You are on page 1of 11

479

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TANI BIJI JAMBU


MENTE DI KABUPATEN WONOGIRI JAWA TENGAH
TITIS PURWANINGRUM
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Korespondensi : ning_titis@yahoo.com

ABSTRACT
The purpose of the research was to identify internal and external factors that influence the development of
cashew farming and develop alternative farming development strategies in Wonogiri District. The research was
carried out in the Wonogiri Regency Area, precisely in the Districts of Jatisrono and Purwantoro by taking 90
farmers / producers of cashew nuts in a simple random manner. Determination of the marketing institutions
involved is carried out with a commodity approach and an institution approach based on information from
farmers to whom the commodity is sold until it can be received by consumers commonly called the method
("Snowball Sampling"). The data obtained were analyzed descriptively, mathematically and statistically. The
results showed that environmental factors that influence the development of cashew farmers are (1) internal
factors include strength: Plant Condition, Number of Family Dependents, Availability of Capital, Efforts to
Increase, Value of Production Tools, Age of Farmers, Number of Trees. Weaknesses: Education, Production
Costs, Total Workforce, Land Area, Quality of Cashew Seeds, Land Conditions, Seeds. (2) External factors
include, Opportunities: Banking Financing, Partnership, Government Attention, Pest Management, How to
Harvest, Seed Quality compared to other regions, Marketing Institutions, Highest Profit, Selling Prices.
Threats: Immediate Needs, Highest Price Products, Product Forms. The results of the SWOT analysis, the
alternative strategy chosen is the SO strategy / aggressive strategy by using the power to take advantage of
opportunities, with alternative strategies to increase production and use market opportunities and increase the
use and supply of production inputs and suppress the attack of plant disturbing organisms.
Key word : Swot Analysis, Cashew nut

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi pengembangan
usahatani jambu mete dan menyusun alternatif strategi pengembangan usaha tani di Kabupaten Wonogiri.
Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Jatisrono dan Purwantoro
dengan mengambil 90 petani/produsen biji jambu mete secara acak sederhana. Penentuan lembaga
pemasaran yang terlibat dilakukan dengan pendekatan serba komoditas (commodity approach) dan
pendekatan serba lembaga (institution approach) berdasarkan informasi dari petani kepada siapa
komoditas tersebut dijual sampai dapat di terima oleh konsumen yang lazim disebut metode ("Snowball
Sampling"). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, matematik dan statistik. Hasil penelitian
menunjukkan Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan petani jambu mete adalah (1) faktor
internal meliputi kekuatan : Kondisi Tanaman, Jumlah Tanggungan Keluarga, Ketersediaan Modal, Upaya
Peningkatan, Nilai Alat Produksi, Umur Petani, Jumlah Pohon. Kelemahan : Pendidikan, Biaya Produksi,
Jumlah Tenaga Kerja, Luas Lahan, Mutu Biji Mete, Kondisi Lahan, Bibit. (2) Faktor eksternal meliputi,
Peluang : Pembiayaan Perbankan, Kemitraan, Perhatian Pemerintah, Penanggulangan Hama, Cara
Memanen, Mutu Biji dibanding daerah lain, Lembaga Pemasaran, Laba Tertinggi, Harga Jual. Ancaman :
Pencukupan Kebutuhan Mendadak, Produk Dengan Harga Tertinggi, Bentuk Produk. Hasil analisis
SWOT, alternatif strategi yang dipilih adalah strategi SO/strategi agresif yaitu dengan menggunakan
Kekuatan untuk memanfaatkan peluang, dengan alternatif strategi peningkatan produksi dan pemanfaatan
peluang pasar dan Meningkatkan penggunaan dan penyediaan Saprodi dan menekan serangan organisme
penganggu tanaman.
Kata Kunci : Analisis Swot, Jambu Mente

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah.
Salah satu subsektor yang memiliki basis sumberdaya alam adalah subsektor perkebunan. Subsektor
480

perkebunan sebagai bagian integral dari sektor pertanian merupakan salah satu subsektor yang
berperan dalam pembangunan ekonomi (Direktorat Jenderal Perkebunan 2016).
Pengembangan sektor pertanian dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi
pertanian, meningkatkan pendapatan petani, memperluas lapangan kerja, mendukung pembangunan
daerah, dan menjaga kelestarian sumber daya alam. Pertanian diharapkan sebagai leading sektor yang
dapat mendorong pembangunan di sektor-sektor lain misalnya pada sektor industri. Perkebunan
sebagai salah satu sektor memiliki peranan yang besar dalam bidang pertanian. Jenis tanaman yang
diusahakan dalam sektor perkebunan adalah tanaman-tanaman umur panjang diantaranya : jambu
mete, kopi, dan cengkeh (Adrianto, 2014).
Tujuan pokok usahatani jambu mente saat ini adalah mendapatkan produksi dan kualitas
gelondong setinggi-tingginya agar mampu memberikan pendapatan pada petani seoptimal mungkin.
Di sentra sentra komoditas ini memberikan peluang yang besar bagi pengentasan kemiskinan, karena
pada umumnya di kawasan ini sebagian besar berlahan kering (Bank Indonesia, 2010; Daras, 2007;
Daton 2008, ; La Ola, 2012; Baker dan Witjaksono, 2008). Jambu mete (Anacardium occidentale. L)
merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang memiliki arti ekonomis dan cukup
potensial karena produksinya dapat dipakai sebagai bahan baku industri makanan. Industri
perkebunan dan pengelolahan kacang mete mulai dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1975
melalui proyek kehutanan yang mulanya untuk rehabilitasi lahan dengan kondisi kritis (Listyati dan
Sudjarmoko, 2011). Petani juga bebas menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul,
baik berupa biji berkulit (gelondong) maupun biji tanpa kulit (kacang mete). Hal ini sebenarnya
merupakan salah satu kendala dalam penerapan pola kemitraan terpadu untuk meningkatkan produksi
komoditas biji jambu mete. Namun demikian sudah ada beberapa pengusaha (eksportir) jambu mete
yang telah berhasil menerapkan kemitraan dengan petani, khususnya dalam hal pembelian hasil
panen jambu mete untuk di ekspor. Kemitraan tersebut sangat diperlukan mengingat hampir seluruh
produksi jambu mete di Indonesia merupakan produksi perkebunan rakyat yang memerlukan
penanganan khusus (ekstensifikasi /intesifikasi) agar selain kuantitas produksi, juga kualitas produk
(pengolahan) ekspornya meningkat. Kacang mete atau biasa disebut Cashew nuts, merupakan
komoditas yang cukup diminati, dan telah lama berkembang di Indonesia, menjadikan salah satu
negara eksportir terbesar di dunia diantara negara penghasil lainya yaitu Vietnam, India, Brazil dan
Afrika Timur (CS Bisnis UKM 2009). Menurut (Nimas dan Made, 2013) Indonesia merupakan
salah satu pengekspor glondong mete terbesar di dunia. Kualitas kacang mete terbaik yang diekspor
oleh Indonesia salah satunya dihasilkan di daerah Wonogiri Jawa Tengah. Jambu mete sebagai salah
satu komoditi ekspor (kelompok baru) yang diunggulkan, diharapkan akan dapat ikut memperkuat
posisi perekonomian secara keseluruhan dengan memperhatikan prospek komoditi ini baik di pasar
domestik maupun internasional.
Berdasarkan Surat Keputusan Mentan No. 74 Tahun 1998 yang termasuk dalam komoditi
perkebunan sebanyak 145 jenis, hanya sekitar 20 jenis yang menjadi unggulan dan dibudidayakan
481

secara besar-besaran baik oleh rakyat maupun swasta. Komoditi perkebunan sebagian besar
merupakan produk-produk ekspor sehingga merupakan devisa negara yang cukup besar untuk dari
sektor nonmigas. Beberapa komoditi tersebut antara lain kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, karet, teh,
mete, cengkeh, lada, tembakau, tebu, kayumanis, jahe, minyak atsiri. Sebagian besar produk-produk
yang diekspor masih dalam bentuk bahan baku bukan dalam bentuk olahan, hal ini menyebabkan nilai
jualnya menjadi kurang ekonomis. Menurut Zahir dan Sanawiri (2018) menunjukan dari sisi pasar
global penjualan gelondongan mete atau ekspor dalam bentuk gelondongan sangat merugikan
pendapatan devisa negara.
Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu daerah penghasil biji jambu mete di Jawa Tengah
dengan kondisi lahan yang sebagian besar berupa lahan kering dengan kandungan lempung yang
cukup tinggi diharapkan dapat mewakili Kabupaten lainnya, dimana keadaan lahan pertanian yang
demikian ini arealnya cukup luas dan tersebar di sebagian besar Kabupaten di wilayah Jawa Tengah.
Dan informasi yang di peroleh peneliti bahwa Kabupaten Wonogiri berprospek untuk dikembangkan
tanaman jambu mete karena sumber daya alam dalam bentuk lahan kering produktif di bidang
pertanian dan terbentuknya lembaga-lembaga misalnya kelompok tani dan koperasi di pedesaan.
Oleh karena itu dengan adanya prospek dan nilai ekonomis yang tinggi dari biji mente, maka
perlu kiranya meneliti lebih jauh tentang Analisis Pengembangan Agribnisnis Biji Jambu Mete serta
faktor-faktor yang mempengaruhi dan upaya-upaya apa yang perlu dilakukan dalam rangka
memngkatkan keuntungan yang akan diterima oleh berbagai pihak yang terlibat dalam rantai
komoditas tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Purwantoro dan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.


Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan daerah ini
merupakan sentra produksi biji jambu mete di Propinsi Jawa Tengah.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder.
Data primer yang diperoleh langsung dari para responden terpilih pada lokasi penelitian. Data primer
diambil dari hasil wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada petani
contoh, perusahaan (unit usaha) pengolah jambu mete dan lembaga pemasaran. Sedangkan data
sekunder merupakan data yang sudah jadi dan dipublikasikan untuk umum oleh instansi/tembaga yang
mengumpulkan, mengolah dan menyajikan akan diperoleh dari sumber yang memiliki kesesuaian
dengan penelitian yang penulis lakukan. Sedangkan data sekunder diambil dari berbagai instansi
yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Penentuan teknik skala pembobotan sifatnya sangat
tergantung pada peneliti yang bersangkutan. Pemberian bobot dalam analisis SWOT pada penelitian
ini dapat digunakan skala nilai sebagai berikut : 1,0 (untuk indikator paling penting) sampai 0,0
482

(untuk indikator tidak penting). Rating adalah nilai baku dari sebuah fenomena yang diteliti
berdasarkan pengamatan di lapangan dengan ketentuan nilai 1 sampai 4. Untuk nilai 1 menyatakan
sangat lemah, nilai 2 menyatakan lemah, nilai 3 menyatakan cukup kuat dan nilai 4 menyatakan
kuat. (Rangkuti 2015)
Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian dilakukan kegiatan pengklasifikasian dan pra
analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua yaitu data internal dan data ekstemal. Data - data
tersebut dianalisis dengan Analisis Strategi Faktor Internal dan Analisis Strategi Faktor Eksternal
yang dilanjutkan dengan analisis SWOT yang memperoleh empat strategi alternatif. Keempat
alternatif strategi tersebut dikaji dan dipilih salah satu alternatif strategi yang dianggap paling baik.
Strategi yang baik adalah hasil perpaduan antara kesempatan yang diberikan oleh lingkungan dengan
kemampuan yang dimiliki oleh petani jambu mete dan perusahaan (unit usaha) pengolah jambu mete,
dengan mempertimbangkan resiko dari luar dan dari dalam.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi Faktor Internal
Dari data produksi jambu mete di Kabupaten Wonogiri selama kurun waktu 2012 s.d 2016
perkembangan produksi rata-rata mengalami penurunan sebesar 4,22 % per tahun, penurunan
poduksi tersebut disebabkan oleh rata rata produktivitas yang menurun per tahun sebesar 4,16 % serta
peningkatan luas panen yang tidak begitu signifikan yaitu 0,18 %.

Tabel 1

Perkembangaan Produksi Jambu Mete di Kabupaten Wonogiri

Perkembangan (%)
Luas
Produksi Produktivi Luas
Tahun Panen Produksi Produktivi
(ton) Tas Panen
(Ha) (ton) Tas
(Ha)
2012 20505 10983 536
2013 20512 7145 348 0,03 % -34,9 % -35,0 %
2014 19945 9728 488 -2,76 % 36,2 % 40,0 %
2015 20652 10509 509 3,54 % 8,0 % 4,3 %
2016 20632 7765 376 -0,10 % -26,1 % -26,0 %
Rata- rata 20449,20 9226,00 451,38 0,18 % -4,22 % -4,16 %
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Wonogiri 2017

Analisis lebih jauh dari peningkatan produktivitas yang tidak merata dari produksi jambu
mete di Kabupaten Wonogiri terdapat kekuatan dan kelemahan yang berpengaruh terhadap
483

agroindusti jambu mete. Berdasarkan hasil penelitian terhadap petani jambu mete maka dapat
disusun faktor internal dan eksternal petani jambu mete pada tabel 2.
Pada tabel dibawah dapat dilihat bahwa tingkat kekuatan teringgi mulai dari kondisi
Tanaman, Jumlah Tanggungan Keluarga, Ketersediaan Modal, Upaya Peningkatan Nilai Alat
Produksi, Umur Petani, Jumlah Pohon dengan total nilai skor sebesar 1,95. Sedangkan kelemahannya
adalah Pendidikan, Biaya Produksi,, Jumlah Tenaga. Kerja, Luas Lahan, Mutu Biji Mete, Kondisi
Lahan, dan Bibit dengan total mial skor sebesaar 0.85, dari informasi tersebut diketahui bahwa faktor
kekuatan masih lebih tinggi dibandingkan kelemahannya

Tabel 2
Analisis Strategi Faktor Internal Petani Jambu Mete
Bobot x
Faktor - faktor strategi Bobot Rating Komentar
Rating
Kekuatan
11.08
 Kondisi Tanaman % 4 0.41 Peremajaan berhasil
 Jumlah Tanggungan 10.13
3 0.32 Konsentrasi pada kerja
Keluarga %
 Ketersediaan Modal 9.50% 3 0.31 Pinjaman ringan
 Upaya Peningkatan 8.45% 3 0.24 Terencana dengan baik
 Nilai Adat Produksi 7.46% 3 0.25 Tersedia memadai
 Umur Petani 7.43% 3 0.24 Puncak produktivitas
 Jumlah Pohon 7.43% 3 0.19 Masa produksi
1.95
Kelemahan
 Pendidikan 2.41% 3 0.22 Tingkatkan SDM
 Biaya Produksi 2.28% 2 0.15 Masih tradisional
 Jumlah Tenaga Kerja 2.19% 2 0.14 Sulit mencari
 Luas Lahan 2.14% 3 0.17 Mulai menyempit
 Mutu Biji Mete 1.630 % 2 0.08 Peningkatan Usaha Tan
 Kondisi Lahan 1.32% 1 0.05 Rehabilitasi lahan
 Bibit 1.03% 1 0.03 Mutu bibit rendah
0.85
Tota1 100% 2.81
Sumber : Data Primer diolah

Identifikasi Faktor Eksternal

Analisis faktor ekstemal petani jambu mete adalah analisis yang berasal faktor-faktor yang
berasal dari luar, beberapa Faktor yang berpengaruh adalah sebagai berikut :
484

Tabel 3
Analisis Strategi Faktor Eksternal Petani Jambu Mete
Bobot x
Faktor - faktor strategi Bobot Rating Komentar
Rating
Peluang
 Pembiayaan Perbankan 10.38% 4 0.41 Mendukung
 Kemitraan 10.38% 4 0.41 Mulai berkembang
 Perhatian Pemerintah 0.41 Masuk program
10.35% 4
KIMBUN
 Penanggulangan Hama 10.29% 4 0.40 Terencana dengan baik
 Cara Memanen 9.54% 4 0.35 Sudah benar
 Mutu Biji disbanding daerah 8.56% 3 0.25 Lebih baik disbanding
lain daerah lain
 Lembaga Pemasaran 8.01% 1 0.10 Mulai berkembang
 Laba Tertinggi 7.95% 3 0.21 Kesempatan memilih
 Harga Jual 7.14$ 3 0.20 Kesempatan memilih
2.74
Ancaman
 Pencukupan Kebutuhan 6.30% 3 0.22 Munculnya Rentenir/
Mendadak lintah darat
 Produk Dengan Harga 6.16% 2 0.15 Belum ada upaya
Tertinggi pengolahan
4.92% 2 0.14 Masih gelondongan
 Bentuk Produk
0.38
Tota1 100% 3.12
Sumber : Data Primer diolah

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa peluang yang paling tinggi adalah pembiayaan
perbankan, kemitraan, perhatian pemerintah, penanggulangan hama, memanen, mutu biji mete
dibanding daerah lain, lembaga pemasaran, laba tertinggi yang diperoleh, dan harga jual dengan total
nilai skor sebesar 2,74. Sedangkan ancamannya adalah pemenuhan kebutuhan mendadak sebelum
panen, produk dengan harga tertinggi, dan bentuk produk yang dijual, dengan total nilai skor 0,38.
Dan informasi tersebut diketahui bahwa peluang pengembangan yang dimiliki masih lebih besar
dibandingkan dengan ancamannya.

Perumusan Alternatif Strategi


Untuk menyusun formulasi alternatif strategi, semua informasi dimasukkan dalam model
kuantitatif perumusan strategi. Model yang digunakan adalah matrik SWOT. Beberapa alternatif
strategi yang dapat dilaksanakan eleh petani jambu mete disajikan dalam tabel berikut:
485

Tabel 4
Matriks SWOT Petani Jambu Mete
INTERNAL STRENGTH (S) WEAKNESS (W)
1. Kondisi Tanaman 1. Pendidikan
2. Jumlah Tanggungan 2. Biaya Produksi
Keluarga 3. Jumlah Tenaga Keda
3. Ketersediaan Modal 4. Luas Lahan
4. Upaya Peningkatan 5. Mutu Biji Mete
5. Nilai Alat Produksi 6. Kondisi Lahan
EKSTERNAL 6. Umur Petani 7. Bibit
7. Jumlah Pohon
OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO
1. Pembiayaan Perbankan a. Peningkatan produksi dan a. Perluasan sentra produksi
2. Kemitraan pemanfaatan peluang pasar dengan dukungan Pemda
3. Perhatian Pemerintah b. Meningkatkan penggunaan b. Menumbuhkembangkan
4. Penanggulangan Hama Saprodi dan penyediaan pola kemitraan untuk
5. Cara Memanen Saprodi dan menekan meningkatkan permodalan,
6. Mutu Biji disbanding serangan organism mute produk serta
daerah lain penganggu tanaman penggunaan bibit bermutu
7. Lembaga Pemasaran
8. Laba Tertinggi
9. Harga Jual

TREATHS (T) STRATEGI ST STARTEGI WT


1. Pencukupan Kebutuhan a. Pemberdayaanpetani dalam a. Bantuan kredit pertanian
Mendadak pembentukan kelompok tani b. Pemanfaatan teknologi
2. Produk Dengan Harga untuk meningkatkan kinerja tepat guna untu
Tertinggi dan permodalan meningkatkan nilai tambah
3. Bentuk Produk b. Pemanfaatan teknologi tepat produk
guna untuk meningkatkan
nilai tambah produk

Sumber : Data dioiah

Alternatif strategi berdasarkan matrik SWOT tersebut adalah sebagai berikut:


1. Strategi SO
Strategi ini menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang alternatifnya adalah :
a. Peningkatan produksi dan pemanfaatan peluang pasar.
b. Meningkatkan penggunaan Saprodi dan penyediaan Saprodi dan menekan serangan organisme
penganggu tanaman
2. Strategi ST
Strategi ini menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman alternatifnya adalah:
a. Pemberdayaan petani dalam pembentukan kelompok tam untuk meningkatkan kinerja dan
permodalan
b. Pemanfaatan teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah produk
3. Strategi WO
Strategi ini meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, strateginya adalah:
a. Perluasan sentra produksi dengan dukungan Pemda
486

b. Menumbuhkembangkan pola kemitraan untuk meningkatkan permodalan, mutu produk serta


penggunaan bibit bermutu
4. Strategi WT
Strategi ini ditujukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman, alternatif strateginya adalah:
a. Bantuan kredit pertanian
b. Pemanfaatan teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah produk

Penyusunan Strategi
Dan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari analisis matriks dengan
pembobotan, secara ringkas disajikan kan kedalam matriks pembobotan analisis SWOT pada tabel
berikut :
Tabel 5
Pembobotan SWOT Petani Jambu Mete
Kekuatan (S) Skor Kelemahan (W) Skor
1. Kondisi Tanaman 0.41 1. Pendidikan 0.22
2. Jumlah Tanggungan Keluarga 0.32 2. Biaya Produksi 0.15
3. Ketersediaan Modal 0.31 3. Jumlah Tenaga Kerja 0.14
4. Upaya Peningkatan 0.24 4. Luas Lahan 0.17
5. Nilai Alat Produksi 0.25 S. Mutu Biji Mete 0.08
6. Umur Petani 0.24 6. Kondisi Lahan 0.05
7. Jumlah Pohon 0.19 7. Bibit 0.03
1.95 0.85

Peluang (O) Skor Ancaman (T) Skor


1. Pembiayaan Perbankan 0.41 1. Pencukupan Kebutuhan Mendadak 0.14
2. Kemiti aan 0.41 2. Produk Dengan Harga Tertinggi 0.15
3. Perhatian Pemerintah 0.41 3. Bentuk Produk 0.09
4. Penanggulangan Hama 0.40 0.38
5. Cara Memanen 0.35
6. Mutu Biji dibanding daerah lain 0.25
7. Lembaga Pemasaran 0.10
8. Laba Tertinggi 0.21
9. Harga Jual 020
2.74

Sumber : Data diolah

Dari tabel diatas diketahui bahwa bobot masing-masing variabel adalah S = 1.95, W = 0.85, 0
= 2.74, dan T = 0.38. Variabel W dan T bernilai negatif karena merupakan suatu keadaan yang
mengurangi daya saing petani.
487

Berdasarkan hasil penelitian masing-masing indikator faktor internal dan eksternal, dqpat
diketahui posisi pengembangan petani jambu mete di Kabupaten Wonogiri pada diagram SWOT
berikut ini :

Gambar 1 : Posisi Pengembangaan Petani Jambu Mete di Kabupaten Wonogiri

Titik P pada gambar diatas menunjukkan P (0.55 ; 1.18) yang berarti strategi pengembangan
Agribisnis Petani Jambu Mete berada pada kwadran I yaitu strategi agresif (SO) yakni peningkatan
produksi dan pemanfaatan peluang pasar dan Meningkatkan penggunaan Saprodi dan penyediaan
Saprodi dan menekan serangan organisms penganggu tanaman

Implementasi Strategi
Dan hasil analisis SWOT pemantapan strategi pengembangan agribisnis petam Jambu Mete
di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, maka dapat diimplementasikan dalam kegiatan operasional
sebagai berikut:
1. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petugas, petani terutama dalam hal teknik budidaya,
488

pembenihan, pemeliharaan tanaman jambu mete. Dalam rangka pelayanan teknologi melalui
bimbingan teknik, penyuluhan, pelatihan petugas, dan studi banding.
2. Pendekatan produksi hasil tanaman Jambu mete kedaerah-daerah dimana industri pengolahan
mudah berkembang dan sekaligus menumbuhkan kerja sama yang saling menguntungkan antara
petani produsen dan pengusaha dalam rangka pengembangan agnibisnis.
3. Penyediaan sarana produksi melalui pola kemitraan yaitu dengan meningkatkan pola kerja sama
yang saling menguntungkan antara petani produsen dan para pengusaha.
Kegiatan operasional tersebut dapat diterapkan dalam rangka pengembangan agribisnis
jambu mete di-Kabupaten Wonogiri berdasarkan pada:
1. Tingkat pendidikan petani, kepemilikan luas lahan, dan mute biji rata-rata rendah harus disikapi
dengan bimbingan dan petugas penyuluh perkebunan lapangan untuk meningkatkan pengetahuan
teknik budidaya petani sehingga dengan luas lahan yang terbatas dapat berproduksi secara
optimal.
2. Antara petam jambu mete dan pengusaha mete secara alamiah memiliki hubungan
ketergantungan. Selama ini hubungan ketergantungan tersebut lebih banyak merugikan petani
disebabkan karena dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari telah menumbuhkan
sistem ijon. Disisi lain terbentuknya Koperasi Unit Desa belum mampu untuk menjembatani
kepentingan antara petani dan pengusaha. Sehingga pola kemitraan yang terjadi diharapkan
melalui mediasi Koperasi Unit Desa atau Koperasi bentukan petani untuk menjembatani
kepentingan antara petani dan pengusaha.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :


1. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan petani jambu mete di Kabupaten Wonogiri
adalah:
a. Faktor internal meliputi:
Kekuatan : Kondisi Tanaman, Jumlah Tanggungan Keluarga, Ketersediaan Modal, Upaya
Peningkatan, Nilai Alat Produksi, Umur Petani, Jumlah Pohon
Kelemahan : Pendidikan, Biaya Produksi, Jumlah Tenaga Kerja, Luas Lahan, Mutu Biji
Mete, Kondisi Lahan, Bibit
b. Faktor eksternal meliputi
Peluang : Pembiayaan Perbankan, Kemitraan, Perhatian Pemerintah, Penanggulangan Hama,
Cara Memanen, Mutu Biji dibanding daerah lain, Lembaga Pemasaran, Laba Tertinggi, Harga
Jual
Acanaman : Pencukupan Kebutuhan Mendadak, Produk Dengan Harga Tertinggi, Bentuk
Produk
489

2. Berdasarkan analisis SWOT, alternatif strategi yang dipilih adalah strategi SO/strategi agresif
yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, dengan alternatif
strategi peningkatan produksi dan pemanfaatan peluang pasar dan Meningkatkan penggunaan
Saprodi dan penyediaan Saprodi dan menekan serangan organisnis penganggu tanaman

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta


Bank Indonesia. 2010. Industri pengolahan kacang mete. Laporan pola pembiayaan usaha kecil.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. Hlm 43.
Baker dan Witjaksono, J. 2008. Potensi kacang mete di kawasan Timur Indonesia. Laporan penelitian
ACIAR-SADI. ISBN 9781921615696. ACIAR Press. 21 hlm.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri [BPS]. 2017. Kabupaten Wonogiri dalamAngka 2017.
Jawa Tengah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri.
CS Bisnis UKM. 2009. Indonesia Mengekspor Mete Terbesar. http://bisnisukm.com/indonesia-
pengekspor-mete-terbesar.html (05 Maret 2009) (Diakses tanggal 21 Januari 2018)
La Ola, T. 2012. Analisis kesejahteraan petani jambu mete di Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna.
Agriplus 22(1): 73-80.
Listyati, Dewi dan Beny Sudjarmoko.2011. Nilai Tambah Ekonomi Pengolahan Jambu Mete
Indonesia. Jurnal. balittri@gmail.com
Daras, U. 2007. Strategi dan inovasi teknologi peningkatan produktivitas jambu mete di Nusa
Tenggara. Jurnal Litbang Pertanian 26(1): 25-34.
Daton, A.R. 2008. Analisis pendapatan usahatani jambu mete (kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Skirpsi.
Unpublished. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Dionita, Nimas Febri dan Made Suyana Utama. 2015. Pengaruh Produksi, Luas Lahan, KursDollar
Amerika Serikat dan Iklim TerhadapEkspor Kacang Mete Indonesia Beserta DayaSaingnya.
Bali: Jurnal Unud
Ditjenbun, 2016. Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016: Jambu Mete. Jakarta, Direktorat
Jenderal Perkebunan
Rangkuti, Freddy, 2015. Analisa SWOT-Teknik Membelah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Zahir, N dan Sanawiri, B. 2018. Analisis daya saing kacang mete Indonesia di Pasar Internasional
(Studi tentang kacang mete Indonesia tahun 2011-2015). Jurnal Administrasi Bisnis. 54(1):
66-73

You might also like