Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ERRI DWI HERDIANTO
F14060370
ABSTRACT
Managing and developing water resources are very important for complying clean water for
human being. Clean water in IPB Dramaga Campus supplied by water treatment plant. Financial
analysis did to evaluate and develop water treatment plant. Analysis did to 7 water treatment plant
from two rivers, Cihideung River and Ciapus River. Analysis that used are production cost analysis,
production main cost analysis, break event point analysis, and financial proper analysis. This
research shows that production main cost for each WTP are Rp. 408.74/m3 (WTP Cihideung 1-4),
Rp.1,130.02 /m3 (WTP Cihideung 5 with UF system), Rp. 614.07/m3 (WTP Ciapus for Lecturer Site
and other Dormitory), and Rp. 610.10/m3 (WTP Ciapus for Dormitory of TPB). Financial proper
analysis contains net present value analysis, internal rate of return analysis, and cost-benefit ratio
analysis. This analysis did for WTP Cihideung with UF system. The result from this analysis shows
that this WTP can’t proper to continue. There is one plan for making the process of this WTP can be
continued, increasing work time and price of treated water for consumer.
RINGKASAN
Air merupakan kebutuhan pokok setiap orang, karena tanpa air kehidupan tidak akan
berlangsung dengan baik. Sehingga pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air sangatlah
berperan penting dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Penyediaan air bersih oleh Institut Pertanian
Bogor saat ini menggunakan unit pengolahan air bersih atau water treatment plant (WTP). Terdapat 7
unit WTP yang mengolah air baku dari dua sumber, yaitu Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus.
Sebagai langkah untuk mengevaluasi dan pengembangan WTP yang ada di kampus IPB Dramaga,
maka harus dilakukan analisis mengenai operasional maupun ekonomi.
Penelitian bertujuan untuk menghitung biaya produksi, biaya pokok produksi dan menganalisis
kelayakan finansial dari pengoperasian WTP serta membandingkan hargai air bersih tersebut dengan
harga air bersih dari PDAM. Penelitian dilaksanakan di kampus IPB Dramaga dimulai dari bulan
Agustus hingga bulan Oktober 2010. Selain menghitung biaya produksi, biaya pokok produksi, dan
titik impas produksi, analisis juga dilakukan dengan menghitung net present value, internal rate of
return, dan cost-benefit ratio.
Analisis dilakukan dengan membagi ketujuh WTP menjadi 4 bagian, yaitu WTP Cihideung 1-
4, WTP Cihideung 5 dengan UF system, WTP Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain, dan WTP
Ciapus Asrama TPB. Hasil analisis menunjukkan, biaya produksi terbesar adalah WTP Cihidung 1-4
yaitu Rp. 315,261,333.72/tahun. Sedangkan untuk biaya pokok produksi masing-masing WTP antara
lain, Rp. 408.74/m3, Rp. 1,130.02/m3, Rp. 614.07/m3, dan Rp. 610.10/m3. Nilai-nilai tersebut bila
dibandingkan dengan harga jual air bersih, masih dapat menunjukkan hasil yang positif, sehingga
setiap WTP yang memproduksi air akan mendapatkan keuntungan. Begitupula bila dibandingakn
dengan harga jual air bersih yang ditetapkan oleh PDAM Bogor. Sedangkan selisih nilai biaya dan
manfaat proses pengolahan air bersih di WTP menunjukkan nilai negatif (Rp. 233,097,272.34), yang
berarti ada kelebihan biaya produksi dalam pengoperasiannya.
Analisis kelayakan finansial hanya dilakukan terhadap WTP Cihideung 5 dengan UF system.
Nilai hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa WTP tersebut tidak layak dilanjutkan, sehingga
perlu dilakukan analisis sensitivitas dengan skenario agar mencegah kerugian. Skenario yang
ditawarkan adalah dengan menaikkan waktu kerja WTP sebesar 21% dan menaikkan harga jual air
bersih kepada konsumen sebesar 20%.
Kata kunci : air bersih, water treatment plant (WTP), analisis finansial
Judul : Analisis Finansial Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih
(Water Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga Bogor
Nama : Erri Dwi Herdianto
NRP : F14060370
Menyetujui,
Mengetahui :
Ketua Departemen,
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul Analisis Finansial
Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih (Water Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga
Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain tercantum pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dan penyusunan
skripsi dengan judul Analisis Finansial Pengoperasian Unit Pengolahan Air Bersih (Water
Treatment Plant) Kampus IPB Dramaga Bogor. Selain sebagai salah satu syarat memenuhi
persyaratan memperoleh gelar sarjana, skripsi ini merupakan sebuah dokumentasi ilmiah penulis
selama melakukan tugas akhir di kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Melalui skripsi ini,
penulis sampaikan ucapan terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan motivasinya kepada :
1. Kedua orang tua dan keluarga, serta langit biru yang selalu memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan studinya. Semoga ridha Allah selalu menyertai keluarga kita. Amin.
2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan Sutoyo, STP, MSi selaku dosen pembimbing akademik.
3. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng selaku dosen penguji.
4. Ibu Wati, Bapak Slamet, Nana Suryana, Nana Supriyatna, Poniran, Eno, Uri, Oping, Yusuf, dan
lain-lain selaku petugas divisi air Direktorat Fasilitas dan Properti Institut Pertanian Bogor.
5. Budi Apriyanto dan Suryo Arimurti yang selalu bekerjasama dalam topik besar penelitian di
kampus IPB Dramaga ini.
6. Keluarga besar Badan Pengelola Asrama TPB IPB, Bapak Dr. Ir. Irmansyah, MSc beserta
pegawai, rekan-rekan Senior Resident 2008/2009 (Sofyan dkk), SR’43 2009/2010 (Diki, Andi,
Subhan, Habib, Wahyu, Nunu, Iral, Catur, dan Anto), dan 2010/2011 (Majid dkk).
7. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Pertanian ’43.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang terbaik atas semua yang telah
diberikan kepada penulis. Akhirnya, mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Halaman
Halaman
Halaman
Gambar 1. Skema Bagian-Bagian untuk Operasi dan Pemeliharaan Sistem Air Bersih .......... 5
Gambar 2. Penjernihan Air dengan Membran Ultra Filtrasi ..................................................... 7
Gambar 3. Spektrum Ukuran Pengotor dalam Penjernihan Air Bersih .................................... 8
Gambar 4. Flow meter pada WTP Sistem Ultra Filtrasi ........................................................... 17
Gambar 5. Bagan Alir Rancangan Penelitian ........................................................................... 23
Gambar 6. WTP Ciapus 1 Tipe Tekanan .................................................................................. 24
Gambar 7. WTP Ciapus 2 Bertipe Gravitasi ............................................................................ 25
Gambar 8. Salah Satu Unit WTP Cihideung Tipe Tekanan ..................................................... 25
Gambar 9. Ground Water Tank (GWT) dan Rumah Pompa pada Jalur Distribusi
Menara Fahutan ...................................................................................................... 27
Gambar 10. Menara Air Fapet (kiri) dan Menara Air Fahutan (kanan) ...................................... 28
Gambar 11. Bagan Struktur Instalasi Air WTP Cihideung......................................................... 29
Gambar 12. Bagan Struktur Instalasi Air WTP Ciapus .............................................................. 30
Gambar 13. WTP Cihideung 5 dengan Sistem Ultra Filtrasi...................................................... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Air merupakan kebutuhan pokok setiap orang, karena tanpa air kehidupan tidak akan
berlangsung dengan baik. Pemenuhan akan air bersih menjadi penting saat ini dalam menunjang setiap
kegiatan yang dilakukannya. Tanpa adanya pengembangan sumber daya air, peradaban manusia tidak
akan mencapai tingkat yang saat ini kita nikmati. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya air
serta pengelolaannya sangatlah berperan penting dalam memenuhi kebutuhan air bersih.
Sebagai sebuah institusi yang bergerak dalam bidang pendidikan, Institut Pertanian Bogor
(IPB) membutuhkan ketersediaan air bersih untuk menjalankan aktivitas belajar mengajar agar setiap
kegiatan dapat berjalan dengan baik. Perkembangan pendidikan yang terjadi saat ini menjadikan IPB
melaksanakan seluruh kegiatan pendidikan sarjana strata satu di Kampus IPB Dramaga. Berkaitan
dengan hal tersebut maka kebutuhan akan ketersediaan air bersih semakin meningkat sehingga perlu
dilakukan penanggulangan.
Melihat penggunaan air bersih di Kampus IPB Dramaga, ternyata tidak terlepas dari
permasalahan seputar kualitas dan kuantitasnya. Kebutuhan air yang meningkat belum dapat terpenuhi
secara optimal baik dari segi volume dan waktu pelayanan (belum 1 x 24 jam atau hanya terbatas pada
jam kerja) serta distribusi yang belum merata ke setiap unit kerja. Sehingga pada waktu terjadi beban
puncak, air tidak dapat terdistribusikan ke daerah yang terletak pada lantai teratas gedung-gedung
perkuliahan.
Rancangan pengelolaan sumber daya air didasarkan beberapa pertimbangan baik dari segi
teknis maupun ekonomi. Dalam pengelolaan sumber daya air, saat ini kampus IPB Dramaga
mengandalkan tujuh unit water treatment plant (WTP) yang mengolah air dari dua sungai, yaitu
Sungai Ciapus dan Sungai Cihideung. Kampus IPB Dramaga tidak menggunakan sumber air dari
PDAM karena hal ini mempertimbangkan faktor ekonomi baik dalam pemasangan maupun
operasional. Oleh karena itu, diperlukan perhitungan-perhitungan ekonomi yang berhubungan
pengoperasian unit pengolahan air bersih yang dioperasikan di Kampus IPB Dramaga, seperti
perhitungan analisis biaya produksi dan perhitungan analisis lainnya yang menunjang ke arah tersebut
sehingga dapat diketahui nilai ekonomis dari air bersih di Kampus IPB Dramaga.
1.2 TUJUAN
1
1.3 MANFAAT
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus
hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian berkondensasi dan turun
kembali dalam bentuk air melalui hujan. Air dapat dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan
sumbernya, yaitu air laut, air atmosfir, air permukaan, dan air tanah (Sutrisno dan Suciastuti 1987).
Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau, yang terdiri dari
hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H 2O. Karena air merupakan suatu larutan yang hampir-
hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat
tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Di samping
itu, akibat daur hidrologi, air juga mengandung berbagai zat lainnya, termasuk gas. Zat-zat ini sering
disebut pencemar yang terdapat dalam air.
Air memiliki beberapa ciri dari segi fisik, kimia, dan biologi yang dapat mengukur tingkat
mutu dari air tersebut. Ciri-ciri fisik yang utama dari air adalah keseluruhan bahan padat, kekeruhan,
warna, rasa dan bau, serta suhu. Ciri-ciri kimiawi air dapat diketahui melalui pengujian seperti tingkat
keasaman, kandungan logam, anion-kation terlarut, alkalinitas, kesadahan, hantaran, dan konsentrasi
karbon dioksida. Sedangkan ciri-ciri biologi air merupakan keberadaan organisme mikro dalam air
tersebut. Organisme mikro yang terdapat di dalam air sekarang ini disebut binatang, tumbuhan, dan
protista. Organisme mikro yang paling dikenal adalah bakteri (Linsley dan Franzini 1979).
Dalam sebuah sistem penyediaan air bersih, yang pertama kali perlu diperhatikan ialah
bagaimana kualitas dari air yang akan dikonsumsi. Secara kualitas, air bersih harus memenuhi
persyaratan fisik, kimia, dan biologi. Standar persyaratan kualitas air bersih perlu diterapkan dengan
pertimbangan bahwa air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, sebagaimana yang telah ditetapkan
Departemen Kesehatan RI yang meliputi fisis, kimia, biologi, dan radioaktivitas, dapat mempertinggi
derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka usaha
pengolahan dan pengelolaan terhadap air yang akan digunakan oleh manusia harus juga berpedoman
pada standar pemenuhan kualitas air bersih yang sudah ada (Sutrisno dan Suciastuti 1987).
Selain itu, dalam penyediaan air bersih diperlukan pula pendataan untuk menentukan
banyaknya air bersih yang harus disuplai. Penyuplaian air bersih ini memerlukan perhitungan
mengenai kebutuhan air yang digunakan oleh setiap orang yang menempati suatu wilayah atau tempat
tertentu. Sebagai contoh dapat dilihat standar kebutuhan air bersih pada Tabel 1.
Pengolahan air merupakan usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat dan
kandungan yang terdapat dalam air (Sutrisno dan Suciastuti 1987). Metode-metode yang
dipergunakan untuk pengolahan air dapat digolongkan menurut sifat fenomena yang menghasilkan
perubahan yang diamati. Metode pengolahan fisik, meliputi pencampuran, flokulasi, pengendapan,
dan filtrasi. Sedangkan metode pengolahan kimiawi meliputi koagulasi, disinfeksi, pelembutan air
dengan pengendapan, pelembutan air dengan pertukaran ion, adsorpsi, dan oksidasi. Yang terakhir
ialah metode pengolahan khusus yang sering dipergunakan bila harus dicapai tujuan-tujuan
3
pengolahan yang spesifik. Beberapa metode di antaranya untuk menghilangkan rasa dan bau serta
besi dan mangan terkandung (Linsley dan Franzini 1979).
Pengolahan air baku menjadi air bersih yang siap konsumsi membutuhkan suatu alat yang bisa
mengubah kualitas air menjadi air yang layak dikonsumsi. Alat-alat pengolahan air tersebut tergabung
dalam sebuah unit yang dikenal dengan unit pengolahan air atau water treatment plant (WTP).
Menurut Kodoatie et al. (2008), fungsi WTP adalah untuk mengolah air baku dari sungai atau sumber
lainnya menjadi air bersih yang layak untuk didistribusikan kepada pelanggan. Umumnya, air tanah
yang diambil dari mata air atau memompa air dari confined aquifer sudah menjadi air bersih.
Sehingga yang perlu dilakukan adalah melakukan penetesan air secara kualitatif sehingga layak untuk
dikonsumsi. Bila air baku dari sungai, danau, bendung, atau waduk, maka ada beberapa hal yang harus
diketahui menyangkut kualitas air. Bangunan pengolahan air diperlukan untuk mengubah air baku
menjadi air bersih. Air baku yang biasa digunakan berasal dari air sungai, yang secara visual
menunjukkan kandungan kekeruhan yang telah melampaui batas maksimum yang diperbolehkan
4
sebagai sumber air bersih, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
No.416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990 (Sinar Tirta Bening 2010).
Air Baku
Air Bersih
Gambar 1. Skema Bagian-Bagian untuk Operasi dan Pemeliharaan Sistem Air Bersih
(Kodoatie et al. 2008)
5
4. Bangunan pengaduk cepat. Meratakan larutan antara air kotor dan koagulan, dibutuhkan
bangunan pengaduk cepat agar koagulan dapat tercampur dengan baik dan cepat.
5. Bangunan pembentuk floc. Bangunan berfungsi untuk membentuk partikel padat yang
lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan
bahan atau zat koagulan yang kita bubuhkan.
6. Bangunan pengendap kedua. Untuk mengendapkan floc yang terbentuk pada bagian
tersebut, digunakanlah bangunan pengendap kedua. Pengendapan di sini dengan gaya
berat floc sendiri (gravitasi).
7. Bangunan penyaring. Bangunan saringan digunakan untuk menahan gumpalan-gumpalan
dan lumpur (floc).
8. Reservoir. Air yang telah melalui filter atau saringan sudah dapat dikonsumsi. Air ini
sebelum didistribusikan ditampung pada bak reservoir atau tandon untuk diteruskan
kepada konsumen.
9. Pemompaan. Pendistribusian air bersih tersebut dilakukan melalui jaringan perpipaan
yang dipompa menggunakan sistem perpompaan (Sutrisno dan Suciastuti 1987).
Selain bangunan-bangunan tersebut, diperlukan juga jaringan perpipaan untuk
mentransmisikan dan mendistribusikan air. Jaringan pipa transmisi menghubungkan tampungan air
bersih ke jaringan distribusi. Sedangkan jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang
langsung tersambung kepada pelanggan. Dalam pengoperasiannya, tekanan air yang mengalir melalui
pipa distribusi diatur sesuai dengan konsumsi pelanggan. Sewaktu konsumsi air meningkat pada siang
hari (pada pukul 08.00-16.00) tekanan aliran air ditingkatkan di keran pelanggan. Sebaliknya, waktu
penggunaan air rendah pada malam hari (pada pukul 16.00-08.00) tekanannya diturunkan untuk
melindungi jaringan dari tekanan yang berlebihan. Penurunan tekanan dilakukan dengan mengalirkan
air ke reservoir sehingga tekanan air dari WTP ke stasiun pompa booster selalu tetap sepanjang hari
dan malam (Kodoatie et al. 2008). Skema skematis operasi dan pemeliharaan air bersih ditunjukkan
dalam Gambar 1.
Salah satu tipe dari unit pengolahan air atau water treatment plant adalah ultrafiltration (UF)
system atau yang lebih dikenal dengan penjernihan teknologi membran ultra filtrasi. Ultra filtrasi
merupakan membran permeabel kasar, tipis, dan selektif yang mampu menahan makromolekul seperti
koloid, mikroorganisme, dan pirogen. Molekul yang lebih kecil seperti pelarut dan kontaminan
terionisasi dapat melewati membran UF sebagai filtrat. Keuntungan ultrafiltrasi secara efektif mampu
menghilangkan sebagian besar partikel, pirogen, mikroorganisme, dan koloid dengan ukuran tertentu.
Selain itu, mampu menghasilkan air kualitas tinggi dengan hanya sedikit energi. Proses membran ultra
filtrasi (UF) merupakan upaya pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda
tekanan yang sangat dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran (Mallevialle et al 1996).
Dasar dari penjernihan metode ini adalah, bahwa semua pengotor,pengisi air memiliki ukuran. Ukuran
yang dijadikan patokan adalah bisa bebas kuman/mikroba atau bebas mineral tertentu dalam kadar
tertentu juga. Jika hanya ingin mendapatkan air yang bersih saja, cukup menggunakan ultrafiltrasi
(tidak untuk semua air baku, air kotor yang mempunyai pencemaran logam-logam berat tertentu tidak
bisa dengan metode ini).
6
Gambar 2. Penjernihan Air dengan Membran Ultra Filtrasi (http://alibaba.com)
Secara konfigurasi UF dibagi menjadi dua jenis yaitu dead end dan cross flow. Pada
konfigurasi dead end, tidak ada air yang dibuang, semua air baku yang dipompakan dialirkan menjadi
produk, sedangkan pada konfigurasi cross flow, mirip dengan sistem RO sebagian air menjadi produk
dan sebagian lagi menjadi air buangan (reject). Alternatif pemilihan konfigurasi ini, didasarkan atas
kandungan turbidity (kekeruhan), dimana untuk sistem cross flow digunakan pada air baku yang
memiliki kekeruhan yang tinggi, yaitu > 50 NTU.
Secara mendasar, UF proses dibagi menjadi empat tahapan, yaitu :
1. Pretreatment. Air baku pertama-tama, dipompakan menuju pretreatment (sand filter) yang
berfungsi untuk mengurangi butiran-butiran pasir. Ukuran partikel yang harus disaring adalah
±250-500 mikron. Untuk meningkatkan kemampuan penyaringan dari sistem UF ini, terlebih
dahulu diinjeksikan PAC sebelum masuk ke dalam filter. Fungsi dari injeksi kimia ini adalah
untuk memperbesar ukuran partikel-partikel turbidity sehingga mudah disaring oleh media UF.
Secara berkala akan dilakukan proses backwash dan rinsing untuk membuang kotoran atau
padatan yang telah tersaring pada media filter.
2. Filtration. Setelah pretreatment, proses ini dilanjutkan dengan proses ultra filtration. Sistem UF
mempunyai kemampuan penyaringan hingga 0.01 mikron. Adapun tekanan kerja untuk proses
penyaringan adalah 10-40 Psi. UF bekerja secara otomatis baik untuk proses filtrasinya maupun
backflush. Melihat dari kualitas air sungai yang ada karena memiliki kekeruhan < 50 NTU, maka
digunakan sistem dead end.
3. Back flush. Back flush dilakukan secara rutin, bervariasi terhadap waktu, tergantung pada kualitas
bakunya. Secara teori, rentang antara proses penyaringan (filtration) dengan terjadinya flush
adalah 15-60 menit. Proses back flush dilakukan dengan lamanya waktu 30-60 detik. Untuk
meningkatkan kualitas back flush, maka setelah beberapa kali back flush, akan diikuti oleh injeksi
kimia (HCl dan NaOH), biasa disebut Chemical Enhance Back Flush (CEB). NaOH digunakan
7
untuk menggelontor materi organik dan HCl digunakan untuk Besi (Fe) atau senyawa logam
lainnya. Pada proses CEB ini, setelah kotoran digelontor dengan kimia, maka akan dilakukan
proses perendaman (soaking) selama 5 menit, dan kemudian digelontor kembali untuk
menghilangkan kimia-kimia yang tersisa.
4. Polishing. Merupakan proses penyempurnaan setelah UF. Biasanya digunakan carbon filter yang
berfungsi untuk mengurangi kandungan zat-zat organik yang terlewatkan setelah proses UF.
Media yang digunakan adalah karbon aktif. (Sinar Tirta Bening 2010)
Spektrum pada Gambar 3. terlihat proses ultra filtrasi akan menahan pengotor yang berukuran
di antara 0.1 – 0.001 mikron. Dimana pada range itu terdapat virus, mikroorganisme, kekeruhan,
koloid, dan protein. Sedangkan garam, gula, dan warna tertentu masih bisa lolos (Saulus 2010).
Beberapa keunggulan teknologi membran dalam pengolahan air yaitu menggunakan proses dengan
konsumsi energi yang rendah, teknik pemisahannya tidak destruktif, kemudahan dalam
pengoperasian, dapat menghasilkan air dengan kualitas yang sangat baik, lebih sedikit menggunakan
bahan kimia, mampu menghasilkan air dengan kualitas yang konstan dan kemampuan menyisihkan
bahan-bahan pencemar dengan rentang yang besar. Selain itu membran juga dapat mencegah
terbentuknya THM (trihalomethane) yang terbentuk karena reaksi bahan-bahan organik dengan klorin
yang digunakan sebagi disinfeksi, THM itu sendiri bersifat karsinogenik (Mahmud 2006). Secara
teoritis, semakin keci ukuran pori atau membran, maka semakin tinggi kemampuan penyaringannya.
Sebagian besar material atau bahan UF yang digunakan adalah terbuat dari senyawa polimer dan
naturally hydrophobic. Polimer yang umum digunakan adalah polysufone (PS), polyethersulfone
(PES), polypropylene (PP), atau polyvinyldeneflouride (PVDF) (Sinar Tirta Bening 2010).
8
2.3 ANALISIS FINANSIAL
Manusia menentukan keputusan, sedangkan komputer, matematika, dan alat lainnya tidak.
Teknik-teknik dan model-model dari ekonomi teknik membantu manusia dalam pengambilan
keputusan. Keputusan yang dibuat oleh enjinir, manajer, kepala perusahaan, dan individu-individu
biasanya merupakan hasil dari pemilihan satu dari banyak alternatif pilihan. Keputusan tersebut sering
kali menggambarkan pilihan dari orang berpendidikan bagaimana untuk menginvestasikan dananya,
yang biasa disebut dengan modal (Tarquin dan Blank 2002). Dalam perancangan unit pengolahan air
bersih, berbagai pilihan muncul terkait alternatif-alternatif yang secara fisik layak. Dan umumnya,
setiap pilihan dari beberapa alternatif haruslah didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Setiap
alternatif yang mendapatkan perhatian serius haruslah dinyatakan dalam satuan-satuan uang sebelum
pilihan ditetapkan (Linsley dan Franzini 1979).
Pengelolaan unit pengolahan air bersih dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu
kegiatan untuk mendatangkan manfaat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Kegiatan ini
bisa disebut proyek. Dengan demikian, dikatakan bahwa proyek mempunyai tiga unsur, yaitu biaya,
manfaat, dan jangka waktu. Biaya proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya eksploitasi. Biaya
investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan, sedangkan biaya eksploitasi ialah biaya
yang dikeluarkan ketika proyek sedang dijalankan (Abilowo 2008). Perancangan unit pengolahan air
bersih dimulai dengan analisis biaya tahunan dalam pembangunan sebuah bangunan hidrolik yang
digunakan dalam unit tersebut, sehingga dapat diketahui waktu dan biaya pengembalian modal yang
telah dikeluarkan. Setelah itu analisis dari biaya-biaya proyek yang dikerjakan yang selanjutnya dapat
diketahui keuntungan yang diperoleh dari sistem tersebut.
Berdasarkan cara dan tujuannya, analisis proyek dibedakan menjadi dua yaitu analisis finansial
dan analisis ekonomi. Analisis finansial dilakukan untuk kepentingan individu atau lembaga yang
menaamkan modalnya dalam proyek tersebut, misalnya petani, wiraswastawan atau perusahaan.
Sedangkan analisis ekonomi lebih ditujukan untuk melihat manfaat yang diperoleh oleh masyarakat
luas, atau perekonomian sebagai suatu sistem keseluruhan (Pramudya dan Dewi 1992). Analisis
finansial setelah penentuan parameter atau data-data dasar mengikuti sebuah sistematika seperti
berikut :
1. Analisis Biaya
Biaya atau cost adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang
ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar
menukar ataupun melalui pemberian jasa. Sedangkan ongkos atau expense adalah
pengeluaran untuk memperoleh pendapatan (Rony 1990). Menurut Pramudya dan Dewi
(1992), untuk dapat memperkirakan biaya produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari
proses produksi sehingga akan didapat biaya produksi persatuan output produk. Analisis
biaya yang dilakukan dalam hal ini ialah produksi air bersih per meter kubiknya. Biaya
dalam proses produksi air bersih terdiri atas dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya tidak
tetap. Biaya tetap merupakan macam-macam biaya yang selama satu periode kerja tetap
jumlahnya, sedangkan biaya tidak tetap merupakan macam-macam biaya yang selama satu
periode kerja jumlahnya dapat berubah bergantung pada jumlah jam kerja pemakaian.
Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu
mesin dan merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap dan dinyatakan dalam
satuan Rp/jam sedangkan biaya pokok adalah biaya yang diperlukan suatu mesin untuk
setiap unit produk.
9
2. Biaya Pokok Produksi
Proses produksi yang terjadi di dalam perusahaan, selalu ada alat-alat produksi yang dipakai
untuk memperoleh produk yang diinginkan. Perusahaan industri menghasilkan produk
tertentu dengan memakai tenaga kerja, bahan baku, gedung, mesin-mesin, dan alat-alat
produksi lainnya. Nilai uang dari alat-alat produksi yang dikorbankan di dalam proses
produksi disebut biaya pokok. Perhitungan biaya pokok dapat membantu agar pendirian
perusahaan memang dapat dipertanggungjawabkan, dalam arti bahwa dari sekian banyaknya
kemungkinan, kemungkinan terbaik yang akan dipilih. Dua tujuan pokok dari perhitungan
biaya pokok adalah :
a. Memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan untuk membuat perencanaan jangka
pendek yang optimal dalam bidang penjualan dan produksi (misalnya untuk bulan,
triwulan, atau satu tahun mendatang)
b. Memperoleh data dan informasi untuk pengendalian proses produksi, terutama dengan
maksud untuk memperoleh penghematan di dalam perusahaan.
Tujuan sampingan dari perhitungan biaya pokok adalah untuk menentukan nilai barang
dalam pengerjaan dan barang jadi yang harus dicantumkan di dalam neraca perusahaan.
Dengan tiga tujuan perhitungan biaya pokok tersebut, lahir tiga fungsi perhitungan pokok,
yaitu :
a. Landasan untuk menentukan atau menilai harga jual,
b. Alat bantu pengendalian efisiensi,
c. Landasan penilaian neraca dan barang dalam pengerjaan serta barang jadi.
Cara menghitung biaya pokok yang ada di depan mata adalah dengan cara membagi semua
biaya dengan jumlah barang jadi yang dihasilkan (Slot, Minnaar, dan Kwik 1996).
10
keuntungan, bila NPV bernilai negatif maka proyek tersebut mendapatkan kerugian.
Dari hasil perhitungan NPV yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut :
- Jika NPV ≥ 0, proyek layak untuk dilaksanakan,
- Jika NPV < 0, proyek tidak layak untuk dilaksanakan,
- Jika NPV = 0, proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan
discount rate yang berlaku.
Harga net present value ini merupakan harga present value keuntungan atas investasi
yang telah ditanamkan (Suyanto, Sunaryo, dan Sjarief, 2001). Nilai bersih suatu proyek
merupakan nilai dari suatu proyek setelah dikurangkan seluruh biaya pada suatu tahun
tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun yang bersangkutan dan
didiskontokan (discounted). Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPV
tertinggi adalah proyek yang mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Mengingat
pentingnya penentuan tingkat bunga dalam penghitungan nilai bersih sekarang suatu
proyek, maka pemilihan tingkat bunga yang dipakai dalam metode ini haruslah
mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana. Tingkat bunga yang terlalu tinggi
akan menyebabkan NPV menjadi rendah untuk proyek-proyek yang memberi hasil
dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, tingkat bunga yang rendah akan
memprioritaskan pada proyek-proyek yang cepat memberikan hasil (Mangkoesoebroto
2000). Nilai NPV dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
𝑛
Bt − Ct
NPV =
(1 + i)t
𝑡=1 (1)
dimana :
NPV = net present value (Rp)
B = manfaat (Rp/tahun)
C = biaya (Rp/tahun)
t = tahun ke-t
n = umur produksi (tahun)
i = tingkat bunga (%/tahun)
b. Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang
digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam persen per tahun. Nilai
IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol. Dari hasil
perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut :
- Jika IRR ≥ discount rate, proyek layak untuk dilaksanakan,
- Jika IRR < discount rate, proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Perkiraan nilai IRR dapat didekati dengan persamaan berikut :
𝑁𝑃𝑉 ′
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖 ′ + (𝑖" − 𝑖′) (2)
(𝑁𝑃𝑉 ′ − 𝑁𝑃𝑉")
dimana :
IRR = internal return rate
i = nilai discount rate/tingkat suku bunga
11
NPV’= nilai discount rate pada i’
NPV”= nilai discount rate pada i”
Nilai IRR yang diperoleh merupakan nilai pendekatan, karena hubungan antara
perubahan i dan NPV tidak merupakan suatu garis linier, sehingga ketepatan atau
besarnya penyimpangan nilai IRR akan dipengaruhi dari besarnya perbedaan nilai i’ dan
i”. Artinya, semakin kecil perbedaan nilai i’ dan i” nilai IRR yang diperoleh semakin
mempunyai ketepatan yang lebih tinggi atau mendekati nilai sebenarnya (Pramudya dan
Dewi, 1992).
c. B/C Ratio merupakan perbandingan antara NPV manfaat dan NPV biaya sepanjang
umur proyek (Pramudya dan Dewi 1992). Metode rasio manfaat-biaya (B-C ratio)
adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh
hasil diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek
tersebut. Nilai perbandingan benefit dan cost dapat diketahui dengan menggunakan
rumus :
𝐵𝑡
𝑡=1 (1+𝑖)𝑡
𝐵/𝐶 = 𝐶𝑡 (3)
𝑡=1 (1+𝑖)𝑡
dimana :
B/C = benefit – cost ratio
B = manfaat (Rp/tahun)
C = biaya (Rp/tahun)
t = tahun ke-t
n = umur produksi (tahun)
i = tingkat bunga (%/tahun)
Untuk menentukan kriteria investasi, pada tahap awal perlu melalui langkah perhitungan
yang sama, yaitu penyusunan arus kas pada setiap tahun selama umur proyek, baik untuk
arus biaya maupun arus manfaat. Dari arus ini kemudian dapat dihitung nilai sekarang
(present value), dengan menggunakan discount factor (DF) atau yang lebih dikenal dengan
fasilitas diskonto. Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga
yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke Bank Sentral. Dalam
menghitung discount factor digunakan rumus sebagai berikut :
1 (4)
𝐷𝐹 = Σ
(1 + 𝑖)𝑡
dimana :
DF = discount factor (%)
i = tingkat bunga (%)
t = waktu (tahun ke-)
12
5. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari
perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi
dalam menghasilkan keuntungan. Analisis ini dilakukan apabila :
(1) Terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat,
(2) Kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut
dilaksanakan. (Pramudya dan Dewi 1992).
Dalam analisis kelayakan proyek, banyak asumsi yang digunakan. Penggunaan asumsi ini
memiliki ketidakpastian yang sudah diminimalkan berdasarkan nilai aktual yang terjadi di
lapangan. Untuk menguji sensitivitas proyek terhadap perubahan asumsi pendapatan dan
biaya operasional, digunakan beberapa skenario (Bank Indonesia, 2011).
13
III. METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat selama tiga
bulan dari Agustus sampai Oktober 2010.
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil penelitian, yaitu wawancara terhadap
pegawai Fasilitas dan Properti IPB dan pegawai WTP. Data primer yang berasal dari hasil penelitian
merupakan data hasil penelitian lapangan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat dari
data yang telah terkumpul sebelum dilaksanakannya penelitian yang berasal dari direktorat Fasilitas
dan Properti IPB, juga data yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum Bogor.
14
Kemudian dilakukan perbandingan dengan data sekunder yang berasal dari literatur, sehingga
dapat diketahui apakah data sekunder yang didapat masih relevan menggambarkan keadaan
saat ini. Data yang paling menggambarkan kondisi terkinilah yang akan digunakan untuk
perhitungan dalam menganalisis aspek finansial dari operasional WTP.
15
5.3.3 Pengukuran dan Perhitungan Debit Produksi
WTP tipe gravitasi merupakan WTP yang terpasang di aliran Sungai Ciapus yang
mengolah air sungai tersebut dan mendistribusikannya menuju asrama putra dan asrama
putri TPB. Debit produksi diperoleh dengan menggunakan metode volumetrik, yaitu
mengukur volum air yang diproduksi tiap detiknya. Setelah mengetahui terlebih dahulu
luas penampang tampak atas (luas lingkaran) dari bak sedimentasi dan filtrasi.
Pertambahan tinggi muka air per satuan waktu yang dikalikan dengan luas penampang
maka akan dapat debit produksi atau kapasitas produksi dari WTP tersebut.
Pengukuran dilakukan setelah pompa intake dinyalakan dan pertambahan tinggi muka
air ditentukan bersamaan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian
tersebut. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Bila dinyatakan dengan rumus adalah:
πr 2 h
Q= × 3600 (5)
𝑡
dimana :
Q = debit produksi (m3/jam)
r = jari-jari bak sedimentasi atau bak filtrasi (m)
h = tinggi muka air (m)
t = waktu (detik)
16
V
Q= × 3.6 (6)
𝑡
dimana :
Q = debit produksi (m3/jam)
V = volume air yang tertampung di dalam ember (liter)
t = waktu (detik)
lpm
Q= × 60 (7)
1000
dimana :
Q = Debit produksi (m3/jam)
lpm = Nilai yang ditunjukkan flow meter (liter/menit)
17
5.4 METODE ANALISIS
Biaya produksi diketahui dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan Direktorat Fasilitas
dan Properti IPB secara langsung, meliputi biaya tetap dan biaya variabel selama satu tahun
anggaran. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan IPB untuk memproduksi air bersih
diklasifikasikan menurut jenis biaya masing-masing, apakah termasuk biaya tetap atau biaya
variabel.
Biaya keseluruhan atau biaya total produksi dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
dimana :
BT = biaya total (Rp/tahun)
BTT = biaya tetap total (Rp/tahun)
BVT = biaya variabel total (Rp/tahun)
Analisis biaya variabel dilakukan terhadap keseluruhan WTP dengan landasan IPB
adalah BHMN, sedangkan pada analisis biaya tetap dilakukan untuk mengetahui gambaran
finansial WTP dengan memasukkan biaya bunga modal dan penyusutan. Untuk mengetahui
biaya tetap dari operasional WTP, digunakan perhitungan biaya bunga modal per tahunnya
dengan rumus :
𝑖 𝑥 𝑃 (𝑁 + 1) (9)
𝐼=
2𝑁
dimana :
I = total bunga modal (Rp/tahun)
i = tingkat bunga modal (%/tahunn)
P = nilai awal (Rp)
N = umur ekonomis (tahun)
Analisis biaya pokok produksi atau harga pokok produksi adalah perhitungan dari
keseluruhan biaya yang dikeluarkan IPB dibagi dengan jumlah produksi air yang dihasilkan
dalam waktu tertentu. Biaya pokok dihitung dengan rumus :
18
𝐵𝑇 𝐵𝑇𝑇 (10)
𝐵𝑝 = +
𝑘𝑥 𝑘
dimana :
Bp = biaya pokok (Rp/unit produk)
BT = biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = biaya tidak tetap (Rp/jam)
k = kapasitas alat (unit produk/jam)
x = perkiraan jam kerja dalam satu tahun (jam/tahun)
Analisis titik impas (TIP/BEP) adalah cara untuk menentukan volume produksi
berapakah perusahaan mengalami keuntungan atau kerugian. Analisis yang dilakukan
berpengaruh terhadap berapa minimal jumlah air yang harus diproduksi agar IPB tidak
mengalami kerugian atau mendapat keuntungan. Analisis ini dapat menggunakan rumus :
𝐵𝑇𝑇 (11)
𝑇𝐼𝑃 =
𝐻𝐽 − 𝐵𝑉𝑇
dimana :
TIP = titik impas produksi (unit/tahun)
BTT = biaya tetap total (Rp/tahun)
HJ = harga jual (Rp/unit)
BVT = harga variabel total (Rp/tahun)
Harga net present value diperoleh dari pengurangan present value komponen
benefit dengan present value komponen cost. Harga net present value ini merupakan
harga present value keuntungan atas investasi yang telah ditanamkan (Suyanto,
Sunaryo, dan Sjarief 2001). Nilai NPV dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
𝑛
Bt −Ct
NPV = t (12)
𝑡=1 (1+i)
dimana :
NPV = net present value (Rp)
B = manfaat (Rp/tahun)
C = biaya (Rp/tahun)
19
t = tahun ke-t
n = umur produksi (tahun)
i = tingkat bunga (%/tahun)
Dalam perhitungan NPV ini digunakan sebuah arus kas yang didalamnya
diperhitungkan pula faktor diskon (DF) dengan nilai tingkat bunga yang diasumsikan
berdasarkan tingkat bunga tertentu. Discount factor (DF) dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
1 (13)
𝐷𝐹 = Σ
(1 + 𝑖)𝑡
dimana :
DF = discount factor (%)
i = tingkat bunga (%)
t = waktu (tahun ke-)
Internal rate of return merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya
sama dengan nol. Perkiraan nilai IRR dapat didekati dengan persamaan berikut :
𝑁𝑃𝑉 ′ (14)
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖 ′ + (𝑖" − 𝑖′)
(𝑁𝑃𝑉 ′ − 𝑁𝑃𝑉")
dimana :
IRR = internal return rate
i = nilai discount rate/tingkat suku bunga
NPV’ = nilai discount rate pada i’
NPV” = nilai discount rate pada i”
Untuk mendapatkan nilai IRR dari persamaan di atas dilakukan dengan cara
coba-coba (trial and error) karena tidak dapat dilakukan secara langsung. Prosedur
penentuan IRR adalah sebagai berikut :
i) Tentukan suatu nilai i yang diduga mendekati nilai IRR yang dicari (dilambangkan
dengan i’ )
ii) Dengan nilai i , hitung nilai NPV dari arus kas biaya dan manfaat setiap waktu.
iii) Apabila NPV yang diperoleh bernilai positif, berarti bahwa dugaan nilai i’ terlalu
rendah. Untuk tahap berikutnya dipilih nilai i yang lebih tinggi sehingga
didapatkan nilai NPV yang negatif, begitupula sebaliknya.
iv) Setelah itu rumus diatas dapat digunakan dengan memasukkan nilai i dan NPV
yang didapat dari hasil coba-coba.
20
c. BCR (benefit – cost ratio)
Metode rasio manfaat-biaya (B/C) adalah suatu cara evaluasi suatu proyek
dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil diperoleh dari proyek tersebut
dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek tersebut. Nilai perbandingan benefit dan
cost dapat diketahui dengan menggunakan rumus :
𝐵𝑡
𝑡=1(1+𝑖)𝑡
𝐵/𝐶 = 𝐶𝑡 (15)
𝑡=1(1+𝑖)𝑡
dimana :
B/C = benefit – cost ratio
B = manfaat (Rp/tahun)
C = biaya (Rp/tahun)
t = tahun ke-t
n = umur produksi (tahun)
i = tingkat bunga (%/tahun)
Nilai yang didapat merupakan perbandingan antara NPV manfaat dan NPV biaya
sepanjang umur produksi. Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan bila
nilainya lebih dari 1 (B/C>1).
21
mempertimbangkan faktor lain (ekonomi, sosial, pemasaran, distribusi). Analisis ekonomi
yang dilakukan terhadap proyek atau pengolahan air bersih ini adalah analisis biaya produksi,
analisis biaya pokok, analisis titik impas, dan analisis kelayakan. Analisis kelayakan dan
sensitivitas hanya dilakukan terhadap WTP Cihideung sistem UF (ultra filtration) yang
dibangun pada tahun 2010. Analisis ini juga tidak termasuk pembangunan WTP baru yang
sedang berlangsung.
5.5.2 Asumsi
22
Gambar 5. Bagan Alir Rancangan Penelitian
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyelenggaraan kegiatan pendidikan di kampus IPB Dramaga tidak bisa terlaksana tanpa
adanya air bersih. Saat ini pemenuhan kebutuhan akan air bersih mulai dari pengolahan sampai
manajemen pengelolaan menjadi tanggung jawab Direktorat Fasilitas dan Properti (Faspro) IPB.
Dalam pemenuhan air bersih, IPB mengandalkan dua buah sungai sebagai air baku untuk diolah, yaitu
Sungai Ciapus dan Sungai Cihideung serta sebuah mata air untuk memenuhi kebutuhan air bersih di
mesjid Al-Hurriyyah.
Air bersih yang didapat dari dua sumber air baku merupakan hasil olahan tujuh buah unit
pengolahan air bersih atau water treatment plant (WTP) yang terdapat pada dua lokasi yaitu WTP
Ciapus yang terletak di dekat pintu masuk belakang IPB, sedangkan WTP Cihideung terletak di
belakang pangkalan bis IPB.
WTP Ciapus pertama kali dibangun tahun 1972 dengan memanfaatkan Sungai Ciapus
sebagai air bakunya. Saat ini WTP Ciapus memiliki dua unit pengolahan air bersih, yaitu WTP
Ciapus 1 dengan tipe tekanan yang mengolah air sungai dan mendistribusikannya ke
perumahan dosen IPB, Asrama Silvasari, Asrama Silvalestari, Asrama Putri Dramaga, Wisma
Amarilis, dan GOR Lama serta WTP Ciapus 2 yang bertipe gravitasi yang mendistribusikan air
bersih ke Asrama Putra TPB dan Asrama Putri TPB.
24
Setiap WTP terdiri dari beberapa bagian yang memiliki peran yang berbeda dan saling
menunjang dalam proses pengolahan air. Unit tersebut antara lain adalah bak intake, pompa
intake, bak sedimentasi, bak filtrasi, ground water tank (GWT), pompa distribusi, dan pompa
dosing.
Gambar 7. WTP Ciapus 2 Bertipe Gravitasi (Sebelah Kiri Bak Filtrasi dan
Sebelah Kanan Bak Sedimentasi)
25
Berdasarkan hasil pengukuran, WTP Ciapus 1 (perumdos dan asrama lain) mampu
memproduksi air bersih sebesar 12.55 liter/detik atau 45.18 m3/jam, sedangkan WTP Ciapus 2
(Asrama TPB) memiliki kapasitas produksi sebesar 18.69 liter/detik atau 67.28 m3/ jam. Jika
kedua WTP ini beroperasi selama 21 jam per hari (1 jam untuk backwash) maka dalam sehari
mampu menghasilkan 903.6 m3 untuk WTP Ciapus 1 dan 1,345.68 m3 air untuk WTP Ciapus2,
sehingga total WTP Ciapus mampu menghasilkan sekitar 2,249.28 m3 air per harinya. Rincian
hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.
Ketinggian Kapasitas
Diameter V T Q
air Pompa
Bak (dm) (dm) (liter) (detik) (liter/detik) (hp)
sedimentasi 45 17.99
(Bak Akhir) 45.4 0.5 809.41 43 18.82 10
42 19.27
Rata-rata 18.69
Rata-rata total (liter/detik) 18.69
3
Volume produksi per jam (m ) 67.28
WTP Cihideung terletak di belakang pangkalan bis IPB dengan memanfaatkan air baku
dari Sungai Cihideung. WTP ini terdiri dari dua tipe, yaitu tipe tekanan yang berjumlah empat
unit dan ultra filtration (UF) system yang berjumlah satu unit. WTP tipe tekanan pertama kali
dibangun pada tahun 1985 sedangkan yang bertipe UF system dibangun tahun 2010. Kelima
WTP ini memiliki daerah pelayanan distribusi air bersih yang cukup luas, meliputi seluruh
gedung fakultas dan perkantoran, rusunawa (asrama mahasiswi TPB), gymnasium, kandang
Fakultas Peternakan, Graha Widya Wisuda, gedung LSI dan rektorat, serta laboratorium
lapangan yang berada di Leuwikopo. Kapasitas total produksi yang mampu dihasilkan dari
kelima unit instalasi di WTP Cihideung adalah 115.80 m3/jam hingga 137.18 m3/jam. Data
hasil pengukuran dan perhitungan kapasitas produksi air bersih di WTP Cihideung 1 sampai
WTP Cihideung 4 dapat dilihat pada Tabel 3.
26
Hasil yang diperoleh dari flowmeter pada WTP Cihideung 5 pada pengambilan data
bulan Juli 2010 menunjukkan angka 475 liter/menit. Setiap jamnya WTP Cihideung 5 hanya
beroperasi memproduksi air selama 45 menit. Jadi dalam satu jam WTP 5 mampu
menghasilkan 28.5 m3/jam. WTP Cihideung 5 tidak dapat bekerja dengan baik saat air baku
keruh (> 130 TU). Selain itu, volume GWT Cihideung IPB yang terbatas dan debit pompa
distribusi yang kurang besar menyebabkan WTP ini sering dinonaktifkan karena kondisi GWT
Cihideung IPB yang telah penuh. Keseluruhan debit produksi WTP di Sungai Cihideung ialah
2,299.27 m3/hari.
Pendistribusian air bersih hasil olahan WTP di kampus IPB Dramaga menggunakan
sistem perpompaan dengan reservoir. Air hasil olahan WTP dipompa menuju GWT (ground
water tank) atau menuju tangki yang terdapat pada menara air, kemudian air tampungan
tersebut dialirkan ke masing-masing daerah pelayanan melalui bantuan gravitasi untuk yang
berasal dari tangki air dalam menara, dan dengan pemompaan untuk tangki air permukaan
tanah atau GWT. Pipa yang digunakan dalam saluran distribusi ini menggunakan pipa ukuran
6” dengan sistem percabangan.
Gambar 9. Ground Water Tank (GWT) dan Rumah Pompa pada Jalur Distribusi
Menara Fahutan
Pendistribusian air bersih dari WTP Ciapus 1 menggunakan pompa menuju GWT
kemudian dari GWT kembali dipompa menuju menara air yang selanjutnya air mengalir ke
27
konsumen WTP Ciapus 1 (perumahan dosen, Asrama Silvasari, Asrama Silvalestari, Asrama
Putri Dramaga, Wisma Amarilis, dan GOR Lama) dengan bantuan gravitasi. Begitu pun yang
terjadi pada WTP Ciapus 2. Air bersih ditampung sementara di GWT kemudian dipompa
menuju GWT dan menara air di Asrama Putri TPB yang selanjutnya dialirkan ke Asrama Putri
TPB dan Asrama Putra TPB dengan bantuan gravitasi.
Gambar 10. Menara Air Fapet (kiri) dan Menara Air Fahutan (kanan)
28
Gambar 11. Bagan Struktur Instalasi Air WTP Cihideung (Arimurti 2010)
29
Gambar 12. Bagan Struktur Instalasi Air WTP Ciapus (Arimurti 2010)
30
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kapasitas Produksi WTP Cihideung
V T Q
(liter) (detik) (m3/jam)
13.17 2.21 21.45
13.70 2.14 23.05
WTP 1
14.40 2.10 24.69
Rata-rata 23.06
18.75 2.15 31.40
19.90 2.09 34.28
WTP 2
20.75 2.14 34.91
Rata-rata 33.53
17.10 1.65 37.31
16.60 1.90 31.45
WTP 3
15.50 2.03 27.49
Rata-rata 32.08
12.00 1.55 27.87
13.60 1.90 25.77
WTP 4
13.10 1.70 27.74
Rata-rata 27.13
Total 115.80
Analisis finansial yang dilakukan terhadap WTP di kampus IPB Dramaga dikelompokkan
menjadi empat bagian menurut lokal dan jenis WTP. Kelompok pertama adalah WTP Cihideung 1-4
yang memiliki jenis yang sama, kedua merupakan WTP Cihideung 5 dengan sistem ultra filtrasi,
ketiga adalah WTP Ciapus perumahan dosen dan asrama lain, dan keempat adalah WTP Ciapus
Asrama TPB. Jumlah produksi air bersih yang dihasilkan dari empat WTP tersebut merupakan
kapasitas produksi yang terukur dari hasil pengamatan terakhir (bulan Juli 2010).
.
Tabel 4. Jumlah Debit Produksi Air Bersih Rata-rata Tiap WTP
Debit Produksi
WTP 3
(m /bulan) (m3/tahun)
Cihideung 1-4 64,275.66 771,307.92
Cihideung 5 (UF System) 4,702.50 56,430
Ciapus Perumahan Dosen dan
27,108 325,296
Asrama lain
Ciapus Asrama TPB 40,370.40 484,444.80
31
Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sebuah WTP termasuk biaya investasi. Biaya
investasi pada pembangunan WTP (nilai proyek) merupakan biaya pembangunan unit pengolahan
yang digunakan untuk memproduksi air bersih, tidak termasuk didalamnya kendaraan dan bangunan
pendukung lainnya. Biaya investasi diperhitungkan dalam arus kas dalam analisis kelayakan.
Biaya produksi terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Pada unit pengolahan air ini biaya
tetap tidak ada dikarenakan WTP yang ada di kampus IPB Dramaga merupakan aset yang tidak
terpisahkan dari kampus IPB yang penganggarannya menggunakan dana APBN.
Adapun biaya variabel yang diperhitungkan adalah biaya gaji pegawai, bahan kimia, listrik,
dan perawatan atau perbaikan WTP. Biaya variabel dihitung per lokal WTP. Data gaji pegawai yang
didapat per orang ialah Rp. 1,266,000.00, sedangkan jumlah pegawai terbagi tidak merata pada WTP
Sungai Cihideung. Pada WTP Sungai Cihideung terdapat 6 orang, sedangkan WTP tersebut dibagi
menjadi dua bagian WTP Cihideung 1-4 dan WTP Cihideung 5 (UF System), sehingga pembagian
biaya untuk gaji pegawai masing-masing WTP dibagi menurut waktu kerja WTP. Untuk pembagian
gaji pegawai di WTP wilayah Sungai Cihideung, dilakukan perhitungan secara perbandingan, yaitu
waktu kerja WTP yang akan dicari gaji pegawainya dibagi dengan waktu kerja keseluruhan WTP di
aliran Sungai Cihideung, kemudian dikalikan jumlah seluruh pegawai di WTP aliran Sungai
Cihideung dan dikalikan dengan gaji yang seharusnya diterima untuk satu orang pegawai. Contoh
perhitungan gaji pegawai tercantum dalam Lampiran 1. Untuk biaya gaji pegawai di WTP Sungai
Ciapus dibagi merata menurut wilayah kerja masing-masing, WTP Ciapus Asrama TPB dan WTP
Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain karena pegawai WTP aliran Sungai Ciapus memiliki
wilayah kerja masing-masing, yaitu empat orang di WTP Ciapus Asrama TPB dan dua orang di WTP
Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama Lain. Data bahan kimia yang didapat adalah total biaya yang
dikeluarkan IPB untuk keseluruhan WTP, sehingga biaya tersebut diperhitungkan menurut kebutuhan
bahan kimia untuk produksi masing-masing WTP (Cihideung 1-4, Cihideung 5/UF System, Ciapus
Asrama TPB, dan Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain). Perhitungan biaya variabel untuk
bahan kimia tidak semudah perhitungan pada biaya gaji pegawai karena kebutuhan dari masing-
masing bahan untuk tiap WTP jumlahnya tidak sesuai bila dibandingkan dengan total biaya yang
dikeluarkan IPB untuk bahan kimia per dua bulan dibagi dengan harga masing-masing bahan kimia
per kilogramnya. Oleh karena itu, dilakukan perbandingan harga dari tiap jenis bahan kimia yang
dipakai. Selain itu juga dilakukan perbandingan untuk pemakaian bahan kimia tiap WTP, karena pada
dasarnya setiap satu unit WTP memiliki ukuran yang berbeda untuk pemberian bahan kimianya.
Perhitungan bahan kimia ini juga terdapat pada Lampiran 1.
Biaya perawatan dan perbaikan yang didapat merupakan keseluruhan WTP di kampus IPB
sehingga dibagi juga menurut waktu kerja masing-masing WTP. Karena tidak ada kepastian waktu
dalam pergantian dan perbaikan komponen WTP, serta perawatan termasuk pembersihan tangki air
bawah tanah, maka biaya perawatan dan perbaikan dihitung berdasarkan waktu kerjanya. Semakin
tinggi waktu kerja dari satu unit WTP maka semakin tinggi pula intensitas perawatan yang harus
dilakukan. Sedangkan biaya listrik yang didapat merupakan biaya listrik yang dikeluarkan WTP
Sungai Cihideung dan Sungai Ciapus, sehingga perlu dibagi rata menurut daya yang dipergunakan di
masing-masing WTP dengan menghitung waktu kerja dan alat listrik yang dipergunakan yaitu motor
penggerak pompa yang ada di WTP. Perhitungan dilakukan dengan mendata daya dari setiap pompa
dan peralatan listrik yang digunakan dalam kegiatan produksi air bersih dari WTP sampai menara air
(tidak termasuk didalamnya kegiatan pegawai yang menggunakan listrik untuk pribadi, seperti
menonton televisi) dan diamati waktu kerja peralatan listrik tersebut. Hasil perkalian antara daya
dengan waktu kerja kemudian dikonversi ke dalam satuan rupiah per jam (Rp./jam). Data biaya listrik
keseluruhan yang didapat dari IPB menunjukkan pembagian biaya listrik menurut dua aliran sungai,
32
Ciapus dan Cihideung. Sehingga perbandingan dilakukan per wilayah atau aliran sungai. Perhitungan
biaya listrik terdapat pada Lampiran 1.
Tabel 6. Waktu Kerja, Kapasitas Produksi, dan Penggunaan Listrik Masing-masing WTP
Waktu Kerja Kapasitas Penggunaan
WTP per hari Produksi Listrik
(jam) (l/s) (kWh)
Cihideung 1-4 18.5 32.17 1,341.67
Cihideung 5 (UF System) 5.5 7.92 608.28
Ciapus Perumahan Dosen dan
20 12.55 768.81
Asrama lain
Ciapus Asrama TPB 20 18.69 961.99
Biaya total merupakan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, yaitu
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya total dari produksi air bersih di kampus IPB merupakan biaya
variabel keseluruhan dari masing-masing WTP. Dari perhitungan yang dilakukan, biaya variabel
tertinggi adalah biaya variabel pada WTP Cihideung 1-4 yang menggunakan sistem tekanan. Hal ini
terjadi karena WTP ini lebih banyak memproduksi air. Sehingga dimungkinkan penggunaan listrik,
biaya perawatan dan perbaikan serta gaji pegawai pada WTP ini lebih tinggi dibandingkan dengan
WTP lain. Pada WTP Cihideung 5 yang tergolong masih baru dan menggunakan teknologi yang
berbeda dengan WTP yang lain memiliki biaya variabel yang paling rendah. Hal ini disebabkan waktu
kerjanya yang hanya lima setengah jam (pengamatan Juli 2010).
33
Perhitungan biaya variabel ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
tingginya biaya variabel pada produksi air bersih ini adalah waktu kerja dan kapasitasnya yang tinggi.
Semakin tinggi waktu kerja dan kapasitas produksi maka semakin tinggi pula biaya variabel yang
akan dikeluarkan.
Nilai dari biaya operasional yang dikeluarkan untuk memproduksi per satuan volume air bersih
diperoleh dari perhitungan biaya total dibagi dengan kapasitas produksi yaitu produksi air. Biaya
disini merupakan total biaya variabel per tahun dari pengoperasian WTP, sedangkan kapasitas
produksi merupakan banyak air yang dihasilkan dalam waktu satu tahun. Diketahui biaya yang
dikeluarkan dari masing-masing WTP terdapat pada Tabel 7. dan debit produksi air masing-masing
WTP terdapat pada Tabel 4. Dari hasil perhitungan biaya untuk memproduksi satu satuan volume air
bersih dari masing-masing WTP dapat dilihat pada Tabel 8.
Hasil perhitungan biaya operasional untuk memproduksi per satuan volume air bersih
menunjukkan bahwa yang tertinggi adalah air bersih hasil olahan WTP Cihideung 5 dengan sistem UF
yaitu Rp. 1,130.02 dan yang terendah adalah air bersih pada WTP Cihideung 1-4 dengan sistem
tekanan. Perbedaan terlihat dengan jelas dari harga air bersih per m3 pada kedua WTP ini dikarenakan
kapasitas produksi air bersih dan waktu kerja yang jauh berbeda. Kapasitas produksi yang besar
ditentukan dengan permintaan konsumen dari masing-masing wilayah pelayanan. Sehingga, makin
banyak jumlah populasi yang mengkonsumsi air, semakin besar pula biaya yang dikeluarkan IPB
untuk memproduksi air per m3-nya.
Biaya ini juga menentukan keuntungan atau kerugian dari proyek yang dikerjakan.
Perbandingan antara harga jual produk dan biaya pokok yang bernilai lebih dari satu (>1) maka
proyek mengalami kerugian, sedangkan nilai perbandingan kurang dari satu (<1) maka proyek
mendapatkan keuntungan. Nilai perbandingan sama dengan satu (=1) menandakan proyek itu tidak
mendapatkan untung atau mengalami kerugian. Pada proses pengolahan air di kampus IPB ini, harga
jual untuk unit usaha dikenakan biaya sejumlah Rp. 4,500.00 per m3 air bersih. Dari perbandingan
antara nilai biaya operasional per satuan volume masing-masing WTP dan harga jual tersebut
diperoleh nilai pada WTP Cihideung 1-4 adalah 0.09, WTP Cihideung 5 (UF system) 0.25, WTP
Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain 0.14, dan WTP Ciapus Asrama TPB 0.14. Semakin tinggi
nilai perbandingan ini (mendekati nilai 1), semakin sedikit keuntungan yang didapat dari masing-
masing WTP, begitupun sebaliknya, semakin kecil nilai perbandingan (menjauhi nilai 1), maka
semakin besar keuntungan yang diperoleh dari WTP tersebut. Nilai yang didapat dari masing-masing
34
WTP menunjukkan semua WTP mendapatkan keuntungan dari setiap m3 air bersih. Dan yang
mendapatkan keuntungan paling besar dari hasil perbandingan ini ialah WTP Cihideung 1-4.
Harga air PDAM Bogor untuk golongan Industri Pemerintahan, Industri 1, dan Industri 2
adalah Rp. 4,800.00; Rp. 9,000.00; dan Rp. 10,000.00. Bila dibandingkan dengan harga air bersih per
m3 yang ditetapkan oleh PDAM Bogor, biaya yang dikeluarkan maupun harga jual yang ditetapkan
oleh IPB jauh lebih murah, sehingga dapat menjadi prioritas pemilihan pemasok untuk pengguna air
bersih kampus IPB sendiri.
Titik impas produksi merupakan nilai dimana proyek tidak mendapatkan untung ataupun rugi.
Titik impas produksi merupakan satuan jumlah produk yang dihasilkan dari suatu proyek dalam kajian
ini ialah produksi air bersih per m3. Titik impas produksi dipengaruhi oleh nilai biaya tetap total, harga
jual, dan biaya variabel rata-rata. Pada proses produksi air bersih dalam WTP, tidak ditentukan biaya
tetap, karena WTP yang ada di kampus IPB Dramaga merupakan aset yang tidak terpisahkan dari
kampus IPB yang penganggarannya menggunakan dana APBN.
Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus berdasarkan teori yang ada
menunjukkan hasil sama dengan nol (=0) untuk setiap WTP. Oleh karena itu, digunakan perhitungan
untuk mencari titik impas produksi dari biaya operasional. Setiap biaya operasional yang dikeluarkan
per tahun dibagi dengan harga air per volume, sehingga didapat jumlah produksi air minimal yang
harus dihasilkan per tahun agar mencapai titik impas produksi. Hasil perhitungan titik impas dengan
melakukan pembagian antara biaya operasional dengan harga air yang ditetapkan oleh IPB per m 3
tercantum dalam Tabel 9.
Harga jual air bersih yang ditetapkan adalah sebesar Rp. 4,500.00. Biaya produksi yang
dikeluarkan dibagi dengan harga jual air bersih akan menunjukkan titik impas produksi dari masing-
masing WTP. Debit produksi air per tahun dari masing-masing WTP menunjukkan angka yang lebih
besar dari hasil perhitungan titik impas produksi di atas, tapi nilai selisih antara biaya dan manfaat
masih bernilai negatif atau mengalami defisit. Hal ini dikarenakan saat ini tidak semua pengguna air
bersih di kampus IPB Dramaga membayar biaya penggunaan air bersih sebesar Rp. 4,500.00. Harga
jual air tersebut hanya dibayarkan oleh unit usaha dalam kampus, seperti kantin atau warung makan.
Tabel 10. menunjukkan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan serta selisihnya. Pada selisih
manfaat dan biaya dari WTP Cihideung 1-4 dan WTP Cihideung 5 UF System terdapat hasil yang
positif, yaitu menunjukkan adanya keuntungan dari pengoperasian kedua WTP tersebut. Sedangkan
pada WTP Ciapus Perumahan Dosen dan Asrama lain serta WTP Ciapus Asrama TPB hasil selisih
menunjukkan nilai negatif, hal ini merupakan kerugian yang dihasilkan kedua WTP. Perhitungan
35
manfaat yang disajikan merupakan pendapatan yang diterima oleh IPB dari hasil pemakaian air bersih
yang dikonsumsi oleh unit usaha kampus tanpa memasukkan nilai pendapatan IPB dari hasil asumsi
bahwa setiap civitas akademika membayar kompensasi air bersih dalam jumlah rupiah tertentu.
Sehingga hasil selisih ini menunjukkan keuntungan ataupun kerugian sesungguhnya yang diterima
IPB dari hasil pengolahan air bersih melalui WTP yang ada di kampus Dramaga. Dari hasil
perhitungan, terjadi defisit dalam operasional WTP di IPB sebesar Rp. 233,097,272.34 per tahunnya.
Tabel 10. Selisih Manfaat (Pendapatan) dan Biaya per Tahun Masing-masing WTP
Pendapatan dari Biaya Variabel Selisih Manfaat
Unit Usaha dan Biaya
WTP
(B) (C) (B – C)
(Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun)
Cihideung 1-4 469,366,868.42 315,261,333.72 154,105,534.71
Cihideung 5 (UF System) 115,554,417.09 63,766,984.27 51,787,432.82
Ciapus Perumahan Dosen dan
22,627,538.37 199,754,841.67 -177,127,303.30
Asrama lain
Ciapus Asrama TPB 33,697,903.76 295,560,840.34 -261,862,936.57
Total 641,246,727.66 873,344,000.00 -233,097,272.34
Analisis kelayakan usaha dari produksi air bersih dilakukan dengan mengasumsikan bahwa
kegiatan produksi air bersih dikenakan biaya investasi dan biaya penyusutan. Analisis ini dilakukan
hanya terhadap WTP Cihideung 5 yang menggunakan sistem UF, hal ini dikarenakan WTP tersebut
memiliki data yang lebih lengkap dibandingkan dengan WTP lain. Pada analisis kelayakan dibahas
tiga jenis metode analisis yang dapat mengukur kelayakan finansial dari produksi air bersih di kampus
IPB Dramaga. Ketiga jenis metode analisis tersebut ialah net present value (NPV), internal rate of
return (IRR), dan benefit cost ratio (B/C ratio). Sebelum melihat hasil perhitungan dari ketiga jenis
metode analisis kelayakan tersebut, ada beberapa nilai yang menjadi variabel yang penting dalam
melakukan perhitungan analisis kelayakan yang diperhitungkan dalam arus kas. Variabel tersebut
adalah investasi, pendapatan, biaya, dan bunga modal. Biaya tetap terdiri atas biaya penyusutan dan
bunga modal, sedangkan biaya tidak tetap terdiri atas biaya bahan kimia, gaji pegawai, listrik dan
maintenance. Hasil analisis kelayakan ditampilkan dalam Tabel 11.
Spesifikasi Nilai
36
Gambar 13. WTP Cihideung 5 dengan Sistem Ultra Filtrasi
Nilai NPV dapat diperoleh dengan pengurangan present value komponen benefit dengan
present value komponen cost. Perhitungan nilai NPV dari unit pengolahan air atau WTP Cihideung 5
sistem ultra filtrasi menggunakan arus kas yang diolah dalam program Microsoft Office Excel 2007.
NPV WTP Cihideung 5 bernilai negatif, sebesar Rp. 309,675,353.87. Hal ini terjadi karena
pembangunan WTP Cihideung 5 tergolong baru sehingga pendapatan yang diterima belum bisa
menutupi nilai proyek atau investasi, dan jam kerja yang hanya 5 jam 30 menit. Nilai NPV yang
negatif berdampak pada pengolahan air bersih dari WTP dengan sistem UF ini tidak layak untuk
dilanjutkan, karena WTP ini mendapatkan kerugian sebesar nilai NPV tersebut selama 20 tahun.
37
4.5.3 Internal Rate of Return (IRR)
Nilai IRR akan menunjukkan pada discount rate berapa nilai NPV sama dengan nol. IRR
diperoleh dengan pendekatan nilai melalui rumus interpolasi. Dengan perhitungan menggunakan
rumus 13, nilai IRR untuk WTP Cihideung 5 dengan sistem UF ini adalah 11.17 %. Nilai IRR tersebut
berada di bawah discount rate yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya WTP
Cihideung 5 tidak layak untuk dilanjutkan, karena dari hasil analisis pengolahan air ini merugikan
bagi pengelola.
Benefit Cost Ratio akan menunjukkan nilai perbandingan antara NPV manfaat dan NPV biaya.
Nilai B/C yang didapat merupakan nilai tambahan manfaat yang didapat dengan penambahan biaya
satu satuan. Hasil perhitungan B/C terhadap WTP Cihideung 5 yang memiliki nilai NPV negatif,
memiliki nilai B/C yang positif, yaitu 0.83.
Hal ini menunjukkan bahwa pada WTP Cihideung 5 mendapatkan kerugian karena nilai B/C
kurang dari satu (< 1), yang menandakan bahwa proyek tersebut tidak layak untuk dilanjutkan.
Analisis sensitivitas pada penelitian ini bertujuan mencari alternatif solusi agar pengoperasian
WTP Cihideung 5 dengan sistem ultra filtrasi tidak mendapatkan kerugian dan dapat dilanjutkan. Pada
analisis sensitivitas ini, digunakan asumsi-asumsi bahwa WTP ini dikenakan biaya seperti perusahaan
diluar pemerintah pada umumnya, seperti biaya bunga modal dan biaya penyusutan.
Skenario dilakukan pada analisis ini bertujuan untuk menjaga keberlangsungan pengolahan air
bersih agar tidak mengalami kerugian, namun juga tidak dapat dihindari dalam kurun waktu tertentu
terjadi kenaikan harga-harga yang dapat menyebabkan kenaikan biaya operasional dari WTP. Karena
itu skenario yang dibuat harus bisa mengatasi kondisi defisit yang terjadi. Ada beberapa skenario yang
diajukan diantaranya ialah skenario untuk meningkatkan waktu kerja dan menaikkan harga jual air
bersih.
Spesifikasi Nilai
38
Peningkatan waktu kerja berakibat pada peningkatan debit produksi air bersih dari WTP
Cihideung sistem UF ini. Hasil penelitian untuk mengukur konsumsi air dari seluruh pengguna air
bersih di kampus IPB Dramaga menyatakan bahwa konsumsi air bersih rata-rata perhari untuk jalur
distribusi WTP Cihideung adalah 1,959.77 m3/hari sedangkan hasil pengukuran debit produksi dari
WTP Cihideung keseluruhan adalah 2,299.27 m3/hari. Ini berarti bahwa ada kelebihan produksi air
bersih. Sehingga apabila skenario pertama dilakukan akan menambah produksi air yang tidak
diperlukan dan akan menambah biaya produksi sedangkan air bersih yang dihasilkan sudah tercukupi.
Pendugaan selanjutnya ialah melalui skenario menaikkan harga jual air bersih kepada
konsumen. Harga jual normal sebesar Rp. 4,500.00 per m3 akan dinaikkan sehingga menghasilkan
keuntungan. Pada skenario ini, hanya harga jual yang dinaikkan, komponen lain yang berpengaruh
tidak naik. Skenario dilakukan dengan melihat kondisi bahwa IPB sudah membangun WTP ini,
sehingga tidak ada pertimbangan untuk memilih menggunakan air bersih hasil olahan PDAM. Hasil
perhitungan analisis kelayakan dengan perubahan nilai harga jual air bersih tercantum pada Tabel 13.
dan rinciannya pada Tabel 14.
Tabel 13. Hasil Analisis Sensitivitas Menaikkan Harga Jual Air Bersih
Spesifikasi Nilai
Tabel 14. Rincian Analisis Sensitivitas Menaikkan Harga Jual Air Bersih
SKENARIO ANALISIS KELAYAKAN
Kenaikan Harga Pendapatan NPV IRR
B/C
Harga Air (Rp.) (Rp.) (Rp.) (%)
5% 4,725.00 266,631,750.00 (230,202,186.98) 12.19 0.879
10% 4,950.00 279,328,500.00 (150,729,020.09) 13.17 0.921
12% 5,040.00 284,407,200.00 (118,939,753.33) 13.59 0.937
14% 5,130.00 289,485,900.00 (87,150,486.58) 13.99 0.954
15% 5,175.00 292,025,250.00 (71,255,853.20) 14.14 0.962
16% 5,220.00 294,564,600.00 (55,361,219.82) 14.34 0.971
18% 5,310.00 299,643,300.00 (23,571,953.07) 14.73 0.988
20% 5,400.00 304,722,000.00 8,217,313.69 15.10 1.004
Kenaikan harga jual air per m3 yang diterapkan ialah sebesar 20% dari harga jual awal,
sehingga dapat menaikkan pendapatan menjadi sebesar Rp. 304,722,000.00. Tanpa perubahan dari
biaya, hasil skenario ini menunjukkan bahwa produksi air bersih mengalami keuntungan dengan nilai
39
NPV positif, IRR lebih besar daripada DF 15%, dan B/C bernilai lebih dari satu sehingga pengolahan
air di WTP Cihideung 5 dengan sistem ultra filtrasi layak untuk dilanjutkan.
Analisis kelayakan dan sensitivitas yang dilakukan terhadap WTP Cihideung 5 dengan sistem
ultra filtrasi ini hanya dapat dilakukan bila nilai bunga modal dan biaya penyusutan dimasukkan
dalam perhitungan. Hasil analisis biaya dan manfaat yang dilakukan, pengelolaan WTP yang saat ini
sedang berlangsung masih mengalami kerugian. Bila biaya pengoperasian untuk keseluruhan WTP di
kampus IPB Dramaga masih termasuk dalam penganggaran negara, hal ini tidak menjadi sebuah
kerugian, melainkan merupakan biaya tambahan. Namun setidaknya dengan mengurangi biaya
pengoperasian WTP, sejumlah uang yang dikeluarkan tersebut dapat dialokasikan kepada pembiayaan
lain yang bertujuan untuk kesejahteraan civitas akademika dan kemajuan pendidikan di IPB.
Ada beberapa solusi untuk menangani defisit pembiayaan operasional WTP di kampus IPB
Dramaga, diantaranya adalah :
1. Mengurangi kebocoran jaringan distribusi air bersih, sehingga air yang terbuang dapat
dimanfaatkan secara optimal.
2. Melakukan perawatan secara teratur sehingga komponen yang beroperasi terus menerus
tidak mengalami kerusakan yang bisa menaikkan biaya pergantian komponen.
3. Menaikkan harga jual air bersih per m3-nya kepada unit-unit usaha yang ada di kampus,
termasuk kegiatan proyek yang bersifat komersil.
4. Menetapkan tarif air bersih terhadap setiap unit ataupun fakultas dan kepada mahasiswa
dengan mengalokasikannya dari biaya perkuliahan.
5. Meningkatkan kesadaran kepada konsumen untuk menghemat pemakaian air bersih.
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
A. Air bersih tersedia di kampus IPB Dramaga diproduksi melalui unit pengolahan air bersih atau
water treatment plant (WTP) yang sumbernya berasal dari dua sungai yaitu Sungai Ciapus dan
Sungai Cihideung. Pada Sungai Cihideung terdapat 5 unit WTP meliputi 4 WTP tipe tekanan
dan 1 WTP baru bertipe ultra filtrasi. Pada Sungai Ciapus terdapat 2 WTP, bertipe gravitasi
dan tekanan.
B. Produksi air bersih untuk WTP Sungai Cihideung mencapai 2,299.27 m3/hari sedangkan
produksi air bersih untuk WTP Sungai Ciapus mencapai 2,249.28 m3/hari-nya.
C. Biaya pokok produksi per m3 yang dihasilkan dari masing-masing WTP adalah Rp. 408.74
untuk WTP Cihideung 1-4 (tipe tekanan), Rp. 1,130.02 untuk WTP Cihideung 5 (sistem ultra
filtrasi), Rp. 614.07 untuk WTP Ciapus Perumahan Dosen IPB dan asrama lain, dan Rp.610.10
untuk WTP Ciapus Asrama TPB IPB. Biaya dan harga air bersih yang ditetapkan oleh IPB
masih lebih murah dibandingkan harga jual air bersih yang ditetapkan oleh PDAM Bogor.
Yang mempengaruhi tinggi rendahnya biaya pokok produksi adalah kapasitas produksi dan
penggunaan air bersih.
D. Pendapatan bersih yang diperoleh IPB dari pengolahan air bersih tiap tahunnya adalah
Rp.641,246,727.66, sedangkan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 874,344,000.00,
sehingga ada biaya tambahan untuk memproduksi air sebesar Rp. 233,097,272.34.
E. Analisis kelayakan finansial yang diuji terhadap WTP Cihideung yang bertipe ultra filtrasi,
dengan beberapa asumsi menghasilkan nilai yang defisit pada NPV, IRR kurang dari DF 15%,
dan B/C yang kurang dari satu, sehingga produksi air bersih melalui WTP ini tidak layak untuk
dilanjutkan. Terdapat beberapa alternatif yang bisa dilakukan agar produksi air bersih melalui
WTP ini dapat dilanjutkan, namun yang paling sesuai dengan kondisi saat ini ialah menaikkan
harga jual air bersih sebesar 20%.
5.2 SARAN
A. Perawatan terhadap fasilitas pengolahan air yang sudah ada seharusnya dilakukan lebih teratur
agar unit pengolahan air bersih dapat berfungsi dengan baik dan mengurangi risiko kerusakan
pada fasilitas tersebut.
B. Perlu adanya alokasi dana dari biaya perkuliahan mahasiswa dan penetapan tarif tertentu
terhadap unit kampus untuk menutupi biaya produksi air bersih.
C. Pengoptimalan kerja WTP yang baru sehingga dapat mengurangi beban kerja WTP yang sudah
lebih lama beroperasi dan meningkatkan produksi air bersih.
D. Perbaikan terhadap kebocoran pada jalur distribusi harus segera dilakukan agar air yang
diproduksi tidak terbuang percuma dan dapat dimanfaatkan dengan baik.
E. Peningkatan kesadaran kepada konsumen pengguna air bersih untuk memanfaatkan air bersih
dengan baik agar efisiensi penggunaan air meningkat.
41
DAFTAR PUSTAKA
Abilowo B. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Pengeringan Gabah Secara Mekanis [skripsi]. Bogor :
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arimurti S. 2010. Analisis Penyediaan dan Distribusi Air Bersih untuk Kampus Dramaga Institut
Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bank Indonesia, 2011. Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Usaha Kecil, Usaha Penyulingan
Minyak Daun Cengkeh, Aspek Keuangan, Analisa Sensitivitas. http://www.bi.go.id/sipuk.
[diunduh : 26 Januari 2011].
Blank LT, and Tarquin AJ. 2002. Engineering Economy. New York : McGraw-Hill.
Kodoatie RJ, Sjarief R, dan Sasongko D. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta :
Andi.
Linsley RK, Franzini JB, dan Sasongko D. 1985. Teknik Sumber Daya Air jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Mahmud. 2007. Removal Colour and Organic Matter of Peat Water using Ultrafiltration Membrane
with Pretreatment Coagulant. Prosiding HEDS Seminar on Science and Technology 2006.
Jakarta : Forum HEDS, BKS PTN Wilayah Barat.
Mallevialle J, PE Odendaal, dan MR Wiesner. 1996. Water Treatment Membrane Processes. New
York : McGraw-Hill.
Mangkoesoebroto, Guritno. 2000. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA.
Noerbambang SM, dan Morimura T. 2000. Perancangan Dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta
: PT Pradnya Paramita.
Pramudya B, dan Dewi N. 1992. Ekonomi Teknik. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Rony, Helmi. 1990. Akuntansi Biaya : Pengantar untuk Perencanaan & Pengendalian Biaya
Produksi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Saulus, Buana. 2010. Pengolahan Air dengan Membran Ultrafiltrasi.
http://www.buanasaulus.co.cc/2010/10/pengolahan-air-dengan-mebrane-ultra.html. [diunduh :
21 Januari 2011].
Sinar Tirta Bening. 2010. Water Treatment Plant Kapasitas 36 m3/Jam. PT. Sinar Tirta Bening.
Jakarta.
Slot, R, GH Minnaar, dan Kwik Kian Gie. 1996. Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan. Terjemahan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Sutrisno T, dan Suciastuti E. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Bina Aksara.
Suyanto A, Sunaryo TM, dan Sjarief R. 2001. Ekonomi Teknik Proyek Sumber daya Air : Suatu
Pengantar Praktis. Jakarta : Masyarakat Hidrologi Indonesia.
42
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Biaya Variabel Tiap WTP
Nilai Total
Uraian
(Rp/per bulan)
gaji pegawai 1,266,000.00
bahan kimia 17,000,000.00
perbaikan dan perawatan 5,000,000.00
Listrik * 35,000,000.00
* Listrik WTP Sungai Cihideung Rp. 9,000,000.00, WTP Sungai
Ciapus Rp. 26,000,000.00 (biaya listrik PLN)
Jumlah
Rincian Gaji Pegawai
(Rp)
Pokok 400,000.00
Uang makan 147,000.00
Lembur 719,000.00
TOTAL 1,266,000.00
43
Bahan Kimia
Perbandingan harga dan pemakaian bahan kimia :
Kiriman
Jenis bahan Harga Perbandingan Pemakaian Pemakaian
per 2 bulan
kimia (Rp) harga WTP Cihideung 1-4 WTP Cihideung 5
(kg)
PAC 3,800 3,850 0.28 14kg/250 liter/hari 14kg/250 liter/3hari
Tawas - 3,350 0.30 - -
Kaporit 585 28,650 0.40 6/7 bagian 1/7 bagian
NaOH 160 4,800 0.02 6/7 bagian 1/7 bagian
HCl 75 3,600 0.01 6/7 bagian 1/7 bagian
44
Lampiran 2. Rincian Pendapatan Tiap WTP
7.92 𝑙/𝑠
= 𝑥 𝑅𝑝. 48,743,440.46/bulan 𝑥 12𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
40.09 𝑙/𝑠
= Rp. 115,554,417.09/tahun
45
Lampiran 3. Analisis Biaya dan Titik Impas WTP Cihideung UF System
Spesifikasi Rp/tahun
Penyusutan
Investasi WTP
Harga awal (Rp) 1,500,000,000.00
Harga akhir (Rp) 150,000,000.00
Umur ekonomis (tahun) 20
67,500,000.00
Bunga Modal 15%/tahun 118,125,000.00
46
Lampiran 4. Analisis Kelayakan WTP Cihideung UF System (NPV, IRR, dan B/C)
47
Lampiran 5. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 5%
48
Lampiran 6. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 10%
49
Lampiran 7. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 12%
50
Lampiran 8. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 14%
51
Lampiran 9. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 15%
52
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 16%
53
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 18%
54
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas WTP Cihideung UF System dengan Kenaikan Harga Jual Air
Bersih 20%
55