You are on page 1of 15

Penerapan Elemen-elemen Interior ...

PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN INTERIOR


SEBAGAI PEMBENTUK SUASANA RUANG ETNIK JAWA
PADA RESTORAN BOEMI JOGLO
Titihan Sarihati
Pribadi Widodo
Widihardjo
Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10, Bandung
e-mail: titihansarihati@tcis.telkomuniversity.ac.id

ABSTRACT

The existence of a person in a place always result in the relation between man and all its aspects with
the surrounding environment. In the restaurant, then there is a relationship between man and space,
man to man, and the man with the type or quality of food. The atmosphere has an important role in
shaping the eating experience. This is related to shifting the goal of people to come to the restaurant not
only to feed but also wanted to do a recreational or leisure activities, one of them through the presence
of a pleasant room atmosphere. Therefore, it appears efforts restaurant in fulfilling these activities by
presenting themes, which is different from the situation room daily. Java ethnic interior theme is a theme
that pretty much been in the build atmosphere. Keterbangunan atmosphere can be obtained through
the presence of the physical elements of building Java has characteristics that are capable of producing
the image of the Java space.

This research uses qualitative method with descriptive analysis approach. Acquisition technique through
study of survey and focus group discussions. From the data analysis showed that the building interior
elements of Java that is able to present the image of space among other ornamentation, the shape of
the building, wana and materials, and lighting. These elements are considered to represent the other
elements if you want to realize the impression or image of Java in a restaurant space.

Keywords: Elements of Interior, Atmosphere, Javanesse Ethnic

ABSTRAK

Keberadaan seseorang didalam suatu tempat selalu berakibat pada adanya relasi antara manusia
dengan segala aspek lingkungan sekitarnya. Dalam restoran, maka relasi yang ada adalah antara
manusia dengan ruang, manusia dengan manusia, dan manusia dengan jenis atau kualitas makanan.
Suasana memiliki peran yang cukup penting dalam membentuk pengalaman makan. Hal tersebut
berkaitan dengan bergesernya tujuan orang untuk datang ke restoran tidak sekedar untuk
memenuhi kebutuhan makan tapi juga ingin melakukan kegiatan rekreatif (leisure), salah satunya
melalui kehadiran suasana ruang yang menyenangkan. Oleh karena itu muncul upaya restoran dalam
memenuhinya kegiatan tersebut dengan menghadirkan tema-tema, yang berbeda dengan kondisi
ruang kesehariannya. Tema interior etnik Jawa merupakan tema yang cukup banyak dipilih dalam
membangun suasana. Keterbangunan suasana bisa diperoleh melalui kehadiran elemen-elemen fisik
bangunan Jawa yang memiliki karakteristik yang mampu menghasilkan citra ruang Jawa.

Riset ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Teknik perolehan
melalui kajian survey dan fokus diskusi grup. Dari analisis data diperoleh bahwa elemen interior
bangunan Jawa yang mampu menghadirkan citra ruang antara lain ornamentasi, bentuk bangunan,

208
Titian Sarihati

wana dan material, dan pencahayaan. Elemen-elemen tersebut dianggap mampu mewakili elemen
lainnya bila ingin mewujudkan kesan atau citra Jawa dalam sebuah ruang restoran.

Kata Kunci: Elemen Interior, Suasana, Etnik Jawa

PENDAHULUAN lain, yang salah satunya menggunakan tema


yang mengandung unsur tradisional atau etnik
Atmosfer memiliki peranan yang cukup tertentu, dalam hal ini salah satunya konsep
penting dalam membentuk pengalaman nuansa etnik Jawa.
makan, hal tersebut terkait dengan fakta bahwa Penerapan unsur tradisional Jawa
orang datang ke restoran tidak sekedar untuk umumnya dapat dikenali melalui pengolahan
memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu makan unsur-unsur pembentuk ruang dari lantai,
dan minum namun ada kebutuhan lain yang dinding, ceiling beserta ornamentasi, furniture
ingin dicapai yaitu kegiatan rekreatif atau dan elemen penunjang lainnya.
leissure. Kegiatan makan bergeser dari sekedar Restoran dengan konsep nuansa etnik
pemenuhan kebutuhan pokok menjadi salah Jawa juga cukup banyak dijumpai di Bandung,
satu bentuk kebutuhan aktualisasi diri. Menurut walaupun memiliki perbedaan dari sisi budaya
buku Food and Beverage Management, terdapat dan faktor geografis. Lokasi restoran yang
elemen yang menjadi bagian dari produk paling banyak bisa dijumpai berada di daerah
restoran yang juga mempengaruhi pengalaman wisata seperti di Jalan Sersan Bajuri, Cihideung
makan (meal experience) antara lain: food and dan Dago. Restoran yang dipilih sebagai obyek
drink (makanan dan minuman), atmosphere penelitian adalah Boemi Joglo karena sesuai
(suasana), cleanliness (kebersihan) dan level fenomena yang dikemukakan, serta merupakan
service (pelayanan). restoran yang cukup intens menghadirkan unsur
Hubungan manusia dengan ruang tradisional, dalam fungsi ruang kekinian.
dapat dicapai dengan baik apabila atmosfer
yang dihadirkan memberi pengalaman ruang Definisi Suasana Ruang
terhadap penggunanya, dalam hal ini pengunjung Secara harfiah pengertian suasana adalah
restoran. Atmosfer merupakan elemen yang keadaan sekitar sesuatu atau di lingkungan
turut berperan penting dalam sebuah restoran, sesuatu (http://kbbi.web.id/suasana), yang
dan pencapaiannya melalui pengolahan kerap dipadankan dengan kata situasi dan
arsitektur dan interiornya. Atmosfir atau atmosfir. Dalam kaitannya dengan arsitektur
suasana ruang inilah yang dapat menjadi faktor dan desain, istilah suasana merujuk kepada
pembeda antara restoran yang satu dengan yang apa yang dicerap oleh panca indra dari sebuah

Gambar 1. Restoran Jadul Village dan Rumah Koepi, Bandung


(Sumber: dokumentasi penulis, 2014)
209
Penerapan Elemen-elemen Interior ...

kualitas lingkungan atau ruang. Suasana adalah kedekatan atau ketertarikan dengan orang lain,
bentuk langsung persepsi fisik, dan diakui kepadatan pemakaian ruang, dan lingkungan
melalui kepekaan emosional (Peter Zumtho, perilaku (behavioral ecology) (Krasner &
2006). Ullmann, 1983). Sedangkan aspek sosial,
Ruang merupakan tempat atau wadah dapat diwakili oleh ‘recources-stimuli’ yang
manusia melakukan kegiatan dan memelihara diungkapkan menurut variabel-variabel: cinta,
kelangsungan hidupnya, yang dapat dibedakan faktor kesukaan, status (apakah ruang mampu
atas ruang substantif dan ruang obyektif. Secara mewakili status atau dengan menggunakan
substantif atau filsafat, ruang itu realitas yang ruang tersebut akan mampu menyetarakan
tidak berwujud (empty) namun bisa dirasakan statusnya), pelayanan atau service, informasi
keberadaannya. Dalam ruang realitas misalnya dan nilai (Simpson, 1976). Komposisi dari
seperti jagat raya, ruang bisa dirasakan namun semua variabel, masing-masing dengan kualitas
tidak bisa ditangkap keberadaannya. Sedangkan tertentu menghasilkan suatu ‘resultante’ yang
ruang obyektif adalah ruang yang secara disebut sebagai “suasana ruang”.
fisik bisa diamati, dirasakan dan ditelusuri Dari berbagai pendapat teoritik di atas,
keberadaannya. Ruang dikatakan bisa ditelusuri dapat disimpulkan bahwa faktor pembentuk
karena memiliki batasan yang jelas berupa suasana ruang terdiri dari:
bidang alas, dinding dan langit-langit.
Keadaan sekitar/ sekeliling lingkungan yang 1. Faktor Fisik Pembentuk Ruang
diterjemahkan dalam unsur desain yang dapat Yang dimaksud faktor fisik adalah elemen-
memenuhi kebutuhan secara fisik dan spritual elemen yang membatasi ruang yang bersifat
bagi si pengguna, disebut juga dengan suasana. fisik seperti lantai, dinding dan langit-langit.
Suasana ruang adalah proses identifikasi oleh Faktor fisik ruang yang berkenaan dengan
sistem koordinasi indera. Suasana ruang baru elemen interior yang bisa dijumpai secara tetap
dapat memperoleh maknanya apabila dikaitkan dalam sebuah ruang.
secara relevan dengan kondisi manusia pemakai
yang diinginkan (Hidjaz, 2012). Sehingga bisa 2. Faktor Non Fisik
dikatakan bahwa suasana ruang adalah kondisi Sebuah suasana dapat terbangun apabila
lingkungan yang berfungsi sebagai stimuli yang elemen fisik ruang ada yang mempersepsi yaitu
dicerap oleh indera manusia yang kemudian manusia. Sebuah suasana ruang tidak akan bisa
dipersepsi oleh manusia sebagai sesuatu yang terbaca dan dirasakan apabila tidak ada faktor
memiliki makna. Kondisi lingkungan tersebut manusianya. Manusia sebagai pengguna dalam
umumnya diterjemahkan dalam elemen-elemen mempersepsi ruang selalu terkait dengan aspek
desain ruangan dan didukung dengan relasi psikologik, aspek sosial dan kulturalnya.
sosial manusia didalamnya.
Bagan 1. Elemen Pembentuk Suasana Ruang
(Sumber: Penulis)
Faktor-faktor Pembentuk Suasana Ruang
Menurut Gutman & Fitch (1972) dalam
Taufan Hidjaz (2012), suasana ruang dapat
dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu: lingkungan
fisik, psikologik dan sosial. Aspek lingkungan
fisik, mengandung variabel-variabel seperti
kondisi suhu udara, nutrisi, pencahayaan,
tingkat kebisingan, objek lingkungan dan
keruangan. Aspek psikologik, menunjuk pada Dalam proses pembentukan suasana,
variabel-variabel seperti privacy, ruang seputar elemen interior dan arsitektur memiliki peran
badan, kontak mata, ketertutupan ruang, layout, yang cukup penting membangun suasana
210
Titian Sarihati

ruang tertentu. Hal tersebut sejalan dengan 3. Olfaktorial (Aroma)


yang diungkapkan oleh Quinn (1981) bahwa Aroma adalah unsur yang diterima oleh
atmosfer atau suasana, merupakan keseluruhan indra penciuman yang juga memiliki peranan
hal fisik dan rincian dekoratif yang digabung dalam membentuk suasana ruang secara total.
untuk menciptakan kondisi ambience (kesan Bau (aroma) yang diterima manusia dapat
yang ditimbulkan oleh kondisi sebuah ruangan menimbulkan perasaan yang menyenangkan
dan energi). dan tidak menyenangkan. Kebanyakan orang
Manusia ketika berinteraksi dengan menghabiskan waktu dengan suasana hati yang
ruang menggunakan segenap inderawinya lebih baik bila ada aroma yang sesuai (Karmela
untuk mempersepsi kesan yang dihadirkan dan Junaedi, 2009).
oleh suasana ruang tersebut. Persepsi adalah
proses yang menyangkut masuknya pesan 4. Penghawaan/ Suhu
atau informasi ke dalam otak manusia, melalui Kondisi penghawaan ruangan
persepsi manusia terus menerus mengadakan mempengaruhi persepsi suasana tiap individu.
hubungan dengan lingkungannya (Slameto, Suhu ruangan juga merupakan faktor yang
2010). Dalam konteks suasana ruang, menentukan tingkat kenyamanan pengguna
kemampuan indera penglihat merupakan indera ruang (Barry dan Evans, 2004).
yang paling banyak menangkap pesan melalui
bentuk visual. Kemampuan visual misalnya 5. Taktil/ Perabaan
berkaitan dengan warna, bentuk, material, Taktil berhubungan dengan indera
pencahayaan dan lain sebagainya. Unsur-unsur perabaan, yang bisa merasakan halus atau
tersebut pada sebuah ruang interior diterapkan kasar suatu permukaan. Menurut Quinn
pada unsur pembentuk ruang yang terdiri dari (1981), tekstur pada elemen interior dapat
lantai, dinding dan langit-langit. membuat perasaan beimajinasi. Persepsi dari
Faktor-faktor utama atau elemen yang kontak tubuh, kenyamanan furniture, dan lain
dapat membangun suasana pada sebuah sebagainya berkontribusi terhadap penciptaan
restoran menurut Lamb, dkk (2001) didukung atmosfer atau suasana ruang.
Quinn (1981) dan oleh beberapa pendapat ahli
lainnya adalah hal-hal: Suasana Ruang Jawa
Untuk mengkaji citra ruang Jawa dalam
1. Visual (penglihatan) sebuah bangunan dengan fungsi modern, terlebih
Merupakan unsur yang memiliki dahulu harus diketahui tipologi dan karakteristik
kontribusi paling besar dibanding oleh unsur- dari bangunan atau ruang tradisional Jawa
unsur inderawi yang lain dalam mempersepsi aslinya. Dalam konteks penelitian ini, arsitektur
ruang. Meliputi hal-hal yang berkenaan dengan Jawa yang dimaksud adalah bangunan rumah
warna, tata cahaya, bentuk dan lain sebagainya. tinggal yang dalam bahasa Jawa disebut omah/
Sebagai contoh, pencahayaan juga memiliki grya. Bangunan tradisional merupakan salah
pengaruh dalam suasana restoran (Lamb, Hair, satu wujud budaya yang bersifat konkrit, yang
Mc-Daniel, 2001). dalam setiap komponennya syarat dengan tata
nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat
2. Auditorial (Suara) yang memiliki kebudayaan tersebut. Pola pikir
Menurut Levy dan Weitz (2001), audio berfilsafat masyarakat Jawa tidak sekedar
yang dimaksud dis ini adalah keseluruhan sebagai pola pikir saja namun diterapkan dalam
alunan suara yang dihadirkan dalam ruangan kehidupannya yang mengajarkan tuntunan
untuk menciptakan kesan rileks baik dari live bersikap hingga masuk ke ranah lingkungan
music atau dari perangkat sound system lainnya. binaannya. Bangunan atau rumah tradisi
tidak hanya dibangun sebagai tempat tinggal
211
Penerapan Elemen-elemen Interior ...

tetapi juga diharapkan membawa kebahagiaan struktur bangunannya, rumah Joglo


dan kesejahteraan bagi penghuninya melalui memiliki struktur yang lebih lengkap
pernggabungan unsur makrokosmos dan dari rumah jenis lainnya. Sebagai sebuah
mikrokosmos di dalam rumah tersebut. Dengan rumah Jawa yang paling lengkap, maka
demikian diharapkan keseimbangan hidup bentuk rumah Joglo memiliki tiga bagian
tercapai dan membawa dampak positif bagi dalam susunan ruangnya, yaitu ruangan
penghuninya. pertemuan yang disebut pendopo, ruang
Masyarakat Jawa erat kaitannya dengan tengah atau ruang yang dipakai untuk
faham kejawennya, seringkali dianggap sebagai mengadakan tontonan wayang kulit
masyarakat yang hidup dalam kepercayaan disebut pringgitan, dan ruang belakang
primitif yang memiliki sifat-sifat khusus, yang disebut grya dalem atau omah njero
seperti mempertahankan keselarasan dengan sebagai ruang keluarga. Dalam ruang
lingkungan sekitarnya. Keselarasan ini baik ini terdapat tiga buah senthong yaitu
berupa keselarasan hubungan antar manusia, senthong kiwa, senthong tengah (petanen)
hubungan manusia dengan penciptanya (kawula dan senthong kanan. (Prijotomo, 1988:
lan gusti) maupun dengan lingkungan alam Ismunandar K, 1997; Sugiarto Dakung,
sekitarnya (hubungan antara mikrosmos dan 1998).
makrokosmos).
Arsitektur Jawa memiliki karakteristik b. Rumah Bentuk Tajug/ Masjid/ Tarub,
yang khas dan terdapat beberapa tipe rumah sering disebut sebagai bentuk masjid,
yang bisa dikenali dari bentuk atapnya. oleh karena bentuk ini sering digunakan
Karakteristik tersebut melekat sebagai sebuah sebagai bangunan ibadah. Bentuk Tajug
ciri dari bangunan tradisional Jawa. merupakan variasi dan perkembangan
dari bentuk Joglo. Denah bangunannya
1. Tipologi Rumah Tradisional Jawa berbentuk segi empat bujur dan memiliki
Untuk membahas mengenai suasana saka guru pada bagian tengahnya.
ruang Jawa terlebih dahulu harus diketahui Bentuk segi empat juga merupakan ciri
hal-hal yang mendasar yang menjadi pembeda khas rumah tajug, sehingga ketika ada
bangunan tradisional Jawa. Tipe rumah Jawa pengembangan tidak akan mengubah
pada umumnya mudah dikenali melalui bentuk bentuk dasar tersebut.
atapnya. Dalam buku Arsitektur Tradisional
Daerah Istimewa Yogyakarta, Sugiarto Dakung c. Rumah Bentuk Limasan, bentuk rumah
mengelompokkan berdasarkan sejarah limasan hampir mirip dengan rumah
perkembangan bentuk rumah itu sendiri yaitu joglo, memiliki tiang empat buah dan
panggang pe, kampung, limasan dan joglo. berdenah segi empat. Perbedaannya
Namun Josef Prijotomo (1995) membagi bentuk dengan rumah joglo adalah kalau rumah
rumah tradisional Jawa menjadi 5 tipe, dengan joglo bila diperbesar dengan menambah
menambahkan tipe tajug. Untuk mengetahui luasan pada keempat sisinya, pada rumah
secara terstruktur bagaimana konsep berpikir limasan dikembangkan hanya pada dua
primodial tersebut, maka harus dirunut melalui sisinya (kiri dan kanan) atau salah satu
tipologi rumah dari kualitas yang paling atas sisinya saja ( kiri atau kanan).
hingga ke bawah.
d. Rumah Bentuk Kampung, pengistilahan
a. Rumah Bentuk Joglo, merupakan bentuk ‘rumah kampung’ kemungkinan karena
rumah tradisional Jawa yang memiliki jenis rumah ini banyak dimiliki oleh
syarat-syarat paling ideal untuk digunakan kalangan rakyat biasa yang berdiam di
sebagai ruang pertemuan. Ditinjau dari pedesaan. Rumah Kampung tidak memiliki
212
Titian Sarihati

atap brunjung dan saka guru. 2. Aspek Fisik Ruang Jawa


Aspek fisik yang merupakan karakteristik
e. Rumah Bentuk Panggang Pe, merupakan yang khas dari rumah Jawa bisa dirinci sebagai
bentuk rumah yang lebih sederhana berikut:
dibandingkan dengan rumah Kampung,
dan berfungsi sebagai tempat menjemur a. Tata Ruang, bentuk denah dasar rumah
hasil pertanian, warung dan pada skala Jawa Joglo adalah bujur sangkar atau
lebih besar difungsikan sebagai gudang empat persegi panjang. Pada dasarnya,
pelabuhan atau stasiun (Ismunandar rumah Jawa terbagi menjadi dua bagian
dalam Sunarmi, 2007 : 58). yaitu rumah induk dan rumah tambahan
(Wondoamiseno & Basuki, 1986). Pola
Dari berbagai tipologi rumah Jawa, dapat ini mengikuti prinsip tata letak sesuai
disimpulkan bahwa bentuk Joglo merupakan sumbu utara-selatan dan memiliki nilai
bentuk rumah yang paling berkarakter Jawa dan kesakralan yang semakin meningkat ke
paling relevan menjadi representasi rumah Jawa arah bangunan dalem.
karena memiliki kelengkapan ruang dan unsur-
unsur filosofis yang lebih mendalam. Sehingga Ketiga struktur utama ini terdiri dari
pembahasan memgenai ini yang dimaksud pendhapa, pringgitan dan dalem ageng.
adalah suasana ruang Jawa yang memiliki Pendapa adalah bangunan tanpa dinding
tipologi Joglo. dengan empat tiang (saka guru) dan
terletak pada bagian paling depan.
Karakteristik Rumah Tradisional Jawa Joglo Digunakan untuk kegiatan yang bersifat
Dalam Revitalisasi Kawasan Pusaka ‘publik’ seperti menerima tamu dan
Kotagede: Pedoman Pelestarian Bagi melaksanakan pertunjukan. Pendopo
Pemilik Rumah (2007), disebutkan bahwa tidak hanya sekedar sebuah tempat tetapi
rumah tradisional Jawa memiliki beberapa mempunyai makna filosofis yang lebih
karakteristik yang menjadi ciri utama bangunan- mendalam, yaitu sebagai tempat untuk
bangunannya, diantaranya: mengaktualisasi suatu bentuk/ konsep
kerukunan antara penghuni dengan
1. Site atau Tapak kerabat dan masyarakat sekitarnya
Karakteristik tata tapak atau site dari (Hidayatun, 1999:7). Pringgitan terletak
rumah tradisional Jawa yang lengkap adalah di antara pendapa dan dalem, dan
susunannya yang simetris dan berporos, digunakan sebagai tempat pertunjukan
terutama letak bangunan utama yaitu pendapa wayang kulit pada saat-saat tertentu.
dan dalem. Karakteristik lainnya adalah adanya Dalem yang terletak di belakang pendapa
ruang-ruang terbuka atau halaman di antara adalah bangunan induk yang berfungsi
bangunan yang sangat mendukung sirkulasi sebagai ruang keluarga. Dalem Ageng, atau
udara dan pencahayaan. Selain itu arah orientasi ada juga yang menyebut omah njero, yang
ke utara-selatan juga merupakan ciri rumah- terletak paling jauh dari pintu masuk atau
rumah tradisional Jawa. regol.
Penataan ruang dalam rumah Jawa
menerapkan prinsip hirarki dalam pola Selain rumah induk, pada rumah dengan
penataan ruangnya. Setiap ruangan memiliki derajat kepemilikan dalam strata lebih
perbedaan nilai, ruang bagian depan bersifat tinggi juga terdapat bangunan tambahan
umum (publik) dan bagian belakang bersifat yaitu gandhok dan pawon (pekiwan).
khusus (pribadi/ privat). Gandhok kiwa (gandhok kiri) sebagai ruang
tidur kaum laki-laki dan gandhok tengen
213
Penerapan Elemen-elemen Interior ...

Gambar 2. Material Lantai pada Rumah Jawa


(Sumber: Revitalisasi Kawasan Pusaka Kotagede: Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah hal. 48)

Gambar 3. Umpak pada rumah Jawa


(Sumber: Revitalisasi Kawasan Pusaka Kotagede: Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah hal. 49)

(gandhok kanan) biasanya digunakan alas tiang atau saka yang dibuat dari
sebagai ruang tidur kaum perempuan. batu alam berwarna hitam.
Pekiwan dan pawon merupakan bagian
pelayanan yang terletak pada bagian 2) Badan: terdiri atas soko guru, tiang
paling belakang. Pekiwan adalah kamar pendukung, dinding, pintu, jendela, dan
mandi dan pawon adalah dapur. ventilasi. Soko guru merupakan tiang
utama dari kayu yang ditempatkan di
b. Elemen Bangunan. Dalam Revitalisasi atas umpak sebagai struktur penyangga
Kawasan Pusaka Kotagede: Pedoman utama dihubungkan dengan empat
Pelestarian Bagi Pemilik Rumah (2007), balok panjang dan empat balok pendek
elemen bangunan pada rumah tradisional sehingga membentuk kerangka persegi
Jawa dapat dibagi menjadi tiga bagian: empat. Karakteristik pintu, jendela dan
yaitu kaki, badan dan kepala yang ventilasi pada rumah Jawa memiliki
melambangkan bagian tubuh manusia. bentuk persegi panjang. Untuk
modelnya terdapat dua tipe bukaan
1) Kaki: terdiri atas pondasi, lantai, dan yaitu model kupu tarung (inep loro)
umpak. Pondasi secara tradisional dan model satu daun (inep siji). Pada
terbuat dari tanah biasa yang umumnya pintu dan jendela diletakkan
adakalanya dilapisi dengan pasir namun secara simetris, pintu kupu tarung
adakalanya dibuat dari pasangan batu diletakkan tepat di tengah, diapit dua
kali dan campuran semen. Lantai pada jendela di kanan kirinya.
rumah tradisional Jawa biasa disebut
jogan. Bahan lantai yang dipergunakan
pada umumnya adalah plesteran METODE
semen, bligon, atau tegel (bermotif atau Metode penelitian ini menggunakan
tidak bermotif). Umpak merupakan metode kualitatif melalui wawancara dan fokus
214
Titian Sarihati

group discussion terkait persepsi pengunjung HASIL DAN PEMBAHASAN


restoran terhadap suasana interior restoran
dalam hal ini nuansa etnik Jawa. Boemi Joglo berlokasi di daerah Ranca
Pengambilan sampel dalam penelitian ini Kendal – Dago, Bandung yang merupakan
adalah sampling purposive dan convenience, yaitu kawasan dimna banyak dijumpai restoran-
penentuan sampel dengan mempertimbangkan restoran dengan beragam tema, seperti Congo,
hal-hal tertentu. Pada tahap wawancara, Stone Café, Rumah Payung, Warung Lela dan
responden dipilih dengan latar belakang sebagainya. Restoran ini merupakan sebuah
kesukuan Jawad an berada pada usia produktif usaha jasa kuliner yang dimiliki dan dikelola
18-50 tahun, yang merupakan usia dengan oleh manajemen keluarga.
ketajaman visual yang masih prima (Papalia, Dalam sebuah ruang, suasana dapat
2009:111). Pertimbangan lain yaitu pembatasan terbentuk oleh berbagai unsur yaitu unsur
dari sisi tujuan kedatangan untuk rekreasi. non fisik atau fisik ruang. Dalam konteks
Teknik Pengumpulan Data yang dilakukan pembentukan suasana Jawa secara utuh
meliputi data primer dan sekunder. Data dalam suatu ruangan, tentunya segala unsur
primer bersumber langsung pada responden harus dipenuhi secara total. Namun untuk
yaitu berupa data hasil wawancara dan focus memunculkan ‘kesan’ atau citra, kadangkala
group discussion, yang keduanya digunakan cukup diwakilkan oleh elemen-elemen yang
untuk mengukur persepsi, emosi dan sikap paling mendasar.
pengunjung dalam kaitannya dengan suasana Sebuah ruang dianggap bersuasana
ruang etnik Jawa. Wawancara dilakukan dengan Jawa bila didalamnya terdapat elemen-
cara memberikan pertanyaan yang cenderung elemennya Jawa yang meliputi unsur visual,
direktif serta suggesting. Interpretasi kemudian audial, olfaktorial taktil dan lain sebagainya
didasarkan pada penekanan dan kesegeraan yang terus merangsang manusia dan mampu
menjawab pertanyaan. Focus Group Discussion dipersepsikan sehingga manusia tersebut bisa
digunakan sebagai salah satu cara untuk merasakan suasana . Hal-hal yang dapat dicerap
mengumpulkan data kualitatif yang dilakukan indera manusia tersebut adalah stimulus yang
melalui diskusi secara sistematis, terarah guna merangsang indera manusia, melalui mata,
membahas persoalan tertentu. melalui hidung, lalu diseleksi oleh manusia dan
Sedang data Sekunder berupa studi kemudian mempengaruhi persepsi. Sehingga
kepustakaan, baik berupa buku, jurnal, prosiding apabila stimulus-stimulus tersebut Jawa, maka
ilmiah, artikel majalah dan koran, penelitian suasana yang akan dihasilkan juga Jawa.
terdahulu yang terkait dengan teori-teori dan Restoran sebagai sebuah bangunan
data mengenai citra ruang dan arsitektur Jawa. komersial mengutamakan efisiensi fungsi
ruang untuk menampung dan memberikan
kenyamanan bagi pengunjung. Sebagai salah
satu posisi tawar, Boemi Joglo kemudian
mengimplementasikan elemen visual tradisi
dengan nuansa etnik Jawa dalam atmosfir
ruangnya. Boemi Joglo dalam menerapkan
elemen interior juga melakukan beberapa
penyesuaian terutama dikaitkan dengan
kontur tanah dan arah orientasi rumah. Untuk
menunjukkan sejauh apa kesesuaian penerapan
elemen tersebut, metode yang digunakan adalah
Gambar 4. Lokasi Boemi Joglo membuat tabulasi yang sifatnya perbandingan
(Sumber: Googlemaps, diakses 11 Januari 2015)
deskriptif.
215
Penerapan Elemen-elemen Interior ...

Gambar 5. Siteplan Boemi Joglo


(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015)

Berikut deskripi yang bisa menggambarkan dipergunakan sebagai rumah tinggal


secara signifikan perbandingan antara kondisi (Ismunandar, 1997), memiliki peranan sebagai
keruangan pada rumah jawa Joglo asli dan ketika ruangan yang digunakan secara tetap oleh
ditempatkan dalam sebuah fungsi restoran di penghuni yang tetap pula. Bagian rumah tinggal
Boemi Joglo. yang disebut dalem ini merupakan area yang
bersifat prifat dan hanya digunakan oleh pemilik
1. Tipologi rumah dan kerabat terdekatnya saja.
Tipologi bangunan di Boemi Joglo Hal tersebut berpengaruh terhadap sistem
mengadopsi bentuk rumah Joglo. Penggunaan pembagian ruang, tata letak dan lain sebagainya.
atap joglo dapat dijumpai pada area restoran Sedangkan ketika berubah sebagai restoran,
terbuka yang berbentuk pendopo, dan pada ruangan menjadi ruang publik yang sifatnya
bagian bangunan utama (omah dalem). Bentuk komersial. Ruang tersebut menjadi ruang
atap joglo sering digunakan sebagai identitas yang bisa digunakan oleh siapa saja namun
utama ketika ingin mencitrakan dirinya sebagai memiliki kepentingan yang relatif sama. Dari
bangunan Jawa, oleh karena itu elemen ini hasil wawancara dengan beberapa pengunjung
yang paling sering digunakan ketika ingin didapat bahwa tujuan mereka ke Boemi Joglo
menampilkan ke’Jawaan’ pada sebuah bangunan. tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan
Demikian pula yang bisa ditemui pada Boemi makan atau minum saja, namun ada tujuan
Joglo. Identitas awal sebagai ‘tanda’ bahwa lain seperti mencari suasana berbeda, dan
unsur Jawa itu melekat pada arsitekturnya berkegiatan secara santai dengan teman atau
adalah penggunaan jenis atap tersebut. keluarga (bersosialisasi).

2. Analisis Fungsi 3. Analisa Tapak/ Site


Fungsi merupakan hal yang paling Rumah Jawa memiliki karakteristik
bisa dipastikan berubah secara total. yang khas dari sisi tapaknya, antara lain selalu
Bentuk bangunan joglo yang fungsi awalnya berporos atau tersusun pada sumbu simetris.
216
Titian Sarihati

Gambar 6. Penggunaan atap berbentuk Joglo Gambar 7. Urutan bangunan pada Rumah Jawa dan Boemi Joglo
pada restoran Boemi Joglo (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2014)

Gambar 8. Layout pada rumah tradisional Jawa (A) dan Boemi Joglo (B)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015)

Pada Boemi Joglo hal tersebut tidak bisa pada Boemi Joglo karena masih memanfaatkan
teraplikasikan, mengingat kondisi kontur yang potensi lingkungan yang ada. Sehingga kondisi
berbeda Sehingga peletakkan massa bangunan lingkungan Jawa yang didapatkan dari unsur
berdasarkan kondisi lahan yang ada. Bangunan vegetasinya, dapat dikatakan dapat tercapai
pendhopo diletakkan pada bagian paling depan, dengan cukup baik (memiliki kemiripan seting).
namun tidak sejajar dengan bangunan inti. Dari uraian tersebut bisa dipahami bahwa
Keduanya difungsikan sebagai area makan pada penerapan site atau tapak rumah Jawa pada
restoran. Demikian pula untuk arah orientasi, boemi Joglo tidak teraplikasikan secara total
tidak lagi berlandaskan aturan-aturan yang atau cenderung diabaikan.
biasa dipakai pada rumah Jawa umumnya. Arah
hadap restoran tidak kearah selatan tetapi 4. Bangunan
menyesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. a. Tata Ruang. Bangunan Jawa terdiri dari
Rumah Jawa biasanya juga memiliki beberapa bagian ruang yang memiliki
ruang-ruang terbuka atau halaman diantara masa bangunan terpisah yaitu, pendopo,
bangunannya. Hal tersebut juga bisa didapati pringgitan, omah dalem (senthong-kiwa,
217
Penerapan Elemen-elemen Interior ...

Gambar 9. Material Lantai Rumah Jawa (A) dan lantai pada Boemi Joglo (B)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015)

senthong tengah, senthong tengen),


gandhok yang berada pada satu sumbu
dan simetris. Pada Boemi Joglo masih
dijumpai adanya pendopo, omah dalem
(tanpa senthong), namun diletakkan secara
terpisah tidak simetris sesuai rumah Jawa.

Tata letak bangunan kurang menjadi


perhatian bagi responden, karena melalui
wawancara yang dilakukan hal tersebut
justru kurang dipahami secara umum. Gambar 10. Spot di Boemi Joglo
yang menggunakan dinding bata dan jendela kaca
Artinya garis poros, simetri dan hirarki (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2014)
ruang hanya berada pada tataran teoritis,
dan kurang dimengerti secara pragmatis. kesesuaian dengan tema ruang, karena
Layout ruang pun tidak sama dengan sudah menggunakan material lantai
kondisi pada rumah tradisional, hal ini modern yaitu keramik, namun masih
karena adanya alih fungsi bangunan berusaha mencari kesesuaian dengan
menjadi ruang komersial yang berdampat material lantai pada rumah tradisional
kepada perubahan kebutuhan aktivitas Jawa dengan pemakaian warna terakota
dan fasilitas. doff yang cukup alami.

Dari kesimpulan diskusi dengan peserta 2) Badan. Bagian badan terdiri dari
fgd, disepakati bahwa layout yang ada di Boemi beberapa unsur yaitu kolom, dinding
Joglo tidak identik dengan layout pada rumah dan unsur jendela dan pintu. Salah satu
Jawa. Namun layout yang berbeda tidak terlalu karakteristik visual yang lazim dijumpai
signifikan mengurangi kesan ruang. Grouping pada rumah joglo adalah adanya tiang
yang ada justru membangun suasana sosial yang atau kolom utama penyangga atap yaitu
akrab, dan guyup seperti di Jawa. Demikian pula saka guru. Saka guru menggunakan
dengan bentuk atau model furniture juga tidak material kayu jati solid yang tanpa
terlalu dipertimbangkan. finishing, biasanya pada bagian atas
dan bawah dihias dengan ukiran
b. Elemen Bangunan sederhana. Dinding pada rumah Jawa
1) Lantai: Material pada lantai pada lokasi umumnya menggunakan material kayu
penelitian dianggap kurang memiliki tanpa finishing, dengan kecenderungan
218
Titian Sarihati

Gambar 11. Ceiling pada rumah Jawa (A) dan pada Boemi Joglo (B)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2014)

kearah warna coklat kemerahan. pun demikian, bentuknya mengikuti


Namun pada Boemi Joglo terdapat kontur dan menggunkan material
elemen dinding yang menggunakan kayu sebagai konstruksi utamanya.
batu bata expose pada bagian belakang Penggunaan material tambahan yaitu
gebyok, jumlahnya tidak terlalu bilik bambu agak berbeda dengan
dominan (kurang dari 10 persen dari rumah Jawa yang biasanya meng-
keseluruhan dinding ruangan). ekspose tampilan genteng. Warna yang
digunakan pun masih relatif sama yaitu
Pintu dan Jendela pada rumah Jawa warna natural kecoklatan. Ciri yang
biasanya simetris dan berporos di cukup khas dari langit-langit rumah
tengah, juga menggunakan material Jawa yang biasanya terdapat tumpang
kayu. Pada Boemi Joglo terdapat sari pada bagian tengahnya, telah
beberapa bagian material kayu ditutup secara flat dengan gedhek.
digantikan dengan material kaca yang
dimaksudkan untuk memasukkan Penambahan material gedhek dan
cahaya alami ke dalam ruangan. Dalam perubahan bentuk atap, walaupun tidak
diskusi grup yang dilakukan, material sesuai lagi dengan yang bisa dijumpai
kayu paling sering disebut secara intens di rumah Jawa umumnya, dinyatakan
mendominasi ruang hingga memilki pengunjung tidak mengurangi suasana
kesan Jawa, selain warna coklat dan ruang.
soko guru . Seandainya material tersebut
diganti atau warnanya berbeda maka c. Aspek Penghawaan dan Pencahayaan.
diyakini suasana ruang Jawa akan sulit Rumah Jawa menggunakan penghawaan
didapat. alami yang dirancang menyesuaikan
dengan lingkungan sekitar. Konsep ruang
3) Kepala. Bagian atap Boemi Joglo masih yang terbuka dan struktur atapnya
mempertahankan bentuk dan material memungkinkan aliran udara segar
sesuai kondisi yang bisa diamati pada dapat masuk dan mengalir ke dalam
rumah joglo asli. Untuk langit-langitnya bangunan. Pada lokasi penelitian, aspek
219
Penerapan Elemen-elemen Interior ...

Gambar 12. Vegetasi pada Boemi Joglo


(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015)

Gambar 13. Elemen gebyok pada Boemi Joglo Gambar 14. Elemen Kleweran pada Boemi Joglo
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015) (Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015)

penghawaannya masih memaksimalkan penerapan atap Joglo dan ornamen


potensi alam, tanpa bantuan pengkondisian ukir khas Jawa seperti Nanasan, Patran,
udara mekanik. Selain itu ruang yang Tumpal, Wajikan dan Padma, selain itu juga
terbuka memungkinkan sirkulasi udara gebyok. Ornamen tersebut memberikan
berjalan dengan baik. Hawa sejuk juga ciri khas yang kuat di interior bangunan
dirasakan karena material yang dipakai Jawa karena identitasnya yang telah
mayoritas menggunakan kayu jati yang melekat. Pada Boemi Joglo penggunaan
memiliki potensi yang baik sebagai isolator elemen dekoratif berupa ukiran masih
udara. Ketika malam hari udara yang dingin bisa dijumpai pada beberapa bagian. Pada
dicerap, sehingga ketika siang udara dalam diskusi yang dilakukan dalam fgd didapat
ruangan terasa sejuk. Sehingga dalam bahwa faktor lain yang dianggap penting
hal penghawaan, masih identik dengan dalam membentuk kesan ruang etnik Jawa
suasana pada ruang Jawa yang cenderung adalah ornamentasi, efek pencahayaan,
adem. Kondisi penghawaan yang baik juga bentuk atap/ ruang.
didukung kondisi lingkungan atau vegetasi
yang baik. Boemi Joglo berada pada lokasi e. Tata Suara. Sisi musik pada kebudayaan
yang masih bisa didapati banyak tumbuh- Jawa yang banyak dikenal oleh masyarakat
tumbuhan yang dibiarkan ada. umum adalah gamelan dan tembang/
nglaras yang biasanya berfungsi
d. Ornamentasi. Keberhasilan penerapan mengiringi pergelaran/ pertunjukan,
gaya tradisional Jawa terletak pada dua dan tidak biasa diperdengarkan pada
hal penting, yaitu bentuk dan karakteristik kehidupan keseharian. Pada kondisi di
visual. Bentuk arsitektur tradisional Jawa boemi joglo, jenis musik yang digunakan
dapat dengan mudah dikenali melalui cenderung musik popular era 1970-
220
Titian Sarihati

1990an yang berasal dari Indonesia PENUTUP


atau Barat. Menurut wawancara dengan
pengunjung maupun diskusi grup, kesan Dari uraian sebelumnya, bisa disimpulkan
Jawa kurang total karena musik yang bahwa boemi Joglo tidak total bersuasana
dihadirkan lebih ke musik yang sifatnya etnik Jawa, namun memiliki unsur-unsur
umum. Kehadiran musik juga diyakini yang mampu mencitrakan dirinya sehingga
peserta fgd mampu lebih membangun dipersepsi oleh pengunjung sebagai ruang
suasana, namun jika tidak dihadirkan dengan etnik Jawa tertentu. Unsur yang paling
bukan jadi halangan dalam mengapresiasi dominan adalah kehadiran karakter visual yang
ruangan sebagai ruang bernuansa Jawa. dimunculkan dalam membangun suasana ruang,
dimana proses adopsi kesan kejawaan hanya
f. Aroma. Aroma yang khas Jawa biasanya dimunculkan dalam unsur fisik ruang, namun
berkaitan dengan budaya menyalakan masih diyakini suasana Jawa terasa.
dupa atau wewangian. Berdasarkan Berdasarkan interpretasi pada hasil
literatur yang ada disebutkan wewangian wawancara terhadap responden maupun
khas Jawa biasanya digunakan untuk ritual- fokus grup terhadap karakter ruang Boemi
ritual tertentu. Namun pada kondisi yang Joglo, diperoleh hasil bahwa mayoritas orang
didapati di lokasi penelitian hal tersebut menyatakan bahwa bentukan ruang akibat
tidak didapati. Unsur aroma bukan unsur arsitektur, material kayu dan ornamentasi
yang signifikan membangun kesan ruang (ukiran) secara signifikan memiliki peran yang
Jawa, walaupun pasti punya peranan. cukup baik membentuk suasana etnik Jawa
Kehadirannya justru dikhawatirkan akan pada ruang restoran Boemi Joglo.
memunculkan perasaan yang lain seperti Sedangkan sebagian kecil responden
rasa mistis pada ruang dan lain sebagainya. menyatakan bahwa citra Jawa justru lebih
ditopang oleh elemen interior lain seperti
g. Rasa Makanan. Masakan khas Jawa furniture, lighting, dan hal lainnya.
cenderung memiliki rasa yang manis Dari hasil wawancara, dapat dipahami
yang dihasilkan oleh beberapa bahan, bahwa tidak seluruh responden cukup
antara lain kecap manis dan gula jawa. memahami karakter visual Jawa. Pemahaman
Dari kondisi yang ada pada Boemi Joglo, ini dapat dilacak dari bagaimana kemudian
makanan dan minuman pada Boemi Joglo responden hanya memberikan jawaban-
tidak seutuhnya hidangan Jawa , walaupun jawaban umum seperti ‘rumah joglo’ ini
dari sisi rasa ada sedikit kecenderungan pun muncul karena nama restoran, ’ukiran’,
mirip. Sehingga bisa dikatakan pilihan ‘tradisional’, ‘etnik’, dan lain-lain tanpa
menu pada Boemi Joglo tidak seratus memberikan pernyataan lanjutan mengenai ciri
persen Jawa. detil dan spesifik apa yang menandakan elemen
tradisional Jawa.

***

Daftar Pustaka

Baraban, Regina S., & Durocher, Joseph


2001 Succesfull restaurant design. New York:
Gambar 14. Elemen Kleweran pada Boemi Joglo John Wiley & Sons, Inc.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2015)

221
Penerapan Elemen-elemen Interior ...

Eko Budiharjo Y.B. Mangunwijaya


1997 Arsitektur Sebagai Warisan Budaya. 1988 Wastu Citra, Pengantar ke Ilmu Budaya
Jakarta: Djambatan. Bentuk Arsitektur, sendi-sendi filsafatnya
beserta contoh-contoh praktis. Jakarta:
Farrelly, Lorraine Gramedia.
2003 Bar and Restaurant Interior Structures.
Chichester: John Willey & Sons Ltd.
Ismunandar
2001 Joglo: Arsitektur Rumah Tradisional
Jawa. Semarang: Efka Efektif Harmoni.

Jenny Ernawati
2011 Faktor-faktor Pembentuk Identitas Suatu
Tempat. Jurnal Local Wisdom Volume III,
Nomer 2. Halaman 01-09.

Jogja Herritage Society


2007 Pedoman Pelestarian bagi Pemilik Rumah
(Kawasan Pusaka kotagede, Yogyakarta,
Indonesia). Bangkok: UNESCO.

Josef Prijotomo
1988 Ideas and Forms of Javanesse
Architecture. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Sugiyarto Dakung
1983 Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah.

Revianto Budi Santosa


2000 Omah: Membaca Makna Rumah Jawa.

Siegel, Herman H.
1947 Architecture for eating and drinking.
Dalam buku Motels, Hotels, restaurants,
and Bars (1953).

Sunarmi, Guntur, Tri Prasetyo R Utomo


2007 Arsitektur dan interior Nusantara Seri
Jawa. Surakarta: ISI Surakarta dan UNS
Press.

Wenny Kustianingrum
2009 Penggunaan Arsitektur Tradisional Jawa
pada Restoran. Fakultas Teknik Program
Studi Arsitektur.Depok. Universitas
Indonesia.

222

You might also like