You are on page 1of 120

SKRIPSI

PENGARUH KEMIRINGAN TALANG PADA


BEBERAPA KETEBALAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI
SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE
(NFT) TERHADAP HASIL PAKCHOI (Brassica rapa L.)

THE EFFECT OF GUTTERS SLOPE IN SOME


NUTRIENT SOLUTION FLOW THICKNESSES OF
NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) HYDROPONIC
SYSTEM ON PAKCHOI (Brassica rapa L.)

Dela Dwi Suciani


05121002007

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
SUMMARY

DELA DWI SUCIANI. The Effect of Gutters Slope In Some Nutrient


Solution Flow Thicknesses of Nutrient Film Technique (NFT) Hydroponic System on
Pakchoi (Brassica rapa L.). (Supervised by K.H. ISKANDAR and RAHMAD
HARI PURNOMO).
This research was conducted in PPLH (Center for Environmental Research)
Sriwijaya University, from May 2016 until September 2016. The objective of this
research was to determine the minimum nutrient solution thickness on some gutters
slope of Nutrient Film Technique(NFT) hydroponic system on Pakchoi (Brassica
rapaL.) crop.
The method of this research was Split Plot Design with two treatment factors,
namely the slope of the gutter as the main plot consisted of 2% and 4% and nutrient
solution flow thick as a subplot consisting of 3 mm, 4 mm and 5 mm. The
parameters measured were the flow rate of water and dissolved oxygen with cover
crops indicator plant height, number of leaves, fresh matter weight, dry matter
weight, and root dry weight.
The results showed that treatment gutters slope of 4% and 3 mm thick nutrient
solution significantly affect the flow of water which was 0.23 l / min, dissolved
oxygen of 8.91 mg / L, plant height of 12.83 cm, the number of leaves of 12 strands,
the fresh matter weight of 48.33 g/netpot, dry matter weight of 4 g/netpot, and root
dry weight of0.617 g.
RINGKASAN

DELA DWI SUCIANI. Pengaruh Kemiringan Talang Pada Beberapa


Ketebalan Aliran Larutan Nutrisi Sistem Hidroponik Nutrient Film Technique (NFT)
Terhadap Hasil Pakchoi (Brassica rapa L.). (Dibimbing oleh K.H. ISKANDAR dan
RAHMAD HARI PURNOMO).
Penelitian ini dilaksanakan di PPLH (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup)
Universitas Sriwijaya, mulai Mei 2016 sampai September 2016. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan tebal larutan nutrisi minimum pada beberapa kemiringan
talang sistem hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) terhadap hasil Pakchoi
(Brassica rapa L.).
Metode penelitian ini adalah metode Rancangan Split Plot dengan dua faktor
perlakuan yaitu kemiringan talang sebagai petak utama yang terdiri dari 2% dan 4%
dan tebal larutan nutrisi sebagai anak petak yang terdiri dari 3 mm, 4 mm, dan 5 mm.
Parameter yang diamati adalah debit aliran air dan oksigen terlarut dengan indikator
tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar brangkasan, berat kering
brangkasan, dan berat kering akar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kemiringan talang 4% dan
tebal larutan nutrisi 3 mm berpengaruh nyata terhadap debit aliran air yaitu 0,23
l/menit, oksigen terlarut yaitu 8,91 mg/L, tinggi tanaman yaitu 12,83 cm, jumlah daun
tanaman yaitu 12 helai, berat segar berangkasan sebesar 48,33 g/netpot tanaman,
berat kering brangkasan sebesar 4 g/netpot tanaman, dan berat kering akar yaitu 0,617
gram.
SKRIPSI

PENGARUH KEMIRINGAN TALANG PADA


BEBERAPA KETEBALAN ALIRAN LARUTAN NUTRISI
SISTEM HIDROPONIK NUTRIENT FILM TECHNIQUE
(NFT) TERHADAP HASIL PAKCHOI (Brassica rapa L.)

THE EFFECT OF GUTTERS SLOPE IN SOME


NUTRIENT SOLUTION FLOW THICKNESSES OF
NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) HYDROPONIC
SYSTEM ON PAKCHOI (Brassica rapaL.)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Teknologi Pertanian

Dela Dwi Suciani


05121002007

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH KEMIRINGAN TALANG PADA


BEBERAPA KETEBALAN ALIRAN LARUTAN
NUTRISI SISTEM IIII}ROPONIK NUTRIENT FILM
TECHNISUE (NTD TERI{ADAP HASIL PAKCIIOI
(Brassica rapa L.)

SI(RIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sariana Teknologi Pertanian

Oleh:

Dela llwi Suciani


05121002007

Indralaya, I)esember 2016


Pembimbing I Pembimbingll

tu,
Ir. K.H. Iskandar. M.Si.
NrP 19621 1041990031002
Ir. Rahmad Hari,Purnpmo. M.Si.
NIP 19s60&t1198s031004

Mengetahui,

ffi
^ffi'-b
111985031002
Skripsi dengan judul '?engaruh Kemiringan Talang Pada Beberapa Ketebalan
Aliran Laruhn Nutrisi Sistem Hidroponik Nutrient Film Technique (NFT)
Terhadap Hasil Pakchoi (Brasstca rapa L.) oleh Dela Dwi Suciani telah
dipertahankan di hadapan Komisi Penguji Skripsi Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya pada tanggal 29 November 2016 dan telah diperbaiki sesuai saran dan
masukan dari tim penguji.

Komisi Penguji

1. Ir. KH.Iskandar., M.Si. Ketua


NIP 19621104 199003 1002

2. h. Rahmad Hari Purnomo., M.Si. sekretaris 0@


NrP 19560831 198503 1004

3. Dr.Ir. Edward Saleh., M.S. Anggota ( q-r/ )


NIP 19620801 198803 1002

4. ArjunaNeni Trian4 S.TP., M.Si. Anggota t{trj&,|'h)


NrP 19710801 200801 2008

5. Sugito, S.TP., M.Si. *UUtn r,UV


NIP 19790905 200312 1001

Indralaya, $ Desember 20I 6


Mengetahui,
Fakultas Pertanian
Sriwijaya

l l 1985031002 NrP r 9770 8232002122A01


RIWAYAT HIDUP

DELA DWI SUCIANI. Lahir pada tanggal 19 Desember 1994 di Lamongan


(Jawa Timur). Anak kedua dari dua bersaudara. Kedua orang tua penulis bernama
Bapak Sucipto, S.Sos dan Ibu Dahlini.
Riwayat pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu pendidikan
sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 11 Palembang selama 6 tahun dan dinyatakan
lulus pada tahun 2006. Pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 18 Palembang selama tiga tahun dan dinyatakan lulus pada tahun 2009.
Pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Palembang selama
tiga tahun dan dinyatakan lulus pada tahun 2012.
Pada bulan Juni 2012 tercatat sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknik
Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sriwijaya melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Teknik Negeri) tertulis. Penulis telah
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-Tematik) pada tanggal 1 Juni
sampai tanggal 10 Juli 2015 di Desa Meranjat 2, Kecamatan Indralaya, Kabupaten
Ogan Ilir, Sumatera Selatan dan telah melaksanakan Praktek Lapangan di PTPN VII
Cinta Manis, Ogan Ilir.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, dan karunia-Nya kepada kita semua. Salam serta shalawat selalu tercurah
bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat
serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Produksi tanaman sayuran Pakchoi di rumah tanaman dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain kemiringan talang dan tebal aliran larutan nutrisi.
Untuk itu telah dilakukan penelitian dan hasilnya disajikan di dalam laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Selatan dan
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Unsri atas segala kemudahan dan
fasilitas yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian.
2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
3. Ketua dan Sekretaris jurusan, Ketua Program Studi Teknik Pertanian dan
Teknologi Hasil Pertanian, seluruh dosen dan staf, serta pegawai admin
administrasi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya.
4. Bapak Ir. KH. Iskandar, M.Si., dosen Pembimbing Akademik sekaligus dosen
Pembimbing I yang telah membimbing serta memberikan arahan, bantuan
serta kepercayaan pada penulis.
5. Bapak Ir. Rahmad Hari Purnomo, M.Si., dosen pembimbing II yang telah
memberikan arahan, saran dan bimbingan kepada penulis.
6. Bapak Dr. Ir. Edward Saleh., M.S, Ibu Arjuna Neni Triana., S.TP, M.Si, dan
Bapak Sugito, S.TP., M.Si, dosen pembahas makalah dan penguji yang telah
memberikan arahan dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk
pengembangan ilmu dan teknologi.
Indralaya, Desember 2016

Dela Dwi Suciani

Universitas Sriwijaya
ix
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4
2.1. Hidroponik ....................................................................................... 4
2.2. Hidroponik NFT ............................................................................... 5
2.3. Larutan Nutrisi ................................................................................. 7
2.4. Nilai Konduktivitas Listrik (EC) ...................................................... 8
2.5. Nilai pH ............................................................................................ 9
2.6. Debit Aliran ...................................................................................... 11
2.7. Kebutuhan Air Tanaman .................................................................. 11
2.8. Tanaman Pakchoi................................................................... .......... 12
BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN .............................................. 15
3.1. Tempat dan Waktu ........................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................. 15
3.3. Metode Penelitian............................................................................. 15
3.4. Cara Kerja ........................................................................................ 19
3.5. Parameter.......................................................................................... 22
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 24
4.1. Debit Air............................................................................................... 24
4.2. Pengukuran Oksigen Terlarut (DO)..................................................... 28
4.3. Tinggi Tanaman Pakchoi ..................................................................... 33
4.4. Jumlah Daun Tanaman Pakchoi .......................................................... 36
4.5. Berat Segar Brangkasan Tanaman Pakchoi ......................................... 39

Universitas Sriwijaya
x
4.6. Berat Brangkasan Kering Tanaman Pakchoi ....................................... 42
4.7. Berat Kering Akar Tanaman Pakchoi .................................................. 45
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 50
LAMPIRAN ............................................................................................ 55

Universitas Sriwijaya
xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 4.1. Pengukuran debit air (l/menit) tanaman Pakchoi setiap
minggu.............................................................................. 24
Gambar 4.2. Pengukuran oksigen terlarut (ml/L) tanaman Pakchoi
setiap minggu..................................................................... 29
Gambar 4.3. Kedalaman tebal aliran larutan nutrisi pada talang
Berbentuk trapesium........................................................ 31
Gambar 4.4. Pengamatan tinggi tanaman Pakchoi (cm) dari 1 MST
hingga 4 MST .................................................................. 34
Gambar 4.5 Pengamatan jumlah daun tanaman Pakchoi (helai) dari
1 MST hingga 4 MST....................................................... 37
Gambar 4.6. Pengamatan hasil berat segar brangkasan tanaman
Pakchoi (g) setelah panen (4 MST).................................. 40
Gambar 4.7. Kedalaman tebal aliran larutan nutrisi pada talang
berbentuk trapesium......................................................... 41
Gambar 4.8. Pengamatan hasil berat brangkasan kering tanaman
Pakchoi (g) setelah panen (4 MST).................................. 42
Gambar 4.9. Pengamatan hasil berat kering akar tanaman Pakchoi
(g) setelah panen (4 MST) ............................................... 46

Universitas Sriwijaya
xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Perbandingan sistim penanaman secara hidroponik
dan konvensional.................................................................. 5
Tabel 2.2. pH dan EC untuk tanaman sayuran ...................................... 10
Tabel 3.1. Daftar analisis keragaman split plot ..................................... 17
Tabel 4.1. Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang (A) terhadap
debit aliran (l/menit) ............................................................ 26
Tabel 4.2. Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi (B)
Terhadap debit aliran (l/menit) ............................................. 27
Tabel 4.3. Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang (A) terhadap
oksigen terlarut (ml/L) ........................................................ 30
Tabel 4.4. Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi (B)
terhadap oksigen terlarut (l/menit) ....................................... 31
Tabel 4.5. Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang (A) terhadap
tinggi tanaman Pakchoi (cm)................................................ 35
Tabel 4.6. Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi (B)
terhadap tinggi tanaman Pakchoi (cm) ................................. 36
Tabel 4.7. Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang (A) terhadap
jumlah daun tanaman Pakchoi (helai) ................................. 38
Tabel 4.8. Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi (B)
terhadap jumlah daun tanaman Pakchoi (helai) ................... 39
Tabel 4.9. Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang (A) terhadap
berat segar brangkasan tanaman Pakchoi (g) ...................... 41
Tabel 4.10. Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi (B)
terhadap berat segar brangkasan tanaman Pakchoi (g) ........ 42
Tabel 4.11. Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang (A) terhadap
berat brangkasan kering tanaman Pakchoi (g) ..................... 44
Tabel 4.12. Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi (B)
terhadap berat brangkasan kering tanaman Pakchoi (g)....... 42

Universitas Sriwijaya
xiii
Tabel 4.13. Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang (A) terhadap
berat kering akar tanaman Pakchoi (g) ................................ 44
Tabel 4.14. Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi (B)
terhadap berat kering akar tanaman Pakchoi (g) .................. 45

Universitas Sriwijaya
xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram alur penelitian ................................................. 56


Lampiran 2. Rancangan tata plot perlakuan ...................................... 57
Lampiran 3. Analisis keragaman debit aliran air (l/menit) 1 MST .... 58
Lampiran 4. Analisis keragaman debit aliran air (l/menit) 2 MST .... 60
Lampiran 5. Analisis keragaman debit aliran air (l/menit) 3 MST .... 61
Lampiran 6. Analisis keragaman debit aliran air (l/menit) 4 MST .... 62
Lampiran 7. Hasil perhitungan laju aliran ......................................... 63
Lampiran 8. Data hasil pengamatan oksigen terlarut (ml/L)
Pakchoi 1 MST hingga 4 MST ..................................... 69
Lampiran 9. Analisis keragaman oksigen terlarut (mL/L) 1 MST .... 70
Lampiran 10. Analisis keragaman oksigen terlarut (mL/L) 2 MST .... 72
Lampiran 11. Analisis keragaman oksigen terlarut (mL/L) 3 MST .... 73
Lampiran 12. Analisis keragaman oksigen terlarut (mL/L) 4 MST .... 74
Lampiran 13. Data hasil pengamatan tinggi tanaman (cm)
Pakchoi 1 MST hingga 4 MST ..................................... 75
Lampiran 14. Analisis keragaman tinggi tanaman (cm) Pakchoi
1 MST ........................................................................... 76
Lampiran 15. Analisis keragaman tinggi tanaman (cm) Pakchoi
2 MST ........................................................................... 78
Lampiran 16. Analisis keragaman tinggi tanaman (cm) Pakchoi
3 MST ........................................................................... 79
Lampiran 17. Analisis keragaman tinggi tanaman (cm) Pakchoi
4 MST ........................................................................... 80
Lampiran 18. Data hasil pengamatan jumlah daun tanaman (helai)
Pakchoi 1 MST hingga 4 MST...................................... 81
Lampiran 19. Analisis keragaman jumlah daun (helai) tanaman
Pakchoi 1 MST.............................................................. 82
Lampiran 20. Analisis keragaman jumlah daun (helai) tanaman
Pakchoi 2 MST.............................................................. 84

Universitas Sriwijaya
xv
Lampiran 21. Analisis keragaman jumlah daun (helai) tanaman
Pakchoi 3 MST.............................................................. 85
Lampiran 22. Analisis keragaman jumlah daun (helai) tanaman
Pakchoi 4 MST.............................................................. 86
Lampiran 23. Analisis keragaman berat segar brangkasan (g)
tanaman Pakchoi ........................................................... 87
Lampiran 24. Analisis keragaman berat brangkasan kering (g)
tanaman Pakchoi ........................................................... 89
Lampiran 25. Analisis keragaman berat kering akar (g)
tanaman Pakchoi ........................................................... 91
Lampiran 26. Data konsumsi air tanaman Pakchoi 1 MST
hingga 4 MST................................................................ 93
Lampiran 27. Gambar hidroponik NFT ............................................... 95
Lampiran 28. Data hasil pengamatan EC ............................................. 97
Lampiran 29. Data hasil pengamatan pH ............................................. 98
Lampiran 30. Hasil pengukuran suhu harian setelah tanam (C) ......... 99
Lampiran 31. Kelembaban relatif di dalam screen house (%) ............. 100
Lampiran 32. Foto hasil penelitian tanaman Pakchoi .......................... 101

Universitas Sriwijaya
xvi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :
“Orang yang kemampuannya biasa saja, tetapi tekun lebih dihormati dan
dihargai daripada orang cakap tetapi rapuh kemampuannya”

Dipersembahkan kepada yang tercinta, Ayahanda Sucipto, S.Sos dan


Ibunda Dahlini yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dukungan, saran,
semangat, dan bantuan baik moril maupun materil, serta saudara kandung saya,
Deny Sutanto, S.Si dan mbak saya, Ditiya Duparia Mona Timur, S.H dan sepupu
saya Tri Damayanti yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi kepada
penulis. Semua yang telah saya tempuh selama pendidikan kuliah ini, gelar saya
dan untuk kedepannya saya persembahkan untuk orang tua, kakak, dan keluarga
yang telah berjuang untuk menyekolahkan saya hingga mendapatkan gelar S.TP
agar saya bisa membanggakan serta membantu dikemudian hari.
Terima kasih kepada teman-teman di perkuliahan Priska Nabela, S.TP,
Amelia Gustina, Iranda Puspita Sari, S.TP, Putri Ahlun Nazar, S.TP, Ni Made
Yuliani A, S.TP, Afriyani Zulyanti, Arvina Yoniarindi, Ela Oktaviani, Rima
Novazianti, Winda Dwi Wahyuni, S.TP, dan M. Theo, S.TP yang telah terlibat
langsung dalam membantu dan menemani saya penelitian sampai selesai. Teman-
teman TP’12 Lindri Fiamelda, Irma Lestari, S.TP, Sinta Purwasih,S.TP, Possy
Freshya, S.TP, Tri Nuryanti, Fitria, Ratna Juwita, Silfia Desima W, Rotua
Febriani, Khaerunissa, Sheriyanti Eka A, S.TP, Febriyanti S, Mariana Magdalena
S, S.TP, Veri Firmansyah, S.TP, Ade Novriansyah, S.TP, Aldi Rifaldi, S.TP,
Libra Pangaribuan, S.TP, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu
terima kasih atas canda, tawa, dan semangat dari awal perkuliahan sampai selesai.
Terima kasih kepada teman teman di luar perkuliahan Amirah Andika Rifdayanti,
A.Md, Diah Adelia Dwijayanti, S.Sos dan Fiarika Dwi Utari atas motivasi, kritik,
saran, canda dan tawa selama penulisan skripsi ini. Adik tingkat TP dan THP
angkatan 2013, 2014, 2015 terima kasih atas bantuannya selama ini.

Universitas Sriwijaya
xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Sayuran dapat ditanam di pekarangan rumah untuk konsumsi sendiri.
Namun, di daerah perkotaan halaman pekarangan umumnya sempit dan sudah
banyak dilapisi semen sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk tanaman sayuran.
Salah satu cara untuk menghasilkan produk sayuran yang berkualitas secara
kontiyu yaitu dengan melakukan penanaman menggunakan sistem hidroponik.
Hidroponik merupakan metode penanaman tanpa media tanah tetapi
menggunakan media yang berisi larutan nutrisi yang langsung diserap oleh
perakaran tanaman (Rini dan Nani, 2005).
Hidroponik tidak memerlukan lahan yang luas dalam pelaksanaannya dan
dapat diterapkan di lahan yang sempit untuk mengembangkan hasil pertanian.
Hidroponik bisa dilakukan di berbagai tempat baik di pekarangan rumah, atap
rumah, atau di atas apartemen (Roidah, 2014). Menurut Raffar (1993), sistem
hidroponik adalah salah satu cara produksi tanaman yang paling optimal. Hal ini
berhubungan langsung dengan perakaran tanaman yaitu nutrisi terserap langsung
oleh akar tanaman melalui media tanam. Perakaran tanaman akan tumbuh
optimal apabila larutan air yang dicampur nutrisi mengandung garam organik
yang seimbang.
Hidroponik masih merupakan hal baru bagi masyarakat. Mereka
menganggap hidroponik itu susah, rumit, mahal dan canggih. Hidroponik masih
dianggap teknologi mewah oleh petani karena diperlukan biaya yang sangat mahal
untuk sarana hidroponik. Hidroponik dapat dirancang dengan biaya murah,
mudah, praktis dan inovatif tanpa mengurangi kualitas hasil panen. Beberapa
solusi antara lain adalah menggunakan pupuk nutrisi yang dibuat sendiri dan
merancang jaringan irigasi sederhana (Karsono et al., 2002).
Teknologi hidroponik meliputi sarana yang dapat menunjang optimalisasi
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sarana penunjang tersebut
mempunyai fungsi masing-masing yang saling terkait pada suatu sistem
hidroponik. Beberapa hal yang penting agar hidroponik secara kualitas dan

Universitas Sriwijaya
1
2

kuantitas dapat berhasil, antara lain adalah sumber daya manusia, manajemen
kebun, greenhouse, sistem irigasi, benih, media tanam dan peralatan pendukung
lainnya ( Hartus, 2003).
Manajemen hidroponik dalam pemupukan (fertilization) dapat
dilaksanakan secara bersamaan dengan manajemen irigasi (irrigation). Sistem
hidroponik pengelolaan air dan hara difokuskan pada cara pemberian yang
optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur, dan kondisi lingkungan
sehingga tercapai hasil yang maksimal. Jumlah kebutuhan air dan hara akan
berubah sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Kebutuhan tanaman terhadap
air dan hara terus meningkat mulai dari tahap persemaian sampai panen (Susila,
2009).
NFT (Nutrient Film Technique) merupakan model budidaya hidroponik
dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan air yang dangkal. Larutan nutrisi
dialirkan melalui talang berisi akar tanaman. Perakaran bisa tumbuh dalam
larutan nutrisi tersebut. Sebagian perakaran tanaman tumbuh dalam larutan
nutrisi dan sebagian lagi di atas permukaan larutan yang tersirkulasi secara terus
menerus selama 24 jam atau dapat diatur pada waktu tertentu menggunakan timer
(Untung, 2004).
Hidroponik Nutrient Film Technique menggunakan kata “film” yang
menunjukkan aliran air yang sangat tipis. Film atau lapisan tipis mempunyai tebal
aliran lebih kurang 3 mm. Akar tanaman terendam di lapisan tipis tersebut dan
tersikulasi secara terus menerus menggunakan pompa dengan kecepatan aliran
yang tidak boleh terlalu cepat yang dapat diatur melalui katup kran (Siti, 2008).
Larutan nutrisi pada sistem NFT tidak terbuang percuma karena aliran
larutannya akan masuk ke bak penampung kemudian dipompa lagi dan
selanjutnya dialirkan lagi ke talang yang berisi akar tanaman. Kemiringan pipa
talang juga berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Kemiringan talang yang
digunakan untuk tanaman sayuran seperti Pakchoi, Selada, atau Kalilan berkisar
3% (Untung, 2004). Menurut penelitian Sapto dan Arum (2013), kemiringan pipa
talang 5% pada sistem NFT berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan
tanaman yang meliputi jumlah daun, tebal tanaman, dan panjang akar serta
produksi tanaman yang meliputi berat tanaman Pakchoi.

Universitas Sriwijaya
3

Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi


kesehatan. Tanaman sawi sudah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia.
Budidaya sayuran organik yang menguntungkan dan memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan adalah sawi Pakchoi. Pakchoi lebih sering digunakan untuk
menu masakan karena batang dan daunnya yang lebih besar dibandingkan dengan
sawi hijau biasa (Siswandi dan Teguh, 2015).
Budidaya Pakchoi relatif mudah dan perawatannya juga tidak terlalu sulit
dibandingkan dengan budidaya tanaman lainnya. Tanaman Pakchoi dikategorikan
tanaman berumur pendek berkisar 3 sampai 4 minggu dan memiliki kandungan
gizi yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu tanaman Pakchoi mengandung banyak
gizi diantaranya protein, lemak nabati, karbohidrat, serat, Ca, Mg, Fe, Sodium,
vitamin A, dan vitamin C (Prasasti et al., 2014).
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh tebal larutan nutrisi pada beberapa kemiringan talang sistem hidroponik
Nutrient Film Technique (NFT) terhadap hasil tanaman Pakchoi.

1.2.Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh tebal aliran larutan
nutrisi minimum pada beberapa kemiringan talang sistem hidroponik Nutrient
Film Technique (NFT) terhadap hasil Pakchoi (Brassica rapa L.).

1.3. Hipotesis
Tebal aliran larutan nutrisi pada beberapa kemiringan talang diduga dapat
berpengaruh terhadap hasil Pakchoi (Brassica rapa L.).

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hidroponik
Istilah hidroponik awalnya dikemukakan oleh seorang agronomis dari
Universitas California, Amerika Serikat yaitu Dr. WF. Gericke pada tahun 1936
melalui penelitiannya berupa tanaman tomat setinggi 3 meter yang penuh buah
dan ditanam dalam bak berisi mineral. Hidroponik merupakan metode
berbudidaya secara bersih dan aman. Prinsip sistem hidroponik tidak
memerlukan media tumbuh, tetapi merendam akar dalam larutan nutrisi
(Herwibowo dan Budiana, 2015).
Hidroponik berasal dari kata hidro yang berarti air dan ponus yang berarti
daya. Hidroponik adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah
tetapi menggunakan media yang berisi larutan nutrisi. Hidroponik bisa diterapkan
di lahan yang sempit dan dibudidayakan di rumah kaca (greenhouse). Hal ini
disebabkan karena di greenhouse faktor-faktor lingkungan mudah dikendalikan
sehingga risiko terhadap pengaruh cuaca bisa diperkecil. Teknik hidroponik
meliputi NFT (Nutrient Film Technique), DFT (Deep Flow Technique), DFT
plus Aerator, Ebb and Flow, Floating hydroponic, dan Aeroponic (Buyung and
Silalahi, 2012).
Sistem penanaman secara hidroponik mempunyai banyak keunggulan
dibandingkan dengan penanaman secara konvensional menggunakan media tanah.
Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan antara sistem penanaman secara hidroponik
dengan penanaman konvensional.

Universitas Sriwijaya
4
5

Tabel 2.1. Perbandingan sistem penanaman secara hidroponik dan konvensional

Penanaman secara hidroponik Penanaman secara konvensional

1. Lingkungan kerja bersih dan dalam keadaan Lingkungan kerja tiak bersih dan tidak
steril dalam keadaan steril
Pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan Nutrisi yang diberikan dapat bereaksi
tanaman sehingga tidak ada zat lain yang dengan zat yang mungkin terdapat di
mungkin bereaksi dengan nutrisi dalam tanah
2. Tanaman bebas dari gulma Tanah sering ditumbuhi gulma

3. Tanaman lebih jarang terserang hama dan Tanaman lebih sering terserang hama dan
penyakit penyakit
4. Pertumbuhan tanaman lebih terkontrol Pertumbuhan tanaman kurang terkontrol

Pertanian konvensional mempunyai ciri :


Pertanian hidroponik mempunyai ciri :
a. Lahan yang dipakai lebih luas
5. a. Bisa ditanam pada lahan yang sempit
b. Mengandalkan unsur tanah
b. Kesuburan dapat diatur
c. Nilai jualnya tidak begitu tinggi
c. Memiliki nilai jual yang tinggi

Sumber : Prihmantoro dan Indriani (1999).

2.2. Hidroponik NFT


Sistem hidroponik NFT adalah suatu metode budidaya tanaman dengan
akar tanaman terendam di larutan nutrisi yang tipis yang bersirkulasi secara terus
menerus selama 24 jam menggunakan pompa atau dapat diatur menggunakan
timer. Sebagian perakaran tanaman terendam dan sebagian lagi berada di atas
permukaan nutrisi. Aliran air sangat dangkal, jadi bagian atas perakaran
berkembang di atas air yang meskipun lembab tetap berada di udara. Sekeliling
perakaran itu terdapat selapis larutan nutrisi (Chadirin, 2001).
Sistem hidroponik NFT berbeda dibanding hidroponik substrat.
Hidroponik NFT termasuk ke dalam kategori sistem tertutup, sedangkan
hidroponik substrat termasuk ke dalam kategori sistem terbuka. Prinsip dari
sistem tertutup yaitu air tersirkulasi secara terus menerus selama 24 jam atau
dapat diatur menggunakan timer, sedangkan prinsip dari sistem terbuka yaitu air
yang telah bercampur dengan pupuk langsung didistribusikan ke perakaran
tanaman melalui media tanam dengan jumlah yang ditentukan melalui jaringan
mikroirigasi (Roberto, 2003).
Namun sistem NFT membutuhkan suplai listrik 24 jam per hari. Jika
listrik mati selama beberapa jam maka tanaman terancam mati total. Keunggulan

Universitas Sriwijaya
6

dari sistem NFT diantaranya adalah tanaman dapat diusahakan beberapa kali
dengan periode tanam yang pendek, air yang diperlukan sedikit, kadar oksigen
terlarut dalam larutan hara cukup tinggi, air sebagai media mudah didapat dan pH
larutan mudah diatur (Sutiyoso, 2004).
Teknik dari NFT adalah tanaman ditegakkan di talang segi empat yang
biasanya digunakan untuk talang rumah. Talang-talang disusun miring 1%
sampai 5% sehingga nutrisi dapat mengalir mengikuti gaya gravitasi. Larutan
nutrisi berasal dari tangki air yang sesuai dengan kapasitas populasi tanaman.
Setelah masuk ke talang, nutrisi akan keluar melalui outlet dan masuk ke saluran
distribusi dan menuju ke tangki air. Larutan nutrisi dipompakan ke dalam talang
menggunakan pompa submersible. Sirkulasi larutan nutrisi dengan cara ini dapat
berlangsung secara terus-menerus (Izzati, 2006).
Prinsip dasar NFT adalah ketebalan aliran larutan nutrisi di dalam talang
yang hanya beberapa milimeter saja. Apabila tanaman tumbuh subur, akar
tanaman mirip bantal putih dan akar tanaman bertumpuk di atas lapisan nutrisi.
Kemiringan talang pada sistem NFT minimal 1%. Menurut penelitian di Inggris
semakin miring talang maka produksi tanaman semakin tinggi. Namun batasan
kemiringan talang dan kecepatan aliran nutrisi pada talang perlu diperhatikan.
Apabila talang terlalu miring dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Kecepatan aliran nutrisi dapat diatur menggunakan kran dengan cara memperkecil
atau memperbesar katup kran. Jika akar tanaman semakin banyak maka
kecepatan aliran nutrisi akan berkurang. Tanaman yang dekat dengan inlet akan
menyerap nutrisi dan oksigen yang banyak sedangkan tanaman yang dekat dengan
oulet otomatis akan menyerap nutrisi dan oksigen yang sedikit. Hal ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Tanaman yang ditanam
menggunakan sistem NFT sangat tergantung pada air. Hal ini dikarenakan air
berperan sebagai media tumbuh. Apabila media tumbuh tercemar penyakit maka
seluruh tanaman NFT akan terkena penyakit dalam waktu yang singkat. Oleh
sebab itu kualitas air pada hidroponik NFT perlu diperhatikan (Untung, 2004).
Larutan nutrisi pada NFT yang tipis menyebabkan ketersediaan nutrisi dan
oksigen pada akar selalu melimpah. Oksigen terlarut merupakan salah satu
indikator yang penting karena dapat mengetahui gerakan massa air dan

Universitas Sriwijaya
7

merupakan indikator dalam proses kimia dan biologi. Hasil penelitian Fauzi
(2013) bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman selada terus mengalami
peningkatan sejalan dengan peningkatan konsentrasi oksigen terlarut dalam media
tumbuh hidroponik. Kekurangan oksigen bagi tanaman berbahaya karena oksigen
di dalam air digunakan untuk respirasi (pernafasan) akar. Kegagalan respirasi
akar dapat berakibat pada kegagalan akar menyerap unsur hara yang tersedia.
Akar tanaman mendapatkan oksigen yang cukup dicirikan oleh bewarna putih dan
tebal. Akar tanaman yang kekurangan oksigen dicirikan dengan bewarna coklat,
tipis, dan tidak membentuk tumpukan akar. Salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam membuat lapisan nutrisi yang tipis adalah kemiringan talang
dan kecepatan aliran nutrisi. Kemiringan talang sebagai tempat mengalirnya
nutrisi harus benar-benar seragam dan kecepatan aliran disesuaikan dengan
kemiringan talang.
Peralatan lain yang dibutuhkan dalam hidroponik NFT yaitu tangki
penampung dan pompa. Tangki penampung nutrisi terbuat dari plastik atau
galvanis dan ukurannya tergantung pada populasi tanaman. Tangki penampung
dilengkapi pompa untuk mendorong larutan nutrisi agar tanaman masuk ke dalam
jaringan distribusi atau inlet (Chadirin, 2001).

2.3. Larutan Nutrisi


Larutan nutrisi hidroponik adalah pupuk hidroponik lengkap yang
mengandung semua unsur hara mikro dan makro yang diperlukan oleh tanaman
hidroponik. Larutan nutrisi pada hidroponik NFT terdiri dari pupuk makro dan
pupuk mikro. Istilah pupuk makro dan mikro lebih mengarah pada jumlah atau
dosis yang diberikan. Semua unsur makro dan mikro pada hidroponik NFT harus
diberikan karena sistem NFT hanya mengandalkan air saja dan sengaja tanaman
ditumbuhkan di air yang terisolir (Rizkika, 2015).
Nutrisi tersebut diformulasi secara khusus sesuai dengan fase pertumbuhan
tanaman. Terdapat enam unsur hara makro dan mikro yang digunakan untuk
hidroponik. Unsur makro meliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan sulfur (S) sedangkan unsur mikro meliputi
boron (Bo), cuprum (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), dan molibden (Mo).

Universitas Sriwijaya
8

Unsur makro harus lebih banyak karena dibutuhkan tanaman dalam jumlah
banyak sedangkan jumlah unsur mikro cenderung sedikit. Kedua unsur tersebut
mmpunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman. Hidroponik sistem
NFT membutuhkan pupuk dengan daya larut yang baik agar tidak ada endapan
yang muncul jika dimasukkan ke air. Apabila pupuk berdaya larut rendah
dimasukkan ke dalam air, maka akan muncul endapan berupa butiran yang akan
tersedot pompa lalu masuk melalui selang dan terdistribusi ke talang. Endapan ini
akan menumpuk di selang sehingga menghambat aliran air dan berakibat sayuran
terancam mati (Herwibowo dan Budiana, 2015).
Larutan nutrisi pada budidaya sistem hidroponik diberikan dalam bentuk
genangan atau dalam keadaan mengalir. Selain itu larutan nutrisi juga dialirkan
ke media tanam hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar. Tanaman pada
budidaya hidroponik memperoleh unsur hara dari larutan nutrisi yang
dipersiapkan khusus (Suhardiyanto, 2009).

2.4. Nilai Konduktivitas Listrik (EC)


Faktor penting dalam pemberian larutan nutrisi adalah pengontrolan
konduktivitas listrik (EC). EC merupakan pengukuran terhadap konsentrasi
garam yang digunakan untuk menentukan kesesuaian air yang diperlukan untuk
budidaya tanaman dan digunakan untuk memonitor kosentrasi larutan hara.
Pengukuran EC juga dapat digunakan untuk menentukan pemberian larutan hara
kepada tanaman yang sesuai dengan tahap pertumbuhan tanaman (Susila, 2009).
Nilai EC menunjukkan seberapa banyak mineral yang terlarut dalam
sebuah larutan nutrisi. Semakin tinggi nilai EC maka semakin banyak mineral
atau hara yang terkandung dalam larutan itu. Konsentrasi larutan hara pada
hidroponik diukur menggunakan alat EC meter. EC dinyatakan dalam satuan
mS/cm atau milliSiemens per centimeter. Nilai EC yang tepat untuk tanaman
tergantung pada jenis tanamannya. Oleh karena itu masing masing tanaman
memerlukan nutrisi yang berbeda. Nilai EC tidak menunjukkan jumlah
kandungan masing-masing unsur yang terdapat dalam larutan itu melainkan hanya
menunjukkan total mineral terlarut. Nilai EC penting diketahui untuk
menginformasikan kondisi nutrisi yang diberikan (Rizkika, 2015).

Universitas Sriwijaya
9

Nilai EC yang berbeda pada setiap kemiringan talang dipengaruhi oleh


penyerapan nutrisi dan evapotranspirasi yang berbeda oleh tanaman sehingga
penguapannya berbeda – beda (Mansyur et al., 2014). Suhu 28ºC merupakan
suhu yang optimum untuk EC (Nxwe et al., 2009). Nilai EC juga dipengaruhi
oleh kepekatan dari konsentrasi kation dan anion. Apabila kation dan anion
semakin pekat maka nilai EC semakin tinggi (Sutiyoso, 2009). Nilai EC terlalu
tinggi menyebabkan umur panen yang singkat dan berpengaruh terhadap
ketahanan terhadap serangan penyakit dan apabila melebihi batas ambang normal
maka dapat merusak tanaman. Apabila angka EC terlalu tinggi maka solusinya
dengan diturunkan dengan cara menambahkan air.
Menurut penelitian Subandi et al (2015) penggantian air dan nutrisi
dilakukan satu minggu sekali yang bertujuan untuk mengembalikan larutan nutrisi
yang berkurang yang diserap oleh akar tanaman dan evapotranspirasi tanaman.
Nilai konduktivitas listrik dipengarui oleh beberapa faktor antara lain, evaporasi
dari larutan hara, transpirasi dari tanaman, dan laju absorpsi ion hara mineral oleh
akar tanaman

2.5. Nilai pH
Air dalam NFT perlu dicek tingkat kemasamannya (pH). Hal ini karena
nilai pH sangat mempengaruhi daya larut unsur hara sehingga mudah diserap oleh
akar. pH ideal untuk pertanian adalah 6 sampai 6,5. Air dinyatakan netral apabila
mengandung H+ dan OH- dalam keadaan seimbang. Apabila kandungan H+ lebih
besar, air dinyatakan masam dan apabila kandungan OH- lebih besar, air
dinyatakan basa. Nilai pH dalam NFT dapat diukur menggunakan pH meter.
Alat ini bekerja berdasarkan prinsip elektronik. pH meter dicelupkan ke larutan
nutrisi kemudian tombol di bagian atas alat digeser atau ditekan. Angka pada
layar akan tampil yang menunjukkan kondisi larutan nutrisi tersebut. pH meter
harus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan dengan mencelupkan alat
tersebut ke aquadest. Asam atau basa kuat digunakan untuk meningkatkan dan
mengurangi pH. KOH untuk meningkatkan pH sedangkan untuk mengurangi pH
menggunakan HNO3 (asam nitrat), H3PO4 (asam fosfat), dan H2SO4 (asam sulfat).
pH ideal untuk NFT berkisar 5,5 sampai 6,5 (Untung, 2004).

Universitas Sriwijaya
10

Apabila pH menurun, penyerapan nutrisi mikro dapat mencapai tingkat


beracun (Herwibowo dan Budiana, 2015). Apabila pH dibawah 6 atau diatas 7
maka unsur hara dapat mengendap yang mengakibatkan tidak diserap oleh
tanaman.

Tabel 2.2. pH dan EC untuk tanaman sayuran


Tanaman pH EC (mS)
Asparagus 6,0-6,8 0,8-1,8
Brokoli 6,0-6,8 3,0-3,5
Brussel sprout 6,0-6,5 2,5-3,0
Kubis 6,5-7,0 2,5-3,0
Cabai 6,0-6,5 1,8-2,2
Kubis bunga 6,5-7,0 1,5-2,0
Seledri 6,0-6,5 2,5-3,0
Mentimun 5,5-6,0 1,0-2,5
Terung jepang 5,8-6,2 2,5-3,5
Endive 5,5-6,0 0,8-1,5
Bawang daun 6,5-7,0 2,0-3,0
Lettuce 6,0-6,5 2,0-3,0
Lettuce head 6,0-6,5 0,9-1,8
Okra 6,0-6,5 2,0-3,0
Bawang merah 6,0-7,0 2,0-3,0
Pakchoi 6,5-7,0 1,5-2,0
Parsnip 6,0-6,5 1,8-2,0
Pumpkin 5,5-7,5 1,7-2,5
Radish 6,0-7,0 1,4-1,8
Bayam 6,0-7,0 1,4-1,8
Jagung manis 6,0-6,5 1,6-2,5
Tomat 5,5-6,5 2,0-5,0
Turnip 6,0-6.5 1,8-2,4
Zucchini 6,0-6,5 1,2-1,5
Kacang-kacangan 5,5-6,2 2,0-4,0
Sumber : Practical Hydroponik and Greenhouse, issue 37, 1997 dalam Untung, 2000

Nilai pH pada kemiringan talang yang berbeda cenderung berfluktuakif.


Hal tersebut disebabkan oleh tanaman cenderung mengambil anion pada awal
pertumbuhan, tetapi pada larutan nutrisi lebih banyak mengandung kation sehigga
larutan nutrisi bersifat masam. Namun pada tengah pertumbuhan, tanaman
cenderung mengambil kation sedangkan pada larutan nutrisi lebih banyak
mengandung anion sehingga larutan bersifat basa. Hal ini sesuai dengan
penelitian Sibarani (2005) ketika pada awal pertumbuhan tanaman akan lebih

Universitas Sriwijaya
11

banyak menyerap anion dan ketika tengah sampai akhir pertumbuhan tanaman
akan menyerap kation.
Nilai pH mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh akar tanaman dan
menentukan ketersediaan unsur hara untuk tanaman. Nilai pH yang tinggi dapat
mengganggu ketersediaan unsur Zn, Mn, Fe, Mo bahkan P (Resh, 2013).

2.6. Debit Aliran


Debit merupakan faktor penting dalam irigasi pertanian. Petani dapat
mengetahui seberapa banyak konsumsi air pada suatu areal tertentu melalui debit
aliran. Salah satu prinsip dasar pada hidroponik NFT adalah menghitung debit
aliran. Pengukuran debit dilakukan setiap minggu sampai panen agar dapat
mengetahui seberapa cepat pergerakan air di dalam talang. Pengukuran debit
aliran yaitu dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas
penampang dari tempat tanam hidroponik. Debit air adalah banyaknya volume air
yang melewati suatu penampang kemudian ditampung dalam satuan waktu.
Menurut penelitian Qalyubi (2015) pemberian air dengan debit 0,5 l/menit
hingga 1,5 l/menit cenderung lebih baik meskipun tidak berpengaruh nyata jika
dibandingkan dengan debit 2 l/menit hingga 4,5 l/menit. Hal tersebut disebabkan
oleh kecepatan aliran air di dalam talang berkisar 0,75 l/menit hingga 1 l/menit.
Pengukuran debit pada penelitian ini dihitung dengan cara menampung air
yang jatuh dari talang pada gelas penampung pada setiap satu menit. Menurut
Direktorat Jenderal Pengairan KP-03 (1986) pengukuran debit aliran yaitu :

Q = V.A................................................................................................(2.1)
Keterangan
Q : Debit aliran (m3/s).
V : Kecepatan aliran air (m/s).
A : Luas penampang tempat tanam hidroponik (m2).

2.7. Kebutuhan Air Tanaman


Kebutuhan air tanaman merupakan salah satu tahapan yang paling penting
dalam pengelolaan dan perencanan sistim irigasi. Kebutuhan air tanaman adalah

Universitas Sriwijaya
12

jumlah air yang diperlukan tanaman untuk memenuhi evapotranspirasi akibat


penguapan agar tanaman dapat tumbuh secara normal (Arsyad, 1989). Penguapan
bisa terjadi melalui permukaan air (evaporasi) maupun daun-daun tanaman
(transpirasi). Apabila kedua proses penguapan tersebut terjadi secara bersama-
sama maka terjadi evapotranspirasi. Oleh sebab itu nilai kebutuhan air tanaman
adalah jumlah air yang hilang akibat proses evapotranspirasi. Kebutuhan air
tanaman diperlukan untuk mengetahui jumlah air irigasi termasuk larutan nutrisi
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
Kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi oleh jenis dan umur tanaman.
Apabila tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan airnya meningkat sesuai
pertumbuhannya dan meningkat maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi
maksimum. Setelah mencapai nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun.
Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh
koefisien tanaman (kc) yang menyatakan hubungan antara ETo dan ET tanaman.
Nilai-nilai kc beragam dengan jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, musim
pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada (Suroso, 2010).
Nilai koefisien tanaman juga berpengaruh terhadap evapotranspirasi. Nilai
evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim serta jenis dan tingkat
pertumbuhan tanaman. Faktor-faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu,
kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari dan lingkungan. Selain
itu kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan.
Faktor tersebut adalah iklim, ketinggian tempat, ukuran lahan pertanian, air tanah
tersedia, salinitas, metode irigasi dan budidaya pertanian (Doorenbos dan Pruitt,
1984).

2.8. Tanaman Pakchoi (Brassica rapa L.)


Pakchoi (Brassica rapa L.) adalah jenis tanaman sayur-sayuran yang
termasuk keluarga Brassicaceae. Tanaman Pakchoi berasal dari China dan telah
dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China selatan dan China pusat
serta Taiwan. Pakchoi di Indonesia sudah banyak diusahakan oleh petani di
daerah Cipanas, Jawa Barat dengan pertumbuhan yang baik (Tay dan Toxopeus,
1994).

Universitas Sriwijaya
13

Tanaman Pakchoi (Brassica rapa L.) termasuk jenis sayur sawi yang
mudah diperoleh dan cukup ekonomis. Saat ini Pakchoi dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam berbagai masakan. Hal ini cukup meningkatkan kebutuhan
masyarakat akan tanaman Pakchoi. Tanaman Pakchoi cukup mudah
dibudidayakan dan hanya memerlukan waktu yang singkat berkisar 3 sampai 4
minggu. Perawatan Pakchoi juga tidak terlalu sulit dibandingkan dengan
budidaya tanaman lainnya. Budidaya tanaman Pakchoi dapat dilakukan sendiri
oleh masyarakat dengan menggunakan media tanam dalam polibag (Prasati et al.,
2014).
Menurut Sarjono (2003) klasifikasi tanaman Pakchoi yaitu :
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Brassicales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa L.

Tanaman Pakchoi merupakan salah satu sayuran penting di Asia, atau


khususnya di China. Daun Pakchoi bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau
tua, dan mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah
mendatar, tersusun dalam spiral rapat, dan melekat pada batang yang tertekan.
Tangkai daun berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging. Tebal
tanaman bisa mencapai 15 sampai 30 cm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Pakchoi ditanam dengan benih langsung atau dipindah tanam dengan
kerapatan tinggi; yaitu sekitar 20 sampai 25 tanaman/m2, dan bagi kultivar kerdil
ditanam dua kali lebih rapat. Kultivar genjah dipanen umur 40 sampai 50 hari
dan kultivar lain memerlukan waktu hingga 80 hari setelah tanam. Umur pasca
panen Pakchoi singkat, tetapi kualitas produk dapat dipertahankan selama 10 hari
pada suhu 0⁰ C (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Menurut Sutirman (2011), Pakchoi bukan tanaman asli Indonesia, tetapi
berasal dari China. Pakchoi dapat dikembangkan di Indonesia karena mempunyai

Universitas Sriwijaya
14

kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya. Daerah penanaman yang cocok
adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas
permukaan laut. Namun biasanya Pakchoi dibudidayakan pada daerah yang
mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman Pakchoi dapat
tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin sehingga
dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi. Akan tetapi hasil
yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi.
Pemanenan Pakchoi adalah tanaman dicabut dari tanah atau dipotong
setinggi tanah dengan pisau. Tanaman yang sudah dipanen tidak boleh terkena
sinar matahari karena mudah layu. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi
hari (Kader et al., 1986 ). Pemanenan Pakchoi dapat dilakukan lebih awal yaitu
sekitar tiga minggu setelah penanaman tetapi ada juga yang pada umur antara 30
sampai 45 hari, tergantung pada varietas dan metode penanamannya (Tay dan
Toxopeus, 1994).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Tanaman pada bulan Mei 2016
sampai bulan September 2016 di PPLH Universitas Sriwijaya, Bukit Besar,
Palembang dan menggunakan beberapa laboratorium antara lain :
1. Laboratorium Biosistem, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya.
2. Laboratorium Badan Lingkungan Hidup, Provinsi Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang akan digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah :
1) Alat tulis, 2) Box Larutan Nutrisi 55 liter, 3) Cawan, 4) DO meter, 5) EC meter,
6) Gelas ukur plastik, 7) Kalkulator, 8) Kamera, 9) Kran Air , 10) Lem

PVC, 11) Nampan, 12) Neraca Digital, 13) Net Pot, 14) Penggaris, 15) pH meter,
16) Pipa PVC , 17) Pompa Air Aquarium 130 watt, 18) Selang HDPE

(High Density Polyethylene) 3 mm, 19) Selotip, 20) Talang air, 21) Tempat
Tanam Hidroponik bentuk Trapesium dengan panjang 3 m, sisi tegak = 5 cm,
lebar atas = 5 cm, lebar bawah = 10 cm dengan lubang media tanam sebanyak 19
lubang dengan jarak tanam 15 cm, dan 22) Thermohygrometer.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1) Air, 2)
Benih Tanaman Pakchoi , 3) Rockwool, 4) Pupuk Makro dan Mikro yang terdiri
dari pupuk A dan pupuk B. Kandungan dari pupuk A adalah N, P, K, Ca, Mg, dan
S sedangkan kandungan dari pupuk B adalah Fe, Cu, Mn, Zn, Mo dan Bo.

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode pengolahan data secara Rancangan
Split Plot. Penelitian ini terdiri atas dua faktor yaitu faktor pertama adalah
kemiringan talang sebagai petak utama dan faktor kedua adalah tebal aliran

Universitas Sriwijaya
15
16

larutan nutrisi sebagai anak petak. Perlakuan tersebut akan dilakukan dengan tiga
kali ulangan. Perlakuan pada kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Petak Utama = Kemiringan Talang
A1 = 2%.
A2 = 4%.

Anak Petak = Tebal Aliran Larutan Nutrisi


B1 = 3 mm.
B2 = 4 mm.
B3 = 5 mm.

Model linier untuk percobaan 2 faktor dalam rancangan Split Plot mengikuti
persamaan berikut (Gomez dan Gomez, 1995) :

Yijk = u + k+i + ik + j + ()ij + ijk...........................................(3.1)

Keterangan :
Yijk : Nilai pengamatan pada taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor dan ulangan
ke-k
u : Rata-rata umum
k : Pengaruh kelompok ke-k
i : Pengaruh taraf ke-i faktor A (pengaruh main-plot)
ik : Pengaruh acak (a)
j : Pengaruh taraf ke-j faktor B (pengaruh sub-plot)
ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
ijk : Pengaruh acak (b)

Selanjutnya data dari lapangan diolah dengan tabel analisis sidik ragam
untuk melihat pengaruh masing-masing dari perlakuan dan interaksinya. Tabel
analisis sidik ragam rancangan split plot dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Universitas Sriwijaya
17

Tabel 3.1 Daftar analisis keragaman split plot

Sumber Jumlah Jumlah


Derajat
Keseragaman Kuadrat Kuadrat Fhitung Ftabel
Bebas (db)
(SK) (JK) Tengah (KT)
Petak utama rm – 1 = v1 JKPU JKPU/v1 = KTPU/E (VI, Vb)
KTPU a
-Kelompok r – 1 = v2 JKK JKK/v2 = KTK/Ea (v2, va)
KTK
-Faktor A m – 1 = v3 JKA JKA/v3 = KTA/Ea (v3, va)
KTA
-Galat A v1 – v2 – v3 JKGa JKGa/va = -
= va Ea
Faktor B n – 1 = v4 JKB JKB/v4 = KTB/Eb (v4, vb)
KTB
Interaksi v3 x v4 = v5 JKI JKI/v5 = KTI KTI/Eb (v5, vb)
Galat b vt – v1 – v4 – JKGb JKGb/vb = -
v5 = vb Eb
Total rmn – 1 = vt
Sumber : Gomez dan Gomes (1995)

Keterangan :
r : Jumlah kelompok
m : Jumlah perlakuan A (petak utama)
n : Jumlah perlakuan B (petak bagian)

Koefisien Keragaman (KK) dihitung menggunakan rumus :


KKa % = x 100%......................................................................... (3.2)
y


KKb % = x 100%..........................................................................(3.3)
y

Keterangan :
KK : Koefisien keseragaman
Ea : Kuadrat tengah galat a
Eb : Kuadrat tengah galat b
y : Rata-rata data percobaan

Universitas Sriwijaya
18

Uji nyata keseragaman dilakukan dengan membandingkan Fhitung dengan


Ftabel pada uji taraf 5% dan taraf 1%. Dasar perhitungan menurut Gomez dan
Gomez (1995) yaitu sebagai berikut :
1. Jika Fhitung > Ftabel 5% maka dinyatakan berpengaruh dan diberi tanda (*)
2. Jika Fhitung ≤ Ftabel 5% maka dinyatakan tidak berpengaruh dan diberi tanda ns.
Gomez dan Gomez (1995), menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap masing-masing perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut rata-rata Beda
Nyata Jujur (BNJ). Uji lanjut rata-rata BNJ mengikuti persamaan sebagai berikut:

BNJα = Q α(p.v). Sȳ .................................................................................(3.4)


BNJβ = Q β(p.v). Sȳ .................................................................................(3.5)
BNJαβ = Q αβ(p.v). Sȳ ...............................................................................(3.6)

Sȳ petak utama = √ ............................................................................(3.7)

Sȳβ anak petak = √ ........................................................................... (3.8)

Sȳ pada interaksi petak utama = √ .....................................................(3.9)

( )
Sȳ pada interaksi anak petak =√ ................................ (3.10)

( )
ket* = ................................................... ...............(3.11)
( )

Keterangan :
α, β : Nilai BNJ pada taraf 5%
Sȳ : Galat baku rerata umum
Bb : nilai baku b
Ba : nilai baku a

Universitas Sriwijaya
19

3.4. Cara Kerja


Cara kerja penelitian ini terdiri dari yaitu 1) pembuatan konstruksi
hidroponik NFT, 2) persemaian tanaman, 3) pemindahan tanaman ke sistem
hidroponik NFT, 4) panen, 5) analisis data.

3.4.1. Perangkaian Konstruksi Hidroponik NFT


1. Alat disiapkan untuk pembuatan konstruksi hidroponik NFT.
2. Tempat tanam hidroponik disiapkan dan disusun berjejer di meja rak yang
mempunyai tinggi 80 cm dengan kemiringan 2% dan 4%. Jarak antar
tempat tanam hidroponik 5 cm.
3. Selang HDPE 3 mm dipasang di bagian inlet. Selang HDPE 3 mm
dipasang untuk mengalirkan nutrisi dari box larutan nutrisi ke tempat
tanam.
4. Pipa PVC dipasang di bagian outlet, pipa disambungkan ke

pompa air aquarium. Pipa PVC dipasang untuk mengalirkan

nutrisi yang tersikulasi ke box larutan nutrisi.


5. Talang air dipasang di bagian outlet.
6. Box larutan nutrisi kapasitas 55 liter diletakkan di bagian bawah meja rak.
7. Kran air dipasang yang berfungsi membuka dan menutup larutan

nutrisi dan berfungsi untuk mengatur tebal aliran larutan nutrisi.


8. Pompa air aquarium dimasukkan ke dalam box larutan nutrisi yang sudah
dirangkai dengan selang HDPE. Pompa ini berfungsi mengalirkan nutrisi
ke box penampung ke tempat tanam hidroponik melalui selang HDPE 3
mm.

3.4.2. Persemaian Tanaman


1. Tempat persemaian disiapkan berupa nampan plastik dengan ukuran 58
cm x 30 cm.
2. Rockwool dibasahi dengan air sampai lembab.
3. Potongan rockwool 2 x 2 cm disusun di atas nampan. Benih Pakchoi
diselipkan satu per satu dalam rockwool menggunakan pinset.

Universitas Sriwijaya
20

4. Setelah berumur 1 minggu bibit beserta rockwool dipindahkan ke


tempat tanam hidroponik.

3.4.3. Pemindahan Tanaman ke Sistem Hidroponik NFT


1. Pupuk A 250 gr dan pupuk B 250 dimasukkan ke dalam ember A dan
ember B masing masing dilarutkan dengan air 5 liter.
2. Box nutrisi diisi dengan larutan nutrisi yang merupakan campuran
pupuk A dan B serta air sesuai dengan takaran yaitu 500 ml campuran
nutrisi A dan B : 55 liter air yang dicampur merata.
3. Pompa dioperasikan selama 24 jam agar nutrisi mengalir di dalam
tempat tanam hidroponik.

3.4.4. Pengamatan
Proses pengamatan meliputi data data :
1. Data suhu harian dan kelembaban udara.
Pengukuran suhu harian dan kelembaban udara dilakukan setiap
hari menggunakan Thermo Hygrometer pada pukul 08.00, 13.00, dan
16.00 WIB.

2. Konsumsi air dan penguapan.


Pengukuran konsumsi air dan penguapan dilakukan ketika larutan
nutrisi yang terdapat pada box larutan nutrisi habis dan diukur secara
langsung di lapangan dengan cara menghitung volume air awal dikurangi
dengan volume air yang tersisa di box larutan nutrisi.

3. Konduktivitas Listrik (EC)


EC merupakan pengukuran terhadap konsentrasi garam yang
digunakan untuk menentukan kesesuaian air yang diperlukan untuk
budidaya tanaman dan digunakan untuk memonitor kosentrasi larutan
hara. Pengukuran EC juga dapat digunakan untuk menentukan
pemberian larutan hara kepada tanaman yang sesuai dengan tahap
pertumbuhan tanaman (Susila, 2009).

Universitas Sriwijaya
21

4. pH Larutan
pH digunakan untuk menyatakan kemasaman dan kebasaan dari
larutan yang diukur dalam skala 0 sampai 14. Angka yang semakin
rendah menunjukkan kondisi larutan tersebut bersifat asam sedangkan
angka yang semakin tinggi menunjukkan kondisi larutan tersebut bersifat
basa. Kondisi pH optimum larutan hara yang menunjukkan ketersediaan
hara bagi tanaman adalah 5,5 sampai 6,0 (Susila, 2009).

5. Pertumbuhan tanaman yang diamati selama satu minggu sekali, meliputi:


a. Tinggi tanaman (cm).
Pengamatan tinggi tanaman Pakchoi dilakukan untuk dapat
mengetahui pertambahan tinggi tanaman Pakchoi. Variabel
tinggi tanaman diamati dari pangkal batang sampai herba (cm)
setiap minggu sekali sampai masa panen.
b. Jumlah daun (helai).
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung
daun yang sudah membuka sempurna, yang dilakukan setiap
satu minggu sekali setelah tanam sampai masa panen.

3.4.5. Panen
Tanaman Pakchoi dapat dipanen ketika berumur 30 hari. Panen meliputi
berat segar tanaman (gram), berat kering tanaman (gram) dan berat akar (gram).
a. Berat segar tanaman
Pengamatan berat basah tanaman Pakchoi setelah panen dengan
cara menimbang seluruh bagian tanaman (batang, daun dan
akar) yang masih segar.
b. Berat kering tanaman
Pengamatan berat kering tanaman Pakchoi dengan cara
menimbang hasil panen Pakchoi yang telah dikering dioven
dengan suhu 700C selama 24 jam.

Universitas Sriwijaya
22

c. Berat akar (gram).


Pengamatan berat akar dilakukan dengan cara memotong akar
dari pangkal akar, lalu dikering-anginkan selama tiga hari
kemudian dioven pada suhu 70⁰C sampai berat konstan, yang
dilakukan setelah panen.

3.5. Parameter Pengamatan


Parameter yang diamati meliputi :
3.5.1. Pengukuran Debit Aliran
Pengukuran debit pada penelitian ini dihitung dengan cara menampung air
yang jatuh dari talang pada gelas penampung pada setiap satu menit. Menurut
Direktorat Jenderal Pengairan KP-03 (1986) pengukuran debit aliran yaitu :

Q = V.A................................................................................................(3.1)

Keterangan
Q : Debit aliran (m3/s).
V : Kecepatan aliran air (m/s).
A : Luas penampang tempat tanam hidroponik (m2).

3.5.2. Oksigen Terlarut ( Dissolved Oxygen)


Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat
dalam satu liter air (ppm). Oksigen terlarut merupakan salah satu indikator yang
penting karena dapat mengetahui gerakan massa air dan merupakan indikator
dalam proses kimia dan biologi.

3.5.3. Pertumbuhan tanaman


Pertumbuhan tanaman Pakchoi meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun
(helai), dan berat akar (g).

Universitas Sriwijaya
23

3.5.4. Produksi tanaman


Setelah tanaman Pakchoi dipanen, maka dilakukan pengamatan terhadap
produksi tanaman tersebut yaitu berat segar tanaman dan berat kering tanaman
hasil tanaman Pakchoi per perlakuan.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Debit Air


Pengukuran debit air pada kemiringan talang 2% dan 4% dilakukan 1
MST (Minggu Setelah Tanam) sampai panen atau 4 MST. Hasil pengukuran
debit aliran tanaman Pakchoi yang disajikan pada Gambar 4.1.

2 1 MST
2 MST
1,8
3 MST
1,6 4 MST
1,4
Debit (l/mnt)

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Kombinasi perlakuan

Keterangan :
A1B1 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A1B2 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A1B3 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
A2B1 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A2B2 = Kemiringan talang 4 % dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A2B3 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm

Gambar 4.1. Hasil pengukuran debit air (l/menit) pada 1 MST hingga 4 MST
tanaman Pakchoi setiap minggunya.

Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa debit aliran pada


kemiringan talang 2% pada 1 MST hingga 4 MST rata-rata 1,5 l/menit hingga 0,8
l/menit sedangkan di kemiringan talang 4% pada 1 MST hingga 4 MST rata-rata
1,73 hingga 0,23 l/menit. Nilai tertinggi debit terdapat pada perlakuan A2B3 yaitu
1,73 l/menit dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A2B1 yaitu 0,23 l/menit.

Universitas Sriwijaya
24
25

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 3, 4, 5, dan 6) kemiringan


talang, dan tebal aliran larutan nutrisi berpengaruh nyata terhadap debit sedangkan
interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.
Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang terhadap debit aliran (Tabel
4.1) menunjukkan bahwa minggu pertama dan minggu kedua debit aliran pada
kemiringan talang 4% (perlakuan A2) lebih besar dan berbeda nyata jika
dibandingkan dengan debit aliran pada kemiringan talang 2% (perlakuan A2). Hal
tersebut disebabkan oleh pergerakan aliran air di dalam talang 4% cepat yaitu 1,24
m/s hingga 1,53 m/s dan akar yang terdapat pada kemiringan talang 4% masih
sedikit akibatnya penyerapan nutrisi oleh akar masih minimum sehingga proses
transpirasi pada tanaman kecil. Jika perakaran yang terdapat di talang sedikit
maka kecepatan aliran yang terjadi di talang semakin besar (Lingga, 2011).
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Sibarani (2005) bahwa pertambahan
akar setiap minggunya mengakibatkan kecepatan aliran air di dalam talang dapat
berkurang.
Namun sebaliknya pada minggu ketiga dan keempat debit aliran pada
kemiringan talang 4% lebih kecil dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan
debit aliran pada kemiringan talang 2%. Hal tersebut disebabkan oleh pergerakan
aliran air di dalam talang 4% lambat yaitu 0,55 m/s hingga 0,64 m/s dan akar yang
terdapat pada kemiringan talang 4% semakin banyak sehingga penyerapan air
semakin banyak. Semakin banyak air yang diserap oleh akar maka proses
penguapan oleh permukaan akar akan lebih cepat. Air yang diserap oleh akar
akan diuapkan ke atmosfir melalui proses transpirasi. Hal ini sesuai dengan
penyataan Harjoko (2009) kecepatan aliran air di dalam talang dihasilkan oleh
debit aliran yang berbeda dan kecepatan aliran berpengaruh terhadap penyerapan
nutrisi oleh akar. Hal ini dibuktikan oleh penelitian dari Renitauli (2011) pada
penelitiannya yaitu uji kemiringan talang sistem fertigasi hidroponik NFT pada
budidaya tanaman sawi bahwa debit aliran air setiap minggunya cenderung
menurun akibat perakaran tanaman yang terdapat pada talang semakin banyak.
Jika perakaran tanaman semakin banyak maka kecepatan aliran semakin
berkurang.

Universitas Sriwijaya
26

Debit aliran air berhubungan dengan konsumsi air yang dibutuhkan


tanaman. Total konsumsi air yang dibutuhkan pada kemiringan talang 2% adalah
397,892 liter dan kemiringan talang 4% adalah 404,417 liter dari 440 liter air yang
disediakan. Perhitungan konsumsi air pada penelitian ini dilakukan secara
langsung dilapangan yaitu dengan cara menghitung volume air awal dikurangi
dengan volume air yang tersisa di box larutan nutrisi. Data konsumsi air dapat
dilihat pada lampiran 26. Lampiran 26 menunjukkan konsumsi air pada
kemiringan talang 2% dan 4% terus meningkat selama pertumbuhan tanaman.
Jika tanaman semakin besar maka konsumsi air yang dibutuhkan akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh kehilangan air oleh proses evaporasi dan
trasnpirasi pada tanaman juga meningkat.
Konsumsi air pada kemiringan talang 4% lebih banyak dibandingkan
dengan kemiringan talang 2%. Hal ini disebabkan oleh talang yang lebih miring
menyebabkan debit aliran yang terdapat pada talang lebih cepat karena mengikuti
gaya gravitasi (Handayani, 2011). Apabila debit air kurang maka akar tanaman
tidak menyentuh air sehingga tanaman mengalami kekeringan yang dapat
mengakibatkan kematian tanaman. Oleh karena itu debit air yang digunakan
harus sesuai dengan fase kebutuhan tanaman.

Tabel 4.1 Hasil uji BNJ 5% pengaruh kemiringan talang terhadap debit aliran
(l/menit) tanaman Pakchoi.

Debit (l/menit)
Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = BNJ0,05 =
BNJ0,05 = 0,040 BNJ0,05 = 0,024
0,035 0,024
A1 1,189a 1,028a 0,877b 0,494b
A2 1,411b 1,150b 0,750a 0,361a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap debit aliran
tanaman Pakchoi (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa minggu pertama hingga
minggu keempat tebal larutan nutrisi di talang NFT berbeda. Perlakuan B2 (tebal
larutan nutrisi 4 mm) debit aliran besar dan berbeda nyata jika dibandingkan

Universitas Sriwijaya
27

dengan perlakuan B1 (tebal larutan nutrisi 3 mm). Jika tebal aliran larutan nutrisi
ditingkatkan menjadi 5 mm (perlakuan B3) menunjukkan debit aliran yang lebih
besar dan nyata jika dibandingan dengan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm dan 4
mm. Peningkatan ketebalan aliran nutrisi setebal 1 mm untuk perlakuan dari 3
mm hingga 5 mm menghasilkan perbedaan debit aliran yang nyata. Debit aliran
akan meningkat sejalan dengan peningkatan ketebalan aliran nutrisi di talang NFT
pada tanaman Pakchoi. Hal ini disebabkan karena tebal aliran larutan nutrisi 5
mm mengakibatkan debit aliran semakin banyak sedangkan tebal aliran larutan
nutrisi 3 mm mengakibatkan debit aliran sedikit dibandingkan dengan tebal aliran
nutrisi 5 mm. Debit aliran sebagian besar dipengaruhi oleh kedalaman aliran.
Kedalaman aliran berpengaruh terhadap luas penampang basah pada talang
(Triadmodjo, 1996). Semakin tebal aliran larutan nutrisi maka luas penampang
basah akan semakin besar sehingga debit yang dihasilkan semakin besar dan
begitu juga sebaliknya.
Apabila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran maka
terjadi aliran seragam. Aliran seragam memiliki kedalaman aliran yang dapat
dianggap konstan atau tidak berubah selama selang waktu tertentu. Aliran
dianggap seragam apabila variabel aliran seperti kedalaman, luas penampang
basah, kecepatan, dan debit pada setiap saluran terbuka adalah konstan. Aliran
seragam di saluran terbuka pada umumya adalah turbulen, aliran turbulen terjadi
pada aliran-aliran fluida yang bergerak tidak teratur, tidak tenang dan partikel-
partikel airnya saling acak. Aliran turbulen memiliki angka Reynolds Re > 4.000
(Triatmodjo, 1996).

Tabel 4.2 Hasil uji BNJ 5% pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap debit
(l/menit) tanaman Pakchoi.

Debit (l/menit)
Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = 0,033 BNJ0,05 = 0,033 BNJ0,05 = 0,032BNJ0,05 = 0,047
a
B1 0,083 a
0,667 a
0,533 0,308a
B2 1,400b 1,200b 0,878b 0,392b
B3 1,617c 1,433c 1,008c 0,583c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Universitas Sriwijaya
28

4.2. Pengukuran Oksigen Terlarut (DO)


Pengukuran oksigen terlarut dilakukan satu minggu sekali mulai dari 1
MST (Minggu Setelah Tanam) sampai panen atau 4 MST. Oksigen terlarut
merupakan jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air.
Satuan oksigen terlarut adalah mg/L atau ppm. Oksigen terlarut merupakan salah
satu faktor penting pada hidroponik NFT. Oksigen terlarut dalam penelitian ini
menggunakan alat DO (Dissolved Oxiygen) meter. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah jumlah oksigen terlarut
(Hardjowigeno, 2003). Oksigen tersebut akan digunakan untuk proses
metabolisme respirasi akar yang menghasilkan energi yang berfungsi untuk
menyerap air dan hara. Kekurangan oksigen bagi tanaman dapat menyebabkan
terganggunya permeabilitas akar terhadap air sehingga mengakibatkan tanaman
cepat layu. Oksigen yang rendah menyebabkan permeabilitas membran sel
menurun sehingga dinding sel semakin sukar untuk ditembus yang mengakibatkan
tanaman akan kekurangan air (Untung, 2004).
Hasil pengukuran oksigen terlarut tanaman Pakchoi disajikan pada
Gambar 4.2. Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa oksigen terlarut di
kemiringan talang 2% pada 1 MST hingga 4 MST rata-rata 7,28 mg/L hingga 8,74
mg/L sedangkan di kemiringan talang 4% pada 1 MST hingga 4 MST rata-rata 8,2
mg/L hingga 8,91 mg/L. Nilai tertinggi oksigen terlarut terdapat pada perlakuan
A2B1 yaitu 8,91 mg/L dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A1B3 yaitu 7,28
mg/L. Kisaran oksigen terlarut dalam budidaya hidroponik adalah 6 hingga 10
ppm (Sutiyoso, 2006).

Universitas Sriwijaya
29

10 1 MST
9 2 MST
3 MST
8 4 MST

Oksigen terlarut (ml/l)


7
6
5
4
3
2
1
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Kombinasi perlakuan

Keterangan :
A1B1 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A1B2 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A1B3 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
A2B1 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A2B2 = Kemiringan talang 4 % dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A2B3 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
Gambar 4.2. Hasil rerata pengukuran oksigen terlarut tanaman Pakchoi setiap
minggunya.

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 9, 10, 11, dan 12) perlakuan


kemiringan talang, dan tebal aliran larutan nutrisi berpengaruh nyata terhadap
oksigen terlarut sedangkan interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak
nyata.
Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang terhadap oksigen terlarut (Tabel
4.3) menunjukkan bahwa minggu pertama hingga minggu keempat pengukuran
oksigen terlarut pada kemiringan talang 4% (perlakuan A2) lebih besar dan
berbeda nyata jika dibandingkan dengan pengukuran oksigen terlarut pada
kemiringan talang 2% (perlakuan A1). Hal tersebut disebabkan oleh talang yang
lebih miring menyebabkan gesekan aliran dengan permukaan talang lebih cepat
sehingga mendukung pengikatan oksigen di sekitar talang. Pergerakan air yang
cepat akan menciptakan proses mixing yang cepat antara udara bebas dengan
molekul air. Oksigen yang terkandung dalam udara bebas akhirnya berdifusi dan
berubah menjadi oksigen terlarut dalam air. Salah satu faktor yang
mempengaruhi proses difusi oksigen ke air adalah pergerakan massa, air, dan

Universitas Sriwijaya
30

udara (Effendi, 2003). Proses masuknya oksigen ke dalam air terjadi ketika
oksigen dari udara masuk ke air dan terjadi karena adanya gerakan molekul-
molekul udara yang tidak berurutan karena terjadi benturan dengan molekul air
sehingga O2 terikat dalam air. Proses difusi ini terjadi bila pergerakan air yang
mampu mengguncang oksigen (Salmin, 2000).
Air yang membentur daerah perakaran akan menimbulkan turbulensi
aliran pada hidroponik NFT. Peristiwa tersebut dapat membantu penyerapan
oksigen di udara. Fenemona turbulensi dapat digambarkan dengan pergolakan air
yang lebih tidak stabil di titik hulu yang mengakibatkan dapat meningkatnya suhu.
Peningkatan suhu dapat berpengaruh terhadap nilai viskositas. Secara teoritis
turbulensi aliran berpengaruh terhadap bilangan Reynolds (Wiggert, 1991).
Apabila semakin besar bilangan Reynolds maka semakin turbulen aliran tersebut.
Salah satu faktor untuk meningkatkan oksigen terlarut adalah turbulensi sehingga
akan turut meningkatkan oksigen terlarut.

Tabel 4.3. Hasil uji BNJ 5% pengaruh kemiringan talang terhadap oksigen terlarut
(ml/L) tanaman Pakchoi.

Oksigen terlarut (ml/L)


Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = BNJ0,05 =
BNJ0,05 = 0,101 BNJ0,05 = 0,023
0,018 0,066
A1 7,838a 8,588a 8,396a 8,709a
A2 8,289b 8,697b 8,620b 8,807b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap oksigen
terlarut (Tabel 4.4) pada 1 MST hingga 4 MST menunjukkan bahwa perlakuan B1
(tebal aliran larutan nurisi 3 mm) lebih banyak oksigen terlarut dibandingkan
dengan perlakuan B2 (tebal aliran larutan nutrisi 4 mm) dan perlakuan B3 (tebal
aliran larutan nutrisi 5 mm). Hal tersebut disebabkan oleh tebal aliran larutan
nutrisi apabila ditingkatkan, maka luas permukaan pada talang yang berbentuk
trapesium menjadi kecil sehingga menyebabkan oksigen yang diserap pada
permukaan yang kecil sedikit (Gambar 4.3). Hal ini sesuai dengan pernyataan

Universitas Sriwijaya
31

Untung (2004) bahwa tebal aliran larutan nutrisi pada hidroponik NFT umumnya
tidak boleh melebihi 3 mm.

a b c
Keterangan :
a = tebal aliran larutan nutrisi 3 mm pada talang berbentuk trapesium
b = tebal aliran arutan nutrisi 4 mm pada talang berbentuk trapesium
c = tebal aliran larutan nutrisi 5 mm pada talang berbentuk trapesium

Gambar 4.3. Kedalaman tebal aliran larutan nutrisi pada talang berbentuk
trapesium

Apabila tebal aliran larutan nutrisi tipis maka alirannya akan lebih cepat
mengalir sehingga gesekan yang ditimbulkan antara aliran air dan permukaan
talang besar. Pergesekan air yang lebih cepat terjadi pada ketebalan aliran 3 mm
sehingga oksigen yang terikat dari atmosfir lebih banyak. Proses mixing antara air
dan garam mineral organik yang berasal dari pupuk cair terjadi di talang NFT.
Proses mixing yang terjadi akan mengganggu stabilitas air sehingga pergerakan air
seakan menciptakan gelombang yang lebih besar dan menyebabkan aliran tersebut
turbulen. Pergerakan air akan mengikat oksigen dari udara bebas yang kemudian
menjadi gelembung udara dan terlarut dalam air menjadi oksigen terlarut (DO).

Tabel 4.4 Hasil uji BNJ 5% pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap oksigen
terlarut (ml/L) tanaman Pakchoi

Oksigen terlarut (mg/L)


Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = BNJ0,05 =
BNJ0,05 = 0,165 BNJ0,05 = 0,029
0,086 0,077
B3 7,742a 8,535a 8,377a 8,702a
B2 8,215b 8,625b 8,533b 8,748b
B1 8,233c 8,767c 8,613c 8,823c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Universitas Sriwijaya
32

Oksigen terlarut yang terdapat di dalam air akan membantu akar dalam
penyerapan unsur hara. Apabila oksigen yang terlarut tinggi, maka akar akan
menyerap unsur hara yang banyak yang berguna untuk tanaman dan respirasi akan
berjalan lancar. Kekurangan oksigen dapat berbahaya bagi tanaman karena
oksigen diperlukan untuk respirasi dan membantu tanaman dalam penyerapan
nutrisi oleh akar (Izzati, 2006).
Proses respirasi pada tanaman pada umumnya melalui daun (stomata)
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Stomata ini membuka dan menutup secara
mekanis yang diatur oleh tekanan turgor dari sel-sel penutup. Jika tekanan turgor
meningkat, maka stomata akan membuka, sedangkan jika tekanan turgor menurun
maka stomata akan menutup (Sutedjo, 1995). Respirasi merupakan proses
pernafasan dan metabolisme yang menggunakan O2 dalam pembakaran senyawa
makromolekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang akan menghasilkan
CO2, air, dan sejumlah energi (Winarno, 2004).

C6H12O6 + 6O2  6CO2 + 6H2O + energi

Proses respirasi pada dasarnya adalah proses pembongkaran zat makanan


sumber energi yaitu glukosa untuk memperoleh energi kimia yaitu ATP
(Adenosin trifosfat). Proses ATP pada tanaman dihasilkan di dalam khloroplas
melalui proses fotosintesis. Glukosa dan asam lemak merupakan bahan bakar
utama sintesis ATP. Glukosa dipecah menjadi piruvat di dalam sitosol. Satu
molekul glukosa akan menghasilkan dua molekul ATP. Tahap terakhir dari
sintesis ATP terjadi dalam mitokondria dan menghasilkan total 36 ATP (Suyitno,
2006). Oksigen juga diperlukan untuk pembakaran yang menghasilkan energi.
Energi tersebut digunakan untuk proses fotosintesis dan penyerapan air dan unsur
hara. Oleh sebab itu apabila kandungan oksigen terlarut banyak mengakibatkan
proses respirasi pada tanaman akan berjalan lancar. Senyawa penting yang dapat
digunakan untuk mengukur proses respirasi ini adalah glukosa, ATP, CO2 dan O2
(Winarno, 2004).
Tanaman melakukan respirasi untuk menghasilkan energi guna melakukan
proses fotosintesis. Hasil fotosintesis dari tanaman berklorofil merupakan salah
satu sumber dari oksigen terlarut (Effendi, 2003). Aktivitas tanaman berkhlorofil

Universitas Sriwijaya
33

melepaskan oksigen langsung ke dalam air melalui asimilasi karbondioksida yaitu


:
6H2O + 6CO2  C6H12O6 +O2

Konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi dalam hidroponik akan


mempengaruhi pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik bila dibandingkan
dengan oksigen terlarut yang rendah. Peningkatan oksigen terlarut yang tinggi
pada tanaman telah dicobakan pada tanaman selada keriting oleh Fauzi (2013)
bahwa pengaruh dari oksigen terlarut dalam media tumbuh hidroponik dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman selada keriting sehingga dapat
mempersingkat umur panen selada.

4.3. Pertumbuhan Tanaman


4.3.1. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman Pakchoi diperoleh dengan cara mengukur dari pangkal
batang sampai herba. Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman Pakchoi dihitung
1 MST (Minggu Setelah Tanam) hingga 4 MST dan disajikan pada Gambar 4.4.
Tinggi tanaman Pakchoi mengalami peningkatan dari 1 MST hingga 4
MST (Lampiran 13). Hasil pengukuran dari 1 MST hingga 4 MST menunjukkan
bahwa tinggi tanaman di talang pada kemiringan 2% rata-rata 2,23 cm hingga
11,83 cm sedangkan di talang pada kemiringan 4% rata-rata 3,5 cm hingga 12,83
cm. Nilai tertinggi tanaman Pakchoi terdapat pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar
12,83 cm dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A1B3 yaitu 2,23 cm.
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 14, 15, 16, dan 17) perlakuan
kemiringan talang, dan tebal aliran larutan nutrisi berpengaruh nyata. Namun
interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman
Pakchoi.

Universitas Sriwijaya
34

14 1 MST
2 MST
12 3 MST
4MST
10

Tebal tanaman (cm) 8

0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Kombinasi perlakuan

Keterangan :
A1B1 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A1B2 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A1B3 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
A2B1 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A2B2 = Kemiringan talang 4 % dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A2B3 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
Gambar 4.4. Rerata tinggi tanaman Pakchoi (cm) selama fase pertumbuhan.

Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang terhadap pertambahan tinggi


tanaman Pakchoi (Tabel 4.5) menunjukkan bahwa perbedaan tinggi tanaman
meningkat sejalan dengan pertumbuhan umur tanaman dari 1 MST hingga 4 MST.
Tinggi tanaman di talang pada kemiringan 4% (perlakuan A2) selalu mengalami
kenaikan dan lebih tinggi jika dibandingkan pada kemiringan 2% (perlakuan A1).
Hal tersebut disebabkan oleh kondisi talang yang lebih miring menghasilkan
gerak aliran lebih cepat sehingga akan lebih banyak gesekan dengan udara di
sekitarnya yang membantu dalam penyerapan oksigen. Apabila oksigen terlarut
banyak metabolisme respirasi pada akar semakin lancar yang mengakibatkan
pertumbuhan tanaman semakin besar (Untung, 2004). Hal tersebut juga
dipengaruhi oleh nilai EC yang terdapat pada kemiringan talang yang berbeda.
Nilai EC untuk kemiringan talang 2% dan 4% pada penelitian ini sama yaitu
1,655 mS/cm. Hal ini sesuai dengan penyataan Untung (2004) bahwa nilai EC
yang digunakan untuk tanaman pakchoi adalah 1,5 mS/cm sampai 2,0 mS/cm.

Universitas Sriwijaya
35

Nilai EC pada kemiringan talang yang berbeda adalah sama yang


disebabkan karena penggantian air dan nutrisi langsung diukur nilai EC, setelah
air dan nutrisi yang terdapat pada box larutan nutrisi habis yang diakibakan oleh
proses evapotranspirasi. Pengukuran nilai EC dapat dilihat pada lampiran 28.
Kandungan unsur hara makro dan mikro yang terdapat pada nutrisi Abmix
terutama unsur N, P, dan K mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Selain nilai
EC, pertumbuhan tanaman hidroponik dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya nilai pH larutan nutrisi. Nilai pH cenderung mampu mempengaruhi
ketersediaan unsur hara dalam nutrisi. Unsur hara P mampu membentuk energi
ATP yang berfungsi untuk menyerap unsur hara lainnya seperti N yang digunakan
untuk meningkatkan tinggi tanaman (Subandi et al.,2015)

Tabel 4.5 Hasil uji BNJ 5% pengaruh kemiringan talang terhadap tinggi tanaman
(cm) Pakchoi.

Tinggi tanaman (cm)


Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = BNJ0,05 =
BNJ0,05 = 0,235 BNJ0,05 = 0,211
0,096 0,367
A1 3,167a 5,611a 8,667a 10,00a
A2 4,056b 6,211b 10,078b 11,61b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap tinggi tanaman
(Tabel 4.6) menunjukkan bahwa minggu pertama hingga minggu keempat
pengukuran oksigen terlarut pada tebal aliran larutan nutrisi 3 mm (perlakuan B1)
pengukuran tinggi tanaman lebih besar dibandingkan dengan tebal aliran larutan
nutrisi 4 mm (perlakuan B2) dan 5 mm (perlakuan B3). Tebal aliran larutan nutrisi
merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam perancanaan hidroponik
NFT. Perlakuan tebal aliran larutan nutrisi yang dicobakan pada penelitian ini
adalah 3 mm, 4 mm, dan 5 mm. Tebal aliran larutan nutrisi 3 mm mampu
menghasilkan oksigen terlarut yang banyak yang berfungsi untuk penyerapan
unsur hara diantarnya unsur N. Unsur N tersebut berfungsi untuk meningkatkan
tinggi tanaman. Selain unsur N, unsur Mo juga berperan terhadap perumbuhan

Universitas Sriwijaya
36

secara keseluruhan khususnya tinggi tanaman (Mairusmianti, 2011). Sedangkan


dari segi teknis tebal larutan nutrisi 3 mm yang digunakan dapat mendukung
pertumbuhan tanaman yaitu batang, akar, dan cabang (Lingga dan Marsono
2007), dan dari segi biaya tebal aliran larutan nutrisi 3 mm dapat menghemat air
dan nutrisi yang digunakan karena lebih sedikit dipakai.

Tabel 4.6 Hasil uji BNJ 5% pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap tinggi
tanaman (cm) Pakchoi.

Tinggi tanaman (cm)


Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = BNJ0,05 =
BNJ0,05 = 0,195 BNJ0,05 = 0,511
0,529 0,485
B3 2,867a 4,667a 8,367a 9,667a
B2 3,467b 5,917b 9,500b 10,417b
B1 4,500c 7,150c 10,250c 12,333c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

4.3.2. Jumlah Daun


Pengamatan jumlah daun tanaman Pakchoi dihitung setiap minggu mulai
dari 1 MST hingga panen atau 4 MST disajikan pada Gambar 4.5.
Jumlah daun tanaman Pakchoi mengalami peningkatan dari umur 1 MST
hingga 4 MST (Lampiran 18). Hasil pengamatan dari 1 MST hingga 4 MST
menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman Pakchoi di talang pada kemiringan 2%
rata-rata 5 helai hingga 11 helai, sedangkan di talang pada kemiringan 4% rata-
rata 6 helai hingga 12 helai. Nilai tertinggi jumlah daun tanaman Pakchoi terdapat
pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar 12 helai dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A1B3 yaitu 5 helai.
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 19, 20, 21,dan 22) perlakuan
kemiringan talang, dan tebal aliran larutan nutrisi berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun tanaman Pakchoi sedangkan interaksi antara kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata.

Universitas Sriwijaya
37

14 1 MST
2 MST
12 3 MST
4 MST
10

Jumlah daun (helai) 8

0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Kombinasi perlakuan

Keterangan :
A1B1 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A1B2 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A1B3 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
A2B1 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A2B2 = Kemiringan talang 4 % dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A2B3 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
Gambar 4.5. Rerata jumlah daun tanaman Pakchoi (helai) selama fase
pertumbuhan.

Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang terhadap jumlah daun tanaman
Pakchoi (Tabel 4.7) menunjukkan bahwa perbedaan jumlah daun tanaman
meningkat sejalan dengan pertumbuhan umur tanaman dari 1 MST hingga 4 MST.
Jumlah daun tanaman di talang pada kemiringan 4% (perlakuan A2) selalu
mengalami kenaikan dan lebih banyak jika dibandingkan pada kemiringan 2%
(perlakuan A1). Hal ini disebabkan oleh kondisi talang yang lebih miring
menghasilkan gesekan aliran dengan permukaan udara lebih cepat sehingga
oksigen terlarut yang terikat lebih banyak. Oksigen tersebut dapat membantu
penyerapan unsur hara terutaman unsur N dan Mg untuk pembentukan jumlah
daun (Lingga, 2011).

Universitas Sriwijaya
38

Tabel 4.7. Hasil uji BNJ 5% pengaruh kemiringan talang terhadap jumlah daun
tanaman (helai) Pakchoi.

Jumlah daun (helai)


Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = BNJ0,05 =
BNJ0,05 = 0,159 BNJ0,05 = 0,478
0,267 0,159
A1 6,222a 6,556a 8,222a 9,667a
A2 6,778b 7,556b 8,778b 11,333b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap jumlah daun
tanaman (Tabel 4.8) menunjukkan bahwa hasil pengamatan dari minggu pertama
hingga minggu keempat menunjukkan jumlah daun pada tebal aliran larutan
nutrisi 3 mm (perlakuan B1) lebih banyak dan berbeda nyata dibandingkan dengan
jumlah daun pada tebal aliran larutan nutrisi 4 mm (perlakuan B2) dan 5 mm
(perlakuan B3). Hal tersebut antara lain disebabkan oleh oksigen yang terdapat
pada lapisan nutrisi yang tipis dapat meningkatkan proses respirasi akar tanaman
yang berfungsi untuk mengedarkan unsur hara seperti unsur N dan Mg dan
disalurkan ke daun. Jika oksigen yang terdapat pada sekeliling akar banyak maka
proses respirasi akar akan berlangsung lancar sehingga membantu dalam
penyerapan unsur N dan Mg yang berguna dalam proses pembentukan jumlah
daun (Untung, 2004). Apabila penyerapan unsur N terhambat maka akan
berpengaruh terhadap kerja fotosintesis karena unsur N berkitan dengan sintesis
khlorofil yang berperan sebagai katalisator daun dan fiksasi CO2 pada proses
fotosintesis. Selain unsur N, unsur Mg juga berperan dalam pembentukan jumlah
daun. Hal tesebut didukung oleh penelitian Subandi et al (2015) jika ketersediaan
unsur N dan Mg dalam tanaman meningkat maka khlorofil daun akan terbentuk
lebih banyak.
Jumlah daun tanaman terus meningkat sesuai dengan pertumbuhannya.
Jumlah daun yang dihasilkan sebanding dengan tinggi tanaman. Tanaman dengan
jumlah daun yang lebih banyak memperlihatkan tanaman tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tanaman yang jumlah daun sedikit. Menurut Gardner et al.
(1991) bahwa jumlah daun erat kaitannya dengan tinggi tanaman. Daun

Universitas Sriwijaya
39

merupakan organ penghasil dan penyimpan fotosintat. Fotosintesis terjadi pada


siang hari. Jumlah daun yang didukung oleh klorofil di dalam daun dengan
bantuan sinar matahari, CO2, dan H2O maka dapat meningkatkan laju fotosintesis.

Tabel 4.8. Hasil uji BNJ 5% pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap jumlah
daun tanaman (helai) Pakchoi.

Jumlah daun (helai)


Perlakuan Minggu pertama Minggu kedua Minggu ketiga Minggu keempat
BNJ0,05 = BNJ0,05 =
BNJ0,05 = 0,449 BNJ0,05 = 0,615
0,561 0,625
B3 5,500a 6,167a 7,500a 9,667a
B2 6,500b 7,000b 8,167b 10,333b
B1 7,500c 8,000c 9,833c 11,500c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

4.3.3. Berat Segar Brangkasan Pakchoi


Berat segar tanaman merupakan gabungan dari pertumbuhan dan
perkembangan jaringan pada daun dan batang. Berat segar tanaman dapat
digunakan sebagai indikator pertumbuhan dan hasil tanaman atau produksi.
Pengamatan berat segar tanaman dihitung setelah panen (4 MST). Hasil
pengamatan rerata berat segar brangkasan basah tanaman Pakchoi disajikan di
Gambar 4.6.
Hasil pengamatan berat segar brangkasan tanaman Pakchoi di talang pada
kemiringan 2% rata-rata 37,67 gram hingga 47,33 gram, sedangkan di talang pada
kemiringan 4% rata-rata 39,67 gram hingga 48,33 gram. Berat segar brangkasan
tertinggi tanaman Pakchoi terdapat pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar 48,33 gram
dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A1B3 yaitu 37,67 gram.
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 23) perlakuan kemiringan
talang, dan tebal aliran larutan nutrisi berpengaruh nyata terhadap berat segar
brangkasan tanaman Pakchoi, tetapi interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh
tidak nyata.

Universitas Sriwijaya
40

60
48,33

berat segar brangkasan (g)


50 47,33 45,33
44
39,67
40 37,67

30

20

10

0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
kombinasi perlakuan

Keterangan :
A1B1 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A1B2 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A1B3 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
A2B1 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A2B2 = Kemiringan talang 4 % dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A2B3 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
Gambar 4.6. Rerata berat segar brangkasan tanaman Pakchoi (gram) setelah
panen.

Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang terhadap berat segar brangkasan
(Tabel 4.9) menunjukkan bahwa berat segar brangkasan pada kemiringan talang
4% (perlakuan A2) lebih besar dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan
kemiringan talang 2% (perlakuan A1). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain talang yang lebih miring dapat menyerap oksigen dari udara lebih
banyak yang dibutuhkan untuk proses respirasi. Proses respirasi akan melepaskan
energi kimia yang diperlukan oleh tanaman untuk melakukan sintesis dan
translokasi senyawa-senyawa organik (Foth, 1994).
Penyerapan unsur hara makro dan mikro dipengaruhi oleh pH larutan
nutrisi. Nilai pH sangat penting karena mempengaruhi ketersediaan dan
penyerapan beberapa unsur makro dan mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman. Nilai rata-rata pH untuk kemiringan talang 2% dan 4% pada penelitian
ini yaitu 6,56 dan 6,65. Nilai pH yang berbeda pada kemiringan talang 2% dan

Universitas Sriwijaya
41

4% diakibatkan oleh kondisi lingkungan di sekitar nutrisi. Data hasil pengukuran


nilai pH dapat dilihat pada lampiran 29.

Tabel 4.9. Hasil uji BNJ 5% pengaruh kemiringan talang terhadap berat segar
brangkasan tanaman (gram) Pakchoi.
Kemiringan talang Rerata BNJ 0,05 = 0,159
*
A1 43,00 a
*
A2 44,44 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.
*
: Nilai berat segar diperoleh dari hasil pengukuran berat satu netpot.

Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap berat segar
brangkasan (Tabel 4.10) menunjukkan bahwa berat segar brangkasan pada tebal
aliran larutan nutrisi 3 mm (perlakuan B1) lebih berat dan berbeda nyata jika
dibandingkan dengan berat segar brangkasan pada tebal aliran larutan nutrisi 4
mm (perlakuan B2) dan 5 mm (perlakuan B3). Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain luas permukaan larutan nutrisi pada perlakuan tebal
aliran larutan nutrisi 3 mm memiliki permukaan air yang lebih luas jika
dibandingkan dengan perlakuan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm dan 5 mm
(Gambar 4.7) sehingga dapat menyerap oksigen dari udara lebih banyak yang
digunakan untuk proses respirasi. Selain itu, kelebihan air akan mempengaruhi
keseimbangan kimiawi yang menyebabkan fisiologis tanaman terganggu yang
dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Sumarjono, 2003). Kondisi
lingkungan juga berpengaruh terhadap fisiologi tanaman seperti proses
fotosintesis, respirasi, dan penyerapan nutrisi.

Universitas Sriwijaya
42

a b c
Keterangan :
a = tebal aliran larutan nutrisi 3 mm pada talang berbentuk trapesium
b = tebal aliran larutan nutrisi 4 mm pada talang berbentuk trapesium
c = tebal aliran larutan nutrisi 5 mm pada talang berbentuk trapesium

Gambar 4.7. Kedalaman tebal aliran larutan nutrisi pada talang berbentuk
trapesium.

Tabel 4.10. Hasil uji BNJ 5% pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap berat
segar brangkasan tanaman (gram) Pakchoi.
Tebal aliran larutan nutrisi Rerata BNJ 0,05 = 0,925
B3 38,67 a
B2 44,67 b
B1 47,83 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Menurut Salisbury dan Ross (1995) berat segar tanaman merupakan hasil
proses aktivitas metabolisme tanaman. Tanaman hidroponik NFT terutama
sayuran memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
yang ditanam di lahan. Berat segar tanaman dipengaruhi oleh keadaan nutrisi
yang mampu diserap oleh akar. Berat segar tanaman akan meningkat dan diikuti
oleh peningkatan berat akar.
Berat segar tanaman juga berhubungan dengan jumlah daun. Pernyataan
ini didukung oleh penelitian Polii (2009) bahwa semakin banyak jumlah daun
maka semakin berat pula berat segar tanaman. Daun pada tanaman sayuran
merupakan organ tanaman yang banyak mengandung air, sehingga apabila jumlah
daun meningkat maka kadar air pada tanaman tersebut akan meningkat pula yang
menyebabkan berat segar brangkasan tanaman ikut meningkat.

Universitas Sriwijaya
43

4.3.4. Berat Kering Brangkasan


Berat kering tanaman menunjukkan keseimbangan anatara proses respirasi
dan fotosintesis yang dapat menunjukkan status nutrisi. Pengamatan berat kering
tanaman dihitung setelah panen (4 MST) dan dikeringkan menggunakan oven
dengan suhu 70 C selama 24 jam. Gambar hasil pengamatan rerata berat kering
brangkasan tanaman Pakchoi disajikan pada Gambar 4.8.
Hasil pengamatan berat brangkasan kering tanaman Pakchoi di talang pada
kemiringan 2% rata-rata 1,33 gram hingga 3,67 gram, sedangkan di talang pada
kemiringan 4% rata-rata 2 gram hingga 4 gram. Berat kering brangkasan
tertinggi tanaman Pakchoi terdapat pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar 4 gram dan
nilai terdapat terletak pada perlakuan A1B3 yaitu 1,33 gram.
Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 24) perlakuan kemiringan
talang, dan tebal aliran larutan nutrisi berpengaruh nyata terhadap berat kering
brangkasan tanaman Pakchoi, tetapi interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh
tidak nyata.
4,5
4
4 3,67 3,67
3,5
Brangkasan kering (g)

3
3
2,5
2
2
1,5 1,33

1
0,5
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Kombinasi perlakuan

Keterangan :
A1B1 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A1B2 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A1B3 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
A2B1 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A2B2 = Kemiringan talang 4 % dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A2B3 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
Gambar 4.8. Rerata berat segar brangkasan kering tanaman Pakchoi (gram)
setelah panen.

Universitas Sriwijaya
44

Hasil uji BNJ kemiringan talang terhadap berat segar brangkasan basah
(Tabel 4.11) menunjukkan bahwa berat kering brangkasan pada kemiringan talang
4% (perlakuan A2) lebih berat dan berbeda nyata jika dibandingkan pada
kemiringan talang 2% (perlakuan A1). Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
aliran dalam keadaan turbulen. Aliran turbulen yang cepat dapat meningkatkan
penyerapan oksigen dari atmosfir yang diperlukan untuk metabolisme,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada kemiringan talang. Dari hasil
pengukuran berat kering pada kemiringan talang 4% menunjukkan efisiensi
penyerapan unsur hara lebih banyak dibandingkan dengan kemiringan talang 2%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Untung (2004) bahwa talang yang lebih miring
dapat meningkatkan hasil produksi tanaman.

Tabel 4.11. Hasil uji lanjut BNJ 5% pengaruh kemiringan talang terhadap berat
kering brangkasan (gram) tanaman Pakchoi.
Kemiringan talang Rerata BNJ 0,05 = 0,159
A1 2,667 a
A2 3,222 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap berat
brangkasan kering (Tabel 4.12) menunjukkan bahwa tebal aliran larutan nutrisi 3
mm (perlakuan B1) menghasilkan brangkasan kering lebih berat dan berbeda
nyata jika dibandingkan dengan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm (perlakuan B2)
dan 5 mm (perlakuan B3). Hal tersebut disebabkan oleh tebal aliran larutan
nutrisi 3 mm menghasilkan oksigen yang terlarut di dalamnya lebih banyak. Air
dan oksigen yang dimanfaatkan oleh tanaman yang berfungsi untuk pertumbuhan
tanaman dan penyerapan unsur hara (Untung, 2004). Jika penyerapan unsur hara
berkurang, maka tanaman akan mengalami gejala terhambarnya pertumbuhan
akar, batang, dan daun sehingga hasil yang diperoleh akan turun.
Berat kering tanaman ditentukan oleh seberapa lama penyerapan efisiensi
energi matahari oleh tanaman (Gardner et al.,1991). Akumulasi berat kering
mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahri
melalui proses fotosintesis. Cahaya matahari yang digunakan dalam proses

Universitas Sriwijaya
45

fotosintesis diserap dalam jumlah yang besar, sehingga hasil asimilasi pada
fotosintesis tersebut dibagikan ke organ tanaman seperti batang, daun, dan akar
untuk mencapai berat kering maksimum sehingga bobot kering tanaman
bergantung pada proses fotosintesis dan interaksi faktor – faktor lingkungan
lainnya. Distribusi akumulasi berat kering pada bagian tanaman seperti akar,
batang, dan daun mencerminkan produktivitas tanaman. Daun merupakan organ
penghasil fotosintat dimana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi
kimia yang mengakumulasikan dalam berat kering. Fotosintat yang lebih besar
akan membentuk organ tanaman yang lebih besar dan menghasilkan produksi
bahan kering yang semakin besar (Sitompul dan Guritno, 1995). Apabila
fotosintesis berjalan dengan baik maka pertumbuhan tanaman akan meningkat dan
berat kering yang dihasilkan meningkat.

Tabel 4.12. Hasil uji BNJ 5% pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap berat
kering brangkasan tanaman (gram) Pakchoi.
Tebal aliran larutan nutrisi Rerata BNJ 0,05 = 0,317
B3 1,667 a
B2 3,333 b
B1 3,833 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

4.3.5. Berat Kering Akar


Akar berperan dalam penyerapan air dan nutrisi. Air dibutuhkan untuk proses
transpirasi, pelarut, pereaksi, translokasi unsur – unsur hara, fotosintesis, dan
metabolisme tanaman. Pengamatan berat akar tanaman Pakchoi setelah 4 MST
dengan cara menghitung berat kering akar yang disajikan pada Gambar 4.9.
Hasil pengamatan berat kering akar tanaman Pakchoi dari 4 MST
menunjukkan bahwa berat kering akar tanaman Pakchoi di talang pada
kemiringan 2% rata-rata 0,333 gram hingga 0,568 gram, sedangkan di talang pada
kemiringan 4% rata-rata 0,428 gram hingga 0,617 gram. Nilai tertinggi berat
kering tanaman Pakchoi terdapat pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar 0,617 gram
dan nilai terdapat pada perlakuan A1B3 yaitu 0,333 gram.

Universitas Sriwijaya
46

Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 25) menunjukkan bahwa


perlakuan kemiringan talang, dan tebal aliran larutan nutrisi berpengaruh nyata
terhadap berat kering tanaman Pakchoi, sedangkan interaksi kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata.

0,7
0,617
0,6 0,568
0,484
0,5
Berat akar (g)

0,476 0,428
0,4 0,333
0,3

0,2

0,1

0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Kombinasi perlakuan

Keterangan :
A1B1 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A1B2 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A1B3 = Kemiringan talang 2% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
A2B1 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
A2B2 = Kemiringan talang 4 % dan tebal aliran larutan nutrisi 4 mm
A2B3 = Kemiringan talang 4% dan tebal aliran larutan nutrisi 5 mm
Gambar 4.9. Rerata berat kering akar tanaman Pakchoi (gram) setelah panen

Hasil uji BNJ pengaruh kemiringan talang terhadap berat kering akar
(Tabel 4.13) menunjukkan bahwa berat kering akar pada kemiringan talang 4%
(perlakuan A2) lebih berat dan berbeda nyata jika dibandingkan pada kemiringan
talang 2% (perlakuan A1). Hal ini disebabkan pada kemiringan talang 4%
menghasilkan oksigen terlarut yang lebih tinggi jika dibandingkan pada
kemiringan talang 2% (Lampiran 8) sehingga dapat meningkatkan jumlah akar
sehingga sebaran akar akan lebih luas dan serapan hara terutama unsur Cl dan
Fosfor akan lebih banyak. Unsur Cl berfungsi sebagai aktivator enzim selama
produksi oksigen dan air pada talang. Sedangkan unsur Fosfor mendorong
pertumbuhan akar yang sehat sehingga proses penyerapan unsur hara dari akar ke

Universitas Sriwijaya
47

tanaman berjalan dengan lancar (Qalyubi, 2014). Hal inilah yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan akar (Resh, 2013).
Kandungan oksigen terlarut pada sistem perakaran sangat penting bagi
tanaman (Izzati, 2006). Kekurangan oksigen terlarut pada tanaman menyebabkan
metabolisme tanaman terganggu sehingga dapat mempengaruhi produksi
tanaman.

Tabel 4.13. Hasil uji BNJ 5% pengaruh kemiringan talang terhadap berat kering
akar (gram) terhadap tanaman Pakchoi
Kemiringan talang Rerata BNJ 0,05 = 0,529
A1 0,462 a
A2 0,507 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.

Hasil uji BNJ pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap berat kering
akar (Tabel 4.14) menunjukkan bahwa perlakuan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
(perlakuan B1) lebih berat dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan tebal
larutan nutrisi 4 mm (perlakuan B2) dan 5 mm (perlakuan B3). Hal tersebut
disebabkan oleh aliran larutan nutrisi yang tipis dapat menyerap oksigen dari
udara lebih banyak di sekeliling akar tanaman sehingga penyerapan unsur hara
lebih banyak dan menghasilkan akar tanaman lebih berat. Hal tersebut
ditunjukkan oleh perakaran lebih luas dan lebih banyak. Menurut Tjitrosoepomo
(2005) akar berfungsi untuk menompang tegaknya tanaman serta membantu
dalam proses menyerap air dan unsur hara.
Prinsip hidroponik NFT yaitu ketebalan aliran larutan nutrisi hanya
beberapa mm (biasanya 3 mm). Apabila tanaman tumbuh subur banyak akar yang
bertumpuk di atas lapisan nutrisi tersebut. Akarnya tebal mirip bantal putih
(Untung, 2004) dan sesuai dengan pernyataan Lingga (2011) bahwa tebal aliran
larutan nutrisi tidak boleh melebihi 3 mm. Apabila terlalu tebal menyebabkan
oksigen terlarut sedikit.

Universitas Sriwijaya
48

Tabel 4.14. Hasil uji BNJ 5% pengaruh tebal aliran larutan nutrisi terhadap berat
kering akar tanaman (gram) Pakchoi.
Tebal aliran larutan nutrisi Rerata BNJ 0,05 = 0,038
B3 0,380 a
B2 0,480 b
B1 0,593 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tebal aliran larutan nutrisi pada beberapa
kemiringan talang 2% dan 4% dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Perlakuan tebal aliran larutan nutrisi pada beberapa kemiringan talang
berpengaruh nyata terhadap debit aliran air, oksigen terlarut dan hasil
tanaman Pakchoi yang dilihat dari indikator tinggi tanaman, jumlah daun,
berat segar brangkasan, berat kering brangkasan dan berat kering akar.
2. Perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan tebal aliran larutan nutrisi 3 mm
dengan kemiringan talang 4% (A2B1) yaitu debit aliran air 0,23 l/menit dan
oksigen terlarut yaitu 8,91 mg/L. Hal tersebut dilihat dari indikator hasil
tanaman yaitu tinggi tanaman (12,83 cm), jumlah daun (12 helai), berat segar
brangkasan (48,33 g/netpot tanaman), berat kering brangkasan (4 g/netpot
tanaman), dan berat kering akar (0,617 g).

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan hasil
pertumbuhan dan berat segar brangkasan sayuran Pakchoi yang tinggi pada sistem
hidroponik NFT maka larutan nutrisi dialirkan setebal 3 mm dan talang diatur dengan
kemiringan 4%.

Universitas Sriwijaya
49
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Buyung, I. and M. H. Silalahi. 2012. Automatic Watering Plant Berbasis


Mikrokontroller AT89C51. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan
Teknologi (SNAST) Periode III. Yogyakarta, 3 November 2012.

Chadirin, Y. 2001. Pelatihan Aplikasi Teknologi Hidroponik Untuk


Pengembangan Agribisnis Perkotaan. Lembaga Penelitian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Kriteria Perencanaan (KP) 01- (KP) 0-3.
Departemen Pekerjaan Umum. CV. Galang Persada, Bandung.

Doorenbos, J. dan W.O. Pruitt. 1977. Guideline for Prediction Crop Water
Requirement. Food and Agricultural Organization of The United Nation,
Rome.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Fauzi, R. 2013. Pengayaan Oksigen di Zona Perakaran Untuk Meningkatkan


Pertumbuhan dan Hasil Selada (Lactuca sativa L.) Secara Hidroponik. J.
Vegetalika. 2(4) : 63-74.

Foth, D. H. 1994. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Gardner, F. P., R. B. Pearce. dan R.L. Mitchell. 1991. Fisologi Tanaman


Budidaya. Diterjemahkan oleh H. Susilo. Jakarta, Universitas Indonesia.

Gomez, K. A. dan Gomez, A. A. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian


Pertanian, Edisi Kedua, UI-Press. Yogyakarta.

Handayani, Y. 2011. Uji Kemiringan Talang Sistem Fertigasi Hidroponik NFT


(Nutrient Film Technique) Pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca
sativa). Skripsi. Program Studi Keteknikan Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Universitas Sriwijaya
50
51

Harjoko, D. 2009. Studi Macam Media dan Debit Aliran Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica junea L.) Secara Hidroponik NFT. J.
Agrosains. 11(2) : 58-62.

Hartus, T. 2003. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Herwibowo, K. dan N.S. Budiana. 2015. Hidroponik Sayuran. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Izzati, I.R. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada
Budidaya Selada (Lactuca sativa L.) secara Hidroponik dengan Tiga Cara
Fertigasi. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.

Jumin, H. D. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. Rajawali Press, Jakarta.

Kader, A.A., R.F. Kasmire, S.G. Mitchell, M.S. Reid, N.F. Sommer and J.F.
Thompson, 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops.
University of California. Division of Agriculture and Natural Resources.

Karsono, S., Sudarmodjo., dan Sutiyoso, S. 2002. Hidroponik Skala Rumah


Tangga. PT. Agromedia Pustaka, Depok.

Lingga, P. 2011. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Lingga, P. dan Marsono, 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Mansyur, A.N., S. Triyono. dan A. Tusi. 2014. Pengaruh Naungan Terhadap


Pertumbuhan Sawi (Brasissca junacea L.) Pada Sistem Hidroponik DFT
(Deep Flow Technique). J. Teknik Pertanian Lampung. Vol.3, No. 2: 103-
110.

Mairusmianti. 2011. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun


terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bayam (Amaranthus hybridus)
dengan Metode Nutrient Film Technique (NFT). Skripsi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Universitas Sriwijaya
52

Polii, M. G. M. 2009. Respon Produksi Tanaman Kangkung terhadap Variasi


Waktu Pemberian Pupuk Kotoran Ayam. Journal Soil Environment, (7) 1 :
18-22.

Potter, M. C. dan Wiggert, D. C. 1997. Mechanics of Fluids. Prentice Hall


International Inc. New Jersey.

Prasasti, D., Erma, P., dan Munifatul, I. 2014. Perbaikan Kesuburan Tanah Liat
dan Pasir dengan Penambahan Kompos Limbah Sagu untuk Pertumbuhan
dan Produktivitas Tanaman Pakcoy (Brassica rapa rar. Chinensis). Bul.
Anatomi dan Fisiologi. XXI(2) : 33-46.

Prihmantoro, H., dan Y.H. Indriani. 1999. Hidroponik Sayuran Semusim untuk
Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Qalyubi, I. 2015. Pengaruh Debit Air dan Pemberian Jenis Nutrisi Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kangkung Pada Sistem Irigasi Hidroponik NFT
(Nutrient Film Technique). Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Jember.

Raffar, K. A. 1990. Hydroponics In Tropica International Seminar On Hydroponic


Culture Of High Value Crops In The Topic In Malaysia, November 25-27,
1990.

Resh, H. M. 2013. Hydroponic Food Production: A Definitive Guidebook for the


Advanced Home Gardener and the Commercial Hydroponic Grower.
Newconcept Press, Inc. New Jersey.

Renitauli, D. S. 2011. Uji Kemiringan Talang Sistem Fertigasi Hidroponik NFT


(Nutrient Film Technique) Pada Budidaya Tanaman Sawi (Brassica junea
L.). Skripsi. Program Studi Keteknikan Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.

Rini, R. dan Nani S. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistim


Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Rizkika, K. 2015. Hidroponik Tanpa Atap. PT. Trubus, Jakarta.

Roberto, K. 2003. How to Hydroponic. The Future Garden Press, New York.

Universitas Sriwijaya
53

Roidah, I.S. 2014. Pemanfaatan Lahan dengan Menggunakan Sistim Hidroponik.


J. Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(2) : 43-50.

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisus,


Yogyakarta.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1999. World Vegetable : Principles,


Production, and Nutrition Values. 2nd ed. Aspen Publisher, Inc.
Gaithersburg. Maryland. 843 p.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diterjemahan oleh
Diah R. Lukman dan Sumaryono. Bandung, ITB.

Salmin. 2002. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. J.
Oseana. XXX(3) : 21-26.

Sapto, W. dan Arum A. 2013. Aplikasi Hidroponik NFT Pada Budidaya Pakcoy.
J. Penelitian Pertanian Terapan. 13 (3) : 160-167.

Sarjono, 2003. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sibarani, S.M. 2005. Analisis Sistem Irigasi NFT (Nutrient Film Technique) Pada
Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa var. crispa L.). Skripsi.
Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Sumatera Utara.

Siswandi dan Teguh, Y. 2015. Pengaruh Macam Media Terhadap Pertumbuhan


dan Hasil Selada (Lactuca sativa L.) Hidroponik. J. Agronomika. 9(3) : 257-
264.

Siti, I. 2008. Menanam Hidroponik. Yogyakarta, Aska Press.

Sitompul, S.M dan Guritno, B. l995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM


Press, Yogyakarta.

Subandi, M., Nella, P.S., dan Budy F. 2015. Pengaruh Berbagai Nilai EC
(Electrical Conductivity) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bayam
(Amaranthus sp.) Pada Hidroponik Sistem Rakit Apung (Floating
Hydroponic System). J. Agroekoteknologi. IX(2) : 136-152.

Suhardiyanto, H. 2002. Pengenalan Hidroponik Substrat. Bogor. Creata- Lembaga


Penelitian IPB.

Universitas Sriwijaya
54

Sumarjono, A. H. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suroso, A. 2010. Irigasi dan Bangunan Air. Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Universitas Mercu Buana. Jakarta.

Susila, A.D. 2009. Fertigasi Pada Budidaya Tanaman Sayuran Dalam Green
House. Bagian Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Sutedjo, M. M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Sutirman. 2011. Pakchoi (Sawi Sendok) Organik - Bisnis Sayuran


Menguntungkan. Gunadarma, Jogjakarta.

Sutiyoso, Y. 2006. Hidroponik Ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suyitno. 2006. Respirasi Pada Tumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA UNY.


Yogyakarta.

Tay, D.C.S., and H. Toxopeus. 1994. Brassica rapa L. cv. group Pakchoi, p 130-
134. In Siemonsma, J.S. and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-
East Asia, Vegetables. PROSEA. Bogor. 412 p.

Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.

Triatmodjo, B. 1996. Hidraulika I. Beta Offset, Yogyakarta.

Untung. 2004. Hidroponik Sayuran Sistim NFT. Swadaya, Jakarta.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
56

Lampiran 1. Diagram alir penelitian

Mulai

Pembuatan konstruksi
hidroponik NFT

Persemaian tanaman

Pemindahan tanaman
ke sistem NFT

Pengumpulan data pada masing masing


perlakuan meliputi parameter dan
pertumbuhan tanaman

Panen

Analisis data

Selesai

Universitas Sriwijaya
57

Lampiran 2. Lampiran tata letak plot perlakuan

(Kemiringan Talang 4%)

u1 u3 u2 u2 u1 u3 u2 u1 u3

A2B2
A2B1 A2B1 A2B1 A2B2 A2B2 A2B3 A2B3 A2B3

Box larutan nutrisi dan pompa

Box larutan nutrisi dan pompa

AIB1 AIB1 AIB1 AIB2 AIB2 AIB2 AIB3 AIB3 AIB3

u2 u1 u3 u1 u2 u3 u2 u1 u3

(Kemiringan Talang 2%)

Universitas Sriwijaya
58

Lampiran 3. Teladan pengolahan data analisis keragaman debit aliran (l/menit).


3.a. Hasil Pengamatan debit aliran minggu pertama
Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 0,75 0,8 0,85 2,4 0,80
A1 B2 1,3 1,2 1,3 3,8 1,27
B3 1,5 1,4 1,6 4,5 1,50
TA1 3,55 3,4 3,75 10,7 1,19
B1 0,85 0,95 1,1 2,9 0,97
A2 B2 1,5 1,5 1,6 4,6 1,53
B3 1,7 1,7 1,8 5,2 1,73
TA2 4,05 4,15 4,5 12,7 1,41
Jumlah 7,6 7,55 8,25 23,4 1,30

Data hasil percobaan kombinasi faktor petak utama x anak petak

Tebal Aliran Kemiringan Talang


Larutan Jumlah Rerata
Nutrisi A1 A2
B1 2,4 2,9 5,3 0,83
B2 3,8 4,6 8,4 1,4
B3 4,5 5,2 9,7 1,61
Jumlah 10,7 12,7 23,4 1,3
Rerata 1,18 1,41

1. Faktor koreksi (FK) = 23,42 / (3 x 2 x 3)


= 30,420
2. Jumlah kuadrat total (JKT) = (0,752 + 0,82 + 0,852 +. . . + 1,82) – FK
= 2,010
3. JK. petak utama (JKPU) = ((3,552 + 3,42 + 3,752 +. . . + 4,52) / 3) -
FK
= 0,280
4. Jumlah kuadrat kelompok (JKK) = ((7,62 + 7,552 + 8,252) / 6) – FK
= 0,051
5. JK. perlakuan PU (JKA) = ((10,72 + 12,72) / 9) – FK
= 0,222
6. Jumlah kuadrat galat a (JKGa) = 0,280 – 0,051 – 0,222 = 0,007
7. JK. kombinasi perlakuan (JKKP) = ((2,42 + 2,92 + 3,82 + . . . + 5,22) / 3) – FK
= 1,933
8. JK. anak petak (JKB) = ((5,3 + 8,4 + 9,7) / 6) – FK
= 1,703

Universitas Sriwijaya
59

Lampiran 3. (Lanjutan)

9. JK. interaksi AB (JKI) = 1,933 – 0,222 – 1,703


= 0,008
10.JK. galat b (JKGb) = 2,010 – 0,280 – 1,703 – 0,008
= 0,019

Hasil analisis keragaman debit aliran 1 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,280 0,056 16,128** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,051 0,025 7,320ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,222 0,222 64,00* 18,51 98,49
Galat a 2 0,007 0,003 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 1,703 0,852 360,706** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,008 0,004 1,647ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,019 0,002 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

0,003
KKa = x 100% = 4,533 %
1,3

0,002
KKb = x 100% = 3,738 %
1,3

BNJ 5% : Q0,05(2) = 6,09 dan Q0,05(8) = 4,04

0,003
Sy terhadap petak utama =  0,007
9

BNJ 0,05 = Sy terhadap petak utama x BNJ 0,05 = 0,040


0,002
Sy terhadap anak petak =  0,008
6

BNJ 0,05 = Sy terhadap anak petak x BNJ 0,05 = 0,033

*Hasil uji BNJ debit aliran pada 1 MST disajikan pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Universitas Sriwijaya
60

Lampiran 4. Teladan pengolahan data analisis keragaman debit aliran (l/menit).

4.a. Hasil pengamatan debit aliran minggu kedua


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 0,6 0,65 0,6 1,85 0,62
A1 B2 1,1 1,2 1,2 3,5 1,17
B3 1,2 1,3 1,4 3,9 1,30
TA1 2,9 3,15 3,2 9,25 1,03
B1 0,7 0,7 0,75 2,15 0,72
A2 B2 1,2 1,3 1,2 3,7 1,23
B3 1,5 1,4 1,6 4,5 1,50
TA2 3,4 3,4 3,55 10,35 1,15
Jumlah 6,3 6,55 6,75 19,6 1,09

4.b. Hasil analisis keragaman debit aliran 2 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,089 0,018 6,779** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,017 0,008 3,211ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,067 0,067 25,474* 18,51 98,49
Galat a 2 0,005 0,003 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 1,724 0,862 200.258** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,014 0,007 1,677ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,034 0,004 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ debit aliran pada 2 MST disajikan pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Universitas Sriwijaya
61

Lampiran 5. Teladan pengolahan data analisis keragaman debit aliran (l/menit).

5.a. Hasil pengamatan debit aliran minggu ketiga


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 0,6 0,62 0,55 1,77 0,59
A1 B2 0,95 0,95 0,92 2,82 0,94
B3 1 1,15 1,15 3,3 1,10
TA1 2,55 2,72 2,62 7,89 0,88
B1 0,5 0,55 0,5 1,55 0,52
A2 B2 0,8 0,8 0,85 2,45 0,82
B3 0.95 0,9 0,9 2,75 0,92
TA2 2,25 2,25 2,25 6,75 0,75
Jumlah 4,8 4,97 4,87 14,64 0,81

5.b. Hasil analisis keragaman debit aliran 3 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,077 0,015 12,668** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,002 0,001 1,000ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,072 0,072 59.342* 18,51 98,49
Galat a 2 0,002 0,001 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 0,659 0,330 143,804** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,009 0,005 1,985ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,018 0,002 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ debit aliran pada 3 MST disajikan pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Universitas Sriwijaya
62

Lampiran 6. Teladan pengolahan data analisis keragaman debit aliran (l/menit).

6.a. Hasil pengamatan debit aliran minggu keempat


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 0,4 0,35 0,4 1,15 0,38
A1 B2 0,4 0,5 0,5 1,4 0,47
B3 0,7 0,7 0,5 1,9 0,63
TA1 1,5 1,55 1,4 4,45 0,49
B1 0,2 0,3 0,2 0,7 0,23
A2 B2 0,3 0,3 0,35 0,95 0,32
B3 0.95 0,6 0,5 ,6 0,53
TA2 1 1,2 1,05 3,25 0,36
Jumlah 2,5 2,75 2,45 7,7 0,43

6.b. Hasil analisis keragaman debit aliran 4 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,091 0,018 14,578** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,009 0,004 3,444ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,080 0,080 64,000* 18,51 98,49
Galat a 2 0,003 0,001 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 0,239 0,119 24,543** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,003 0,001 0,257ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,039 0,005 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ debit aliran pada 4 MST disajikan pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Universitas Sriwijaya
63

Lampiran 7. Teladan pengolahan data hasil perhitungan laju aliran (V).

7.a. Minggu pertama

Tebal Debit (ml/menit) Debit (l/menit) Debit (l/detik)


Kemiringan Aliran
Talang Larutan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Nutrisi
B1 750 800 850 0,75 0,8 0,85 0,012 0,012 0,014
A1 B2 1.300 1.200 1.300 1,3 1,2 1,3 0,021 0,020 0,021
B3 1.500 1.400 1.600 1,5 1,4 1,6 0,025 0,023 0,266
B1 850 950 1.100 0,85 0,95 1,1 0,014 0,015 0,018
A2 B2 1.500 1.500 1.600 1,5 1,5 1,5 0,025 0,025 0,266
B3 1.700 1.700 1.800 1,7 1,7 1,8 0,028 0,028 0,030

Panjang atas pada talang hidroponik (cm) = 10


Panjang bawah pada talang hidroponik (cm) = 5
Sisi tegak pada talang hidroponik (cm) =5

Luas = x tinggi

L = x 5 cm

= 37,5 cm2 = 0,00375 m2

A (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) = 0,00375 m2 x 3 = 0,011 m2


A (untuk tebal ailiran nutrisi 4 mm) = 0,00375 m2 x 4 = 0,015 m2
A (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm) = 0,00375 m2 x 5 = 0,018 m2

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 2%


V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 1,111 ulangan 1 1,444
ulangan 2 1,185 ulangan 2 1,333
ulangan 3 1,259 ulangan 3 1,444
jumlah 3,555 jumlah 4,222
rerata 1,185 rerata 1,407

Universitas Sriwijaya
64

Lampiran 7. (Lanjutan)

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 1,333
ulangan 2 1,244
ulangan 3 1,422
jumlah 4,000
rerata 1,333

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 4%

V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 1,259 ulangan 1 1,666
ulangan 2 1,407 ulangan 2 1,666
ulangan 3 1,629 ulangan 3 1,777
jumlah 4,296 jumlah 5,111
rerata 1,432 rerata 1,703

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 1,511
ulangan 2 1,511
ulangan 3 1,600
jumlah 4,622
rerata 1,540

7.b. Minggu kedua

Tebal Debit (ml/menit) Debit (l/menit) Debit (l/detik)


Kemiringan Aliran
Talang Larutan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Nutrisi
B1 600 650 600 0,6 0,65 0,6 0,010 0,010 0,010
A1 B2 1.100 1.200 1.200 1,1 1,2 1,2 0,018 0,020 0,020
B3 1.200 1.300 1.400 1,2 1,3 1,4 0,020 0,021 0,233
B1 700 700 750 0,7 0,7 0,75 0,011 0,011 0,012
A2 B2 1.200 1.300 1.200 1,2 1,3 1,2 0,020 0,021 0,020
B3 1.500 1.400 1.600 1,5 1,4 1,6 0,025 0,023 0,026

Universitas Sriwijaya
65

Lampiran 7. (Lanjutan)

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 2%

V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 0,888 ulangan 1 1,222
ulangan 2 0,966 ulangan 2 1,333
ulangan 3 0,888 ulangan 3 1,333
jumlah 2,740 jumlah 3,888
rerata 0,913 rerata 1,296

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 1,066
ulangan 2 1,155
ulangan 3 1,244
jumlah 3,466
rerata 1,155

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 4%

V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 1,037 ulangan 1 1,333
ulangan 2 1,037 ulangan 2 1,444
ulangan 3 1,111 ulangan 3 1,333
jumlah 3,185 jumlah 4,111
rerata 1,061 rerata 1,370

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 1,333
ulangan 2 1,244
ulangan 3 1,422
jumlah 4,000
rerata 1,333

Universitas Sriwijaya
66

Lampiran 7. (Lanjutan)

7.c. Minggu ketiga

Tebal Debit (ml/menit) Debit (l/menit) Debit (l/detik)


Kemiringan Aliran
Talang Larutan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Nutrisi
B1 600 620 550 0,6 0,62 0,55 0,010 0,010 0,009
A1 B2 950 950 920 0,95 0,92 0,92 0,015 0,015 0,015
B3 1.000 1.150 1.150 1 1,15 1,15 0,016 0,019 0,191
B1 500 550 500 0,5 0,5 0,5 0,008 0,009 0,008
A2 B2 800 800 850 1,8 1,8 0,85 0,013 0,013 0,014
B3 950 900 900 0,95 0,9 10,9 0,015 0,015 0,015

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 2%

V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 0,888 ulangan 1 1,055
ulangan 2 0,918 ulangan 2 1,055
ulangan 3 0,814 ulangan 3 1,022
jumlah 2,622 jumlah 3,133
rerata 0,874 rerata 1,044

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 0,888
ulangan 2 1,022
ulangan 3 1,022
jumlah 2,933
rerata 0,977

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 4%

V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 0,740 ulangan 1 0,888
ulangan 2 0,814 ulangan 2 0,888
ulangan 3 0,740 ulangan 3 0,944
jumlah 2.296 jumlah 2,722
rerata 0,765 rerata 0,907

Universitas Sriwijaya
67

Lampiran 7. (Lanjutan)

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 0,844
ulangan 2 0,800
ulangan 3 0,800
jumlah 2,444
rerata 0,814

7.d. Minggu keempat

Tebal Debit (ml/menit) Debit (l/menit) Debit (l/detik)


Kemiringan Aliran
Talang Larutan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Nutrisi
B1 400 350 400 0,4 0,35 0,4 0,006 0,005 0,006
A1 B2 400 500 500 0,4 0,5 0,5 0,006 0,008 0,008
B3 700 700 500 0,7 0,7 0,5 0,011 0,011 0,009
B1 200 300 200 0,2 0,3 0,2 0,003 0,005 0,003
A2 B2 300 300 350 0,3 0,3 0,35 0,005 0,005 0,005
B3 500 600 500 0,5 0,6 0,5 0,008 0,010 0,008

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 2%

V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 0,592 ulangan 1 0,444
ulangan 2 0,518 ulangan 2 0,555
ulangan 3 0,592 ulangan 3 0,555
jumlah 1,703 jumlah 1,555
rerata 0,567 rerata 0,518

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 0,622
ulangan 2 0,622
ulangan 3 0,444
jumlah 1,688
rerata 0,563

Universitas Sriwijaya
68

Lampiran 7. (Lanjutan)

Kecepatan aliran untuk kemiringan talang 4%

V (untuk tebal aliran nutrisi 3 mm) V (untuk tebal aliran nutrisi 4 mm)
ulangan 1 0,296 ulangan 1 0,333
ulangan 2 0,444 ulangan 2 0,333
ulangan 3 0,296 ulangan 3 0,388
jumlah 1,037 jumlah 1,055
rerata 0,345 rerata 0,351

V (untuk tebal aliran nutrisi 5 mm)


ulangan 1 0,444
ulangan 2 0,533
ulangan 3 0,444
jumlah 1,422
rerata 0,474

Universitas Sriwijaya
69

Lampiran 8. Data hasil pengamatan oksigen terlarut (ml/L) tanaman Pakchoi


sampai 4 minggu setelah tanam

Ulangan
Perlakuan Umur Jumlah Rerata
1 2 3
1 MST 8 8,25 8,1 24,35 8,12
2 MST 8,7 8,6 8,75 26,05 8,68
A1B1
3 MST 8,53 8,54 8,35 25,42 8,47
4 MST 8,74 8,79 8,69 26,22 8,74
1 MST 8,1 8,24 8 24,34 8,11
2 MST 8,6 8,65 8,5 25,75 8,58
A1B2
3 MST 8,47 8,3 8,4 25,17 8,39
4 MST 8,73 8,68 8,71 26,12 8,71
1 MST 7,85 7 7 21,85 7,28
2 MST 8,5 8,59 8,4 25,49 8,50
A1B3
3 MST 8,32 8,2 8,45 24,97 8,32
4 MST 8,72 8,7 8,62 26,04 8,68
1 MST 8,4 8,45 8,2 25,05 8,35
2 MST 8,77 8,9 8,88 26,55 8,85
A2B1
3 MST 8,83 8,88 8,55 26,26 8,75
4 MST 8,98 8,85 8,89 26,72 8,91
1 MST 8,2 8,4 8,35 24,95 8,32
2 MST 8,85 8,65 8,5 26 8,67
A2B2
3 MST 8,76 8,67 8,6 26,03 8,68
4 MST 8,82 8,79 8,76 26,37 8,79
1 MST 8,3 8,3 8 24,6 8,20
2 MST 8,45 8,6 8,67 25,72 8,57
A2B3
3 MST 8,5 8,34 8,45 25,29 8,43
4 MST 8,87 8,76 8,63 26,17 8,72

Universitas Sriwijaya
70

Lampiran 9. Teladan pengolahan data analisis keragaman oksigen terlarut (DO).


9.a. Minggu pertama
Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 8 8,25 8,1 24,35 8,12
A1 B2 8,1 8,24 8 24,34 8,11
B3 7,85 7 7 21,85 7,28
TA1 23,95 23,49 23,1 70,54 7,84
B1 8,4 8,45 8,2 25,05 8,35
A2 B2 8,2 8,4 8,35 24,95 8,32
B3 8,3 8,3 8 24,6 8,20
TA2 24.9 25,15 24,55 74,6 8,29
Jumlah 48,85 48.64 47,65 145,14 8,06

Data hasil percobaan kombinasi faktor petak utama x anak petak

Tebal Aliran Kemiringan Talang


Larutan Jumlah Rerata
Nutrisi A1 A2
B1 24,35 25,05 49,4 8,23
B2 24,34 24,95 49,29 8,21
B3 21,85 24,6 46,45 7,74
Jumlah 70,54 74,6 145,14 8,06
Rerata 7,838 8,289

1. Faktor koreksi (FK) = 145,142 / (3 x 2 x 3)


= 1.170,312
2. Jumlah kuadrat total (JKT) = (82 + 8,252 + 8,12 +. . . + 82) – FK
= 2,995
3. JK. petak utama (JKPU) = ((23,952 + 23,492 + 23,12 +...+ 24,552)/3) -
FK
= 1,097
4. Jumlah kuadrat kelompok (JKK) = ((48,852 + 48,642 + 47,655) / 6) – FK
= 0,137
5. JK. perlakuan PU (JKA) = ((70,542 + 74,62) / 9) – FK
= 0,916
6. Jumlah kuadrat galat a (JKGa) = 1,097 – 0,137 – 0,916 = 0,044
7. JK. kombinasi perlakuan (JKKP) = ((24,352 + 25,052 + 24,342 + ...+ 24,62) / 3)
– FK
= 2,336
8. JK. anak petak (JKB) = ((49,42 + 49,292 + 46,462) / 6) – FK
= 0,935

Universitas Sriwijaya
71

Lampiran 9. (Lanjutan)

9. JK. interaksi AB (JKI) = 2,336 – 0,916 – 0,932


= 0,488
10.JK. galat b (JKGb) = 2,995 – 1,097 – 0,932 – 0,488
= 0,478

9.b. Hasil analisis keragaman oksigen terlarut 1 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 1,097 0,219 9,895** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,137 0,068 3,087ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,916 0,916 41,302* 18,51 98,49
Galat a 2 0,044 0,022 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 0,932 0,466 7,804* 4,46 8,65
Interaksi 2 0,488 0,244 4,088ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,478 0,060 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

0,022
KKa = x 100% = 1,847 %
8,06

0,060
KKb = x 100% = 3,031 %
8,06

BNJ 5% : Q0,05(2) = 6,09 dan Q0,05(8) = 4,04

0,022
Sy terhadap petak utama =  0,017
9

BNJ 0,05 = Sy terhadap petak utama x BNJ 0,05 = 0,101


0,060
Sy terhadap anak petak =  0,041
6

BNJ 0,05 = Sy terhadap anak petak x BNJ 0,05 = 0,165

*Hasil uji BNJ oksigen terlarut pada 1 MST disajikan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

Universitas Sriwijaya
72

Lampiran 10. Teladan pengolahan data analisis keragaman oksigen terlarut (DO).

10.a. Hasil pengamatan oksigen terlarut minggu kedua


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 8.7 8,6 8,75 26,05 8,68
A1 B2 8,6 8,65 8,5 25,75 8,58
B3 8,5 8,59 8,4 25,49 8,50
TA1 25,8 25,84 25,65 77,29 8,59
B1 8,77 8,9 8,88 26,55 8,85
A2 B2 8,85 8,65 8,5 26 8,67
B3 8,45 8,6 8.67 25,72 8,57
TA2 26,07 26,15 26,05 78,27 8,70
Jumlah 51,87 51,99 51,7 155,56 8,64

10.b. Hasil analisis keragaman oksigen terlarut 2 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,062 0,012 16,758** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,007 0,004 4,789ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,053 0,053 72,211* 18,51 98,49
Galat a 2 0,001 0,001 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 0,164 0,082 5,053* 4,46 8,65
Interaksi 2 0,008 0,004 0,233ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,130 0,016 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ oksigen terlarut pada 2 MST disajikan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

Universitas Sriwijaya
73

Lampiran 11. Teladan pengolahan data analisis keragaman oksigen terlarut (DO).

11.a. Hasil pengamatan oksigen terlarut minggu ketiga


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 8.53 8,54 8,35 25,42 8,47
A1 B2 8,47 8,3 8,4 25,17 8,39
B3 8,32 8,2 8,45 24,97 8,32
TA1 25,32 25,04 25,2 75,56 8,40
B1 8,83 8,88 8,55 26,26 8,75
A2 B2 8,76 8,67 8,6 26.03 8,68
B3 8,5 8,34 8,45 25,29 8,43
TA2 26,09 25,89 26,6 77,58 8,62
Jumlah 51,41 50,93 50,8 153,14 8,51

11.b. Hasil analisis keragaman oksigen terlarut 3 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,280 0,056 5,836* 3,69 6,63
Kelompok 2 0,034 0,017 1,791ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,227 0,227 23,600* 18,51 98,49
Galat a 2 0,019 0,010 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 0,174 0,087 6,648* 4,46 8,65
Interaksi 2 0,031 0,016 1,194ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,105 0,013 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ oksigen terlarut pada 3 MST disajikan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

Universitas Sriwijaya
74

Lampiran 12. Teladan pengolahan data analisis keragaman oksigen terlarut (DO).

12.a. Hasil pengamatan oksigen terlarut minggu keempat


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 8,74 8,79 8,69 26,22 8,74
A1 B2 8,73 8,68 8,71 26,12 8,71
B3 8,72 8,7 8,62 26,04 8,68
TA1 26,19 26,17 26,02 78,38 8,71
B1 8,98 8,85 8,89 26,72 8,91
A2 B2 8,82 8,79 8,76 26.37 8,79
B3 8,78 8,76 8,63 26,17 8,72
TA2 26,58 26,4 26,28 79.26 8,81
Jumlah 52,77 52,57 52,3 157,64 8,76

12.b. Hasil analisis keragaman oksigen terlarut 4 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,064 0,013 10,614** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,019 0,009 7,691ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,043 0,043 35,687* 18,51 98,49
Galat a 2 0,002 0,001 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 0,045 0,023 12,183** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,012 0,006 3,201ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,015 0,002 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ oksigen terlarut pada 4 MST disajikan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

Universitas Sriwijaya
75

Lampiran 13. Data hasil pengamatan tinggi tanaman (cm) Pakchoi sampai 4
minggu setelah tanam

Ulangan
Perlakuan Umur Jumlah Rerata
1 2 3
1 MST 4,5 4 3,5 12 4,00
2 MST 7 6,5 6 19,5 6,50
A1B1
3 MST 11,5 9 8,5 29 9,67
4 MST 13,5 10,5 11,5 35,5 11,83
1 MST 3,5 3 3,3 9,8 3,27
2 MST 6 6 5 17 5,67
A1B2
3 MST 8,5 9 8,5 26 8,67
4 MST 9,5 9,5 9 28 9,33
1 MST 2,5 2,2 2 6,7 2,23
2 MST 5 4,5 4,5 14 4,67
A1B3
3 MST 8,5 8 6,5 23 7,67
4 MST 9 9,5 8 26,5 8,83
1 MST 5,5 5 4,5 15 5,00
2 MST 8 8 7,4 23,4 7,80
A2B1
3 MST 12,5 10 10 32,5 10,83
4 MST 14 12,5 12 38,5 12,83
1 MST 4,5 3 3,5 11 3,67
2 MST 7 6,5 5 18,5 6,17
A2B2
3 MST 11 10 10 31 10,33
4 MST 12 11 11,5 34,5 11,50
1 MST 4 3 3,5 10,5 3,50
2 MST 7 6,5 5 18,5 6,17
A2B3
3 MST 10 8,7 8,5 27,2 9,07
4 MST 11 10 10,5 31,5 10,61

Universitas Sriwijaya
76

Lampiran 14. Teladan pengolahan data analisis keragaman tinggi tanaman.


14.a. Hasil pengamatan tinggi tanaman minggu pertama
Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 4,5 4 3,5 12 4,00
A1 B2 3,5 3 3,3 9,8 3,27
B3 2,5 2,2 2 6,7 2,23
TA1 10,5 9,2 8,8 28,5 3,17
B1 5,5 5 4,5 15 5,00
A2 B2 4,5 3 3,5 11 3,67
B3 4 3 3,5 10,5 3,50
TA2 14 11 11,5 36,5 4,06
Jumlah 24,5 20,2 20,3 65 3,61

Data hasil percobaan kombinasi faktor petak utama x anak petak

Tebal Aliran Kemiringan Talang


Larutan Jumlah Rerata
Nutrisi A1 A2
B1 12 15 27 4,50
B2 9,8 11 20,8 3,47
B3 6,7 10,5 17,2 2,87
Jumlah 28,5 36,5 65 3,61
Rerata 3,167 4,056

1. Faktor koreksi (FK) = 652 / (3 x 2 x 3)


= 234,72
2. Jumlah kuadrat total (JKT) = (4,52 + 42 + 3,52 +. . . + 3,52) – FK
= 15,26
3. JK. petak utama (JKPU) = ((10,52 + 9,22 + 8,82 +...+ 11,52) / 3) - FK
= 5,80
4. Jumlah kuadrat kelompok (JKK) = ((24,52 + 20,22 + 20,35) / 6) – FK
= 2,01
5. JK. perlakuan PU (JKA) = ((28,52 + 36,52) / 9) – FK
= 3,56
6. Jumlah kuadrat galat a (JKGa) = 5,80 – 2,01 – 3,56= 0,24
7. JK. kombinasi perlakuan (JKKP) = ((122 + 152 + 9,82 + ...+ 10,52) / 3) – FK
= 12,34
8. JK. anak petak (JKB) = ((272 + 20,82 + 17,22) / 6) – FK
= 8,19
9. JK. interaksi AB (JKI) = 12,34 – 3,56 – 8,19
= 0,59

Universitas Sriwijaya
77

Lampiran 14. (lanjutan)

10.JK. galat b (JKGb) = 15,26 – 5,80 – 8,19 – 0,59


= 0,67

14.b. Hasil analisis keragaman tinggi tanaman 1 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 5,80 1,16 9,63** 3,69 6,63
Kelompok 2 2,01 1,00 8,33ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 3,56 3,56 29,49* 18,51 98,49
Galat a 2 0,24 0,12 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 8,19 4,10 48,82** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,59 0,30 3,52ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,67 0,08 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

0,12
KKa = x 100% = 9,62 %
3,61

0,08
KKb = x 100% = 8,02 %
3,61

BNJ 5% : Q0,05(2) = 6,09 dan Q0,05(8) = 4,04

0,12
Sy terhadap petak utama =  0,039
9

BNJ 0,05 = Sy terhadap petak utama x BNJ 0,05 = 0,235


0, ,08
Sy terhadap anak petak =  0,048
6

BNJ 0,05 = Sy terhadap anak petak x BNJ 0,05 = 0,195

*Hasil uji BNJ tinggi tanaman pada 1 MST disajikan pada Tabel 4.5 dan 4.6.

Universitas Sriwijaya
78

Lampiran 15. Teladan pengolahan data analisis keragaman tinggi tanaman.

15.a. Hasil pengamatan tinggi tanaman minggu kedua


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 7 6,5 6 19,5 6,50
A1 B2 6 6 5 17 5,67
B3 5 4,5 4,5 14 4,67
TA1 18 17 15,5 50,5 5,61
B1 8 8 7,4 23,4 7,80
A2 B2 7 6,5 5 18,5 6,17
B3 5 4,5 4,5 14 4,67
TA2 20 19 16,9 55,9 6,21
Jumlah 38 36 32,4 106,4 5,91

15.b. Hasil analisis keragaman tinggi tanaman 2 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 4,34 0,87 43,44** 3,69 6,63
Kelompok 2 2,68 1,34 67,11* 19 99,01
Kemiringan talang 1 1,62 1,62 81,00* 18,51 98,49
Galat a 2 0,04 0,02 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 18,50 9,25 62,60** 4,46 8,65
Interaksi 2 1,29 0,65 4,36ns 4,46 8,65
Galat b 8 1,18 0,15 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ tinggi tanaman pada 2 MST disajikan pada Tabel 4.5 dan 4.6.

Universitas Sriwijaya
79

Lampiran 16. Teladan pengolahan data analisis keragaman tinggi tanaman.

16.a. Hasil pengamatan tinggi tanaman minggu ketiga


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 11,5 9 8,5 29 9,67
A1 B2 8,5 9 8,5 26 8,67
B3 8,5 8 6,5 23 7,67
TA1 28,5 26 23,5 78 8,67
B1 12,5 10 10 32,5 10,83
A2 B2 11 10 10 31 10,83
B3 10 8,7 8,5 27,2 9,07
TA2 33,5 28,7 28,5 90,7 10,08
Jumlah 62 54,7 52 168,7 9,37

16.b. Hasil analisis keragaman tinggi tanaman 3 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 18,47 3,69 12,57** 3,69 6,63
Kelompok 2 8,92 4,46 15,18ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 8,96 8,96 30,49* 18,51 98,49
Galat a 2 0,59 0,29 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 10,79 5,39 10,40** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,19 0,09 0,18ns 4,46 8,65
Galat b 8 4,15 0,52 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ tinggi tanaman pada 3 MST disajikan pada Tabel 4.5 dan 4.6.

Universitas Sriwijaya
80

Lampiran 17. Teladan pengolahan data analisis keragaman tinggi tanaman.

17.a. Hasil pengamatan tinggi tanaman minggu keempat


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 13,5 10,5 11,5 35,5 11,83
A1 B2 9,5 9,5 9 28 9,33
B3 9 9,5 8 26,5 8,83
TA1 32 29,5 28,5 90 10,00
B1 14 12,5 12 38,5 12,83
A2 B2 12 11 11,5 34,5 11.50
B3 11 10 10,5 31,5 10,50
TA2 37 33,5 34 104,5 11,61
Jumlah 69 63 62,5 194,5 10,81

17.b. Hasil analisis keragaman tinggi tanaman 4 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 16,24 3,25 33,40** 3,69 6,63
Kelompok 2 4,36 2,18 22,43* 19 99,01
Kemiringan talang 1 11,68 11,68 120,14** 18,51 98,49
Galat a 2 0,19 0,10 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 22,69 11,35 19,69** 4,46 8,65
Interaksi 2 1,03 0,51 0,89ns 4,46 8,65
Galat b 8 4,61 0,58 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ tinggi tanaman pada 4 MST disajikan pada Tabel 4.5 dan 4.6.

Universitas Sriwijaya
81

Lampiran 18. Data hasil pengamatan jumlah daun tanaman (helai) Pakchoi sampai
4 minggu setelah tanam

Ulangan
Perlakuan Umur Jumlah Rerata
1 2 3
1 MST 8 7 7 22 7,33
2 MST 8 8 7 23 7,67
A1B1
3 MST 11 10 8 29 9,67
4 MST 12 10 11 33 11,00
1 MST 7 6 6 19 6,33
2 MST 7 6 7 20 6,67
A1B2
3 MST 8 7 8 23 7,67
4 MST 9 9 10 28 9,33
1 MST 5 6 4 15 5,00
2 MST 5 6 5 1 5,33
A1B3
3 MST 8 7 7 22 7,33
4 MST 9 8 9 26 8,67
1 MST 8 7 8 23 7,67
2 MST 8 8 9 25 8,33
A2B1
3 MST 11 10 9 30 10,00
4 MST 13 12 11 36 12,00
1 MST 7 7 6 20 6,67
2 MST 8 8 6 22 7,33
A2B2
3 MST 10 8 8 26 8,67
4 MST 10 12 12 34 11,33
1 MST 7 6 5 18 6,00
2 MST 8 7 6 21 7,00
A2B3
3 MST 7 8 8 23 7,67
4 MST 11 10 11 32 10,67

Universitas Sriwijaya
82

Lampiran 19. Teladan pengolahan data analisis keragaman jumlah daun.


19.a. Hasil pengamatan jumlah daun minggu pertama
Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 8 7 7 22 7,33
A1 B2 7 6 6 19 6,33
B3 5 6 4 15 5,00
TA1 20 19 17 56 6,22
B1 8 7 8 23 7,67
A2 B2 7 7 6 20 6,67
B3 7 6 5 18 6,00
TA2 22 20 19 61 6,78
Jumlah 42 39 36 117 6,50

Data hasil percobaan kombinasi faktor petak utama x anak petak

Tebal Aliran Kemiringan Talang


Larutan Jumlah Rerata
Nutrisi A1 A2
B1 22 23 45 7,5
B2 19 20 39 6,5
B3 15 18 33 5,5
Jumlah 56 61 117 6,5
Rerata 6,22 6,77

1. Faktor koreksi (FK) = 1172 / (3 x 2 x 3)


= 760,500
2. Jumlah kuadrat total (JKT) = (82 + 72 + 72 +. . . + 52) – FK
= 20,500
3. JK. petak utama (JKPU) = ((202 + 192 + 172 +...+ 192) / 3) - FK
= 4,500
4. Jumlah kuadrat kelompok (JKK) = ((422 + 392 + 365) / 6) – FK
= 3,000
5. JK. perlakuan PU (JKA) = ((562 + 612) / 9) – FK
= 1,389
6. Jumlah kuadrat galat a (JKGa) = 4,500 – 3,000 – 1,389 = 0,111
7. JK. kombinasi perlakuan (JKKP) = ((222 + 232 + 192 + ...+ 182) / 3) – FK
= 13,833
8. JK. anak petak (JKB) = ((452 + 392 + 332) / 6) – FK
= 12,000
9. JK. interaksi AB (JKI) = 13,833 – 1,389 – 12,000
= 0,444

Universitas Sriwijaya
83

Lampiran 19. (Lanjutan)

10.JK. galat b (JKGb) = 20,500 – 4,500 – 12,000 – 0,444


= 3,556

19.b. Hasil analisis keragaman jumlah daun 1 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 4,500 0,900 16,200** 3,69 6,63
Kelompok 2 3,000 1,500 27,000* 19 99,01
Kemiringan talang 1 1,389 1,389 25,000** 18,51 98,49
Galat a 2 0,111 0,056 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 12,000 6,000 13,500** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,444 0,222 0,500ns 4,46 8,65
Galat b 8 3,556 0,444 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

0,056
KKa = x 100% = 3,626 %
6,5

0,444
KKb = x 100% = 10,256 %
6,5

BNJ 5% : Q0,05(2) = 6,09 dan Q0,05(8) = 4,04

0,056
Sy terhadap petak utama =  0,026
9

BNJ 0,05 = Sy terhadap petak utama x BNJ 0,05 = 0,159


0,444
Sy terhadap anak petak =  0,111
6

BNJ 0,05 = Sy terhadap anak petak x BNJ 0,05 = 0,449

*Hasil uji BNJ jumlah daun pada 1 MST disajikan pada Tabel 4.7 dan 4.8.

Universitas Sriwijaya
84

Lampiran 20. Teladan pengolahan data analisis keragaman jumlah daun.

20.a. Minggu kedua


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 8 8 7 23 7,67
A1 B2 7 6 7 20 6,67
B3 5 6 5 16 5,33
TA1 20 20 19 59 6,56
B1 8 8 9 25 8,33
A2 B2 8 8 6 22 7,33
B3 8 7 6 21 7,00
TA2 24 23 21 68 7,56
Jumlah 44 43 40 127 7,06

20.b. Hasil analisis keragaman jumlah daun 2 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 6,27 1,25 7,53** 3,69 6,63
Kelompok 2 1,44 0,72 4,33ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 4,50 4,50 27,00* 18,51 98,49
Galat a 2 0,33 0,16 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 10,11 5,05 7,28* 4,46 8,65
Interaksi 2 1,00 0,50 0,72ns 4,46 8,65
Galat b 8 5,55 0,69 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ jumlah daun pada 2 MST disajikan pada Tabel 4.7 dan 4.8.

Universitas Sriwijaya
85

Lampiran 21. Teladan pengolahan data analisis keragaman jumlah daun.

21.a. Hasil pengamatan jumlah daun minggu ketiga


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 11 10 8 29 9,67
A1 B2 8 7 8 23 7,67
B3 8 7 7 22 7,33
TA1 27 24 23 74 8,22
B1 11 10 9 30 10,00
A2 B2 10 8 8 26 8,67
B3 7 8 8 23 7,67
TA2 28 26 25 79 8,78
Jumlah 55 50 48 153 8,50

21.b. Hasil analisis keragaman jumlah daun 3 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 5,83 1,17 21,00** 3,69 6,63
Kelompok 2 4,33 2,17 39,00* 19 99,01
Kemiringan talang 1 1,39 1,39 25,00* 18,51 98,49
Galat a 2 0,11 0,06 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 17,33 8,67 10,06** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,44 0,22 0,26ns 4,46 8,65
Galat b 8 6,89 0,86 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ jumlah daun pada 3 MST disajikan pada Tabel 4.7 dan 4.8.

Universitas Sriwijaya
86

Lampiran 22. Teladan pengolahan data analisis keragaman jumlah daun.

22.a. Hasil pengamatan jumlah daun minggu ketiga


Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 12 10 11 33 11,00
A1 B2 9 9 10 28 9,33
B3 9 8 9 26 8,67
TA1 30 27 30 87 9,67
B1 13 12 11 36 12,00
A2 B2 10 12 12 43 11,33
B3 1 10 11 32 10,67
TA2 34 34 34 102 11,33
Jumlah 64 61 64 189 10,50

22.b. Hasil analisis keragaman jumlah daun 3 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 14,500 2,900 5,800** 3,69 6,63
Kelompok 2 1,000 0,500 1,000 19 99,01
Kemiringan talang 1 12,500 12,500 25,000* 18,51 98,49
Galat a 2 1,000 0,500 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 10,333 5,167 6,200** 4,46 8,65
Interaksi 2 1,000 0,500 0,600ns 4,46 8,65
Galat b 8 6,667 0,833 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

*Hasil uji BNJ jumlah daun pada 4 MST disajikan pada Tabel 4.7 dan 4.8.

Universitas Sriwijaya
87

Lampiran 23. Teladan pengolahan data analisis keragaman berat segar


brangkasan.
Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 49 46 47 142 47,33
A1 B2 47 44 41 132 44,00
B3 37 39 7 113 37,67
TA1 133 129 125 387 43,00
B1 50 48 47 145 48,33
A2 B2 47 45 44 136 45,33
B3 41 40 38 119 39,67
TA2 138 133 129 400 44,44
Jumlah 271 262 254 787 43,72

Data hasil percobaan kombinasi faktor petak utama x anak petak

Tebal Aliran Kemiringan Talang


Larutan Jumlah Rerata
Nutrisi A1 A2
B1 142 145 287 47,83
B2 132 136 268 44,67
B3 113 119 232 38,67
Jumlah 387 400 787 4,72
Rerata 43 44,44

1. Faktor koreksi (FK) = 7872 / (3 x 2 x 3)


= 34.409,389
2. Jumlah kuadrat total (JKT) = (492 + 462 +. . . + 382) – FK
= 309,611
3. JK. petak utama (JKPU) = ((1332 + 1292 + . . + 1292) / 3) - FK
= 33,611
4. Jumlah kuadrat kelompok (JKK) = ((2712 + 2622 + 2545) / 6) – FK
= 24,111
5. JK. perlakuan PU (JKA) = ((3872 + 4002) / 9) – FK
= 9,389
6. Jumlah kuadrat galat a (JKGa) = 33,611 – 24,111 – 9,389 = 0,111
7. JK. kombinasi perlakuan (JKKP) = ((1422 + 1452 + ...+ 1192) / 3) – FK
= 270,278
8. JK. anak petak (JKB) = ((2872 + 4682 + 2322) / 6) – FK
= 260,111

Universitas Sriwijaya
88

Lampiran 23. (Lanjutan)

9. JK. interaksi AB (JKI) = 270,278 – 9,389 – 260,111


= 0,778
10.JK. galat b (JKGb) = 309,611 – 33,611 – 260,111 – 0,778
= 15,111

Hasil analisis keragaman berat segar brangkasan 4 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 33,61 6,72 121,00** 3,69 6,63
Kelompok 2 24,11 12,05 217,00** 19 99,01
Kemiringan talang 1 9,38 9,38 169,00** 18,51 98,49
Galat a 2 0,111 0,05 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 260,11 130,05 68,853** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,77 0,38 0,206 4,46 8,65
Galat b 8 15,11 1,88 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

0,056
KKa = x 100% = 0,539 %
43,72

1,889
KKb = x 100% = 3,143 %
43,72

BNJ 5% : Q0,05(2) = 6,09 dan Q0,05(8) = 4,04

0,056
Sy terhadap petak utama =  0,026
9

BNJ 0,05 = Sy terhadap petak utama x BNJ 0,05 = 0,159


1,889
Sy terhadap anak petak =  0,229
6

BNJ 0,05 = Sy terhadap anak petak x BNJ 0,05 = 0,925


*Hasil uji BNJ berat segar brangkasan pada 4 MST disajikan pada Tabel 4.9 dan
4.10.

Universitas Sriwijaya
89

Lampiran 24. Teladan pengolahan data analisis keragaman berat brangkasan


kering.
Tebal Aliran Ulangan
Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 4 3 4 11 3,67
A1 B2 3 3 3 9 3,00
B3 1 2 1 4 1,33
TA1 8 8 8 24 2,67
B1 4 4 4 12 4,00
A2 B2 3 4 4 11 3,6
B3 2 2 2 6 2,00
TA2 9 10 10 29 3,22
Jumlah 17 18 18 53 2,94

Data hasil percobaan kombinasi faktor petak utama x anak petak

Tebal Aliran Kemiringan Talang


Larutan Jumlah Rerata
Nutrisi A1 A2
B1 11 12 23 3,83
B2 9 11 20 3,33
B3 4 6 10 1,67
Jumlah 24 29 53 2,94
Rerata 2,67 3,22

1. Faktor koreksi (FK) = 5312 / (3 x 2 x 3)


= 156,056
2. Jumlah kuadrat total (JKT) = (42 + 32 + 42 +. . . + 22) – FK
= 18,9444
3. JK. petak utama (JKPU) = ((82 + 82 + . . . + 102) / 3) - FK
= 1,611
4. Jumlah kuadrat kelompok (JKK) = ((172 + 182 + 185) / 6) – FK
= 0,111
5. JK. perlakuan PU (JKA) = ((2,672 + 3,222) / 9) – FK
= 1,389
6. Jumlah kuadrat galat a (JKGa) = 1,611 – 0,111 – 1,389 = 0,001
7. JK. kombinasi perlakuan (JKKP) = ((112 + 122 + ...+ 6) / 3) – FK
= 16,94
8. JK. anak petak (JKB) = ((232 + 202 + 102) / 6) – FK
= 15,44
9. JK. interaksi AB (JKI) = 16,944 – 1,389 – 15,44 = 0,001

Universitas Sriwijaya
90

Lampiran 24. (Lanjutan)

10.JK. galat b (JKGb) = 18,94 – 1,611 – 15,44 – 0,111


= 1,778

Hasil analisis keragaman berat brangkasan kering 4 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 1,61 0,32 5,8* 3,69 6,63
Kelompok 2 0,11 0,056 1ns 19 99,01
Kemiringan talang 1 1,38 1,389 25* 18,51 98,49
Galat a 2 0,11 0,056 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 15,44 7,722 34,750** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,11 0,056 0,250ns 4,46 8,65
Galat b 8 1,778 0,222
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

0,056
KKa = x 100% = 8,005 %
2,94

0,222
KKb = x 100% = 16,010 %
2,94

BNJ 5% : Q0,05(2) = 6,09 dan Q0,05(8) = 4,04

0,056
Sy terhadap petak utama =  0,026
9

BNJ 0,05 = Sy terhadap petak utama x BNJ 0,05 = 0,159


0,222
Sy terhadap anak petak =  0,079
6

BNJ 0,05 = Sy terhadap anak petak x BNJ 0,05 = 0,317

*Hasil uji BNJ berat brangkasan kering pada 4 MST disajikan pada Tabel 4.11
dan 4.12.

Universitas Sriwijaya
91

Lampiran 25. Teladan pengolahan data analisis keragaman berat kering akar.

Tebal Aliran Ulangan


Kemiringan
Larutan Jumlah Rerata
Talang 1 2 3
Nutrisi
B1 0,57 0,59 0,54 1,71 0,57
A1 B2 0,51 0,45 0,50 1,45 0,48
B3 0,46 0,28 0,26 1,00 0,33
TA1 1,54 1,32 1,30 4,16 0,46
B1 0,70 0,53 0,62 1,85 0,62
A2 B2 0,53 0,43 0,47 1,43 0,48
B3 0,45 0,45 0,39 1,28 0,43
TA2 1,67 1,41 1,48 4,56 0,51
Jumlah 3,21 2,73 2,78 8,72 0,48

Data hasil percobaan kombinasi faktor petak utama x anak petak

Tebal Aliran Kemiringan Talang


Larutan Jumlah Rerata
Nutrisi A1 A2
B1 1,71 1,85 3,56 0,59
B2 1,45 1,43 2,88 0,48
B3 1,00 1,28 2,28 0,38
Jumlah 4,16 4,56 8,72 0,48
Rerata 0,46 0,51

1. Faktor koreksi (FK) = 8,722 / (3 x 2 x 3)


= 4,224
2. Jumlah kuadrat total (JKT) = (0,572 + 0,592 + 0,542 +. . . + 0,392) – FK
= 0,202
3. JK. petak utama (JKPU) = ((1,542 + 1,322 + . . . + 1,482) / 3) - FK
= 0,033
4. Jumlah kuadrat kelompok (JKK) = ((3,212 + 2,732 + 2,785) / 6) – FK
= 0,023
5. JK. perlakuan PU (JKA) = ((4,162 + 4,562) / 9) – FK
= 0,009
6. Jumlah kuadrat galat a (JKGa) = 0,033 – 0,023 – 0,009 = 0,001
7. JK. kombinasi perlakuan (JKKP) = ((1,712 + 1,852 + ...+ 1,282) / 3) – FK
= 0,153
8. JK. anak petak (JKB) = ((3,562 + 2,882 + 2,282) / 6) – FK
= 0,135
9. JK. interaksi AB (JKI) = 0,513 – 0,009 – 0,135
= 0,008

Universitas Sriwijaya
92

Lampiran 25. (Lanjutan)

10.JK. galat b (JKGb) = 0,202 – 0,033 – 0,135 – 0,008


= 0,026

Hasil analisis keragaman berat kering akar 4 MST

FTabel
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
Petak utama : 5 0,033 0,007 18,800** 3,69 6,63
Kelompok 2 0,023 0,012 32,965* 19 99,01
Kemiringan talang 1 0,009 0,009 26,072* 18,51 98,49
Galat a 2 0,001 0,0004 - - -
Tebal larutan nutrisi 2 0,135 0,068 21,034** 4,46 8,65
Interaksi 2 0,008 0,004 1,263ns 4,46 8,65
Galat b 8 0,026 0,003 -
Total 17
Keterangan : ns) = berpengaruh tidak nyata
*) = berpengaruh nyata
**) = berpengaruh sangat nyata

0,0004
KKa = x 100% = 3,872 %
0,48

0,003
KKb = x 100% = 11,715 %
0,48

BNJ 5% : Q0,05(2) = 6,09 dan Q0,05(8) = 4,04

0,0004
Sy terhadap petak utama =  0,002
9

BNJ 0,05 = Sy terhadap petak utama x BNJ 0,05 = 0,013


0,003
Sy terhadap anak petak =  0,009
6

BNJ 0,05 = Sy terhadap anak petak x BNJ 0,05 = 0,038

*Hasil uji BNJ berat kering akar pada 4 MST disajikan pada Tabel 4.13 dan
4.14.

Universitas Sriwijaya
93

Lampiran 26. Data konsumsi air

Lebar box larutan nutrisi = 30 cm = 0,3 m


Panjang box larutan nutrisi = 29 cm = 0,29 m

Kemiringan 2%
1 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,087 55 47,431 7,569
0,082 55 47,886 7,134

2 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,075 55 48,475 6,525
0,07 55 48,91 6,09

3 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,055 55 50,215 4,785
0,05 55 50,65 4,35

4 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,035 55 51,955 3,045
0,03 55 52,39 2,61

Total
Vawal(l) Vkonsumsi (l) Vsisa(l)
220 198,076 21,924
220 199,816 20,184

Universitas Sriwijaya
94

Lampiran 26. (Lanjutan)

Kemiringan 4%
1 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,076 55 48,388 6,612
0,072 55 48,376 6,264

2 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,065 55 49,345 5,655
0,062 55 49,606 5,394

3 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,045 55 51,085 3,915
0,042 55 51,345 3,654

4 MST
t (m) Vawal (l) Vkonsumsi (l) Vsisa (l)
0,025 55 52,825 2,175
0,022 55 53,086 1,914

Total
Vawal(l) Vkonsumsi (l) Vsisa(l)
220 201,643 18,357
220 202,774 17,226

Universitas Sriwijaya
95

Lampiran 27. Gambar instalasi hidroponik NFT untuk tanaman pakchoi

Universitas Sriwijaya
96

Lampiran 27. (Lanjutan)

Universitas Sriwijaya
97

Lampiran 28. Data hasil pengamatan EC

Kemiringan talang
Kemiringan talang 2%
4%
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm
Minggu pertama
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm
Minggu kedua
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm
Minggu ketiga
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm
Minggu keempat
1,655 mS/cm 1,655 mS/cm

Universitas Sriwijaya
98

Lampiran 29. Data hasil pengamatan pH

Kemiringan talang
Kemiringan talang 2%
4%
6,5 6,6
Minggu pertama
6,6 6,5
6,6 6,6
Minggu kedua
6,7 6,8
6,7 6,8
Minggu ketiga
6,5 6,7
6,4 6,6
Minggu keempat
6,5 6,6

Universitas Sriwijaya
99

Lampiran 30 . Hasil pengukuran suhu harian setelah tanam (oC)

Suhu dalam °C Suhu luar °C Rumah


Rumah Tanaman Tanaman
Tanggal Rerata Rerata
07.00 13.00 16.00 07.00 13.00 16.00
WIB WIB WIB WIB WIB WIB
23-Mei-16 28,80 31,30 31,00 30,4 29,8 2,3 32,5 31,5
24-Mei-16 28,2 30,7 29,6 29,5 29,2 31,7 30,6 30,5
25-Mei-16 28 32,8 29,7 30,2 29 32,9 30,7 30,9
26-Mei-16 28,9 30 31,4 30,1 29,9 31 31,1 30,7
27-Mei-16 29,2 30,2 28,2 29,2 29,3 31,2 29,2 29,9
28-Mei-16 26,4 27,7 27,9 27,3 2,4 28,2 28,2 27,9
29-Mei-16 27,7 29,2 29,7 28,9 27,8 30,1 29,8 29,2
30-Mei-16 30,5 30,1 30,8 30,5 32,5 32,1 31,1 31,9
31-Mei-16 29,4 28,7 28,7 28,9 29,7 29,2 29,5 29,5
01-Jun-16 27,6 30, 30,9 29,5 28,1 30,7 31,4 30,1
02-Jun-16 28,7 32,2 32,3 31,2 29,2 32,2 32,9 31,4
03-Jun-16 28,4 31,4 31,1 30,3 29 31,5 31,5 30,7
04-Jun-16 28,7 31,2 32,2 30,7 29,2 32 32,8 31,3
05-Jun-16 29,2 30,9 30,2 30,1 29,6 30,9 30,3 30,3
06-Jun-16 30,3 30,1 30, 30,2 30,3 31,1 31 30,8
07-Jun-16 29,4 31,1 30,2 30,2 29,8 31,8 32,9 31,5
08-Jun-16 29,9 31,6 31,2 30,9 30,4 31,5 31,8 31,2
09-Jun-16 30,8 31,4 30,5 30,9 30,2 31,9 30,4 30,8
10-Jun-16 30,2 30,4 30,1 30,2 30,5 32,6 32,3 31,8
11-Jun-16 30,2 31,8 32,6 31,5 30,8 32 33,1 32,0
12-Jun-16 29,5 31,4 31,2 30,7 29,6 31,5 31,2 30,8
13-Jun-16 28,4 31,2 30,2 29,9 28,4 31,3 30,8 30,2
14-Jun-16 28,5 30,1 30,5 29,7 28,6 30,2 30,6 29,8
15-Jun-16 28,5 31,6 30,5 30,2 28,6 31,7 30,7 30,3
16-Jun-16 31,1 32,2 31,4 31,6 31,2 32,5 31,7 31,8
17-Jun-16 29,8 30,2 30,1 30,0 29,9 30,4 30,1 30,1
18-Jun-16 28,9 32,4 33,3 31,5 29,1 32,4 33,6 31,7
19-Jun-16 28,7 31,4 30,7 30,3 28,7 32,4 30,7 30,6
20-Jun-16 28 29,9 30,1 29,3 28,5 30,9 31,1 30,2
21-Jun-16 29,8 31,6 31,1 30,8 29,7 31,4 31,2 30,8
22-Jun-16 29,8 30,3 31,3 30,5 29,8 30,3 31,2 30,8
23-Jun-16 30 31,5 31,4 31,0 30,8 30,5 31,6 31,0
24-Jun-16 31,1 32,5 30,6 31,4 31,1 30,3 31,5 31,0

Universitas Sriwijaya
100

Lampiran 31. Kelembaban relatif di dalam rumah tanaman (%)

RH (%) Rumah Tanaman


Tanggal 07.00 13.00 16.00 Rerata
WIB WIB WIB
23-Mei-16 81 80 80 80,33
24-Mei-16 81 75 77 77,67
25-Mei-16 82 73 65 73,33
26-Mei-16 80 72 67 73,00
27-Mei-16 84 74 73 77,00
28-Mei-16 86 80 80 82,00
29-Mei-16 79 80 80 79,67
30-Mei-16 84 74 73 77,00
31-Mei-16 82 80 80 80,67
01-Mei-16 84 73 65 74,00
02-Jun-16 81 69 63 71,00
03-Jun-16 75 72 74 73,67
04-Jun-16 75 69 59 67,67
05-Jun-16 79 67 62 69,33
06-Jun-16 77 60 66 67,67
07-Jun-16 84 77 67 76,00
08-Jun-16 84 80 76 80,00
09-Jun-16 78 67 60 68,33
10-Jun-16 77 68 69 71,33
11-Jun-16 79 75 72 75,33
12-Jun-16 79 73 72 74,67
13-Jun-16 79 70 75 74,67
14-Jun-16 76 75 72 74,33
15-Jun-16 80 77 75 77,33
16-Jun-16 85 70 72 75,67
17-Jun-16 79 72 72 74,33
18-Jun-16 80 75 70 75,00
19-Jun-16 80 71 72 74,33
20-Jun-16 79 80 79 79,33
21-Jun-16 82 70 70 74,00
22-Jun-16 82 69 70 73,67
23-Jun-16 75 70 70 71,67
24-Jun-16 70 68 69 69,00

Universitas Sriwijaya
101

Lampiran 32. Foto penelitian tanaman Pakchoi

Rockwool Nutrisi hidroponik A

Nutrisi hidroponik B Benih pakchoi

Cawan Timbangan digital

Universitas Sriwijaya
102

Lampiran 32. (Lanjutan)

EC meter pH meter

DO meter Timbangan digital

Thermohygrometer Oven

Universitas Sriwijaya
103

Lampiran 32. (Lanjutan)

Pakchoi berumur seminggu Pakchoi berumur 3 minggu

Pakchoi berumur 3 minggu Akar tanaman Pakchoi setelah panen

Pemanenan Pengemasan pakchoi

Universitas Sriwijaya

You might also like