You are on page 1of 34

ISSN 2303-1433

Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Mobilisasi Dini Dengan


Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Pada Pasien Post Operasi

(The Relation Between Knowledge Of Nurse About Early Mobilization With Early
Mobilization Action At Patient of Post Operation)

Zainudin Nurkolis, Moh Alimansur

ABSTRACT
Early Mobilization is an effort to maintain independent more early by guiding the
patient to maintain physiological function, however they are many afraid to move after
surgery, though early mobilization is uppermost factor in quickening to cure of post
surgery and can prevent surgical complication. Knowledge and execution in giving nursing
mobilization upbringing very early needed in processing dignification and prevention of
complication after surgery. This research aim to know that there is relation between
knowledge of nursing about early mobilization with early mobilization action at patient
post operation or not. The desain research is used correlation method cross sectional
approach, the population of this research is laboring nursing in Dahlia Room Hospital of
HVA Toeloengredjo Pare that here amount 13 responden have saturate sampling
technique so that obtained 13 sample responden. The result of research knowledge of nurse
about early mobilization almost knowledgeable entirely goodness (77%), while execution
of early mobilization action at post operation patient almost precisely (77%). Pursuant to
statistical test of Spearman'S Rank obtained coefficient correlation coefficient of r = 0,595
and in signifikan level p = 0,032. The result of relation degree have known by there are
relation which is substansial between level knowledge of nursing about early mobilization
with execution of early mobilization action at patient of post operation for that. The nurse
expected to skill in early mobilization become more precise again.

Keyword : Knowledge, Action, Nurse, Early Mobilization.

Pendahuluan Pengaruh latihan pasca pembedahan


Kebanyakan pasien merasa takut terhadap masa pulih ini, juga telah
untuk bergerak setelah pembedahan dibuktikan melalui penelitian–penelitian
(Brunner, 2005, hal: 2306). Mobilisasi ilmiah. Mobilisasi sudah dapat dilakukan
dini merupakan faktor yang menonjol sejak 8 jam setelah pembedahan, tentu
dalam mempercepat pemulihan pasca setelah pasien sadar atau anggota tubuh
bedah dan dapat mencegah komplikasi dapat digerakkan kembali setelah
bedah, banyak keuntungan yang bisa dilakukan pembiusan regional
diraih dari latihan di tempat tidur dan (Ekakusmawan, 2008)
berjalan pada periode dini pasca bedah Para ahli bedah telah
(Ichanner’s, 2009). Dengan bergerak akan memprogramkan mobilisasi secepatnya
mencegah kekakuan otot dan sendi (early mobilization) bagi penderita pasca
sehingga juga mengurangi nyeri menjamin bedah, karena fakta–fakta yang
kelancaran peredaran darah, memperbaiki menunjukkan percepatan kesembuhan
pengaturan metabolisme tubuh, luka dan percepatan kepulihan kekuatan
mengembalikan kerja fisiologis organ– otot. Para ahli jantung atau penyakit
organ vital yang pada akhirnya justru akan dalam memprogram mobilisasi dan
mempercepat penyembuhan luka. ambulansi penderita infark miocard lebih

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 1


ISSN 2303-1433

dini karena hal tersebut ternyata tidak mengalami suatu komplikasi yang
mempercepat kepulihan fungsional tidak diinginkan (Ichanner’s, 2009).
penderita, tanpa berakibat buruk terhadap Adalah tugas bersama, antara
jantungnya. Para ahli penyakit paru, dokter, terapis dan perawat, untuk
kecuali untuk keadaan–keadaan serius, mencegah terjadinya komplikasi yang
tidak pernah lagi memprogram “banyak amat merugikan tersebut. Dengan
istirahat” kepada penderita TBC paru, kemajuan teknologi dewasa ini, kurang
karena ternyata penderita yang aktif lebih 50% dari semua keadaan cacat
(ambulasi) menunjukkan perbaikan yang sekunder (Cacat akibat immobilisasi atau
lebih cepat, yang dibuktikan dari x-foto pembatasan sabagai bagian dari
parunya. Malah untuk penderita hepatitis pengobatan penderita atau akibat kelalaian
infeksiosa muda, dilaporkan oleh Resphar perawatan) dapat dicegah. Pencegahan
dan Freebern (1969) yang diprogram keadaan cacat bukan hal yang baru dan
ambulasi dan melakukan latihan berat merupakan tanggung jawab dari semua
lebih dini, tidak menunjukkan komplikasi petugas dibidang kesehatan, bahkan juga
yang merugikan (Thamrin Syam, 1999, mereka yang bertugas diluar bidang
hal: 27) kesehatan (Thamrin Syam, 1999, hal: 6)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Perawat merupakan ujung tombak dalam
Steven Y. Wei M.D, dan kawan–kawan pelayanan kesehatan kepada klien. Peran
pada tahun 2001 tentang perlakuan pasien perawat sangat penting dan menentukan
dengan melakukan mobilisasi dan tidak untuk peningkatan mutu pelayanan
melakukan mobilisasi post operasi fraktur kesehatan di rumah sakit. Pelayanan
kalkaneus, didapatkan dua kelompok keperawatan merupakan 40-60%
pasien yaitu group A sebanyak 18 orang, pelayanan di rumah sakit (Ichanner’s,
16 orang melakukan mobilisasi dini 2009). Mobilisasi dini yang dapat
setelah pembedahan dan group B dilaksanakan oleh perawat meliputi ROM
sebanyak 10 orang, 8 orang tidak (Range Of Motion), napas dalam dan juga
melakukan mobilisasi dini setelah batuk efektif yang penting untuk
pembedahan. Ternyata mobilisasi dini mengaktifkan kembali fungsi
salah satunya berpengaruh terhadap masa nueromuskular dan mengeluarkan sekret
pulih pasien dan masa rawat inap, ini dan lendir (Unej, 2009)
dibuktikan dengan rata–rata lama rawat Bagaimanakah Hubungan Tingkat
inap untuk group A yaitu 8,2 hari setelah Pengetahuan Perawat Tentang Mobilisasi
pembedahan dan group B 38,7 hari setelah Dini Dengan Pelaksanaan Tindakan
pembedahan (Steven, 2001) Mobilisasi Dini Pada Pasien Post Operasi
Mobilisasi sangat penting dalam Di Ruang Dahlia Rumah Sakit HVA
percepatan hari rawat dan mengurangi Toeloengredjo Pare
resiko-resiko karena tirah baring lama Penelitian ini bertujuan untuk
seperti terjadinya dekubitus, kekakuan mengetahui hubungan tingkat
atau penegangan otot-otot di seluruh pengetahuan perawat tentang mobilisasi
tubuh dan sirkulasi darah dan pernapasan dini dengan pelaksanaan tindakan
terganggu, juga adanya gangguan mobilisasi dini pada pasien post operasi.
peristaltik maupun berkemih. Sering kali
dengan keluhan nyeri di daerah operasi Metode Penelitian
klien tidak mau melakukan mobilisasi Desain penelitian yang digunakan
ataupun dengan alasan takut jahitan lepas dalam penelitian ini adalah korelasi cross
klien tidak berani merubah posisi. sectional. Populasi dalam penelitian ini
Disinilah peran perawat sebagai edukator adalah seluruh perawat ruang dahlia
dan motivator kepada klien sehingga klien Rumah Sakit HVA Toeloengredjo Pare
yang berjumlah 13 orang. Dalam

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 2


ISSN 2303-1433

penelitian ini peneliti menggunakan No. Tingkat Jumlah Persentase


Sampling Jenuh. Variabel independent Pendidikan
1. D-III 13 100 %
dalam penelitian ini adalah tingkat
2. S1 0 0%
pengetahuan perawat tentang mobilisasi Jumlah 13 100 %
dini. Variabel dependent dalam penelitian Sumber : Data primer penelitian
ini adalah pelaksanaan tindakan mobiliasi Berdasarkan Tabel 2 didapatkan data
dini pada pasien post operasi. Untuk bahwa seluruh responden memiliki
mencari ada tidaknya hubungan, uji tingkat pendidikan D-III (100 %).
Spearman’s Rank Correlation
menggunakan taraf nyata (α = 0,05). Distribusi Responden Berdasarkan Masa
Pengolahan data menggunakan komputer Kerja
dengan program SPSS 12 for Windows. Tabel 3 Distribusi Responden
Bila Sig. (2 – tailed) < α maka Ho ditolak, Berdasarkan Masa Kerja Di
dan Hi diterima. Ruang Dahlia Rumah Sakit HVA
Toeloengredjo Pare
Hasil Penelitian No. Masa Kerja Jumlah Persentase
Karakteristik Responden 1. 1 – 5 tahun 3 24 %
Jumlah sampel yang digunakan dalam 2. 5 – 10 tahun 8 60 %
3. > 10 tahun 2 16 %
penelitian adalah sebanyak 13 responden,
Jumlah 13 100 %
adapun karakteristik responden yang Sumber : Data primer penelitian
terdapat di ruang Dahlia rumah sakit HVA Berdasarkan Tabel 3 didapatkan data
Toeloengredjo Pare ini akan diuraikan bahwa sebagian besar responden bekerja
berdasarkan usia, pendidikan, dan lama selama 5-10 tahun (60 %), sebagian kecil
berkerja. resonden bekerja selama 1-5 tahun (24%),
dan sebagian kecil lagi responden bekerja
Distribusi Responden Berdasarkan Usia selama lebih dari 10 tahun (16%).
Tabel 1 Distribusi Responden
Berdasarkan Usia Di Ruang Dahlia Data Khusus
Rumah Sakit HVA Toeloengredjo Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang
Pare Mobilisasi Dini
No Umur J umlah Prosentase
Tabel 4 Distribusi Responden
Responden
1. 21-40 13 100 % Berdasarkan Tingkat
tahun Pengetahuan Tentang
2. 41-60 0 0% Mobilisasi Dini Di Ruang
tahun Dahlia Rumah Sakit HVA
3. > 60 0 0 % Toeloengredjo Pare
tahun
No. Kategori Jumlah Persentase
Jumlah 13 100%
1. Baik 10 77 %
Sumber : Hasil Data Primer Penelitian
2. Cukup 3 23 %
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan data 3. Kurang 0 0%
bahwa seluruh responden berusia 21-40 Jumlah 13 100 %
tahun (100 %). Sumber : Data primer penelitian
Berdasarkan Tabel 4 didapatkan data
Tabel 2 Distribusi Responden bahwa hampir seluruh responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan berpengetahuan baik (77 %), sebagian
Di Ruang Dahlia Rumah Sakit kecil responden berpengetahuan cukup
HVA Toeloengredjo Pare (23%).

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 3


ISSN 2303-1433

Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Berdasarkan hasil penelitian


Pasien Post Operasi didapatkan data bahwa hampir seluruh
responden berpengetahuan baik (77%)
Tabel 5 Distribusi Responden tentang mobilisasi dini. Hal ini disebabkan
Berdasarkan Pelaksanaan oleh pengalaman yang dipunyai
Tindakan Mobilisasi Dini Pada responden. Pengalaman merupakan salah
Pasien Post Operasi Di Ruang satu faktor dari terbentuknya pengetahuan.
Dahlia Rumah Sakit HVA Berdasarkan data yang diperoleh pada
Toeloengredjo Pare penelitian didapatkan hasil bahwa masa
No. Kategori Jumlah Persentase kerja responden yang bekerja di Ruang
1. Tepat 10 77 % Dahlia Rumah Sakit HVA Toeloengredjo
2. Kurang tepat 2 15 %
Pare adalah 5-10 tahun (60%).
3. Tidak tepat 1 8%
Jumlah 13 100 % Pengalaman belajar dalam bekerja yang
Sumber : Data primer penelitian dikembangkan memberikan pengetahuan
Berdasarkan Tabel 5 didapatkan data dan keterampilan profesional serta
bahwa hampir seluruh responden telah pengalaman belajar akan dapat
melaksanakan tindakan mobilisasi dini mengembangkan kemampuan mengambil
pada pasien post operasi secara tepat keputusan yang merupakan manifestasi
(77%), sebagian kecil responden dari keterpaduan menalar secara ilmiah
melaksanakan tindakan tersebut kurang dan etik yang bertolak dari masalah nyata
tepat (15%), sebagian kecil lagi responden dalam bidang keperawatan (Cahyani,
melaksanakan tindakan tersebut tidak 2003 dalam Kamil, 2006 : 8). Dengan
tepat (8%). pengalaman kerja responden selama 5-10
tahun terdapat keterpaduan antara
Hubungan Tingkat Pengetahuan pengetahuan yang dimiliki dengan
Perawat Tentang Mobilisasi Dini penalaran dan etik dalam meningkatkan
Dengan Pelaksanaan Tindakan Pada pengetahuan. Dengan demikian
Pasien Post Operasi pengalaman responden sejalan dengan
pendapat dari Notoatmodjo yaitu
Berdasarkan Uji Statistik Spearman’s pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
Rank Correlation didapatkan hasil hal ini terjadi setelah orang membedakan
dengan tingkat signifikan atau probabilitas pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
r = 0,032 (r < 0,05) maka Ho ditolak, Pendidikan juga merupakan faktor
sehingga dapat disimpulkan terdapat yang mendukung hasil diatas.
hubungan antara pengetahuan perawat Berdasarkan hasil penelitian diketahui
tentang mobilisasi dini dan pelaksanaan seluruh responden berpendidikan
tindakan mobilisasi dini pada pasien post D-III (100%) terdapat keterpaduan antara
operasi. Dengan koefisien korelasi 0,595 pengetahuan yang dimiliki dengan
yang artinya terdapat hubungan yang penalaran dan etik dalam meningkatkan
substansial yaitu hubungan yang pengetahuan.. Pendidikan D-III
mendasari pada pengetahuan dan keperawatan mempunyai beban studi 108
pelaksanaan tindakan, begitu juga SKS (90%) dari kurikulum lengkap dan
sebaliknya. dimungkinkan lagi pengembangannya
sampai 120 SKS (kurikulum lengkap yang
Pembahasan disebut kurikulum institusi)
Tingkat Pengetahuan Perawat Ruang diselenggarakan dalam enam semester
Dahlia Rumah Sakit HVA (Nursalam, 2008) materi keperawatan, dan
Toeloengredjo Pare Tentang salah satu diantaranya adalah Medikal
Mobilisasi Dini Bedah yang meliputi : mobilisasi dini.
Dengan adanya pemberian materi tersebut

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 4


ISSN 2303-1433

menjadikan responden dapat mengingat, perawat yang bekerja di Ruang Dahlia


merecall materi – materi tentang Rumah Sakit HVA Toeloengredjo Pare
mobilisasi dini, sehingga dapat diteliti dan dalam melakukan pelaksanaan tindakan
bernilai baik. Tingkat pendidikan yang mobilisasi dini juga didukung dengan
lebih tinggi cenderung membuat adanya Standard Operation Procedure
seseorang lebih mudah dalam menerima (SOP) yang berlaku di ruang tersebut,
informasi, dimana akan menimbulkan perawat dapat menjadikannya sebagai
pengetahuan yang baru. rujukan apabila terjadi kealpaan dalam
Selain pengalaman dan tingkat melakukan tindakan. SOP selain dijadikan
pendidikan, umur juga mendukung rujukan juga merupakan suatu media yang
pengetahuan seseorang. Berdasarkan hasil meliputi langkah–langkah suatu
penelitian didapatkan data bahwa seluruh prosedural, SOP ini dibuat oleh pihak
responden berusia 21-40 tahun (100%). rumah sakit sebagai acuan bagi para
Menurut Hurlock (2003, hal: 252) perawat untuk melakukan suatu tindakan.
kemampuan yang diperlukan seseorang Sehingga pelaksanaan tindakan mobilisasi
untuk mempelajari dan menyesuaikan diri dini dapat dilakukan dengan tepat. Jadi,
pada situasi – situasi baru seperti misalnya pengeahuan dan pengalaman merupakan
mengingat hal – hal yang dulu pernah bagian dari keterampilan yang menjadikan
dipelajari, penalaran analogis dan berpikir suatu pelaksanaan tindakan menjadi tepat..
kreatif, mencapai puncaknya pada usia 20
an sehingga pada usia tersebut menjadikan Hubungan Tingkat Pengetahuan
pengetahuan responden tentang mobilisasi Perawat Tentang Mobilisasi Dini
dini bernilai baik, dikarenakan pada Dengan Pelaksanaan Tindakan
tingkat usia responden saat ini Mobilisasi Dini Pada Pasien Post
memungkinkan bagi responden untuk Operasi
menerima atau mengingat suatu materi Berdasarkan Uji Statistik Spearman’s
dan informasi. Dengan demikian Rank Correlation didapatkan hasil
penerimaan pengetahuan dipengaruhi oleh dengan tingkat signifikan atau probabilitas
usia, semakin tua usia seseorang semakin r = 0,032 (r < 0,05) maka Ho ditolak
sulit dalam menerima dan memahami sehingga dapat disimpulkan terdapat
informasi yang didapat. hubungan antara pengetahuan perawat
tentang mobilisasi dini dan pelaksanaan
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini tindakan mobilisasi dini pada pasien post
Di Ruang Dahlia Rumah Sakit operasi. Dengan koefisien korelasi 0,595
HVA Toeloengredjo Pare yang artinya terdapat hubungan yang
substansial yaitu hubungan yang
Pelaksanaan tindakan mobilisasi dini mendasari pada pengetahuan dan
pada pasien post operasi yang dilakukan pelaksanaan tindakan, begitu juga
oleh perawat Ruang Dahlia Rumah Sakit sebaliknya.
HVA Toeloengredjo Pare hampir Dari hasil penelitian diketahui hampir
seluruhnya tepat (77 %). Hal ini bisa seluruh responden berpengetahuan baik
disebabkan karena perawat mempunyai (77%) tentang mobilisasi dini. Lalu
pengetahuan dan pengalaman dalam sebagian besar responden melaksanakan
bekerja sehingga membuat perawat tindakan mobilisasi dini pada pasien post
tersebut terampil. Menurut Sembel (2007) operasi dengan tepat (77%). Pengalaman
keterampilan merupakan pengetahuan ialah hasil persentuhan alam dengan panca
yang eksperensial yang dilakukan secara indra manusia. Berasal dari kata peng-
berulang dan terus menerus secara alam-an. Pengalaman memungkinkan
terstruktur sehingga membentuk seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini
kebiasaan baru seseorang. Sedangkan kemudian disebut pengetahuan

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 5


ISSN 2303-1433

(wikipedia, 2009) Pengetahuan dan mobilisasi dini. Hal ini dipengaruhi oleh
pengalaman dalam bekerja dapat membuat pengetahuan dan pengalaman yang baik
seseorang menjadi terampil karena
tindakan tersebut sering dilakukan secara Saran
berulang dan secara terus menerus 1. Bagi Profesi Keperawatan
(Sembel, 2007). Dengan mempunyai Diharapkan dapat mempertahankan
pengetahuan seseorang akan semakin pelaksanaan tindakan mobilisasi dini post
mampu dalam menangani dan operasi dan bila perlu ditingkatkan dengan
memecahkan suatu permasalahan yang berkolaborasi bersama tenaga kesehatan
kompleks, dimana seseorang tersebut akan lainnya.
mencoba mempraktekkan materi yang 2. Bagi Peneliti Selanjutnya
telah diterima. Dengan sering mengulangi Penelitian ini dijadikan sebagai bahan
secara teratur dan konsisten dapat timbul untuk penelitian selanjutnya tentang faktor
suatu keterampilan baru yang menjadikan – faktor apa yang mempengaruhi perawat
seseorang itu terampil. Sehingga semakin dalam memobilisasi pasien post operasi.
banyak seseorang mempunyai 3. Bagi Responden atau perawat
pengetahuan serta sering dilatih secara Perlu lebih meningkatkan lagi
berulang dan terus menerus akan keterampilannya secara optimal dalam
menjadikan pelaksanaan tindakan yang merawat pasien post operasi agar dapat
tepat. memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif kepada pasien.
Kesimpulan
1. Tingkat Pengetahuan Perawat Daftar Pustaka
tentang Mobilisasi Dini Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur
Tingkat pengetahuan perawat tentang Penelitian Suatu Pendekatan
mobilisasi dini hampir seluruh responden Praktek Edisi 4. Jakarta : PT.
(77%) berpengetahuan baik, hal ini Rineka Cipta
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, usia,
dan pengalaman. Bruner, Sudarth. 2005. Buku Ajar Medical
2. Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Bedah Volume I. Jakarta : EGC.
Dini Pada Pasien Post Operasi
Pelaksanaan tindakan mobilisasi dini Eka Kusmawan. 2008. Pentingnya
pada pasien post operasi oleh perawat Bergerak Pasca Operasi.
yang berkerja di Ruang Dahlia Rumah (http://www.spesialisbedah.com,
Sakit Toeloengredjo Pare hampir diakses 20 Januari 2009).
seluruhnya tepat (77%), hal ini disebabkan
oleh keterampilan yang dimiliki perawat Fefendi. 2008. Peran Perawat
dalam memobiliasi pasien (http://www.indonesiannursing.com,
3. Keterkaitan antara pengetahuan diakses 24 Januari 2009).
dengan tindakan mobilisasi dini
pada pasien post operasi Hamid, Thamrinsyam. 1999. Ilmu
Menunjukkan bahwa terdapat Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
hubungan antara pengetahuan perawat (physiatry) Edisi I. Surabaya : FK.
tentang mobilisasi dini dengan tingkat Unair Press.
signifikasi p value = 0,032 (< 0,05) maka
Ho ditolak dan nilai koefisien korelasi r = Hasan, Iqbal. 2008. Analisis Data
0,595 sehingga menunjukan arah Penelitian dengan Statistik. Jakarta :
hubungan yang substansial antara tingkat PT. Bumi Aksara.
pengetahuan perawat tentang mobilisasi
dini dengan pelaksanaan tindakan

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 6


ISSN 2303-1433

Hidayat, Alimul Aziz. 2008. Riset Sulaiman, Wahid. 2005. Statistik Non-
Keperawatan dan Tehnik Penulisan Parametrik Contoh Kasus Dan
Ilmiah Edisi 2. Jakarta : Salemba Pemecahannya Dengan SPSS.
Medika Yogyakarta: Andi Offset.

Indonesiannursing, 2008. Mobilisasi Dini. Suliha Uha, dkk. 2002. Pendidikan


(http://indonesiannursing.com, Kesehatan Dalam Keperawatan.
diakses tanggal 24 Januari 2009). Jakarta : EGC.

Ichanner’s, 2009. Pengetahuan Perawat Suprayitno. 2004. Pembelajaran Program


Tentang Mobilisasi Dini. Studi Keperawatan Blitar Tentang
(http://www.wordpress.com, diakses Uji Inferensi Univariat.
tanggal 24 Januari 2009). (htttp://www.poltekesmalang,
diakses tanggal 3 Maret 2009).
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode
Penelitian Kesehatan Edisi 3. Unej. 2009. ROM (Range Of Motion)
Jakarta : PT. Rineka Cipta. Dalam Mobilisasi.
(http:www.elearning.unej.ac.id,
. 2007. Ilmu diakses tanggal 20 Januari 2009).
Kesehatan Masyarakat Prinsip-
prinsip Dasar Edisi 2. Jakarta : PT. Wei, Steven Y. 2001. Post Operasi
Rineka Cipta. Fraktur Kalkaneus.
(http://www.healthupenn.com,
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan diakses tanggal 20 Januari 2009).
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Wikipedia. 2009. Pengetahuan,
Tesis dan Instrumen Penelitian (http://www.wikipedia.com, diakses
Keperawatan. Jakarta : Salemba tanggal 20 Januari 2009).
Medika.
Wikipedia. 2009. Pengertian Perawat,
Poter Patricia A. 2006. Buku Ajar (http://www.wikipedia.com, diakses
Fundamental Keperawatan : tanggal 20 Januari 2009).
Konsep, Proses, dan Praktek
Volume 2. Jakarta : EGC.

Satrianto, Anang. 2008. Hubungan


Pelaksanaan Tindakan Oral
Hygiene Dengan Kejadian Infeksi
Rongga Mulut Pada Pasien Cedera
Kepela Dengan Penurunan
Kesadaran Di Ruang 13 RSU Dr.
Syaiful Anwar Malang. Skripsi.
Malang : Universitas Brawijaya

Sembel, Roy Prof. 2007. Membesut


Talenta Sampai Maksimal.
(http://www.republikaonline.com,
diakses tanggal 27 Juli 2009).

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 7


ISSN 2303-1433

Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre dan Post Op


di Ruang Seruni RSUD Pare
(Difference Level The Anxiety at Patient of Pre and Post Operate in Ruang Seruni
RSUD Pare)

Moh Alimansur, Agung Setiawan

Abstract
Action operate or surgery represent is the difficult experience for every patient.
Ugly possibilities might possibly be happened to endanger for patient. Psikososial problem
specially feeling fear and worry always experienced of each and everyone to surgery.
Anxiety is one of natural emotion symptom by everybody in life. This research represent
purposive to know the difference level of the anxiety at patient of pre and post operate.
This research is Comparatif research. The population in pre and post operate with the
amount sample much 62 responder (31 patient of pre and 31 of patient of post operate),
using technique of Purposive Sampling, with the variable mount the anxiety at patient of
pre operate and mount the anxiety at patient of post operate. Method of data collecting
used by kuesioner HARS scale. Result from the research is the value r = 0,170, its meaning
there is difference mount the anxiety at patient of pre and post operate. Expected from this
research become the input for medical energy to more to paying attention to condition of
psychology moment patient will experience the operation and remain to watch it until its
condition return like from the beginning.

Keyword : Difference, Anxiety, Pre, Post, Operate

Pendahuluan setiap orang dalam menghadapi


Tindakan operasi atau pembedahan pembedahan. Menurut Pooter and Perry
merupakan pengalaman yang sulit bagi (2005) ada berbagai alasan yang dapat
hampir semua pasien. Berbagai menyebabkan ketakutan atau kecemasan
kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang pasien dalam menghadapi pembedahan
akan membahayakan bagi pasien. Maka antara lain adalah takut nyeri setelah
tak heran jika seringkali pasien dan pembedahan, takut terjadi perubahan fisik,
keluarganya menunjukkan sikap yang menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
agak berlebihan dengan kecemasan yang normal (body image), takut mempunyai
mereka alami. Kecemasan yang mereka kondisi yang sama dengan orang lain yang
alami biasanya terkait dengan segala mempunyai penyakit yang sama,
macam prosedur asing yang harus dijalani takut/ngeri menghadapi ruang operasi,
pasien dan juga ancaman terhadap peralatan pembedahan dan petugas, takut
keselamatan jiwa akibat segala macam mati pada saat dibius atau tidak akan sadar
prosedur pembedahan dan tindakan lagi, takut operasi akan gagal (Djaili,
pembiusan. Tingkat keberhasilan 2008). Suatu survey menemukan bahwa
pembedahan sangat tergantung pada setiap seorang pasien yang mengalami serangan
tahapan yang dialami dan saling panik melakukan rata-rata 37 kunjungan
ketergantungan antara tim kesehatan yang medis dalam satu tahun. Kurang dari 25%
terkait (dokter bedah, dokter anastesi dan penduduk yang mengalami gangguan
perawat) di samping peranan pasien yang panik mencari bantuan karena mereka
kooperatif selama proses perioperatif tidak menyadari bahwa gejala fisik yang
(Fitria, 2009). mereka alami (misal: palpitasi jantung,
Masalah psikososial khususnya nyeri dada, sesak nafas) disebabkan oleh
perasaan takut dan cemas selalu dialami masalah psikiatri (Stuart Gail W, 2006).

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 8


ISSN 2303-1433

Ketakutan dan kecemasan yang


n  Z / z 2 .
 p11  p1  p 21  p 2
mungkin dialami pasien dapat dideteksi d2
dengan adanya perubahan-perubahan fisik
n  1,96.
0,021  0,02   0,021  0,02 
seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan
0,0025
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang
tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan n  30,73
yang sama berulang kali, sulit tidur, dan n  31
sering berkemih (Capernito, 2000). Jong Pengambilan sampel penelitian ini
(1997) berpendapat bahwa akibat dari menggunakan teknik”Simple Rnadom
kecemasan pasien pre operasi yang sangat Sampling”. Instrumen penelitian
hebat maka ada kemungkinan operasi menggunakan Skala HARS. Teknik
tidak bisa dilaksanakan karena pada analisa data menggunakan statistik non
pasien yang mengalami kecemasan parametric yaitu Uji Jumlah – Jenjang
sebelum operasi akan muncul kelainan Wilcoxon (Wilcoxon’s Rank Test) dengan
seperti tekanan darah yang meningkat bantuan SSPS 15.00 for windows.
sehingga apabila tetap dilakukan operasi
akan dapat mengakibatkan penyulit Hasil Penelitian
terutama dalam menghentikan perdarahan Data Umum
dan bahkan setelah operasipun akan Karakteristik responden yang ada di
mengganggu proses dari penyembuhan Ruang Seruni RSUD Pare disajikan dalam
(Sidohutomo, 2008). tabel distribusi frekuensi berikut :
Keperawatan post operatif adalah Tabel 1 Distribusi frekuensi pendidikan
periode akhir dari keperawatan responden di Ruang Seruni
perioperatif. Selama periode ini proses RSUD Pare tahun 2009
keperawatan diarahkan pada menstabilkan Distribusi Frekuensi Prosentase
pada kondisi pasien pada keadaan SD 27 44
equilibrium fisiologis pasien, SMP 15 24
SMA 13 21
menghilangkan nyeri dan pencegahan
PT 7 11
komplikasi (Rondhianto, 2009). Beberapa Jumlah 62 100
upaya telah dilakukan antara lain Sumber : Hasil tabulasi kuesioner 11 Juni – 25
pemberian penyuluhan, penjelasan dengan Juli 2009
gamblang dan jelas mengenai Dari tabel 1 diatas dapat ditunjukkan
pembedahan dan kemungkinan resiko. bahwa hampir sebagian responden (44%)
Dari gambaran diatas itu peneliti ingin berpendidikan SD, sebagian kecil
melakukan penelitian mengenai responden (24%) berpendidikan SMP,
“Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada (21%) berpendidikan SMA, (11%)
Pasien Pre dan Post Operasi di Ruang berpendidikan PT.
Seruni RSUD Pare Kediri”.
Tabel 2 Distribusi frekuensi pekerjaan
Metode Penelitian responden di Ruang Seruni
Peneliti menggunakan pendekatan RSUD Pare tahun 2009
penelitian Komparasi. Penelitian Ditribusi Frekuensi Prosentase
dilakukan di Ruang Seruni RSUD Pare Pelajar 5 8
Kediri. Populasi penelitian adalah Swasta 23 37
penderita pada fase pre dan post op di PNS 7 11
Ruang Seruni RSUD Pare. Untuk Tani 27 44
mendapatkan sampel yang representatif Jumlah 62 100
peneliti menggunakan rumus: Sumber : Hasil tabulasi kuesioner 11 Juni – 25
Dimana , n  jumlah sampel Juli 2009

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 9


ISSN 2303-1433

Dari tabel 2 diatas dapat ditunjukkan Dari tabel 5 diatas ditunjukkan bahwa
bahwa hampir sebagian responden (44%) lebih dari sebagian responden (52%)
bekerja tani dan (37%) bekerja swasta, mengalami cemas berat. Hampir sebagian
sebagian kecil responden (11%) bekerja responden (29%) mengalami cemas
PNS dan (8%) sebagai pelajar. ringan. Sebagian kecil responden (19%)
mengalami cemas sedang.
Tabel 3 Distribusi frekuensi riwayat
operasi responden di Ruang Tabel 6 Distribusi frekuensi responden
Seruni RSUD Pare tahun 2009 tingkat kecemasan pada pasien
Distribusi Frekuensi Prosentase post op di Ruang Seruni RSUD
Belum 48 77 Pare tahun 2009
pernah Distribusi Frekuensi Prosentase
Pernah 14 23 Cemas ringan 11 35
Jumlah 62 100 Cemas sedang 14 46
Sumber : Hasil tabulasi kuesioner 11 Juni – 25 Cemas berat 6 19
Juli 2009 Jumlah 31 100
Dari tabel 3 diatas dapat ditunjukkan Sumber : Hasil tabulasi kuesioner 11 Juni – 25
sebagian besar responden (77%) belum Juli 2009
pernah operasi dan sebagian kecil Dari tabel 6 diatas ditunjukkan bahwa
responden (23%) pernah operasi. hampir sebagian responden (46%)
mengalami cemas sedang dan (35%)
Tabel 4 Distribusi frekuensi operasi yang mengalami cemas ringan. Sebagian kecil
pernah dilakukan responden di responden (19%) mengalami cemas berat.
Ruang Seruni RSUD Pare tahun
2009 Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada
Distribusi Frekuensi Prosentase Pasien Pre dan Post Op
Satu 11 79 Dari hasil perhitungan Uji Jumlah –
Dua 3 21 Jenjang Wilcoxon (Wilcoxon Rank Sum
Tiga - - Test) didapatkan hasil R = 170. Untuk n 1 =
Empat - -
n 2 = 31 dari tabel nilai R diperoleh R 0,01 =
Jumlah 14 100
Sumber : Hasil tabulasi kuesioner 11 Juni – 25 402 dan R 0,05 = 433. Pada α = 0,01
Juli 2009
ternyata R = 170 < R 0,01 = 402 dimana Ho
Dari tabel 4 diatas dapat ditunjukkan
sebagian besar (79%) pernah operasi satu ditolak yang artinya, ada perbedaan
kali dan sebagian kecil responden (21%) tingkat kecemasan pada pasien pre dan
pernah operasi dua kali. post operasi.

Data Khusus Pembahasan


Tabel 5 Distribusi frekuensi responden Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre
tingkat kecemasan pada pasien Operasi
pre op di Ruang Seruni RSUD Dari tabel 5 ditunjukkan dari 31
Pare tahun 2009. responden lebih dari sebagian 16
Distribusi Frekuensi Prosentase responden (52%) mengalami cemas berat.
Cemas ringan 9 29 Menurut teori, kecemasan merupakan
Cemas sedang 6 19 peralihan dari perasaan yang ditimbulkan
Cemas berat 16 52 oleh tidak spesifiknya keselarasan konsep
Jumlah 31 100 dari seseorang terhadap kesehatannya,
Sumber : Hasil tabulasi kuesioner 11 Juni – 25 nilai-nilai moral, lingkungan fungsi peran,
Juli 2009
hubungan personal dan perasaan aman
(Carpenito, 1998). Menurut Gunarso
(2003), kecemasan merupakan rasa cemas

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 10


ISSN 2303-1433

atau rasa takut yang tidak jelas, dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Post
diperoleh dari keadaan yang menimbulkan Operasi
frustasi, biasanya ditandai dengan Menurut teori, pengalaman seseorang
perasaan gelisah dan khawatir terhadap akan dapat mempengaruhi respon tubuh
sesuatu hal yang terkait dengan keadaan yang dimiliki (A. Aziz, 2004). Semakin
atau situasi. Menurut Stevens P.J.M banyak stressor dan pengalaman yang
(1999), ada beberapa faktor yang dialami dan mampu menghadapi, maka
mempengaruhi terhadap penyakit yaitu semakin baik dalam mengatasinya
berasal dari pribadi (keturunan, sehingga kemampuan adaptifnya akan
pendidikan, umur, lingkungan sosial, semakin baik pula. Kemampuan seseorang
finansial) dan berasal dari sosial kultural untuk belajar dari suatu peristiwa,
serta yang terakhir sifat yang diakibatkan sehingga sesorang tersebut memperoleh
oleh sakit. pengalaman, dimana individu yang
Menurut pandangan perilaku, memperoleh pengalaman lebih banyak
kecemasan merupakan produk frustasi daripada orang lain akan dapat
yaitu segala sesuatu yang mengganggu mempengaruhi proses belajar termasuk
kemampuan individu atau seseorang untuk didalamnya memperhatikan dan
mencapai tujuan yang diinginkan. memahami.
Pengalaman pertama untuk operasi Ancaman terhadap intergritas fisik
mungkin sangat berpengaruh pada seseorang merupakan ketidakmampuan
kejiwaan atau keadaan psikologis fisiologis yang akan terjadi atau
seseorang. Hal ini dapat menjadi satu menurunnya kemampuan untuk
pemicu terjadinya kecemasan yang dalam melakukan aktifitas hidup sehari hari.
hal ini dapat mengakibatkan pasien Ancaman terhadap sistem diri seseorang
kurang dapat mengontrol diri yang dapat membahayakan identitas, harga diri
berakibat pada keadaan psikologisnya, dan fungsi sosial yang terintergrasi
seperti terganggunya kemampuan individu seseorang. Pengalaman seseorang akan
dalam pengontrolan diri atau individu dapat mempengaruhi respon tubuh yang
merasa pesimis akan kesuksesan operasi dimiliki (A. Aziz, 2004). Semakin banyak
yang akan dilaksanakannya dan merasa itu stressor dan pengalaman yang dialami dan
sia – sia. mampu menghadapi, maka semakin baik
Berdasarkan hasil dari penelitian yang pula dalam mengatasinya, sehingga
diperoleh dari responden, dapat ditarik kemampuan adaptifnya akan semakin baik
kesimpulan bahwa pengalaman pertama pula. Dan dari penelitian yang telah
menjalani operasi sangat berpengaruh dilakukan didapatkan tingkat kecemasan
terhadap kejiwaan atau keadaan psikologis yang dialami oleh pasien post operasi
seseorang yang berakibat pada tingkat merupakan tingkat kecemasan sedang.
kecemasan seseorang atau individu
tertentu. Dari total responden yang Perbedaan Tingkat Kecemaan Pada
berjumlah 62 orang didapatkan sebagian Pasien Pre dan Post Op
besar responden (77%) atau 48 orang baru Dari hasil penelitian yang dilakukan,
pertama kali ini menjalani operasi. Hal ini telah diporoleh hasil bahwa adanya
ternyata sangat berpengaruh pada keadaan perbedaan tingkat kecemasan pada pasien
psikologiss pasien yang akhirnya menuju pre dan post operasi. Tingkat kecemasan
pada tingkat kecemasan. Pada penelitian pasien pada fase pre dan post operasi
ini, didapatkan kecemasan pada pasien pre berbeda dalam tingkat kecemasannya,
operasi cenderung tergolong kecemasan mengingat pengalaman pertama menjalani
berat. operasi bisa saja membuat pasien merasa
dirinya terancam. Sangatlah mungkin jika
keadaan ini menjadi salah satu pemicu

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 11


ISSN 2303-1433

terjadinya kecemasan yang kemudian menghadapi, maka semakin baik pula


mengakibatkan pasien kurang bisa dalam mengatasinya, sehingga
mengontrol diri yang berakibat pada kemampuan adaptifnya akan semakin baik
keadaan psikologisnya, seperti pula.
terganggunya kemampuan pasien/individu
dalam megontrolan diri. Perbedaan Tingkat Kecemasan Pre dan
Bahkan bisa juga pasien/individu Post Op
merasa pesimis akan kesuksesan operasi Ada perbedaan tingkat kecemasan
yang akan dilakukannya. Apalagi jika pada pasien pre dan post operasi.
hari–hari menjelang operasi dijalani hanya Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh
dengan membayangkan kalau dirinya akan pengalaman klien dalam menjalani
disakiti. operasi.
Berbeda dengan pasien pada fase post
operasi, disini pasien tidak lagi dalam Saran
keadaan akan menghadapi atau menjalani 1 Bagi Rumah Sakit
operasi, atau merasa dirinya terancam Diharapkan pihak rumah sakit
dengan tindakan operasi karena pasien menyediakan sarana dan prasarana bagi
pada fase ini telah menjalani operasi itu konselor dalam memberikan pendidikan
sendiri. Tidak ada lagi perasaan takut pada pasien.
seperti perasaan takut akan dilukai, yang 2 Bagi Tenaga Kesehatan
ada hanyalah bekas dari operasi yang telah Diharapkan untuk petugas kesehatan
dilakukannya. Dan mungkin dalam fase memberikan konseling pada pasien yang
ini pasien sedikit merasa lega karena telah akan menjalani dan setelah menjalani
melewati operasi. Misalnya saja, pasien operasi sehingga dapat meminimalkan
mengerti bagaimana operasi itu dilakukan, kecemasan yang timbul pada pasien fase
apa tujuan operasi itu, dan semua itu pre dan fase post op.
ternyata tidak seburuk apa yang pasien itu 3 Bagi Responden
pikirkan. Atau bisa saja pasien terlalu Diharapakan bagi pasien agar
takut saat menghadapi operasi yang pasien memanfaatkan tenaga medis yang ada di
anggap mengancam jiwanya ternyata rumah sakit sebagai tempat untuk
sadar bahwa dia ternyata masih hidup mencurahkan keluhan atau kecemasan
setelah menjalani serangkaian tindakan yang sedang dialami.
operasi yang dijalaninya.
Daftar Pustaka
Kesimpulan Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Op Penelitian Suatu Pendekatan
Kecemasan pada pasien pre operasi Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
adalah kecemasan berat, pengalaman
pertama menjalani operasi ternyata sangat Anonim, 2009. Operasi.
berpengaruh pada keadaan psikologiss http://www.homeopatiindonesia.c
pasien yang akhirnya menuju om/operasi.php. diakses 16
meningkatkan kecemasan. Agustus 2009

Tingkat Kecemasan Post Op Djaili, Fahmi. 2008. Kenalilah Rasa


Kecemasan pada pasien post operasi Cemas Yang Tidak Rasional.
adalah Tingkat kecemasan sedang, http://cerminduniakedokteran.
pengalaman seseorang akan dapat Diakses 9 februari 2009
mempengaruhi respon kecemasan
seseorang. Semakin banyak stressor dan
pengalaman yang dialami dan mampu

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 12


ISSN 2303-1433

Fitria, Nita. 2009. Terapi Psikospiritual.


http://arsip nitafitria.wordpress
Diakses 9 februari 2009

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007.Riset


Keperawatan dan Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika

___________. 2008. Riset Keperawatan


dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta : Salemba Medika

Notoatmojo. 2005. Metodologi Penelitian


Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta

Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika

Sandjaja, B. Heriyanto, A. 2006. Panduan


Penelitian. Jakarta : Prestasi
Pustaka Raya

Sugiyono, 2007. Statistik Untuk


Penelitian. Jakata : EGC

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku


Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC

Sudihutomo, Ananto. 2008. Keperawatan


Perioperatif. http://IKU1430-
/keperawatan_perioperatif.html.
diakses 5 januari 2009

___________. 2008. .Peran Perawat


Pada Fase Pre-operatif.
http://lensa komunika.peran-
perawat-pada-fase-pre-
operatif.html. diakses 4 januari
2009

Van Bastenn, Gordon. 2008. Konsep


Kecemasan. http://liputan
kita.html. diakses 4 Januari 2009

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 13


ISSN 2303-1433

Deteksi Dini Perkembangan Anak Usia 4-6 tahun di TK RA AMDADIYAH Doko


Kecamatan Ngasem Kediri dengan Metode PEDS

(Early detection for the growth of child in 4-6 years old in TK RA AMDADIYAH Doko Kecamatan
Ngasem Kediri with using PEDS method)

Novita Setyowati, Erfan Arif R.

Abstract
In early age which in usually a golden age and a criticak period child, it is required to do an
early detection proposed whether there is development disorder there. The purpose of this study to
determine early detection for the growth of child in 4-6 years old in TK RA AMDADIYAH Doko
sub distrrict Ngasem Kediri with using PEDS methode. Design method in this research is
description with using quota sampling and the population 67 people. The sample of which 40
respondents. The variabel is a early detection for the growth of child in 4-6 years old in TK RA
AMDADIYAH Doko Kecamatan Ngasem Kediri with using PEDS method. The result of this
study to disturb growth for resptif language (15%) , Behavior (10%) don’t to disturb (10%) ,
government (7,5%) , delicate motorik (5%), couse motorik (5%) , ekspresif language (5%). The
included of this study the child in criticac disturb for growth aspect can because exterion factor :
prenatal factor , brought factor , braith prenatal , factor this study date for drawing 4.4 of most
(65%) responded can’t information to do early detection for the child because growth child
concluded for parent jaster.

Key word : Early detection for the growth , Growth , PEDS

Pendahuluan Salah satu cara deteksi dini


Usia dini merupakan masa keemasaan perkembangan yang mudah dan tetapi
(Golden Age) yang hanya terjadi dalam sistematik, dan komprehensif, adalah
perkembangan kehidupan manusia. Masa metode skrining. Skrining terhadap
ini sekaligus merupakan masa yang kritis perkembangan anak dapat dilakukan
dalam perkembangan anak. Jika pada secara informal maupun formal.
masa ini anak kurang mendapat perhatian Perkembangan merupakan bertambahnya
dalam hal pendidikan, perawatan, struktur dan fungsi tubuh yang lebih
pengasuhan, dan layanan kesehatan serta kompleks dalam kemampuan gerak kasar,
kebutuhan gizinya dikhawatirkan anak gerak halus, bicara dan bahasa serta
tidak dapat tumbuh dan berkembang sosialisasi dan kemandirian (Depkes RI,
secara optimal. Anak usia 4-6 tahun 2005). Macam-macam gangguan yang
merupakan bagian dari anak usia dini paling banyak terjadi pada anak usia 4-6
yang berada pada rentang usia lahir adalah gangguan bicara dan bahasa yang
sampai 6 tahun. Pada masa ini anak harus dialami di indonesia oleh (8%) anak usia
banyak mendapat stimulasi perkembangan prasekolah. Hampir sebanyak (20%) dari
sebab stimulasi perkembangan anak anak berumur 2 tahun mempunyai
bertujuan untuk membantu anak agar gangguan keterlambatan bicara.
dapat mencapai tingkat perkembangan Keterlambatan bicara paling sering terjadi
yang baik. Anak yang banyak pada usia 3-16 tahun. Pada anak-anak usia
mendapatkan stimulasi akan lebih cepat 5 tahun, (19%) diidentifikasi memiliki
berkembang dari pada anak yang kurang gangguan bicara dan bahasa (6,4%)
atau bahkan tidak mendapat stimulasi keterlambatan berbicara, (4,6%)
(Nursalam, 2005). keterlambatan bicara dan bahasa, dan
(6%) keterlambatan bahasa Prevalensi

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 14


ISSN 2303-1433

keterlambatan perkembangan bahasa dan (PAUD), tetapi tetap saja gangguan


bicara pada anak usia 2 sampai 4,5 tahun perkembangan tidak dapat mendapat
adalah (5-8%), prevalensi keterlambatan perhatian penuh dari tenaga kesehatan.
bahasa adalah (2,3-19%). Sebagian besar Walaupun masalah perkembangan sangat
studi melaporkan prevalensi dari (40% ringan, deteksi tetap harus dilakukan.
sampai 60%) . Data di Departemen Contohnya, anak mencapai kemampuan
Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, bicara tepat pada umurnya, tetapi masih
dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak mempunyai masalah seperti kesulitan
terdapat (10,13%) anak terdiagnosis dalam mempelajari kata-kata baru atau
keterlambatan bicara dan menggabungkan kata-kata menjadi suatu
bahasa. Penelitian Wahjuni tahun 1998 di kalimat. Adanya kegagalan dalam
salah satu kelurahan di Jakarta Pusat mendeteksi masalah perkembangan yang
menemukan prevalensi keterlambatan ringan seperti disebut diatas menunjukan
bahasa sebesar (9,3%) dari 214 anak bahwa anak-anak tersebut tidak mendapat
(http://speechclinic.wordpress.com/) banyak manfaat dari intervensi dini.
Pengetahuan tentang perkembangan Intervensi yang terlambat dapat
anak wajib dimiliki oleh para orang tua menyebabkan 1 dari 3 anak akan
sehingga dapat mengetahui apabila terjadi mendapat kesulitan belajar, (28%) Drop
keterlambatan pada perkembangan anak, Out dari Sekolah Menengah Atas (Sigit
apabila keterlambatan perkembangan Satryo W :2007).
tidak di perhatikan secara terus-menerus Menurut anggapan Rousseau, bila
maka akan terjadi gangguan pemusatan anak di biarkan berkembang secara wajar,
perhatian, gangguan autisme dan maka perkembangannya akan berjalan
hiperaktivitas. Untuk mengurangi mengikuti tahapan-tahapan yang teratur,
pengeluaran waktu dan biaya yang tidak dan setiap tahap perkembangan, anak
perlu, tahap awal skrining dapat dilakukan merupakan makhluk yang utuh dan
oleh perawat atau tenaga medis terlatih terintegrasi, tugas orang tua dan pendidik
dengan menggunakan kuesioner dalam hal ini adalah menciptakan kondisi
praskrining bagi orang tua, kemudian sedemikian rupa, sehingga memungkinkan
ditentukan anak mana yang perkembangan yang telah diatur oleh alam
membutuhkan evaluasi formal. tersebut berjalan secara spontan, tanpa
Disamping itu orang tua hendaknya dirintangi oleh campur tangan orang
lebih meningkatkan wawasan dengan dewasa (Desmita, 2005)
banyak membaca buku-buku pedoman Berdasarkan uraian diatas penulis
pendidikan anak. Orang tua juga dapat tertarik untuk melakukan penelitian
meminta bantuan dari petugas kesehatan tentang “Deteksi dini perkembangan anak
untuk mendapatkan informasi Usia 4-6 tahun di TK. Ra. Amdadiyah
perkembangan anak yang nantinya Doko Kec. Ngasem Kediri dengan
berguna meningkatkan kecerdasan anak, metode PEDS“.
serta orang tua juga mendeteksi secara
dini apabila terjadi keterlambatan Metode Penelitian
perkembangan pada anak. Dari anak-anak Desain penelitian ini menggunakan
yang menderita gangguan perkembangan metode penelitian deskriptif yaitu
dan tingkah laku berat sebagian kecil bertujuan untuk mendeskritifkan atau
(kurang dari 50%) yang terdeteksi memaparkan peristiwa-peristiwa yang
sebelum usia sekolah. terjadi deskritif fenomena di sajikan
Meskipun sebagian besar dari anak- secara apa adanya tanpa manipulasi
anak tersebut selalu di periksa kesehatan (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini
secara teratur bahkan turut serta dalam peneliti ingin menggambarkan atau
program pendidikan anak usia dini mendeskripsikan perkembangan anak

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 15


ISSN 2303-1433

usia 4-6 tahun di TK RA. AMDADIYAH Gambar 2 Karateristik responden


Doko Kec. Ngasem Kediri dengan berdasarkan usia responden di TK RA
menggunakan metode PEDS. Populasi AMDADIYAH Doko Kec. Ngasem
penelitian ini adalah semua orang tua yang 21-25
10% 10%
mempunyai anak usia (4-6 tahun) di 26-30
25% 25% 31-35
Taman Kanak-Kanak (TK) RA 36-40
AMDADIYAH Doko Kec. Ngasem 30% 41-45
Kediri yang berjumlah 67 orang tua. Besar
sampel dihitung dengan rumus: Sumber : Hasil Kuesioner Agustus 2011
N .z 2 . p.q Dari Diagram di atas diketahui
n 2 bahwah 40 responden hampir setengah
d (n  1)  z. p.q responden (30%) berusia 31-30 tahun ,
Keterangan : (25%) berusia 26-30 tahun , (25%) berusia
n : Perkiraan jumlah sampel 36-40 tahun , sebagian kecil responden
N : Perkiraan besar populasi (10%) berusia 41-45 tahun (10%) 21-25
z : Nilai standar normal untuk a = tahun
0,05(1,96) Gambar 3 Karateristik Responden
p : Perkiraan proporsi, jika tidak berdasarkan orang tua pernah
diketahui dianggap 50% mendapat info tentang deteksi dini
q : 1-p (100% - p) perkembangan dii TK RA AMDADIYAH
D : Tingkat kesalahan yang dipilih Doko Kec. Ngasem
(d=0,1)
Pernah
35%
Dari hasil perhitungan didapatkan 40 Tidak
Pernah
sampel. 65%
Teknik sampling yang di gunakan adalah
Quota sampling. Analisa data Sumber : Hasil Kuesioner Agustus 2011
menggunakan analisis deskriptif. Dari diagram diatas di ketahui bawah
40 responden di dapatkan sebagian besar
Hasil Penelitian (65%) tidak pernah mendapatkan
Data Umum informasi tentang deteksi dini
Gambar 1 Karateristik Responden perkembangan anak dan hampir setengah
Berdasarkan Pendidkan Terakhir di TK responden (35%) pernah mendapatkan
RA AMDADIYAH Doko Kec. Ngasem informasi tentang perkembangan anak

5% 2,5%2,5% Tidak Data Khusus


sekolah Gambar 4.Hasil penelitian data khusus
15% SD
secara keseluruhan di TK RA
SMP
AMDADIYAH Doko Kec. Ngasem
75% SMA

Sumber : Hasil Kuesioner Agustus 2011


Dari Diagram diatas diketahui
bahwah dari 40 responden di dapatkan
dari seluruhnya (75%) berpendidikan
SMA, sebagian kecil responden diketahui
(15%) berpendidikan SMP , (5%)
berpendidikan Perguruan Tinggi , (2,5%)
berpendidikan SD , (2,5%) Tidak Sekolah.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 16


ISSN 2303-1433

Pembahasan
Global / Kognitif
Sebagian kecil (20%) anak di TK RA
Bahasa
AMDADIYAH di curigai mengalami
Ekspresif gangguan dalam bahasa reseptif dan
Bahasa Reseptif bahasa ekspresif.
Bahasa di pengaruhi oleh status sosial
Motorik Halus
ekonomi keluarga. Beberapa studi tentang
10% 5% 5% Motorik Kasar hubungan antara perkembangan bahasa
17.5% 20%
dengan status sosial ekonomi menunjukan
5% Perilaku bahwa anak yang berasal dari keluarga
7.5%
15% 10% 5% miskin mengalami keterlambatan dalam
Emosi Sosial
perkembangan bahasa di bandingkan
Kemandiriian dengan anak yang berasal dari keluarga
yang lebih baik. (Syamsu Yusuf, 2008)
Sekolah
Kondisi seperti di atas terjadi di
Tidak ada sebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau
kecurigaan kesempatan belajar, sebagian besar (75%)
orang tua berpendidikan SMA, sebagian
Sumber : Hasil Kuesioner Agustus 2011 kecil (15%) berpendidikan SMP, (5%)
Dari diagram diatas di ketahui dari 40 berpendidikan perguruan tinggi, (2,5%)
responden berdasarkan hasil penelitiian berpendidikan SD dan (2,5%) tidak
sebagian kecil anak 2(5%) di curigai sekolah.Berdasarkan data di atas dapat
mengalami penyimpangan perkembangan menunjukan bahwa pendidikan atau
global kognitif 2(5%), bahasa ekspresif, kesempatan belajar orang tua sangat
2(5%) motorik halus, 2(5%) motorik kasar mempengaruhi dalam proses
, 3 (7,5%) kemandirian, 4 (10%) perilaku , perkembangan anak. Kemungkinan cara
4(10%) tidak adakecurigaan dalam aspek memperhatikan perkembangan antara
perkembangan, 6(15%) emosi sosial, orang tua yang satu dengan yang lain
7(17,5%) sekolah, 8 (20%) bahasa reseptif berbeda di sebabkan karena pengalaman
. pendidikan yang mereka peroleh juga
Berdasarkan hasil penelitian di atas berbeda.
anak yang di curigai mengalami gangguan Dari hasil penelitian sebagian besar
perkembangan untuk segera di tindak (67,5%) anak di TK RA AMDADIYAH
lanjuti sesuai kecurigaan gangguan yang berjenis kelamin perempuan dan hampir
dialami oleh anak tersebut. Kecurigaan setengah Respon (32,5%) berjenis
gangguan dari aspek bahasa di tindak kelamin Laki-laki. Jenis kelamin juga
lanjuti untuk di lakukan rujukan tes sangat mempengaruhi bahasa anak sebab
pendengaran tes bahasa dan bicara. Dari telah di jelaskan pada tahun pertama usia
aspek sekolah untuk di lakukan evaluasi anak, tidak ada perbedaan dalam
intelegensi dan pendidikan. Dari aspek vokalisasi antara pria dan wanita. Namun
emosi sosial segera untuk di lakukan mulai usia dua tahun anak wanita
skrining emosi atau tingkah laku dan rujuk menunjukan perkembangan yang lebih
atas indikasi. Dan dari 40 responden 23 cepat dari anak pria.(Syamsu Yusuf,
anak perlu sekrining lanjutan,10 anak 2008)
dirujuk, 3 lakukan konseling dan 4 Sebab hormon dan produktfitas anak
diketahui tidak ada kecurigaan perempuan pada usia dua tahun lebih
perkembangan. cepat mengalami perkembangan dan itu
sangat mempengaruhi dalam
perkembangan bahasa anak, baik dari
bahasa ekspresif atau bahasa reseptif.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 17


ISSN 2303-1433

Hubungan dengan keluarga juga Seorang anak di curigai mengalami


sangat mempengaruhi dalam gangguan dalam sekolah, motorik kasar
perkembangan berbahasa anak. Karena dan motorik halus bisa di karenakan
hubungan dengan keluarga dimaknai adanya perbedaan perkembangan
sebagai proses pengalaman berinteraksi intelegensi , kemampuan untuk belajar
dan berkomunikasi dengan lingkungan atau kapasitas untuk menerima pendidikan
keluarga. Jika dalam hubungan dengan setiap anak berbeda hal ini bisa di
keluarga itu sehat misal orang tua karenkan faktor eksternal atau luar seperti
memberi kasih sayang perhatian yang faktor prenatal, persalinan, dan paska
cukup hal itu akan menfasilitasi salin.( Syamsu Yusuf, 2008 )
perkembangan bahasa anak. Sebaliknya Lingkungan prenatal merupakan
hubungan yang tidak sehat akan sangat lingkungan dalam kandungan mulai
mengakibatkan anak mengalami kesulitan konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi
atau keterlambatan dalam perkembangan pada waktu ibu hamil . Zat kimia atau
bahasa.(Syamsu Yusuf, 2008) toxin sangat mempengaruhi
Oleh sebab itu peran orang tua sangat perkembangan otak pada janin.Jadi
di butuhkan dalam perkembangan anak, perkembangan anak perlu di perhatikan
karena orang tua merupakan lingkungan mulai dari dalam kandungan. Selain itu
pertama yang di kenal oleh anak. asupan nutrisi dan gizi yang di peroleh
Pada gambar 4. sebagian kecil anak juga sangat mempengaruhi
(17,5%)anak di curigai mengalami perkembangan intelegensi pada anak.
gangguan dalam aspek perkembangan Misal anak satu bisa menyebutkan warna
sekolah, (5%) motorik kasar, (5%) dan angka yang di tunjuk belum tentu
motorik halus dan (5%) global kognitif. anak yang lain bisa melakukannya hal ini
Keluarga merupakan lingkungan bisa di pengaruhi adanya perbedaan faktor
pendidikan pertama dan utama bagi intelegensi, dan juga membedakan antara
anak.Keluarga juga berfungsi sebagai perkembangan bahasa, motorik kasar,
transmiter budaya atau ,mediator jadi motorik halus, dan global koognitif dari
pendidikan pertama yang di peroleh oleh satu anak dengan anak yang lain.
anak tergantung dari keluarga bagaimana Pada gambar 4.sebagian kecil (10%)
menanamkan dan membimbing dalam anak di curigai mengalami gangguan
pendidikan.( Hurlock dan Pervin, 2008) emosi sosial. Emosi sosial merupakan
Sekolah mempengaruhi ketidak seimbangan di mana anak mudah
perkembangan anak melalui dua terbawa ledakan, ledakan emosional
kurikulum yaitu akademik kurikulum dan sehingga sulit untuk di arahkan dan di
hideen kurikulum. Akademik kurikulum imbing. Perkembangan psikososialdan
meliputi sejumlah kewajiban yang di kepribadian terjadi sejak usia prasekolah
harapkan di kuasai oleh anak.Hidden sehingga akhir masa sekolah di tandai
kurikulum meliputi sejumlah norma, dengan semakin meluasnya pergaulan
harapan dan penghargaan yang sosial terutama dengan teman sebaya.
implisituntuk di fikirkan dan di Pada anak usia 4-6 tahun merupakan
laksanakan dengan cara-cara tertentu yang tahap inisiatif dan rasa bersalah dengan
di sampaikan melalui hubungan sosial perkembangan sebagai berikut anak akan
sekolah dan otoritas.( Selfer dan memulai inisiatif dalam belajar mencapai
Hoffnung,2008 ) pengalaman baru secara aktif dalam
Sekolah mempunyai peranan dan melaksanakan aktifitasnya dan apabila
tanggung jawab yang penting dalam dalam tahap ini anak di larang atau di
membantu para siswa mencapai tugas cegah maka akan timbul bersalah pada diri
perkembangannya. ( Havighurs, 2008 ) anak. Sejumlah penelitian telah
merekomendasikan betapa hubungan

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 18


ISSN 2303-1433

sosial dengan teman sebaya memiliki arti setiap tindakan sehari-harinya merupakan
yang sangat penting bagi perkembangan suatu sifat yang selalu di harapkan oleh
anak. Salah satu fungsi kelompok teman para orang tua. Meskipun demikian
sebaya adalah menyediakan sumber kemandirian bukanlah salah satu hal yang
informasi dan perbandingan tentang dunia akan terbentuk dengan sendirinya dalam
di luar keluarga. Anak yang cenderung jiwa anak-anak. Kemandirian bukanlah
pendiam, menyendiri akan sulit untuk hal yang terjadi secara instan, melaikan
menerima hal-hal yang baru dan di curigai hasil dari satu proses yang membutuhkan
mengalami gangguan dalam emosi waktu. Untuk memperoleh kemandirian
sosial.Selain itu bisa juga di sebabkan yang matang dalam aspek berfikir maupun
karena faktor dari keluarga missal berbuat tentunya penanaman kemandirian
pengasuhan secara otoriter dimana anak tersebut membutuhkan waktu yang tidak
akan tumbuh sifat curiga pada orang lain sebentar.Kemandirian harus di tanamkan
dan hal itu sangat menggangu dalam sejak usia diini, sehingga akan melekat
perkembangan anak sebab anak akan erat dalam kehidupan kelak. Anak usia 4-
merasa canggung berhubungan dengan 6 tahun yang cenderung kurang mandiri
teman sebaya , tidak bahagia pada diri bisa di sebabkan karena tidak di biasakan
sendiri dan canggung menyesuaikan diri terlibat pada kegiatan positif misalnya
dengan lingkungan baru. (Desmita, 2008 ) gotong royong bersama keluaarga
Pada gambar 4 menunjukan sebagian membersihkan rumah setiap satu minggu
kecil (10%) anak di curigai mengalami sekali, kurangnya di beri kesempatan
gangguan perkembangan perilaku. dalam memutuskan sesuatu selalu di
Misalnya anak cenderung keras kepala, arahkan dan tidak di biasakan untuk
ceroboh, dn hiperaktif. Tingkah laku bertanggung jawab terhadap dirinya, tidak
seperti ini dapat timbul apabila anak hidup di ajarkan kepedulian dan hendaknya anak
dalam lingkungan yang tidak kondusif di biasakan unruk berdiskusi mengasah
dalam perkembangannya.Seperti dalam kemampuan anak-anak dalam berfikir dan
lingkungan keluarga yang tidak berfungsi memecahkan masalah. Dengan cara
misalnya keluarga broken home , seoerti ini anak akan terbiasa mandiri dan
hubungan antara anggota keluarga kurang bisa bertanggung jawab atas dirinya
harmonis, kurang memperhatikan nilai- sendiri.
nilai agama, dan orang tua cenderung Berdasarkan uraaian dan penjelasan
keras atau kurang memberikan curahan di atas perkembangan anak sangat erat
kasih sayang kepada anak.(Syamsu Yusuf, hubunganya dengan peran oraang tua.
2008) Pengetahuan yang baik tentang
Oleh karena kelainan perilaku dan perkembangan anak juga harus di miliki
kepribadian itu berkembang pada oleh orang tua. Berdasarkan pada diagram
umumnya di sebabkan oleh faktor menunjukan sebagian besar responden
lingkungan yang kurang baik. Maka (65%) belum pernah mendapatkan
sebagai upaya pencegahan hendaknya informasi tentang deteksi dini
pihak keluarga, sekolah senantiasa bekerja perkembangan anak, dan hampir setengah
sama untuk menciptakan iklim lingkungan responden (35%)sudah pernah
yang menfasilitasi atau member mendapatkan informasi mengenai deteksi
kemudahan pada anak untuk dini perkembangan anak. Mungkin bagi
mengembangkan potensi atau tugas-tugas orang tua yang belum mendapatkan
perkembangan secara optimal. informasi tentang deteksi dini
Pada gambar 4. menunjukan sebagian perkembangan anak bisa di peroleh dari
kecil (5%) anak di curigai mengalami media elektronik misal televisi dan bisa
gangguan kemandirian. Kemandirian juga di peroleh dari pelayanan kesehatan
dalam aspek berfikir maupun dalam dalam terdekat misal dari Rumah Sakit,

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 19


ISSN 2303-1433

puskesmas atau klinik yang ada di sekitar Satryo, Sigit (2007). Praskrining
rumah. Sebab informasi tentang deteksi Perkembangan PEDS. Ikatan
dini perkembangan anak di butuhkan Dokter Anak Indonesia
orang tua untuk melihat dan mengetahui
setiap tahap perkembangan anak. Dan Soetjiningsih (1995). Tumbuh
mengetahui sejak dini jika anak kembang Anak. Jakarta : EGC
mengalami gangguan dalam
perkembangan. Suherman (2000). Perkembangan
Anak. Jakarta : EGC
Daftar Pustaka
Arikunto,S (2007). Prosedur Yusuf, Syamsu ( 2005). Psikologi
Penelitian Suatu Pendekatan Perkembangan Anak dan
Praktek : PT. Rineka cipta Remaja. Jakarta : Rosda.

Alimul, H.Azis (2007). Pengantar


ilmu keperawatan anak 1 :
Jakarta : PT. Salemba Medika

Departemen Kesehatan (2005).


Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi, dan
Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak Ditingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar.
Jakarta

Departemen Kesehatan (2008).


Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi, dan
Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak Ditingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar.
Jakarta

Desmita (2005). Psikologi


Perkembangan. Bandung :
Rosda.

Judarwanto Widodo, Kemampuan


berbahasa
(http://speechclinic.wordpress.
com/2010/04/24/bicara-dan-
bahasa-pada-anak/)

Nursalam (2005). Konsep dan


Pengantar Praktis Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Edisi. Jakarta : Salemba
Medika

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 20


ISSN 2303-1433

Motivasi Ibu Tentang Toilet Training Pada Anak Usia I-3 Tahun
Di Wilayah Kerja Posyandu Dahlia Puskesmas Campurejo Kota Kediri

(Mother Of Toilet Training Motivation In Children Ages 1-3 Years In The Working Area
Of Posyandu Dahlia Puskesmas Campurejo Kediri)

Hengky Irawan, Irma Dewi L

Abstract
Toilet Training on child constitutes an effort to see child to be able to controls deep
poo and pee. So required by task for toilet training. Toilet Training is very important for
the child's independence and psychological. So desperately needed readiness Mother, How
the implementation and the role of mother in teaching Children Toilet Training. The
purpose of this study was to determine maternal motivation in making toilet training in
children aged 1-3 years in the working area of Dahlia IHC Health Center Campurejo
Kediri.The design of this study using a descriptive design,this research in the working area
of Dahlia IHC Health Center Campurejo Kediri.Its research subject is all Mother that have
age child 1-3 years in IHC Dahlia June Dahlia 2011 as much 25 respondents (Total
sampling). Collecting data with questionnaires and interviews. Its research variable is
motivate mother in does toilet training. Data processing utilizes kualitatif's scale passes
through editing, coding, tabulating, and scoring. so research measure is divided as tall
motivation, motivation be and low motivation.Result respondenting to figure 6 respondents
(24%) having motivation less, 5 respondents (20%) having motivation be and a
considerable part which is 14 respondents (56%) having tall motivation.So gets to be
concluded by tall mother motivation to do toilet training caused total families deep child
which more than one more make to have more experience ripe,mother work a large part
housewife so mother time to do toilet training more intensive.The advice given is expected
given the huge benefits to the mother and child about toilet training. Mother ought to
applies toilet training on child and toilet training my mother taught to children early on.

Keywords: motivation, Mother, Toilet Training


secara fisik, psikologis, maupun secara
Pendahuluan intelektual, melalui persiapan tersebut
Perkembangan anak secara umum diharapkan anak mampu mengontrol
terdiri dari beberapa tahap atau periode, buang air besar dan buang air kecil sendiri
salah satunya adalah periode kanak-kanak (A,Alimul,2005)
awal usia 1-3 Tahun (toddler), dimana Toilet training pada anak merupakan
periode ini terdapat perkembangan suatu usaha untuk melihat anak agar
psikoseksual yaitu fase anal. Pada fase ini mampu mengontrol dalam melakukan
fungsi tubuh yang memberikan kepuasan BAB dan BAK. Sehingga diperlukan
berkisar antara sekitar anus. Tugas tugas untuk mengenalkan toilet training.
perkembangan yang harus dilalui anak Namun dalam toilet training kesiapan
adalah melakukan kontrol terhadap buang psikologis sangat lebih dibutuhkan oleh
air besar atau buang air kecil. Toilet anak. Anak harus mampu mengenali
training merupakan salah satu usaha dorongan untuk melepaskan atau menahan
untuk melatih anak agar mampu dan kemampuan untuk berkomunikasi
mengontrol dalam proses eliminasi. pada ibunya. Pada saat itu anak harus bisa
Dalam melakukan latihan buang air kecil menguasai kemampuan motorik yang
dan besar pada anak membutuhkan utama yaitu kebutuhan komunikasi
kesiapan pada diri anak dan keluarga baik (Nursalam,2005)

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 21


ISSN 2303-1433

Mengajari toilet training diperlukan Dalam Mengatasi masalah kegagalan


stimulus yang sangat mirip dengan belajar toilet training diperlukan penanganan
membaca. Jika anak hidup di keluarga yang baik dari orang tua, kesabaran, dan
yang senang membaca, sering membaca kebijaksanaan sangatlah diperlukan oleh
secara alami dia akan menjadi anak yang anak. Jika anak mengompol tetaplah
suka membaca.Bila orang tua selalu BAK bersikap tenang dan jangan memarahi,
di toilet, biarkan anak mengalami proses mempermalukan, atau menghukumnya.
karena ada anak yang cepat membaca dan Berikan dukungan positif dan jalinan
ada yang lama sekali membaca kerjasama serta kesabaran untuk
(Sumardiono,2008) menumbuhkan rasa percaya diri dan
Menurut Seto Mulyadi (8 september kemandirian anak (Suririnah, 2010)
2010) mengatakan selain secara Seorang Ibu hendaknya
medis.anak suka mengompol bisa memberikan penghargaan kalau anak
disebabkan karena faktor psikologis. Anak mampu menjalani toilet training,
yang stres, tertekan, tegang atau penghargaan dapat diberikan misalnya
ketakutan, bisa terjangkit penyakit berupa,ciuman, belaian, pujian dan tepuk
ngompol. Karenanya anak suka tangan karena penghargaan tersebut
mengompol sebaiknya jangan dimarahi. : menimbulkan motivasi yang kuat pada
”Ini bisa jadi akan membuatnya ketakutan diri anak untuk mengulang tingkah
dan sering mengompol,”ujarnya lakunya. Sedangkan menghukum harus
Menurut beberapa penelitian disertai pengertian yang maksud dari
ditemukan anak usia 5 tahun, sekitar 23% hukuman tersebut bukan hukuman untuk
anak seringkali mengompol di tempat melampiaskan kebencian dan kejengkelan
tidur, Pada usia 7 tahun sekitar 20% anak terhadap anak sehingga anak tahu mana
masih mengompol, Usia 10 tahun hanya yang baik dan tidak baik. Dan dari
4% anak yang ngompol sedangkan pada penghargaan dan hukuman tersebut
usia remaja hanya sekitar 1-2%. Masalah menimbulkan rasa percaya diri pada
ini terjadi karena anak kebanyakan tidak anak yang penting untuk perkembangan
mau menjalani toilet training sejak dini kepribadian anak.
pada anak (Indonesia Medical Student Melihat fenomena di atas, maka
Jornal.2010 diakses tanggal 5 November peneliti tertarik untuk melakukan
2010). penelitian mengenai motivasi ibu dalam
Data lain menyebutkan ngompol melakukan toilet training.
terjadi pada anak laki-laki 60% dan anak
perempuan 40% dan yang tak kalah Metode Penelitian
penting, penyakit ngompol bisa Penelitian ini menggunakan desian
disebabkan karena penyakit keturunan deskriptif yang bertujuan menggambarkan
atau genetik (Zaki, 2010) motivasi Ibu tentang toilet training pada
Dampak yang paling umum dalam anak di Wilayah Kerja Posyandu Dahlia
kegagalan toilet training disebabkan oleh Puskesmas Campurejo Kota Kediri. Pada
sikap orang tua yang lebih tidak tega pada penelitian ini populasi yang diambil
anaknya atau kemalasan orang tua untuk adalah seluruh ibu yang mempunyai anak
melatih. Akibatnya walaupun anak telah usia toddler yang tercatat dalam buku
berusia lebih dari 3 tahun anak tetap saja register Posyandu Dahlia wilayah kerja
belum bisa BAK dan BAB di Puskesmas Campurejo Kota Kediri
toilet,ngompol saat malam hari dan masih sebanyak 25 orang anak. Dalam penelitian
sering memakai popok serta perlakuan ini teknik sampel yang digunakan adalah
orang tua yang tidak rutin membiasakan total sampling. Variabel dalam penelitian
anak ke kamar mandi (Andriana S ini adalah motivasi Ibu dalam melakukan
Ginanjar, 2008)

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 22


ISSN 2303-1433

toilet training. Analisa data menggunakan responden (16%), sebagian kecil


analisis deskriptif. berpendidikan SD sebanyak 3 responden
(12%).
Hasil Penelitian Pengetahuan Ibu mengenai toilet
Data Umum training apabila diukur melalui latar
a) Karakteristik Responden belakang Pendidikan melalui wawancara
Berdasarkan Usia “Apa yang dimaksud dengan toilet
Tabel .1 : Karakteristik umur Ibu yang training?” yang dinyatakan oleh
memiliki anak usia 1-3 Tahun responden adalah sebagai berikut :
di Posyandu Dahlia Kelurahan Responden dengan Latar Pendidikan
Lirboyo Wilayah Kerja SD mengatakan:
Puskesmas Campurejo Juni “pipis ditatur”to mbak ( Wawancara
2011 . tanggal 13 Juni 2011)
Responden dengan Pendidikan SLTP
Usia Jumlah Persentase mengatakan;
20-25 Tahun 4 16% “mengajarkan kepada anak untuk eek
26-30 Tahun 13 52% dan pipis (BAB dan BAK). (Wawancara
31-35 Tahun 4 16% tangggal 13 Juni 2011)
35-40 Tahun 2 8% Beberapa Responden dengan lulusan
>40 Tahun 2 8%
SMA mengatakan:
Jumlah Total 25 100%
“Tatur(toilet training) yang
direncanakan pada anak”. (Wawancara
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
tangggal 13 Juni 2011)
bahwa sebagian besar responden berusia
26-30 Tahun 13 responden (52%), hampir
Dan ditunjang oleh jawaban
setengahnya 31-35 Tahun 4
Responden yang berikut ini
responden(16%), dan sebagian kecil
“ Anak dilatih untuk mengeluarkan
berusia > 40 Tahun 2 responden(8%)
kotoran di tempat yang
b) Karakteristik Responden benar”(Wawancara tanggal 13 Juni 2011)
Berdasarkan Pendidikan
Tabel 2 : Karakteristik Pendidikan
Responden berpendidikan sarjana pun
Ibu yang memiliki anak usia 1-3
mengatakan:
Tahun di Posyandu Dahlia
“Latihan untuk bilang dan melakukan
Kelurahan Lirboyo Wilayah
BAB dan BAK di tempat yang
Kerja Puskesmas Campurejo
seharusnya”.(Wawancara tanggal 13 Juni
Juni 2011. 2011)
Jenis Pendidikan Jumlah Persentase
c) Karakteristik responden berdasarkan
SD 3 12%
SLTP 8 32%
pekerjaan
SMA/SMEA 10 40% Tabel .3 : Karakteristik Pekerjaan Ibu
SARJANA 4 16% Posyandu Dahlia Kelurahan
Lirboyo Wilayah Kerja Puskesmas
Jumlah total 25 100%
Campurejo Juni 2011 .
Berdasarkan Tabel 4.1.2 menujukkan
Pekerjaan Jumlah Persentase
hampir setengah responden berpendidikan
IRT 15 60%
SLTP sebanyak 8 responden(32%), PNS 3 12%
hampir setengahnya responden Wiraswasta 7 28%
berpendidikan SMA/SMEA sebanyak 10 Jumlah 25 100%
responden (40%), sebagian kecil Total
berpendidikan sarjana sebanyak 4

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 23


ISSN 2303-1433

Berdasarkan Tabel 4.1.3 dapat f) Karakteristik responden berdasarkan


diketahui bahwa dari 25 responden jenis kelamin anak.
sebagian besar sebagai ibu rumah tangga Tabel .6 : Karakteristik jenis kelamin
sebanyak 15 (60%) responden. anak di Posyandu Dahlia
Kelurahan Lirboyo Wilayah
d) Karakteristik Responden Berdasarkan Kerja Puskesmas Campurejo
Jumlah anak dalam keluarga Juni 2011 .
Tabel 4 : Karakteristik jumlah anak
dalam keluarga di Posyandu Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Dahlia Kelurahan Lirboyo Laki-laki 12 48%
Wilayah Kerja Puskesmas Perempuan 13 52%
Campurejo Juni 2011 Jumlah Total 25 100%

Jumlah Anak Jumlah Persentase Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan


1 14 56% sebagian besar responden memiliki anak
2 7 28% berjenis kelamin perempuan 13 responden
3 2 8% (52%), hampir setengahnya berjenis
>3 2 8% kelamin laki-laki 12 responden (48%).
Jumlah Total 25 100%
Data Khusus
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan a) Kesiapan Ibu dalam melakukan
sebagian besar responden memiliki 1 Toilet Training pada anak usia 1-3
anak 14 responden (56%), hampir tahun di Posyandu Dahlia
setengahnya memiliki 2 anak 7 responden Kelurahan Lirboyo Wilayah Kerja
(28%), sebagian kecil memiliki 3 dan Puskesmas Campurejo Juni 2011.
lebih dari 3 dengan jumlah yang sama
masing-masing 2 responden (8%)
e) Karakteristik responden berdasarkan
Kesiapan
Umur Anak Tinggi
28%
Tabel 5 : Karakteristik umur anak
dalam keluarga di Posyandu Kesiapan
60% Cukup
Dahlia Kelurahan Lirboyo 12%
Wilayah Kerja Puskesmas Kesiapan
Campurejo Juni 2011 Kurang

Umur Anak Jumlah Persentase


12-18 bulan 7 28% Gambar 1 Berdasarkan Kesiapan Ibu
19-24 bulan 8 32% dalam melakukan Toilet
25-36 bulan 10 40%
Training Pada Anak Usia 1-3
Jumlah Total 25 100%
Tahun di Wilayah Kerja
Posyandu Dahlia.
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan
hampir setengah responden memiliki anak
Berdasarkan pada gambar.1
berusia 25-36 bulan 10 responden (40%),
Menunjukkan Kesiapan ibu dalam
hampir setengah responden memiliki anak
melakukan toilet training pada anak usia
berusia 19-25 bulan sebanyak 8 responden
1-3 Tahun di posyandu Dahlia sebagian
(32%), hampir setengahnya memiliki anak
besar memiliki kesiapan tinggi dalam
berusia 12-18 bulan sebanyak 7 responden
toilet training 15 responden (60%),
(28%).
hampir setengah memiliki kesiapan cukup
dalam toilet training 7 responden (28%)

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 24


ISSN 2303-1433

dan sebagian kecil memiliki kesiapan tidak hanya Ibu tapi juga bapak nya yang
kurang dalam toilet training 3 melonggarkan waktu dalam menjalani
responden(12%). toilet training). (Wawancara tanggal 14
Data melalui wawancara yang Juni 2011)
dilakukan oleh peneliti dengan pertanyaan a) Cara Pelaksanaan Toilet Training
“Mengapa Anak dilatih toilet training?” pada anak usia 1-3 Tahun di
dan “Siapa yang mengajari toilet training Posyandu Dahlia Kelurahan Lirboyo
pada anak?” Wilayah Kerja Puskesmas Campurejo
Beraneka ragam jawaban yang Juni 2011
diperoleh peneliti kepada responden yang
dikutip peneliti,responden pertama
mengatakan:
Tepat
“Anak dilatih mandiri dan agar tidak 28%
ngompol an dan biasanya yang melatih 48%
saya sendiri,bapak,dan neneknya Cuku
p
pokoknya semua keluarga membantu 24%
”.(Wawancara tanggal 13 Juni 2011) Kuran
g
Responden kedua mengatakan:
“Supaya anak terbiasa BAB dan BAK Gambar .2 Berdasarkan Cara
di kamar mandi dan latihane dengan saya pelaksanaan Toilet Training
sendiri”. (Wawancara tanggal 13 Juni pada Anak Usia 1-3 Tahun di
2011) Posyandu Dahlia

Responden ketiga mengatakan: Berdasarkan pada gambar .2


“dilatih tatur apik gawe anak mbak menunjukkan Cara pelaksanaan toilet
kaet mas mbek mbak e biyen mpun training pada anak usia 1-3 tahun di
dibiasakan tatur biasanya kulo tatur e Posyandu Dahlia hampir setengah
sakben dalu sakderenge tilem dan shubuh responden memiliki ketepatan tinggi
injing ngoten nek anak mpun dalam cara pelaksanaan toilet training 12
tangi.dadine ketiga anak kulo kaet umur responden(48%),hampir setengah
2 tahunan ngoten mpun mboten ngompol memiliki ketepatan kurang dalam cara
kaliyan eek ten sembarang tempat.dadose pelaksanaan toilet training 7 responden
tetep bersih mbak anak kulo kaet dee cilik (28%),dan sebagian kecil memiliki
mergo mpun dikulinakne tatur e kaet umur kesiapan cukup 6 responden(24%).
1 tahunan .saat tatur mboten kulo mawon Berdasarkan hasil wawancara dengan
ingkang nguruki tapi nggih bapak e pertanyaan “Bagaimana cara melatih toilet
pokoke endi sing longgar waktu mbak”. training?” dan “Dimana anak dilatih toilet
training?”
(dilatih toilet training bagus untuk
anak itu sendiri karena kebiasaan Ibu saat Responden mengatakan:”cara melatih
kakak-kakaknya dulu sudah di biasakan pipise ya bangun tidur ndang di pipisne
toilet training dan waktu toilet training kalau anak mau pipis segera di ajak ke
Ibu membiasakan saat malam hari kamar mandi jadi kudu telaten mbak dan
sebelum tidur dan setelah bangun pagi di biasanya saya melatih e di kamar mandi”.
pagi hari.jadi kebiasaan Ibu pada anaknya
dalam toilet training membuat kebersihan (Cara melatih BAK sesudah bangun
anak terjaga semenjak anak berusia tidur harus segera di ajak ke kamar mandi
sekitar 2 tahun anak sudah berhasil jadi harus telaten atau rajin melatihnya ke
menjalani toilet training. Yang melatih

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 25


ISSN 2303-1433

kamar mandinya). (Wawancara tanggal 13 b) Peranan Ibu dalam Toilet Training


Juni 2011) pada Anak Usia 1-3 Tahun di
Posyandu Dahlia Kelurahan
Responden lain mengungkapkan : Lirboyo Wilayah Kerja Puskesmas
“carane natur mbak,,biasa e di pangku Campurejo Juni 2011.
kayak di bopong ngunu o lalu dibasahi
kakinya sampai kencing dan kadang anak
saya sampai keluar eek e (BAB) mbak” . 32%
Baik
“Anu mbak biasa e saya latihe di WC 44%
Cukup
atau kadang di selokan ,licin soal nya Kurang

kamar mandinya wedine jatuh ngunu”. 24%

(Cara toilet training yang pertama-


tama anak di pangku atau di bopong lalu Gambar 3 Berdasarkan Peranan
di rangsang dengan di basahi kakinya Ibu dalam Toilet Training pada
sampai anak mengeluarkan urine bahkan Anak Usia 1-3 Tahun di Wilayah
kadang keluar feses Ibu membiasakan nya Kerja Posyandu Dahlia
biasanya di WC atau kadang di selokan
dikarenakan licin lantainya kamar mandi Berdasarkan Pada gambar 3
dan agar anak tidak terpeleset ). menunjukkan Peranan Ibu dalam toilet
(Wawancara tanggal 13 Juni 2011) training pada anak usia 1-3 tahun di
Posyandu Dahlia hampir setengahnya
Responden berikutnya mengatakan: memiliki peranan yang baik dalam toilet
”latihan melakukan mengajarkan training 11 responden (44%), hampir
BAK yang saya lakukan kalau anak saya setengahnya memiliki peranan kurang
tidur setiap jam 10 an saya usapkan di dalam toilet training 8 responden (32%),
kelaminnya kapas basah jadi dan sebagian kecil memiliki peranan
pipise(urine)langsung keluar kalau pagi cukup dalam toilet training 6 responden
setelah anak bangun tidur saya (24%).
memberikan anak saya minum air putih 1 Menurut hasil wawancara dengan
gelas lalu sebelum anak saya mandi saya pertanyaaan “Bilamana Anak gagal dalam
jongkok kan dia di WC sambil saya melakukan toilet training, Apa yang anda
pegangi anak juga bisa pipis sendiri lakukan?”
mbak..mungkin karena minum air putih Beberapa responden mengatakan
setelah bangun tidur jadi anak menjadi Responden yang pertama:
kebiasaan saat di WC anak bisa “Anak saya kan masih kecil masih
pipis(BAK) dan kadang BAB, saya membutuhkan waktu dalam kerutinan
seringnya membiasakan BAB dan BAK di agar tidak ngompol , dan saya tidak akan
WC atau kamar mandi tapi harus tetap marah apalagi memukulnya bila anak
memperhatikan keamanan mulai dari saya tetap saja mengompol. (Wawancara
lampu kamar mandi yang terang agar tanggal 13 Juni 2011)
anak saya tidak takut saat berada di Responden yang kedua:
kamar mandi”.(Wawancara tanggal 13 “Saya sebagai Ibu tidak nyerah mbak
Juni 2011) saya akan mencoba menarik perhatian
anak saya misal saat anak di WC anak
saya di kasih gayung dengan warna
menarik atau memberikan mainan dalam
bak kamar mandi agar anak semakin
tertarik dalam tatur”. (Wawancara
tanggal 13 Juni 2011)

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 26


ISSN 2303-1433

Gambar 4 : Motivasi Ibu


Responden yang ketiga: dalam Melakukan Toilet
“Nek tetep ngompol kaliyan beol Training pada anak usia 1-3
sembarangan mboten nopo-nopo mbak Tahun di Wilayah Kerja
pancen dereng wancine ,ya langsung kulo Posyandu Dahlia Puskesmas
bersihne terus mengke anak e kulo resik i. Campurejo Kota Kediri
gak opo-opo mbak pancen isih cilik ae
mbesuk nek mpun ageng nek ngertos Berdasarkan Pada Gambar 4.2.4
piyambak“. menunjukkan sebagian besar responden
memiliki motivasi tinggi 14 responden
(Bila tetap ngompol dan buang air (56%) ,sebagian kecil memiliki motivasi
besar sembarangan tidak apa-apa memang kurang 6 responden(24%), dan sebagian
belum saatnya. Kalau buang air kecil dan kecil memiliki motivasi sedang 5
buang air besar langsung saya bersihkan responden (20%).
dan si anak saya cebok i. tidak apa-apa Melalui hasil wawancara dengan
memang anak masih kecil pada saat anak Kader Posyandu Dahlia dengan peneliti
besar nanti pasti akan mengerti dengan “Bagaimana kondisi Ibu yang berada di
sendirinya). (Wawancara tanggal 14 Juni lingkungan daerah sekitar Posyandu
2011) Dahlia mengenai toilet training pada anak
usia 1-3 Tahun ?”
Namun dalam wawancara juga ada Kepala kader mengatakan “Ibu –ibu
responden yang mengatakan disini melakukan tatur mbak soalnya
“kalau anak saya tetap aja kalau dilihat dari segi ekonomi mungkin
mengompol ya saya seneni cubitii mbak kan juga ibu rumah tangga jadi sayang
biar ga kulino”. kalau di buat beli pampers,lalu kalau
dilihat dari segi lingkungan mungkin
(Kalau anak saya tetap saja karena terbiasa dalam lingkup pondok
mengompol anak saya marahi dengan cara pesantren jadi kebersihan dan menjaga
saya cubiti agar tidak menjadi kebiasaan kesucian rumah dari najis sangat
buruk anak nantinya). (Wawancara diperhatikan oleh Ibu”. (Wawancara
tanggal 13 Juni 2011) tanggal 13 Juni 2011)

c) Motivasi Ibu tentang Toilet Pembahasan


Training pada Anak Usia 1-3 1. Kesiapan Ibu dalam melakukan
Tahun di Posyandu Dahlia toilet training pada anak usia 1-3
Kelurahan Lirboyo Wilayah Kerja tahun di Wilayah Kerja Posyandu
Puskesmas Campurejo Juni 2011. Dahlia Puskesmas Campurejo Kota
Kediri
Berdasarkan Hasil penelitian kesiapan
ibu dalam melakukan toilet training pada
anak usia 1-3 Tahun di Posyandu Dahlia
24% Tinggi
Wilayah Kerja Puskesmas Campurejo.
Sedang
56% sebagian besar memiliki kesiapan tinggi
Kurang
20% dalam toilet training 15 responden (60%).
Selain itu didukung oleh hasil wawancara
pada sebagian besar responden
menyatakan toilet training sangatlah
bermanfaat pada anak terutama menjaga
kebersihan dan kemandirian Anak. Pada
hasil wawancara beberapa responden

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 27


ISSN 2303-1433

menyatakan dalam toilet training Faktor kedua yang mempengaruhi


dibutuhkan kebiasaan dan kerutinan untuk kesiapan ibu adalah pengalaman masa lalu
melatihnya. responden. Pada penelitian hampir
Menurut Robert C. Beck motivasi setengahnya memiliki anak lebih dari 1
dapat diartikan sebagai tenaga penggerak sebesar 11 responden (44%) dan pernah
yang mempengaruhi kesiapan untuk melakukan toilet training pada anak
memulai melakukan serangkaian kegiatan sebelumnya.
dalam suatu perilaku. Motivasi tidak dapat Pengalaman masa lalu mempengaruhi
diamati secara langsung, tetapi dapat perilaku dan tindakan seseorang pada
diinterpretasikan dari tingkah lakunya. masa depan. Menurut Nursalam (2002)
Motivasi dapat dipandang sebagai seseorang akan termotivasi karena adanya
perubahan energi dari dalam diri pengalaman masa lalu.
seseorang yang ditandai munculnya Pengalaman bagi responden yang
feeling, dan didahului dengan tanggapan sudah melakukan toilet training pada anak
terhadap adanya tujuan. Pernyataan ini yang sebelumnya akan membuat
mengandung tiga pengertian, yaitu bahwa responden memiliki mekanisme
motivasi mengawali terjadinya perubahan pertahanan yang baik, terutama dalam
energi pada diri sendiri individu, motivasi mendampingi anak dalam menjalani toilet
ditandai oleh adanya rasa (afeksi training. Hal ini dikarenakan mereka
seseorang), motivasi dirangsang karena mempunyai pengalaman dan mekanisme
adanya tujuan (Sardiman A.M). koping terhadap suatu streesor saat anak
Sebagian besar responden di menjalani toilet training. Pengalaman
Posyandu Dahlia Wilayah Kerja masa lalu individu dengan anak
Puskesmas Campurejo memiliki kesiapan sebelumnya akan mempengaruhi kesiapan
tinggi melakukan toilet training, karena individu tersebut, pengalaman akan
responden memperhitungkan tujuan dan membuat individu menjadi lebih siap
manfaat dari toilet training yang dalam melakukan toilet training.
bermanfaat bagi anak terutama dalam Kebutuhan muncul karena ada
menjaga kebersihan dan melatih anak sesuatu yang kurang dirasakan oleh
untuk mandiri. Dalam melewati toilet seseorang baik fisiologis dan psikologis,
training anak dilatih, Komunikasi dengan dorongan merupakan arah untuk
Ibu dengan bahasa yang mudah memenuhi kebutuhan tadi, sedangkan
dimengerti oleh anak, mengenal tanda- tujuan merupakan akhir dari satu siklus
tanda bila ingin BAB dan BAK, tempat (Luthan dalam Nursalam, 2003)
yang benar untuk BAB atau BAK, serta Perwujudan kasih sayang merupakan
mengenalkan anak untuk jongkok atau keinginan ibu untuk memenuhi
duduk di toilet. Kemampuan setiap anak kebutuhan anak sehingga anak tercukupi
dalam menjalani toilet training sangatlah kebutuhan fisik dan psikologi nya. toilet
berbeda-beda, terkadang bila ibu tidak training merupakan perwujudan kasih
siap dalam melatih toilet training anak sayang ibu untuk memenuhi kebutuhan
akan mengalami kegagalan dalam anak dalam bentuk fisik berupa
menjalani latihan. Sehingga diperlukan kebersihan dan kesehatan anak sedangkan
kesiapan ibu yang tinggi untuk bentuk psikologi berupa kemandirian
meluangkan waktu dan menemani anak dalam tujuan akhir manfaat toilet training.
dalam menjalani toilet training. Dan Sehingga mendorong ibu untuk
kesiapan itu akan muncul pada diri ibu mewujudkan pemenuhan kebutuhan anak
bila ibu meyakini tujuan dan kebutuhan dengan mempersiapakan diri ibu dalam
dari proses toilet training yang di jalani pelaksanaannya.
anak. Tujuan motivasi menurut Ngalim
Purwanto (2007) untuk menggerakan atau

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 28


ISSN 2303-1433

menggugah agar timbul keinginan dan oleh ibu dalam pelaksanaan toilet training
kemauannya untuk melakukan sesuatu, baik dengan cara sederhana ataupun rumit.
sehingga dapat memperoleh hasil atau Hal itu merupakan bentuk upaya ibu
mencapai tujuan tertentu. dalam mendukung Keberhasilan anak
Kesiapan merupakan tolak ukur dalam toilet training. Sehingga walaupun
dalam pencapaian suatu tujuan dengan anak mengalami kesulitan dalam
keinginan dan ketersediaan diri untuk pelaksanaan toilet training ibu terus
melakukan sesuatu karena dengan menerus memacu untuk melaksanakan
kesiapan akan mempengaruhi hasil dalam toilet training kepada anaknya.
pencapaian tujuan. Begitu pula dengan Teori penetapan tujuan
toilet training kesiapaan ibu sangat mengemukakan bahwa penetapan suatu
dibutuhkan dalam menentukan tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap
keberhasilan toilet training. Kesiapan ibu pekerjaan saja tetapi juga mempengaruhi
dapat dilihat dari kemauan ibu dalam orang tersebut untuk mencari cara efektif
meluangkan waktu dan kerjasama dengan dalam mengerjakaanya. (Edwin Locke
si anak untuk menjalani toilet training. dalam mangkunegara,2005)
Keanekaragaman cara yang dilakukan
2. Cara pelaksanaan Toilet Training ibu dalam melakukan toilet training pada
pada usia 1-3 tahun di Wilayah anak yang didapat melalui hasil
Kerja Posyandu Dahlia Puskesmas wawancara pada setiap responden
Campurejo Kota Kediri memiliki cara yang berbeda-beda dalam
Berdasarkan penelitian didapatkan melakukan toilet training. Walaupun 40%
cara pelaksanaan toilet training pada anak berpendidikan SMA dari 25 responden
usia 1-3 tahun di Posyandu Dahlia tidak mempengaruhi dalam cara ibu untuk
Wilayah Kerja Puskesmas Campurejo mengajarkan toilet training. Hal ini
hampir setengah responden memiliki cara disebabkan kemampuan responden untuk
yang tepat dalam cara pelaksanaan toilet mengetahui keunikan sifat dan fisik anak
training 12 responden (48%). Selain itu menjalankan cara toilet training pada
didukung dari hasil wawancara pada setiap anak berbeda-beda. Sehingga di
beberapa responden menyatakan cara butuhkan kerja keras dan usaha yang tepat
melatih BAB dan BAK waktu yang sesuai baik melalui cara modifikasi yang
saat bangun dan sebelum tidur. menyenangkan, keefektifan waktu dan
Motivasi berhubungan erat dengan keintensifan cara pelaksanaan. Sehingga
tingkah laku seseorang dan dapat dalam toilet training anak tidak
diklasifikasikan sebagai berikut: (1) mengalami krisis ketakutan dan
seseorang senang terhadap sesuatu apabila kecemasan. karena kemampuan ibu
ia dapat mempertahankan rasa senangnya memberikan cara yang tepat dapat
maka akan termotivasi melakukan membantu anak mencapai keberhasilan
kegiatan, dan (2) apabila seseorang toilet training tanpa melewatkan hal yang
merasa yakin mampu menghadapi menyenangkan pada anak menjalani toilet
tantangan maka biasanya orang tersebut training.
terdorong melakukan kegiatan tersebut Menurut Mc. Clelland
(Wahosumijo,1997). mengemukakan terdapat 3 motivasi sosial
Peneliti berpendapat tingkah laku yang akan mempengaruhi perilaku
merupakan salah satu rangkaian manusia, salah satunya adalah kebutuhan
perwujutan cara untuk melakukan untuk berprestasi dimana seseorang yang
kegiatan, sehingga mendorong munculnya lebih dominan kebutuhan prestasinya,
ide dan kreativitas ibu untuk menghadapi umumnya sangat peduli terhadap kualitas
anak dalam menjalani toilet training. kerjanya. Sehingga mereka cenderung
Keanekaragaman cara yang dilakukan mengambil tanggung jawab dan senang

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 29


ISSN 2303-1433

mengerjakan tugas–tugas yang Cara yang diterapkan oleh ibu dalam


menantang. Sehingga cenderung mencari pelaksanaan toilet training pada anak
umpan balik untuk memperbaiki yang beraneka ragam hendaknya ibu tetap
kualitasnya. menggunakan cara yang aman dengan
Cara pelaksanaan toilet training yang tetap memperhatikan kondisi anak dan
berbeda–beda merupakan bentuk cara ibu tetap fokus dari tujuan toilet training.
dalam kaitannya dengan motivasi sosial Sehingga dibutuhkan cara yang benar dan
kebutuhan untuk berprestasi. Sehingga sesuai dengan kondisi anak. Pilihan cara
diperlukan cara ibu yang lebih efektif yang tepat akan memudahkan tercapainya
untuk melakukan kegiatan toilet training. tujuan dari toilet training itu sendiri.
Walaupun cara yang dipilih ibu terkadang
rumit dan membutuhkan kerja keras hal 3. Peranan Ibu dalam toilet training
tersebut bagi ibu bukanlah hambatan pada anak 1-3 tahun di Wilayah
karena ibu akan bertanggung jawab atas Kerja Posyandu Dahlia Puskesmas
cara yang ia pilih dan ibu akan selalu Campurejo Kota Kediri
membenahi cara yang ia lakukan dalam Berdasarkan hasil penelitian
toilet training agar si anak mampu menunjukkan peranan ibu dalam toilet
menjalani training dengan mudah. training pada anak usia 1-3 tahun di
Karena cara toilet training pada tiap anak Posyandu Dahlia hampir setengahnya
sangatlah berbeda-beda. Kemampuan memiliki peranan yang baik dalam toilet
anak dalam menjalani toilet training training 11 responden (44%). Selain itu
dengan pemahaman dan pengertian akan didukung hasil wawancara pada beberapa
memberi dampak yang berbeda karena responden yang menyatakan bahwa
keunikan anak . responden tidak akan memperlakukan
Menurut Widayatun (1999) cara dengan kekerasan bila anak mengalami
meningkatkan motivasi seseorang dapat kegagalan dalam toilet training, karena
berupa teknik tingkah laku (meniru, kesadaran mereka bahwa anak memang
mencoba dan menerapkan) serta teknik belum mengerti dan masih membutuhkan
intensif dengan cara mengambil kaidah waktu dalam menjalani toilet training.
yang ada. Skinner mengemukakan suatu teori
Dalam toilet taining tidak hanya proses motivasi yang disebut operant
dibutuhkan cara ibu dalam proses conditing. Pembelajaran timbul sebagai
pelaksanaan toilet training tapi juga cara akibat dari perilaku yang disebut
ibu untuk mendorong anak agar modifikasi perilaku. Perilaku merupakan
termotivasi untuk meniru dan operant, yang dapat dikendalikan dan di
mempraktekan cara pelaksanaan toilet ubah melalui penghargaan atau hukuman.
training. Salah satu cara dalam toilet Perilaku positif yang diinginkan harus
training adalah mengajarkan cara duduk dihargai dan diperkuat, karena penguatan
dan jongkok di toilet, dan menerapkan akan memberikan motivasi peningkatan
cara cebok yang benar. Hal tersebut kekuatan tinggi dari suatu respon yang
sangat penting dilakukan oleh ibu untuk berakibat pengulangan.
mengajarkan anak dalam toilet training Keberhasilan anak melakukan toilet
pada anak. training ditentukan oleh peranan ibu
Menurut Ngalim Purwanto (2007), dalam bentuk perlakuan yang dapat dilihat
fungsi motivasi dapat mendorong manusia dari pemberian penghargaan saat anak
untuk bertindak, menentukan arah mampu dalam pelaksanaan. Bentuk
perbuatan, menyeleksi perbuatan. peranan yang positif dapat membuat anak
Motivasi mampu menentukan perbuatan memacu dalam mengulangi tindakan oleh
yang serasi dan mencegah penyelewengan karena itu, diperlukan peran ibu untuk
guna mencapai tujuan. terus memberikan pujian. Bila dalam

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 30


ISSN 2303-1433

menjalani toilet training curahan kasih mendampingi dan membujuk anak dalam
sayang dan perhatian tetap diberikan oleh menjalani proses toilet training. Dengan
ibu akan menambah rasa percaya diri anak kesadaran dari dalam diri untuk ikut
dan anak akan terus belajar untuk proaktif dalam melatih anak untuk
keberhasilan toilet training, hal yang berkemih akan mempercepat tujuan
senada juga dapat terjadi bila Ibu tercapainya toilet training.
memberikan hukuman saat anak Lingkungan memberi stimulus pada
mengalami kesalahan dalam toilet individu untuk berbuat sehingga dapat
training, semakin sering anak dihukum mempengaruhi perilaku manusia (Ngalim
akan menjadikan anak depresi dan anak Purwanto, 1991). Menurut Nursalam
akan cenderung ragu–ragu dalam (2003) faktor lingkungan mempengaruhi
menjalani toilet training yang berdampak peran penting dalam motivasi. Faktor
kegagalan dalam toilet training . lingkungan meliputi komunikasi dan
Faktor lain yang dapat mendukung penghargaan terhadap usaha-usaha yang
peranan Ibu dalam toilet training adalah telah dilaksanakan.
kecukupan waktu dan kesempatan. Hal itu Dilihat dari tempat penelitian peneliti
di dukung oleh pekerjaan Ibu yang berpendapat letak wilayah kerja posyandu
sebagian besar sebagai IRT sebanyak 60% Dahlia yang berada di Lingkungan
dari 25 responden. Pondok Pesantren Lirboyo menjadi kan
Job Characterstic model menjelaskan pengaruh lingkungan menjadi andil besar
bahwa motivasi yang tinggi dapat diraih dalam cara pelaksanaan toilet training
melalui karakteristik dari pekerjaan itu dikarenakan letak masjid, adanya ulama
sendiri, yang terdiri dari komponen dan anjuran dalam menanamkan kesucian
identitas tugas, signifikasi tugas, variasi menjadi hal yang dianut dan dipatuhi oleh
keahlian, otonomi, dan umpan balik. warga sekitar. Selain itu keberhasilan
(Judge et all,2001) setiap ibu dapat mendorong ibu yang lain
Ibu rumah tangga memiliki peranan untuk mencapai keberhasilan yang sama
lebih besar dalam melatih anak dalam dengan berbagi pengalaman dan cerita
toilet training, dikarenakan lebih memiliki melalui interaksi mereka dalam
kesempatan dalam memberikan pola asuh masyarakat.
dan kelonggaran waktu untuk
mendampingi anak dalam BAB dan BAK Kesimpulan
secara teratur. Waktu dan kesempatan 1. Kesiapan Ibu tentang Toilet Training
dalam menemani dan mengajari anak pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah
dengan perhatian intensif sangat Kerja Posyandu Dahlia Puskesmas
dibutuhkan anak untuk kerutinan Campurejo Kota Kediri.
menjalani toilet training. Berdasarkan pada gambar 4.7
Menurut Sunaryo (2004) memotivasi Menunjukkan Kesiapan ibu dalam
dengan bujukan atau memberikan hadiah melakukan toilet training pada anak usia
agar melakukan sesuatu sesuai harapan 1-3 Tahun di posyandu Dahlia sebagian
yang memberikan motivasi, selanjutnya besar memiliki kesiapan tinggi dalam
memotivasi dengan identifikasi dengan toilet training 15 responden (60%),
menanamkan kesadaran sehingga individu hampir setengah memiliki kesiapan cukup
berbuat sesuatu karena adanya keinginan dalam toilet training 7 responden (28%)
yang timbul dari dalam dirinya sendiri dan sebagian kecil memiliki kesiapan
dalam mencapai sesuatu. kurang dalam toilet training 3 responden
Motivasi sangat mempengaruhi (12%).
peranan Ibu dikarenakan dengan motivasi
tinggi akan menanamkan rasa kesadaran
bagi Ibu untuk berbuat sesuatu dalam

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 31


ISSN 2303-1433

2. Cara Pelaksanaan Ibu Tentang Toilet tahun dan mengajarkan toilet training
Training pada anak usia 1-3 tahun di pada anak sejak dini.
Wilayah Kerja Posyandu Dahlia 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Puskesmas Campurejo Kota Kediri. Untuk memperoleh informasi yang
Berdasarkan pada gambar 4.8 jelas tentang motivasi ibu terhadap toilet
menunjukkan Cara Pelaksanaan toilet training pada anak usia 1-3 tahun di
training pada anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja Posyandu Dahlia Puskesmas
Posyandu Dahlia hampir setengah Campurejo Kota Kediri. Sehingga
responden memiliki ketepatan tinggi motivasi untuk menambah wawasan
dalam cara pelaksanaan toilet training 12 keperawatan serta penerapan ilmu yang
responden (48%), hampir setengah didapat peneliti. Dan diharapkan
memiliki ketepatan kurang dalam cara melakukan penelitan selanjutnya yang
pelaksanaan toilet training 7 responden lebih mendalam terkait dengan motivasi
(28%), dan sebagian kecil memiliki ibu tentang toilet training.
kesiapan cukup 6 responden (24%). 4. Bagi Tempat Penelitian
3. Peranan Ibu dalam Toilet Training Dari hasil penelitian diharapkan
pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah Posyandu memberikan penyuluhan akan
Kerja Posyandu Dahlia Puskesmas cara dan pentingnya toilet training
Campurejo Kota Kediri. dilakukan pada anak sejak dini untuk
Berdasarkan Pada gambar 4.9 memberikan informasi mengenai toilet
menunjukkan Peranan Ibu dalam toilet training yang lebih efektif.
training pada anak usia 1-3 tahun di
Posyandu Dahlia hampir setengahnya Daftar Pustaka
memiliki peranan yang baik dalam toilet Alimul, A. 2005. Pengantar Ilmu
training 11 responden (44%), hampir Keperawatan Anak 1. Jakarta:
setengahnya memiliki peranan kurang Salemba Medika.
dalam toilet training 8 responden (32%),
dan sebagian kecil memiliki peranan Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur
cukup dalam toilet training 6 responden Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta.
(24%).
Moersintowati, B. 2002. Tumbuh
A. Saran Kembang Anak Dan Remaja.
Berdasarkan hasil kesimpulan maka Jakarta:Sagung Seto.
peneliti memberi saran sebagai berikut:
1. Bagi Instansi Kesehatan Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan
Dari hasil penelitian ini diharapkan Metodelogi Ilmu Keperawatan.
bisa dipakai sebagai tambahan informasi Jakarta: Salemba Medika.
dan pertimbangan bagi instansi kesehatan,
untuk meningkatkan pengetahuan petugas Notoatmodjo, Sukidjo. 2005. Metodelogi
kesehatan dalam memberikan informasi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka
berupa penyuluhan untuk menerapkan dan Cipto.
meningkatkan motivasi ibu tentang toilet
training pada anak 1-3 tahun. Pariani, S, Nursalam. 2001. Riset
2. Bagi Responden Keperawatan Dan Teknik Penulisan
Mengingat begitu besarnya manfaat Karya Ilmiah. Jakarta: Salemba
bagi Ibu dan Anak mengenai toilet Medika.
training, maka diharapkan agar Ibu
menerapkan dan perwujudan nyata untuk Soetjiningsih, 1998. Tumbuh Kembang
melakukan toilet training pada anak 1-3 Anak. Jakarta:EGC.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 32


ISSN 2303-1433

Supartini, Yupi, 2004. Konsep Dasar


Keperawatan Bayi Dan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.

Suherman, 2000. Buku Saku


Perkembangan Anak. Jakarta:EGC.

Sugiyono, 2010. Buku Statistika Untuk


Penelitian. Bandung : Alfabeta

Nursalam, 2005. Asuhan Keperawatan


Bayi Dan Anak (untuk perawat dan
bidan).Edisi pertama.Jakarta.Salemba
Medika.
Soemanto, Wasty, 2006. Psikologi
Pendidikan. Jakarta :Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 33


ISSN 2303-1433

Jurnal Ilmu Kesehatan berupa hasil penelitian , konsep-konsep pemikiran atau ide kreatif
dan inovatif yang bermanfaat untuk menunjang kemajuan ilmu, pendidikan dan praktek
keperawatan professional. Naskah hasil penelitian hendaknya disusun menurut sistematika
sebagai berikut :

1. Judul, menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, ditulis dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris. Judul artikel dicetak dengan huruf besar di tengah-tengah
menggunakan font 12 Times New Roman.

2. Nama penulis, tanpa gelar. Jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 1 orang, jika
penulis terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel.

3. Abstrak, ditulis dalam bahasa Inggris dan merupakan intisari seluruh tulisan, meliputi
:masalah, tujuan, metode, hasildansimpulan (IMRAD: Introduction, Method, Result, dan
Discussion). Abstrak ditulis dengan kalimat penuh. Di bawah abstrak disertakan 3-5 kata-
kata kunci (keywords)

4. Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah sertatujuan penelitian dan
harapan untuk waktu yang akan datang.

5. Bahan dan Metode, berisi penjelasan tentang bahan-bahan dana lat-alat yang digunakan,
waktu tempat, teknik dan rancangan percobaan.

6. Hasil, dikemukakan dengan jelas dalam bentuk narasi dan data yang dimasukkan berkaitan
dengan tujuan penelitian.

7. Pembahasan, menerangkan arti hasil penelitian yang meliputi: fakta, teori dan opini.

8. Simpulan dan saran, berupa keseimpulan hasil penelitian dalam bentuk narasi yang
mengacu pada tujuan penelitian. Saran berisi saran yang dapat diberikan oleh penulis
berdasarkan hasil penelitian.

9. Pengutipan, perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung


(nama,tahun).

10. Kepustakaan, sumberrujukan (kepustakaan) sedapat mungkin merupakan pustaka terbitan


10 tahun terakhir diutamakan adalah hasil laporan penelitian danarti kelilmiah dalam jurnal
ilmiah.

Naskah yang dikirim keredaksi hendaknya diketik dalam CD, disertai cetakan pada
kertas HVS dengan salah satu program pengolah data MS Word, ukuran A4 (210X297
mm) denganjarak 1 spasi, font 11 Times New Romans, batas kertas 3 cm dari tepi kiri
2,5 cm dan tepi bawah, kanan dan atas.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1 No. 2 Mei 2013 34

You might also like