You are on page 1of 58

Scenario3

LO 1.1. makroskopis
USUS HALUS
A. DUODENUM
 Panjangnya 12 jari ataun 25 cm, melengkung seperti huruf C
 Dibagi menjadi 3 bagian :
- Pars superior duodeni
- Pars descendens duodeni
- Pars inferior duodeni, dapat dibedakan : pars horizontalis & ascendens
 Lengkung antara pars superior dan descendens duodeni disebut flaxura duodeni
superior
 Lengkung antara pars descendens dan inferior duodenia disebut flexurs duodeni
inferior
 Permulaan duodenum yang melebar disebut bulbus duodeni
 Akhir duodenum disebut flexura duodenojejunalis
 Pada duodenum akan bermuara :
- Ductus pancreaticus accessories/minor (Santorini, tidak selalu ada) dan
letaknya lebih ke oral. Bagiannya yang menonjol disebut papilla duodeni minor
- Ductus pancreaticus major (Wirsungi) serta ductus choledochus letaknya lebih
ke anal. Bagiannya yang menonjol disebut papilla duodeni major
- Papilla yang meluas ke cranial sebagai plica longitudinalis duodeni
- Di dalam dinding papilla duodeni major terdapat suatu rongga disebut ampulla
yang dindingnya terdapat suatu otot yaotu m.sphincter Oddi, yang melingkar.
Bila berkontraksi dapat menutup muara bersama dutus tersebut.

www.imaios.com

B. JEJUNUM DAN ILEUM


 Terletak pada region umbilikalis
 2/3 proximal usus halus merupakan jejunum, 3/5 distal merupakan ileum.
 Diameter jejunum cenderung lebih besar daripada ileum
 Mesentrium jejunum cenderung lebih tebal daripada ileum
 Ciri ileum :
- arcade lebih banyak tingkatnya,
- vasa recta lebih banyak,
- plica sirkulares lebih jarang, dan
- ukuran lebih kecil
 Ciri Jejunum :
- Arcade lebih sedikit tingkatannya
- Vasa cecta lebih banyak
- Plica sirkulares lebih padat
- Ukuran lebih besar
 Arteriae : berasal dari cabang A.mesentrica superior, cabang-cabangnya
membentuk anyaman yaitu arcade jejunalis dan ilei
 A.ileocolica menuju bagian bawah ileum
 Vena : senama dengan arterinya
 Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari NX dari plexus mesentericus
superior

www.studyblue.com

USUS BESAR (COLON)


Dapat dibagi menjadi :
 Colon ascenden: sebelah kanan, naik dari caudal ke cranial, dimulai dari caecum (usus
buntu). Pada ujung caecum bermuara bangunan kecil berupa pipa menyerupai cacing
disebut processus (appendix) vermiformis
 Colon transversum: berjalan dari kanan ke kiri. menyilang abdomen di regio
umbilicalis dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Colon transversum
membentuk lengkungan berbentuk huruf “U”. Pada saat colon transversum mencapai
lien akan melengkung ke bawah membentuk flexura coli sinistra untuk menjadi colon
descendens.
 Colon descenden: berjalan dari cranial ke caudal, taenia libera terletak di ventra, taenia
omentalis di lateral, dan taenia mesocolica di medial. Terbentang dari flexura coli
sinistra sampai apertura pelvis superior. Colon descendens menempati kuadran kiri atas
dan bawah. Colon descendens diperdarahi oleh arteri dan vena mesenterica inferior dan
dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervi splanchnici pelvici melalui
plexus mesenterica inferior.
 Colon sigmoideum: berbentuk seperti huruf S. Mulai dari apertura pelvis superior dan
merupaka lanjutan colon descendens. Colon ini tergantung ke bawah ke dalam cavitas
pelvis dalam bentuk sebuah lengkung. Colon sigmoideum beralih ke rectum di depan
os sacrum. Diperdarahi oleh cabang dari arteri mesenterica inferior dan disarafi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis dari plexus hypogastricus inferior.
 pada kolon terdapat taenia :
- taenia mesocolica : perlekatan alat penggantung dibelakang
- taenia omentalis : perlekatan omentum majus di depan
- taenia libera : dinding kaudal tidak ada alat yang melekat
 taenia ini, berkas stratum longitudinal karen alebih pendek dari stratum circulare,
mengakibatkan stratum circulare berlipat-lipat. Lipatan keluar disebut haustra dan
lipatan ke dalam disebut plica semilunaris
 lekuk diantara haustra disebut incisura.
 Pada colon ascendens, taenia libera terletak ventral , taenia omentalis terletak lateral
dan taenia mesocolica terletak medial
 Colon descendens berjalan dari cranial ke caudal. Taenia libera terletak di ventral,
taenia omentalis di lateral dan taenia mesocolica di medial

CAECUM
- Pada region ileaca dextra
- Dibagian bawah terdapat juncture ileocolica tempat bermuaranya ileum
- Panjang sekitar 6 meter
- Dilengkapi valvula ileocolica yang terdiri dari labium superius dan inferius. Kedua
labium dibentuk oleh lipatan stratum circular eke ventral dan dorsal bersatu
membentuk frenulum.
- Disebelah oral lipatan, stratum circulare menebal dan membentuk suatu sfingter
yang mengatur masuknya isi usus ke dalam colon
- Terdapat appendix vermiformis, yaitu :
o Bentuk seperti cacing dengan panjang 8-13cm
o Ada beberapa tipe :
 Post caecalis : dibelakang caecum
 Descending atau pelvic type : dibewah ileum terminalis
 Subcaecalis : dibawah caecum
 Ante ilei : di depan ileum terminalis
 Post ilei : di belakang ileum terminalis
o Terletak di region iliaca dextra
o Mempunyai penutup peritoneum yang lengkap pada bagian bawah
mensenterium usus halus, disebut dengan mesoappendix
o Pada orang hidup dapat ditemukan 2 tipe :
 Mobile type : bisa berubah-ubah dapat ditemukan semua tipe
 Fixed type : tetap dapat ditemukan bila ujung appendix pada peritoneum
dan type retrocaecal
o Cara pemeriksaan appendix vermiformis, yaitu dengan cara menarik garis
antara umbilicus dengan SIAS dextra kemudian dibagi tiga. Titik sepertiga
lateral adalah letak appendix disebut dengan titik Mc.Burney.
www.aboutcancer.com

RECTUM
Menempati bagian posterior cavitas pelvis superior dan merupakan lanjutan colon sigmoideum
dan berjalan ke bawah turun di depan os sacrum, meninggalkan pelvis dengan menembus
diaphragma pelvis. Melanjutkan diri sebagai canalis analis di dalam perineum.
id.medicine.ucsf.edu

PERDARAHAN
ARTERI
Aorta abdominalis bercabang menjadi :
1. A.coeliaca
a. A. gastric sinistra
b. A.lienalis
c. A. hepatica communis
- A. hepatica propria
- A. gastric dextra
- A. gastroduodenalis :
 A. gastroduodenalis dextra
 A. pancreaticoduodenalis superior (memperdarahi duodenum superior dan
caput pancreas bagian atas)
2. A. mesenterica superior
a. A. colica media (ke cranial di sebelah ventral pancreas masuk ke dalam mesocolon
transversum 2/3 proximal menuju ke colon transversum dan memperdarahinya
b. A. pancreaticoduodenalis inferior (memperdarahi pancreas dan duodenum)
c. A. colica dextra (member cabang-cabang ke colon ascendens)
d. Aa. Jejenalis (masuk ked alma mesenterium member cabang-cabang ke jejunum,
jumlah 12-15, setiap arteri akan membelah menjadi dua dan bersatu dengan arteri
yang berdekatan membentuk arcade, kemudia bercabang lagi dan bersatu
membentuk arcade 2,3,4)
e. A. ileocolica (pergi ke kanan caudal member cabang ke colon ascendens dan ileum)
- Ramus superior (beranastomosis dengan A.colica dextra)
- Ramus inferior :
 A. caecalis anterior
 A. caecalis posterior, bercabang lagi menjadi A. appendicularis
3. A. renalis
4. A. mesenterica inferior
a. A. colica sinistra (pergi ke kiri dan member cabang-cabang ke ramus ascendens :
1/3 distal colon transversum, flexura coli sinistra, ramus descendens memperdarahi
bagian atas colon descendens)
b. A. sigmoidea (member cabang-cabang ke colon descendens bagian bawah dan
colon sigmoideum)
c. A. hemorrhoidalis superior (rectalis superior) (memberi cabang-cabang ke dorsal
rectum dan anus)
Cabang-cabang a. colica media, a. colica dextra, aa. Jejenalis, aa.ileae, a. colica sinistra
dan a. sigmoidea berhubungan satu sama lain menjadi A.marginalis (Drummon),
sehingga terjadi lengkung-lengkung disebut arcades

VENA
1) V. mesenterica inferior
2) V. mesenterica superior : menerima darah balik dari :
- V. ileocolica
- Vv. Jejenalis
- Vv. Pancreaticoduodenalis (bersatu dulu dengan v. gastroepiploica dextra  ke v.
mesenterica superior)
- V. gastroepiploica dextra
- Vv. Ileae
- V. colica dextra
- V. colica media
3) V. lienalis (bersatu dengan v. mesenterica superior menjadi V.portae)

PERSARAFAN
Oleh saraf otonom, yaitu :
a. Simpatis
 Dikenal sepasang n.Splachnicus major dan minor dextra dan sinistra. Melewati crus
media dan intermedia pars lumbalis diafragmatica yang berpangkal di truncus
coeliacus
 Serabut postganglionnya mengikuti a.mesenterica superior serta cabang-cabangnya
dan dari chorda posterior membentuk plexus mesentericus superior
 Plexus mesentericus inferior di bentuk oleh neurit-neurit sel-sel yang ada di dalam
ganglion mesentericum inferius serta serabut-serabut rr.Visceralis plexus pudenda
 Sifat simpatis efferent yang membawa impuls yang menyebabkan penghambatan
sekresi kelenjar, vasokonstriksi pembuluh darah, relaksasi pada otot-otot dinding
vesica felea, ventriculus dan usus.
b. Parasimpatis
 N. vagus (X) sinistra
 N.Vagus (X) dextra
- Menembus diafragma di belakang esophagus (chorda posterior)
- Menuju langsung ke pangkal truncus coeliacus dan plexus coeliacus untuk
menginervasi : intestinum tenue dan crassum, gaster, 2/3 colon transversum,
lien, pancreas, hepar
- 1/3 lateral colon transversum, colon desendens, colon sigmoid diinervasi
oleh sacral 2,3,4 (pusat parasimpatis)

LI 1.2. mikroskopis

Usus halus
- Sepanjang 6 – 8 M, dari sphincter pyloricum sampai ke ileo-coecal valve usus besar
- Kontak lama dengan makanan, terjadi proses pencernaan dan resorbsi
- Dinding terdiri dari 4 lapisan, sesuai pola saluran cerna
- Usus halus halus relatif panjang rata-rata 5 m
- Terdiri dari 3 segmen :
1. Duodenum
2. Jejunum
3. Ileum
- Usus halus berfungsi:
a. Mengangkut bahan makanan (chyme) dari lambung ke usus besar
b. Menyelesaikan pencernaan dengan sekret enzim yang berasal dari dinding dan
kelenjar pelengkapnya
c. Menyerap hasil akhir pencernaan ke dalam pembuluh darah dan limf pada
dindingnya
d. Mensekresi hormon-hormon tertentu.

Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan :


- Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenuma,
hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil,
tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus. Digantung
oleh mesenterium (mesotel), kecuali pada bagian retroperitoneal duodenum yang
ditutupi adventisia. Diantara keduanya sering terdapat ganglion parasympatik, plexus
myentericus Auerbach, motor inervasi perisraltik

- Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis
usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal.
Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan
saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.

- Tunica Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak
diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak
di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan
pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
 Kelenjar submukosa duodenum (Brunner) terdiri atas sel kubis tinggi dengan
inti gelap, gepeng, terletak di basal sel dan sitoplasmanya jernih bervakuola.
 Kelenjar Brunner menghasilkan mukus basa
 Sekret asam lambung dapat menyebabkan erosi pada mukosa duodenum, dan
sekresi kelenjar submukosa mencegah hal tersebut dengan mukusnya.
 Sifat alkalinya diduga disebabkan oleh kapasitas bufer bikarbonat.
 Sel kelenjar Brunner mengandung urogastrone, suatu peptida yang
menghambat sekresi asam hidroklorida di dalam lambung.

1. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun
dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-
masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi.

Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan
membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan
valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10
mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4
atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat
dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak
sebagai brush border pada mikroskop cahaya.

Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan
tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal
usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli.
Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot
longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan
usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak
dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada
lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada
usus halus

DUODENUM
• Usus 12 jari, panjang 25 cm
• Epitel berlapis sel silindris
dengan mikrovili
membentuk striated borders
• Kel Brunner nyata, didalam
sub mukosa
• Di lamina propria
mengandung kelenjar
intestinal
• Lamina propria juga
mengandung serat serat
jaringan ikat halus dengan
sel retikulum , jaringan
limfoid difus dan atau limfonoduli
• Banyak tonjolan mirip jari yang disebut vili
atlas di fiore histologi
• Serosa tak sempurna, sebagian diganti adventisia
• Tempat bermuara duktus empedu dan pankreas

JEJENUM-ILEUM
 Tidak ada kelenjar duodenal ( brunner ) yang hanya terbatas pada bagian atas
duodenum
 Dibagian akhir ileum terdapat kumpulan plaque peyeri dengan interval tertentu
 Didalam lumen terdapat vilus
 Epitel berlapis silindris dengan mikrovili dan sel goblet
 Tampak sebuah limfonodulus meluas dari lamina propria mukosa ke dalam submukosa
, menerobos mukosa muskularis disekitarnya
 Villi jari paling besar
 Central lacteal berkembang sempurna, absorbsi maksimal
 Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat
diantara lapisan otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis eksterna
 Di ileum terdapat sel khusus yang berfungsi untuk transport antigen dari lumen usus ke
lapisan bawah folikel limfoid, disebut Epitel asosiasi folikel (FAE)

- Bangunan – bangunan khusus pada mukosa


 Plika sirkularis kerckringi
 Merupakan lipatan permanen yang berjalan spiral atau melingkar terdiri
atas seluruh tebal mukosa dengan submukosa di bagian tengahnya.
 Tiap lipatan dapat melingkari 2/3 atau lebih lumen usus, tetapi jarang
melingkari seluruh lumen usus.
 Berkembang secara maksimal pada akhir duodenum dan pada bagian
proksimal jejunum, setelah itu berkurang dan menghilang pada setengah
bagian distal ileum.

 Vilus dan Kriptus Lieberkuhn


 Vilus, merupakan tonjolankecil mirip jari atau daun pada membran mukosa
 Panjangnya 0,5 – 1,5 mm da hanya terdapat pada usus kecil
 Kontraksi sel-sel otot polos di tengah vili menyebabkan vili dapat
mengkerut dan memendek, jadi membantu aliran limf.
 Pada umumnya vili memendek bila usus mengembang.
 Kriptus Lieberkuhn, bangunan-bangunan berbentuk tabung bermuara di
antara dasar vili.
 Susunan kriptus tidak serapat kelenjar-kelenjar lambung, ruang-ruang di
antaranya terisi oleh jaringan ikat lamina propria.
 Mikrovili
 Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan
luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus yang memberi gambaran
“kabur”.
 Selubung filamen ini mengisi ruang –ruang antar mikrovili dan ujung-
ujungnya , membentuk suatu lapisan permukaan yang tidak terputus-putus,
mengandung glikoprotein, dan tahan terhadap bahan proteolitik dan
mukolitik.

- Epitel mukosa
usus merupakan epitel silindris, tetapi berbeda dengan epitel permukaan lambung, oleh
karena terdapat lebih dari satu jenis sel.
 Sel silindris ( sel absorptif)
o Terletak di atas lamina basal
o Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel
o Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (“striated border”) atau
berbentuk sikat (“brush border”) yang terdiri atas mikrovili berjajar dan
berhimpitan.
o Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan mengandung
enzim-enzi, pencernaan seperti disakarida dan dipeptidase yang
memecah gula dan peptida
o Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan enterokinase
yang terdapat pada lapisan permukaan.
 Sel goblet
o Tersebar di antara sel-sel silindris
o Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum.
o Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti.
o Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butir-
butir sekret mukus.
o Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus
o Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk selnya
makin menyerupai piala, dan dilepaskan diujung vilus.

 Sel enteroendokrin
o Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan sekresi
lambung, motilitas intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi kandung
empedu.
o Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet:
 Sel gastrinintestinal pada vili dan kriptus
 Sel penghasil somastatin (sel D)  sepanjang usus halus
 Sel penghasil cholecystokinine (sel I)  crypti duodenum dan
jejunum
 Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L)  pada mucosa
jejunum dan ileum
 Sel enterochromaffin sel EC1)  sepanjang mukosa usus halus
, penghasil serotonin dan substan P
 Sel K paling sering terlihat pada crypti duodenum dan
jejunum, mengahsilkan gastric inhibitory peptide

 Sel paneth
o Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus
o Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit
o Sel paneth menghasilkan lisozim suatu enzim yang mencerna dinding
sel bakteri tertentu , dan agaknya berkemampuan memfagositosis
bakteri tertentu.
o Walaupun fungsinya belum diketahui dengan pasti, ia mungkin
mengatur flora mikrobial usus.
o Sel paneth dewasa mengandung banyak granula dan terletak di dasar
kriptus
o Sel yang kurang dewasa terletak agak tinggi pada kriptus
o Pergantian sel paneth lebih lambat (30-40 hari) dibanding dengan sel
silindris atau sel goblet

- Lamina propria
 terdapat diantara kelenjar intestinal dan di tengah vilus.
 Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid.
 Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar,
lonjong, dan pucat, limfosit, makrofag dan sel plasma.
 Terdapat pula sejumlah besar folikel solietr atau noduli limfatisi yang
menyendiri, jumlahnya semakin banyak pada bagian distal usus.
 Membentuk agregrat besar terdiri dari 20 atau lebih lympho nodulus disebut
plaque payeri.
 Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel
limfosit dan makrofag sebagai sawar antara tubuh dan antigen,
mikroorganisme dan bahan asing lainnya yang selalu ada di dalam lumen
usus.

USUS BESAR (KOLON DAN MESENTRIUM)


 Kolon memiliki lapisan epitel,jaringan ikat, dan otot polos pada dindingnya seoerti
pada usus halus
 Di mukosa terdiri atas sel epitel selapis silindris, kelenjar intestinal , lamina propria dan
muskularis mukosa.
 Di submukosa dibawahnya mengandung sel dan jaringan ikat berbagai pembuluh darah
dan saraf
 Tampak kedua lapisan otot polos di muskularis eksterna.
 Serosa (peritoneum viseral dan mesentrium menutupi daerah kolon transversum dan
kolon sigmoid.
 Kolon tidak memiliki plika sirkularis dan vili, akibatnya permukaan lumen tampak
licin.
 Didalam lamina propria dan submukosa dinding kolon dapat dijumpai limfonduli
berbagai ukuran.
 Lapisan sirkular dalam utuh , sedangkan lapisan longitudinal luar terbagi dalam tiga
untaian besar memanjang yang disebut taenia koli
 Sel ganglion parasimpatis pleksus saraf mientericus (auerbach) terdapat diantara kedua
lapisan otot muskularis eksterna
 Kolon transversum dan kolon sigmoid melekat ke tubuh oleh mesentrium
 Serosa merupakan bagian terluar , menutupi kolon transversum dan kolon sigmoid ,
tetapi kolon ascendens dan descendens letaknya retroperitoneal dan lapisal luar
permukaan posteriornya adalah tunika adventitia

blogkputih.wordpress.com
APPENDIKS
 Epitel berlapis dengan banyak sel goblet
 Lamina propria dibawahnya mengandung kelenjar intestinal (kripti lieberkuhn) dan
mukosa muskularis
 Kelenjar intestinal pada appendiks kurang berkembang , lebih pendek dan berjauhan
letaknya
 Jaringan limfoid difus didalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat sampai
ke submukosa
 Submukosa sangat vaskuler dan banyak pembuluh darah
 Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat
diantara lapisan otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis eksterna
 Lapisan terluar adalah serosa

Atlas di Fiore histologi hal 207


REKTUM
 Epitel permukaan lumen dilapisi sel sel silindris dengan sel goblet
 Kelenjar intestinal , sel lemak dan sebaran limfonoduli didalam lamina propria serupa
dengan yang ada di kolon, namun kelenjar yang ada lebih panjang dan rapat dan
terutama terdiri atas sel goblet
 Dibawah lamina propria terdapat mukosa muskularis otot polos
 Sel sel ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terlihat didalam jaringan ikat
diantara lapisan otot polos sirkular (dalam) dan longitudinal (luar) muskularis eksterna
 Tunika adventitia menutupi bagian rektum dan serosa menutupi sisanya. Banyak
pembuluh darah terlihat di submukosa dan adventitia

ANAL CANAL
 Mukosa berganti dengan kulit.
 Tunika mukosa membentuk 5-10 lipatan longitudinal (columna analis Morgagni)
 Columna Morgagni terbentuk dari lipatan mukosa, sub mukosa dan beberapa serat otot
polos
 Ujung distal columna analis dihubungkan oleh lipatan mukosa berbentuk bulan sabit
kecil, valvula analis.
 Valvula analis membentuk sejumlah resesus kecil disebut sinus analis atau Kriptus
Morgagni.
 Valvula dan sinus analis membentuk garis bergelombang linea pectinata
 Lapisan otot sirkular muskularis eksterna bertambah tebal di bagian atas liang anus dan
membentuk sfingter ani interna.
 Dibagian bawah liang anus sfingter ani diganti oleh otot rangka yaitu sfingter ani
eksterna.
 Diluar sfingter ini terdapat muskulus levator ani. Lapisan longitudinal muskularis
eksterna menipis dan hilang di jaringan ikat sfingter ani eksterna.

LI.2. MM Faal saluran pencernaan bawah

Usus halus mempunyai 2 fungsi utama pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi
dan air. Semua akitivitas lainnya mengatur atau mempermudah berlangsungnya proses ini.
Proses pencernaan ini dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan
pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh
kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-
zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dan hati
membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan permukaan yang lebih luas bagi kerja
lipase pankreas.
Kerja empedu terjadi sebagai akibat dari sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat
melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat asam empedu
dan molekul-molekul. Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan asam empedu karena
merupakan molekul polar, membentuk permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah
ke dalam dan ujung hidrofilik menghadap keluar menuju medium cair. Bagian sentral misel
juga melarutkan vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol. Jadi asam-asam lemak bebas,
gliserida dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam larutan sampai
mereka dapat di absorbsi oleh permukaan sel epitel.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enteriukus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi. Enzim-enzim utama pencernaan adalah
kelenjar ludah menghasilkan amylase (ptyalin) ludah; kelenjar ludah menghasilkan pepsin dan
lipase lambung; mukosa duodenum menghasilkan enterokinase; kelenjar eksokrin pankreas
menghasilkan tripsin, kemotripsin, karbosipeptidase, nuclase, lipase pankreas; amilase
pankreas; hati menghasilkan asam empedu (bukan enzim), kelenjar usus menghasilkan
aminopeptidase, dipeptidase, maltase, lactase, sukrosa, lipase usus, nucleotidase.

Dua hormon penting dalam pengaturan usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum menyebabkan kontraksi kantong empedu yang diperantarai oleh kerja
kolesistokinin. Hasil-hasil pencemaan tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum, merangsang sekresi getah pankreas yang kaya akan enzim; hal ini diperantarai oleh
kerja pankreozimin.
Parikreozimin dan kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang sama, yang
mempunyai efek berbeda, hurmon ini dinamakan CCK (beberapa buku teks menyebut hormon
ini CCK-PZ). Hormon ini dihasilkan oleh mukosa duodenum. Asam yang bersentuhan dengan
mukosa usus menyebabkan dikeluarkan hormon lain, sekretin dan jumlah yang keluarkan
sebanding dengan asam yang mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah
yang mengandung bikarbonat dari pankreas, dan empedu dari hati. Sekretin memperbesar kerja
CCK. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakkan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinue isi lambung.

Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pengamatan karbohidrat, lemak dan


protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dindirig usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel- sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif
dan pasif yang sebagian besar kurang dimengerti.
Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan abscrbsi kalsium
memerlukan vitamin D, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) diabsorbsi dalam
duodenum dan memerlukan garam-garam empedu. Asam folat dan vitamin-vitamin lain yang
larut dalam air juga diabsorbsi di duodenum. Absorbsi gula, asam-asam amino dan lemak
sebagian besar diselesaikan menjelang kimus mencapai jejunum. Absorbsivitamin B12
berlangsung pda ileum terminal melalui mekanisme transport khusus yang memerlukan faktor
intrinsik lambung. Sebagian besar asam-asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung empedu
ke dalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan diabsorbsi pada ileum terminal
dan masuk kembali ke hati. Siklus ini dinamakan sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu
dan sangat penting dalam mempertahankan cadangan empedu.
Dengan demikian asam-asam atau garam-garam empedu mampu bekerja mencenakan
leniak berkali-kali sebelum dikeluarkan dalam feses.
Penyakit atau reseksi ileum terminal dapat menyebabkan deifisiensi garam-garam empedu dan
mengganggu pencernaan lemak. Masuknya garam- garam empedu dalam jumlah besar ke
dalam kolon menyebabkan iritasi kolon dan diare.

Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah
nampir lengkap pada kolon. bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang
menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Bila jumlah ini
dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dan ileum, maka akan terjadi
diare.
Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air.
Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel yang
mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi.

Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri
dan bukan karena kerja enzim. Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak
mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.
Bakteri usus besar munsintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri
dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih sederhana seperti peptida,
indol, skatol, fenol dan asam lemak.

Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu pembentukan
flatus di kolon. Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya
diabsorpsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah manjadi senyawa yzng
kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih. Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat
juga melepaskan CO2 , H2 dan CH4 yang merupakan komponen flatus. Dalam sehari secara
normal dihasilkan sekitar 1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia
(menelan udara secara berlebihan) dan pada peningkatan gas di dalam lumenusus, yang
biasanya berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan. Makanan yang mudah membentuk
gas seperti kacang-kacangan mengandung banyakkarbohidrat yang tidak dapat dicerna.

Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yarg
khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari
waktu ke waktu otot sirkular akan berkontrasi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak
progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga
memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif;
(1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menyumbat beberapa haustra, dan
(2) penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengbatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian
ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan,
khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu.

Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang
refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh stingier ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol volunter.
Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis.
Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan
bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu.
rektum yang mengalami distensi -berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter intema dan ekstema
berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat
dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-
otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus- menerus dari otol-otot abdomen
(menuver ata'i peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot
sfingtcr ekstema dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan
untuk berdefekasi menghilang. Kelainan dari proses defekasi adalah konstipasi dan diare.
Konstipasi terjadi karena kegagalan pengosongan rektum saal terjadi peristaltik massa.

Intestinum tenue

 Pada usus halus terdapat metode motiitas utama yaitu mencampur dan mendorong perlahan
kimus dari lambung yang disebut Segmentasi dan metode penyapu bersih yang disebut
Kompeks Motilitas Migratif

1. Proses Segmentasi
Kimus mulai memasuki intestinehormon gastrin (refleks gastroileum) & aktifitas saraf
ekstrinsik (parasimpatis) menghasilkan irama listrik dasar (BER)  Kontraksi
berbentuk cincin di sepanjang usus halus segmen yang berkontraksi melemas dalam jeda
singkat  daerah yang sebelumnya melemas sekarang berkontraksi  memicu kontraksi
dua arah kedepan dan belakang (propulsif) terjadi proses pencampuran (kimus + getah
pencernaan) dan memajankan kimus ke permukaan absorbtif usus

 Kontraksi Segmentasi makin ke distal semakin menurun hal ini disebabkan untuk
mencegah kembalinnya sejumlah besar kimus ke belakang . Contoh : duodenum
kontraksi segmentasinya 12xmenit sedangkan di ileum terminal 9x/menit.

2. Proses Kompleks Motilitas Migratif


 Terjadi diantara waktu makan yang merupakan geombang-gelombang peristaltik
repetitif lambat yang berjalan ke arah distal usus.
 Berfungsi untuk menyapu sisa makanan+debris mukosa +bakteri ke arah kolon
 Memerlukan waktu 100-150 menit

 Isi usus membutuhkan waktu 3-5 jam untuk melintasi seluruh panjang usus halus
 Metode propulsi pada usus halus yang lama meningkatkan penyerapan dan pencernaan

Intestinum Crassum
 Dalam normal colon menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus per hari
 Gerakan usus besar berlangsung lambat dan tidak propulsif
 Kontraksi Haustra : metode motilitas utama di colon
o Prinsipnya sama dengan proses segmentasi usus halus tetapi jauh lebih jarang dan
bersifat nonpropulsif
o Refleks gastroileum  Kimus dari usus halus (mengandung residu yang tidak
dicerna eg: selulosa,sisa cairan)  kolon mengekstraksi H2O dan garam di isi
lumen  Refleks gastrokolon (gastrin lambung + saraf otonom ekstrinsik)
kontraksi haustra (mengaduk kolon dengan gerakan maju mundur)  feses
terdorong sampai 1/3 – 3/4 panjang kolon

 Refleks defekasi
feses di rektum peregangan rektum  reseptor regang  refleks defekasi 
sfingter ani internus melemas (involunter)  colon dan sigmoid berkontraksi
rasa ingin buang air sfingter ani eksternus melemas (volunter)  disertai
dengan gerakan mengejan (kontraksi otot abdomen + ekspirasi paksa 
peningkatan tekanan intra abdomen  feses keluar
o Karena gerakannya lambat memungkinkan bakteri menumpuk dan tumbuh di colon

LI.3. MM Obstruksi ileus

3.1. Definisi
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial
atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis
dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
1. Intraluminal (e.g., foreign bodies, gallstones, or meconium)

2. Intramural(e.g.,tumors,Crohn’sdisease–associatedinflammatory strictures)


3. Extrinsic (e.g., adhesions, hernias, or carcinomatos

3.2. Etiologi

1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum, atau pasca operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal
maupun multiple dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang
berbentuk pita. Pada operasi perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah berulang 3x, resiko
kambuhnya menjadi 50%. Pada kasus seperti ini diadakan pendekatan konservatif karena
walaupun pembedahan akan memperbaiki pasase, obtruksi kemungkinan beasar akan
kambuh lagi dalam waktu singkat.

2. Hernia inkarserata
Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat di kelola secara konseratif dengan
posisi tidur Trendelenburg. Jika tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan
herniotomi segera. Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat
tekanan intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui
defek itu. Misalnya : sebagian lambung dapat terdesak keluar ke rongga perut melalui suatu
defek pada diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia yang tidak tampak dari luar
disebut “internal hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang tampak dari
luar seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral.
Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan disebut
reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada keadaan ini terjadi
bendungan pembuluh-pembuluh darah yang disebut dengan strangulasi. Akibat gangguan
sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang disebut infark. Hernia yang
menunjukkan strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda incarcerata akan menimbulkan
gejala-gejala ileus.

3. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup diusus halus bagian yeyenum, jumlahnya biasanya
mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat terjadi di berbagai tempat diusus
halus, tetapi biasanya diileum terminal yang lumennya paling sempit. Cacing
menyebabkan terjadinya kontraksi local dinding usus yang disertai dengan reaksi radang
setempat yang tampak dipermukaan peritoneum.
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene
kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Lumen usus halus anak lebih sempit
disbanding usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi
umumnya disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan
ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Anak dapat menderita serangan kolik tanpa henti jika obstruksinya total. Terjadi
muntah sewaktu kolik, dan kadang keluar cacing dari mulut atau anus. Perut kembung, dan
peristaltis terlihat sewaktu kolik. Umumnya mengalami demam.
Pada pemeriksaan perut dapat diraba masa tumor yang berupa gumpalan cacing, masa
tidak berbatas jelas dan mungkin dapat digerakkan. Kadang, masa teraba seperti kantong
nelayang yang penuh cacing. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut apa bila ditekan.

Parsial Lengkap
Penyebab Masa terdiri atas gumpalan Masa terdiri atas cacing yang mati
cacing yang dikompresi oleh dan makanan, tidak dapat dilalui
spasme usus, masih dapat oleh gas dan cairan
dilalui oleh gas dan cairan
Keadaan umum Baik Sakit berat
Nyeri Kolik hilang timbul “kolik Kolik terus menerus
cacing”
Muntah Pada permulaan Terus menerus
Pemeriksaan perut Masa diperut berubah tempat, Gembung, peristaltic terlihat,
bentuk dan gerakan seperti massa sukar diraba, mungkin nyeri
cacing, nyeri sedikit setempat jelas

Foto RO Cacing mungkin kelihatan Gambaran obstruksi dengan batas


sedikit gambaran obstruksi cairan banyak, cacing jarang
dengan batas cairan terlihat

4. Invaginasi (intusepsi)
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang
muda dan dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik. Kebanyakan ditemukan
pada usia 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki-laki. Serangan rhinitis atau infeksi
saluran nafas sering kali mendahului terjadinya invaginasi. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk dan naik kekolon asendens serta mungkin sampai keluar
dari rectum. Invaginasi dapat menyebabkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dari peritonitis. Anamnesis memberikan gambaran yang cukup
mencurigakan bila bayi yang sehat dan eutrofis sekonyong-konyong mendapat serangan
nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan, sedangkan di antara serangan
biasanya anak tidur tenang karena sudah capai sekali.
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik, biasanya keluar
lender campur darah per anum yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung,
atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan, dan
pada pemeriksaan perut dapat teraba masa yg biasanya memanjang dengan batas jelas
seperti sosis.
Telescoping- Pressure on walls of trapped bowel lead to squeeze shut blood vessels- ischemia-
infarction
Can also tear in intestinal and releasing bacteriainto the body cavity, which can cause sepsis.
Prevent Food and fluid frompassing thru-get stuck – create a large mass/obstruction bowel–
intestine can be twisted- volvulus. Ultrasound , x ray ct scan help to diagnose, bull’s eye
telescope intestine on end. Barium or air enema can help, if not surgery might be necessary

Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur, ujung
invaginatum teraba seperti porsio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamai
“pseudoporsio” atau porsio semu. Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari
rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rektum, pada invaginasi
didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding anus.
Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral (proksimal) usus menerobos
masuk ke dalam rongga bagian anal (distal) seperti suatu teleskop. Ada beberapa jenis
bergantung pada lokasinya :
 enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
 entero-colics : ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini paling sering
ditemukan
 colica : usus besar masuk ke dalam usus besar
 prolapsus ani : rektum keluar melalui anus
Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya
intussusceptum. Mesentrium yang mengandung pembuluh darah intussusceptium akan ikut
tertarik dan pembuluh darah akan terjepit hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab
terjadinya pada anak-anak adalah ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya
jaringan limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan
antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum. Pada orang dewasa disebabkan karena
adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip) dan oleh gerakan peristaltik
didorong ke bagian distal dan dalam gerakan ini dinding usus ikut tertarik.

5. Volvulus
Kebanyakan volvulus dibagian ileum, didarahi arteri ileosekalis dan mudah mengalai
strangulasi. Gambaran klinis merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa
gejals dan tanda stangulasi.
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi dan
merupakan pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus melilit/memutar
sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat disebabkan oleh mesentrium yang terlalu panjang,
yang merupakan kelainan kongenital pada usus halus, pada obstisipasi yang menahun,
terutama pada sigmoid, pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia menunjukkan
tanda-tanda torsi; pada tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium. Akibat
volvulus terjadi gejala-gejala strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala
ileus.

Sigmoid volvulus – most common, by pregnacy, in middle age for constipation where a big
stool can act like a pivot point where it can actually twist the colon, abdominal adhesion
where scar tissue creats physical attachment between two parts of the abdomen
Cecal volvulus- in young adults, didn’t develop their abdominal mesentary normally, the
colon can flap around freelyand any large object like baby or stools in constipation may
lead to twisting of the colon
Midgut volvulus- in babies- in 9 weeks the intestine puuls back out of the umbilical chord
and return to the abdominal cavity and makes 2 turns that’s no longer a straight tube.
Malrotation like caecum and appendix in the top right side.

It can pnches th elumen shut which leads to bowel obstruction. Sometimes the mesentery
can be so twisted that the blood flow is cut off – infarction – can lead to bloating,
constipation, severe pain, bloody stool
Intestinal wall can break down- releasing bacteria to the body- sepsis, cardiovacuar to
collapse. In x ray, it shows like bent inner tube or a coffee bean. With barium enema can
be use to show birds beak shape, can use sigmoidoscopy and colonoscopy. Surgery in 2
days after treatment or immediately when bowel is severly cut off, blood supply is cut off.
Bowel resection, removing part of the bowel in severe cases from ischemia
6. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital dapat berbetuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan sebagian
saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Kelainan-
kelainan ini disebabkan oleh tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan dalam
perkembangan embrional dan keadaan ini dapat terjadi pada usus dimana saja.
Stenosis juga dapat terjadi akibat penekanan, misalnya oleh pankreas anulare atau oleh
atresia jenis membran dengan lubang ditengahnya.
Atresia ialah buntu sama sekali dengan tanda-tanda obstruksi total sedangkan stenosis
hanya merupakan penyempitan dengan gejala-gejala obstruksi yang tidak total. Atresia
adalah gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang
dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu.
Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada
sebahagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi usus
masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus.
Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus diduodenum bagian kedua. Gejala
dan tanda seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi usus. Bayi yang mengalami
gangguan pasase lambung akibat kelainan bawaan memiliki perut buncit, tetapi buncit ini
tidak tegang, kecuali bila ada perforasi.

7. Radang kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena
udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik.

8. Tumor
Proses keganasan terutama karsinoma ovarium, dan kolon dapat menyebabkan
obstruksi usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis diperitoneum
atau di mesenterium yang menekan usus.

9. Tumpukan sisa makanan


Ditemukan pada orang yang pernah mengalami gasterektomi, biasanya terjadi pada
daerah anastomosis. Dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan yang
mengandung banyak serat sehingga terjadi obstruksi ileum terminal.

10. Kompresi duodenum oleh arteri


Arteri mesenterika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum atau pars
horizontalis. Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteria tersebut dengan aorta.

11. Pankreas Annulare


Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum bagian duodenum
bagian kedua. Gejala dan tanda sama seperti pada atresia atau malrotasi usus. Pankreas
anulare merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan. Penyakit ini disebabkan
oleh kelainan pada perkembangan bakal pankreas sehingga tonjolan dorsal dan ventral
melingkari duodenum bagian kedua akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral.
Keadaan ini menyebabkan obstruksi duodenum dan kadang disertai atresia juga. Penyakit
ini pada awalnya sering tidak ditemukan gejala dan baru ditemukan pada saat dewasa.

12. Batu empedu yang masuk ke ileus


Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke
duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi
3.3. Klasifikasi
Ileus obstruksi di klasifikasikan menjadi:

1. ILEUS MEKANIK
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
a. Berdasarkan Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi: Bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ke ileum terminal)
adanya muntah yang lebih awal dan profuse
 Letak Rendah: Bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus) adanya
nyeri muntah datang lebih lambat, pada foto rontgen tampak multiple air fluid level
di sentral. Obstruksi usus besar distensi lebih dahulu, nyeri lebih ringan, muntah
dan dehidrasi datang lebih terlambat, pada rontgen tampak dilatasi kolon.
b. Berdasarkan sifat sumbatan
 Partial obstruction: Terjadi sumbatan sebagian lumen.
Simple obstruction: terjadi sumbatan total yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh
tumor atau askaris.
 Strangulated obstruction: Terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan
gangren. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia,
invaginasi, adhesi, dan volvulus.
c. Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset):
 Akut: dalam hitungan jam
 Kronik: dalam hitungan minggu
 Kronik dengan serangan akut

2. ILEUS NEUROGENIK
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson.
a. Adinamik/Ileus Paralitik: Ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit,
peritonitis umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.
b. Dinamik/Ileus Spastika: Ileus terjadi karena rangsangan saraf, keracunan,
histeri, neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu kuat saraf
parasimpatik di tunika muskularis yang berkontraksi bersamaan dimana
normalnya bergantian yang berakibat spasme dan makanan tidak bisa menuju
distal.

3. ILEUS VASCULAR
Ileus yang berhubungan dengan penyakit jantung, karena adanya thrombus/embolus
pada pembuluh darah sehingga timbul iskemik, gangren, nekrosis, bisa juga perforasi.

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Bailey,2002):


a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005;
Sabiston,1995) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
2. Ileus obstruktif usus besar
Tipe obstruksi terdiri dari obstruksi simpel dan strangulasi. Obstruksi simpel terjadi bila salah satu
ujung usus mengalami bendungan. Obstruksi ini dapat parsial maupun total. Bila pada segmen usus
terbendung pada bagian proksimal dan distal maka kondisi ini disebut closed loop
obstruction. Kondisi ini dapat terjadi pada herniasi loop usus melalui celah sempit seperti hernia
inguinal indirek atau defek mesenterial atau pita adhesi (Adhesive band). Closed loop obstruction
dapat terjadi pula pada kolon yang mengalami obstruksi pada bagian distal dimana katup ileosaekal
masih intak.

Obstruksi usus strangulasi terjadi bila sirkulasi menuju segmen usus yang terbendung terganggu
sehingga terjadi iskemi yang dapat berlanjut menjadi ganggren bila tidak segera dilakukan koreksi
bedah. Volvulus dimana suplai darah mesenterial mengalami puntiran adalah salah satu contoh
obstruksi strangulasi yang jelas.

3.4. Pathogenesis dan patofisiologi


Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada Gambar-2.3. Lumen
usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna
setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama
cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan
syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis
metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan
absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus
adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia (Price & Wilson, 1995).
Food can be metabolite by bactery producing gas. Gas accumulate causing distention. Distention can
create compression between the vein which leads to venal compression. Compression then ends up
decreasing oxygen supply to the area to bowel – cells can die, decrease peristaltic movement and lead
up to more distention. Decrease in oxygen can also promotes the bacteria to enter circulation because
they are anaerobic. Intestinal cells are dying, bacteria then enter circulation, can relase their toxin which
can lead to sepsis. When we brethe in, air goes in our intestine, create bowel distention – venous
compression – fluid got secreted out into the bowel – we loss water- and also loss electrolyte –
hypotension – shock. The bowel distention can also gives out signal to the brain – activate vomiting
respond- vomit – also loss water and electrolyte – hypovolemic shock
Complication: bowel ischemia, perforation, sepsis
Venous compression – less blood supply to liver – ischemic- die- realease toxin to circulation and allow
the bacteria to move the circulation.
Perforation – lumen of the bowel distent due to the amount of gas build up in the air it perforates, release
its contents into the peritoneum- peritonitis
Sepsis- due to perforation and due to the the dying cells in the area.
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat
proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi
timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram
dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering, yang
timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum.
Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan
gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi,
maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif
kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat
obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus
relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung
dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda
pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul,
biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut
menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika
terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah
jantung, hipotensi dan syok
Ileus
Obstruktif
Akumulasi gas dari cairan didalam
lumen setelah proksimal dari letatak
obstruksi
Disten Proliferasi bakteri Kehilangan
yang berlangsung H2O dan
cepat elektrolit
Tekanan intralumen ↑ Volume
ECF↓
Iskemia dinding

Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan menuju ruang


peritonium
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang
nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi

Peritonitis Syok
septikemia Hipovolemik

Etiologi1 penyumbatan intestinal penyempitan lumen usus pasase lumen usus


terganggu

Bagian proksimal3 obstrusi tersumbat Pengumpulan isi lumen2

Distensi4

Tekanan intralumen sekresi kelenjar pencernaan aliran air dan Na+

Iskemik akumulasi cairan dan gas -Dehidrasi


terus bertambah - Hipotensi

Kehilangan cairan ke seluruh bagian obstruksi


Peritoneum menyumbat

Nekrosis
hiperperistaltik

Permabilitas
- Kolik abdomen
- Muntah
Kehilangan cairan dan elektrolit

- Perfusi jaringan
- Asidosis metabolit
- Syok hipovolumik
Obstruksi Mekanik Simple.
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam
jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian
distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus
menjadi udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia
inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari
obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat
pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan
perforasi.

1. Etiologi
2. Pengumpulan isi lumen usus oleh gas dan cairan
3. Hanya di bagian proksimal karena ingesti makanan, cairan, akumulasi gas yang
menumpuk pada bagian proksimal
4. Bagian proksimal dinding dari lumen usus yang mengalammi distensi, sementara
yang distal kolaps, fungsi normal sekresi dan absorpsi terganggu fungsinya dan
dinding usus menjadi edema

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan
akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air
dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan
asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis,
disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia.
Patofisiologi Obstruksi Usus2
OBSTRUKSI USUS HALUS
Obstruksi usus halus terbagi atas obstruksi sederhana dan obstruksi yang disertai proses
strangulasi. Obstruksi sederhana hanya melibatkan lumen usus halus sedangkan obstruksi yang
disertai proses strangulasi melibatkan gangguan peredaran darah dan dapat menyebabkan
nekrosis dinding usus halus.1
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh perlekatan usus, hernia, neoplasma, intususepsi,
volvulus, benda asing, batu empedu yang masuk ke dalam usus halus melalui fistula
kolesisenterik, penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), striktur, fibrokistik, dan
hematoma
3.5. Manifestasi klinis
 Obstruksi sederhana

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral
dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram
pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala
muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi
berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan
sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka
muntah yang dihasilkan semakin fekulen.1,2,10.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi
abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin
jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound”
dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.10

 Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan
nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia.
Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat
hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk
mencegah terjadinya nekrosis usus.
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat
sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus ( suara gas di dlm usus)
dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran
umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.
Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah
refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula
Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum
karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan
fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada
pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang
terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi.

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston, 1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi : Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus berusaha
untuk mendorong material melalui area yang tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik
dan usus memperlambat proses yang disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus
mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut segera, tekanan intralumen
aliran balik vena, yang meninkatkan permeabilitas kapiler dan memungkinkan plasma ekstra arteri yang
menyebabkan nekrosis dan peritonitis.

1. Obstruksi usus besar


Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan
biasanya terasa di daerah epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul
sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi
komplit. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu
mencegah refluks. Bila terjadi refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan
tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan
valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi
sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis.
Beberapa gejala dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe: obstruksi usus halus (tinggi ataupun
rendah), dan obstruksi usus besar.
1. Obstruksi usus halus tinggi: biasanya diawali dengan muntah-muntah hebat, dan dapat
menyebabkan dehadrasi dengan cepat. Distensi biasanya minimal, dan pada
pemeriksaan radiografi, hanya dapat ditemukan sedikit dilatasi usus halus
2. Obstruksi usus halus rendah: gejala yang dominan adalah nyeri, ditambah dengan
distensi sentral. Biasanya tidak langsung terjadi muntah-muntah. Pada radiografi,
terlihat dilatasi multipel dari usus halus.
3. Obstruksi usus besar: distensi menjadi gejala yang dominan. Nyeri dirasakan tidak
terlalu hebat; muntah dan dehidrasi merupakan gejala klinis yang terjadi beberapa hari
setelah onset. Pada radiografi, terlihat dilatasi dari colon proximal dari tempat
obstruksi. Usus halus dapat dilatasi apabila terdapat valvula ileocaecal incompetent.
(Bailey & Love, 2013)

4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).


Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston,
1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang
dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik.
Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi
episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus
obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari
ileus obstruktif usus halusl demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik
menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal
generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik,
parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu. Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus
obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak
terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambatdan setelah
muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan
bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi
demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi.
Dehidrasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yanbg berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah
kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan
hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder. Hipokalemia bukan
merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan nilai potasium,
amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu
juga leukositosis atau leukopenia. Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik
abdomen yang sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya
lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang
pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal
kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan
berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan
divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi
dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu
minggu
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltic terkadang dapat dilihat. Gejala
ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi
pembuluh darah mesenterikus.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan
gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan
mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi
setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum
terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna
dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya,
jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi
sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi.
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yanbg
berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering,
pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit
meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder.
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai
pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan
tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung
gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan:
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat
penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin.

Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri
tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal
yang berhubungan dengan kekakuan abdomen.
 Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness
menandakan perlunya laparotomy segera.
 Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap ada walaupun telah diterapi
konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel,
tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple (kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple (Kolik) Lambat,
rendah fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi (terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler
3.6. Diagnosis dan diagnosis banding
Anamnesis
Gejala Utama: 13
§ Nyeri-Kolik
o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
§ Muntah
o Stenosis Pilorus : Encer dan asam
o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
o Obstruksi kolon : onset muntah lama.
§ Perut Kembung (distensi)
§ Konstipasi
o Tidak ada defekasi
o Tidak ada flatus
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau
terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada ileus obstruksi usus halus
kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan
di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus
obstruktif usus besar onset muntah lama (Anonym, 2007)

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : penderita tampak lemah, gelisah, sesak nafas dengan perut kembung dan tegang.
Kalau obstruksi berlangsung lama dan terjadi strangulasi, maka akan terjadi demam, penderita dehidrasi, bibir kering, turgor
kulit menurun, hipotensi, takikardi dan syok septik.

1. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun
mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan
massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan
mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik. Terlihat distensi, tampak gambaran usus (darm contour), tampak gerakan
usus (darm steifung), terutama pada penderita kurus.Pada pemeriksaan fisik inspeksi dan palpasi
abdomen bayi sering mengarahkan kita pada diagnosis.Distensi abdomen yang terlokalisir pada
epigastrium menggambarkan level obstruksi pada usus proksimal misalnya volvulus gaster, volvulus
midgut, Hypertropic pyloric stenosis atau atresia duodenum. Sedangkan distensi abdomen
menyeluruh menggambarkan level obstruksi yang lebih distal seperti atresia ileum, atresia kolon,
morbus Hirschsprung dan lain lain.
Pada inspeksi kadang kadang dapat terlihat kontur usus dengan atau tanpa terlihatnya peristaltic .
Adanya parut bekas operasi pada abdomen dapat mengarahkan kita pada kecurigaan adhesi usus
sebagai penyebab.

Inspeksi daerah inguinal atau perineal mungkin dapat menemukan adanya hernia atau malformasi
anorektal sebagai penyebab.

Palpasi kadang dapat membantu diagnosa misalnya massa pada intususepsi, infiltrat pada inflamasi
intra abdomen, tumor intra abdomen dan lain lain.
2. Palpasi

Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal. Ditemukan skibala karena adanya penumpukan makanan yang
stuck (Sabiston, 1995; Sabara, 2007). Pada obstruksi intestinal yang simple berbeda dengan
obstruksi intestinal strangulasi. Pada obstruksi intestinal strangulasi akan terjadi rangsangan
peritoneum akibat terjadinya peritonitis, akan terdapat tanda-tanda : perut distensi tegang, nyeri tekan,
nyeri lepas, nyeri kejang otot (defance muscular - a reflex of the abdominal muscles to contract upon
mechanical force to the abdomen, and serves as protection)

3. Perkusi: Seluruh dinding abdomen nyeri ketok dan terdengar suara tympani.

4. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam (
metallic sound - tingginya tekanan didalam saluran pencernaan dapat berakibat bocornya
usus/ perforasi yang menyebabkan penyebaran infeksi didalam rongga perut yang berujung
menjadi sepsis, terjadinya Syok karena penderita mengalami dehidrasi berat, dan berbagai
kondisi lain yang sangat mengancam jiwa) bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau
menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus
atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995). Bagian akhir yang diharuskan dari
pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa
atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif
usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum,
maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus
(Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
Terdengar suara usus meninggi (metallic sound) terutama pada permulaan terjadinya obstruksi dan
terdengarnya sangat jelas pada saat serangan kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi
strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan menghilang.

Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi

Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus


obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak
sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus
besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-
satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Foto polos abdomen mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus
(Anoym, 2007).

Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film
tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus
besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-
satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan
pada kecurigaan volvulus (Anoym, 2007).
Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah duduk atau LLD:
tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step
ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu
obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Dapat pula ditemukan :


1. Ileus obstruksi letak tinggi :
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di iliocaecal junction) dan kolaps
usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Tampak air fluid level
pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance karena cairan
transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi

 Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction)


dankolaps usus di bagian distal sumbatan.
 Coil spring appearance
 Herring bone appearance
 Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

Gambar 2.10 Step


ledder sign (Nobie,
2009

2. Ileus obstruksi letak rendah :

Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps usus di distal
sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Gambaran penebalan usus besar yang juga
distensi tampak di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti
tangga yang disebut step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang
terdistensi dan air fluid level panjang-panjang di kolon.

 Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi


 Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen Air fluid
level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi
ditemukan dilatasi usus yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.
 ditemukan dilatasi usus yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.

Jika ditemukan lebih banyak gelembung / loop usus berisi udara tetapi tidak terlihat udara di rektum,
maka level obstruksi usus lebih distal. Malrotasi dengan volvulus midgutdapat memperlihatkan
gambaran dilatasi lambung dan duodenum yang membesar, sedangkan usus halus terlihat berisi udara
sedikitsedikit yang tersebar (Scattered). Gambaran seperti paruh burung (bird’s beak sign) dapat
terlihat pada barium enema.

USG

Ultrasonografi dapat membantu


menegakkan diagnosa pasien dengan
massa di abdominal. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis USG merupakan gold standard untuk
diagnostik. USG dapat pula membantu menegakkan diagnosa obstruksi usus yang disebabkan tumo

intra abdomen, atau proses inflamasi seperti abses apendiks yangmenyebabkan obstruksi .
BNO 3 posisi : pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya untuk melihat
kelainan yang ada di tractus digestivus. Posisi AP untuk melihat ada atau tidaknya penebalan /
distensi pada kolon yang disebabkan massa atau gas, posisi setengah duduk untuk menampakan
udara bebas di bawh diaphragm dan LLD untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas

BNO 3 POSISI
1. ABDOMEN AP
 Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP ( mid sagittal plane) tubuh
berada di pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki
diatur lurus.
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis
pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK mengalami rotasi (terlihat dari
kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya)
 CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
 FFD : 100 cm
 Marker: R/L Orientasi AP
 Memakai Lysolm/Grid
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.
 Kriteria gambaran : T11,T12 tampak, Columna Vertebrae, Sympisis pubis, Crista iliaca,
Ischium,Ileum, Vertebrae Lumbal, dan Fisika urinaria.

Kriteria Evaluasi :

 Tampak kontur liver (Hati), ginjal, dan keadaan dalam abdomen, tampak sedikit costae dan
processus spinosus, columna vertebrae pada satu garis lurus.
 Kedua SIAS terlihat simetris, os iliaca simetris

2. ABDOMEN SETENGAH DUDUK


 Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan MSP tubuh
sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
 Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan batas atas
procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan shoulder TIDAK mengalami
rotasi.
 Ukuran kaset< 30x40 cm vertikal
 CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
(umbilikus)
 CP: pada umbilicus ataus 3 jari diatas crista iliaca
 FFD : 100 cm
 Luas lapangan kolimasi: batas ada T11, T12, dan batas bawah sympisis pubis
 Marker: R/L Orientasi AP
 Memakai lysolm/grid
 jangan lupa memakai grid
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
 Kriteria gambaran : Tampak columa vertebrae, T11 dan T12, Sympisis pubis, Crista iliaca, Vertebrae Lumbal
dan Fisika Urinaria

Kriteria Evaluasi :

 Proyeksi ini bertujuan untuk memperlihatkan daerah sekitar diafragma

3. ABDOMEN LLD

 Persiapan pasien = Pasien tetap posisi miring (LLD) selama 10 atau 20 menit sebelum dilakukan
eksposi untuk memberikan kesempatan udara bebas agar naik hingga daerah permukaan atas rongga
peritoneum.

 Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua lengan genue ditekuk (difleksikan)
dengan lutut agak ke depan bidang anterior abdomen, kedua tangan diletakkan ditas kepala
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis
pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada dibelakang punggung.
 Ukuran kaset: 30x40cm horizontal
 CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
 CP: pada umbilicus atau 3 jari di atas crista illiaca
 FFD : 100 cm
 Marker : L Orientasi AP
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
 Kriteria gambaran : Vertebrae Lumbal, Diafragma, Krista iliaca, T11 dan T12
Kriteria Evaluasi =

 Diafragma dan Abdomen bawah terlihat


 Batas air dan udara (air-fluid level) di abdomen dengan detail soft tissue tampak di anterior abdomen

Tujuan dari masing-masing posisi :

 Proyeksi AP : Memperlihatkan ada/tidaknya penebalan/distensi pada kolon yang disebabkan karena


massa atau gas pada colon itu.
 Proyeksi AP Setengah duduk :Untuk menampakkan udara bebas di bawah diafragma.
 Proyeksi LLD (Left lateral Decubitus) : Untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas yang
mungkin terjadi akibat perforasi colon.

Kenapa Harus LLD tidak RLD ?

 Supaya terpisah dengan udara di lambung, pada pasien yang mengalami kebocoran dinding usus, udara
akan berada pada permukaan teratas. Jika dibuat foto RLD, udara bebas itu akan tampak
menyatu/bercampur dengan udara di usus sehingga patologis sulit dinilai.

Tujuan pada saat eksposi pasien disuruh menahan nafas setelah ekspirasi penuh ?

 Pada saat menahan nafas pergerakan usus berhenti, diafragma akan naik dan gambaran abdomen akan
jelas.

Laboratorium: Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat


strangulasi, tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi.
Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif,
khususnya jenis strangulasi.

CT SCAN

Computed tomography (CT) scanning is 80% to 90% sen- sitive and 70% to 90%
specific in the detection of small bowel obstruction.15 The findings of small bowel
obstruction include a discrete transition zone with dilation of bowel proximally,
decompression of bowel distally, intraluminal contrast that does not pass beyond the
transition zone, and a colon containing lit- tle gas or fluid (Figs. 28-13 and 28-14). CT
scanning may also provide evidence for the presence of closed-loop obstruction and
strangulation. Closed-loop obstruction is suggested by the presence of a U-shaped or
C-shaped dilated bowel loop associ- ated with a radial distribution of mesenteric
vessels converging toward a torsion point. Strangulation is suggested by thicken- ing
of the bowel wall, pneumatosis intestinalis (air in the bowel wall), portal venous gas,
mesenteric haziness, and poor uptake of intravenous contrast into the wall of the
affected bowel. The CT scan is usually performed after administration of oral water-
soluble contrast or diluted barium. The water-soluble contrast has been shown to have
prognostic and therapeu- tic value too. Several studies and a subsequent meta-analysis
have shown that appearance of the contrast in the colon within 24 hours is predictive
of nonsurgical resolution of bowel obstruction.16 Although use of oral contrast did not
alter the rate of surgical intervention, it did reduce the overall length of hos- pital stay
in those presenting with small bowel obstruction.

The CT scan is usually performed after administration of oral water-soluble contrast


or diluted barium. The water-soluble contrast has been shown to have prognostic and
therapeu- tic value too. Several studies and a subsequent meta-analysis have shown
that appearance of the contrast in the colon within 24 hours is predictive of
nonsurgical resolution of bowel obstruction.16 Although use of oral contrast did not
alter the rate of surgical intervention, it did reduce the overall length of hos- pital stay
in those presenting with small bowel obstruction.
1. PERALATAN COMPUTED TOMOGRAPHY
A. Meja Pemeriksaan dan Gantry
Meja pemeriksaan merupakan tempat mengatur posisi pasien pada saat pemeriksaan. Bentuk
panjang, permukaannya berupa kurva dan terbuat dari carbon graphite fiber yang mempunyai
nilai penyerap rendah terhadap berkas sinar. Pengaturan tinggi rendah, maju mundur, dari meja
pemeriksaan melalui tombol digital yang ditempatkan pada sisi meja pemeriksaan maupun
pada gantry. (Anonim, 1986)

Gantry adalah peralatan CT-Scan yang berbentuk kotak, di tengahnya terdapat terowongan
untuk keluar masuknya meja pemeriksaan tegak lurus, namun demikian gantry dapat
diposisikan menyudut ke posisi negatif maupun positif kurang lebih 200 terhadap meja
pemeriksaan.
Di dalam kotak gantry berisi tabung sinar X, filter, kolimator, lampu indikator sebagai sentrasi,
DAS (Data Acquisifion System) dan detektor juga kipas sebagai pendingin. Pada gantry
dilengkapi tombol digital untuk mengatur posisi gantry tersebut (Anonim, 1986).

B. DAS dan Detektor


Sinar X setelah menembus obyek diteruskan oleh detektor yang selanjutnya dilakukan proses
pengolahan data.
Secara garis besar detektor dan DAS berfungsi sebagai :
1) Menangkap sinar X yang telah menembus obyek.
2) Merubah sinar X dalam bentuk sinyal-sinyal elektronik.
3) Menguatkan sinyal-sinyal elektronik.
4) Merubah sinyal elektronik ke data-data digital
Macam-macam detektor :

1) Detektor scintilasi kristal dan tabung pengganda elektron.


2) Detektor isian gas.

C. Kolimator
Kolimator pada Computed Tomography terdiri dari dua buah, yaitu :
1) Kolimator pada tabung sinar X, berfungsi :
• Mengurangi dosis radiasi.
• Pembatas luas lapangan penyinaran.
• Memperkuat berkas sinar.
2) Kolimator pada detektor, berfungsi :
• Penyearah radiasi menuju ke detektor.
• Mengontrol radiasi hambur.
• Menentukan ketebalan pada slice thickness/vaxel.

Pesawat CT-Scan
2. PROSEDUR PEMERIKSAAN

Lokasi untuk abdomen bawah daerah yang diambil dari pemeriksaan CT-umum dimulai
dengan slice pertama di process xiphoid diteruskan ke crista illiaca. Untuk pelvis daerah yang
diambil pada slice pertama dimulai dengan crista illiaca dan diteruskan ke symphysis pubis.
Untuk pemeriksaan abdomen rutin tebal slice umumnya 10 mm. (Bontrager, 2001).
Pada pemeriksaan abdomen rutin dengan serial scanning membutuhkan waktu ± 1 sekon untuk
melihat gerakan peristaltik dan proses respirasi. (Bontrager 2001).

A. Media Kontras
Media kontras dilakukan melalui mulut dan rectum untuk pemeriksaan CT-Abdomen dan
pelvis (media kontras rectal digunakan jika media kontras oral tidak dapat masuk ke rectum).
Media kontras melalui oral untuk melihat atau membedakan organ pada tractus
gastrointestinal.
Media kontras oral diberikan sebelum pemeriksaan. Ada 3 (tiga) tingkatan media kontral oral
diberikan pada pasien :
1) Malam hari sebelum pemeriksaan.
2) Satu jam sebelum pemeriksaan.
3) Di tengah-tengah sebelum pemeriksaan.

Ada 2 (dua) tipe kontras untuk menunjukkan opasitas pada tractus gastromtestinal yaitu barium
sulfat suspensions dan water soluble solution (diatrizoate meglumine atau diatrizoate sodium)
(Bontrager, 2001).
C. Irisan Axial Pada Abdomen

Lima contoh CT irisan axial pada abdomen dengan 10 mm setiap slice. Pertama dengan 50 cc
bolus injeksi dan dengan 100 cc drip infus melalui kontras intravena. Persiapan kontras oral
dengan water-soluble solution
1. Irisan Axial 1
Irisan axial 1 untuk memperlihatkan bagian atas liver. Liver dibagi menjadi dua lobus, lobus kanan dan lobus kiri.
2. Irisan Axial 3
Irisan axial 3 untuk melihat ekor pankreas. Ekor pankreas terletak di depan ginjal kiri.
3. Irisan Axial 5
Irisan axial 5 melihat bagian ke dua duodenum. Kepala pankreas terletak di luar dari duodenum. Jika bagian ke
dua duodenum terlihat putih, maka dapat dikatakan tumor pankreas.
4. irisan Axial 7
Irisan axial 7 memperlihatkan bagian tengah ginjal.
5. Irisan Axial 8.
Irisan axial 8 adalah 2 cm ke arah bawah renal pelvis pada ginjal dan perjalanan kontras menuju ureter pada ginjal.

Foto kontras barium enema ( colon in loop) dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi
ileum dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon) dan dapat
pula mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus. Pemeriksaan kontras
oral mungkin bermanfaat pada kondisi obstruksi usus parsial. Tetapi pada kondisi obstruksi total
pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi.
Pemeriksaan colon in loop (barium enema) pada bayi dan anak-anak biasanya hanya
menggunakan metode kontras tunggal yang menggunakan media kontras BaSO4 (barium
sulfat) saja, sedangkan metoda kontras ganda tidak dianjurkan (Bontrager, 2001). Proyeksi
pemeriksaan yang digunakan adalah :

 AP Plan Foto
 AP dengan Kontras
 Lateral dengan Kontras
 AP Post Evakuasi

1. AP Plan Foto

Posisi Pasien: Pasien diposisikan supine diatas kaset / meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital
Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas kepala pasien dan
diberi pengganjal untuk fiksasi. kedua kaki lurus kebawah dan diberi pengganjal juga.

Posisi Objek: Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah
symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus
dengan kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas. FFD: 100cm

2. AP dengan Kontras

Posisi Pasien:Pasien diposisikan supine diatas kaset / meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital
Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas kepala pasien dan
kedua kaki lurus kebawah dengan di pegang oleh orang tuanya yang telah menggunakan apron.

Posisi Objek: Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas bawah adalah
symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertikal tegak lurus
dengan kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas. Jika pasien menangis
lakukan eksposi pada waktu jeda tangisannya reda.

3. Lateral Dengan Kontras

Posisi PasienPasien diposisikan lateral atau tidur miring dengan Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada
pertengahan kaset dan vertikal terhadap garis tengah kaset, genu sedikit fleksi kedua ujung kaki dan
tangan dipegang oleh orang tuanya yang terlebih dahulu diberi Apron, hal ini dikarenakan pasien selalu
bergerak dan menangis.
Posisi Objek: Arah sinar ; tegak lurus terhadap film. Titik bidik ; Pada Mid Coronal Plane setinggi spina
illiaca anterior superior (SIAS). Eksposi dilakukan saat pasien diam.

4.AP Post Evakuasi

Posisi Pasien: Pasien diposisikan supine diatas kaset / meja pemeriksaan dengan MSP (Mid
Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas
kepala pasien dan diberi pengganjal untuk fiksasi. kedua kaki lurus kebawah dan diberi
pengganjal juga.

Posisi Objek: Objek diatur dengan menentukan batas atas processus xypoideus dan batas
bawah adalah symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah
sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh
dan tahan nafas. FFD: 100cm

PEMERIKSAAN LAIN
COLOK DUBUR
Umumnya dilakukan dengan sikap litotomi, dapat ditunjang dengan alat anoskop atau
sigmoidoskop. Posisi yang nyaman untuk pasien adalah posisi Sims, yaitu pasien tidur
terlentang pada sisi kiri dengan kedua lutut ditekuk. Buli-buli harus dikosongkan dahulu agar
tidak terdapat penilaian yang keliru.
1. Inspeksi pada daerah perianal dan sakrokoksigeal. Dapat dijumpai:
 Lesi anal, dan perianal, seperti prolapse hemoroid, yang biasanya dijumpai pada
arah pukul 4,7,11 dan berwarna livid.
 Prolaps rectum, dengan lipatan mukosa melingkar konsentris dan berwarna merah
 Fisura ani, yang berupa lesi di anal-kanal yang nyeri bila ditekan biasanya dijumpai
arah pukul 6 dan disertai dengan skin tag
 Kondoloma akuminata atau kondiloma lata
2. Memasukan jari telunjuk bersarung tangan yang telah dilumuri pelumas dengan lembut
melalui anus
 Pada laki-laki dapat digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat disebelah ventral
 Pada perempuan titik acuan serviks uteri disebelah ventral
3. Penilaian terhadap:
 Tonus sfingter ani: jari telunjuk terjepit menunjukan kontraksi sfingter ani
 Reflex bulbokavernosus: memencet glans penis
 Ampula rectum: menganga seperti pada peritonitis atau kolaps seperti pada ileus
obstruktif
 Mukosa dinding rectum: dinilai dengan melingkar memutar jari telunjuk menurut
arah jarum jam dan melawan arah jarum jam. Hemoroid interna tidak teraba, polip
rektuk teraba licin lunak dan mungkin bertangkai, karsinoma teraba keras berbenjol
dan tidak teratur
· Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
· Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
· Feses yang mengeras : skibala
· Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
· Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
· Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
Diagnosis Banding
Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan retroperitoneal, termasuk
iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi abdomen. Jika terjadi ileus
paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih konstan.
Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar. Muntah jarang
terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan adanya hasil foto
roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi dilatasi kolon bagian proksimal.
Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut dan
pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan pankreatitis
akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang berhubungan dengan
trombosis vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik.

Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)


Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah (gangguan
peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak
terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

3.7. Penatalaksanaan
resusitasi
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi,
dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
 Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan.
Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan
dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL)
sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam
10 menit.
 Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-
2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Table 2. Rumus Holiday Segar


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit
yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA,
Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat
adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan
mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena
seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek
samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium
sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :
 6-8 ml/kg untuk bedah besar
 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement)
harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah
sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama
pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan
cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis,
Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat
nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini
lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif)
harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit
karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali
menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan
atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan,
translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam
berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.

Usia Jumlah Kebutuhan


(ml/Kg/Jam)

Dewasa 1,5 – 2
Anak 2–4
Bayi 4–6
Neonatus 3

Table 4. Pengganti deficit prabedah

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari
pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium
dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress
pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi
air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium.
Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat
menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5
gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan
garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:


- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C
suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah
untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.


Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh
dan warna kulit.

1. Konservatif / Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti
ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital
dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.6
Penatalaksanaan konservatif ileus antara lain :
Penderita dirawat di rumah sakit & dipuasakan.2,3
Penderita dipuasakan2,3,4 (tidak makan & minum) sampai krisisnya teratasi.4
Biasanya minimal 3 hari, luka operasi pada saluran cerna dapat sembuh.3
Kontrol status airway, breathing and circulation.2,3
Dekompresi dengan nasogastric tube.2,3
Intravenous fluids and electrolyte.2,3,4
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.2,3
Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.2
Dekompresi berguna untuk mengurangi tekanan dan peregangan dengan mengeluarkan
gas dan cairan. Kadang sebuah selang dimasukkan ke dalam usus besar melalui anus untuk
mengurangi tekanan. Sedangkan selang lainnya yang dihubungkan dengan alat penghisap,
dimasukkan melalui hidung menuju ke lambung.4

Non-Farmako
Pre medikasi operasi dan tindakan operasi
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu:
a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c. Apakah ada risiko strangulasi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam
(cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.

Persiapan-persiapan sebelum operasi:


1. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah,
mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat
tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
2. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
3. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.

a) Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :

1. Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai pencapaian
tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati
pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan
laboratoriumberurutan.

2. Dekompressi tractus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen dengan


tujuan untuk dekompressi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus,
dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.

3. Pemberian antibiotika untuk pencegahan pertumbuhan bakteri berlebihan bersama


dengan produk endotoksin dan eksotoksin.

Perkiraan dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung dan
diganti. Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus biasanya berupa
dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip cairan ekstraselular adalah Ringer
asetat. Tetapi pada Hypertropic Pyloric Stenosiskarena dehidrasi yang terjadi bersifat hipokloremik
dengan alkalosis hipokalemik sehingga bukan cairan ringer asetat yang dipakaimelainkan cairan NaCl

dengan tambahan KCl .


Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT)dengan ukuran yang adekuat
sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tubelebih dipilih untuk pasien
neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui lubang hidung. Dekompresi dengan NGT /
OGT kadang dapat menolong dan menghindarkan pembedaha pada pasien obstruksi usus parsial

karena adhesi pasca pembedahan .


b) Operatif
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus
disayat. Kalau tidak terpaksa harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian operatif
tergantung dari penyebab obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian yang mengalami
obstruksi dibuang. Usus yang mengalami strangulasi dipotong.
Tergantung dari etiologi masing-masing :
Tergantung dari etiologi masing-masing :

• Adhesi
Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.

• Hernia inkarserata
Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.

•Neoplasma
Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus dipulihkan
kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi radikal.

•Askariasis
Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil dapat
dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi apabila usus
sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus yang bersangkutan.

•Carsinoma Colon
Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya. Apabila obstruksi
mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau Sekostomi.

• Divertikel
Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara elektif setelah
divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan colostomy serendah
mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon sigmoideum. Untuk
memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah peradangan lebih lanjut pada
tempat abses.
Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartman dengan colostomy sementara.
Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka
anastomosis yang dibuat primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman
karena anastomosis baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas
kontaminasi dan radang.

•Volvulus
Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang
terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek
fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat hidup dan tidak terdistensi
tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa dicapai.
Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya
flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80%
pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum yang
gangrenous yang disertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung bersama
penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.

•Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi barium
enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.
Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa
eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah. Intusussepsi
tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari intusussepsi secara hati-
hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut
ganggren.

Pasca Bedah:
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih
ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen
usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak
bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus
kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus
telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum
baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam
basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang
lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan
sampai selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia
dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman
sangatlah penting.

PENATALAKSANAAN ILEUS OBSTRUKTIF


Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk
mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab
ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007) Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk duaalasan
(Sabiston, 1995; Sabara, 2007):
1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan,sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
kemungkinan ancaman vaskular.

Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok (Sabiston, 1995) :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.

Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom (Sabara,
2007).
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi strangulasi
terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah membedakan
antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan pada semua
pasien ileus obstruksi (Sabiston,1995) Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi
dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila (Sabara, 2007) :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT,
infus, oksigen dan kateter)

Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup
(Sabiston, 1995) ;
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus
mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat
bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Sabara, 2007)

Farmakologis
A.Terapiumum
1.Istirahat
 Dirawat di ruangan gawat darurat
 Segera pasang sonde lambung (NGT)
 Selang rectal
 Pasang kateter
2.Diet
 Pasien puasa
 Nutrisi perenteral total sampai ada bising usus atau mulai flatus
3.Medikamentosa
Obat pertama :
 Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus
 Antibiotik
Obat alternative : -
http://www.infokedokteran.com

Bagaimana terapi/pengobatan ileus obstruktif yang diberikan secara farmakologis?

Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik
dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Apa yang perlu diperhatikan dalam resusitasi pada pasien dengan ileus obstruktif?
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital, dehidrasi dan
syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon
terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda-tanda vital dan jumlah urin yang keluar.
Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.

OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid
Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
• Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
• Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
• Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
• Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
• KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
Antagonis reseptor muskarinik
• Hyoscine
• Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
• Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
• Puncak antiemetik : 1-2 jam
• ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin

Antagonis reseptor dopamin


• Metoklopramid
• Domperidone • Phenothiazine

Metoklopramid
• Bekerja di CTZ
• P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
• ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2 dan dewasa
muda, mengantuk, fatigue/lemah
• Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
• Efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
• Antagonis reseptor D2
• Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
• ES : diare
Phenothiazine
• Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai antiemetik
• Triethylperazine → hny sbg antiemetik
• Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
• Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
• Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin dan muskarinik
• Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
• Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a transmitter emesis
• Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
• Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
• Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
• T1/2 5 jam
• ES : sakit kepala, gangguan GIT
Cannabinoid
• Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan pada CTZ
• Pemberian : p.o, absorpsi baik
• T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
• ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi postural,
halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
• Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
• Mekanisme kerja → blm diketahui
• Sinergisme dg ondansetron

MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR
PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi

Bulk Laxative
• Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
• Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
• Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
• ES : ringan
Osmotic Laxative
• Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume cairan
di lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus →massa yg sangat besar
masuk kolon → distensi →ekspulsi faeces
• Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
• Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon → fermentasi
→ asam laktat dan asam asetat → osmotik laksatif
• Efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal Softener
• Docusate sodium
• Menghasilkan feses yg lebih lumak
• Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
• Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
• Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
• ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
• Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
• Sodium picosulfat → p.o.
• Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam
OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT

DOMPERIDONE
• Antagonis reseptor D2 a antiemetik
• Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan tekanan
sfingter esofagus bawah a meningkatkan motilitas GIT
• Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
• Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
• ES : hiperprolaktinemia
METOKLOPRAMID
• Efek sentral → antiemetik
• Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam lambung
• Efeknya kecil pada motilitas usus bag. bawah
• Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
CISAPRIDE
• Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. atas
• Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak mempunyai efek antiemetik
• ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)

3.8. Pencegahan
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum
memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan
atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan melakukan
penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menjaga
kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.

Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti
mencegah terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan
pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
a) Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b) Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c) Diet Serat. Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
d) Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan didalam
perut dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah
rentan dinding perut.

Pencegahan sekunder
dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan
mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif

Pencegahan tertier
untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan menghindari komplikasi
yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi serta melakukan
mobilitas/ambulasi sedini mungkin.

3.9. Komplikasi
Jika pengobatan tertunda, dehidrasi dan mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit
dapat mempersulit pengobatan, atau dehidrasi dapat berkembang menjadi syok
hipovolemik, yang sering fatal. Pengobatan tertunda secara signifikan dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Usus dapat menjadi berlubang, kadang-
kadang melalui titik lemah yang sudah ada (divertikulum), yang dapat
mengakibatkan peritonitis . abses perut , luka pecah (dehiscence), sepsis , dan infeksi
pasca operasi dapat terjadi. Pada 5% sampai 42% dari kasus, usus kecil dapat menjadi
terjepit dan suplai darah berkurang serius (Khan). Hal ini dapat
menyebabkan gangren dan nekrosis berikutnya jaringan usus, komplikasi yang sangat
serius dengan tingkat kematian yang tinggi.
Komplikasi mungkin termasuk atau dapat menyebabkan:
Elektrolit (kimia darah dan mineral) ketidakseimbangan dehidrasi , Lubang (perforasi)
pada usus infeksi, Penyakit kuning (menguningnya kulit dan mata), Jika obstruksi blok
suplai darah ke usus, dapat menyebabkan infeksi dan kematian jaringan (gangren).

Risiko kematian jaringan terkait dengan penyebab penyumbatan dan berapa lama telah
hadir. Hernia, volvulus, dan intususepsi membawa risiko gangren yang lebih tinggi.
Pada bayi yang baru lahir, ileus paralitik yang menghancurkan dinding usus
(necrotizing enterocolitis) adalah mengancam nyawa dan dapat menyebabkan infeksi
darah dan paru-paru.
3.10. Prognosis
Prognosis yang tak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 5%.
Kebanyakan yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi yang
disertai dengan strangulasi mempunyai angka kematian 8%. Kalau operasi dilakukan
dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala yang bersangkutan.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Hukum Operasi Menurut Islam

Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk kemaslatan hidup
disamping memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak negatif pada tubuh dan
ancaman kematian serta merubah sunnatullah.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah mengutarakan masalah
berobat, sebagaimana dalam beberapa hadits. Di antaranya,
1. Dari Jabir Bin Abdullah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat tepat dengan penyakitnya maka dia akan
sembuh dengan seizin Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Muslim)
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Tidaklah Allah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya.” (HR. Al
Bukhari dan Muslim)
3. Dari Usamah bin Syarik radhiallahu’anhu, bahwa beliau berkata,
“Aku pernah di sisi Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam lalu datanglah serombongan orang
arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat? .” Beliau
menjawab, “Iya, wahai para hamba Allah berobatlah. Sebab Allah ‘azza wa jalla tidaklah
meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.”
Mereka bertanya, “ Penyakit apa itu? .” Beliau menjawab, “Penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad,
Al Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, beliau
berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i menshahihkan
hadits ini dalam kitabnya Al-Jami’us Shahih mimma Laisa fish Shahihain 4/486)
4. Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
bersabda,
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan
menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak
diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-
Hakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Juga Al-Bushiri
menshahihkannya dalam kitab Zawaidnya. Lihat Takhrij Al-Arnauth atas Zadul Ma’ad 4/12-
13)

Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk kemaslatan
hidup disamping memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak negatif pada tubuh
dan ancaman kematian serta merubah sunnatullah.

Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).

Colok dubur dalam islam


Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah, Allah Ta’ala menyebutkan
dalam firman-Nya surat al-An’am ayat 119:

“(padahal) sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya


atasmu. Kecuali apa yang terpaksa.”

You might also like