You are on page 1of 14

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Umum Eucalyptus Klon

Jenis Eucalyptus klon merupakan jenis yang tidak membutuhkan

persyaratan yang khusus terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Eucalyptus klon

ini terdiri dari hasil persilangan Eucalyptus urograndis, Eucalyptus urophylla dan

Eucalyptus pellita dimana metode klon tersebut dengan mengambil stek pucuk

Eucalpytus. Jenis Eucalyptus termasuk jenis yang sepanjang tahun tetap hijau dan

sangat membutuhkan cahaya. Kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup

tinggi untuk dipakai sebagai kayu gergajian, konstruksi, finir dan bahan

pembuatan pulp dan kertas. Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk

selalu dikembangkan (Departemen Kehutanan, 1994).

Tanaman ini dapat bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan

terhadap serangan rayap. Jenis ini termasuk cepat pertumbuhannya terutama pada

waktu muda. Sistem perakarannya yang sangat muda cepat sekali memanjang,

menembus ke dalam tanah. Intensitas penyebaran akarnya ke arah bawah hampir

sama banyaknya dengan ke arah samping (Departemen Kehutanan,1994).

Keterangan Botani

Eucalyptus klon termasuk family Myrtaceae yang terdiri dari 500 jenis –

700 jenis dan 138 varietas dan merupakan tumbuhan yang endemik di Australia

dan kepulauan sebelah utara timur, Irian dan Filipina. Adapun botani spesies

Eucalyptus klon menurut sistematikanya yaitu:

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospemae

Universitas Sumatera Utara


Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Family : Myrtaceae

Genus : Eucalyptus

Spesies : Eucalyptus klon

Jenis Eucalyptus klon dapat berupa semak dan perdu sampai mencapai

ketinggian 100 meter umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit

bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan banyak

meloloskan sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas,

jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga

bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Pada pohon

yang masih muda letak daunnya berhadapan, bentuk dan ukuran sering berbeda

dan lebih besar dari pohon tua. Pada umur tua, letak daun berselang-seling

(Departemen Kehutanan, 1994).

Syarat Tumbuh

Jenis-jenis Eucalyptus terutama menghendaki iklim bermusim dan daerah

yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Eucalyptus dapat tumbuh pada tanah

yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air,

dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah yang kurus gersang sampai

pada tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus dapat tumbuh di daerah

beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah sampai

daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi petumbuhannya 0-

1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20- 32C Ketinggian tempat yang sesuai

untuk Eucalyptus berbeda-beda. Jenis hue, leda dan lainnya dapat tumbuh pada

Universitas Sumatera Utara


ketinggian antara 0-100 mdpl. Untuk jenis Urophylla,Hybrida dan grandis

ketinggian tempat yang seuai masing-masing 600-2300 mdpl (Khaeruddin, 1999).

Andisol

Andisol merupakan tanah yang subur dengan sifat fisik dan kimianya yang

sesuai dengan kondisi tanah yang diperlukan oleh tanaman pertanian, yaitu

gembur, ringan dan berpori, berwarna gelap, bertekstur sedang (lempung,

lempung berdebu, dan lempung liat berdebu) terdapat di pegunungan dengan

bercurah hujan sedang sampai tinggi (Syarief,1989).

Menurut Inoue (1986) Andisol merupakan tanah yang sangat penting,

tetapi merupakan tanah yang bermasalah dalam bidang pertanian dan kehutanan

akibat rendahnya produktivitas tanah yang disebabkan oleh sifat-sifat kimia yang

khas seperti retensi P yang tinggi, pencucian unsur basa dari tanah, dan sifat fisika

yang khas.

Karakteristik Andisol

Konsep utama Andisol adalah tanah yang berkembang dari bahan abu

volkan, batu apung, dan sinder serta bahan volkan lainnya yang berasal dari

letusan gunung berapi yang kompleks pertukarannya didominasi oleh bahan

mineral dari Al, Fe,Ca, Si dan humus atau matriks tanah didominasi oleh butiran

volkan (Smith, 1978 dalam Arifin, 1994). Menurut Syarief (1989) Andisol disebut

juga tubuh tanah pegunungan tinggi (tropical brown forest) yang mempunyai

ketebalan solum tanah agak tebal 100 sampai 225 cm, berwarna hitam, kelabu

sampai coklat tua dengan kedalaman tanah pada top soil yang tampak jelas.

Teksturnya terbentuk dari debu, lempung berdebu sampai lempung.

Universitas Sumatera Utara


Struktur tanahnya bersifat remah dan lapisan bawahnya agak menggumpal

serta konsistensinya gembur (subur). Bahan induknya adalah abu dan tuf vulkan

oleh sebab itu kandungan unsur hara alaminya sedang sampai tinggi. Kandungan

bahan organik umumnya tinggi yaitu antara 10 sampai 20 %, reaksi tanah cukup

baik yaitu asam sampai netral (pH 5,063 sampai 7,0). Bobot isi tanah ini termasuk
3
rendah yaitu 0,85 g /cm dan umumnya mengandung abu vulkanik lebih dari 60 %

(Patrick, 1986).

Dilihat dari komposisinya, mineral liat Andisol terutama didominasi oleh

alofan dan imogolit berkembang pada kondisi iklim dengan curah hujan yang

lebih tinggi, hanya beberapa Andisol yang mengandung kuarsa dalam jumlah

yang sedikit sedangkan Andisol yang berasal bahan induk asam yang banyak

mengandung haloisit (curah hujan relatif rendah) (Syarief, 1990).

Sifat-sifat kimia Andisol di antaranya mengandung alofan dan imogolit

dominan, pH tanah > 5,0;,tanah (didominasi bahan amorf); kandungan C-organik

tinggi, menurun sesuai kedalaman tanah; bahan organik dapat membentuk

senyawa dengan mineral liat alofan (kandungan C-organik tinggi); kandungan N,

dan K tinggi, sedangkan P rendah; retensi P tinggi > 85% (pengaruh Al dan Fe

aktif, retensi yang rendah), basa dapat tukar rendah; kejenuhan basa sedang
-1 -1
sampai tinggi; dan KTK rendah (<30 me/100 g ), medium (30-50 me/ 100 g ),
-1
tinggi (>50 me /100 g ) (Santoso, 1986).

Fosfor

Fosfor merupakan unsur hara esensial tanaman. Tidak ada unsur lain yang

dapat mengganti fungsinya di dalam tanaman, sehingga tanaman harus

mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk pertumbuhan secara normal.

Universitas Sumatera Utara


Fungsi penting fosfor di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi,

transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-

proses di dalam tanaman lainnya. Di dalam tanah P terdapat dalam berbagai

bentuk persenyawaan yang sebagian besar tidak tersedia bagi tanaman. Sebagian

besar pupuk yang diberikan ke dalam tanah, tidak dapat digunakan tanaman

karena bereaksi dengan bahan tanah lainnya, sehingga nilai efisiensi pemupukan P

pada umumnya rendah hingga sangat rendah (Winarso,2005).

Fosfor juga tidak kalah pentingnya dalam pertumbuhan tanaman seperti

halnya Nitrogen dan Kalium walaupun diabsorpsinya dalam jumlah yang lebih

kecil dari kedua unsur tersebut. Sumber utama P larutan tanah, disamping dari

pelapukan bebatuan / bahan induk juga berasal dari mineralisasi P organik hasil

dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimmobilisasikan P dari larutan tanah

dan hewan (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi

ketersediaan fosfor dalam tanah menurut Winarso (2005) adalah :

a. Tipe liat

Fiksasi P akan lebih kuat pada liat tipe 1: 1 daripada tipe 2 : 1. Tipe liat 1 :

1 yang banyak mengandung kaolinit lebih kuat mengikat P. Disamping itu oksida

hidrous dari Al dan Fe pada tipe liat 1 : 1 juga ikut menjerap P.

b. Reaksi tanah

Ketersediaan dan bentuk- bentuk P di dalam tanah sangat erat

hubungannnya dengan kemasaman (pH) tanah. Pada kebanyakan tanah

ketersediaan P maksimum dijumpai pada kisaran pH antara 5,5 – 7. Ketersediaan

P akan menurun bila pH tanah lebih rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7.

Adsorpsi P dalam larutan tanah oleh Fe dan Al oksida dapat menurun apabila pH

Universitas Sumatera Utara


meningkat. Apabila kemasaman makin rendah (pH makin tinggi) ketersediaan P

juga akan berkurang oleh fiksasi Ca dan Mg yang banyak pada tanah- tanah

alkalin. P sangat rentan untuk diikat baik pada kondisi masam maupun alkalin.

Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P terfiksasi.

Dengan waktu Al akan diganti oleh Fe, sehingga kemungkinan akan terjadi

bentuk Fe –P yang lebih sukar larut jika dibandingkan dengan Al –P. Kemasaman

pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan P dalam bentuk :

1. kelarutan dan bentuk P.

2. fiksasi dan unsur yang memfiksasi.

3. kekuatan ikatan.

Bentuk ion ortofosfat pada kondisi lebih masam didominasi bentuk


-
ortofosfat primer (H2PO4 ) dibandingkan dengan bentuk ortofosfat sekunder
-2
(HPO4 ). Bentuk ion fosfat ini pada tanah masam (pH turun) akan bereaksi

dengan Fe, Al dan Mn membentuk senyawa tidak larut (terfiksasi atau teradsorpsi

secara kuat dan mengendap) menghasilkan hidroksi fosfat dan tidak tersedia bagi

tanaman. Sebaliknya pada tanah alkalin (pH tinggi) diatas 7 Ca dan Mg bereaksi

dengan P sehingga P juga kurang tersedia. Bentuk P lebih larut dan tersedia paling

optimum terjadi pada range pH 6 hingga 7. Sebagian besar P yang ada di dalam

tanah tersebut diikat oleh Ca, Al, bahan organik dan khususnya sangat besar oleh

besi baik dalam bentuk Fe –P maupun occluded Fe –P (Winarso, 2005).

c.Waktu reaksi

Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P

terfiksasi. Dengan waktu Al akan diganti oleh Fe, sehingga kemungkinan akan

terjadi bentuk Fe –P yang lebih sukar larut jika dibandingkan dengan Al –P.

Universitas Sumatera Utara


d. Temperatur

Tanah yang berada pada iklim panas umumnya lebih banyak mengikat P

jika dibandingkan dengan tanah pada iklim sedang. Iklim panas akan

menyebabkan kadar oksida hidrous Al dan Fe dalam tanah cukup tinggi.

e. Bahan organik tanah

Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas

dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan

bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara

tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah

tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih

banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman. Bahan organik sumber

nitrogen (protein) pertama-tama akan mengalami peruraian menjadi asam-asam

amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah

besar mikrobia heterotrofik mengurai menjadi amonium yang dikenal sebagai

proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir pada setiap

keadaan, sehingga amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik

(mineral) yang utama dalam tanah (Tisdel dan Nelson, 1974).

Bahan organik tanah telah dapat mempengaruhi ketersediaan fosfat

melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO2.

Asam- asam organik seperti asam malonat, asam oxalat, asam tatrat akan

menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion

Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks

yang sukar larut. Dengan demikian konsentrasi ion Al, Fe dan Ca yang bebas

dalam larutan akan berkurang dan diharapkan fosfat tesedia akan lebih banyak.

Universitas Sumatera Utara


Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara langsung

melalui proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan membantu

pelepasan P yang terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan ketersediaan P di

dalam tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui 5 aksi

seperti tersebut di bawah ini: (1) Melalui proses mineralisasi bahan organik terjadi
3-
pelepasan P mineral (PO4 );(2) Melalui aksi dari asam organik atau senyawa

pengkelat yang lain hasil dekomposisi, terjadi pelepasan fosfat yang berikatan

dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk terlarut,


3 2-
Al (Fe)(H2O) (OH)2 H2PO4 + Khelat ===> PO4 (larut) + Kompleks AL-Fe-

Khelat (Stevenson, 1982).

(3). Bahan organik akan mengurangi jerapan fosfat karena asam humat dan asam

fulvat berfungsi melindungi sesquioksida dengan memblokir situs pertukaran; (4).

Penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan

organik asli tanah; (5). Membentuk kompleks fosfo-humat dan fosfo-fulvat yang

dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman, sebab fosfat yang dijerap pada

bahan organik secara lemah. Untuk tanah-tanah berkapur (agak alkalin) yang

banyak mengandung Ca dan Mg fosfat tinggi, karena dengan terbentuk asam

karbonat akibat dari pelepasan CO2 dalam proses dekomposisi bahan organik,

mengakibatkan kelarutan P menjadi lebih meningkat, dengan reaksi sebagai

berikut :

CO2 + H2O ====== > H2CO3


3 2 -
H2CO3 + Ca (PO4) ====== > CaCO3 + H2PO4

Asam-asam organik hasil proses dekomposisi bahan organik juga dapat berperan

sebagai bahan pelarut batuan fosfat, sehingga fosfat terlepas dan tersedia bagi

Universitas Sumatera Utara


tanaman. Hasil proses penguraian dan mineralisasi bahan organik, di samping

3-
akan melepaskan fosfor anorganik (PO4 ) juga akan melepaskan senyawa-

senyawa P-organik seperti fitin dan asam nucleic, dan diduga senyawa P-organik

ini, tanaman dapat memanfaatkannya. Proses mineralisasi bahan organik akan

berlangsung jika kandungan P bahan organik tinggi, yang sering dinyatakan

dalam nisbah C/P. Jika kandungan P bahan tinggi, atau nisbah C/P rendah kurang

dari 200, akan terjadi mineralisasi atau pelepasan P ke dalam tanah, namun jika

nisbah C/P tinggi lebih dari 300 maka akan terjadi imobilisasi P atau kehilangan P

(Stevenson, 1982).

Perilaku P di dalam Tanaman dan Peranannya

Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion


-
ortofosfat primer (H2PO4 ) dan sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofosfat

2-
sekunder (HPO4 ). Kemasaman tanah sangat besar pengaruhnya terhadap

-
perbandingan serapan ion tersebut yaitu makin besar H2PO4 makin besar

2-
sehingga makin banyak diserap tanaman dibandingkan dengan HPO4 , hal inilah

salah satu faktor yang menyebabkan tanaman lebih banyak menyerap bentuk
- 2-
H2PO4 dibandingkan dengan bentuk HPO4 (Tisdale et al., 1985)

Bentuk-bentuk P lain juga ada yang diserap tanaman akan tetapi

jumlahnya sangat sedikit. Fosfor di dalam tanaman mempunyai fungsi yang

sangat penting yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan

penyimpanan energi dan memindahkan energi seperti ATP dan ADP, pembelahan

dan pembesaran sel serta proses di dalam tanaman lainnya, meningkatkan kualitas

bunga, buah dan biji, transfer sifat menurun dari satu generasi ke generasi

berikutnya dalam penyusunan DNA dan RNA, mempercepat perkembangan akar

Universitas Sumatera Utara


dan perkecambahan, dapat meningkatkan penggunaan air, dan meningkatkan daya

tahan terhadap penyakit (Winarso, 2005).

Pada tanaman muda, kadar P paling tinggi dijumpai pada pusat-pusat

pertumbuhan. Seperti halnya unsur P juga sangat mobil yaitu apabila tanaman

defisiensi lebih dulu pada jaringan lebih tua. Demikian juga apabila tanaman

sudah memasuki fase generatif (masak), sebagian besar P dimobilisasi ke biji dan

buah atau bagian generatif tanaman. Kadar P bagian-bagian generatif tanaman biji

lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang lain ( Tisdale et

al., 1985).

Tanah-tanah muda dengan curah hujan rendah biasanya mengandung P

cukup tinggi, apabila dibandingkan dengan tanah-tanah yang telah mengalami

pelapukan lanjut dan berkembang di daerah dengan curah hujan tinggi.

Kehilangan P dari suatu tempat / tanah sangat erat hubungannya dengan proses

run off dan erosi sangat banyak dijumpai pada daerah-daerah bercurah hujan

tinggi. Kehilangan tanah karena erosi dengan ketebalan 0,8 mm dapat


-1
menyebabkan kehilangan tanah sebesar 11,2 ton ha . Hal ini berarti juga

kehilangan unsur N, P, K dan bahan organik/humus yang sangat besar (Winarso,

2005).

Perilaku P di dalam Tanah

Secara umum P di dalam tanah dapat dikelompokkan menjadi P organik

dan P anorganik. Ketersediaan P organik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

P anorganik. Perbandingan bentuk-bentuk P pada tanah tropika sangat terlapuk

(tua) adalah bentuk P aktif 10-20%, bentuk P organik 10-20% dan bentuk

occluded 50-80% dari P total (Dobin 1980 dalam Arca, 1985). Bentuk P

Universitas Sumatera Utara


anorganik tanah sebagian besar berkombinasi dengan Al, Fe, Ca, F, Mn, oksida

hidrous dari unsur seperti limonit dan geotit dan lain-lainnya. Kelarutan

kombinasi atau senyawa tersebut sangat bervariasi dari sangat larut hingga tidak

larut. Selain itu fosfat juga bereaksi dengan liat membentuk kompleks fosfat liat

tidak larut. Pada umumnya P yang diikat oleh Fe sangat tidak larut dibandingkan

dengan yang diikat oleh Al. Selain itu P yang diikat oleh Ca lebih muda tersedia

dibandingkan dengan kedua bentuk P sebelumnya ( Winarso, 2005).

Dominasi bentuk P anorganik di dalam tanah pada tanah-tanah muda

(pelapukan belum intensif) adalah sesuai dengan urutan Ca-P > Al-P > Fe-P

sedangkan untuk tanah-tanah tua (pelapukan lanjut) sesuai dengan urutan Fe-P >

Al –P > Ca-P dan untuk tanah andisol dengan urutan Al-P > Ca-P > Fe-P.

Bentuk P organik di dalam tanah sekitar 10% terdapat dalam

mikroorganisme, nilai ini sangat lebih kecil apabila dibandingkan dengan P total.

Bentuk P organik terdistribusi paling besar di permukaan tanah dibandingkan

dengan subsoil karena sesuai dengan akumulasi bahan organik tanah.Bentuk

senyawa P dalam tanah, yang tersedia bagi tanaman adalah P ortofosfat (P di


-
kelilingi 4 atom oksigen O) yang merupakan turunan dari asam fosfat H3PO4 . Ion

P ortofosfat yang banyak diserap oleh tanaman adalah ion ortofosfat primer
-
(H2PO4 ) dan sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofosfat sekunder

2-
(HPO4 ) ( Winarso, 2005).

Kedalaman Efektif Tanah

Kedalaman efektif tanah adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan

sampai bahan induk atau sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman tidak

dapat atau tidak dapat menembusnya. Kedalaman tanah ini dapat berpengaruh

Universitas Sumatera Utara


pada pertumbuhan tanaman karena pengaruhnya terhadap volume media yang

menyuplai air dan unsur hara serta pada penetrasinya perakaran. Makin dalam

solum tanah memungkinkan pertumbuhan akar baik sehingga dapat mengambil air

dan hara dengan baik (Winarso,2005).

Kandungan fosfat organik pada lapisan tanah atas (top soil) lebih banyak

dibandingkan dengan lapisan bawah (sub soil). Hal ini disebabkan karena

absorpsi / serapan akar tanaman yang sampai ke sub soil, sedangkan pada top soil

terdapat akumulasi dari sisa-sisa tanaman dari satu generasi ke generasi

berikutnya (Winarso, 2005).

Tripel superfosfat (TSP)

Fosfor (P) dalam pupuk dinyatakan dalam bentuk oksidanya yaitu P2O5.

Pupuk TSP mengandung P sebesar 44% P2O5.Rumus kimianya Ca(H2PO4). Sifat

umum pupuk Tripel superfosfat (TSP) sama dengan dengan pupuk DS yaitu

pupuk ini dianggap tidak mengandung gipsum, dalam pembuatannya digunakan

asam fosfat yang berfungsi sebagai pengasam dan untuk meningkatkan kadar P.

Pupuk ini telah lama digunakan di Indonesia baik oleh petani maupun di

perkebunan besar. Sifatnya berupa tepung kasar berwarna putih kotor. Pupuk ini

berwarna abu-abu coklat muda; sebagian P larut air; reaksi fisiologis: sedikit

asam. Bahaya meracun sulfat relatif kecil dan sulfidanya yang berasal dari reduksi

sulfat juga rendah (Firkah, 2008).

Bekerjanya lambat dan kemungkinan pelindian juga rendah. Bila diberikan

3+ 3+
pada tanah yang bayak mengandung Fe dan Al bebas akan terjadi sematan P

oleh kedua unsur tersebut. Karena lambat bekerjanya pupuk ini diberikan sebagai

pupuk dasar.Kadar P2O5 pupuk ini sekitar 44-46% walaupun secara teoritis dapat

Universitas Sumatera Utara


mencapai 56 %. Pembuatan pupuk TSP dengan menggunakan sistem wet proses.

Dalam proses ini batuan alam (rockphosphate) fluor apatit diasamkam dengan

asam fosfat hasil proses sebelumnya (seperti pembuatan pupuk DS). Reaksi

dasarnya sebagai berikut:

Ca3(PO4)2CaF + H3PO4 → Ca(H2PO4)2 + Ca(OH)2 + HF

(Firkah, 2008).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Letak geografis dan astronomis

Sektor Habinsaran mulai beroperasi pada tahun 1986 dan memiliki luas

administrasi seluas 24.080 ha dimana luas efektifnya seluas 12.000 ha dan sisanya

merupakan areal konservasi. Sektor Habinsaran memiliki jatah tebang tahunan

3
sebesar 230.000 m / tahun. Sektor Habinsaran memasok 80 % bahan baku pulp

“ ’ “
untuk produksi pulp. Sektor habinsaran terletak berada pada 02 07 00 –02 21

’ “ ’ “ ’
00 LU dan 9905 00 – 99 18 00 . Sektor Habinsaran berada pada ketinggian

900 – 1700 mdpl. Sebelah utara berbatasan dengan Porsea / Silaen, sebelah timur

berbatasan dengan Parsoburan, sebelah barat berbatasan dengan Sipahutar, dan

sebelah selatan berbatasan dengan hutan alam / hutan register. Letak

astronomisnya berdasarkan pemerintahan di propinsi Sumatera Utara, kabupaten

Toba Samosir, kecamatan Tapanuli Utara, Habinsaran, Sialen, Laguboti ,

Siborong-borong dan Sipahutar.

Topografi

Sektor Habinsaran memiliki daerah dengan beragam topografi dengan

perincian sebagai berikut : datar (0 –8) dengan luas 8,116 ha (33,70%) , landai (8

Universitas Sumatera Utara


–15) dengan luas 2,178 ha (9,07%) , agak curam / sedang (15 –25) dengan luas

11,898 ha (49,41%), curam (25 –40) dengan luas 1,728 ha (7,18%) dan sangat

curam (  40) dengan luas 0,160 ha (0,6%).

Keadaan Lahan

Sektor Habinsaran memiliki kedaan lahan yang kering. Jenis tanah Sektor

Habinsaran memiliki jenis tanah Hydrandepts, Hapludans dan Eutropepts. Jenis

batuan (geologi) jenis batuan yang ada di sektor Habinsaran adalah jenis batu

Tapanuli, Peusangan, Pettani, Sihapas dan Toba. Iklim (klasifikasi menurut

Schmidt Fergusson 1951) tipe iklim di sektor Habinsaran memiliki tipe iklim A

(sangat basah) dengan curah hujan rata-rata 173 mm. Bulan tertinggi pada bulan

September, dan bulan terendah pada bulan Juni (Planning,2009).

Universitas Sumatera Utara

You might also like