Professional Documents
Culture Documents
Fiqh Muamalah
SILABUS
Semester/Tahun : III/2013
Tanya Jawab
II Maping Konsep Fiqh Mu’amalah Ceramah
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
al-Husaini, Taqiyyudin Abi Bakr bin Muhammad. Kifayah al-Akhyar. juz 1, Surabaya:
Syirkah Piramida, t.t.
al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh ‘ala Madhahib al-‘Arba’ah, Juz 2. t.p.: al-Maktabh al-
Tawfiqiyah, t.t.
az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Juz 4. Damaskus: Dar al-Fikr al-
Mu’ashirah, 1984.
Helmi Karim. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Majid, Abdul. Pokok-pokok Fiqih Mu’amalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam.
Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1986.
Mas’adi, Gufron A.. Fiqh Mu’amalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
َ ش ِر
طا ِ ُا َ ْن َيدْفَ َع ال َما ِلكُ اِلَى ْال َعا ِم ِل َما الً ِل َيت َّ ِج َر فِ ْي ِه َو َي ُك ْون
ِ الر ْب ُح ُم ْشت َِر ًكا َب ْي َن ُه َما ِب َح ْس
ُ ب َما
Artinya :
“Pemilik harta (modal) menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal
tersebut, dan laba dibagi diantara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.”
Menurut Syafi’i Antonio, mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut : “
mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh modal, sedangnkan pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha
secara dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh penanggung modal. Dengan kata lain, pekerja
tidak bertanggung jawab atas kerugiannya. Kerugian pengusaha hanyalah dari segi
kesungguhanya dan pekerjaannya yang tidak akan mendapat imbalan jika rugi.
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang tidak
dapat dibayarkan, seperti rumah. Begitu pula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal
memiliki hak untuk mendapatkan laba sebab modal tersebut miliknya, sedangkan pengusaha
mendapat laba sebab hasil pekerjaannya.
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah diisyaratkan dalam Islam berdasarkan Al-
Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudhrabah, antara lain:
ِّللا
ِ ض ِل ِ و اَخ َُر ْونَ يَض ِْرب ُْونَ فِى األ َ ْر......
ْ َض يَ ْبتَغُ ْونَ ِم ْن ف َ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS.
Al-Mujammil : 20)
َّ ض ِل
.........ِّللا ِ َصي ُْر ْوا فِى اآلَ ْر
ْ َض َو ْبتَغُ ْوا ِم ْن ف ِ صالَ ة ُ فَا ْنت
َّ ت ال ِ ُفَ ِاذَ ق
ِ ض َي
Artinya:
“Apabila telah ditunaikan shalat, bertebarlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.”
(QS. Al-Jumu’ah : 10)
Artinya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu.” (QS.
Al-Baqarah : 198)
b. As-Sunnah
Diantara hadis yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Ibn Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW. Bersabda:
Dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Ibn Abdul
Muthalib jika memberikan harta untuk mudharah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk
tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar
persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada
Rassulullah SAW. Dan beliau membolehkannya.
c. Ijma’
Diantara ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang menyatakan bahwa jemaah dari
sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang
oleh sahabat lainnya.
d. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola
kebun). Selain Di antara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Di satu sisi, banyak
orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin
yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan semikia, adanya mudharabah ditujukan
antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di atas, yakni untuk kemaslahatan
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka.
C. Rukun Mudharabah
Berkaitan dengan aqidani (dua orang yang akan akad), modal, dan laba.
1. Syarat Aqidani
Diisyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha
adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta
pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim.
Mudhrabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi dinegara
Islam.
2. Syarat Modal
a. Modal harus berupa uang, seperti dinar, atau sejenisnya, yakni segala sesuatu yang
memungkinkan dalam perkongsian (Asy-syirkah).
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
c. Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada ditempat akad. Juga
dibolehkan mengusahan harta yang dititipkan kepada orang lain, seperti mengatakan , “Ambil
harta saya di di fulan kemudian jadikan modal usahakan!”
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha. Hal itu dimaksudkan agar pengusaha dapat
mengusahakannya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah.
3. Syarat-Syarat Laba
a. Laba Harus Memiliki Ukuran
Mudharabah dimaksudkan untuk mendapatkan laba. Dengan demikian, jika laba tidak
jelas, mudharabah batal. Namun demikian, pengusaha dibolehkan menyerahkan laba sebesar
Rp. 5.000,00 misalnya untuk dibagi di antara keduanya, tanpa menyebutkan ukuran laba yang
akan diterimanya.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa apabila pemilik modal mensyaratkan bahwa
kerugian harus ditanggung oleh kedua orang yang akad, maka akad rusak, tetapi mudharabah
tetap sah. Hal ini karena dalam mudharabah , kerugain harus ditanggung oleh pemilik modal
mensyaratkan laba harus diberikan semuanya kepadanya, hal itu tidak dikatakan mudharabah,
tetapi pedagang.
Sebaliknya, jika pengusaha mensyaratkan laba harus diberikan kepadanya, menurut
ulama Hanafiyah dan Hanabilah, hal itu termasuk qaradh, tetapi menurut ulama Syafi’iyah
termasuk mudharabah yang rusak. Pengusaha diberi upah sesuai usahanya, sebab mudharabah
mengharuskan adanya pembagian laba. Dengan demikian, jika laba disyaratkan harus dimiliki
seseorang, akad menjadi rusak.
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua laba untuknya. Begitu
pula, semua laba boleh untuk pemilik modal sebab termasuk tabarru’ (derma).
b. Laba Harus Berupa Bagian yang Umum (Masyhur)
Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku secara umum, seperti
kesepakatan di antara orang yang melangsungkan akad bahwa setengah laba adalh untuk
pemilik modal, sedangkan setengah laiinnya lagi diberikan kepada pengusaha. Akan tetapi,
tidak dibolehkan menetapkan jumlah tertentu bagi satu pihak dan sisanya bagi pihak lain,
seperti menetapkan lana 1.000 bagi pemilik modal dan menyerahkan sisanya bagi pengusaha.
E. Bentuk-bentuk Mudharabah
Mudharabah terbagi menjadi dua macam, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayyadah.
1. Mudhrabah Muthalaqah
- Salah satu jenis mudharabah , dimana mudharib diberikan hak yang tidak terbatas untuk
melakukan investasi oleh shahibul maal
- Unrestriced fund
2. Mudhrabah Muqayyadah
- Salah satu jenis mudharabah, dimana mudharib dibatasi haknya oleh shahibul maal, antara lain
dalam hal jenis usaha, waktu, tempat usaha dll.
- Restriced fund
Ulama hanafiyah dan Imam Ahmad membolehkan memberi batasan waktu dengan
waktu dan orang, tetapi Ulama Syafi’iah dan Malikiyah melarangnya.
Ulama Hanafiyah dan Ahmad punmembolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa
yang akan datang, seperti “ usahakan modal ini mulai bulan depan “, sedangkan ulama
Syafi’iah dan Malikiyah melarangnya.
Secara umum, dari kerja sama permodalan mudharabah, ada dua manfaat bagi pemilik
modal, yaitu sebagai berikut :
1. Mendapatkan pahala yang besar dari Allah, karena ia adalah penyebab lenyapnya kemiskinan
dari orang-orang miskin. Karena, kalau tanpa dia orang-orang miskin tersebut akan tetap dalam
kemiskinan. Tetapi, orang miskin tersebut harus pandai bekerja agar keduanya saling bisa tukar
menukar kepentingan.
2. Berkembangnya harta dan semakin banyaknya kekayaan akibat dari pengembangan bisnis
yang dilakukan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Adapun resiko secara umum dari akad mudharabah ini, adalah jika usaha yang dijalankan
mengalami kerugian, maka pemilik modal yang harus menanggungnya. Terkecuali, kerugian
itu disebabkan oleh kelalaian pengusaha, maka yang harus menanggung kerugian adalah
pengusaha tersebut.
Adapun manfaat dan resiko mudharabah dalam aplikasi perbankan syariah adalah sebagai
berikut;
1. Manfaat al-mudaharabah
a. Bank akan menikamti bagi hasil saat keuntungan usaha meningkat
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan atau usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan sesuai dengan arus kas ( cash flow ) usaha nasabah sehingga
tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan
menagih penerima pembiayaan nasabah satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang
dihasilkan nasabah. Sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2. Resiko Al mudahrabah
Resiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan
relatif tinggi. Diantaranya yaitu;
a. Side srteaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabhnya tidak jujur.
Prinsip mudhahrabah juga digunakan untuk jasa pengeolaan rekening tabungan. Salah
satu syaratnya adalah dana yang disimpan harus berbentuk uang dan dalam jumlah tertentu,
sebab diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik
sewaktu-waktu sebagaiman tabungan wadi’ah. Tabungan jenis ini biasanya ditujukan untuk
saving, seperti tabungan haji, tabungan kurban,, atau tabungan lainnya yang dimaksudkan
pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
Mekanisme pembagian keuntungan atas investasi mudharabah bergantung pada kinerja
bank. Mudharabah muqayyadah ada dua jenis: mudharabah muqayyadah on Balance Sheet dan
mudharabah mmuqayyadah off balance sheet.
Ketentuan mudharabah on balance sheet adalah sebagai berikut;
1. Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib
membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
2. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan, serta resiko yang yang ditimbulkan dari penyimpanan dana.
Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal itu dicantumkan dalam akad.
3. Sebagai bukti simpanan, bank menrbitiakan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan
dana ini dari rekening.
4. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan serifikat atau tanda penyimpanan bilyet
deposito kepada deposan.