You are on page 1of 92

PEMETAAN DAN ANALISIS PENURUNAN PERMUKAAN TANAH

DENGAN INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR


TIME SERIES DI LAPANGAN PANASBUMI ULUBELU

(Skripsi)

Oleh

Ilham Triputra Sofiadin

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TENIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2019
LAND SUBSIDENCE MAPPING AND ANALYSIS WITH
INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR TIME SERIES
IN ULUBELU GEOTHERMAL FIELD

By

Ilham Triputra Sofiadin

ABSTRACT

The study of monitoring land subsidence is very important for disaster mitigation.
In this study using 33 synthetic aperture radar (SAR) Sentinel-1A which was
combined to produce an atmospheric phase screen (APS) then multi-temporal
analysis was performed to produce interferometry SAR (InSAR) time series using
data from October 2014 to March 2017 and April 2017 to September 2018 with 0,8
threshold. InSAR time series can find out the symptoms of land subsidence quickly
and practically. The hightest velocity of land subsidence in the Ulubelu geothermal
field is -10 mm/year with an average of -2,9 mm/year (October 2014 - March
2017) and -3,3 mm/year (April 2017 - September 2018) within a radius 10 km and
center point X=453.558,26 m, Y=9.412.437,83 m, Zona 48 S. This land
subsidence is dominated by natural influences due to compaction of altered rocks.
In addition, the geological structure like faults and differences of lithology and also
surface loading affect the land subsidence. Pekon Muara Dua, Pekon Pagar Alam,
Pekon Karang Rejo and Pekon Gunung Tiga are an area that have land subsidence
area. There is a correlation between low anomaly and land subsidence area from
comparative data anomaly 4D microgravity (July 2012 - September 2013).

Keyword: Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR), Atmospheric Phase


Screen (APS), Multi-Temporal Analysis.

i
PEMETAAN DAN ANALISIS PENURUNAN PERMUKAAN TANAH
DENGAN INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR
TIME SERIES DI LAPANGAN PANASBUMI ULUBELU

Oleh

Ilham Triputra Sofiadin

ABSTRAK

Studi tentang pemantauan penurunan permukaan tanah sangat penting untuk


mitigasi bencana. Dalam penelitian ini menggunakan 33 data synthetic aperture
radar (SAR) Sentinel-1A yang digabungkan sehingga menghasilkan atmospheric
phase screen (APS) kemudian dilakukan analisis multi-temporal sehingga
menghasilkan interferometry SAR (InSAR) time series mulai dari Oktober 2014
hingga Maret 2017 dan April 2017 hingga September 2018 dengan threshold 0,8.
InSAR time series dapat mengetahui gejala penurunan permukaan tanah secara
cepat dan praktis. Kecepatan penurunan permukaan tanah di lapangan panasbumi
Ulubelu terbesar -10 mm/tahun dengan rata-rata -2,9 mm/tahun (Oktober 2014 -
Maret 2017) dan -3,3 mm/tahun (April 2017 - September 2018) dalam radius 10
km dengan titik pusat X=453.558,26 m, Y=9.412.437,83 m, Zona 48 S. Penurunan
ini didominasi karena pengaruh alamiah akibat pemadatan batuan teralterasi. Selain
itu, struktur geologi berupa patahan dan perbedaan litologi serta pembebanan
permukaan juga mempengaruhi penurunan permukaan tanah. Daerah yang
mengalami penurunan permukaan tanah berada di pemukiman Pekon Muara Dua,
Pekon Pagar Alam, Pekon Karang Rejo dan Pekon Gunung Tiga. Dari data
pembanding anomali 4D microgravity (Juli 2012 - September 2013) terdapat
korelasi antara anomali rendah dengan daerah yang mengalami penurunan
permukaan tanah.

Kata Kunci: Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR), Atmospheric Phase


Screen (APS), Analisis Multi-Temporal.

ii
RIWAYAT HIDUP

Jakarta, 2 Mei 1996 penulis dilahirkan. Penulis

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari

pasangan Ayahanda Drs. Saadin, M.Pd. dan Ibunda

Dra. Sopiawati, S.Pd.I., M.Pd.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Islam

Bakti III Cipinang, Jakarta Timur pada tahun 2002, SD

Swasta Muhammadiyah 24 Pulogadung, Jakarta Timur pada tahun 2008, SMP

Negeri 115 Jakarta, Jakarta Selatan pada tahun 2011 hingga SMA Negeri 12

Jakarta, Jakarta Timur pada tahun 2014.

Penulis merupakan mahasiswa Program S1 Reguler Jurusan Teknik Geofisika,

Fakultas Teknik, Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN Pilihan Ketiga di

tahun 2014. Penulis merupakan peraih nilai UASBN (Ujian Sekolah Bertaraf

Nasional) tertinggi Jakarta ketika di sekolah dasar, pengurus Bidang 9 OSIS

(Organisasi Siswa Intra Sekolah) - Teknologi Informasi dan Komuniasi sebagai

Sekretaris Bidang, peserta OSN (Olimpiade Sains Nasional) Bidang Studi Fisika

tingkat Provinsi DKI Jakarta, peserta OPSI (Olimpiade Penelitian Siswa

Indonesia) Bidang Sains Terapan tingkat Nasional ketika di sekolah menengah

vi
atas, pengurus HIMA TG (Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika) Bhuwana

Universitas Lampung sebagai Ketua Bidang Multimedia Informasi, pengurus

AAPG UNILA SC (American Association of Petroleum Geologists Universitas

Lampung Student Chapter) sebagai staf Desain dan Publikasi Divisi Relasi

Publik, pengurus SEG SC UNILA (Society of Exploration Geophysicists Student

Chapter University of Lampung) sebagai Organization Committee, Presiden

HMGI (Himpunan Mahasiswa Geofisika Indonesia) Unity in Diversity dan

Student Volunteer pada kegiatan PIT HAGI Ke-41 di Bandar Lampung ketika di

perguruan tinggi. Ketika bulan Januari - Februari 2017 Penulis melakukan Praktik

Kerja Lapangan (PKL) di PT. Gorontalo Minerals, Jakarta Selatan dengan tema:

“Pemetaan Zona Alterasi Silika untuk Mengidentifikasi Mineralisasi Daerah

Motomboto dengan Metode Induksi Polarisasi”. Pada Bulan Juli - Agustus

2017 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Kampung Baru,

Kecamatan Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Pada bulan Januari 2018 penulis melaksanakan skripsi (penelitian tugas akhir) di

PUSTEKDATA (Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh) LAPAN

(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), Jakarta Timur dengan tema:

“Pemetaan dan Analisis Penurunan Permukaan Tanah dengan

Interferometry Synthetic Aperture Radar Time Series di Lapangan Panasbumi

Ulubelu”.

vii
PERSEMBAHAN

‫ﺭﺏّ ﺍﻟﻌﺎﻟﻣﻳﻥ‬ ‫ﺍﻟﺣﻣﺩ‬

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. atas berkat rahmat dan hidayah-Nya lah saya

dapat menyelesaikan sebuah karya ini dengan penuh pengorbanan serta perjuangan

Saya persembahkan karya ini kepada :

Ayah dan Ibu yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam hidup saya, yang selama ini

memberikan pengorbanan hidup dan kasih sayangnya untuk saya dan yang serta selalu

menyematkan nama saya disetiap do’a dan sujudnya untuk keberhasilan saya

Abang saya yang saya sayangi, yang selalu mengajarkan saya arti kesabaran dalam hidup serta

seseorang yang selama ini menjadi penyemangat saya

viii
Whatever We Do

People Will Always Find Something To Say

ix
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis haturkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan rahmat, nikmat serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemetaan dan Analisis Penurunan

Permukaan Tanah dengan Interferometry Synthetic Aperture Radar Time

Series di Lapangan Panasbumi Ulubelu”. Skripsi ini ditulis sebagai hasil dari

penelitian tugas akhir yang dilakukan Penulis di PUSTEKDATA (Pusat

Teknologi dan Data Penginderaan Jauh) LAPAN (Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional), Jakarta Timur sekaligus bagian dari persyaratan meraih gelar

S-1 Teknik Geofisika Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu dalam pembuatan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam

penulisan skripsi ini banyak kekurangan. Oleh sebab itu, Penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat menjadi

pedoman yang baik bagi pembaca yang lain. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu geofisika khususnya.

Penulis

Ilham Triputra Sofiadin

x
SANWACANA

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, rasa syukur yang mendalam Penulis panjatkan

kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemetaan dan Analisis Penurunan

Permukaan Tanah dengan Interferometry Synthetic Aperture Radar Time Series di

Lapangan Panasbumi Ulubelu” dengan baik dan benar. Banyak pihak yang terlibat

dalam memberikan kontribusi ilmiah, spiritual dan informasi baik secara langsung

maupun tidak langsung hingga terbentuk skripsi ini. Pada kesempatan kali ini

Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, kakak serta keluarga Sofiadin, Kakek-Nenek Tebet, Cisalak

dan The Chankbuank yang selalu mendoakan, memberi motivasi dan

mendukung Penulis dalam segala hal.

2. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.S., M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Lampung dan Pembimbing II dalam Penelitian Skripsi.

3. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknik

Geofisika Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T. selaku Pembimbing Akademik dan

Pembimbing I dalam Penelitian Skripsi.

5. Bapak Rustadi, S.Si., M.T. selaku Pembahas dalam Penelitian Skripsi.

xi
6. Bapak Dr. Rachmat Arief, Dipl.Ing. selaku Pembimbing Tugas Akhir di

PUSTEKDATA (Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh) LAPAN

(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional).

7. Bapak I Gede Boy Darmawan, S.Si., M.Eng. yang telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Teknik Geofisika Universitas Lampung yang telah membekali

penulis dengan ilmu dan pengetahuan sehingga dapat tercapainya Skripsi ini.

9. Kak Sigit Pratama, Kak Bagas Setyadi (Teknik Geofisika UNILA), Mas

Muhammad Ulin Nuha, Mas Raden Muh. Lukman, Mas Athar Abdurrahman

Bayanuddin (Teknik Geodesi UGM), Mba Riska Pratiwi, Mba Luluk Dita

Shafitri (Teknik Geodesi UNDIP) dan Mba Anugrah Indah Lestari (Geofisika

UI) yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Aziz Fajar Setiawan (Teknik Geofisika UNILA), Faris Muhtar (Teknik

Geodesi UNILA) dan Lukman Hakim (Sistem Informasi UIN Jakarta) yang

menjadi rekan dalam skripsi ini.

11. Azri, Jefri, Martin, Morales, Malik, Sidharta, Norman, Budi dan teman-teman

seperjuangan Teknik Geofisika 2014 serta civitas akademika Teknik Geofisika

Universitas Lampung yang telah memberikan dukungan.

12. Rekan KKN baik UNILA maupun UIN Raden Intan Lampung khususnya

Hardinal C. Dinata yang telah bersinergi selama 40 hari.

13. Andi, Jali, Galuh, Zyan, Ivan, Uta dan Dimas yang turut membantu dan

memberi semangat.

14. Kosan Nenek dan Warga Kampung Baru Bumi Manti Residen, Bandar

Lampung yang telah menerima saya dalam perantauan selama kuliah.

xii
15. Untuk seseorang yang selalu ada dan mendukung serta membantu dalam

skripsi ini.

Penulis

Ilham Triputra Sofiadin

xiii
DAFTAR ISI

ABSTRACT ...................................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................ ii

PERSETUJUAN............................................................................................... iii

PENGESAHAN ................................................................................................ iv

PERNYATAAN ................................................................................................ v

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi

PERSEMBAHAN............................................................................................. viii

MOTTO ............................................................................................................ ix

KATA PENGANTAR ...................................................................................... x

SANWACANA ................................................................................................. xi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi

DAFTAR TABEL............................................................................................. xx

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
C. Batasan Masalah .......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Lokasi Daerah Penelitian ............................................................................. 6
B. Geomorfologi ............................................................................................... 9

xiv
C. Geologi ...................................................................................................... 11
D. Hidrologi .................................................................................................... 16

III. TEORI DASAR


A. Penurunan Permukaan Tanah ..................................................................... 18
B. Penginderaan Jauh ...................................................................................... 20
C. Energi Elektromagnet ................................................................................. 23
D. RAdio Detection and Ranging (RADAR)................................................... 26
E. Synthetic Aperture Radar (SAR) ................................................................ 29
F. Interferometri SAR (InSAR) ...................................................................... 32
G. Sistem Panasbumi ....................................................................................... 35

IV. METODELOGI PENELITIAN


A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 38
B. Jadwal Penelitian ........................................................................................ 38
C. Perangkat .................................................................................................... 39
D. Data Penelitian ............................................................................................ 39
E. Prosedur Penelitian ..................................................................................... 42
F. Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 54

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Reliabilitas Data .......................................................................................... 55
B. Indikasi Penurunan Permukaan Tanah ........................................................ 59
C. Korelasi Data Pendukung terhadap Penurunan Permukaan Tanah ............. 63
D. Analisis Penurunan Permukaan Tanah ....................................................... 72
E. Implikasi Penurunan Permukaan Tanah...................................................... 86

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................................. 90
B. Saran ............................................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 92

DAFTAR AKRONIM ...................................................................................... 97

DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... 98

DAFTAR SIMBOL .......................................................................................... 103

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Ulubelu ............................................ 7


Gambar 2. Peta Zonasi Daerah Penelitian ......................................................... 8
Gambar 3. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian ............................................. 10
Gambar 4. Peta Geologi Daerah Penelitian Digitasi ......................................... 12
Gambar 5. Peta Geologi Daerah Penelitian Lembar Kota Agung ...................... 13
Gambar 6. Peta Geologi Regional Daerah Penelitian Digitasi ........................... 14
Gambar 7. Peta Hidrologi Daerah Penelitian ..................................................... 17
Gambar 8. Penyebab Penurunan Permukaan Tanah ........................................... 19
Gambar 9. Prinsip Kerja Penginderaan Jauh ...................................................... 21
Gambar 10. Klasifikasi Sensor ........................................................................... 22
Gambar 11. Gelombang Elektromagnet ............................................................. 24
Gambar 12. Spektrum Elektromagnet ................................................................ 24
Gambar 13. Jenis Penginderaan Jauh berdasarkan Panjang Gelombang ........... 25
Gambar 14. Citra Radar Sentinel-1A Ascending Path 171 Frame 1162
Polarisasi VV ....................................................................................................... 26
Gambar 15. Synthetic Aperture Radar ................................................................ 29
Gambar 16. Resolusi pada arah Range ............................................................... 30
Gambar 17. Resolusi pada arah Azimuth ............................................................ 31
Gambar 18. Single Look Complex SAR ............................................................. 31
Gambar 19. Teknik InSAR Single Pass dan Repeat Pass .................................. 33
Gambar 20. Model Sistem Panabumi secara Umum .......................................... 36
Gambar 21. Sistem Hidrotermal Dua Fasa Dominasi Air (Kiri) dan Dominasi
Uap (Kanan) ......................................................................................................... 37
Gambar 22. Dataset Selection ............................................................................ 43
Gambar 23. SLC Data Processing ...................................................................... 44

xvi
Gambar 24. Footprint (Kotak Besar) dan Pemilihan Area (Kotak Kecil)
Dataset Path 171 Frame 1162 ............................................................................. 44
Gambar 25. Data Master 25-11-2015 (Kiri) dan Slave 13-10-2014 (Tengah)
Terkoregistrasi (Kanan) Path 120 Frame 609 ..................................................... 45
Gambar 26. Dataset Statistik dan Image Graph Path 120 Frame 609 .............. 45
Gambar 27. Dataset Statistik dan Image Graph Path 171 Frame 1162 ............ 46
Gambar 28. DEM Visualization ......................................................................... 48
Gambar 29. Koherensi Histogram dan Plot Path 120 Frame 609 ..................... 48
Gambar 30. Koherensi Histogram dan Plot Path 171 Frame 1162 ................... 48
Gambar 31. Connection Path 120 Frame 609 .................................................... 49
Gambar 32. Connection Path 171 Frame 1162 .................................................. 49
Gambar 33. Integrated Cumulative Displacement, Velocity, Height dan
Integrated Residual Height Path 120 Frame 609 ................................................ 50
Gambar 34. Integrated Cumulative Displacement, Velocity, Height dan
Integrated Residual Height Path 171 Frame 1162 .............................................. 50
Gambar 35. APS Estimation Slave 10-02-2018 Path 171 Frame 1162. ............ 51
Gambar 36. Temporal Coherence Histogram Parameter Estimation dan APS
Removal Path 120 Frame 609 (Kiri) Path 171 Frame 1162 (Kanan) ................. 51
Gambar 37. Phase Residual Slave 13-10-2014 Path 120 Frame 609. ............... 52
Gambar 38. Temporal Coherence Path 120 Frame 609 (Kiri) Path 171
Frame 1162 (Kanan) ............................................................................................ 52
Gambar 39. Scatter Plot Line Sample Path 120 Frame 609 (Kiri) Path 171
Frame 1162 (Kanan) ............................................................................................ 53
Gambar 40. Tampilan Data di Google Earth Path 120 Frame 609. ................... 53
Gambar 41. Diagram Alir Penelitian. ................................................................. 54
Gambar 42. Koherensi Histogram Dataset Path 120 Frame 609 (Oktober
2014 - Maret 2017)............................................................................................... 57
Gambar 43. Koherensi Plot Dataset Path 120 Frame 609 (Oktober
2014 - Maret 2017)............................................................................................... 58
Gambar 44. Peta Penurunan Permukaan Tanah Titik Daerah Penelitian
Oktober 2014 - Maret 2017 .................................................................................. 60

xvii
Gambar 45. Peta Penurunan Permukaan Tanah Titik Daerah Penelitian
April 2017 - September 2018 ............................................................................... 61
Gambar 46. Peta Penurunan Permukaan Tanah Interpolasi Overlay Geologi
Oktober 2014 - Maret 2017 .................................................................................. 64
Gambar 47. Peta Penurunan Permukaan Tanah Interpolasi Overlay Geologi
April 2017 - September 2018 ............................................................................... 65
Gambar 48. Penampakan Kondisi Geologi Permukaan Daerah Penelitian ........ 66
Gambar 49. Line Slicing A - A’, Topografi dan Geologi ................................... 68
Gambar 50. Line Slicing B - B’, Topografi dan Geologi ................................... 68
Gambar 51. Peta 4D Microgravity Daerah Penelitian Juli 2012 - September
2013 (Sarkowi, 2013) ........................................................................................... 71
Gambar 52. Peta Penurunan Permukaan Tanah Interpolasi Zonasi Oktober
2014 - Maret 2017 ................................................................................................ 75
Gambar 53. Peta Penurunan Permukaan Tanah Interpolasi Zonasi April
2017 - September 2018 ........................................................................................ 76
Gambar 54. Penurunan Permukaan Tanah Oktober 2014 - Maret 2017
Area Cluster Produksi C ...................................................................................... 77
Gambar 55. Penurunan Permukaan Tanah Oktober 2014 - Maret 2017
Area Cluster Produksi D ...................................................................................... 77
Gambar 56. Penurunan Permukaan Tanah Oktober 2014 – Maret 2017
PLTP Ulubelu Unit 1 dan 2.................................................................................. 77
Gambar 57. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Cluster Produksi B ............................................................................................... 77
Gambar 58. Penurunan Permukaan Tanah Oktober 2014 - Maret 2017
Pekon Muara Dua................................................................................................. 78
Gambar 59. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Area Cluster Produksi H ...................................................................................... 78
Gambar 60. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Pekon Muara Dua (Kanan)................................................................................... 79
Gambar 61. Penurunan Permukaan Tanah Oktober 2014 - Maret 2017
Pekon Pagar Alam ................................................................................................ 79

xviii
Gambar 62. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Pekon Pagar Alam ................................................................................................ 80
Gambar 63. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Pekon Karang Rejo .............................................................................................. 80
Gambar 64. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Pekon Gunung Tiga ............................................................................................. 81
Gambar 65. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
sebagian Pekon Datarajan .................................................................................... 81
Gambar 66. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Area Cluster Re-injeksi R1 .................................................................................. 81
Gambar 67. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Area Cluster Re-injeksi R2 .................................................................................. 82
Gambar 68. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Pekon Gunung Tiga ............................................................................................. 83
Gambar 69. Penurunan Permukaan Tanah April 2017 - September 2018
Sebagian Pekon Datarajan.................................................................................... 83
Gambar 70. Kenampakan 3D Titik Penurunan Permukaan Tanah Area
Penelitian (Kearah Utara) April 2017 - September 2018 ..................................... 88
Gambar 71. Kenampakan 3D Titik Penurunan Permukaan Tanah Area
Penelitian (Kearah Timur Laut) Oktober 2014 - Maret 2017 .............................. 88

xix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan


Ulubelu ................................................................................................................. .6
Tabel 2. Hasil Monitoring Hidrologi Pengukuran Tahun 2003 dan 2008 ........... .16
Tabel 3. Spektrum Elektromagnetik .................................................................... .25
Tabel 4. Kanal Gelombang Mikro ....................................................................... .28
Tabel 5. Jadwal Penelitian ................................................................................... .38
Tabel 6. Dataset Sentinel-1A Path 120 Frame 609 ............................................ .40
Tabel 7. Dataset Sentinel-1A Path 171 Frame 1162 .......................................... .41
Tabel 8. Konsep Perhitungan 4D Microgravity .................................................. .72
Tabel 9. Analisis Penurunan Permukaan Tanah Daerah Observasi Oktober
2014 - Maret 2017 ................................................................................................ .84
Tabel 10. Analisis Penurunan Permukaan Tanah Daerah Observasi April
2017 - September 2018 ........................................................................................ .85

xx
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ulubelu merupakan daerah prospek panasbumi yang terletak di Kabupaten

Tanggamus, Lampung dengan jarak sekitar 100 km dari Barat Kota Bandar

Lampung. Lapangan panasbumi Ulubelu yang mencakup lima desa atau pekon

diantarannya Datarajan, Karang Rejo, Pagar Alam, Muara Dua dan Ngarip

terletak diantara Gunung Rindingan, Kurupan, Kabawok, Sula dan Kukusan.

Sistem panasbumi di lapangan panasbumi Ulubelu terdiri dari Rendingan-

Ulubelu-Way Panas (RUW) (Suharno, 2013). PT. Pertamina Geothermal Energi

(PGE) Area Ulubelu selaku pemilik Wilayah Kuasa Pengusahaan (WKP) ini

dengan luas sebesar 92.064 Ha, pada tahun 1991 telah memulai melakukan

eksplorasi untuk memanfaatkan potensi energi panasbumi di daerah tersebut,

pengeboran sumur eksplorasi pertama kali dilakukan tahun 1995, tetapi karena

adanya krisis 1997 kegiatan sempat terhenti dan mulai dilanjutkan pada tahun

2007. Pada tahun 2007 PGE Area Ulubelu melanjutkan eksplorasi dengan

melakukan survei geofisika detail dan melanjutkan program pengeboran sumur

pengembangan. PGE Area Ulubelu sudah memasok uap secara komersil ke

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PT. Perusahaan Listrik

Negara (PLN). Unit I sebesar 2x55 MWe telah dioperasikan pada 16 September
2

2012, menyusul unit II sebesar 2x55 MWe pada 23 Oktober 2012. Unit III sudah

beroperasi pada 26 Juli 2016 dan unit IV pada Juni 2017 (Pratama dkk., 2016).

Energi panasbumi termasuk ke dalam energi yang dapat diperbaharui,

selama uap atau air panas yang dihasilkan dari reservoir panasbumi melalui sumur

bor dapat tergantikan oleh air baik dari air bawah permukaan atau air injeksi lewat

sumur yang telah dibuat, sehingga uap terus dapat diproduksikan dari sumur

produksi. Usia lapangan produksi panasbumi dapat mencapai puluhan tahun

bahkan ratusan tahun tergantung pada manajemen reservoir panasbumi yang

dilakukan. Dilihat dari geologinya, lapangan panasbumi Ulubelu memiliki

beberapa struktur yang kompleks dengan formasi batuan gunungapi yang berumur

kuarter dan adanya sebaran pull apart basin karena pengaruh Sesar Besar

Sumatera atau yang lebih dikenal dengan Patahan Semangko. Dengan adanya

aktivitas pemanfaatan energi tersebut dan aktivitas tektonik serta aktivitas

manusia yang dapat mempengaruhi tingkat kestabilan tanah maka perlu dilakukan

monitoring seiring dengan berjalannya waktu agar tidak terjadi penurunan

permukaan tanah (White dkk., 2005).

Penurunan permukaan tanah adalah suatu proses gerakan penurunan muka

tanah yang didasarkan atas suatu datum tertentu yang terdapat berbagai macam

variabel penyebabnya. Penurunan permukaan tanah terjadi karena pembebanan di

atas permukaan, hilangnya air tanah akibat eksploitasi berlebihan, gempa yang

mengakibatkan rusaknya struktur tanah, ketidakstabilan bidang tanah akibat

proses tertentu, dan sebagainya (Archenita dkk., 2015).

Solusi penurunan permukaan tanah dapat diatasi dengan melakukan

monitoring agar perubahan yang terjadi dapat segera diketahui dan dilakukan
3

upaya mitigasinya. Terdapat berbagai metode untuk mengetahui informasi terkait

penurunan permukaan tanah, baik dengan pengamatan GPS maupun teknik

geodetik serta pengukuran menggunakan 4D microgravity. Metode survei

permukaan ini membutuhkan waktu pengukuran yang lama, biaya yang cukup

besar dan juga keterbatasan cakupan spasial maka pola penurunan permukaan

tanah dan faktor yang menyebabkan penurunan permukaan tanah tidak dapat

diketahui. Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan citra satelit dapat

dilakukan karena memiliki cakupan spasial yang luas dan memiliki akurasi yang

tinggi serta dapat menjangkau remote area (Setyadi, 2016). Terdapat banyak jenis

citra satelit dan juga metode yang bisa digunakan untuk mengolah datanya

menjadi informasi terkait penurunan permukaan tanah. Citra RAdio Detection And

Ranging (RADAR) sangat baik digunakan untuk mendeteksi penurunan

permukaan tanah dengan cara menggabungkan data lebih dari satu citra dengan

tanggal akuisisi yang berbeda. Dari penggabungan data citra dapat dilakukan

pengolahan dengan metode Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR),

Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR), Persistent

Scatterer Interferometry Synthetic Aperture Radar (PSInSAR) dan Small BAseline

Subset (SBAS) (Liu dkk., 2014).

Dalam penelitian ini, citra RADAR yang digunakan adalah Sentinel-1A

yang merupakan bagian dari program satelit konstelasi pertama Copernicus yang

dilakukan oleh European Space Agency (ESA) dalam rentang empat tahun dari

2014 hingga 2018. Hal ini dinilai sangat tepat, dilihat dari instrumen yang

digunakan berupa C-band Synthetic Aperture Radar (SAR) dengan mode

Interferometric Wide Swath (IW) yang memiliki lebar swath 250 km dan resolusi
4

spasial yang dihasilkan 5x20 m (ESA Document, 2013). Didukung dengan

metode Atmospheric Phase Screen (APS) estimation dan analisis multi-temporal

serta analisis InSAR time series untuk mengetahui daerah penurunan permukaan

tanah yang terjadi di lapangan panasbumi Ulubelu sehingga bisa memberikan

informasi dalam kegiatan eksploitasi panasbumi yang bisa menjadi acuan dalam

pengambilan kebijakan rencana tata ruang maupun rencana program mitigasi yang

akan berdampak langsung terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat di

sekitar lapangan panasbumi Ulubelu dan juga bisa digunakan untuk kegiatan studi

berkala selanjutnya.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sebaran daerah yang mengalami indikasi penurunan

permukaan tanah di lapangan panasbumi Ulubelu.

2. Menganalisis hubungan potensi penurunan permukaan tanah dengan

aktivitas pemanfaatan energi panasbumi di daerah penelitian.

3. Menganalisis dampak yang mungkin terjadi akibat adanya penurunan

permukaan tanah baik terhadap masyarakat sekitar, lingkungan maupun

aktivitas dari pemanfaatan energi panasbumi.

4. Membuat sistem mitigasi yang tepat untuk menanggulangi resiko yang

ditimbulkan dari penurunan permukaan tanah di daerah penelitian.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dibatasi pada daerah lapangan panasbumi Ulubelu.


5

2. Data Sentinel-1A yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari Oktober

2014 hingga Maret 2017 dan April 2017 hingga September 2018.

3. Estimasi penurunan permukaan tanah dihitung menggunakan metode

InSAR time series.

4. Parameter penurunan permukaan tanah menggunakan temporal coherence

dengan threshold sebesar 0,8.

5. Indikasi penurunan permukaan tanah hanya dikorelasikan terhadap

pemanfaatan lahan, kepadatan penduduk serta kondisi geologi sekitar

lapangan panasbumi Ulubelu.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui daerah

yang mengalami penurunan permukaan tanah dan memahami pola, kecepatan dan

faktor yang menjadi penyebab terjadinya penurunan permukaan tanah di

lapangan panasbumi Ulubelu, sehingga dapat mengambil kebijakan terkait

mitigasi bencana dan tata ruang dengan melakukan monitoring secara berkala

serta sebagai studi lanjut terkait penurunan permukaan tanah.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lokasi Daerah Penelitian

Kecamatan Ulubelu terletak di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

Kecamatan Ulubelu terdiri atas 16 pekon dengan total luas keseluruhan

Kecamatan Ulubelu mencapai 344,28 km2. Rincian luas wilayah setiap pekon

beserta jumlah penduduk dan kepadatan penduduk terdapat dalam tabel berikut:

Tabel 1. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Ulubelu


(BPS, 2018).
Luas Wilayah Jumlah 2017 Kepadatan 2017
No. Pekon
(km2) (jiwa) (per km2)
1 Datarajan 20,8 7.591 202
2 Gunung Tiga 34 5.106 83
3 Karang Rejo 46 6.035 73
4 Pagar Alam 27,5 3.558 72
5 Muara Dua 16 1.921 66
6 Ngarip 36 10.440 161
7 Penantian 10,65 6.305 328
8 Gunung Sari 9,1 8.433 513
9 Sirna Galih 38,48 7.311 105
10 Ulu Semong 45,52 6.564 110
11 Rejosari 15,12 3.885 142
12 Sukamaju 19,3 3.268 94
13 Tanjung Baru 5,02 3.274 361
14 Sinar Banten 6,05 3.598 329
15 Air Abang 14,74 4.482 168
16 Petay Kayu - 2.467 -
6

7
Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Ulubelu.
7

8
Gambar 2. Peta Zonasi Daerah Penelitian.
9

Jumlah penduduk di Kecamatan Ulubelu mencapai 84.238 jiwa di tahun 2017

dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sebesar 85,06 dalam rentang

tahun 2016 hingga 2017 dan kepadatan penduduk sebesar 2.806 per km2.

(BPS, 2018).

Lapangan panasbumi Ulubelu termasuk dalam WKP Way Panas Lampung

yang terletak pada posisi 05⁰15’16”-05⁰31’29” LS 104⁰27’25”-104⁰43’31” BT

dengan luas 92.064 ha (29,73 km x 30,97 km). Lapangan panasbumi Ulubelu

berada di Pekon Datarajan, Karang Rejo, Pagar Alam, Muara Dua dan Ngarip.

Lokasi daerah penelitian terletak pada titik X=453.558,26 m, Y=9.412.437,83 m,

Zona 48 S dengan batas data berjarak 10 km dari titik daerah penelitian.

B. Geomorfologi

Luas wilayah di daerah penelitian didominasi oleh hutan negara dan

perkebunan khususnya kopi dengan topografi beragam dan termasuk ke dalam

dataran tinggi. Pekon Ngarip sebagai Ibukota dari Kecamatan Ulubelu memiliki

tinggi wilayah tertinggi kedua setelah Penantian dengan ketingian lebih dari 1.000

meter diatas permukaan laut disusul oleh Pekon Sirna Galih, Gunung Sari,

Tanjung Baru dan Sukamaju.

Topografi di daerah penelitian cenderung curam dengan ketinggian antara

300 sampai 1.600 m. Lokasi terendah antara 300-400 meter terletak dibagian

selatan, sedangkan dataran terluas ada dibagian tengah dengan ketinggian antara

700-800 meter dikelilingi oleh Gunung Api Rindingan, Kuripan, Kabawok, Sula

dan Kukusan (Sarkowi, 2010).


9

10
Gambar 3. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian.
11

Daerah penelitian dibagi menjadi empat kelas geomorfologi berdasarkan

klasifikasi hubungan ketinggian absolut dengan morfologi (Van Zuidam, 1985)

yaitu perbukitan rendah, perbukitan, perbukitan tinggi dan pegunungan. Pekon

Ngarip berada pada wilayah pegunungan dengan ketinggian absolut 1.500-3.000

m, untuk Pekon Gunung Tiga berada pada wilayah perbukitan rendah dengan

ketinggian absolut 100-200 m, sedangkan Pekon Sukamaju, Muara Dua, Pagar

Alam dan Karang Rejo berada pada wilayah perbukitan tinggi serta perbukitan

dengan ketinggian absolut 500-1.500 m untuk perbukitan tinggi dan 200-500 m

untuk perbukitan.

C. Geologi

Lapangan panasbumi Ulubelu terletak diantara Gunung Rindingan,

Kuripan, Kabawok, Sula dan Kukusan. Sistem panasbumi Rindingan-Ulubelu-Way

Panas (RUW) terbentuk karena pengaruh Sesar Besar Sumatera atau yang lebih

dikenal dengan Patahan Semangko (Suharno, 2013). Lapangan panasbumi Ulubelu

atau Way Panas Lampung berada di bagian selatan daerah bukit barisan yang

merupakan hasil dari pergerakan Patahan Semangko yang memiliki pergerakan

rata-rata 6-7 mm per tahun dan menimbulkan perubahan struktur regional salah

satunya berupa sebaran pull apart basin seperti yang terjadi di Kecamatan Suoh,

Lampung Barat serta sebaran pull apart basin kecil di daerah disekitarnya. Sebaran

geologi di lapangan panasbumi Ulubelu teridentifikasi meliputi vulkanik muda,

vulkanik tua tersesarkan, perbukitan struktur yang tererosi dan satuan dataran

aluvial (Husein dkk., 2015).

Kondisi geologi daerah penelitian didominasi oleh batuan vulkanik muda

yang berumur Holosen-Pleistosen dengan komposisi batuan breksi, lava dan tufa.
9

12
Gambar 4. Peta Geologi Daerah Penelitian Digitasi.
10

13
Gambar 5. Peta Geologi Daerah Penelitian Lembar Kota Agung.
11

14
Gambar 6. Peta Geologi Regional Daerah Penelitian Digitasi.
15

Batuan tertua berumur Pra Tersier di daerah penelitian merupakan batuan

metamorf dengan tingkat metamorfisme rendah sampai medium (Amin dkk.,

1994; Suharno, 2013). Batuan vulkanik Tersier berasal dari produk Gunung

Duduk, Gunung Kukusan dan Gunung Sula yang terdiri dari lava dasitik, andesit

basaltik dan piroksen serta batuan basal. Gunung-gunung tersebut berada pada

tengah area penelitian dengan produk vulkanik menuju arah barat dan barat daya

(Suharno dan Browne, 2000). Batuan vulkanik Kuater berasal dari produk

Gunung Tanggamus dan Gunung Rindingan yang terdiri dari batuan lava andesit,

lava riolit, breksi dan tufa.

Batuan di lapangan panasbumi akan mengalami perubahan akibat panas

dari fluida yang dicirikan dengan adanya batuan alterasi atau mineral alterasi

hidrotermal. Lapangan panasbumi yang aktif dapat memberikan informasi

mengenai proses interaksi antara fluida dengan batuan (Henneberger dan Browne,

1988). Jenis batuan atau mineral alterasi yang dijumpai pada sumur eksplorasi di

lapangan panasbumi terdiri dari smektit (montmorilonit), klorit, ilit, kaolinit dan

beberapa campuran dari mineral-mineral tersebut (Siahaan dkk., 2015). Hasil

analisis di tiga sumur eksplorasi menunjukkan adanya empat zona alterasi

hidrotermal meliputi zona smektit, zona lapisan lempung campuran, zona klorit

dan zona klorit-epidot (Suharno dan Browne, 2000). Berdasarkan hasil

pengukuran umur dengan metode carbon dating, batuan alterasi terbentuk sekitar

2.000-3.000 tahun yang lalu, bahkan batuan terobosan (dike) yang teralterasi

berumur 0,23-0,56 juta tahun yang lalu, mengindikasikan adanya sumber panas

yang luas di lapangan panasbumi Ulubelu (Mulyadi, 2000).


16

D. Hidrologi

Kabupaten Tanggamus memiliki kekayaan sumber daya air baik air

permukaan maupun air tanah. Dilihat dari kondisi hidrologis secara makro

terdapat sungai besar seperti Way Sekampung dengan daerah aliran sungai (DAS)

yang sangat luas yaitu 479.252 ha dan Way Semangka dengan daerah luas 98.500

ha. Sistem air permukaan di Ulubelu didominasi oleh sistem sungai utama dan

besar yang dimanfaatkan untuk perkebunan, hutan dan pemukiman seperti Way

Belu, Way Asam, Way Apak Beso, Way Ngarip, Way Lingkar dan Sungai Mekar

Sari.

Tabel 2. Hasil Monitoring Hidrologi Pengukuran Tahun 2003 dan 2008


(ESIA Report – Volume II, 2011).

No. Nama Sungai Debit Air (m3/s)

1 Way Belu 3,78


2 Way Asam 0,92
3 Way Apak Beso 1,84
4 Way Ngarip 2,57
5 Way Lingkar 1,28
6 Sungai Mekar Sari (Hulu) 0,29
7 Sungai Mekar Sari (Hilir) 0,11

Daerah pemasukan air unfuk daerah prospek panas bumi Ulubelu ini

adalah daerah sekitar Gunung Rindingan karena mempunyai elevasi yang jauh

lebih tinggi dibandingkan daerah di sekitarnya. Air dari arah Gunung Rindingan

tersebut mengalir ke arah selatan dan bercampur dengan air reservoir dan

terpanasi oleh sumber Panas sehingga menjadi fluida panas. Air tersebut

kemudian muncul di daerah Way Panas dan Way Ngarip sebagai out flow yang

ditandai oleh mata air panas dengan tipe klorida. Pusat daerah up flow berada di

Desa Ulubelu yang ditandai oleh adanya mata air panas bertipe sulfat.
15

17
Gambar 7. Peta Hidrologi Daerah Penelitian.
18

III. TEORI DASAR

A. Penurunan Permukaan Tanah

Penurunan permukaan tanah adalah suatu proses gerakan penurunan muka

tanah yang didasarkan atas suatu datum tertentu yang terdapat berbagai macam

variabel penyebabnya (Marfai, 2006 dalam Archenita dkk., 2015). Definisi

penurunan permukaan tanah berdasarkan beberapa referensi dapat didefinisikan

sebagai berikut: terjadi pada skala regional yaitu meliputi daerah yang luas atau

terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil permukaan tanah. Hal ini biasanya

disebabkan oleh adanya rongga di bawah permukaan tanah, biasanya terjadi di

daerah yang berkapur (Whittaker dan Reddish, 1989 dalam Prasetyo dan

Subiyanto, 2014) atau turunnya kedudukan permukaan tanah yang disebabkan

oleh kompaksi tanah (Wei, 2006 dalam Prasetyo dan Subiyanto, 2014).

Penurunan permukaan tanah atau amblesan tanah (land subsidence) telah

banyak diteliti antara lain Rappley (1933) dalam Poland dan Devis (1969); Mohz

dan kovac (1981), Whittaker dan Reddish (1989), Johnson (1991), Fulton (1997),

Yin dkk. (2006), Carbogin (2003) Donelly (2006), Piend dan Natalaya (2008).

Hasil penelitian menjelaskan secara umum penyebab amblesan tanah antara lain:

turunnya air bawah tanah, pemadatan lempung pada akuifer, penambangan dan

pemadatan sedimen, pemampatan endapan aluvial secara alami, timbunan tanah


19

dan pembebanan bangunan (Soedarsono dan Arief, 2017) serta bisa juga terjadi

karena beberapa alasan seperti penggunaan air tanah yang berlebih, pengaruh

konstruksi atau infrastruktur di permukaan, pemampatan endapan aluvial secara

alami dan aktivitas tektonik (Teatini dkk., 2011 dalam Zaenudin dkk., 2017).

Penurunan permukaan tanah dapat terjadi baik secara lokal maupun regional.

Kondisi tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor penyebab, antara lain proses

geologi seperti aktifitas vulkanik dan tektonik, siklus geologi, adanya rongga di

bawah permukaan tanah, pengambilan bahan cair dari dalam tanah seperti air

tanah atau minyak bumi dan beban berat diatas permukaan seperti struktur

bangunan sehingga lapisan tanah dibawahnya mengalami kompaksi serta akibat

aktifitas penambangan (Whittaker dan Reddish, 1989 dalam Yuwono dkk., 2013).

Gambar 8. Penyebab Penurunan Permukaan Tanah (Wikipedia, 2018).

Untuk melakukan penanggulangan turunnya muka tanah biasanya

dilakukan beberapa tahap penelitian terhadap struktur tanah seperti daya dukung

tanah, tebal dan komposisi struktur bawah permukaan, kondisi geologi, dan

berbagai hal yang terkait. Cara penangulanggan pun bermacam macam


20

berdasarkan hasil kajian dari faktor yang mempengaruhi subsidence tersebut salah

satu penanggulangannya adalah memperkuat daya dukung tanah dengan cara

melakukan rekayasa geoteknik seperti suntik semen, melakukan pembangunan

pondasi pada struktur tanah yang tepat, melakukan pergantian tanah lunak dengan

tanah yang relatif lebih kompak, membuat drainase vertikal, memanfaatkan

penggunaan air tanah seperlunya tanpa melakukan eksploitasi berlebihan

(Archenita dkk., 2015). Beberapa metode tersedia untuk memprediksi penurunan

permukaan tanah mulai dari dari ekspresi analitik sebagai fungsi dari beberapa

parameter reservoir untuk menyelesaikan analisis elemen yang mengambil

parameter geokimia yang bervariasi secara spasial di bawah permukaan ke dalam

perhitungan dan teknik geodetik seperti leveling dapat diterapkan untuk mengukur

penurunan permukaan tanah. Terdapat dua jenis analisis deformasi yaitu multi

fase titik dan analisis deformasi spatio-temporal terus menerus. Analisis

deformasi multi fase titik memperkirakan deformasi dalam waktu untuk setiap

titik secara individual sedangkan analisis deformasi spatio-temporal secara terus

menerus menggabungkan korelasi spatio-temporal (Ketelaar, 2009).

B. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh atau biasa disebut remote sensing merupakan ilmu

untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi tanpa bersentuhan dengan

objek. Hal ini dilakukan dengan penginderaan dan pencatatan refleksi atau emisi

energi dari objek yang kemudian diproses, dianalisis dan diterapkan informasinya

(Bhatia, 2008).
21

Gambar 9. Prinsip Kerja Penginderaan Jauh (Lillesand, 2015).

Data penginderaan jauh dapat berbentuk data citra (image), grafik, atau

data numerik. Untuk menjadi informasi, data tersebut harus dianalisis. Proses

menganalisis data menjadi informasi seringkali disebut interpretasi data. Dewasa

ini sejalan dengan perkembangan teknologi wahana ruang angkasa dan sensor

citra, pemanfaatan teknologi inderaja semakin meluas dalam berbagai bidang

kajian, antara lain untuk pemetaan, pertanahan, geologi, kehutanan, pertanian,

keteknikan, industri, perkotaan, cuaca, kelautan, hankam, kajian bencana alam,

pertambangan, kebudayaan, geopolitik dan lingkungan (Yohannes, 2012).

Data citra merupakan gambaran yang tampak dari suatu obyek yang

sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau atau

sensor, baik optik, elektrooptik, optik-mekanik maupun elektromekanik. Data

yang dihasilkan berupa foto dan non-foto yang dibedakan dari sensor, detektor,

proses perekaman, mekanisme perekaman dan spektrum elektromagnet yang

digunakan. Citra foto terbagi menjadi foto udara dari wahana pesawat udara,

helikopter atau balon udara dan foto satelit dari wahana satelit. Untuk citra non

foto dihasilkan oleh sensor bukan kamera menggunakan spektrum elektromagnet

inframerah thermal dan radar atau gelombang mikro. Wahana citra non-foto yang
22

digunakan umumnya satelit tapi ada juga yang menggunakan pesawat. Dari citra

satelit dapat dibedakan berdasarkan penggunaan nya seperti untuk penginderaan

planet oleh Viking (Amerika) dan Venera (Rusia), untuk penginderaan cuaca oleh

NOAA (Amerika) dan Meteor (Rusia), untuk penginderaan sumber daya bumi

oleh Landsat, Geo-Eye, IKONOS, Quickbird (Amerika), Soyuz (Rusia), Sentinel

(Eropa), ALOS (Jepang), Terra (Jerman) dan SPOT (Perancis) serta untuk

penginderaan laut oleh Seasat (Amerika) dan MOS (Jepang).

Gambar 10. Klasifikasi Sensor (Yohannes, 2012).

Metode dalam penginderaan jauh terbagi menjadi aktif (citra radar) dan

pasif (citra satelit). Citra radar tidak bergantung pada energi dari matahari karena

menggunakan energi dari wahana itu sendiri sehingga bisa digunakan pada waktu

siang dan malam hari serta tidak terpengaruh oleh kondisi atmosfer karena dari

spektrum yang digunakan berbeda dari citra satelit akan tetapi hanya memiliki

tampilan hitam putih karena kanal tunggal yang digunakan. Untuk citra satelit

sangat bergantung pada energi dari matahari dan terpengaruh oleh kondisi
23

atmosfer. Orbit dari wahana satelit memiliki karakteristik ketinggian orbit, sudut

inklinasi orbit, periode orbit dan siklus pengulangan. Semakin tinggi orbit maka

cakupan spasialnya semakin besar pula, namun resolusi spasialnya menjadi

semakin rendah. Semakin cepat periode orbit maka semakin rendah ketinggian

orbit yang mengakibatkan semakin rendah umur satelit dan membutuhkan

intensitas radiasi yang tinggi sehingga mudah terganggu oleh efek absorbs pada

atmosfir. Tipe orbit kutub merupakan orbit dengan sudut inklinasi antara 80° dan

100°. Sudut inklinasi lebih dari 90° berarti gerakan satelit relatif ke arah barat,

sehingga membutuhkan energi yang lebih kecil karena berlawanan dengan rotasi

bumi. Satelit dengan tipe orbit ini biasanya memiliki ketinggian antara 600-1000

km dan dapat mengamati seluruh permukaan bumi. Tipe orbit sinkronisasi

matahari adalah orbit yang dekat lintasannya dengan kutub dan selalu

melewatinya pada waktu yang sama. Sebagian besar satelit pada orbit ini

melintasi ekuator pada pagi hari, pada saat sudut penyinaran matahari rendah,

serta melintas lagi pada malam hari untuk merekam dengan sensor termal. Tipe

orbit geostasioner merupakan orbit yang berada pada garis ekuator dengan sudut

inklinasi 0° dan pada ketinggian sekitar 36.000 km. Periode orbitnya sama dengan

rotasi bumi sehingga memiliki waktu satu hari satu malam. Memiliki posisi yang

tetap dan banyak digunakan untuk satelit meteorologi dan telekomunikasi

(Zaenudin, 2017).

C. Energi Elektromagnet

Energi merupakan kumpulan partikel yang bergerak melalui media

tertentu. Energi elektromagnet merupakan gabungan dari partikel dengan beda

frekuensi yang bergerak dengan kecepatan yang sama.


24

Gambar 11. Gelombang Elektromagnet (Lillesand, 2015).

Radiasi elektromagnet adalah suatu pembawa energi elektromagnet

dengan mentransmisikan getaran medan elektromagnet melalui ruang atau materi.

Transmisi radiasi elektromagnet dibentuk berdasarkan persamaan Maxwell.

Radiasi ini memiliki karakteristik sebagai gerakan gelombang maupun partikel.

Sebagai gerakan partikel, elektromagnet dianggap sebagai foton atau kuantum

cahaya (Yohannes, 2012).

Gambar 12. Spektrum Elektromagnet (Lillesand, 2015).

Energi gelombang elektromagnet dipengaruhi oleh panjang gelombang.

Spektrum elektromagnet secara besar dibagi menjadi spektrum ultra violet, sinar

tampak, infra merah dan gelombang mikro. Bagian spektrum sinar tampak

mencakup bagian yang kecil sebab kepekaan spektrum mata manusia hanya 0,4

µm sampai dengan 0,7 µm. Ultra violet 0,03-0,04 µm, sedangkan infra merah

refleksi 0,7-3 µm (Campbell dan Wynne, 2011).


25

Tabel 3. Spektrum Elektromagnet (Yohannes, 2012).


Spektrum Panjang Gel. (λ) Frekuensi (ƒ)
Ultraviolet 100 A-0,4 μm 750-3.000 THz
Biru 0,4-0.5 μm
Sinar
Merah 0,5-0,6 μm 430-750 THz
Tampak
Hijau 0,6-0,7 μm
IM Dekat 0,7-1,3 μm 230-430 THz
IM Gelombang Pendek 1,3-3 μm 100-230 THz
Infra
IM Tengah 3-8 μm 38-100 THz
Merah
IM Termal (Panas) 8-14 μm 22-38 THz
IM Jauh 14 μm-1 mm 0,3-22 THz
Submilimeter 0,1-1 mm 0,3-3 THz
mm (EHF) 1-10 mm 30-300 GHz
Gelombang
cm (SHF) 1-10 cm 3-30 GHz
Mikro
dm (UHF) 0,1-1 m 0,3-3 GHz
Gel.
Sangat Pendek (VHF) 1-10 m 30-300 MHz
Radio
Pendek (HF) 10-100 m 3-30 MHz
Medium (MF) 0,1-1 km 0,3-3 MHz
Panjang (LF) 1-10 km 30-300 kHz
Sangat Panjang (VLF) 10-100 km 3-30 kHz

Berdasarkan panjang gelombang, penginderaan jauh dibagi menjadi sinar

tampak dan infra merah reflektif, infra merah panas dan gelombang mikro.

Gambar 13. Jenis Penginderaan Jauh berdasarkan Panjang Gelombang


(Yohannes, 2012).
26

D. RAdio Detection and Ranging (RADAR)

Radar merupakan akronim dari radio detection and ranging yang memiliki

kemampuan dalam mengukur waktu tempuh antara sinyal yang di transmisikan ke

permukaan dan waktu balik yang diterima. Radar adalah suatu sistem gelombang

elektromagnet yang berguna untuk mendeteksi dan mengukur jarak. Panjang

gelombang yang dipancarkan radar adalah beberapa milimeter hingga satu meter.

Gelombang radio atau sinyal yang dipancarkan dan dipantulkan dari suatu benda

tertentu akan ditangkap oleh radar (Campbell dan Wynne, 2011).

Gambar 14. Citra Radar Sentinel-1A Ascending Path 171 Frame 1162 Polarisasi
VV (Copernicus Sentinel Data 2017, processed by ESA).

Citra radar memiliki karakteristik yang secara mendasar berbeda dengan

berbagai citra yang diperoleh secara optis seperti citra satelit ataupun foto udara.

Karakteristik ini terkait dengan teknik yang digunakan dalam pengambilan citra

radar dan juga pada konsep radiometri. Citra radar yang tercetak menjadi bentuk

hardcopy akan nampak sangat berbeda dengan citra yang dihasilkan dari citra

satelit lain ataupun pandangan mata manusia. Bayangan pada citra radar terkait

dengan kemiringan pancaran energi gelombang mikro dari sistem radar, bukan
27

karena faktor geometri sudut pancaran matahari. Tingkat keabu-abuan (greyscale)

pada citra radar terkait dengan kekuatan relatif gelombang mikro yang

dipencarbalikkan oleh elemen bentang lahan. Intensitas nilai pencarbalikan sinyal

akan beragam tergantung pada kekasaran bentang lahan dan kemiringan lahan.

Sinyal radar terutama terkait dengan kondisi geometris area yang menjadi target.

Parameter yang digunakan dalam analisis citra radar adalah rona, tekstur, bentuk,

struktur, dan ukuran.

a) Rona pada citra radar adalah intensitas rata-rata dari sinyal yang

terpencarbalikkan. Sinyal yang tinggi akan dimunculkan dengan rona

yang cerah, sedangkan sinyal rendah akan dimunculkan dengan rona

gelap.

b) Tekstur pada citra radar terkait dengan distribusi spasial dari resolusi

sel. Terdapat tiga golongan tekstur pada citra radar ini yaitu tekstur

mikro, tekstur meso dan tekstur makro.

c) Bentuk dapat didefinisikan sebagai bentuk spasial yang terkait dengan

kontur yang relatif konstan atau batas-batas obyek secara sederhana.

Beberapa obyek seperti jalan, jembatan, landasan pesawat terbang dan

lain-lain dapat dikenali dari bentuknya.

d) Struktur adalah susunan obyek secara spasial yang meliputi seluruh

wilayah dengan konfigurasi yang berulang.

e) Ukuran obyek ini digunakan sebagai elemen pengenal secara kualitatif

pada citra radar. Ukuran dari obyek yang dikenali pada citra

memberikan pemahaman relatif tentang skala dan berbagai dimensi dari

obyek-obyek yang lain (Patimang, 2015).


28

Citra radar bekerja menggunakan frekuensi dan panjang gelombang sesuai

dengan kebutuhan. Radar menggunakan gelombang mikro karena kemampuannya

dalam menembus atmosfer hingga 100% dan tidak terlalu dipengaruhi oleh

kandungan uap air di atmosfer. Biasanya sering digunakan frekuensi dengan kanal

L, C dan X untuk resolusi citra yang sangat tinggi selain kanal Ka. Untuk

keperluan penetrasi dedaunan, gambaran permukaan dan estimasi biomasa

menggunakan kanal P dan L, sedangkan untuk algikultur, samudera, es atau

pemantauan penurunan permukaan tanah menggunakan kanal L, C, X dan S.

Untuk pemantauan es bisa menggunakan kanal X dan Ku (Moreira dkk., 2013).

Tabel 4. Kanal Gelombang Mikro (Tomiyama dalam Mirelva, 2015).


Band Frekuensi (GHz) Panjang Gelombang (mm)
Ka 27-40 7,5-11
K 18-27 11-16,7
Ku 12-18 16,7-25
X 8-12 25-37,5
C 4-8 37,5-75
S 2-4 75-150
L 1-2 150-300
P 0,5-1 300-600

Terdapat dua jenis radar yaitu Doppler Radar dan Bistastic Radar. Doppler

radar merupakan jenis radar yang mengukur kecepatan radial dari sebuah objek

yang masuk ke dalam daerah tangkapan radar dengan menggunakan Efek

Doppler. Hal ini dilakukan dengan memancarkan sinyal microwave (gelombang

mikro) ke objek lalu menangkap refleksinya, dan kemudian dianalisis

perubahannya. Sedangkan bistatic radar merupakan suatu jenis sistem radar yang

komponennya terdiri dari pemancar sinyal (transmitter) dan penerima sinyal

(receiver), di mana kedua komponen tersebut terpisah. Kedua komponen itu

dipisahkan oleh suatu jarak yang dapat dibandingkan dengan jarak target atau

objek (Patimang, 2015).


29

E. Synthetic Aperture Radar (SAR)

Sensor radar sendiri sekarang ada Real Aperture Radar (RAR) dan

Synthetic Aperture Radar (SAR). Sensor RAR bekerja dengan cara memancarkan

membangkitkan pulsa radar, kemudian pulsa diarahkan objek target oleh antena

dan pancaran pulsa membentuk berkas seperti kipas dengan arah tegak lurus

terhadap jalur terbang lalu penerima menerima pulsa radar balik menjadi sinyal

video (elektrik). Sensor SAR adalah teknologi radar imaging yang memanfaatkan

teknik pemrosesan sinyal untuk membuat agar antena berukuran kecil dapat

memberikan hasil seperti antena yang berukuran lebih panjang dengan cara

menggerakkan antena tersebut (Patimang, 2015).

Gambar 15. Synthetic Aperture Radar (Zalite dan Voormansik, 2016).

Geometri penggambaran dari sistem radar memiliki komponen berupa

wahana satelit yang bergerak maju atau disebut flight path, garis yang merupakan

flight path yang berada dipermukaan disebut nadir track, garis yang tegak lurus

dengan nadir track disebut ground range, luasan citra yang segaris dengan nadir

track disebut azimuth dan yang tegak lurus dengan nadir track disebut range, citra

yang dibentuk dari sudut wahana ke permukaan disebut swath (Bhatia, 2008).
30

Resolusi spasial dari SAR sangat ditentukan dari besarnya antena yang

digunakan. Semakin panjang antena, resolusi spasial yang digunakan akan

semakin baik. Selain itu terdapat faktor lain yang menentukan seperti pulse

duration (τ), beamwith antena (β) dan look angle (θ1) (ESA Tutorial, 2018).

Gambar 16. Resolusi pada arah Range (modifikasi dari Zalite dan Voormansik).

Dimana θ1 merupakan besar sudut slant range terhadap ketinggian, h merupakan

ketinggian wahana dan c merupakan kecepatan cahaya. Resolusi dalam slant

range (∆ ) dapat dirumuskan sebagai berikut:

∆ = ……….…………………………(1)

dan resolusi pada ground range ( ) bernilai:

= ………………………….……(2)

dengan θd merupakan sudut slant range terhadap arah horizontal. Pada arah

azimuth, resolusi azimuth ( ) ditentukan oleh panjang antena (L) dan beamwith

antena (β) serta jarak ground range. Nilai beamwith antena (β) adalah:

= …………...…………..…………(3)

merupakan panjang gelombang yang digunakan oleh sensor. Variabel

fundamental yang mempengaruhi tingkat kecerahan pada citra radar dirumuskan

dengan persamaan radar berikut:


31

= !
……………………..…………(4)

adalah sinyal yang diterima oleh antena, " merupakan sinyal yang di

transmisikan oleh antena, R jarak antena ke target, G fungsi antena (gain antena)

dan  variabel faktor insidental (Campbell dan Wynne, 2011).

Gambar 17. Resolusi pada arah Azimuth (modifikasi dari ESA Tutorial).

Gambar 18. Single Look Complex SAR (Moreira dkk., 2013).

Informasi yang terdapat pada citra SAR adalah amplitudo dan fase.

Informasi fase digunakan dalam bentuk interferometri yang diambil dari dua data

citra SAR. Sedangkan informasi amplitudo menggambarkan kekuatan dari

scattering pantulan. Terdapat dua jenis pantulan yakni surface scattering dan

volume scattering. Nilai pantulan ini dipengaruhi oleh tingkat kekerasan

permukaan objek. Permukaan yang halus akan menghamburkan sebagian besar

sinyal, sedangkan permukaan kasar akan memantulkan sinyal kembali ke sensor

lebih banyak. Hal ini menyebabkan semakin kasar permukaan objek maka nilai
32

pantulan akan semakin tinggi, pada citra SAR nilai pantulan tinggi akan

cenderung berwarna putih.

Kombinasi polarisasi gelombang radar juga mempengaruhi pantulan yang

diterima. Jika gelombang yang dipancarkan dan diterima searah (HH/VV) maka

disebut polarisasi paralel, sedangkan gelombang yang dipancarkan dan diterima

merupakan kombinasi (HV/VH) maka disebut polarisasi silang. SAR yang

menggunakan semua polarisasi (HH, VV, HV dan VH) disebut dengan radar

polarimetri.

Secara umum terdapat beberapa model akuisisi citra SAR seperti stripmap,

scanSAR dan spotlight. Hal ini terkait dengan sistem subswath yang dipakai. Hal

lain yang perlu diketahui, beberapa satelit melakukan pengambilan secara

ascending dan descending (Mirelva, 2015).

F. Interferometri SAR (InSAR)

Interferometri SAR atau yang biasa disebut InSAR atau IFSAR

merupakan teknik penggabungan lebih dari satu citra SAR dalam liputan yang

sama dan kemudian diregistrasi untuk dapat melihat informasi fase. Teknik

InSAR terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah antena untuk liputan citra

dan orientasi basisnya yaitu repeat pass, along track dan across track.

Pasangan citra untuk InSAR sering disebut master dan slave. Master

merupakan citra SAR yang digunakan sebagai acuan utama dalam melakukan

interpolasi perhitungan untuk slave. Slave sendiri merupakan citra SAR dengan

liputan yang sama yang memiliki perbedaan waktu akuisisi yang dapat digunakan

untuk perbandingan data dengan citra SAR master.


33

Ketika dua atau lebih gelombang bertemu, maka akan terjadi interferensi

gelombang. Pada pasangan citra SAR hasil interferometri disebut interferogram

atau citra beda fase. Interferogram yang terbentuk dari teknik InSAR memiliki

informasi keadaan topografi suatu wilayah karena interferogram membentuk pola

seperti kontur, pola geometrik yang merupakan pola garis yang sistematik akibat

adanya perbedaan posisi sensor dan pola diferensial yang menggambarkan

perubahan jarak antara dua citra SAR yang dapat disebabkan oleh perubahan

muka tanah, refraksi atmosfer dan perubahan tutupan lahan. Perubahan topografi

suatu wilayah dapat diketahui karena ada perbedaan waktu pengambilan yang

menyebabkan frekuensi yang diterima wahana berbeda, sehingga teknik InSAR

ini banyak digunakan untuk keperluan pemantauan deformasi maupun pembuatan

DEM (Mirelva, 2015).

Gambar 19. Teknik InSAR Single Pass dan Repeat Pass (modifikasi dari Goel).

Jarak antara dua sensor pada ilustrasi teknik InSAR repeat pass disebut

baseline (B), komponen yang tegak lurusnya merupakan perpendicular baseline

(B┴) dan (α) sudut antara baseline dengan arah horizontal. Pada akuisisi citra yang

kedua (slave) jarak antara sensor dengan target (R+δR) dan R untuk citra master.

Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

+$ = + % − 2 % sin θ − α ...…….……(5)
34

dari ketinggian sensor terhadap sudut dapat diketahui:

ℎ =ℎ− cos θ ..…………………....……(6)

akurasi pengukuran tinggi (σh) bergantung pada pengukuran path different (σδR)

sehingga menjadi:

21 45 6 45 6
01 = 03 = 7 03 = 03 …....…….…(7)
2 3 6 89 7:

Sinyal kompleks SAR (s) pada setiap pikselnya bergantung pada dua arah

jarak antara sensor dengan target yang dirumuskan sebagai berikut:


A B A!B
; = <= >∅ = <= >@
D∅EFG H
= <= >@
D∅EFG H
C C ..………(8)

dimana a merupakan amplitudo, ∅ adalah fase, R adalah jarak yang ditentukan

dari perhitungan waktu dari transmisi pulsa hingga menerima sinyal balik dari

target dan ∅scat merupakan fase karena scattering dalam resolusi sel master dan

slave. Kompleks interferogram (q) pada piksel umumnya dirumuskan sebagai

berikut:

!B
>K 3 DL∅EFG _6 8∅EFG _ NO
I = ; ;∗ = < < => ∅6 8∅
=< < = C ….…(9)

Setelah fase unwrapping, fase interferometri unwrapping (∅InSAR) dari

piksel (10) dan hubungan fase topografi yang disederhanakan (11) sebagai

berikut:

∅TUVW = 03 …..........................……(10)

7:
∅"XYXZ [\ = ℎ ...........................……(11)
45 6

teori diatas berasumsi jika gambaran dipermukaan bumi diam. Jika dua observasi

pada waktu yang berbeda, maka perbedaan fase tidak hanya disebabkan karena

topografi melainkan juga karena adanya efek pergerakan permukaan bumi. Jika

pada topografi suatu medan telah diketahui sebelumnya (dari data DEM), maka
35

informasi topografi lain bisa diekstrak dari interferogram untuk mendapatkan

perbedaan interferogram (∅]^[X _ "\XU ) yang mengindikasi deformasi

permukaan:

∅]^[X _ "\XU = %" ` ….............................……(12)

∅aTUVW = ∅]^[X _ "\XU ∅"XYXZ [\ ∅ "_XbY1^ ^ ∅UX\b^ ………...(13)

dimana %" merupakan temporal separation (temporal baseline) untuk

interferogram dan ` merupakan kecepatan perpindahan pada sinyal balik. Teknik

ini untuk mengamati deformasi yang disebut dengan DInSAR (∅aTUVW ).

Kenyataannya perbedaan fase interferometri untuk piksel dipengaruhi oleh fase

deformasi (∅]^[X _ "\XU ), residual topografi (∅"XYXZ [\ ), atmosfir (∅ "_XbY1^ ^ )

dan noise (∅UX\b^ ) (Goel, 2013).

Dasar dari prinsip InSAR ataupun lainnya merupakan berdasarkan dua

buah sensor yang merupakan pasangan interferometri, nilai koherensi dari suatu

data citra () dirumuskan sebagai berikut:

〈V6 V ∗ 〉
= , 0 ≤ || ≤ 1 …………....……(14)
e〈V6 V6∗ 〉〈V V ∗ 〉

dimana s1 dan s2 merupakan produk citra kompleks yang berpasangan, (〈〉)

menunjukkan operasi rata-rata dan * menunjukkan produk kompleks konjugat.

Nilai amplitudo dari koefisien korelasi kompleks |γ| merupakan koherensi

interferometrik (Zalite dan Voormansik, 2016).

G. Sistem Panasbumi

Panasbumi adalah energi panas yang berasal dari distribusi suhu dibawah

permukaan bumi. Energi panasbumi merupakan energi yang terbarukan dan

cenderung ramah lingkungan layaknya energi yang berasal dari angin, air, ombak,
36

sinar matahari dan lain sebagainya. Sistem panasbumi merupakan satu kesatuan

yang saling mendukung terciptanya energi panasbumi. Sistem panasbumi tersusun

oleh beberapa parameter kebumian seperti sumber panas, reservoir, batuan

penudung, sumber fluida dan siklus hidrologi (Suharno, 2012).

Gambar 20. Model Sistem Panasbumi secara Umum (modifikasi dari Boden).

Suatu sistem panasbumi akan sempurna jika memehuni syarat seperti heat source,

reservoir, geologi yang bersifat permeable, adanya cap rock dan terdapat recharge

area. Struktur geologi yang biasa muncul pada lapangan panasbumi diantaranya

adalah patahan atau sesar, kelurusan dan kekar (joint). Keberadaan suatu sistem

panasbumi biasanya dicirikan oleh adanya manifestasi di permukaan berupa mata

air panas (hotspring), fumarol (H2O) dan solfatara (SO2, H2S, S), geyser, uap

tanah, lumpur panas dan batuan alterasi. Terdapat empat jenis sistem panasbumi

yaitu hidrotermal reservoir, geopressured reservoir, hot dry rock reservoir dan

magma reservoir.
37

Gambar 21. Sistem Hidrotermal Dua Fasa Dominasi Air (Kiri) dan Dominasi
Uap (Kanan) (Boden, 2016).

Berdasarkan kandungan fluida, jenis sistem hidrotermal dibagi menjadi

sistem satu fasa (uap saja atau air saja) dan sistem dua fasa (uap dan air). Pada

sistem dua fasa, terdapat dua sistem yang mendominasi seperti sistem dominasi

air dan sistem dominasi uap (Suharno, 2013).


38

IV. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh

(PUSTEKDATA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Pekayon, Jakarta Timur dengan waktu pelaksanaan periode Januari sampai

dengan Februari 2018. Kemudian dilanjutkan di Laboratorium Geofisika Mitigasi

Bencana Geologi Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung sampai dengan

Ujian Komprehensif.

B. Jadwal Penelitian

Berikut ini merupakan jadwal penelitian:

Tabel 5. Jadwal Penelitian.


2018 2019
No. Kegiatan
11 12 1 2 3 4 5 6 7
1 Studi Pustaka
2 Pengumpulan Data
3 Pengolahan Data
4 Penulisan Laporan
5 Seminar Usul
6 Seminar Hasil
7 Ujian Komprehensif
8 Fiksasi Laporan
39

C. Perangkat

Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Laptop ASUS VivoBook S14 A411U dengan spesifikasi CPU Intel Core

i5-8250U 3.4 GHz 16 Gbtye RAM 1 Tbyte HDD.

2. GPS Handheld (Garmin GPS Map 78s).

3. Fieldbook.

4. Kamera Smartphone (Xiaomi Redmi 4X Single Camera 13 MP, PDAF,

f/2.0 LED Flash, HDR, Panorama Video 1080p@30fps).

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. OS Microsoft Windows 10 Home Single Language 64-bit.

2. SARProz, the SAR PROcessing tool by periZ, untuk melakukan

pengolahan data SAR (https://sarproz.com).

3. SNAP Desktop 6.0, untuk visualisasi.

4. ArcGIS versi 10.3, untuk operasi data raster, vektor dan representasi data.

5. Google Earth Pro 7.3.2.5491, untuk visualisasi data hasil penelitian pada

permukaan bumi secara virtual.

6. Notepad++, untuk melihat isi metadata pada data penelitian.

7. Microsoft Office 365 2018, untuk membuat laporan dan presentasi.

D. Data Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan data sebagai berikut:

1. Dataset Sentinel-1A dengan polarisasi vertikal sejajar (VV) di wilayah

Kecamatan Ulubelu Kabupaten Tanggamus Lampung bulan Oktober 2014

hingga Maret 2017 sebanyak 13 data (Path 120 Frame 609 pada mode

akuisisi descending) dan bulan April 2017 hingga September 2018


40

sebanyak 20 data (Path 171 Frame 1162 pada mode akuisisi ascending)

yang diperoleh dari ASF ALASKA (https://vertex.daac.asf.alaska.edu) dan

juga bisa diakses lewat SCIHUB COPERNICUS

(https://scihub.copernicus.eu/dhus/#/home). Data yang digunakan

merupakan Level 1 (L1) Single Look Complex (SLC) dengan tipe akuisisi

Fine Beam Single polarization (FBS) dan mode Interferometric Wide

Swath (IW).

Tabel 6. Dataset Sentinel-1A Path 120 Frame 609.


No. Tanggal Akuisisi Sistem Penamaan
S1A_IW_SLC__1SDV_20141013T224109_20141013T224141_
1 13-10-2014 002817_0032C4_29F1.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20141106T224109_20141106T224141_
2 06-11-2014 003167_003A51_B155.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20150330T224106_20150330T224139_
3 30-03-2015 005267_006A88_53DD.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20150517T224108_20150517T224141_
4 17-05-2015 005967_007B0C_9457.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20151125T224115_20151125T224141_
5 25-11-2015 008767_00C7EA_6D5E.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20160112T224113_20160112T224139_
6 12-01-2016 009467_00DBB6_483C.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20160324T224113_20160324T224139_
7 24-03-2016 010517_00F9F8_58EA.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20160511T224115_20160511T224141_
8 11-05-2016 011217_010F54_6008.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20160722T224119_20160722T224145_
9 22-07-2016 012267_013115_B1F2.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20160908T224121_20160908T224148_
10 08-09-2016 012967_01484B_C4A8.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20161119T224122_20161119T224148_
11 19-11-2016 014017_016981_D6CD.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20170106T224119_20170106T224145_
12 06-01-2017 014717_017F3F_7686.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20170307T224118_20170307T224144_
13 07-03-2017 015592_019A2E_3193.SAFE
41

Tabel 7. Dataset Sentinel-1A Path 171 Frame 1162.


No. Tanggal Akuisisi Sistem Penamaan
S1A_IW_SLC__1SDV_20170404T112319_20170404T112347_
1 04-04-2017 015993_01A61A_746A.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20170522T112322_20170522T112350_
2 22-05-2017 016693_01BB76_81E1.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20170826T112327_20170826T112355_
3 26-08-2017 018093_01E62A_1B29.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20171025T112329_20171025T112357_
4 25-10-2017 018968_0200E9_F844.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20171118T112328_20171118T112356_
5 18-11-2017 019318_020BCA_A1B4.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20171130T112328_20171130T112356_
6 30-11-2017 019493_021143_24CB.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20171212T112327_20171212T112355_
7 12-12-2017 019668_0216C1_F4FF.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20171224T112327_20171224T112355_
8 24-12-2017 019843_021C21_7E43.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180117T112326_20180117T112354_
9 17-01-2018 020193_02273A_5487.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180129T112326_20180129T112354_
10 29-01-2018 020368_022CC6_1272.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180210T112326_20180210T112353_
11 10-02-2018 020543_023262_48F0.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180222T112325_20180222T112353_
12 22-02-2018 020718_0237F6_F32D.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180318T112325_20180318T112353_
13 18-03-2018 021068_024305_0D79.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180330T112326_20180330T112354_
14 30-03-2018 021243_024897_7295.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180411T112326_20180411T112354_
15 11-04-2018 021418_024E0D_F8FD.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180505T112327_20180505T112355_
16 05-05-2018 021768_025908_7861.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180610T112329_20180610T112357_
17 10-06-2018 022293_0269AD_AB42.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180716T112331_20180716T112359_
18 16-07-2018 022818_027957_53A5.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180809T112333_20180809T112401_
19 09-08-2018 023168_02845B_0D58.SAFE
S1A_IW_SLC__1SDV_20180902T112334_20180902T112402_
20 02-09-2018 023518_028F91_4A5F.SAFE
42

2. Digital Elevation Model (DEM) Shuttle Radar Topography Mission

(SRTM) Version 4 3-Arc Second wilayah Kecamatan Ulubelu Kabupaten

Tanggamus Lampung.

3. Peta Geologi Lembar Kota Agung yang diperoleh dari Pusat Penelitian

dan Pengembangan Geologi 1993.

4. Data spasial pendukung daerah penelitian yang diperoleh dari Indonesian

Geospatial Portal (INAGeoportal), OpenStreetMap, Pendataan Potensi

Desa (PODES), Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah Provinsi,

Publikasi dan Google Earth.

E. Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan prosedur yang dilakukan dalam melaukan

penelitian ini berdasarkan tutorial Yuxiao Qin yang keempat tentang

(Atmospheric Phase Screen) APS Estimation & Multi-temporal Analysis with

SARProz dari situs resmi SARProz:

1. Proses SAR

a. Input Data

Sebelumnya membuat folder “DATA” dan di dalamnya membuat folder lagi

dengan nama “slc” kemudian letakkan data citra radar yang telah diunduh

dengan format file slc ke dalam direktori tersebut yang berada di (C:).

Memilih dataset pada select dataset di software SARProz dengan

menentukan direktori folder yang diletakkan di (C:) yang sudah dibuat yang

berisi data citra radar (SLC), kemudian melakukan SLC Data Import.
43

Gambar 22. Dataset Selection.

b. Pemilihan Channel, Data, Master dan Area

Setelah data SLC muncul (ketika get content jika data SLC sudah diekstrak

maka jangan dicentang “Untar” dan jika belum diekstrak bisa dicentang

“Untar” dan untuk menghapus hasil ekstrak dengan mencentang “Del tar”),

menentukan polarisasi dan subswath. Selanjutnya menentukan orbit dari

data yang digunakan (diunduh secara otomatis terkadang harus mematikan

Windows Firewall, cara lain dengan mengunduh manual di situs Sentinel-1

Quality Control https://qc.sentinel1.eo.esa.int pada bagian Orbit Files POD

Precise Orbit Ephemerides) dan menentukan data master yang digunakan

(bisa otomatis) serta memilih area yang diinginkan. Dalam penelitian ini

kedua dataset (Path 120 Frame 609 dan Path 171 Frame 1162)

menggunakan polarisasi VV (vertikal sejajar) dan subswath 2 dengan

Latitude -5,315564° dan Longitude 104,580853° serta Radius 10 km. Data

master dengan tanggal akuisisi 25-11-2015 untuk dataset Path 120 Frame

609 dan 30-03-2018 untuk dataset Path 171 Frame 1162.


44

Gambar 23. SLC Data Processing.

Gambar 24. Footprint (Kotak Besar) dan Pemilihan Area (Kotak Kecil) Dataset
Path 171 Frame 1162.

c. Pre-Prosesing Data

Melakukan ekstraksi master dan slave (12 slave untuk Path 120 Frame 609

dan 19 slave untuk Path 171 Frame 1162) dari data SLC. Lalu melakukan

koregistrasi data slave terhadap master pilihan, hal ini bertujuan untuk

mengkorelasikan data dari setiap data slave agar berpatokan pada data

master.
45

Gambar 25. Data Master 25-11-2015 (Kiri) dan Slave 13-10-2014 (Tengah)
Terkoregistrasi (Kanan) Path 120 Frame 609.

Gambar 26. Dataset Statistik dan Image Graph Path 120 Frame 609.
46

Gambar 27. Dataset Statistik dan Image Graph Path 171 Frame 1162.

d. Preliminary Analisis

Menghitung reflectivity map dan amplitude stability index. Hal ini dilakukan

karena data SAR merupakan aktif sensor yang menggunakan gelombang

mikro dan mengemisikan gelombang radio, refleksi dari emisi gelombang


47

radio ini yang sangat singnifikan. Struktur besi, aspal dan infrastruktur

memiliki intensitas refleksi yang sangat tinggi. Intensitas refleksi juga

dipengaruhi oleh frekuensi kanal gelombang dari sensor yang digunakan,

semakin kecil frekuensi semakin besar reflektansi dan semakin besar

frekuensi maka semakin tinggi rasio penetrasi (Minkyo dkk., 2017).

Selanjutnya proses mask for sparse points selection dengan pilihan local

maxima. Preliminary analisis ini dilakukan dalam pre-prosesing data dalam

membuat interferogram.

e. Preliminary Geocoding

Memilih eksternal DEM SRTM dan menentukan Ground Control Point

(GCP) serta mengkombinasikan synthetic amplitude dan eksternal DEM

pada koordinat SAR. Hal ini bertujuan dalam proses konversi data SAR dari

geometri range azimuth menjadi sistem koordinat kartografik karena dalam

terrain geocoding memerlukan data DEM sedangkan untuk ellipsoidal

geocoding tidak perlu tambahan data DEM. Selain itu, data DEM juga

digunakan dalam pembentukan interferogram (SARMap, 2009). GCP

sendiri berfungsi sebagai titik acuan dalam pengolahan data. GCP dalam

penelitian ini ditentukan dari auto GCP dengan bantuan data DEM dan juga

dari hasil screening secara visual pada titik yang tidak mengalami deformasi

serta memiliki nilai koherensi yang tinggi, ini dilakukan pada tahap

pemilihan reference point pada pengolahan InSAR.


48

Gambar 28. DEM Visualization.

2. Proses InSAR (Multi Image InSAR Prosesing)

a. Atmospheric Phase Screen (APS)

Membuat graph creation, menentukan prosesing parameter dan connection

coherence serta menentukan reference point.

Gambar 29. Koherensi Histogram dan Plot Path 120 Frame 609.

Gambar 30. Koherensi Histogram dan Plot Path 171 Frame 1162.
49

Dalam sparse point selection dipilih parameter amp. stab. index dengan nilai

threshold 0,85. Untuk graph creation menggunakan delaunay dan prosesing

parameter linear trend dengan estimasi -5 hingga 5, height dengan estimasi -

20 hingga 20. Reference point dipilih secara manual dengan cara screening.

Gambar 31. Connection Path 120 Frame 609.

Gambar 32. Connection Path 171 Frame 1162.

Pada non-linear weighting, nilai minimum 0,8 dan maksimum 0,95. Nilai

cumulative displacement merupakan nilai velocity x time. Nilai histogram

dari integrated velocity bisa kurang dan lebih dari 0, ini menunjukkan titik 0

relatif velocity ketika dibandingkan dengan reference point. Integrated


50

residual height merupakan nilai dari integrated height dikurang eksternal

DEM.

Gambar 33. Integrated Cumulative Displacement, Velocity, Height dan


Integrated Residual Height Path 120 Frame 609.

Gambar 34. Integrated Cumulative Displacement, Velocity, Height dan


Integrated Residual Height Path 171 Frame 1162.
51

Selanjutnya, mengestimasi APS menggunakan tipe inverted residual

kemudian diplot maka akan terlihat fase satu persatu. Nilai koherensi dapat

di cek ketika sebelum dan setelah dilakukan removing the estimated APS.

Jika nilai tetap tinggi maka APS estimation baik.

Gambar 35. APS Estimation Slave 10-02-2018 Path 171 Frame 1162.

b. Sparse Point processing

Menentukan sparse point selection dengan memilih parameter amp. stab.

index dengan nilai threshold 0,69. Untuk prosesing parameter linear trend

dengan estimasi -10 hingga 5, height dengan estimasi -10 hingga 20 dan

pastikan eksternal DEM tercentang.

Gambar 36. Temporal Coherence Histogram Parameter Estimation dan APS


Removal Path 120 Frame 609 (Kiri) Path 171 Frame 1162 (Kanan).
52

Selanjutnya, menampilkan fase resiudal yang merupakan apa yang tersisa

setelah dilakukan proses penghilangan fase dari APS dan estimasi

parameter. Jika parameter dan APS terestimasi baik maka fase residual

kecil. Untuk nilai temporal coherence yang tinggi maka semakin baik

estimasi parameter dan APS.

Gambar 37. Phase Residual Slave 13-10-2014 Path 120 Frame 609.

Gambar 38. Temporal Coherence Path 120 Frame 609 (Kiri) Path 171 Frame
1162 (Kanan).

3. Post Prosesing

Menampilkan scatter plot, geocoding time series dan export data. Dengan

menggunakan load mask dan memilih threshold temporal coher. 0,8.


53

Kemudian melakukan plot line x sample dengan warna def. trend dan nilai

minimal -6 maksimal 4. Lalu, plot dengan latitude longitude dengan warna def.

trend dan nilai minimal -10 maksimal 10.

Gambar 39. Scatter Plot Line Sample Path 120 Frame 609 (Kiri) Path 171
Frame 1162 (Kanan).

Data juga bisa dilihat melalui software Google Earth. Selanjutnya, sparse

geocoding dengan tipe file KML, color code def. trend dan nilai minimum -10

maksimum 10 serta mencentang time series. Lakukan hal yang sama pada

modul time series.

Gambar 40. Tampilan Data di Google Earth Path 120 Frame 609.
54

F. Diagram Alir Penelitian

Berikut ini diagram alir penelitian:

Mulai

Studi Literatur
SLC
Sentinel-1A
Input Data & Pemilihan

Master Slave

Koregistrasi Orbit

Reflectivity Map dan Amplitude Stability Index

DEM SRTM Preliminary Prosesing


Prosesing SAR
Interferometri
Atmospheric Phase Screen SAR
Tidak

Connection Coherence dan Parameter

Sparse Point processing

Sesuai Phase Residual, Scatter Plot


?
Displacement, Resampled Velocity

Ya Post Prosesing
Peta Penurunan Tanah

Analisis Penurunan Permukaan Tanah

Selesai

Gambar 41. Diagram Alir Penelitian


TANPA PEMBAHASAN

ILHAM TRIPUTRA SOFIADIN

+6287878466613
ilhamtriputraa@gmail.com
90

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Daerah penelitian memiliki indikasi penurunan permukaan tanah dengan

nilai kecepatan terbesar -10 mm/tahun dengan rata-rata kecepatan -2,9

mm/tahun (Oktober 2014 - Maret 2017) dan -3,3 mm/tahun (April 2017 -

September 2018).

2. Daerah yang mengalami indikasi penurunan permukaan tanah berada di

antara Gunung Duduk, Gunung Tiga dan rim structure yang merupakan

pemukiman Pekon Muara Dua, Pekon Pagar Alam, Pekon Karang Rejo

dan Pekon Gunung Tiga.

3. Indikasi penurunan permukaan tanah di daerah penelitian diduga karena

adanya pemadatan Batuan Teralterasi (AtR). Selain itu, struktur geologi

dan pembebanan infrastruktur serta penggunaan air tanah juga ikut

berperan dalam mempengaruhi penurunan permukaan tanah.

4. Terdapat potensi penurunan permukaan tanah pada daerah penelitian

akibat aktivitas pemanfaatan energi panasbumi khususnya pada daerah

cluster produksi, akan tetapi pengaruhnya tidak sebesar akibat pemadatan

Batuan Teralterasi (AtR).


91

B. Saran

Dalam melakukan penelitian ini sebaiknya ada ketersediaan data citra

satelit radar Sentinel-1A dengan jangka waktu yang lebih panjang tahunnya dan

memiliki banyak dataset (pertiap bulan) agar mendapatkan informasi penurunan

permukaan tanah yang terlihat lebih signifikan. Diperlukan juga data pembanding

seperti pengukuran 4D microgravity atau pengukuran teknik geodetik lain agar

dapat dikorelasikan dengan hasil dari perhitungan menggunakan citra satelit radar.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, T. C., Sidarto, S., Santosa dan Gunawan, W. 1994. Geologi Lembar
Kotaagung, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.

Archenita, D., Silvianengsih, Hamid, D., Natalia, M. dan Misriani, M. 2015.


Kajian Land Subsidence untuk Perkuatan Tanah (Studi Kasus Sawahlunto).
Jurnal Rekayasa Sipil, Oktober 2015. Vol. XII, No. 2, ISSN: 1858-3695.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanggamus. 2018. Kecamatan Ulu Belu
dalam Angka 2018. ISBN: 978-602-351-027-6.

Bhatia, S. C. 2008. Fundamentals of Remote Sensing. Atlantic Publishers and


Distributors (P) Ltd. ISBN-10: 9788126909315.

Boden, D. R. 2016. Geologic Fundamentals of Geothermal Energy. CRC Press.


ISBN: 1498708773, 978-1-4987-0877-7, 9781498708807, 1498708803.

Campbell, J. B. dan Wynne, R. H. 2011. Introduction to Remote Sensing, Fifth


Edition, The Guilford Press. ISBN: 160918176X, 9781609181765.

Copernicus Sentinel data 2014, Retrieved from ASF DAAC 4 Maret 2019,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2015, Retrieved from ASF DAAC 4 Maret 2019,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2016, Retrieved from ASF DAAC 5 Maret 2019,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2017, Retrieved from ASF DAAC 26 Februari 2018,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2017, Retrieved from ASF DAAC 27 Februari 2018,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2017, Retrieved from ASF DAAC 28 Februari 2018,
processed by ESA.
93

Copernicus Sentinel data 2017, Retrieved from ASF DAAC 5 Maret 2019,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2018, Retrieved from ASF DAAC 28 Maret 2018,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2018, Retrieved from ASF DAAC 29 Maret 2018,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2018, Retrieved from ASF DAAC 2 April 2018,
processed by ESA.

Copernicus Sentinel data 2018, Retrieved from ASF DAAC 15 September 2018,
processed by ESA.

ESA Document. 2013. Sentinel-1 User Handbook. GMES-S1OP-EOPG-TN-13-


0001. European Space Agency.

ESA Tutorial. 2018. Synthetic Aperture Radar Synthetic Aperture Radar Land
Applications Land Applications Tutorial Tutorial. Part I Background and
Theory. SARMAP-ESA-UNESCO BILKO.

ESIA Report-Volume II. 2011. E2558 v2 REV Ulubelu 3 and 4 Revised ESIA
Report-Volume II Environmental and Social Impact Assessment. Mott
MacDonald and Pertamina Geotermal Energy, Jakarta.

Goel, K. 2013. Advanced Stacking Techniques and Applications in High


Resolution SAR Interferometry. Technische Universität München, München.

Henneberger, R. C. dan Browne, P. R. L. 1988. Hydrothermal Alteration and


Evolution of The Ohakuri Hydrothermal System, Taupo Volcanic Zone,
New Zealand. Journal of Volcanology and Geothermal Research. 34, 211-
121.

Husein, S., Setianto, A., Nurseto, S. T. dan Koestono, H. 2015. Tectonic Control
to Geothermal System of Way Panas, Lampung, Indonesia. Proceedings
World Geothermal Congress, Melbourne, Australia.

Jarvis, A. H. I., Reuter, A., Nelson, E. dan Guevara. 2008. Hole-Filled Seamless
SRTM Data V4, International Centre for Tropical Agriculture (CIAT),
available from http://srtm.csi.cgiar.org.

Ketelaar, V. B. H. 2009. Satellite Radar Interferometry: Subsidence Monitoring


Techniques. Remote Sensing and Digital Image Processing 14. Springer
Netherlands. ISBN: 978-1-4020-9427-9, 978-1-4020-9428-6.
94

Lillesand, T. M., Kiefer, R. W. dan Chipman, J. 2015. Remote Sensing and Image
Interpretation, Wiley. ISBN: 111834328X, 9781118343289.

Liu, D., Shao, Y., Liu, Z., Riedel, B., Sowter, A., Niemeier, W. dan Bian, Z. 2014.
Evaluation of InSAR and TomoSAR for Monitoring Deformations Caused
by Mining in a Mountainous Area with High Resolution Satellite-Based
SAR. Remote Sensing, Molecular Diversity Preservation International and
Multidisciplinary Digital Publishing Institute. Vol. 6, 1476-1495, ISSN:
2072-4292.

Minkyo, Y., Hongsic, Y., Kwangbae, K., Hanbual, K. dan Woneung, L. 2017. A
Study on Optimal D-InSAR Filtering Technique According to Landform
Relief. Sungkyunkwan University, Korea.

Mirelva, P. R. 2015. Synthetic Aperture Radar - Sebuah Catatan Kecil.

Moreira, A., Iraola, P. P., Younis, M., Krieger, G., Hajnsek, I. dan
Papathanassiou, K. P. 2013. A Tutorial on Synthetic Aperture Radar.
Microwaves and Radar Institute of the German Aerospace Center (DLR),
Germany.

Mulyadi. 2000. Ulubelu, the Most Developed Geothermal Area in South Sumatra.
Proceedings World Geothermal Congress, Kyushu-Tohoku, Jepang.

Open Street Map Foundation, St. John’s Innovation Centre Cowley Road,
Cambridge CB4 0WS, United Kingdom.

Patimang, A. 2015. Makalah Citra Radar. Universitas Negeri Makassar.

Pratama, G. R., Saputra, M. B. dan Prasetyo, I. M. 2016. Reservoir Characteristics


of Ulubelu Field, Case Study: Southeast Sector Reinjection Wells.
Proceedings The 4th Indonesia International Geothermal Convention and
Exhibition, Cendrawasih Hall-Jakarta Convention Center, Indonesia. 10-12
Agustus 2016.

Prasetyo, Y. dan Subiyanto, S. 2014. Studi Penurunan Muka Tanah (Land


Subsidence) Menggunakan Metode Permanent Scatterer Interferometric
Synthetic Aperture Radar (Ps-Insar) di Kawasan Kota Cimahi-Jawa Barat.
Jurnal Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: 35 (2), 2014, 78-85.

Qin, Y. 2018. APS Estimation and Multitemporal Analysis with SARProz.


SARProz Processing Tutorial Series.

Sarkowi, M. 2010. Identifikasi Struktur Daerah Panasbumi Ulubelu Berdasarkan


Analisa Data SVD Anomali Bouguer. Jurnal Sains Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Vol. 16, No. 2, Hal.: 111-118, ISSN: 1978-
1873.
95

Sarkowi, M. 2013. Analisa Anomali 4D Microgravity Daerah Panasbumi Ulubelu


Lampung Periode 2010-2013. Seminar Nasional Sains dan Teknologi V,
Lembaga Penelitian Universitas Lampung, Universitas Lampung. 19-20
November 2013.

Setyadi, B. 2016. Analisis Penurunan Muka Tanah dengan Small Baseline Subset
Differential SAR Interferograms di Kota Bandarlampung. Program Studi
Teknik Geofisika, Jurusan Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Lampung,
Lampung.

Siahaan, E. E., Sasradipoera, D. S., Silitonga, T. H., Pelmelay, C., Koestono, H.,
Mubarok, M. H. dan Rifki, G. 2015. Success Development Drilling in
Ulubelu Green Field in South Sumatra Based on Geological Structure
Evidence, Generate 4X55MW. Proceedings World Geothermal Congress
2015. Melbourne, Australia.

Sudarsono dan Arief, R. B. 2017. Prediksi Amblesan Tanah (Land Subsidence)


pada Dataran Aluvial di Semarang Bagian Bawah. Jurusan Teknik Sipil
dan Lingkungan. UNISSULA Semarang.

Suharno. 2012. Sistem Panasbumi. Penerbit Universitas Lampung, Bandar


Lampung. ISBN: 978-602-7509-22-1.

Suharno. 2013. Eksplorasi Geothermal. Penerbit Lembaga Penelitian Universitas


Lampung, Bandar Lampung. ISBN: 978-979-8510-64-9.

Suharno. 2013. Reservoir Review of the Rendingan-Ulubelu-Waypanas (RUW)


Geothermal Field, Lampung, Indonesia. Geothermal Resources Council
(GRC) Transactions, Vol. 37, 471-477.

Suharno dan Browne, P. R. L. 2000. Subsurface Hydrothermal Alteration at the


Ulubelu Geothermal Field, Lampung, Southern Sumatra, Indonesia.
Proceedings Twenty-fifth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering,
Stanford University, Stanford, California.

White, P. J. Lawless, J. V. Terzaghi, S. dan Okada, W. 2005. Advances in


Subsidence Modelling of Exploited Geothermal Fields. Proceedings World
Geothermal Congress, Antalya, Turkey. 24-29 April 2005.

Wikipedia. 2018. Subsiden Tanah. https://id.wikipedia.org/wiki/Subsiden_tanah.


Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018.

Yohannes. 2012. Diktat Bahan Kuliah Penginderaan Jauh. Program Studi Teknik
Survey dan Pemetaan. Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

Yuwono, B. D., Abidin, H. Z. dan Hilmi, M. 2013. Analisa Geospasial Penyebab


Penurunan Muka Tanah di Kota Semarang. Prosiding SNST ke-4.
Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
96

Zaenudin, A., Darmawan, I. G. B., Armijon, Minardi, S. dan Haerudin, N. 2017.


Land Subsidence Analysis in Bandar Lampung City based on InSAR. The 3rd
Padjadjaran International Physics Symposium (PIPS 2017), Bandung.

Zaenudin, A., Haerudin, N., Darmawan, I. G. B. dan Wibowo, Y. A. 2017.


Eksplorasi Sumber Daya Mineral Remote Sensing, Geologi dan Geofisika -
Buku Ajar. Pusaka Media, Korpri Jaya Sukarame, Bandarlampung. ISBN:
978-602-54520-26-9.

Zalite, K. dan Voormansik, K. 2016. Differential and Persistent Scatterer SAR


Interferometry. Tartu Observatory, Space Research Center.

Zuidam, R. A. V. 1985. Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and


Geomorphology Mapping. ITC: Smith Publisher The Hague.
DAFTAR AKRONIM

APS Atmospheric Phase Screen


ASF Alaska Satellite Facility
BPS Badan Pusat Statistik
DEM Digital Elevation Model
DInSAR Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar
ESA European Spaces Agency
FBS Fine Beam Single polarization
GC Graph Creation
GCP Ground Control Point
GIS Geographic Information System
GPS Global Positioning System
HH Horizontal Transmit-Horizontal Receive Polarization
INAGeoportal Indonesian Geospatial Portal
InSAR Interferometry Synthetic Aperture Radar
IW Interferometric Wide Swath
LAPAN Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
MISP Multi Image InSAR Prosesing
PODES Pendataan Potensi Desa
PSInSAR Persistent Scaterrer Interferometry Synthetic Aperture Radar
PUSTEKDATA Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh
SAR Synthetic Aperture Radar
SARProz the SAR PROcessing tool by periZ
SBAS Small Baseline Subset
SLC Single Look Complex
SNAP the Sentinel Application Platform
SRTM Shuttle Radar Topography Mission
RADAR RAdio Detection And Ranging
RAR Real Aperture Radar
VV Vertical Transmit-Vertical Receive Polarization
DAFTAR ISTILAH

4D microgravity – turunan dari metode gravitasi dalam eksplorasi geofisika


dengan tambahan komponen waktu dalam pengukuran kurun waktu tertentu.

across track – akuisisi SAR single pass dengan kondisi antena yang dipisahkan
dalam arah lintasan, umumnya teknik ini digunakan saat di udara atau pesawat
luar angkasa, teknik ini digunakan untuk pemetaan DEM pada permukaan bumi.

along track – akuisisi SAR single pass dengan kondisi antena yang dipisahkan
sepanjang lintasan, umumnya teknik ini digunakan saat di udara atau pesawat luar
angkasa, teknik ini digunakan untuk studi arus permukaan samudera dan properti
gelombang permukaan laut.

alterasi – batuan yang mengalami perubahan akibat pengaruh suhu yang tinggi.

antena – alat perubah gelombang dan berfungsi untuk menerima serta mengirim
sinyal komunikasi.

APS estimation – metode yang digunakan dalam menghasilkan interferogram.

ascending – pergerakan naik wahana satelit (dari bawah ke atas) ketika sedang
mengorbit bumi.

azimuth – posisi relatif suatu objek yang searah dengan arah orbit satelit.

band – pita frekuensi yang memiliki luas atau lebar cakupan frekuensi yang
digunakan oleh sinyal dalam medium transisi.

baseline – garis dasar data yang digunakan sebagai acuan.

beamwitdh – lebar penyinaran yang dipancarkan dari suatu antena.

carbon dating – pengukuran umur batuan dengan menggunakan radioaktif


karbon.

coherence – ukuran korelasi dengan nilai 0-1 dan bisa juga dalam bentuk
persentase, semakin kecil koherensi menunjukkan tidak ada informasi yang
99

bernilai dalam interferogram sedangkan semakin besar koherensi menunjukkan


tidak adanya noise pada interferogram.

descending – pergerakan turun wahana satelit (dari atas ke bawah) ketika sedang
mengorbit bumi.

digital elevation model – merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan


bumi secara digital.

DInSAR – perkembangan pengukuran deformasi dari InSAR dengan tingkat


akurasi sentimeter dengan pasangan data yang sedikit dan mengkonversi hasil
interferogram menjadi ketinggian dari fase yang dihasilkan.

fase – keadaan getaran suatu titik pada gelombang yang berkaitan dengan
simpangan dan arah getarannya.

flight path – jalur lintasan wahana satelit yang mengorbit bumi.

footprint – area cakupan citra satelit dalam sebuah posisi.

frame – merupakan akuisisi data di permukaan bumi yang berada di dalam path,
jumlah frame lebih banyak dari path, citra dengan frame yang sama memiliki path
yang sama pula.

fringe – gradasi warna yang menunjukkan perubahan fase dalam 2 atau satu
gelombang penuh.

geocoding – konversi dari suatu citra dalam geometri slant range ke sistem
referensi kartografik.

gravity – salah satu metode dalam eksplorasi geofisika yang mengukur medan
gravitasi bawah permukaan pada titik yang berbeda dari permukaan.

ground control point – titik referensi dalam pengolahan interferometri yang


dipilih pada daerah yang stabil atau yang telah diketahui nilai deformasinya.

incidence angle – sudut yang dibentuk antara pancaran gelombang radar dengan
garis yang tegak lurus terhadap permukaan objek.

InSAR – pengukuran interferogram dengan tingkat akurasi meter dari dua


pasangan data.

interferogram – citra gabungan nilai beda fase antara dua data SAR.

interferometri – teknik yang digunakan untuk mengukur perbedaan fase sinyal


pantul antara dua satelit pada akuisisi yang sama untuk mendeteksi perubahan
permukaan bumi.
100

interferometric wide swath – teknik akuisisi data citra dari satelit Sentinel-1A
dengan panjang sapuan 250 km dan dibagi menjadi tiga kelompok data pada
permukaan bumi.

kartografik – peta atau globe yang dibuat berdasarkan skala baik derajat lintang
bujur atau yang lainnya.

leveling – teknik geodetik yang menggunakan alat untuk mengukur ketinggian.

look angle – sudut antara Utara geografis dan arah pancaran gelombang radar atau
dengan garis yang tegak lurus arah objek satelit.

master – citra SAR utama yang menjadi referensi dalam proses pengolahan citra.

monitoring – proses pengamatan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

nadir track – hasil proyeksi jalur lintasan wahana satelit flight path yang ada di
permukaan bumi.

orbit – garis edar atau jalur yang dilalui objek di dalam pengaruh gaya gravitasi.

path – merupakan jalur orbit wahana satelit yang melakukan akuisisi data di
permukaan bumi secara vertikal dengan sudut tertentu tergantung dari mode
akuisisinya, dalam satu path memiliki banyak frame.

phase residual – fase gelombang yang telah dilakukan unwrapping dan siap
dikonversi ke ketinggian.

polarisasi – proses pembatas dari vibrasi medan magnetik, elektrik, vector cahaya
atau radiasi lain dalam satu bidang, orientasi dari bidang medan elektrik
bergantung pada permukaan bumi.

PSInSAR – perkembangan pengukuran deformasi dari InSAR dengan tingkat


akurasi milimeter dengan pasangan data yang banyak minimal 20 data citra radar.

pull apart basin – cekungan yang terbentuk karena adanya pergerakan struktur
patahan atau sesar yang saling menjauh (patahan atau sesar geser).

pulse – laju pergerakan sinyal gelombang.

radar – gelombang elektromagnetik yang berguna untuk mendeteksi, mengukur


jarak dan membuat peta dari benda seperti pesawat terbang, kendaraan dan
informasi cuaca.

range – posisi relatif suatu objek yang tegak lurus dengan arah orbit satelit.

raster – gambar digital yang terbentuk dari sekumpulan titik penyusun gambar
atau piksel.
101

remote area – wilayah yang sulit terjangkau lewat darat.

remote sensing – ilmu untuk memperoleh informasi permukaan bumi tanpa


bersentuhan dengan objek.

repeat pass – sama halnya dengan two pass, akuisisi SAR pada waktu yang
berbeda dibanding dengan single pass karena pengaruh ketidaktepatan posisi orbit
satelit.

resampled velocity – nilai kecepatan penurunan permukaan tanah dalam suatu


titik yang diambil sebagai acuan untuk nilai lain baik di titik yang sama maupun
di titik yang berbeda.

reservoir – tempat menyimpan barang cadangan (Air, Gas, Minyak).

SBAS – teknik perhitungan selain metode PSInSAR dengan mengelompokkan


data menjadi group kecil.

scanSAR – teknik akuisisi data citra yang dilakukan dengan membagi wilayah
sapuan kedalam beberapa wilayah sapuan atau subswath.

scatter plot – titik-titik scattering yang di gambarkan berdasarkan posisi azimuth


dan range atau yang lainnya.

scattering – hamburan dalam proses fisika dimana beberapa bentuk radiasi seperti
cahaya, suara atau partikel yang bergerak dipaksa untuk menyimpang dari lintasan
lurus oleh satu atau lebih jalur karena ketidakseragaman yang terlokalisasi dalam
suatu medium.

shuttle radar topography mission – sebuah penelitian internasional yang


bertujuan untuk mendapatkan model elevasi digital pada skala global kecil dari
56° Lintang Selatan hingga 60° Lintang Utara untuk menghasilkan database bumi
dalam bentuk topografi digital yang memiliki resolusi tinggi yang paling lengkap.

single look complex – salah satu produk citra radar level 1 berupa citra dalam
slant range dimana dalam setiap pikselnya merepresentasikan bilangan kompleks
(i dan q).

single pass – akuisisi SAR dengan menggunakan dua antena pada saat yang sama
dalam sekali lintasan.

slant range – jarak geometris objek terhadap radar.

slave – citra SAR yang direferensikan ke citra master dalam proses pengolahan
citra.
102

spatio-temporal – suatu metode analisis dari suatu permasalahan dengan


menggunakan metode penelitian jangka panjang dan menggunakan data dengan
kurun waktu tertentu.

spotlight – teknik akuisisi data citra yang memungkinkan antena fokus mengambil
cakupan suatu daerah terus menerus.

stripmap – teknik akuisisi data citra dari satelit Sentinel-1A dengan resolusi
spasial 5 x 5 m dan dibagi menjadi enam kelompok data pada permukaan bumi
dengan luas 80 km, pada umumnya akuisisi dilakukan secara langsung untuk
suatu luas sapuan tertentu.

subsidence – penurunan permukaan tanah.

subswath – area bagian-bagian dari daerah sapuan yang diliput oleh citra satelit.

swath – lebar cakupan objek dari sensor satelit yang dapat dijangkau.

synthetic aperture radar – sistem radar yang koheren yang membentuk citra
penginderaan jauh resolusi tinggi.

temporal baseline – jarak waktu akuisisi (t) antara citra master dan slave dalam
interferogram.

temporal coherence – koherensi yang bergantung pada lamanya jangka waktu


akuisisi antar citra radar dari wilayah yang sama.

threshold – nilai batas yang digunakan dengan interval 0 hingga 1 dan bisa dalam
persetase.

time series – serangkaian nilai-nilai variabel yang disusun berdasarkan waktu.

two pass – akuisisi SAR dengan menggunakan dua antena pada waktu berbeda
dengan pengulangan lintasan.

wrapped phase – fase gelombang yang hanya terbatas dalam modulus 2.
DAFTAR SIMBOL

α Sudut antara Baseline dengan arah Horizontal (°)

β Beamwidth Antena (°)

 Variabel Faktor Insidential

σδR Akurasi Pengukuran Path Different

σh Akurasi Pengukuran Tinggi

R Path Difference

r Resolusi dalam arah Slant Range

θ1 Sudut Tinggi Wahana terhadap Slant Range (°)

θd Sudut Slant Range terhadap arah horizontal (°)

τ Pulse Duration (ms)

λ Panjang Gelombang (m)

∅ Fase (rad)

∅ Beda Fase (rad)

∅atmosphere Fase Atmosfir

∅deformation Perbedaan Interferogram terindikasi Deformasi Permukaan

∅DInSAR Teknik Mengamati Deformasi

∅InSAR Fase Interferometri Unwrapping

∅noise Fase Noise

∅scat Fase karena Sinyal Balik (Resolusi Sel Master dan Slave)

∅topografi Fase Residual Topografi


104

 Koherensi

<> Operasi Rata-Rata

* Produk Kompleks Konjugat

|| Harga Mutlak

a Amplitudo (m)

arg() Argumen Koefisien

B Baseline (m)

B┴ Perpendicular Baseline

Bt Temporal Separation (Temporal Baseline)

c Kecepatan Cahaya (3 x 108) (m/s)

ej Notasi Kompleks Gelombang

f Frekuensi (Hz)

G Gain Antena

h Tinggi Wahana (km)

h12 Ketinggian dari Sinyal Balik

L Tinggi Antena (m)

Pr Sinyal yang diterima Antena

Pt Sinyal yang ditransmisikan Antena

q Kompleks Interferogram

R Jarak Sensor dengan Target (km)

Rr Resolusi dalam arah Ground Range

s Sinyal Kompleks SAR

s1 Produk Citra Kompleks 1

s2 Produk Citra Kompleks 2

v Kecepatan Perpindahan pada Sinyal Balik

You might also like