You are on page 1of 14

PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS DAN DIAGNOSTIK DASAR


Pada keterampilan pemeriksaan general status dan pemeriksaan fisik diagnostik dasar ini, standar
kompetensi yang ingin dicapai adalah: mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan general status dan
pemeriksaan fisik diagnostik dasar secara lengkap dan benar.

Kompetensi Dasar:
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan general status
2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis pemeriksaan fisik diagnostik dasar
3. Mahasiswa mampu mengenal dan menjelaskan alat yang akan digunakan dalam pemeriksaan fisik
diagnostik dasar
4. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik diagnostik dasar
5. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fisik diagnostik dasar secara baik dan benar

PEMERIKSAAN GENERAL STATUS


Pendahuluan
Pemeriksaan fisik selalu dimulai dengan penilaian general status (“Keadaan Umum”) penderita. Penilaian
general status penderita meliputi kesan keadaan sakit, kesadaran, kelainan-kelainan lain yang segera tampak,
kesan status gizi. Dengan penilaian general status ini akan diperoleh kesan apakah penderita dalam keadaan
distress akut yang memerlukan pertolongan segera, ataukah penderita dalam keadaan yang relatif stabil
sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap.

1. Kesan keadaan sakit


Kesan keadaan sakit merupakan hal yang pertama dinilai. Kesan keadan sakit dilakukan dengan menilai
apakah penderita tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang ataukah sakit berat. Kesan keadaan sakit ini bersifat
subyektif. Deskripsi obyektif untuk menarik kesimpulan kesan keadaan sakit ini sulit diuraikan; kesan tersebut
diambil dengan penilaian penampakan pasien secara keseluruhan.
Perlu ditekankan bahwa kesan keadaan sakit tidak selalu identik dengan serius atau tidaknya penyakit yang
diderita. Seorang penderita leukemia dalam pengobatan, misalnya, dapat terlihat sehat, bergizi baik serta
tampak aktif, padahal sebenrnya menderita penyakit yang potensial fatal. Sebaliknya, anak dengan infeksi
saluran nafas atas akibat virus yang relative ringan, dapat tampak sakit berat.
Penting juga untuk memperhatikan fasies penderita. Fasies adalah istilah yang menunjukkan ekspresi wajah
penderita, dan kadang-kadang dapat memberikan informasi tentang keadaan klinisnya. Penderita yang
tersenyum, berbicara atau tertawa biasanya dalam keadaan baik atau hanya menderita sakit ringan. Fasies
penderita dehiddrasi berat (khususnya kolera) disebut fasies kolerika yang ditandai dengan mata cekung dan
kering serta muka yang layu. Fasies pasien obstruksi hidung ditandai dengan pernafasan melalui mulut, mulut
yang selalu terbuka, muka tampak seperti orang bodoh, suara sengau dan dapat disertai sternum yang
cekung. Keadaan ini sering dijumpai pada atresia koana, hipertrofi adenoid dan sinusitis kronik. Fasies pada
penderita tetanus sangat khas; wajah tampak kaku dengan mulut trismus yang disebut risus sardonikus.
Penderita defisiensi mental sering menunjukkan fasies dengan karakteristik mata tampak kosong, wajah
datar dan respon terhadap stimulus sering lambat. Ekspresi wajah yang kosong dapat terjadi pada berbagai
keadaan sepereti pada bisu-tuli, kelainan bicara, penyakit berat dan penderita dengan masalah psikologis.
Beberapa sindrom sering memperlihatkan ekspresi wajah yang khas, misalnya pada penderita sindrom Down.
Penilaian posisi pasien serta aktivitasnya juga sangat penting untuk memperoleh kesan keadaan sakit ini.
Apakah penderita dating berjalan, duduk, tiduran aktif, tiduran pasif, ataukah mengambil posisi abnormal
tertentu. Dari posisi penderita, kadang-kadang dapat diduga adanya paresis, paralysis atau ada bagian tubuh
yang sakit apabila digerakkan. Penderita sesak nafas sering berada dalam posisi duduk atau setengah duduk
dengan kedua tangan menyangga kebelakang. Penderita appendicitis akut seringkali berjalan sambil
membungkuk dengan memegang perut kanan bawah, dan bila berbaring cenderung miring ke kanan dengan

1
tungkai dalam keadaan fleksi. Penderita efusi pleura atau atelektasis paru yang luas, akan merasa nyaman
bila berbaring pada sisi yang sakit.

2. Kesadaran
Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai :
 Komposmentis: penderita dalam keadaan sadar sepenuhnya dan memberikan respon yang
adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan.
 Apatis: penderita dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, ia
akan memberikan respons yang adekuat bila diberikan stimulus.
 Somnolen: suatu tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatis, penderita tampak
mengantuk selalu ingin tidur; tidak responsif terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan
respons terhadap stimulus yang agak keras, kemudian tertidur lagi.
 Delirium: Keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai disorientasi, iritatif
dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik sehingga sering terjadi halusinasi.
 Sopor: pada keadaan ini penderita tidak memberikan respon ringan maupun sedang, namun
memberikan sedikit respon terhadap stimulus yang kuat, refleks pupil terhadap cahaya masih
positif.
 Koma: penderita tidak bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil terhadap cahaya tidak
ada. Keadaan ini merupakan tingkat kesadaran yang paling rendah. Untuk menilai secara
kuantitatif tingkat kesadaran penderita, dapat digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Selain kesadaran, penilaian juga dilakukan pada status mental dan perilaku penderita. Apakah
penderita tampak gembira, tenang kooperatif, ketakutan, agresif, hiperaktif, gaduh gelisah, murung
atau cengeng.

3. Kelainan-kelainan lain yang segera tampak


Penilaian juga perlu dilakukan pada kelaianan-kelainan lain yang segera nampak dan dapat diamati
pemeriksa, misalnya dispneu, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis, anemis, ikterik, edema anasarka
dan lain-lain. Perincian lebih lanjut, khususnya yang menyangkut pernafasan, diuraikan dalam
penilaian vital sign. Pemeriksaan penderita anemia dan ikterik dapat dilakukan dengan memeriksa
sklera dan konjungtiva mata. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meminta penderita menatap kearah
pemeriksa, sambil pemeriksa membuka kedua kelopak mata bawah menggunakan ibu jari dan
diamati warna sklera dan konjungtivanya. Penderita anemis akan nampak pucat pada konjungtiva,
sedangkan penderita ikterik nampak sklera yang berwarna kuning.

Gambar 1. Pemeriksaan sklera dan konjungtiva

2
4. Status Gizi
(Penilaian status gizi dapat dilihat pada buku panduan tentang penilaian status gizi).

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK DASAR


Pada pelatihan pemeriksaan fisik diagnostik dasar bertujuan untuk melatih dan mengenalkan kepada
mahasiswa tentang ketrampilan medik dasar yang akan senantiasa digunakan dalam praktek sehari-hari
sebagai dokter atau tenaga medis. Ketrampilan medis dasar itu meliputi:
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Dalam rangka memudahkan mahasiswa mempelajari teknik pemeriksaan fisik diagnostik dasar tersebut
maka dalam latihan ini kami menggunakan regio abdomen sebagai ilustrasi. Adapun pemeriksaan fisik
diagnostik abdomen yang lebih detail akan disampaikan di blok sistema digestivus.

Dinding Abdomen
Muskulus rektus abdominis dapat ditemukan apabila seseorang dalam posisi terlentang mengangkat
kepala dan bahunya (Gambar 1).

Gambar 1.

Pelaksanaan latihan
1. Kuasailah teori cara pemeriksaan abdomen dengan baik.
2. Lakukanlah pemeriksaan abdomen pada partner anda secara tematik.
3. Mintalah bantuan instruktur apabila anda menemui kesulitan.

Untuk tujuan deskripsi, biasanya abdomen dibagi menjadi 4 kuadran menurut dua garis imajiner
yang saling tegak lurus dan berpotongan di umbilikus: kanan atas, kanan bawah, kiri atas, dan kiri
bawah (Gambar 2). Tetapi kadang-kadang, digunakan sistem pembagian yang lain yang lain membagi
abdomen menjadi 9 bagian. Tiga sebutan yang biasa digunakan pada sistem ini adalah epigrastrik,
umbilicus dan hypogastrik atau suprapubik.

3
Gambar 2. Kuadran Abdomen

Pada waktu memeriksa abdomen, dapat teraba beberapa organ yang normal. Kolon sigmoid dapat
teraba sebagai suatu saluran sempit yang agak keras pada kuadran kiri bawah, sedangkan coecum
dan sebagian dari colon ascenden membentuk suatu tube yang lebih lunak dan lebih besar di
kuadran kanan bawah. Bagian dan kolon transversum dan kolon descenden dapat pula diraba
(Gambar 2).
Walaupun tepi bawah hepar normal terletak lebih rendah daripada batas bawah kosta kanan, karena
konsistensinya yang lunak kadang-kadang normal sulit untuk diraba.
Bagian bawah dari ginjal kanan, kadang-kadang dapat juga diraba pada kuadran kanan atas, tetapi
pada daerah yang lebih dalam terutama pada wanita yang kurus, dengan dinding abdomen yang
betul-betul relaks.
Pulsasi dari aorta abdominalis dapat terlihat dan biasanya teraba dibagian atas abdomen, sedangkan
pulsasi arteria iliaka kadang-kadang teraba di kuadran bawah. Kandung kemih yang penuh dan teregang
dan uterus dalam kehamilah dapat teraba di atas symphisis pubis. Pada orang kurus dengan dinding
abdomen yang relaks, beberapa sentimeter di bawah umbilikus, kadang-kadang teraba promontorium
sacralis atau tepi depan vertebra sacralis pertama. Pada pemeriksa yang belum familiar dengan suatu
tonjolan yang keras seperti ini, kadang-kadang menyalahartikannya sebagai suatu tumor. Processus
xyphoideus juga suatu tonjolan yang kadang-kadang dirasakan dan disalahartikan sebagai tumor oleh pasien.
Kavum abdomen meluas mulai dari daerah di bawah diaphragma yang terlindung oleh kosta. Di daerah yang
terlindung ini, terletak sebagian besar dari hepar, ventrikulus, dan seluruh bagian dari lien normal. Organ-
organ pada daerah terlindung tersebut tidak dapat diraba (dipalpasi), tetapi dengan perkusi dapat
diperkirakan adanya organ-organ tersebut. Sebagian besar dari kandung empedu normal terletak disebelah
dalam dari hepar, sehingga hampir tidak dapat dibedakan. Deodenum dan pankreas terletak dibagian dalam
kuwadran atas abdomen, sehingga dalam keadaan normal tidak teraba.

Gambar 3. Kavum abdomen

4
Ginjal adalah organ yang terletak di daerah posterior, terlindung oleh tulang rusuk, sudut
costovertebral (sudut yang dibentuk oleh batas bawah kosta ke-12 dengan processus transversus
vertebra lumbalis) merupakan daerah untuk menentukan ada tidaknya nyeri ginjal (Gambar 3).

CARA PEMERIKSAAN
Syarat-syarat pemeriksaan abdomen yang baik adalah:
1. Penerangan ruangan yang memadai.
2. Penderita dalam keadaan relaks.
3. Daerah torak dan abdomen mulai dari atas, yaitu leher sampai symphisis pubis harus terbuka.

Untuk memudahkan relaksasi:


1. Kandung kencing dalam keadaan kosong.
2. Penderita berbaring terlentang dengan bantal di bawah kepalanya, dan di bawah lututn ya atau
posisi yang mengenakkan untuk bernafas.
3. Kedua lengan diletakkan di samping badan, atau diletakkan menyilang pada dada. Tangan yang
diletakkan di atas kepala akan membuat dinding abdomen teregang dan mengeras, sehingga
menyulitkan palpasi.
4. Gunakan tangan yang hangat, permukaan stetoskop yang hangat, dan kuku yang dipotong pendek.
Menggosokkan kedua tangan akan membantu menghangatkan tangan anda.
5. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah yang terasa sakit dan memeriksa daerah tersebut
terakhir.
6. Lakukanlah pemeriksaan dengan perlahan, hindarkan gerakan yang cepat dan tiba-tiba.
7. Apabila perlu, ajaklah penderita berbicara.
8. Apabila penderita amat ketakutan atau kegelian, mulailah pemeriksaan dengan menggenggam kedua
tangannya di bawah tangan anda kemudian secara pelan-pelan bergeser untuk melakukan palpasi.
9. Monitorlah pemeriksaan anda dengan memperhatikan muka/ekspresi penderita.

Biasakanlah untuk mengetahui keadaan di tiap bagian yang anda periksa Pemeriksaan dilakukan dari sebelah
kanan penderita, dengan urutan: inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.

INSPEKSI
Mulailah menginspeksi dinding abdomen dari posisi anda berdiri di sebelah kanan penderita. Pada waktu
memulai inspeksi, dimulai dari arah kaki penderita di tempat tidur untuk mengamati ada tidaknya asimetri
dinding torak. Kembalilah ke sisi sebelah kanan tempat tidur dan lakukan inspeksi pada dinding depan dada
dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi. Apabila anda akan memeriksa dinding belakang dada dan gerakan
peristaltik, sebaiknya dilakukan dengan duduk, atau agak membungkuk, sehingga anda dapat melihat dinding
abdomen secara tangensial (Gambar 4).

Gambar 4. Inspeksi

5
Perhatikanlah:
Abdomen
1. Kulit: apakah ada sikatriks, striae atau vena yang melebar. Secara normal, mungkin melihat
vena-vena kecil. Striae yang berwarna ungu terdapat pada sindroma. Cushing dan vena yang melebar
dapat terlihat pada cirrhosis hepatis atau bendungan vena cava inferior (Gambar 5). Perhatikan pula
apakah ada rash atau lesi-lesi kulit lainnya.

Gambar 5. Inspeksi Abdomen

2. Umbilikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, dan apakah ada tanda-tanda inflamasi atau
hernia (Gambar 5).
3. Perhatikan bentuk permukaan (contour) abdomen termasuk daerah inguinal dan femoral:
datar, bulat, protuberant, atau scaphoid. Bentuk yang melendung mungkin disebabkan oleh asites,
penonjolan suprapubik karena kehamilan atau kandung kencing yang penuh. Tonjolan asimetri mungkin
terjadi karena pembesaran organ setempat atau masa.
4. Hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus costa.
5. Massa.
6. Peristaltik. Apakah anda mencurigai adanya obstruksi usus, amatilah peristaltik selama
beberapa menit. Pada orang yang kurus, kadang-kadang peristaltik normal dapat terlihat.
7. Pulsasi. Pulsasi aorta yang normal kadang-kadang dapat terlihat di daerah epigastrium.

PALPASI
Setelah inspeksi, pemeriksaan dengan palpasi yakni pemeriksaan dengan meraba, mempergunakan telapak
tangan dan memanfaatkan alat peraba yang terdapat teraba pada telapak tangan dan jari tangan, dengan
palpasi dapat ditentukan bentuk, besar, tepi, permukaan serta konsistensi organ. Ukuran organ dapat
dinyatakan dengan besaran dalam satuan ukuran, misalnya sentimeter. Permukaan organ dinyatakan apakah
rata atau berbenjol-benjol, konsistensi organ dinyatakan dengan lunak, keras, kenyal, kistik atau berfluktuasi,
sedangakan tepi organ dinyatakan sebagai tajam atau tumpul. Pada palpasi abdomen, untuk mengurangi
ketegangan dinding abdomen, dilakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut, abdomen diraba dengan
telapak tangan mendatar dengan jari-jari II, III dan IV yang merapat. Bila ada bagian yang sakit, perabaan
selalu dimulai dari bagian yang tidak sakit, baru kemudian ke bagian yang sakit. Palpasi dapat pula dilakukan
dengan 2 tangan, terutama bila pemeriksa hendak mengetahui adanya cairan atau ballottement (Gambar 6).

6
Gambar 6. Palpasi Abdomen

Palpasi pada abdomen sebaiknya dilakukan setelah auskultasi dan perkusi untuk menghindari reaksi berlebih
organ abdomen setelah di palpasi. Palpasi ringan (superticial) berguna untuk mengetahui adanya ketegangan
otot, nyeri tekan abdomen, dan beberapa organ dan masa superficial.Dengan posisi tangan dan lengan
bawah horisontal, dengan menggunakan telapak ujung jari-jari secara bersama-sama, lakukanlah gerakan
menekan yang lembut, dan ringan. Hindarkan suatu gerakan yang mengentak. Dengan pelahan, rasakan
semua kuadran. Carilah adanya masa satu organ, daerah nyeri tekan atau daerah yang tegangan ototnya
lebih tinggi (spasme). Apabila terdapat tegangan, carilah apakah ini disadari atau tidak, dengan mencoba cara
merelakskan penderita, dan melakukan palpasi pada waktu ekspirasi
Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk memeriksa masa di abdomen. Dengan menggunakan permukaan
pallar dari ujung jari, lakukan palpasi dalam untuk mengetahui adanya masa, tentukanlah lokasinya,
ukurannya, bentuknya, konsistensinya, mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada tekanan.
Apabila palpasi dalam sulit dilakukan (misalnya pada obesitas atau otot yang tegang), gunakan dua tangan,
satu di atas yang lain.
Massa di abdomen dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis fisiologis (uterus dalam kehamilan);
inflamasi (diverticulitis colon atau pesudocyt pancreas); vaskuler (aneurisma aorta); neoplastik (uterus yang
miomatosa, karsinoma kolon, atau ovarium) atau obstruktif (kandung kencing yang teregang).

Untuk mengetahui adanya iritasi peritoneal. Perhatikan nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen, lebih-lebih
blia disertai spasme otot, menunjukkan adanya inflamasi dari peritoneum periatale. Temukanlah daerah ini
setepatnya.
Sebelum melakukan palpasi, mintalah penderita untuk batuk, dan temukanlah letak rasa sakitnya. Kemudian,
lakukan palpasi secara lembut dengan satu jari untuk menentukan daerah nyeri.
Atau, lakukanlah pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri lepas. Tekan jari anda pelan-pelan dengan
kuat, kemudian tiba-tiba lepaskan tekanan anda. Apabila pada pelepasan tekanan juga timbul rasa sakit
(tidak hanya pada penekanan), dikatakan bahwa nyeri lepas tekan positif.

Hepar
Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, menyangga costa XI dan XII dengan posisi sejajar pada
costa. Mintalah penderita untuk relaks. Dengan mendorong hepar ke depan, hepar akan leblh mudah teraba
dari depan.
Tempatkan tangan kanan anda pada abdomen penderita sebelah kanan, di sebelah lateral otot rektus,
dengan ujung jari ditempatkan di bawah batas bawah daerah redup hepar. Dengan posisi jari tangan
menunjuk ke atas, obliq, tekanlah dengan lembut ke arah dalam dan ke atas.
Mintalah penderita untuk bernafas dalam-dalam. Cobalah merasakan sentuhan hepar pada jari anda pada
waktu hepar bergerak ke bawah, dan menyentuh jari anda. Apabila anda merasakannya, kendorkanlah
tekanan jari anda, sehingga hepar dapat meluncur di bawah iari anda, clan anda dapat meraba permukaan
anterior hepar penderita. Apabila anda dapat merasakannya, batas hepar normal adalah lunak, tegas dan
tidak berbenjol-benjol (Gambar 7).

7
Gambar 7. Palpasi Abdomen

Besarnya tekanan pada dinding abdomen pada pemeriksaan hepar tergantung pada tebal tipisnya otot
rektum. Apabila anda susah merabanya, pindahlah palpasi pada daerah yang lebih dekat ke arcus costa.
Pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan teknik mengait. Berdirilah di sebelah kanan penderita. Letakkanlah
kedua tangan kanan anda bersebelahan di bawah batas bawah redup hepar. Mintalah penderita untuk
bernafas dalam-dalam dengan nafas perut, sehingga pada inspirasi hepar dan juga lien dan ginjal akan
berada pada posisi teraba.

PERKUSI
Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui pebedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-
batas suatu organ misalnya paru, jantung, dan hati, atau mengetahui batas-batas massa yang
abnormal di rongga abdomen.
Perkusi dapat dilakukan dengan cara langsung dengan mengetukkan ujung jari II atau III langsung
pada daerah yang diperkusi. Cara yang lazim dikerjakan adalah perkusi tidak langsung. Pada cara ini
jari II atau III tangan kiri diletakkan lurus pada bagian tubuh yang diperiksa, sedangkan jari-jari
lainnya tidak menyentuh tubuh. Jari ini dipakai sebagai landasan untuk mengetuk. Ketuklah jari ini
pada falang bagian distal, proksimal dari kuku, dengan jari II atau III tangan kanan yang
membengkok. Ketukan dilakukan demikian rupa sehingga engsel pergerakan terletak pada
pergelangan tangan, bukannya pada siku.
Secara garis besar suara perkusi dibagi menjadi 3 macam, yakni sonor (suara yang terdengar pada
perkusi paru normal), pekak (seperti suara yang terdengar pada perkusi otot misalnya otot paha
atau bahu), dan timpani (seperti suara yang terdengar pada perkusi abdomen bagian lambung).
Tentu terdapat suara antara suara tersebut, misalnya redup (antara sonor dan pekak) dan hipersonor
(antara sonor dan timpani). Pemeriksaan perkusi dilakukan pada pemeriksaan torak, abdomen, dan
kepala. Perkusi dada bayi dan anak tidak boleh dilakukan terlalu keras.

Abdomen
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperkirakan ukuran hepar, dan kadang-kadang lien,
menemukan asites, mengetahui apakah suatu masa padat atau kistik, dan untuk mengetahui adanya udara
pada lambung dan usus.

Orientasi
Lakukanlah perkusi pada ke empat kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup.
Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan
faeces menghasilkan suara redup Pada sisi abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah
menjadi redup. Periksalah daerah suprapubik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang teregang atau
uterus yang membesar

8
Perkusilah dada bagian bawah antara paru dan arkus costa anda akan mendengar suara redup hepar di
sebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri karena gelembung udara pada lambung dan flesura
splenikus colon.
Suara redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.
Lakukanlah perkusi pada garis midklavikula kanan, mulai dan bawah umbilikus (di daerah timpani) ke atas,
sampai terdengar suara redup yang merupakan batas bawah hepar. Kemudian, lakukanlah perkusi dari
daerah paru ke bawah untuk menentukan batas atas hepar. Sekarang ukurlah berapa sentimeter tinggi
daerah redup hepar tersebut. Ukuran daerah redup hepar dapat dilihat pada Gambar 6. Ukuran ini pada
orang yang tinggi, lebih besar daripada orang yang pendek, dan biasanva pria lebih besar dari wanita. Pada
penderita penyakit obstruksi paru kronik (COPD) batas bawah hepar dapat lebih ke bawah, tetapi
jarak/daerah redup hepar tidak berubah.
Apabila hepar tampaknya membesar, perkusilah daerah lain untuk mengetahui garis batas bawah hepar
(Gambar 8).

Gambar 8. Perkusi Abdomen

Lien
Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma, disebelah posterior garis midaxiler. Suatu daerah kecil
suara redup dapat ditemukan diantara suara sonora paru dan suara timpani, tetapi mencari suara redup lien
ini tidak banyak gunanya. Perkusi lien hanya berguna kalau dicurigai atau didapatkan splenomegali Apabila
membesar, lien akan membesar ke arah depan, ke bawah dan ke medial, mengganti suara timpani clan
lambung dan kolon, menjadi suara redup. Apabila anda mencurigai splenomegali, cobalah pemeriksaan-
pemeriksaan berikut :
1. Perkusilah daerah spatium intercosta terbawah di garis axilaris anterior kiri (Gambar 9). Daerah ini
biasanya timpani. Kemudian mintalah penderita untuk menarik nafas panjang, dan lakukan perkusi lagi.
Apabila lien tidak membesar, suara perkusi tetap timpani. Apabila suara menjadi redup pada inspirasi,
berarti ada pembesarun lien. Walaupun demikian, kadang-kadang terdapat juga suara redup pada lien
normal (falsely positive splenic percuission sign).
2. Perkusilah daerah redup lien dari berbagai arah Apabila ditemukan daerah redup yang luas, berarti
terdapat pembesaran lien (Gambar 9). Pemeriksaan perkusi untuk mengetahui adanya pembesaran lien,
dapat terganggu oleh isi lambung dan kolon tetapi pemeriksann ini dapat menunjukkan adanya
pembesaran lien sebelum lien teraba pada palpasi.

9
Gambar 9. Perkusi Abdomen

AUSKULTASI
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan mempergunakan stetoskop, dengan cara auskultasi dapat didengar
suara pernafasan bunyi dan bising jantung, peristaltik usus, dan aliran darah dalam pembuluh darah. Pada
auskultasi dianjurkan menggunakan stetoskop binaural yang mempunyai bermembran (diafragma) serta
bagian yang berbentuk mangkok (sungkup) yang dikelilingi karet agar tidak terasa dingin. Sisi membrane atau
diafragma akan menyaring suara yang berfrekwensi atau bernada rendah (low frequency, low oitched),
sehingga suara yang terutama ialah suara bernada tinggi. Sisi mangkuk sebaliknya akan menyaring suara yang
berfrekwensi tinggi (high frequency, high pitched) sehingga suara yang terutama terdengar yang
berfrekwensi rendah bila mangkuk ditekan lembut pada kulit. Apabila sisi mangkuk ditekan dengan keras
pada kulit, maka mangkuk bersama dengan kulit berfungsi sebagai membrane, sehingga suara yang terutama
terdengar adalah suara yang berfrekwensi tinggi (Gambar 10).

Gambar 10. Stetoskop

Abdomen
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus, dan kemungkinan adanya
gangguan vaskuler. Anda harus banyak berlatih hingga betul-betul mengenali keadaan normal dan variasi
normal. Auskultasi abdomen dilakukan sebelum perkusi dan palpasi, karena kedua pemeriksaan tersebut
dapat mempengaruhi frekuensi suara usus. Letakkan diafragma dari stetoskop anda dengan lembut pada
abdomen (Gambar 11).

10
Dengarkanlah suara usus, dan perhatikan frekuensi dan karakternya, suara yang normal terdiri dari click dan
gurgles, dengan frekuensi kira-kira 5 sampai 35 per menit. Kadang-kadang anda dapat mendengar
borborygmi, yaitu gurgles yang panjang. Karena suara usus akan disebarkan ke seluruh abdomen, maka
mendengarkannya pada suatu tempat saja, misalnya kuadran kanan bawah, biasanya sudah memadai. Suara
usus ini dapat berubah pada diare, sumbatan usus, ileum paralitikus dan peritonitis.
Pada penderita dengan hipertensi, periksalah daerah epigastrium dan daerah kuadran kanan dan kiri atas,
apakah ada bising. Bising pada sistole dan diastole pada penderita hipertensi menunjukkan adanya stenos is
arteria renalis. Sedangkan bising sistole saja pada epigastrium dapat terdapat pada orang normal. Apabila
dicurigai adanya insufisiensi arteri pada tungkai, periksalah adanya bising sistolik dan diastolik pada arteria
illaca dan femoralis (Gambar 12).

Gambar 11. Auskultasi Abdomen

Gambar 12. Auskultasi Abdomen

PETUNJUK PELAKSANAAN LATIHAN


1. Bacalah petunjuk sebelum datang ke tempat latihan, dan mengerti cara-cara pemeriksaan, dan anatomi
abdomen (apabila perlu, bukalah atlas anatomi anda).
2. Penderita diminta menanggalkan pakaian bagian atas.
3. Penderita dalam keadaan berbaring, kepala berbantal tipis.
4. Penderita diminta untuk relaks, lengan bebas diletakkan disepanjang sisi tubuh. Kalau perlu penderita
diminta untuk menekuk lutut. Bernafas biasa, untuk menghilangkan ketegangan ajaklah penderita untuk
bercakap-cakap.
5. Ambil waktu yang cukup dalam pemeriksaan torak dan abdomen ini, sebab interpretasi apa yang didapat
amatlah penting.
6. Dokter berdiri atau duduk disebelah kanan penderita.
7. Penderita diberitahu apa yang sedang dilakukan.
8. Penderita diminta memberikan reaksi apabila ada rasa atau sensasi lain pada saat pemeriksaan.

11
9. Pemeriksaan rektum merupakan kelengkapan pemeriksaan abdomen. Catat apa yang didapatkan pada
pemeriksaan.
LATIHAN

INSPEKSI
 Perhatikan:
- Keadaan secara umum
- Kontur permukaan periksa
- Adanya retraksi atau tonjolan
- Adanya asymetria
 Perhatian gerakan kulit sehubungan dengan pernafasan
 Perhatikan pada kulit adanya: pigmentasi, bekas luka dan bendungan vena

PALPASI
Lakukan palpasi superfisial secara menyeluruh dengan sistematis di seluruh permukaan periksa. Tentukan
tonus otot dan adanya pembengkakan atau tonjolan permukaan periksa.

PERKUSI
Lakukan perkusi sebagai orientasi umum pada semua area pemeriksaan untuk mengetahui daerah bersuara
sonor, hipersonor, timpani dan redup atau pekak.

AUSKULTASI
Letakkan stetoskop seperti pada gambar 11. Lakukan auskultasi secara sistematis. Perhatikan, apakah
terdengar bising pembuluh darah dan kenalilah suara usus normal dengan segala variasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Douglas, G,. Nicol, F,. and Robertson, C. 2006. Macleod’s Clinical Examination.
Eleventh Edition. Limited. UK. Harcourt Publishers Limited.

Ford, J.M,. Hennessey, I,. and Japp, A. 2005. Introduction to Clinical Examination.Eight Edition.
Elsevier Limited. UK. Harcourt Publishers Limited.

Goldberg and Thompson, J. 2005. Exam of The Abdomen In A Practical Guide to Clinical Medicine.
UCSD School of Medicine and VA Medical Center. University of California. San Diego.
http:/// medicine.ucsd.edu/clinicalmed/abdomen.htm . didownload 30 Agustus 2007.

Matondang, C.S,.Wahidiyat, I. dan Sastroasmoro, S., dkk,. 2000. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi
Kedua. Jakarta. PT. Sagung Seto.

Swartz, M.H. 1995. Textbook of Physical Diagnosis. Philadelphia. WB Saunders


Company.

12
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS DAN DIAGNOSTIK DASAR

Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
A. PEMERIKSAAN GENERAL STATUS
1. Penilaian kesan keadaan sakit
2. Penilaian kesadaran
3. Pemeriksaan kelainan-kelainan lain yang segera tampak
4. Mencatat hasil pemeriksaan
B. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK DASAR
1 Mempersilakan penderita untuk berbaring terlentang
2 Berdiri di sebelah kanan penderita
3 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan meminta ijin
Meminta penderita untuk membuka baju seperlunya agar daerah pemeriksaaan
4
terbuka
5 Meminta penderita untuk memberikan respons terhadap pemeriksaan (rasa sakit)
6 Berusaha membuat penderita rileks pada saat dilakukan pemeriksaan
INSPEKSI
7 Mata mengamati bentuk (simetrisitas) daerah yang diperiksa
8 Mata mengamati warna kulit daerah yang diperiksa
9 Mata mengamati adanya gerak pernafasan di daerah yang diperiksa
PALPASI
Menghangatkan kedua telapak tangan dengan cara saling menggosokkan kedua
9
telapak tangan kanan dan kiri
Melakukan palpasi dengan meletakkan telapak tangan secara horisontal dengan
10
lengan bawah pada permukaan daerah yang diperiksa
Melakukan gerakan menekan dengan lembut pada permukaan daerah yang
11
diperiksa dengan telapak ujung jari-jari tangan secara bersamaan
12 Melakukan tekanan ringan saat palpasi pada waktu ekspirasi
PERKUSI
Meletakkan jari II dan III tangan kiri lurus pada bagian tubuh yang diperiksa.
13
Jari ini dipakai sebagai landasan untuk mengetuk.
Mengetukkan jari II dan III tangan kanan pada jari II atau III tangan kiri pada
14
falang bagian distal, proksimal dari kuku.
Melakukan ketukan dengan berengsel pada pergerakan pergelangan tangan
15
kanan secara berirama sebanyak 2 ketukan
AUSKULTASI
Meletakkan diafragma stetoskop dengan lembut pada permukaan daerah yang
16
akan diperiksa
Meletakkan stetoskop pada seluruh kuadran di permukaan daerah yang akan
17
diperiksa
Mendengarkan bunyi secara sistematis (terdengar bising pembuluh darah dan suara
18
usus normal dengan segala variasinya)
JUMLAH

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan

13
2 : Dilakukan dengan benar

14

You might also like