You are on page 1of 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325566941

Sistim Agroforestri pada lahan bekas hutan sagu di kampung Baraway


Kabupaten Kepulauan Yapen Papua

Conference Paper · January 2016

CITATIONS READS

0 174

15 authors, including:

Rima Herlina Siburian


university of Papua, Indonesia, Papua Barat
8 PUBLICATIONS   11 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Conservation and sustainable use of Gaharu producing plants View project

All content following this page was uploaded by Rima Herlina Siburian on 13 June 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Sistim Agroforestri pada lahan bekas hutan sagu di kampung Baraway
Kabupaten Kepulauan Yapen Papua
Rima Herlina S Siburian
Fakultas Kehutanan Universitas Papua, Manokwari-Papua Barat

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kanoppi. (Optimalisasi Pengelolaan Hutan Berbasis Agroforestry
untuk Mendukung Peningkatan Produktifitas Kayu dan HHBK, serta Pendapatan Petani)

Cisarua Bogor, 1 Desember 2016

Abstract
Papua having forest area sago that is quite widely distributed in indonesia. Agroforestry
systems has been developed in Papua by combining forestry plants with agricultural crops.
How traditional agroforestry system developed in Papua especially on the former sago forest
land. The purpose of the research is to studying based on of tree species selected by community
as basic plants in agroforestri and what efforts need to be done to support the development of
agroforestry. This research result indicates that agroforestri systems developed in Barawai sub
village is well developed selected by community as major plant can grow side by side with
agricultural crops. Considering as tree stands land productivity, the community understand the
benefit agroforestry that has been implemented. However, it still needs additional supporting
technologies especially to increse land capacity development.

Key word: Agroforestry, productivity, sago forest

Abstrak
Papua memiliki kawasan hutan sagu yang cukup luas di Indonesia. Sistim agroforestri
telah dikembangkan di Papua dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman
pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistim agroforestri tradisional
dikembangkan di Papua terutama pada lahan bekas hutan sagu, yang didasarkan pada
pemilihan jenis pohon oleh masyarakat sebagai tanaman pokok, serta upaya yang perlu
dilakukan untuk mendukung agar program agroforestri dapat berkembang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sistim agroforestri yang dikembangkan di Kampung Barawai cukup baik,
karena tanaman yang dipilih oleh masyarakat sebagai tanaman utama dapat tumbuh
berdampingan dengan tanaman pertanian. Dalam produktifitas lahan, masyarakat melihat
keuntungan yang diperoleh dari pola agroforesti yang telah diterapkan. Namun disisi lain
diperlukan teknologi tambahan terutama dalam pengembangan daya dukung lahan.

Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas kawasan hutan sagu sekitar
50% dari total luas hutan sagu dunia dan 85% diantaranya terdapat di Papua yang tersebar di
Yapen Waropen, Sarmi, Asmat, Merauke, Sorong, Jayapura, Manokwari, Bintuni, Inawatan,
dan beberapa daerah yang belum terinventarisasi (Rahayu, 2017). Oleh karena itu keberadaan
hutan sagu sangat penting artinya bagi masyarakat Papua, sebagai sumber bahan makanan
pokok.
Kawasan hutan sagu hampir sama keadaannya dengan kawasan hutan alam yang
memiliki berbagai strata pertumbuhan dalam satu hamparan, mulai dari anakan, tanaman muda,
tanaman siap panen dan tanaman tua. Sebagian masyarakat Papua yang tinggal di sekitar hutan
masih mengandalkan alam sebagai mata pencaharian utama. Ketika masyarakat masih
memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap sumber daya alam yang ada, maka dua
kemungkinan yang terjadi yaitu masyarakat akan menjaga sumber daya tersebut agar lestari
atau akan mengeksploitasi terus-menerus sehingga potensinya akan semakin menurun.
Sistim agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan secara intensif dengan
mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian yang bertujuan
memaksimalkan hasil produksi dengan tidak mengesampingkan aspek konservasi lahan serta
budidaya praktis masyarakat lokal. Usaha ini akan memberikan keuntungan bagi masyarakat
melalui beberapa aspek yaitu 1) aspek ekonomi: menyediakan pendapatan secara periodik
dan berkesinambungan, meningkatkan serapan tenaga kerja sepanjang tahun, menghemat
biaya perawatan tanaman dan menekan biaya pengendalian hama dan penyakit. 2) aspek
ekologi: memperbaiki struktur tanah, memperbaiki lahan yang labil dan tidak produktif,
memperbaiki tata air, memanfaatkan energi matahari dan sumber daya alam lain lebih efisien
serta menghasilkan aneka serasah. 3) aspek psikologi: menyediakan pilihan output dan cara
pengelolaan lebih fleksibel, memberikan rasa aman karena dapat menghasilkan bahan pangan
(Nair,1991).
Sistim agroforestri dapat berjalan dengan baik apabila diketahui jenis tanaman pokok
yang cocok dan diminati masyarakat. Hal ini akan sangat mendukung keberhasilan suatu sistim
terutama dalam mempertimbangkan keberlajutan sistim tersebut yang sangat dipengaruhi oleh
faktor sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sistim agroforestri pada lahan bekas hutan
sagu berdasarkan pemilihan jenis pohon oleh masyarakat sebagai tanaman pokok, gambaran
sisi positif dan negatif jenis tanaman pokok yang dipilih masyarakat serta upaya yang perlu
dilakukan untuk mendukung agar program agroforestri dapat berkembang.

II. Metodologi

Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan mencari informasi melalui
wawancara dengan narasumber kunci di Kampung Baraway, Kecamatan Yapen Timur,
Kabupaten Kepulauan Yapen Papua.
Metode yang digunakan adalah metode sensus, dimana jumlah kepala keluarga yang
berdomisili di Kampung Baraway sebanyak 15 KK. Untuk mendapatkan informasi bagaimana
pandangan masyarakat terhadap pola tanam agroforestri dan jenis tanaman tahunan yang
disukai dan dikembangkan di daerah tersebut. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data dilapangan untuk menunjang analisis data adalah teknik wawancara serta observasi
lapangan dengan melakukan kunjungan lapang ke kebun-kebun warga. Selain itu juga
dilakukan telaah beberapa literatur tentang agroforestri dan data hasil pengamatan lapangan.
Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap hasil wawancara berupa; persepsi
masyarakat terhadap jenis komoditas yang diusahakan, serta manfaatnya bagi tingkat
pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

Hasil dan Pembahasan

A. Jenis tanaman kehutanan dalam sistim Agroforestri


Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung dilapangan maka jenis
agroforestri yang digunakan pada kampung Barawai adalah sistim agrisilvikultur. Sistim ini
mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan
komponen pertanian (atau tanaman non-kayu) (Sarjono et al, 2003).
Budidaya dengan tanaman sagu pada kampung Baraway, dimulai sekitar tahun 1980-
an. Hal ini terjadi karena sebelumnya sebagian kawasan pemukiman masyarakat, merupakan
dusun sagu. Tetapi karena perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat akan
sagu cukup tinggi, maka kawasan tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan
pemukiman. Jarak antara Kampung Barawai dengan Dusun Sagupun semakin jauh. Namun
karena kebutuhan masyarakat akan sagu tetap ada, maka sejak tahun 1990-an mulailah
dikembangkan pola pertanian disekitar kampung dengan mengkombinasikan antara tanaman
pertanian dengan sagu dan juga dengan tanaman kehutanan lainnya.
Jenis tanaman kehutanan yang umumnya digunakan sebagai tanaman pokok (tahunan)
dalam pola agroforestri ini adalah jenis tanaman Multipurpose Trees Species (MPTS)
diantaranya adalah jenis Pometia sp., Artocarpus communis, Durio zibethinus, Nephelium
lappaceum, Anglaia tomentosa.
Menurut Bhagwat et al. (2008) S, ketersediaan jenis pohon multiguna (MPTS) dan hasil
hutan bukan kayu (HHBK) dalam suatu pola agroforestri dapat mengurangi tekanan
penggunaan sumberdaya alam pada suatu areal konservasi. Oleh karena itu pemilihan spesies
yang mampu menghasilkan produk non kayu seperti tanaman MPTS, diharapkan dapat
mempercepat pemulihan ekosistem terutama kawasan yang terendam air seperti dusun sagu,
karena ekosistimnya akan terus dipelihara selama produksi tanamannya masih berlanjut dan
akan dipanen kayunya jika produksinya berakhir.
Adapun kondisi tanaman kehutanan yang ditanam berdampingan dengan tanaman
pertanian dengan pola agroforestri pada kawasan bekas hutan sagu adalah sebagai berikut
(Tabel 1).
Tabel 1 Kondisi tanaman kehutanan pada pola agroforestri di Kampung Barawai
No. Tanaman Kehutanan Kegunaan utama Hasil pengamatan
(MPTS) pertumbuhan
1. Pometia sp. Buah, kayu pertukangan Tumbuh baik, adatif dengan
kondisi lahan, sistim
perakarannya dalam sehingga
tidak bersaing dengan
tanaman semusim
2. Artocarpus Buah, kayu pertukangan Tumbuh baik, adatif dengan
communis, kondisi lahan, sistim
perakarannya dalam sehingga
tidak bersaing dengan
tanaman semusim
3. Durio zibethinus, Buah, kayu pertukangan Tumbuh baik, adatif dengan
kondisi lahan, sistim
perakarannya dalam sehingga
tidak bersaing dengan
tanaman semusim
4. Nephelium Buah, kayu pertukangan Tumbuh baik, adatif dengan
lappaceum, kondisi lahan, buah yang
dihasilkan lebih sedikit
dibanding lahan kering
5. Lansium domesticum Buah, kayu pertukangan Tumbuh baik, adatif dengan
kondisi lahan, sistim
perakarannya dalam sehingga
tidak bersaing dengan
tanaman semusim
6. Girinops sp. Diambil gaharunya Pertumbuhan kurang baik
karena mudah terserang
penggerek pucuk
B. Produktivitas Lahan
Hasil wawancara dari seluruh masyarakat kampung Baraway menyatakan bahwa
sistem campuran dalam agroforestri lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistim
monokultur tanaman pertanian. Hal tersebut bukan saja disebabkan keluaran (output) dari satu
bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman
campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan
dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.
Selain itu pengkombinasian dua komponen atau lebih pada sistem agroforestri
menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian
dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan
dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan panen sebagaimana dapat terjadi pada
budidaya tunggal (monokultur). Keragaman jenis yang tinggi dalam agroforestri diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, petani kecil dan sekaligus melepaskannya
dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem agroforestri akan
berfungsi lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (antara lain: pupuk
dan pestisida), dengan keragaman yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.
Adanya interaksi antara tanaman pertanian dan tanaman kehutanan dalam sistim
agroforestri mampu memperbaiki produktifitas lahan atau pengendali issu lingkungan maupun
issu sosial guna mengoptimalkan keuntungan produk dan lingkungan (Hudge, 2000). Hal ini
terlihat dari hasil penelitian Widiarti (2004);Siburian (2009), pada beberapa lokasi hutan rakyat
menunjukkan bahwa tanaman kehutanan yang ditanam berdampingan dengan tanaman
pertanian mampu menghasilkan padi gogo 2,5 ton/ha, jagung 4 ton/ha, singkong 7,5 ton/ha,
kacang tanah

C. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroforestri


Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam pengelolaan agroforestri adalah
input teknologi yang masih terbatas, akses pasar yang masih lemah dan diversifikasi produk
pengolahan hasil yang belum maksimal. Hal ini sejalan dengan hasil studi sebelumnya (Arifin
et al.,2003); Siburian(2017) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa isu kunci yang harus
diperhatikan dalam pengembangan agroforestri yaitu: pola musim, kondisi lahan, sektor
peternakan, diversifikasi tanaman, dan lembaga adat.
Kendala dan persoalan penting dalam pengembangan agroforestri di atas dapat diatasi
dengan membangun kerjasama yang baik antara pihak pemerintah, swasta, dan petani.
Pemerintah dapat berperan dalam hal optimalisasi bimbingan teknis terhadap petani dan
jaminan ketersediaan pasar. Swasta dapat dilibatkan sebagai investor atau mitra untuk usaha-
usaha agroforestri yang padat modal. Masyarakat petani sebagai pelaku utama harus tetap
menjaga semangat dan motivasi kerja serta memperkuat kelembagaan kelompok taninya.

Kesimpulan
Sistim agroforestri telah berkembang di Papua. Pada areal bekas dusun sagu, beberapa
tanaman MPTS mampu tumbuh dan berkembang, berdampingan dengan tanaan pertanian.
Pengkombinasian beberapa komponen jenis tanaman pada sistem agroforestri menghasilkan
diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Namun pengembangan
agroforestri perlu mendapatkan masukan dan teknologi yang tepat terutama menyangkut pola
musim, kondisi lahan, sektor peternakan, diversifikasi tanaman, dan lembaga adat.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan aspek
lingkungan. BPPT. Balai Penelitian Tanah dan ICRAF. Bogor.
Arifin, H.S., M. A. Sardjono, L. Sundawati, T. Djogo, G. Adolf, Wattimena dan Widianto.
2003. Agroforestri di Indonesia. Bahan Latihan. World Agroforestry Centre (ICRAF).
Bogor.
Bhagwat, S.A., K.J. Willis, H.J.B. Birks dan R.J. Whittaker. 2008. Agroforestry: a refuge for
tropical biodiversity. Opinion. Trends in Ecology and Evolution Vol. 23(5):261-267.
De Foreste H, Kosworo A, Michon G, Djatmiko W A, 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan :
Agroforestry Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat. Bogor Indonesia
Fauziah, 2004. Pola agroforestri di hutan rawa gambut (Studi kasus di Kelurahan
Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya, Propinsi Kalimantan Tengah).
Skripsi S1. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. (Tidak
diterbitkan).
Nair, P.K.R., 1991. State of the art of agroforestry systems. Forest Ecology and Management
45, 529.
Rahayu S. dan Harja D. 2016. Hutan sagu: Potensinya dalam REDD.
[http://kiprahagroforestri.blogspot.co.id/2011/01/hutan-sagu-potensinya-dalam-
redd.html] [ 15 Desember 2016]
Sabarburdin, S., Budiadi dan P. Suryanto. 2002. Agroforestri untuk Indonesia. Strategi
kelestarian hutan dan kemakmuran. Cakrawala Media. Yogyakarta.
Sarjono M.A, Djogo T, Arifin H S., dan Wijayanto N. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi
Komponen Agroforestri. Bahan Ajaran Agroforestri 2. World Agroforestry Centre
(ICRAF). Bogor Indonesia.
Siburian, R.H.S., 2009. Keragaman Genetik Gyrinops verstegii asal Papua berdasarkan RAPD
dan Mikrosatelit. . [Tesis] Bogor (ID); Institut Pertanian Bogor.
Siburian, R.H.S., 2013. Karakterisasi interaksi antara tanaman Aquilaria microcarpa Baill
dengan Fusarium sp dalam pembentukan gaharu. Institut Pertanian Bogor. (Disertasi)
Tidak diterbitkan.
Siburian, R.H.S, Siregar, U.J, Siregar, I.Z, Santoso E, Wahyudi I, 2013. Identification of
anatomical characteristics of Aquilaria microcarpa in its interaction with Fusarium
solani. Biotopia. The Southeast Asian Journal of Tropical Biology. Vol. 20 No. 2
(2013). 104-111.
Siburian, R.H.S, Siregar, U.J, Siregar, I.Z, Santoso, E, 2015. Identification of Morphological
characters of Aquilaria microcarpa in the interaction with Fusarium solani.
International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR). Vol 20. No
1(2015). 119-128.
Siburian. RHS, Conservation and sustainable use of Gaharu Producing Plants. International
journal of Science: Basic and Applied Research (IJSBAR) (2017) volume 32, No. 1
pp238 -246.
Wibowo, A. 2010. Konversi hutan menjadi tanaman kelapa sawit pada lahan gambut: implikasi
perubahan iklim dan kebijakan. J. Pen. Sos. dan Ek. Kehut. 7(4):251-260. Puslitbang
Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.
Widiarti, A. 2004. Gerhan: Hutan rakyat lebih menjanjikan penyediaan kayu, pangan dan
pelestarian lingkungan. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan
Konservasi Alam Palembang, 15 Desember 2004 Departemen Kehutanan Badan Litbang
Kehutanan, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor 2005. Hal: 186-193.
Wright, J.W. 1976. Introduction to forest genetics. Academic Press Inc.. New York, San
Fransisco, London.

View publication stats

You might also like