You are on page 1of 11

213

Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016

PENGARUH TINDAKAN MOBILISASI DINI TERHADAP DENYUT JANTUNG DAN


FREKUENSI PERNAPASAN PADA PASIEN KRITIS DI ICU RSUD SLEMAN
YOGYAKARTA
1 1
Muhamat Nofiyanto , Tetra Saktika Adhinugraha
1
Prodi Keperawatan, Stikes Jen. A. Yani Yogyakarta Email: muhamatnur@gmail.com, tetrasakti@gmail.com

ABSTRACT
Background: Patients with critical conditions in the ICU depend on a variety of tools to support their lifes.
Patients’ conditions and and their unstable hemodynamic are challenges for nurses to perform mobilization.
Less mobilization in critical patients can cause a variety of physical problems, one of them is
cardiorespiratory function disorder.
Objective: to investigate differences in heart rate (HR) and respiratory rate (RR) before, during, and
immediately after early mobilization.
Methods: This study employed quasi experiment with one group pre and post test design. Twenty four
respondents were selected based on the criteria HR <110 / min at rest, Mean Arterial Blood Pressure
between 60 to 110 mmHg, and the fraction of inspired oxygen <0.6. Early mobilization was performed to the
respondents, and followed by assessments on the changes of respiratory rate and heart rate before, during,
and immediately after the mobilization. Analysis of differences in this study used ANNOVA.
Results: Before the early mobilization, mean RR was 22.54 and mean HR was 78.58. Immediately after the
mobilization, mean RR was 23.21 and mean HR was 80.75. There was no differences in the value of RR
and HR, before and immediately after the early mobilization with the p-value of 0.540 and 0.314,
respectively.
Conclusions: Early mobilization of critical patients is relatively safe. Nurses are expected to perform early
mobilization for critical patients. However, it should be with regard to security standards and rigorous
assessment of the patient's conditions.
Keywords: early mobilization, critical patients, ICU

PENDAHULUAN mempertahankan kehidupan pasien. Hal ini


Pasien kritis yang menjalani perawatan menyebabkan mobilisasi terkadang
di ICU memiliki berbagai kondisi yang terlewatkan oleh perawat.
mengharuskan pasien untuk bed rest. Hal ini Kondisi bed rest pasien kritis yang terlalu
menyebabkan pasien di ICU akan diidentikkan lama dapat menimbulkan berbagai masalah,
dengan kata “pasif”. Stabilisasi kondisi meningkatkan morbiditas, mortalitas,
hemodinamik, pemasangan berbagai alat memperlama waktu perawatan, dan
(1)
monitoring maupun support kehidupan, menambah biaya perawatan . Hasil studi
pasien post operasi dan penurunan status meta-analisis dari 39 Randomized Control
kesadaran baik fisiologis maupun program Trial tentang efek dari bed rest pasien kritis
sedasi menjadi tantangan perawat untuk didapatkan bahwa bed rest memiliki dampak
memobilisasi pasien kritis. Kompleksitas yang merugikan dan mungkin berkaitan
program terapi dan pemantuan pasien kritis dengan bahaya. Imobilisasi dalam jangka
menekankan perawat untuk fokus terhadap waktu lama akan mengakibatkan berbagai
stabilisasi kondisi respirasi, sirkulasi, dan komplikasi, di antaranya atropi otot, dekubitus,
(2)
status fisiologis lainnya untuk atelektasis, dan demineralisasi tulang .
214 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016

Kondisi imobilisasi pasien kritis setelah tujuh jantung dan frekuensi pernapasan pada
hari menggunakan ventilasi mekanik, 25% pasien kritis di ICU RSUD Sleman?”
sampai 33% akan menyebabkan kelemahan
(2)
neuromuscular . Penelitian yang dilakukan BAHAN DAN CARA PENELITIAN
(3)
menemukan bahwa kontraktur sendi terjadi Penelitian ini termasuk penelitian
pada 61 (39%) pasien dari 155 pasien, 52 kuantitatif, yaitu eksperimen semu (Quasi
(34%) pasien mengalami kontraktur sendi Experiment) dengan menggunakan desain
dengan kelemahan fungsi. Lama rawat di ICU one group pre test dan post test. Peneliti
menjadi penyebab kontraktur sendi tersebut. ingin mencari pengaruh tindakan mobilisasi
Lama rawat delapan minggu atau lebih dini terhadap denyut jantung dan frekuensi
memiliki risiko lebih tinggi terjadi kontraktur pernapasan. Skema desain penelitiannya
sendi dibandingkan lama waktu dua sampai adalah sebagai berikut:
tiga minggu. R O1 X O2 O3
Berbagai kondisi tersebut mengharuskan Gambar 1
Skema Desain Penelitian
perhatian, terutama bagi perawat yang 24
jam bersama pasien untuk memberikan
Keterangan:
intervensi yang efektif. Langkah terapeutik
R: Responden penelitian
yang dapat dilakukan sebagai upaya
O1: Pengukuran denyut jantung dan
pencegahan dan solusi untuk masalah
frekuensi pernapasan sebelum perlakuan
tersebut adalah dengan menjalankan
X: Intervensi mobilisasi dini sesui tahapan
mobilisasi dini dan program berjalan pasien
O2: Pengukuran denyut jantung dan
kritis di ICU. Mobilisasi dini pasien kritis dapat
frekuensi pernapasan selama perlakuan
meningkatkan kekuatan otot, menurunkan
O3: Pengukuran denyut jantung dan
(2)
stres oksidasi dan inflamasi, selama
frekuensi pernapasan segera setelah
beraktivitas atau latihan akan memaksimalkan
perlakuan
60%-75% intake oksigen dan meningkatkan
Populasi penelitian ini adalah seluruh
produksi antioksidan. Mobilisasi dini pasien
pasien kritis yang dirawat di ICU RSUD
kritis yang menggunakan ventilator memiliki
Sleman dengan rata-rata jumlah pasien per
manfaat meningkatkan kekuatan otot dan
bulan adalah sekitar 25 pasien. Teknik
pernapasan yang signifikan dalam tiga dan
sampling dalam penelitian ini adalah
enam minggu, selain itu juga dapat
purposive sampling dengan kriteria inklusi
meningkatkan outcomes fungsional pasien (4).
sebagai berikut:
Rumusan masalah “Apakah ada
1. Denyut jantung/ Heart rate (HR)
pengaruh mobilisasi dini terhadap nilai denyut
<110/min saat istirahat,
215
Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016

2. Mean arterial blood pressure antara Analisis data yang dilakukan pada
60 s.d. 110 mm Hg penelitian ini adalah menggunakan analisis
3. fraction of inspired oxygen <0.6, deskriptif untuk melihat karakteristik
sedangkan kriteria eksklusinya responden dan per karakteristik parameter
adalah: hemodinamik, sedangkan analisis inferensial
1. Saturasi oksigen <88% menggunakan repeated meassure annova.
2. Hipotensi berkaitan dengan pusing,
pingsan, dan atau berkeringat HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Perubahan dalam irama nadi Karakteristik Responden
4. Kelelahan yang ekstrim atau sesak Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
napas yang ditunjukkan dengan bahwa jenis kelamin responden adalah sama
frekuensi napas (RR) >20X/min banyak antara laki-laki dan perempuan,
5. Permintaan pasien untuk berhenti. dengan diagnosis medis terbanyak adalah
Besar sampel dalam penelitian ini responden dengan masalah cardiac, yaitu
dihitung menggunakan rumus Solvin dengan sindroma koronaria akut dan gagal jantung
hasil 24 responden. Sampel dipilih kongestif. Metode oksigenasi yang digunakan
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, oleh responden terbanyak menggunakan
setelah mendapatkan responden yang nasal kanula dengan dosis oksigen terbanyak
memenuhi kriteria maka dilakukan analisis adalah 4 liter per menit.
tingkat keparahan penyakit menggunakan Tabel 1 Karakteristik Responden
Penelitian (N=24)
pedoman Perme & Chandrashekar pada Karakteristik Frekuensi Persentase
setiap responden untuk dimasukkan kategori (%)
Jenis Kelamin:
1,2,3, atau 4. Setelah itu, diberikan tindakan Laki-laki 12 50
Perempuan 12 50
mobilisasi dini dengan pendidikan, Diagnosis
Medis: 17 70,8
positioning, latihan gerak di tempat tidur, Cardiac 7 29,2
Noncardiac
latihan berpindah dan berjalan dengan jenis Metode
latihan, durasi dan frekuensi yang Oksigenasi:
Nasal kanula 16 66,7
disesuaikan dengan kondisi pasien Nonrebreathing 1 4,2
mask
berdasarkan panduan Perme & Tanpa suplement 7 29,2
Dosis Oksigen:
Chandrashekar. Pengukuran denyut jantung (Liter/menit)
2 1 4,2
dan frekuensi pernapasan dilakukan sebelum 3 4 16,7
4 11 45,8
pemberian intervensi, selama, dan segera 10 1 4,2
setelahnya. Intervensi mobilisasi dan
pengukuran dilakukan semuanya oleh
perawat kompeten di ICU RSUD Sleman.
216 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016

Tabel 2 Karakteristik Mobilisasi Nilai Denyut Jantung (HR) dan Frekuensi


Responden
pernapasan (RR) sebelum tindakan
(N=24)
Karakteristik Frekuensi Persentase mobilisasi dini.
(%)
Kondisi Tabel 3 Nilai HR dan RR sebelum tindakan
Kekritisan: 12 50 mobilisasi dini
Fase 1 4 16,7
Fase 2 6 25 Karakteristik Mean Standard
Fase 3 2 8,3 Deviasi (SD)
Fase 4
HR 78,58 15,92
Durasi Latihan:
RR 22,54 6,59
(menit)
15 7 29,2
18 1 4,2
20 4 16,7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
25 3 12,5 nilai dasar parameter kardiorespirasi
30 9 37,5
Jenis Latihan: responden menunjukkan dalam batas
Latihan berjalan 7 29,2
Latihan berpindah 3 12,5 toleransi untuk dilakukan program mobilisasi
Latihan gerak di 6 25
tempat tidur dini sesuai dengan panduan dari Perme.
Latihan Positioning 8 33,3
Tabel 2 menunjukkan bahwa fase
latihan yang dijalankan, durasi latihan, dan Nilai Denyut Jantung (HR) dan Frekuensi

jenis latihan didapatkan sebagian responden Pernapasan (RR) selama tindakan


mobilisasi dini.
berada dalam fase 1, yaitu pasien fase akut
dengan problem medis multipel, kondisi tidak Hasil penelitian menunjukkan bahwa

stabil, tidak dapat secara penuh terdapat perubahan nilai denyut jantung dan

berpartisipasi terhadap program latihan, juga frekuensi pernapasan dari nilai awal selama

meliputi pasien yang memiliki masalah medis dilakukan proses mobilisasi dini dengan

tidak signifikan tetapi memiliki kelemahan, kecenderungan mengalami peningkatan nilai.

toleransi aktivitas terbatas, dan/atau tidak Lebih rinci mengenai parameter tersebut

mampu berjalan. Sebagian besar responden dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:

menjalankan mobilisasi dini dengan durasi 30 Tabel 4 Nilai HR, RR selama tindakan
mobilisasi dini
menit. Jenis latihan terbanyak yang mampu
Karakteristik Mean Standard
dilakukan oleh responden adalah latihan Deviasi (SD)
positioning yang meliputi latihan miring kiri, HR 86,79 16,73
RR 27,63 6,09
miring kanan, supinasi, duduk pasif, posisi
semi fowler, dan fowler tinggi. Nilai Denyut Jantung (HR), Frekuensi
Pernapasan (RR), segera setelah tindakan
mobilisasi dini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak terdapat perubahan yang signifikan dari
nilai awal sebelum mobilisasi pada denyut
Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016
217

jantung dan frekuensi pernapasan segera Pelaksanaan mobilisasi dini di ICU


setelah dilakukan tindakan mobilisasi dini. Sebagian besar responden memiliki
Lebih rinci mengenai parameter tersebut masalah jantung dengan jumlah responden
dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini: terbanyak mendapatkan terapi oksigen 4 liter
Tabel 5 Nilai HR, RR segera setelah per menit. Selain itu, sebagian besar
tindakan mobilisasi dini
responden juga masuk dalam kondisi
Karakteristik Mean Standard kekritisan fase satu, yaitu pasien fase akut
Deviasi (SD)
HR 80,75 15,25 dengan problem medis multipel, kondisi tidak
RR 23,21 6,93
stabil, tidak dapat secara penuh
berpartisipasi terhadap program latihan, juga
Perbedaan denyut jantung dan frekuensi
pernapasan sebelum, selama, dan segera meliputi pasien yang memiliki masalah medis
setelah mobilisasi dini.
tidak signifikan tetapi memiliki kelemahan,
Tabel 6 menunjukkan perbedaan nilai
toleransi aktivitas terbatas, dan/atau tidak
HR dan RR antara nilai sebelum dan segera
mampu berjalan. Hal ini menjadikan kondisi
setelah mobilisasi dini yang dianalisis
pasien cenderung statis/minim untuk
menggunakan repeated anova. Dari tabel
dimobilisasikan karena faktor kompleksitas
tersebut dapat diketahui bahwa nilai yang
masalah yang dimiliki. Apabila kondisi ini
signifikan berbeda secara statistik antara
dibiarkan terus, akan menimbulkan dampak
sebelum dengan selama pelaksanaan
yang merugikan.
mobilisasi dini, tetapi tidak berbeda signifikan
Kondisi bed rest pasien kritis yang
antara sebelum dan segera setelah
terlalu lama dapat menimbulkan berbagai
pelaksanaan mobilisasi dini. Lebih jelasnya
masalah, meningkatkan morbiditas,
mengenai urain tersebut dapat dilihat dalam
mortalitas, memperlama waktu perawatan
tabel 6 sebagai berikut
(1)
dan menambah biaya perawatan . Hasil
Tabel 6 Perbedaan nilai HR, RR sebelum,
selama, dan segera setelah tindakan studi meta-analisis dari 39 Randomized
mobilisasi dini
Control Trial tentang efek dari bed rest
Parameter Perbedaan p pasien kritis didapatkan bahwa bed rest
Rerata (IK 95%)
HR sebelum vs selama 8,21 (12,84- 0.001 memiliki dampak yang merugikan dan
3,58)
HR selama vs segera 6,04 (2,18-9,90) 0.004 mungkin berkaitan dengan bahaya. Imobilisasi
setelah
HR sebelum vs segera 2,17 (6,52-2,19) 0.314
dalam jangka waktu lama akan
setelah mengakibatkan berbagai komplikasi, di
RR sebelum vs selama 5,08 (7,17-2,99) 0.000
RR selama vs segera 4,42 (2,32-6,52) 0.000 antaranya atropi otot, dekubitus, atelektasis,
setelah
(2)
RR sebelum vs segera 0,67 (2,89-1,55) 0.540 dan demineralisasi tulang . Kondisi
setelah
imobilisasi pasien kritis setelah tujuh hari
menggunakan ventilasi mekanik, 25% sampai
218 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016

33% akan menyebabkan kelemahan nilai yang memenuhi batas aman untuk
(2)
neuromuskular . Penelitian yang dilakukan dilakukan mobilisasi dini, sehingga harus
(3)
menemukan bahwa kontraktur sendi terjadi segera dilakukan mobilisasi dini. Hal ini
pada 61 (39%) pasien dari 155 pasien, 52 sesuai dengan konsep bahwa mobilisasi dini
(34%) pasien mengalami kontraktur sendi pasien kritis dilakukan segera setelah kondisi
dengan kelemahan fungsi. Lama rawat di ICU fisiologis pasien stabil. Studi pasien dengan
menjadi penyebab kontraktur sendi tersebut, trakeostomi menemukan bahwa hanya 63%
lama rawat delapan minggu atau lebih pasien yang dilatih duduk di luar tempat tidur
(2)
memiliki risiko lebih tinggi terjadi kontraktur .
sendi dibandingkan lama waktu dua sampai Mobilisasi dini sebagai progressive
tiga minggu. mobility, yaitu derajat aplikasi dari teknik
Jenis latihan terbanyak yang mampu positioning dan mobilisasi yang meliputi:
dilakukan oleh responden adalah latihan elevasi kepala tempat tidur, manual turning,
positioning yang meliputi latihan miring kiri, ROM aktif dan pasif, continuous lateral
miring kanan, supinasi, duduk pasif, posisi rotation therapy (CLRT), posisi pronasi,
semi fowler, dan fowler tinggi dengan durasi pergerakan melawan gravitasi, posisi duduk
terlama latihan yang mampu dilakukan di tempat tidur, posisi duduk di kursi, berdiri,
(1) (5)
adalah 30 menit. Hal ini sesuai bahwa dan bergerak atau berpindah . Manual
pada pasien kondisi kekritisan fase satu, turning merupakan intervensi untuk
fokus positioning adalah pada pencegahan mengubah posisi pasien setiap dua jam dari
dekubitus khususnya di tumit, dan sacrum. posisi miring kiri ke kanan dan posisi supinasi
Latihan gerak yang diperkenankan adalah yang dilakukan secara manual. CLRT adalah
berganti posisi dari satu sisi ke sisi teknik memutar atau merubah posisi pasien
berlawanan diselingi supinasi, dari supin dengan sudut kurang dari 40 derajat
berlatih duduk di tepi tempat tidur diiringi sepanjang axis longitudinal. CLRT dilakukan
latihan gerak kaki, latihan pernapasan, dengan cara memberikan pergerakan yang
latihan keseimbangan, aktivitas perawatan terus menerus pada frame tempat tidur
diri, dan duduk tanpa bantuan. Apabila pasien yang merotasi pasien dari satu sisi ke
pasien mampu untuk berdiri, maka fokus sisi yang berlawanan. Memerlukan evaluasi
pada berdiri dengan walker (tidak boleh kondisi pasien sebelum memberikan CLRT,
berpindah). Durasi yang diperbolehkan di antaranya: PaO2/FIO2 ratio (P/F ratio)
adalah 15-30 menit dengan frekuensi sehari menunjukkan nilai 300, oksigenasi pasien
sekali. dan PEEP diperlukan untuk mendapatkan
Parameter kardiorespirasi responden level PaO2 normal dan pengkajian mengenai
sebelum dilakukan mobilisasi menunjukkan infiltrat serta atelektasis menggunakan
Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016
219

(6)
radiografi . Mobilisasi dini dilakukan dengan jaringan. Masalah hemodinamik yang tidak
menggerakan pasien dari posisi supinasi stabil muncul karena ketika pasien mengubah
menuju posisi duduk dengan bantuan atau posisi gravitasi dari berbaring menuju duduk
dari tempat tidur menuju ke kursi. Sebelum atau berdiri, tubuh akan berespon secara
melakukan tindakan tersebut, terlebih dahulu fisiologis untuk beradaptasi menjaga
pasien harus dilatih untuk menguatkan homeostatis fungsi kardiovaskuler. Prosesnya
lengan dan kaki serta diajarkan teknik energi melalui dua cara: volume plasma berpindah
konservasi. Pasien dianggap toleran jika yang memberikan pesan kepada syaraf
dapat melakukan lima menit program latihan otonom untuk mengubah tahanan vaskuler
(6)
tanpa adanya napas pendek . atau bagaian dalam telinga atau respon
Program mobilisasi dini dan berjalan vestibulum yang berdampak pada sistem
untuk pasien kritis dilakukan secara progresif kardiovaskuler selama perubahan posisi.
berdasarkan kemampuan fungsional pasien Pasien kritis biasanya memiliki tahanan
dan kemampuan untuk toleransi terhadap vaskuler yang jelek, umpan balik otonom yang
program yang diberikan. Program mobilisasi jelek, sistem kardiovaskuler yang memburuk
dini dan latihan berjalan dilakukan melalui hal ini membuat adaptasi yang buruk terhadap
empat fase. Setiap fase meliputi panduan perubahan posisi (5).
terhadap pengaturan posisi, latihan Mobilisasi meningkatkan denyut
terapeutik, berpindah, pendidikan berjalan, jantung (HR) dan menurunkan stroke volume
dan durasi serta frekuensi setiap sesi latihan. index (SVI). Ventricular stroke work index
Kriteria untuk menuju ke fase berikutnya yang menurun, mengindikasikan penurunan
lebih intensif juga ada panduannya. Evaluasi myocardial performance. Myocardial function
kondisi fisik pasien penting untuk menurun pada pagi pertama setelah CABG,
menetapkan dan mengevaluasi tujuan yang tetapi selama mobilisasi post operasi
(1)
akan dicapai . penurunan yang terjadi tidak signifikan
Terdapat perbedaan yang signifikan berpengaruh dalam perubahan CI dan SvO2.
nilai frekuensi napas, frekuensi jantung Mobilisasi dini aman dilakukan (7).
antara sebelum dan selama mobilisasi Dalam penelitian ini ditemukan bahwa
dengan p value berturut-turut 0.000,0.001. tidak terdapat perbedaan nilai frekuensi
Kondisi tersebut terjadi oleh karena adanya napas, frekuensi jantung antara sebelum dan
mekanisme kompensasi terhadap adanya segera setelah mobilisasi dini dengan p value
aktivitas yang dapat memberikan rangsangan berturut-turut 0.540, 0.314. Hal ini sesuai
simpatis untuk meningkatkan fungsi organ dengan penelitian yang menunjukkan pasien
kardiorespirasi guna mencukupi kebutuhan dengan rentang EF 24% sampai 87% tidak
oksigenasi (curah jantung) dan perfusi ditemui masalah klinis saat dilakukan
220 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016

mobilisasi. SvO2 saat istirahat 65.4±4.9% pasien tidak ditempatkan di BCP karena
pada hari ke-1 dan 64.3±5.8% pada hari ke- masalah fisiologis seperti HR, tekanan
2. Selama mobilisasi, cardiac index dan darah. BCP merupakan metode mobilisasi
oxygen delivery menurun dan konsumsi dini yang aman untuk dilakukan pada pasien
oksigen meningkat. Oxygen extraction kritis, dapat menurunkan kejadian VAP dan
meningkat, menurunkan SvO2-42.9±8.3% hari meningkatkan fungsi pernapasan (9).
ke-1 dan 47.4±8.5% hari ke-2. Pasien yang Fungsional yang signifikan dapat
mengalami penurunan SvO2 mengalami dilakukan pasien, pasien mampu berjalan
pemulihan yang cepat dan komplit, mobilisasi 600 kaki dan memudahkan proses weaning
(7)
dini pasien CABG aman dilakukan . pindah keluar ICU. Transplantasi berjalan
Penelitian lain mendapatkan hasil sukses enam minggu setelah weaning
bahwa transien lumbal pain (TLP) terjadi ventilator. Memberikan latihan mobilisasi
pada 23% pasien. Tidak ada perbedaan progresif pada pasien dengan LVAD yang
antara mobilisasi dini dengan mobilisasi menggunakan ventilator membantu proses
akhir. Mobilisasi dini tidak berperan secara weaning dan meningkatkan outcomes
signifikan dalam meningkatkan risiko TLP. transplantasi. Mobilisasi dini aman dilakukan
(8) (10)
Mobilisasi dini aman dilakukan . Mobilisasi .
menurunkan reduksi SvO2 17.7±7.4% pre- Randomisasi pada 32 pasien, early
dan 19.0±5.5% post-operasi. Uji ANOVA mobility (EM) pasien signifikan untuk
mendapatkan hasil tidak ada perbedaan efek dilakukan mobilisasi sangat dini (1 jam
SvO2 antara pre dan post operasi. Level SvO2 randomisasi) dan dapat berjalan pada hari
turun pada post operasi saat latihan berdiri ke-5. Mendapatkan komplikasi yang lebih
55% sebelum dan 49% setelah pembedahan. kecil dari latihan mobilisasi. Grup Automated
Kejadian VAP mengalami penurunan. physiological monitoring (AM) signifikan
Sebagian besar pasien (95.2%) dapat mengalami komplikasi fisiologis. Meskipun
toleransi terhadap BCP, dengan hanya 4.8% demikian, secara statistik untuk keamanan
pasien yang tidak mampu duduk 60 menit pasien tidak signifikan (2).
penuh di BCP. Alasan tidak mampu duduk Mobilisasi dini dan program berjalan
penuh karena kejadian kardiovaskuler 36% merupakan program yang fisibel dan aman
dari seluruh waktu latihan, kejadian neurologi untuk diimplementasikan pada pasien kritis.
21%, takikardi atau hipotensi dapat dikoreksi Program ini meliputi latihan progresif yang
dengan mudah oleh petugas. Pasien yang dilakukan secara bertahap dengan
menghentikan dari BCP karena masalah pemantauan respon pasien secara ketat dan
respirasi hanya 8%. Pasien ditempatkan di terus menerus. Penghentian program latihan
BCP 4 kali sehari, 25,6% dari seluruh waktu dapat dilakukan jika ditemukan tanda-tanda
Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016 221

kegawatan, seperti yang dijelaskan oleh angka kejadian VAP, memperkuat fungsi
(9)
Perme & Chandrashekar dalam sebuah pernapasan , meningkatkan kekuatan otot,
standar acuan untuk menghentikan program pernapasan, dan meningkatkan outcomes
(4)
latihan. Setiap aktivitas program latihan akan fungsional pasien . Meskipun demikian,,
berdampak pada perubahan status pasien program ini jarang diimplementasikan pada
terutama hemodinamik, meliputi : takikardi, pasien kritis. Barrier utama adalah perubahan
(9)
hipotensi, penurunan SvO2 , namun hal hemodinamik, ketersediaan sumber daya
tersebut tidak menjadi masalah utama untuk manusia, peralatan, dan masalah budaya.
tidak melakukan mobilisasi dini pada pasien Masalah hemodinamik dapat diatasi dengan
kritis karena rata-rata masalah tersebut tidak melatih pasien untuk toleran terhadap
berdampak signifikan dan dapat diatasi perubahan posisi daripada membiarkan dalam
dengan penuh dan mudah oleh tim. Jenis posisi supinasi yang statis. Rotational terapi,
aktivitas program latihan bermacam-macam continuous lateral rotation therapy (CLRT)
menyesuaikan sumber daya manusia, dapat digunakan untuk melatih toleransi
teknologi, serta iklim yang ada. Jika mengacu pasien karena kecepatan putaran lebih pelan
pada standar Perme & Chandrashekar tahun daripada manual turning. Jika instabilitas tidak
2009 maupun Vollman, maka jenis latihan parah, praktisi dapat menolong adaptasi
meninggikan kepala tempat tidur termasuk kardiovaskuler dengan menggerakan pasien
dalam mobilisasi dini pasien kritis. Namun secara pelan. Ketika pasien toleran, praktisi
jika mengacu pada konsep peneliti lain, tidak. harus mengingat bahwa pasien kritis
Hal ini tidak menjadi perdebatan atau membutuhkan waktu 5-10 menit untuk
(5)
pertentangan karena hanya masalah toleransi terhadap perubahan posisi .
kosakata saja. Bernhardt et al. menganggap Sumber daya, peralatan, dan budaya dapat
meninggikan kepala tempat tidur sebagai dimodifikasi sedemikian rupa. Meskipun
bedrest karena tidak berpindah posisi. idealnya program latihan didampingi oleh
Namun keduanya berpendapat posisi berbagai terapis namun dalam
tersebut bermanfaat untuk pasien. Sehingga pelaksanaanya dapat dihandle oleh salah
jenis program latihan tersebut tetap dapat satu praktisi tetapi dengan tidak
(11)
dilakukan . mengabaikan praktisi lainnya. Kerja sama,
Mobilisasi pasien kritis membawa komunikasi dan diskusi kondisi pasien, tujuan
banyak manfaat untuk pasien. Membantu yang akan dicapai, serta strategi
proses weaning, menambah outcome pelaksanaan harus berada dalam satu visi
(10)
penyembuhan pasien , memperpendek dan satu pemahaman. Pendidikan serta
durasi delirium, menambah hari tanpa penyamaan persepsi tentang manfaat
(12)
penggunaan ventilator , menurunkan mobilisasi dini perlu dilakukan pada sumber
222 Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016

daya yang belum memiliki keyakinan tentang perlu takut/ragu melakukan mobilisasi dini
manfaat mobilisasi dini. Peralatan juga dapat pasien kritis, tetapi harus dengan tetap
dimodifikasi dengan memanfaatkan peralatan memperhatikan standar keamanan dan
seadanya namun memiliki fungsi yang hampir pengkajian kondisi pasien yang ketat
sama. Misalkan jika tidak ada bed chair atau sehingga aman dan bermanfaat untuk
komodo atau walker maka dapat pasien.
menggunakan kursi biasa, kursi dorong,
maupun tepian tembok yang memiliki handle KEPUSTAKAAN
pegangan dapat digunakan untuk program 1. Perme, C , & Chandrashekar, R, ‘Early
mobility and walking program for patients
latihan.
in intensive care units: creating a standard
Berbagai penelitian mengenai of care’, American Journal of Critical Care,
2009. vol.18, no.3, pp. 212–21
pengaruh latihan mobilisasi terhadap status
2. Truong, AD, Fan, E, Brower, RG, &
maupun fungsi fisiologis pasien tidak ada Needham, DM, ‘Bench-to-bedside review:
mobilizing patients in the intensive care
yang menyimpulkan untuk tidak melakukan
unit-from pathophysiology to clinical trials’,
mobilisasi dini pada pasien kritis ataupun Critical Care, 2009. vol.13, no.216, pp. 1-
8
menyatakan mobilisasi dini berbahaya untuk
3. Clavet, H, Hébert, PC, Fergusson, D,
pasien kritis. Bahkan, penelitian menyatakan Doucette, S, &Trudel, G, ‘Joint
contracture following prolonged stay in the
mobilisasi dini aman dan bermanfaat untuk
intensive care unit’, Canadian Medical
pasien dengan masalah kardiovaskuler Association, 2008. vol.178, no.6, pp. 691-
(13) 97
CABG maupun LVAD . Berbagai manfaat
4. Ling-Ling, Chiang, Ying, Lwang, Wu et al.,
mobilisasi dini serta dampak negatif yang ‘Effects of physical training on functional
status in patients with prolonged
tidak signifikan dan dapat diatasi dengan
mechanical ventilation’, Journal Phisical
baik, maka masalah patien safety tidak perlu Therapy, 2006. vol.86, no.9, pp.1271-81
5. Vollman, KM, ‘Introduction to progressive
untuk dikhawatirkan jika tim tetap
mobility’, Critical Care Nurse, 2010. vol.30,
memperhatikan kaidah, protocol, atau acuan no.2, pp. 3–4
6. Culpepper, LS, ‘Continuous lateral
dalam memobilisasi pasien kritis.
rotation therapy’, Critical Care Nurse,
2010. vol.30, no.2, pp. 5–7
7. Garstad, K, Stenseth, R, & Sellevold, OFM
KESIMPULAN
, ‘Post-operative myocardial dysfunction
Mobilisasi dini pasien kritis does not affect the physiological response
to early mobilization after coronary artery
menggunakan panduan Perme &
bypass grafting’, Acta Anaesthesiologica
Chandrashekar (2009) aman untuk dilakukan Scandinavica, 2005. vol. 49, pp. 1241-47
8. Lindh, A, Andersson, AS, & Westman, L,
di ICU, karena tidak terdapatnya perubahan
‘Is transient lumbar pain after spinal
yang signifikan pada parameter anaesthesia with lidocaine influenced by
early mobilisation?’, Acta
kardiorespirasi sebelum dan segera setelah
Anaesthesiologica Scandinavica, 2001.
mobilisasi dini. Perawat diharapkan tidak vol. 45, pp. 290–93
Media Ilmu Kesehatan Vol. 5, No. 3, Desember 2016
223

9. Caraviello, KAP, Nemeth, LS, & dumas, 12. Schweickert, WD, Pohlman, MC,
BP, ‘Using the beach chair position in icu Pohlman, AS, Nigos, C, & Pawlik, AJ et
patients, critical care nurse’, 2010. vol.30, al., ‘Early physical and occupational
no.2, pp. 9–11 therapy in mechanically ventilated,
10. Perme, CS, Southard, PTRE, Joyce, critically ill patients: a randomised
DL, Noon, GP, & Loebe, M, ‘Early controlled trial’, 2009. vol.373, pp. 1874–
mobilization of LVAD recipients who 82
require prolonged mechanical ventilation’, 13. Garstad, K, Sellevold, OFM, Stenseth,
Texas Heart Institute, 2006. vol.33, no.2, R, & Skogvoll, E, ‘Mixed venous oxygen
pp. 130–33 desaturation during early mobilization after
11. Bernhardt, J, Indredavik, B, Dewey, H, coronary artery bypass surgery’, Acta
Langhorne, P, & Lindley, R, ‘Mobilisation Anaesthesiologica Scandinavica, 2005.
in bed is not mobilisation’, vol. 49, pp. 827-34
Cerebrovascular Diseases, 2007. vol.24,
pp. 157–58

You might also like