untuk mencegah infeksi ulang cacing kremi dewasa yang menetas dari
telur yang tidak dibunuh pada dosis awal.