You are on page 1of 63

UJI AKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT PISANG

RAJA (Musa paradisiaca var sapientum ) SEBAGAI TABIR


SURYA BERDASARKAN PENENTUAN NILAI SUN
PROTECTION FACTOR (SPF)SECARA IN VITRO

Oleh:
ALVIANI
PO.71.3.251.14.1.001

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FARMASI
2017

i
UJI AKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT PISANG
RAJA (Musa paradisiaca var sapientum) SEBAGAI TABIR
SURYA BERDASARKAN PENENTUAN NILAI SUN
PROTECTION FACTOR (SPF)SECARA IN VITRO

Karya Tulis Ini Diajukan Untuk Memenuhi Syarat


Dalam menyelesaikan Tugas Akhir Program
Pendidikan Ahli Madya Farmasi

Oleh:
ALVIANI
PO.71.3.251.14.1.001

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FARMASI
2017

ii
iii
iv
KATA PENGATAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan berkat

dan rahmatNya sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Uji

Aktivitas Fraksi Etil Asetat Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca var

sapientum) Sebagai Tabir Surya Berdasarkan Penentuan Nilai Sun Protection

Factor (SPF) Secara In Vitro” dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat

akademik dalam menyelesaikan tugas akhir Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Makassar.

Penulis menyadari bahwa selesainya Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas

dari bantuan semua pihak, oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis dengan

rasa rendah hati menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada semua pihak, terutama kepada yang tercinta ayahanda Bakri dan

ibunda Julmiati serta saudara-saudariku Kasmiadi, Adril Afendi, Asmarani,

Nur Atika, dan Jusman atas segala doa dan dukungannya selama ini. Ucapan

terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ida Adhayanti,S.Si.,M.Sc.,Apt

selaku pembimbing I dan Bapak Tajuddin Abdullah ST., M.Kes selaku

pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, pikiran, motivasi, bimbingan dan

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Sebagai pemula dalam menulis Karya Tulis Ilmiah, penulis menyadari

bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi

v
pembahasan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Pada kesempatan ini pula, ucapan terima kasih yang sama penulis

sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. H. Ashari Rasyid, SKM., MS., selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Makassar yang telah memberikan kesempatan

mengikuti pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar..

2. Bapak Dr. Rusli, Sp. FRS., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Makassar atas kesempatan yang diberikan untuk

menjadi Mahasiswa Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Makassar.

3. Bapak Raimundus Chaliks, S.Si., M., M.Sc., Apt selaku Ketua Program

Studi D3 Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar yang telah

mengelola program studi. Serta selaku Pembimbing Akademik yang

senantiasa memberikan bimbingan dan arahan selama Penulis menuntut ilmu

di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar

4. Keluarga Besar Pengawas Laboratorium Kimia terutama kepada Ibu Santi

Sinala, S.Si., M.Si., Apt dan Alfida Monica Salasa, S.Si., M.Kes, atas

segala masukan dan bantuan yang telah diberikan selama melakukan

penelitian.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes RI Makassar

yang telah membantu memberikan motivasi dan arahan selama mengikuti

pendidikan.

vi
6. Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes RI

Makassar yang telah membantu mulai dari administrasi pendidikan sampai

penyelesaian tugas akhir.

7. Para penguji (Bapak Drs. Jumain, M Kes.,Apt, Bapak Tajuddin Abdullah,

ST., M.Kes, dan Ibu Dwi Rachmawaty D,S.Farm.,M.Kes) yang telah bersedia

menguji hasil Karya Tulis Ilmiah ini, dan juga atas kritik dan saran terhadap

perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini ataupun bagi pengembangan diri penulis

8. Teman-teman sebimbinganku Ditya Nurul, Rika, Dini, Nani, Asmiah,

serta sahabat-sahabat tercintaku Rahma, Lulu, Iffah, Yuyu, Kak Wana,

Kak Dwi, kak Ita, dan teman-teman Pondok Multazam atas dukungan dan

doanya selama penulis menyelesaikan KTI ini.

9. Rekan-rekan seangkatan Compressi 2014.

10. Kepada pihak lain yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan dan

menyelesaikan tugas akhir.

Sebagai pemula dalam menulis Karya Tulis Ilmiah, penulis menyadari

bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi

pembahasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Makassar, Juli 2017

Penulis

vii
PERNYATAAN KEASLIAN

KARYA TULIS ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Alviani

NIM : PO.71.3.251.14.1.001

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagaian keseluruhan karya tulis ilmiah ini

merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan

sekaligus bersedia menerima sanksi yang seberat-beratnya atasperbuatan tidak

terpuji tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan

sama sekali.

Makassar, juli 2017

Yang membuat pernyataan

Alviani

viii
ABSTRAK

Tanaman pisang merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak terdapat
di Indonesia tetapi masih belum memiliki acuan informasi yang lengkap, baik dari
segi fitokimia maupun dari segi farmakologi guna dimanfaatkan secara optimal.
Untuk itu telah dilakukan penelitian tentang Uji Aktivitas Fraksi Etil Asetat Kulit
Pisang Raja (Musa paradisiaca var sapientum) Sebagai Tabir Surya Berdasarkan
Penentuan Nilai Sun Protection Factor (SPF) Secara In Vitro. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak kulit pisang sebagai tabir surya.
Ekstrak kulit pisang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%
kemudian diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental. Pengujian aktivitas tabir
surya ekstrak kulit pisang raja dilakukan dengan mengukur absorbansinya pada
setiap 5 nm dengan menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 290-
320 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang raja dapat
memberikan perlindungan pada sinar ultraviolet B. Nilai SPF yang diperoleh dari
1000 ppm adalah sebesar 15,10. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan tabir
surya fraksi etil Asetat kulit pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum)
diklasifikasikan dalam kategori maksimal.

Kata Kunci : Kulit Pisang Raja, Tabir Surya, Sinar UV, spektrofotometri

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i

HALAMAN PRASYARAT .............................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... viii

ABSTRAK ......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ...................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4


A. Kulit pisang raja(Musa paradisiaca var sapientum)...................... 4
B. Tabir Surya ..................................................................................... 6
C. Sun Protection Factor (SPF).......................................................... 8
D. Ekstraksi ......................................................................................... 10
E. Spektrofotometri UV ...................................................................... 16

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 19


A. Jenis Penelitian ............................................................................... 19
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 19
C. Alat dan Bahan ............................................................................... 19
D. Pengambilan dan Penyiapan Sampel ............................................. 19
E. Prosedur Kerja ................................................................................ 20
F. Pengumpulan Data ......................................................................... 23
G. Analisis Data .................................................................................. 23
H. Penarikan Kesimpulan ................................................................... 25

x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 26
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 26
B. Pembahasan .................................................................................... 28

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 32


A. Kesimpulan .................................................................................... 32
B. Saran ............................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 33

LAMPIRAN ....................................................................................................... 35

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi............................................................................... 26

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia fraksi etil kulit pisang raja .................... 27

Tabel 4.3 Hasil perhitungan nilai SPF fraksi etil asetat kulit pisang raja ... 28

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Kerja Uji Aktivitas Fraksi Etil Asetat Kulit Pisang Raja (Musa

paradisiaca) Sebagai Tabir surya ...................................................... 35

Gambar 2 Hubungan Konsentrasi dengan Kenaikan Nilai SPF .......................... 40

Gambar 3 Nilai SPF fraksi etil asetat kulit pisang raja .................................... 41

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Skema Kerja ...................................................................... 35

Lampiran II Perhitungan ........................................................................ 35

Lampiran III Dokumentasi penelitian ..................................................... 41

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sinar matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat

penting bagi keberlangsungan hidup semua mahluk hidup. Selain memberi

manfaat, sinar matahari juga dapat memberikan efek yang merugikan pada kulit

terutama jika jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar

matahari yang berlebihan dapat merugikan kulit, seperti warna kulit menjadi

gelap,eritema, kulit terbakar, pengerutan kulit, penuaan dini, dan kanker kulit.

sehingga diperlukan perlindungan baik secara fisik dengan menutupi tubuh

misalnya menggunakan payung, topi, atau jaket dan secara kimia dengan

menggunakan kosmetika tabir surya. Sinar matahari yang membahayakan kulit

adalah radiasi ultraviolet (UV) dimana sinar ini berdasarkan panjang gelombang

dan efek fisiologi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu UV-A (320-360 nm), UV-B

(280-320 nm), UV-C (100-280 nm). Sinar UV-B lebih merusak kulit dari pada

dua macam sinar yang lain karena dapat menyebabkan kulit terbakar dan kanker

kulit (Moloney dkk., 2002).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif

dari sinar matahari yaitu, dengan menggunakan tabir surya. Kemampuan tabir

surya dalam melindungi kulit dan mencegah paparan sinar matahari ditunjukkan

oleh nilai SPF (Sun Protection factor). Tabir surya mencegah kerusakan kulit

secara fisik melalui mekanisme kerja memantulkan dan menyebarkan radiasi sinar

1
2

UV, sedangkan secara kimia melalui mekanisme kerja mengabsorpsi radiasi sinar

UV, secara umum tabir surya mencegah radiasi sinar UV sebelum merusak sel

kulit. Semakin tinggi nilai SPF suatu tabir surya, maka semakin baik pula aktivitas

perlindungannya (Rahmawanty dkk, 2014).

Tanaman pisang (Musa parasidiaca), merupakan salah satu jenis tanaman

yang paling banyak terdapat di Indonesia, tetapi masih belum memiliki acuan

informasi yang lengkap, baik dari segi fitokimia maupun dari segi farmakologi

guna dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan pisang sebagai bahan industri

belum popular dan yang dikenal sampai saat ini masih terbatas pada buahnya.

Pengolahan bagian lainnya yang berupa limbah seperti batang, daun, kulit buah

dan sebagainya masih sedikit sekali. Penelitian terdahulu terhadap pisang Musa

cavendish dari Filipina, telah berhasil diisolasi salah satu jenis antioksidan yaitu

gallokatekin yang kandungannya ternyata lebih banyak terdapat dalam kulit

daripada buah. Selain itu, aktivitas antioksidan bagian kulit lebih banyak daripada

buah (Someya S, dkk, 2002).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dita F, dkk.(2014) dengan

ekstrak kulit pisang goroho menggunakan tiga macam ekstrak, menghasilkan nilai

SPF yang tidak jauh berbeda seperti Ekstrak etanol mempunyai nilai SPF tertinggi

dari semua pelarut yaitu sebesar 16,63 kemudian diikuti oleh ekstrak metanol

sebesar 16,60 dan ekstrak aseton sebesar 15,42.

Pelarut yang antioksidannya tinggi mendapatkan nilai SPF yang paling

besar pula. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif sebagai

antioksidan sekaligus tabir surya. Semakin besar aktivitas antioksidannya,


3

semakin besar pula nilai SPF yang di dapat. Sehingga penelitian ini menyatakan

ekstrak kulit pisang goroho memiliki potensi tabir surya yang baik dengan

menggunakan pelarut etanol.

Dari uraian diatas maka akan dilakukan penelitian untuk menguji potensi

saktivitas tabir surya ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca var

sapientum) berdasarkan penentuan SPF (Sun Protector Factor) secara in vitro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan yaitu:

1. Apakah terdapat aktivitas tabir surya pada fraksi etil asetat kulit pisang

raja (Musa paradisiaca var sapientum) berdasarkan penentuan nilai Sun

Protector Factor ?

2. Berapa potensi aktivitas tabir surya pada ekstrak kulit pisang raja ?

C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui aktivitas tabir surya pada fraksi etil asetat kulit pisang

raja (Musa paradisiaca var sapientum) berdasarkan penentuan nilai Sun

Protector Factor.

2. Untuk mengetahui Berapa potensi aktivitas tabir surya pada fraksi etil

asetat kulit pisang raja.

D. Manfaat penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kandungan tabir surya dan

manfaat kulit pisang (Musa paradisiaca var sapientum).

2. Sebagai referensi/informasi bagi peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. URAIAN TANAMAN PISANG

1. Klasifikasi tanaman pisang Dalam buku Flora (Steenis, dkk.,2006)

Regnum : Plantae

divisi : Spermatophyta

Sub-Divisi : Angiospremae

Kelas : Monocotyledoneae

ordo : Zingeberales (scitamineae)

Family : Musaceae

genus : Musa

spesies : Musa paradisiaca L.

2 . Morfologi Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L)

Pisang (Musa paradisiaca L) merupakan jenis tanaman berbiji,

berbatang semu yang dapat tumbuh sekitar 2,1-2,9 meter, berakar serabut

yang tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75-150 cm, memiliki

batang semu tegak yang berwarna hijau hingga merah dan memiliki noda

coklat atau hitam pada batangnya. Helaian daunnya berbentuk lanset

memanjang yang letaknya tersebar dengan bagian bawah daun tampak

berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara

30-40 cm. Memiliki bunga yang bentuknya menyerupai jantung,

berkelamin satu yaitu berumah satu dalam satu tandan dan berwarna

4
5

merah tua. Buahnya melengkung ke atas, dalam satu kesatuan terdapat

13-16 buah dengan panjang sekitar 16-20 cm (Daniells, dkk., 2001).

3. Khasiat dan Penggunaan Kulit Pisang


Hampir semua bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan,

seperti daun, batang, bongol bunga, buah dan kulit buah pisang. Dalam

penelitian ini hanya dibahas khasiat dan penggunaan dari kulit pisang

saja. Kulit buah pisang dapat dijadikan pakan ternak, arang pisang yang

menjadi alternatif sebagai bahan bakar memasak, selain itu kulit pisang

dapat digunakan dalam pembuatan pektin, nata, tepung, cuka melalui

proses fermentasi alkohol dan asam cuka, sebagai antikolesterol,

hipoglikemi, hipertensi, kesehatan mata, dan sebagai obat gosok yang

mengurangi rasa sakit dan nyeri artitis (Anhwange, 2008; Prihatman,

2008).

4. Kandungan Kimia Kulit Pisang

Kulit pisang mengandung berbagai jenis komponen yang dapat

dimanfaatkan, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Ying et al.,

(2005), didapatkan kandungan polifenol pada kulit pisang kering, dengan

menggunakan pelarut air, methanol, aseton, dan etanol, dimana pelarut

air memiliki efisiensi paling tinggi, diikuti dengan methanol dan etanol.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Someya et al., (2002), kulit

pisang memiliki kadar senyawa flavonoid dan fenolik yang jauh lebih

tinggi daripada yang terkandung pada daging buahnya. Menurut Lee et

al., (2010), Kandungan kulit pisang ambon adalah flavonoid.


6

Berdasarkan penelitian lain, komposisi anti-nutrien dari kulit pisang (per

100 g), antara lain adalah β-karoten, vitamin C, flavonoid, tannin,

oksalat, dan asam sitrat (Nagarajaiah & Prakash, 2011).

B. Tabir Surya

Tabir surya (Sunscreen) pertama kali dikembangkan oleh Franz Greiter

tahun 1938. Tabir surya merupakan bahan-bahan kosmetik yang secara fisik

maupun kimia dapat menghambat penetrasi sinar UV kedalam kulit. Fungsinya

adalah melindungi kulit dari radiasi sinar matahari dan meminimalisirkan efek

berbahaya yang ditimbulkan (Rejeki dkk, 2015).

Secara alami kulit berusaha melindungi dirinya beserta organ di bawahnya

dari bahaya sinar UV, yaitu dengan membentuk butir-butir pigmen (melanin)

yang akan memantulkan kembali sinar matahari. Jika kulit terpapar sinar

matahari, maka akan timbul dua tipe reaksi melanin, seperti penambahan melanin

secara cepat ke permukaan kulit dan pembentukan tambahan melanin baru.

Namun, apabila terjadi pembentukan tambahan melanin secara berlebihan dan

terus-menerus, maka akan terbentuk noda hitam pada kulit (Tranggono dkk 2007).

Menurut Wilkinson dan Moore (1982), hal-hal yang diperlukan dalam

tabir surya adalah efektif dalam menyerap sinar eritmogenik pada rentang panjang

gelombang 290-320 nm tanpa menimbulkan gangguan yang akan mengurangi

efisiensinya atau yang akan menimbulkan toksik atau iritasi. Memberikan

transmisi penuh pada rentang gelombang 300-400 nm untuk memberikan efek

terhadap tanning maksimum. Tidak mudah menguap dan resisten pada air dan

keringat. Memiliki sifat-sifat yang mudah larut yang sesuai untuk memberikan
7

formulasi kosmetik yang sesuai. Tidak berbau dan memiliki sifat-sifat fisik yang

memuaskan, misalnya daya lengketnya dan lain-lain. Tidak menyebabkan toksik,

tidak iritan dan tidak menimbulkan sensitifitas. Dapat mempertahankan daya

proteksinya selama beberapa jam. Stabil dalam penggunaan. Tidak menimbulkan

noda pada pakaian.

Preparasi tabir surya sangat dibutuhkan untuk mencegah ataupun

meminimalkan efek bahaya yang ditimbulkan dari radiasi matahari. Penggunaan

tabir surya diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Sunburn preventive agent

Tabir surya yang mengabsorpsi 95% atau lebih dari radiasi UV dengan

rentang panjang gelombang 290-320 nm.

b. Suntanning agents

Tabir surya yang mengabsorpsi sedikitnya 85% dari radiasi UV dengan

rentang gelombang dari 290-320 nm tetapi meneruskan sinar UV pada

panjang gelombang yang lebih besar dari 320 nm dan menghasilkan tan

ringan yang bersifat sementara. Bahan-bahan ini akan menghasilkan

eritema tanpa adanya rasa sakit.

c. Opaque sunblock agents

Tabir surya yang memberikan perlindungan maksimum dalam bentuk

penghalang secara fisik. Titanium dioksida dan zink oksida merupakan

senyawa yang paling sering digunakan dalam kelompok ini. Titanium

dioksida memantulkan dan memancarkan semua radiasi pada rentang UV-


8

Vis (290-320 nm), sehingga dapat mencegah atau meminimalkan kulit

terbakar (sunburn) dan pencoklatan kulit (suntan) (Ilyas, 2015).

C. Sun Protecting Factor (SPF)

Penelitian yang dilakukan oleh Bauer et al (2004) memberikan hasil

bahwa menggunakan tabir surya dengan SPF (Sun Protecting Factor) tinggi

memberi efek perlindungan lebih lama terhadap cahaya matahari dan mencegah

terbakar cahaya matahari.

Berdasarkan Wasitaatmaja (1997) kemampuan menahan cahaya ultraviolet

dari tabir surya dinilai dalam faktor proteksi cahaya (Sun Protecting Factor/SPF)

yaitu perbandingan antara dosis minimal untuk menimbulkan eritema pada kulit

terolesi tabir surya dengan tidak. Nilai SPF ini berkisar 0 sampai 100, dan

kemampuan tabir surya sebagai berikut:

1. Minimal bila SPF antara 2-4, contoh: salisilat, antranilat.

2. Sedang bila SPF antara 4-6, contoh: sinamat, benzofenon.

3. Ekstra bila SPF antara 6-8, contoh: derivate PABA

4. Maksimal bila SPF antara 8-15, contoh: PABA

5. Ultra bila SPF lebih dari 15, contoh: kombinasi PABA, non-PABA,

dan tabir surya fisik.

Penentuan tabir surya berdasarkan nilai SPF secara in vitro yaitu dengan

membandingkan energi ultraviolet untuk menghasilkan dosis eritema minimal

(DEM) pada kulit yang terlindungi terhadap energi untuk menghasilkan eritema

minimal pada kulit tidak terlindungi, sedangkan pengujian in vitro yaitu nilai SPF

dapat ditentukan dengan menggunakan metode spektofotometri.


9

Mansur mengembangkan suatu persamaan matematis untuk mengukur

nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometri. Persamaannya

sebagai berikut :

320

𝑆𝑃𝐹 = 𝐶𝐹 x ∑ x 𝐸𝐸 (𝞴) 𝑥 𝐼 (𝞴) 𝑥 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 (𝞴)


290

Keterangan :

EE : Erythemal effect spectrum

I : Solar intensity spectrum

Abs : Absorbance of sunscreen product

CF : Correction factor (= 10)


10

Nilai EE×I adalah konstan. Konstanta nilai EE×I dapat dilihat: (Mansur et al,

1986)

Panjang Gelombang Nilai EE×I

290 0,0150

295 0,0817

300 0,2874

305 0,3278

310 0,1864

315 0,0837

320 0,0180

Total 1

Tabel 2.1. Normalized product function digunakan pada kalkulasi SPF

D. Ekstraksi (Depkes RI, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Maserasi

adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
11

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang

telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu simplisia nabati,

simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.

Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,

misalnya ikan dan madu. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa

bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk

tembaga.

Metode ekstraksi ada 4 yaitu :


1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya
dengan cara merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama
waktu tertentu pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan

cara mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu

tertentu.
12

3. Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih

pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin

balik (kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan

pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup

sempurna.

4. Soxhletasi

Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan

alat khusus berupa esktraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah

di bandingkan dengan suhu pada metode refluks (Marjoni, M.R. 2016).

Metode yang digunakan yaitu metode maserasi :


a) Prinsip kerja maserasi
Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutkan zat aktif berdasarkan

sifat kelarutannya dalam suatu pelarut(like dissolved like). Ekstraksi zat aktif

dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai

selam beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut yang

digunakan, akan menembus dinding sel dan dan kemudian masuk ke dalam sel

tanaman yang penuh dengan zat aktif. Pertemuan antara zat aktif dan pelarut

akan mengakibatkan terjadinya proses pelarutan dimana zat aktif akan terlarut

dalam pelarut. Pelarut yang berbeda di dalam sel mengandung zat aktif,

sementara pelarut yang berada di luar sel belum terisi zat aktif, sehingga tidak

terjadi ketidak sinambungan antara konsentrasi zat aktif di dalam dengan

konsentrasi zat aktif yang ada di luar sel. Perbedaan konsentrasi ini akan

mengakibatkan terjadinya proses difusi, dimana larutan dengan konsentrasi


13

tinggi akan terdesak keluar sel dan digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi

rendah. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sampai di dapat suatu

kesetimbangan konsentrasi larutan antara di dalam sel dengan konsentrasi

larutan di luar sel.

b) Pengerjaan maserasi

Maserasi biasanya dilakukan pada suhu antara 15o-20oC dalam waktu

selama tiga hari sampai zat aktif yang dikehendaki larut. Kecuali dikatakan

lain, maserasi dilakukan dengan cara merendan 10 bagian simplisia atau

campuran simplisia dengan derajat kehalusan tertentu, dimasukkan kedalam

bejana kemudian dituangi dengan 70 bagian cairan penyari, ditutup dan

dibiarkan selama 3-5 hari pada tempat yang terlindung dari cahaya. Diaduk

berulang-ulang, diserkai dan diperas. Ampas dari maserasi dicuci

menggunakan cairan penyari secukupnya sampai diperoleh 100 bagian sari.

Bejana di tutup dan dibiarkan selama 2 hari di tempat sejuk dan terlindung dari

cahaya matahari kemudian dipisahkan endapan yang diperoleh.

Maserasi merupakan metode sederhana dan paling banyak digunakan

karena metode ini sesuai dan baik untuk skala kecil maupun skala industri.

Langkah-langkah pengerjaan maserasi adalah sebagai berikut :


1. Simplisia dimasukkan ke dalam wadah yang bersifat iner dan tertutup

rapat pada suhu kamar

2. Simplisia kemudian direndam dengan pelarut yang cocok selama beberapa

hari sambil sesekali diaduk. Pelarut yang digunakan untuk maserasi dapat

bersifat “bisa campur air” seperti air itu sendiri yang disebut dengan
14

pelarut polar dan dapat juga digunakan pelarut yang tidak dapat

bercampur dengan air seperti : aseton, etil asetat. Pelarut yang tidak dapat

bercampur dalam air ini disebut pelarut nonpolar atau pelarut organik.

3. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dipisahkan dari sampel dengan

cara penyaringan.

Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, karena dengan waktu tersebut telah

tercapai keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel

dengan luar sel. Pengocokan yang dilakukan selama maserasi akan menjamin

keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Tanpa adanya

pengocokokan akan mengakibatkan berkurangnya perpindahan bahan aktif selama

proses maserasi. Pelarut yang digunakan dalam maserasi.

Menurut farmakope indonesia, pelarut yang dapat digunakan pada maserasi

adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Pilihan utama untuk pelarut pada maserasi

adalah etanol. Karena etanol memiliki beberapa keunggulan sebagai pelarut,

diantaranya :

1. Etanol bersifat lebih selektif.

2. Dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman.

3. Bersifat non toksik (tidak beracun).

4. Etanol bersifat netral

5. Memiliki daya absorpsi yang baik.

6. Dapat bercampur dengan air pada berbagai perbandingan.

7. Panas yang dapat diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.


15

8. Etanol dapat melarutkan berbagai zat aktif dan meminimalisir terlarutnya

zat pengganggu seperti lemak.

Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan komponen

kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam menentukan tujuan dari suatu proses

ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa kondisi dan pertimbangan berikut ini:

1. senyawa kimia yang telah memiliki identitas

Untuk senyawa kimia telah memiliki identitas, maka proses ekstraksi

dapat dilakukan dengan cara mengikuti prosedur yang telah dipublikasikan

atau dapat juga dilakukan sedikit modifikasi untuk mengembangkan proses

ekstraksi.

2. mengandung kelompok senyawa kimia tertentu

Dalam hal ini, proses ekstraksi bertujuan untuk menemukan kelompok

senyawa kimia metabolit sekunder tertentu dalam simplisia seperti alkaloid,

flavonoid dan lain-lain. Metode umum yang dapat digunakan adalah studi

pustaka dan untuk kepastian hasil yang diperoleh, ekstrak diuji lebih lanjut

secara kimia atau analisa kromatografi yang sesuai untuk kelompok senyawa

kimia yang dituju.

3. organisme (tanaman atau hewan )

Penggunaan simplisia dalam pengobatan tradisional biasanya dibuat

dengan cara mendidihkan atau menyeduh simplisia tersebut dalam air. Dalam

hal ini, proses ekstraksi yang dilakukan secara tradisional tersebut harus di

tiru dan dikerjakan sedekat mungkin, apalagi jika ekstrak tersebut akan
16

dilakukan kajian ilmiah lebih lanjut terutama dalam hal validasi penggunaan

obat tradisional.

4. penemuan senyawa baru

untuk isolasi senyawa kimia baru yang belum diketahui sifatnya dan

belum pernah di tentukan sebelumnya dengan metode sebelumnya, dengan

metode apapun maka, metode ekstraksi dapat dipilih berdasarkan penggunaan

tradisional untuk mengetahui adanya senyawa kimia yang memiliki aktivitas

biologi khusus.

Kelebihan dari metode maserasi

a. Peralatan yang digunakan sangat sederhana.

b. Teknik pengerjaan relatif sederhana dan mudah dilakukan.

c. Biaya operasionalnya relatif murah

d. Dapat digunakan untuk mengekstraksi tanpa pemanasan.

e. Proses ekstraksi lebih hemat penyari (Marjoni, M.R. (2016).

E. Spektrofotometer UV

Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh suatu molekul organik

akan menghasilkan transisi di antara tingkat energi elektronik pada molekul.

Transisi tersebut umumnya antara orbital ikatan atau orbital pasangan elektron

bebas ke orbital anti ikatan. Spektrum tampak terletak antara 400 nm (ungu) – 750

nm (merah), sedangkan ultraviolet pada panjang gelombang 200 – 400 nm

(Kristanty, 2012).

Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.

Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang


17

tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditranmisikan

atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang

kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan

suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun

pembanding.

Spektrofotometer UV dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang

berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu

diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:

a. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap

terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

b. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

c. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV sebagai

berikut (Gandjar dan Rohman, 2007):

1. Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh

panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva

hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan

baku pada konsentrasi tertentu.

2. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi


18

diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva

kalibrasi berupa garis lurus.

3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2

sampai 0,8. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai

absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang bertujuan untuk

menguji uji aktivitas fraksi kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca sapientum)

sebagai tabir surya berdasarkan penentuan nilai sun protection factor (spf) secara

in vitro

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret-Juni 2017 yang bertempat

di Laboratorium Kimia, Jurusan Farmasi, Politeknik Kesehatan Kemenkes

Makassar.

C. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Aluminium foil, bejana maserasi, batang pengaduk, gelas beker,

corong gelas, kapas, labu ukur, pipet tetes, spektrofotometer UV- VIS,

sendok tanduk, statif, timbangan analitik, vial dan saringan.

2. Bahan yang digunakan

Kulit buah pisang raja, aquadest, etanol dan etil asetat.

D. Pengambilan dan Penyiapan Sampel

Sampel yang digunakan adalah kulit buah pisang Raja yang berasal dari

Kabupaten Bone. Buah pisang tersebut dibersihkan dari kotoran yang menempel

dengan air yang mengalir sampai benar-benar bersih. Lalu kulit yang sudah

bersih kemudian dikurangi kadar airnya dengan cara dipotong tipis-tipis.

19
20

Kemudian kulit buah pisang dikeringkan dengan cara di oven selama 3 hari pada

suhu 60oC kemudian diangin- anginkan dalam suhu kamar tanpa terkena sinar

matahari langsung sampai benar-benar kering lalu dilakukan proses ekstraksi

selanjutnya.

E. Prosedur Kerja

1. Pembuatan ekstrak

Sebanyak 739,98 g simplisia kulit buah pisang raja dimasukkan ke

dalam bejana maserasi kemudian ditambahkan pelarut etanol sampai

seluruh sampel terendam sempurna. Simplisia diaduk rata, kemudaian

bejana maserasi ditutup rapat. Proses maserasi dilakukan dengan beberapa

kali pengadukan dan disimpan di tempat gelap pada suhu kamar. Maserasi

yang dihasilkan kemudian disaring dengan menggunakan kapas, kemudian

filtrat diuapkan dengan cara diangin – anginkan pada suhu kamar hingga

diperoleh ekstrak kental. Kemudian ekstrak etanol kental ditimbang

sebanyak 20 gram lalu di fraksi menggunakan pelarut etil asetat sebanyak

10 ml dan air 30 ml dimasukkan kedalam corong pisah kemudian dikocok,

lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan, kemudian filtrat etil asetat di

keluarkan, dan ditambahkan kembali pelarut etil asetat sebanyak 10 ml

dimasukkan kedalam corong pisah yang berisi air (perlakuan tersebut

dilakukan sebanyak 5 kali).

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖


% Rendamen = x 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
21

2. Skrining fitokimia

1. Uji Alkaloid

Ekstrak ditimbang 0,5 gram, dimasukkan kedalam tabung reaksi,

dilarutkan dengan 1 ml HCL 2N dan 9 ml air, kemudian dibagi

menjadi 3 bagian, hasilnya positif mengandung alkaloid jika

ditambahkan pereaksi mayer akan membentuk endapan putih (putih

kekuningan) dan jika ditambahkan pereaksi wanger akan

menghasilkan endapan cokelat, dan jika ditambahkan pereaksi

dragendorf menghasilkan endapan merah jingga.

2. Uji Flavonoid

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 gram ditambahkan dengan etanol

70%. Kemudian ditambahkan 5-6 tetes HCL pekat, membentuk warna

merah yang menunjukan adanya flavonoid dan pembentukan warna

orange menandakan adanya senyawa flavon.

3. Uji Saponin

Ditimbang 0,5 gram ekstrak, dimasukkan dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas dan dikocok selama 10 menit, hingga

terbentuk busa atau lebih lalu ditetesi dengan HCL 2N, Jika buih tidak

hilang dengan penambahan HCL 2N maka ekstraksi tersebut positif

mengandung saponin.

4. Uji Tanin

Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air

panas dan dikocok, lalu ditambahkan 20 ml NaCL 10 % dan disaring.


22

Filtrat yang dihasilkan ditambahkan FeCL3 dan apabila terjadi

perubahan warna biru tua atau hitam maka positif mengandung tanin.

5. Uji Triterpenoid

Sebanyak 5 ml ekstrak dicampur dengan 2 ml kloroform dan 3 ml

asam sulfat pekat. Terbentuk warna merah kecoklatan pada antar

permukaan menunjukan adanya triterpenoid.

6. Uji Polifenol

Larutan ekstrak uji sebanyak 1 mL direaksikan dengan larutan besi

(III) klorida 10%, jika terjadi warna biru tua, biru kehitamanatau hitam

kehijauan menunjukkan adanya senyawa polifenol.

3. Pembuatan larutan sampel

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditimbang seksama kemudian dimasukkan

ke dalam labu ukur 50 ml, dan diencerkan dengan etanol, dicukupkan

hingga tanda (1000 ppm). Kemudian dari larutan tersebut dipipet sebanyak

2,0 ml, 4,0 ml, 6,0 ml, dan 8,0 ml. Masing-masing dimasukkan ke dalam

labu ukur 10 ml, kemudian diencerkan dengan etanol hingga tanda

(diperoleh larutan dengan konsentrasi 200, 400, 600, dan 800 ppm).

4. Pengukuran serapan sampel

Sampel diukur serapannya pada panjang gelombang 290 nm

sampai 320 nm dengan interval 5 nm yaitu panjang gelombang sinar UV

dan dihitung nilai log SPF yang merupakan nilai rata-rata dari serapan dan

kemudian ditentukan nilai SPF serta jenis proteksi tabir surya dari ekstrak

kulit pisang raja.


23

F. Pengumpulan Data

Data hasil pengukuran serapan larutan sampel ditabulasikan dan

dikumpulkan, kemudian ditentukan potensi aktivitas tabir suryanya.

G. Analisis Data

Dibuat kurva serapan uji kuvet 1 cm, dengan panjang gelombang antara

290 nm dan 360 nm, digunakan etanol sebagai blanko. Serapan larutan uji

menunjukkan pengaruh zat yang menyerap maupun yang memantulkan sinar UV

dalam larutan. Kemudian dibaca absorbansi setiap interval 5 dari panjang

gelombang 290 nm sampai panjang gelombang 320 nm. Untuk menghitung nilai

SPF digunakan persamaan (2):


320

𝑆𝑃𝐹 = 𝐶𝐹 x ∑ x 𝐸𝐸 (𝞴) 𝑥 𝐼 (𝞴) 𝑥 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 (𝞴)


290

Keterangan :

EE : Erythemal effect spectrum

I : Solar intensity spectrum

Abs : Absorbance of sunscreen product

CF : Correction factor (= 10)


24

Nilai EE×I adalah konstan. Konstanta nilai EE×I dapat dilihat: (Mansur et al,

1986).

Panjang Gelombang Nilai EE×I

290 0,0150

295 0,0817

300 0,2874

305 0,3278

310 0,1864

315 0,0837

320 0,0180

Total 1

Cara perhitungan :

1. Nilai serapan yang diperoleh dikalikan dengan nilai EE x I untuk masing–

masing panjang gelombang yang terdapat pada tabel diatas.

2. Hasil perkalian serapan dan EE x I dijumlahkan.

3. Hasil penjumlahan kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang

nilainya 10 untuk mendapatkan nilai SPF sediaan.


25

H. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data yang telah

diperoleh.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian uji aktivitas ekstrak etil asetat kulit pisang raja (Musa

paradisiaca var sapientum) sebagai tabir surya berdasarkan penentuan nilai Sun

Protection Factor (SPF) adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 : Hasil ekstraksi

No % Rendamen Hasil

1 Etanol 19,562% b/v

2 Fraksi Etil 4,104% b/v

Simplisia kering kulit pisang raja sebanyak 739,98 g diekstraksi dengan

metode maserasi menggunakan pelarut etanol sebanyak 5 liter, didapat ekstrak

kental 144,7606 g sehingga diperoleh rendamen 19,562%. Ekstrak ditimbang

sebanyak 20,2191 g difraksinasi menggunakan etil asetat dan didapat fraksi etil

asetat 0,8299 g dengan rendamen 4,104 %

26
27

Tabel 4.2 : Hasil skrining fitokimia fraksi etil asetat kulit pisang raja
Hasil Fraksi
No Senyawa kimia Pereaksi Hasil
Etil Asetat
1 Alkaloid Ekstrak ditimbang 0,5 -Mayer = endapan -Larutan
gram sampel,masukkan putih (putih bening (-)
kedalam tabung kekuningan )
-Larutan
reaksi,dilarutkan dengan
-dragendrof = kuning (-)
1 ml HCl 2N dan 9 ml
endapan merah
air.
jingga
2 Flavonoid Ekstrak di timbang 0,5 Endapan orange Endapan
gram+etanol 70%+5-6 orange(+)
tetes HCl pekat
3 Saponin Ekstrak ditimbang 0,5 Jika buih tidak Busa hilang
gram, dimasukkan hilang dengan (-)
kedalam tabung penambahan HCl 2N
reaksi,ditambahkan 10 maka hasilnya
ml air panas dan dikocok mengandung
selama 10 menit, hingga saponin.
terbentuk busa atau lebih
lalu ditetesi dengan HCl
2N.
4 Tanin Ekstrak ditimbang 0,5 Biru tua atau hitam Hitam (+)
gram, masukkan kedalam
tabung reaksi
ditambahkan 10 ml air
panas dan kocok, + 20 ml
NaCl 10% dan
disaring.filtrat yang
dihasilkan ditambahkan
FeCl3.
5 Triterpenoid 5 ml ekstrak dicampur Terbentuk warna Merah
dengan 2 ml kloroform merah kecoklatan kecoklatan
dan 3 ml asam sulfat pada antar antar
pekat. permukaan. permukaan
(+)
6 Polifenol 1 ml ekstrak direaksikan warna biru tua, biru Biru
dengan larutan besi(III) kehitaman atau kehitaman
klorida 10% hitam kehijauan. (+)
28

Keterangan: Terdeteksi (+)

Tidak terdeteksi (-)

Sumber: Data Primer 2017

Tabel 4.3 : Hasil perhitungan nilai SPF fraksi etil asetat kulit pisang raja

No Konsentrasi (ppm) SPF rata-rata

1 400 3,80358

2 600 7,54280

3 800 11,72125

4 1000 15,10727

B. Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan sampel kulit pisang raja yang diekstraksi

dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Maserasi merupakan

metode sederhana dan paling banyak digunakan karena metode ini sesuai dan baik

untuk skala kecil maupun skala industri. Teknik pengerjaannyapun relatif

sederhana dan mudah dilakukan, peralatan yang digunakan sangat sederhana,

biaya operasionalnya relatif murah, dapat digunakan untuk mengekstraksi tanpa

pemanasan, dan proses ekstraksi lebih hemat penyari.

Pilihan utama untuk pelarut pada maserasi adalah etanol, karena etanol

memiliki beberapa keunggulan sebagai pelarut yaitu, etanol bersifat lebih selektif,

dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman, bersifat nontoksik (tidak


29

beracun), etanol bersifat netral, memiliki daya absorbsi yang baik, dapat

bercampur dengan air pada berbagai perbandingan, panas yang dapat diperlukan

untuk pemekat lebih selektif, dan etanol dapat melarutkan berbagai zat aktif dan

meminimalisir terlarutnya zat pengganggu seperti lemak. Pada maserasi ini,

digunakan kulit pisang raja (Musa paradisiaca var sapientum) kering sebanyak

739,98 gram yang dimasukkan ke dalam wadah kaca dan dilarutkan menggunakan

pelarut etanol 96% hingga simplisia terendam sempurna. Simplisia diaduk rata

dan wadah ditutup rapat kemudian disimpan di tempat gelap pada suhu ruangan.

Maserasi dilakukan didalam wadah kaca untuk mengurangi interaksi yang

mungkin terjadi antara wadah dengan sampel. Proses maserasi dilakukan selama

12 hari, dilakukan penggantian larutan penyari tiap 3 hari sambil sering diaduk-

aduk dengan tujuan mempercepat proses ekstraksi. Filtrat yang diperoleh dari

hasil ekstraksi diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotavapor hingga

volumenya berkurang, kemudian diuapkan lagi menggunakan water bath pada

suhu 80-100oC, dan dimasukkan kedalam desikator hingga diperoleh ekstrak

kental. Ekstrak kental tersebut kemudian difraksinasi dengan pelarut etil asetat

kemudian dilakukan skrining fitokimia dan diuji aktivitas tabir suryanya.

Penentuan efektivitas tabir surya dilakukan dengan menentukan nilai SPF

dengan metode spektrofotometri (Sayre et al., 1979). Dibuat kurva serapan uji

kuvet 1 cm, dengan panjang gelombang antara 290 dan 360 nm, digunakan etanol

sebagai blanko. Serapan larutan uji menunjukkan pengaruh zat yang menyerap

maupun yang memantulkan sinar UV dalam larutan. Kemudian dibaca absorbansi


30

setiap interval 5 dari panjang gelombang 290 nm sampai panjang gelombang 320

nm.

Berdasarkan penelitian terdahulu metode ini paling banyak digunakan untuk

pengujian aktivitas tabir surya sampel secara in vitro dan juga merupakan metode

yang sangat sederhana, cepat, serta bahan kimia dan sampel yang digunakan

sedikit. Pengukuran dilakukan secara spektrofotometri dimana panjang

gelombang yang diukur berkisar 290-320 nm (UVB). Konsentrasi larutan yang

dibuat adalah 400ppm, 600ppm, 800ppm, dan 1000 ppm dengan menggunakan

pelaru etanol sebagai larutan pengencer dan blanko kemudian dilakukan replikasi

triplo. Sediaan dikatakan dapat memberikan perlindungan apabila memiliki nilai

SPF 2-100.

Adapun, rata-rata waktu aman dibawah sinar UV sebelum kulit terasa

terbakar (sebelumnya memakai tabir surya), 10 menit bagi yang memiliki kulit

cerah, 15 menit bagi yang berkulit sedang, dan 20 menit bagi yang berkulit gelap,

angka SPF menunjukkan bahwa berapa kali lipat tabir surya dapat melindungi

kulit dengan waktu aman jika tidak memakai tabir surya (Wahyu Triasmara,

2016) contoh penggunaan SPF 15 bagi 3 jenis kulit :

1. kulit cerah → 10 menit x SPF 15 = 150 menit (2,5 jam)

2. kulit sedang → 15 menit x SPF 15 = 225 menit (± 4 jam)

3. kulit gelap → 20 menit x SPF 15 = 300 menit (5 jam)

Adapun penelitian yang dilakukan, oleh wandini lestari dengan pengujian

yang sama menggunakan kulit pisang dengan spesies yang berbeda yaitu

menggunakan kulit pisang Ambon dengan konsentrasi 250 ppm menghasilkan


31

14,11 aktivitas tabir surya menggunakan pelarut etanol, sedangkan hasil dari

penelitian pisang raja memperoleh aktivitas tabir surya 15,11 pada konsentrasi

1000 ppm menggunakan pelarut Etil Asetat, SPF yang biasa digunakan pada

kosmetik sebesar 16, setelah diregresi perkonsentrasi dan dikalkulasi pada

kenaikan 1200 ppm diperoleh nilai SPF 19,03 sehingga kulit pisang raja dapat

dijadikan acuan untuk pembuatan krim tabir surya pada konsentrasi 1200 ppm.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas fraksi etil asetat kulit pisang raja

(Musa paradisiaca var sapientum) sebagai tabir surya dapat disimpulkan

bahwa Ekstrak etil asetat kulit pisang raja memiliki aktivitas tabir surya,

dengan nilai SPF masing-masing adalah, konsentrasi 400 ppm sebesar 3,80;

600 ppm sebesar 7,54; 800 ppm 11,72; 1000 ppm sebesar 15,10.

B. Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya, sebelum simplisia kering

diekstraksi menggunakan pelarut polar, sebaiknya diekstraksi terlebih dahulu

dengan pelarut organik non polar.

32
33

DAFTAR PUSTAKA

Anhwange, B.A. 2008. Chemical composition of Musa sapientum (banana) peels.


J. FodTechnol 6(6) :263-6.

Dita F, dkk.(2014). aktivitas antioksidan dan tabir surya pada ekstrak kulit buah
pisang goroho (musa acuminate L) jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol.
3 No. 2 ISSN 2302 – 2493.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Hal. 19,
11, 40-42.
Daniells, J., dkk. (2001). Musalogue: a catalogue of Musa germplasm. Diversity
in the genus Musa. International Network for the Improvement of Banana
and Plantain, Montpellier, France (E. Arnaud and S. Sharrock, compil).

Gandjar dan Rohman., (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:


Yogyakarta.
Ilyas, N.Z. (2015). Skripsi Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai Sun Protection
Factor (SPF) Krim Rice Bran Oil. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Damayanty, I. (2016). Uji Aktivitas Ekstrak Buah Mentimun (Cucumis sativus)
Sebagai Tabir Surya Berdasarkan Penentuan Nilai Sun Protection Factor
(SPF)Secara in Vitro. Makassar.

Kristanty, R. E. 2012. Isolasi dan Elusidasi Struktur Senyawa Antioksidan dan


Penghambat Xantin Oksidase dari Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopondium, DC). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam:
Universitas Indonesia.
Mansur, J.S., et all. 1986. Determination of Sun Protection Factor for
Spectrophotometry An.Bras. Dermatol. Rio de Janeiro.
Marjoni, M.R. (2016). Dasar-dasar fitokimia.Trans Info Media: jakarta.

Moloney F.J., collins S., dan Murphy G.M 2002. Sunscreen : Safety, Efficacy and
Appropriate Use. Am.J.Clin. Dermatol. Vol.3, 185-191
Nagarajaiah, S.B. and J. Prakash, 2011. Chemical composition and antioxidant
potential of peels from three varieties of banana. Asian J. Food Agro-
Ind., 4: 31-46..

Rejeki, S dan Wahyuningsih, S,S. (2015). Formulasi Gel Tabir Surya Minyak
Namplung (Tamanu Oil) dan Diuji Nilai SPF Secara In Vitro”. Jurnal
University Research Colloquinum. 97-103.
34

Rahmawanty, D dan Fadhilaturrahmah. (2014). “Study Aktivitas Tabir Surya Buah


Limpasu (Baccaurea lanceolata) Berdasarkan Penentuan Nilai Sun
Protection Factor (SPF) Secara In Vitro”. Jurnal Pharmascience. 1(1),55-
58.
Someya, S., Yoshiki, Y., and Okubo K., 2002, Antioxidant compounds from
bananas (Musa Cavendish), food chemistry, Vol. 79, 351-354.
Tranggono, iswari Retno. Dr,(2007), pegangan ilmu pengetahuan kosmetik,PT.
Gramedia pustaka utama, jakarta
Triasmara, Wahyu. (2016) Beauty consultant skincare. [online]. Tersedia :
http://www.kompasiana.com/dr_wahyutriasmara. (juni, 2017)
Van Steenis, C. G. G. J, dkk. 2006. Flora. Balai Pustaka : Jakarta Timur.
35

Lampiran I
SKEMA KERJA

Sampel kulit buah pisang raja


(Musa Paradisiaca varSapientum)

- Dibersihkan dan dicuci dengan air


- Diiris tipis-tipis
- Dikeringkan pada suhu kamar
- Diserbukkan
- Ditimbang 100 g
- Dimaserasi dengan pelarut ethanol
96%

Ekstrak Etanol encer

Diuapkan pada suhu kamar/Dirotavapor

Ekstrak Etanol kental Fraksi etil asetat

Pengujian aktivitas tabir surya

Spektrofotometri

Pengumpulan data

Analisi data

Kesimpulan

Gambar 1 : Skema Kerja Uji Aktivitas Fraksi Etanol Kulit Pisang Raja (Musa
paradisiaca var sapientum) Sebagai Tabir surya
36

Lampiran II (Perhitungan)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖
% Rendamen = x 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

144,7606
= x 100 %
739,98

= 19,5627%

Untuk fraksi Etil Asetat

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖


% Rendamen = x 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

0,8299
= 20,2191x 100%

= 4,104%

Perhitungan Nilai SPF


Mansur mengembangkan suatu persamaan matematis untuk mengukur

nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometri. Persamaannya

sebagai berikut :

320

𝑆𝑃𝐹 = 𝐶𝐹 𝑥 ∑ x 𝐸𝐸 (𝞴) 𝑥 𝐼 (𝞴) 𝑥 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 (𝞴)


290

Keterangan :

EE : Erythemal effect spectrum

I : Solar intensity spectrum

Abs : Absorbance of sunscreen product

CF : Correction factor (= 10)


37

1. 400 ppm
a. SPF = 10 x 0,0150 x 0,52916
= 0,07937
b. SPF = 10 x 0,0817 x 0,48728
= 0,39811
c. SPF = 10 x 0,2874 x 0,43409
= 1,24757
d. SPF = 10 x 0,3278 x 0,37208
= 1,21967
e. SPF = 10 x 0,1864 x 0,31760
= 0,59201
f. SPF = 10 x 0,0839 x 0,27094
= 0,22678
g. SPF = 10 x 0,0180 x 0,22257
= 0,04006
SPF = 0,07937 + 0,39811 + 1,24757 + 1,21967 + 0,59201 + 0,22678 + 0,04006
= 3,80357
2. 600 ppm
a. SPF = 10 x 0,0150 x 1,00570
= 0,1508
b. SPF = 10 x 0,0817 x 0,93318
= 0,76241
c. SPF = 10 x 0,2874 x 0,84391
= 2,42540
d. SPF = 10 x 0,3278 x 0,74183
= 2,43172
e. SPF = 10 x 0,1864 x 0,64906
= 1,20985
38

f. SPF = 10 x 0,0839 x 0,56815


= 0,47554
g. SPF = 10 x 0,0180 x 0,48354
= 0,08704
SPF = 0,15085 + 0,76241 + 2,42540 + 2,43172 + 1,20985 + 0,47554 + 0,08704
= 7,54281
3. 800 ppm
a. SPF = 10 x 0,0150 x 1,47770
= 0,22166
b. SPF = 10 x 0,0817 x 1,93318
= 1,57941
c. SPF = 10 x 0,2874 x 1,25440
= 3,60515
d. SPF = 10 x 0,3278 x 1,10980
= 3,63792
e. SPF = 10 x 5 x 0,1864 x 0,97796
= 1,82291
f. SPF = 10 x 0,0839 x 0,86129
= 0,72090
g. SPF = 10 x 0,0180 x 0,74057
= 0,13330
SPF = 0,22166 + 1,57941 + 3,60515 + 3,63792 + 1,82291 + 0,72090 + 0,13330
= 11,72125
4. 1000 ppm
a. SPF = 10 x 0,0150 x 1,97020
= 0,29553
b. SPF = 10 x 0,0817 x 1,85810
= 1,51807
39

c. SPF = 10 x 0,2874 x 1,67890


= 4,82516
d. SPF = 10 x 0,3278 x 1,48630
= 4,87209
e. SPF = 10 x 0,1864 x 1,31040
= 2,44258
f. SPF = 10 x 0,0839 x 1,16280
= 0,97326
g. SPF = 10 x 0,0180 x 1,0032
= 0,18058
SPF = 0,29553 + 1,51807 + 4,82516 + 4,87208 + 2,44259 + 0,97326 + 0,18058
= 15,10727
40

Tabel 1 : Data awal uji aktivitas fraksi etil asetat kulit pisang raja sebagai tabir
surya
No Konsentrasi ekstrak CF EE()xI Abs CF xEE(λ)xI(λ)xabs SPF
1. 400 ppm 10 0,015 0,52916 0,07937 3,80357
0,0817 0,48728 0,39811
0,2874 0,43409 1,24757
0,3278 0,37208 1,21967
0,1864 0,3176 0,59201
0,0837 0,27094 0,22678
0,018 0,22257 0,04006
2. 600 ppm 10 0,015 1,0057 0,15085 7,54281
0,0817 0,93318 0,76241
0,2874 0,84391 2,42540
0,3278 0,74183 2,43172
0,1864 0,64906 1,20985
0,0837 0,56815 0,47554
0,018 0,48354 0,08704
3. 800 ppm 10 0,015 1,4777 0,22166 11,72125
0,0817 1,93318 1,57941
0,2874 1,2544 3,60515
0,3278 1,1098 3,63792
0,1864 0,97796 1,82291
0,0837 0,86129 0,72090
0,018 0,74057 0,13330
4. 1000 ppm 10 0,015 1,9702 0,29553 15,10727
0,0817 1,8581 1,51807
0,2874 1,6789 4,82516
0,3278 1,4863 4,87208
0,1864 1,3104 2,44259
0,0837 1,1628 0,97326
0,018 1,0032 0,18058
41

Lampiran III

Nilai SPF Fraksi Etil AsetatKulit Pisang


Raja (Musa paradisiaca var sapientum)
25

20
Nilai SPF

15

10

0
400 600 800 1000
Konsentrasi Fraksi Etil Asetat Kulit Pisang Raja (ppm)

Lampiran IV Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. sampel kulit pisang raja


42

Gambar 2. Sampel yang sudah di potong-potong kecil

Gambar 3. Kulit pisang yang sudah kering


43

Gambar 4. Ekstraksi sampel dengan metode maserasi

Gambar 5. Penyaringan sampel


44

Gambar 6. Proses Rotary Evaporator Ekstrak Etanol Kulit Pisang Raja

Gambar 7. Penguapan Ekstrak Yang Dilakukan Di Waterbath


45

Gambar 8. Ekstrak Etanol Kental Kulit Pisang Raja

Gambar 9. Proses Fraksinasi Pelarut Etil Asetat Kulit Pisang Raja


46

Gambar 10. Proses Penguapan Ekstrak Etil Asetat

Gambar 11. Proses Pengerjaan Penentuan Aktivitas tabir surya


47

Gambar 12. Larutan induk sampel

Gambar 13. Hasil pengenceran sampel dari larutan induk


48

Gambar 14. Pengukuran sampel dengan menggunakan spektrofotometer


BIOGRAFI

A. Identitas Diri

Nama Lengkap : Alviani

NIM : PO. 71.3.251.14.1.001

Tempat/Tanggal Lahir : Karella, 12 Oktober 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Program Studi : D.III

Alamat : Dusun Radda, Desa Karella, Kec.Mare,

Kab.Bone

E-mail : alviani.121096@gmail.com

No.Telepone/HP : 0852 4641 8009

Nama Orang Tua : Ayah : Bakri

Ibu : Julmiati

B. Riwayat Pendidikan

TK : TK Mattiro Deceng (2001-2002)

SD : SD 236 Karella (2002 - 2008)

SMP : SMP Negeri 3 Batugading (2008 - 2011)

SMA : SMA Negeri 1 Mare (2011 - 2014)

Perguruan Tinggi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar

Jurusan Farmasi

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya sebagai bahan

pertimbangan Bapak/Ibu. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

You might also like