You are on page 1of 11

Sil.

Fiqh Muamalah
SILABUS

Mata Kuliah : Fiqh Mu’amalah

Jurusan/Prodi : Syari’ah/Perbankan Syari’ah

Semester/Tahun : III/2013

Dosen : Qomarul Huda, M.Ag.

Pertemuan Materi Kuliah/Pokok Bahasan Keterangan


I Kontrak Belajar/Penyampaian Silabus Ceramah

Tanya Jawab
II Maping Konsep Fiqh Mu’amalah Ceramah

1. Pengertian Fiqh Mu’amalah Tanya Jawab


2. Pembagian Fiqh Mu’amalah
3. Ruang Lingkup Fiqh Mu’amalah
4. Fiqh Mu’amalah dan Sistem Ekonomi Islam

III Harta Ceramah

1. Pengertian Harta Tanya Jawab


2. Pembagian Jenis Harta
3. Fungsi Harta

IV Perikatan dan Perjanjian (al-‘Uqud) Ceramah

1. Pengertian Akad Tanya Jawab


2. Rukun-rukun Akad
3. Syarat-syarat Akad
4. Macam-macam Akad
5. Pengertian dan Macam-macam Khiyar
6. Akad dan konsekuensi hukumnya.

V Hak Milik Diskusi Kelas

1. Pengertian Hak dan Milik Tanya Jawab


2. Pembagian Hak: Hak al-mal dan hak ghair al-
mal Ceramah
3. Sebab-Sebab Kepemilikan (Asbab al-Milk)
4. Klasifikasi Milik.

VI Riba Diskusi Kelas

1. Pengertian Riba Tanya Jawab


2. Dasar Hukum Larangan Riba
3. Macam-macam Riba Ceramah
4. Pendapat Ulama Tentang ’Illat Riba
5. Hukum Bunga Bank
6. Ekonomi Berbasis Bagi Hasil
7. Hikmah Pengharaman Riba

VII Perdagangan atau Jual Beli (al-Bai’) Diskusi Kelas

1. Pengertian Jual Beli Tanya Jawab


2. Dasar Hukum Jual beli
3. Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Rukun Ceramah
Jual Beli
4. Jual Beli Murabahah:
1. Pengertian Murabahah
2. Dasar Hukum Murabahah
3. Syarat-Syarat Murabahah dan
Ketentuan Umum Murabahah
4. Aplikasi Murabahah di Lembaga
Kuangan Syari’ah (LKS).
5. Jual Beli Salam
1. Pengertian Salam
2. Dasar Hukum Salam
3. Rukun, Syarat, dan Sifat Akad Salam
4. Perbedaan Salam dengan Jual Beli
(Biasa)
5. Aplikasi Salam di Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS)
6. Jual Beli Istishna’
1. Pengertian Istishna’
2. Dasar Hukum Istishna’
3. Rukun dan Syarat Istisnha’
4. Perbedaan Istisnha’ dengan Salam
5. Aplikasi Istisnha di Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS)

VIII Ujian Tengah Semester (UTS) Ujian Tulis


IX Pinjaman (‘Ariyah) Diskusi Kelas

1. Pengertian ‘ariyah Tanya Jawab


2. Dasar Hukum ‘ariyah
3. Rukun dan Syarat ‘ariyah Ceramah
4. Pendapat Para Ulama Tentang Status Barang
Pinjaman dalam ‘ariyah
5. Perbedaan Antara Pinjaman Dengan Hutang

X Sewa-Menyewa dan Upah (Ijarah) Diskusi Kelas

1. Pengertian Ijarah Tanya Jawab


2. Dasar Hukum Ijarah
3. Rukun dan Syarat Ijarah Ceramah
4. Macam-Macam Ijarah
5. Upah untuk Jasa yang Berkaitan dengan
Ibadah.
6. Memahami tentang jenis-jenis sewa menyewa
dan upah (ijarah) yang berlaku dalam
masyarakat.
7. Aplikasi Ijarah dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS)
8. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

XI Agunan atau Jaminan (Rahn) Diskusi Kelas

1. Pengertian Rahn Tanya Jawab


2. Dasar Hukum Rahn
3. Rukun dan Syarat Rahn Ceramah
4. Pemanfaatan Barang Jaminan dalam Rahn
5. Aplikasi Rahn dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS)

XII Kerja Sama (Syirkah) Diskusi Kelas

1. Penegrtian Syirkah Tanya Jawab


2. Dasar Hukum Syirkah
3. Rukun dan Syarat Syirkah Ceramah
4. Macam-Macam Syirkah
5. Aplikasi Produk Syirkah (Musyarakah) dalam
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS)
6. Berakhirnya Akad dalam Syirkah

XIII Bagi Hasil (Mudharabah) Diskusi Kelas

1. Pengertian Mudharabah Tanya Jawab


2. Dasar Hukum Mudharabah
3. Rukun dan Syarat Mudharabah Ceramah
4. Biaya Pengelolaan Mudharabah
5. Aplikasi Produk Mudharabah dalam
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS)
6. Berakhirnya Mudharabah

XIV Preview Diskusi Kelas


Tanya Jawab
XV Ujian Akhir Semester (UAS) Ujian Tulis

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.

al-Husaini, Taqiyyudin Abi Bakr bin Muhammad. Kifayah al-Akhyar. juz 1, Surabaya:
Syirkah Piramida, t.t.

al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh ‘ala Madhahib al-‘Arba’ah, Juz 2. t.p.: al-Maktabh al-
Tawfiqiyah, t.t.

az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Juz 4. Damaskus: Dar al-Fikr al-
Mu’ashirah, 1984.

Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Helmi Karim. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Huda, Qomarul. Fiqh Mu’amalah. Yogyakarta: Teras, 2011.

Kumpulan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) MUI

Majid, Abdul. Pokok-pokok Fiqih Mu’amalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam.
Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1986.

Mas’adi, Gufron A.. Fiqh Mu’amalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Sabiq, Sayyid. Fiqh as-Sunnah, juz 3. Semarang: Toha Putra, t.t.

Suhendi, Hendi. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: Raja Grafindo Jakarta, 2011.

Syafe’i, Rachmat. Fiqh Mu’amalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.


A. Pengertian Mudharabah

Mudharabah atau Qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (


perkongsian ). Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz
menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah atau qiradh adalah dua
istilah untuk maksud yang sama.
Menurut bahasa, qiradh ( ‫اض‬ ُ ‫ ) ا َ ْل ِق َر‬diambil dari kata ‫ض‬ ُ ‫ اَ ْلقَ ْر‬yang berarti ‫ط ُع‬ ْ َ‫ا َ ْلق‬
(potongan), sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada
pegusaha agar mengusahakan harta tersebut., dan pengusaha akan memberikan potongan dari
laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata ُ‫ضة‬ َ ‫ ا َ ْل ُم َق َر‬yang berarti ُ ‫س َاواة‬َ ‫( اَ ْل ُم‬kesamaan), sebab
pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
Orang Irak menyebutnya dengan istilah mudharabah ُ‫ض َربة‬ َ ‫ اَ ْل ُم‬sebab
ْ ٌّ ُ
ِ‫الربح‬
ِ ‫س ْه ِم‬
َ ِ‫( كل ِمنَ العَا قِدَي ِْن يَض ِْربُ ب‬setiap yang melakukan akad memiliki bagian dari laba), atau
pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam mengusahakan harta modal tersebut.
Perjalanan tersebut dinamakan ‫سفَ ِر‬ َّ ‫ض ْربًا فِى ال‬
َ
Mengenai pengertian mudharabah menurut istilah, diantara ulama fiqih terjadi
perbedaan pendapat, salah satunya adalah ;

َ ‫ش ِر‬
‫طا‬ ِ ُ‫ا َ ْن َيدْفَ َع ال َما ِلكُ اِلَى ْال َعا ِم ِل َما الً ِل َيت َّ ِج َر فِ ْي ِه َو َي ُك ْون‬
ِ ‫الر ْب ُح ُم ْشت َِر ًكا َب ْي َن ُه َما ِب َح ْس‬
ُ ‫ب َما‬
Artinya :
“Pemilik harta (modal) menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal
tersebut, dan laba dibagi diantara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.”
Menurut Syafi’i Antonio, mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut : “
mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh modal, sedangnkan pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha
secara dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh penanggung modal. Dengan kata lain, pekerja
tidak bertanggung jawab atas kerugiannya. Kerugian pengusaha hanyalah dari segi
kesungguhanya dan pekerjaannya yang tidak akan mendapat imbalan jika rugi.
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang tidak
dapat dibayarkan, seperti rumah. Begitu pula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal
memiliki hak untuk mendapatkan laba sebab modal tersebut miliknya, sedangkan pengusaha
mendapat laba sebab hasil pekerjaannya.

B. Landasan Hukum Mudharabah

Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah diisyaratkan dalam Islam berdasarkan Al-
Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudhrabah, antara lain:
ِ‫ّللا‬
ِ ‫ض ِل‬ ِ ‫و اَخ َُر ْونَ يَض ِْرب ُْونَ فِى األ َ ْر‬......
ْ َ‫ض يَ ْبتَغُ ْونَ ِم ْن ف‬ َ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS.
Al-Mujammil : 20)

َّ ‫ض ِل‬
.........ِ‫ّللا‬ ِ ‫َصي ُْر ْوا فِى اآلَ ْر‬
ْ َ‫ض َو ْبتَغُ ْوا ِم ْن ف‬ ِ ‫صالَ ة ُ فَا ْنت‬
َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَ ِاذَ ق‬
ِ ‫ض َي‬

Artinya:
“Apabila telah ditunaikan shalat, bertebarlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.”
(QS. Al-Jumu’ah : 10)

‫ضالً ِم ْن َربِ ُك ْم‬


ْ َ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح ا َ ْن ت َ ْبت َ ُغ ف‬
َ ‫لَي‬

Artinya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu.” (QS.
Al-Baqarah : 198)

b. As-Sunnah
Diantara hadis yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Ibn Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. Bersabda:

‫ت الَ ِل ْلبَي ِْع‬


ِ ‫ش ِعي ِْر ِل ْلبَ ْي‬
َّ ‫ط ْالب ُِر ِبال‬
ُ ‫ضةُ َوخ َْل‬
َ ‫ ا َ ْلبَ ْي ُع اِلَى ا َ َج ٍل َو ْال ُمقَ َر‬: ُ‫ث فِ ْي ِه َّن ْالبَ َر َكة‬
ٌ َ‫ثَال‬
Artinya:
“Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh
(memberi modal kepada orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk
keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.”

Dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Ibn Abdul
Muthalib jika memberikan harta untuk mudharah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk
tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar
persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada
Rassulullah SAW. Dan beliau membolehkannya.

c. Ijma’
Diantara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari
sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang
oleh sahabat lainnya.

d. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola
kebun). Selain Di antara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak
orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin
yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan semikia, adanya mudharabah ditujukan
antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.

C. Rukun Mudharabah

Para ulama berbeda pendapat tentang rukun mudharabah. Ulama Hanafiyah


berpendapat bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qabul, yakni lafadz yang menunjukan
ijab dan qabul dengan menggunakan mudharabah, muqaridhah, muamalah, atau kata-kata yang
searti dengannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua orang yang
melakukan akad (al-aqidani, modal ( ma’qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul). Ulama
Syaf’iyah lebih memerinci lagi menjadi enam rukun, yaitu :
1. Pemilik modal ( shahibul maal )
2. Pemilik usaha ( mudharib )
3. Proyek / usaha
4. Modal ( ras’ul maal )
5. Ijab qabul ( sighat )
6. Nisbah bagi hasil

D. Syarat-syarat sah mudharabah

Berkaitan dengan aqidani (dua orang yang akan akad), modal, dan laba.
1. Syarat Aqidani
Diisyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha
adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta
pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim.
Mudhrabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi dinegara
Islam.

2. Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang, seperti dinar, atau sejenisnya, yakni segala sesuatu yang
memungkinkan dalam perkongsian (Asy-syirkah).
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
c. Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada ditempat akad. Juga
dibolehkan mengusahan harta yang dititipkan kepada orang lain, seperti mengatakan , “Ambil
harta saya di di fulan kemudian jadikan modal usahakan!”
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha. Hal itu dimaksudkan agar pengusaha dapat
mengusahakannya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah.

3. Syarat-Syarat Laba
a. Laba Harus Memiliki Ukuran
Mudharabah dimaksudkan untuk mendapatkan laba. Dengan demikian, jika laba tidak
jelas, mudharabah batal. Namun demikian, pengusaha dibolehkan menyerahkan laba sebesar
Rp. 5.000,00 misalnya untuk dibagi di antara keduanya, tanpa menyebutkan ukuran laba yang
akan diterimanya.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa
kerugian harus ditanggung oleh kedua orang yang akad, maka akad rusak, tetapi mudharabah
tetap sah. Hal ini karena dalam mudharabah , kerugain harus ditanggung oleh pemilik modal
mensyaratkan laba harus diberikan semuanya kepadanya, hal itu tidak dikatakan mudharabah,
tetapi pedagang.
Sebaliknya, jika pengusaha mensyaratkan laba harus diberikan kepadanya, menurut
ulama Hanafiyah dan Hanabilah, hal itu termasuk qaradh, tetapi menurut ulama Syafi’iyah
termasuk mudharabah yang rusak. Pengusaha diberi upah sesuai usahanya, sebab mudharabah
mengharuskan adanya pembagian laba. Dengan demikian, jika laba disyaratkan harus dimiliki
seseorang, akad menjadi rusak.
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya. Begitu
pula, semua laba boleh untuk pemilik modal sebab termasuk tabarru’ (derma).
b. Laba Harus Berupa Bagian yang Umum (Masyhur)
Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku secara umum, seperti
kesepakatan di antara orang yang melangsungkan akad bahwa setengah laba adalh untuk
pemilik modal, sedangkan setengah laiinnya lagi diberikan kepada pengusaha. Akan tetapi,
tidak dibolehkan menetapkan jumlah tertentu bagi satu pihak dan sisanya bagi pihak lain,
seperti menetapkan lana 1.000 bagi pemilik modal dan menyerahkan sisanya bagi pengusaha.

E. Bentuk-bentuk Mudharabah
Mudharabah terbagi menjadi dua macam, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayyadah.
1. Mudhrabah Muthalaqah
- Salah satu jenis mudharabah , dimana mudharib diberikan hak yang tidak terbatas untuk
melakukan investasi oleh shahibul maal
- Unrestriced fund
2. Mudhrabah Muqayyadah
- Salah satu jenis mudharabah, dimana mudharib dibatasi haknya oleh shahibul maal, antara lain
dalam hal jenis usaha, waktu, tempat usaha dll.
- Restriced fund
Ulama hanafiyah dan Imam Ahmad membolehkan memberi batasan waktu dengan
waktu dan orang, tetapi Ulama Syafi’iah dan Malikiyah melarangnya.
Ulama Hanafiyah dan Ahmad punmembolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa
yang akan datang, seperti “ usahakan modal ini mulai bulan depan “, sedangkan ulama
Syafi’iah dan Malikiyah melarangnya.

F. Berakhirnya Akad Mudharabah

Mudharabah dianggap batal pada hal berikut :

1. Pembatalan, larangan berusaha, dan pemecatan


Mudharabah menjadi batal karena dengan adanya pembatalan mudharabah, larangan untuk
untuk mengusahakan ( tasharruf ), dan pemecatan. Semua ini jika memenuhi syarat pembatalan
syarat dan larangan, yakni orang yanng melakukan akad mengetahui pembatalan dan
pemecatan tersebut, serta modal telah diserahkan ketika pembatalan atau larangan. Akan tetapi,
jika pengusaha tidak mengetahui bahwa mudharabah telah dibatalkan, pengusaha ( mudharib )
dibolehkan untuk tetap mengusahakannya.

2. Salah seorang aqid meninggal dunia


Jumhur ulama berpendapat bahwa mudharabah batal jika salah seorang aqid meninggal
dunia, baik pemilik modal maupun pengusaha. Hal ini karena mudharabah berhubungan
dengan perwakilan yang akan batal dengan meninggalnya wakil atau yang mewakilkan.
Pembatalan tersebut dipandang sempurna dan sah, baik diketahui salah seorang yang
melakukan akad atau tidak.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal dengan meninggalnya salah
seorang yang melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada ahli warisnya, jika dapat
dipercaya.

3. Salah seorang aqid gila


Jumhur ulama berpendapat bahwa gila membatalkan mudharabah, sebab gila atau
sejenisnya membatalkan keahlian dalam mudharabah.

4. Pemilik modal murtad


Apabila pemilik modal murtad atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau bergabung
dengan musuh serta telah diputuskan oleh hakim atas pembelotannya, menurut imam Abu
Hanifah, hal itu membatalkan mudharabah, sebab bergabung dengan musuh sama saja dengan
mati. Hal itu menghilangkan keahlian dalam kepemilikan harta dengan dalil bahwa harta
murtad itu dibagikan diantara para ahli warisnya.
5. Modal rusak ditangan pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan, hal ini menjadi batal. Hal ini karena modal harus
dipegang oleh pengusaha. Jika modal rusak, mudharabah batal. Begitupula, mudaharabah
dianggap rusak jika modal diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehingga tidak tersisa
untuk diusahakan.

6. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.


Jika salah satu syarat mjudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh
pengelola dan sudah diperdagangkan maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya
sebagai upah karena tindakanya atas izin pemilik modal dan ia berhak menerima upah. Jika
terdapat keuntungan. Keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian
tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal, karena pengelola adalah sebagai buruh yang
hanya berhak menerima uoah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apa pun, kecuaali atas
kelalaiannya.
7. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola
modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti
ini, pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab
kerugian.

G. Manfaat dan Resiko Akad Mudharabah

Secara umum, dari kerja sama permodalan mudharabah, ada dua manfaat bagi pemilik
modal, yaitu sebagai berikut :

1. Mendapatkan pahala yang besar dari Allah, karena ia adalah penyebab lenyapnya kemiskinan
dari orang-orang miskin. Karena, kalau tanpa dia orang-orang miskin tersebut akan tetap dalam
kemiskinan. Tetapi, orang miskin tersebut harus pandai bekerja agar keduanya saling bisa tukar
menukar kepentingan.
2. Berkembangnya harta dan semakin banyaknya kekayaan akibat dari pengembangan bisnis
yang dilakukan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Adapun resiko secara umum dari akad mudharabah ini, adalah jika usaha yang dijalankan
mengalami kerugian, maka pemilik modal yang harus menanggungnya. Terkecuali, kerugian
itu disebabkan oleh kelalaian pengusaha, maka yang harus menanggung kerugian adalah
pengusaha tersebut.

Adapun manfaat dan resiko mudharabah dalam aplikasi perbankan syariah adalah sebagai
berikut;

1. Manfaat al-mudaharabah
a. Bank akan menikamti bagi hasil saat keuntungan usaha meningkat
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan atau usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan sesuai dengan arus kas ( cash flow ) usaha nasabah sehingga
tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan
menagih penerima pembiayaan nasabah satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang
dihasilkan nasabah. Sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

2. Resiko Al mudahrabah
Resiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan
relatif tinggi. Diantaranya yaitu;
a. Side srteaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabhnya tidak jujur.

H. Implementasi Mudharabah dalam Perbankan syari’ah


Dalam implementasi mudharabah dengan sistem perbankan, al mudharabah biasanya
diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al
mudharabah diterapkan pada :
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan
haji, tabungan kurban, dsb
2. Deposito spesial,dimana dana yang dititpkan khusus untuk bisnis tertentu.

Adapun dalam sisi pembiayaan, al mudharabah diterapkan untuk ;


1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
2. Investasi khusus, disebut juga al mudharabah al muqayyadah, dimana sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah diterapkan oleh shahibul mal
Penjelasan mengenai mudharabah dalam implementasi perbankan syariah menurut
Firdaus, dikategorikan berikut ini.
1. Mudharabah mutlaqah ( investasi umum/unrestricted invesment ) adalah pihak antara pemilik
modal dengan pengelola untuk mendapatkan keuntungan. Ketentuannya adalah sebagai
berikut:
a. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal
akad.
b. Pemilik modal tidak boleh ikut serta dalam pengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat
usulan atau melakukan pengawasan. Mudharib memiliki kekuasaaan penuh untuk mengelola
modal dan tidak ada batasan, baik mengenai tempat, tujuan, maupun jenis usahanya.
c. Penerapan mudahrabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua
jenis himpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
d. Untuk bukti penyimpanan dapat berupa buku tabungan atau bilyet.
e. Pemilik modal ( tabungan mudharabah ) dapat mengambil dana nya, apabila sewaktu-waktu
dibituhkan sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengambil
saldo negatif.
f. Deposi mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati, 1, 3,
6, atau 12 bulan.
g. Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru,
tetapi bila pada akad sudah dicantumkan ARO, maka tidak diberlakukan akad baru.

2. Mudharabah Muqayyadah ( investasi khusus )


Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus ( restricted investment , pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat khusus yang dipatuhi oleh bank sebagai pengelola, baik mengenai
tempat, tujuan maupun jenis usahanya. Ketentuan muqayyadah adalah sebagai berikut.
a. Bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi atau nasabah korporasi untuk
menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang
disepakati.
b. Rekening dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah muqayyadah.
c. Bentuk investasi atau nisbah pembagian keuntungan biasanya dinegosiasikan per kasus.

Prinsip mudhahrabah juga digunakan untuk jasa pengeolaan rekening tabungan. Salah
satu syaratnya adalah dana yang disimpan harus berbentuk uang dan dalam jumlah tertentu,
sebab diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik
sewaktu-waktu sebagaiman tabungan wadi’ah. Tabungan jenis ini biasanya ditujukan untuk
saving, seperti tabungan haji, tabungan kurban,, atau tabungan lainnya yang dimaksudkan
pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
Mekanisme pembagian keuntungan atas investasi mudharabah bergantung pada kinerja
bank. Mudharabah muqayyadah ada dua jenis: mudharabah muqayyadah on Balance Sheet dan
mudharabah mmuqayyadah off balance sheet.
Ketentuan mudharabah on balance sheet adalah sebagai berikut;
1. Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib
membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
2. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan, serta resiko yang yang ditimbulkan dari penyimpanan dana.
Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal itu dicantumkan dalam akad.
3. Sebagai bukti simpanan, bank menrbitiakan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan
dana ini dari rekening.
4. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan serifikat atau tanda penyimpanan bilyet
deposito kepada deposan.

Ketentuan mudharabah off balance sheet adalah sebagai berikut;


1. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dan dari rekening lainnya, simpanan khusus dicatat diatas pos tersendiri dalam
rekening administratif.
2. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh
pemilik dana.
3. Bank penerima komisi atau jasa mempertemukan kedua pihak, sedangkan antara pemilik dana
dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Contoh perhitungan bagi hasil :
Saldo rata-rata nasabah x keuntungan yang diperoleh x nisbah saldo rata-rata produk
Contoh :
Bapak Ahmad memiliki deposito Rp. 10.000.000,00 dalam jangka waktu satu bulan. Nisbah
deposan 57% dan LKS 43% dengan asumsi rata-rata saldo deposito jangka waktu 1 bulan Rp.
950.000.000,00 dan keuntungan yang diperoleh untuk deposito 1 bulan Rp. 30.000.000,00.
Maka keuntungan Bapa Ahmad adalah sebagai berikut;
10.000.000 : 950.000 x 30.000.000 x 57% = 180. 000

You might also like