You are on page 1of 9

KAJIAN KELEMBAGAAN PASAK BUMI (Eurycoma longifolia jack)

The Institutional Study of Pasak Bumi (Eurycoma longifolia jack)


Rachman Effendi1 dan Tati Rostiawati2
Peneliti Pada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

ABSTRACT
Pasak bumi (Eurycoma longifolia jack), is one of the commodities into the biofarmaka that
includes in non-timber forest products (HHBK) is typical of Indonesi forest tropical. Non-optimal
structural and institutional role in Indonesia encouraging the development of functional market
and the utilization of the pasak bumi silvicultural technology support the business management of
the pasak bumi causing the pasak bumi management difficult to develop. Necessary institutional
studies of the pasak bumi, to provide information of the institutional aspects on the pasak bumi in
an attempt to support the success of improving productivity and quality of pasak bumi. The study
of these institutions made in the Province of East Kalimantan and South Kalimantan. In the
generally there are four institutions that affect the development of the pasak bumi: farmers groups,
government agencies, public institutions and economic institutions. Based on the results of the
study, there are institutions that location is the tax farmers, traders, brokers, traders district level,
pengarajin (glass, powder and pieces), herbal medicine processing industry and market traders.
Institutions are still very traditional and informal, because the group is only temporary, while
these institutions are required to improve the competitiveness of competitive/comparative.
Necessary business institutions such as cooperatives, credit banks, markets, airports and brokers
to assist in the provision of capital and marketing.

Keywords : Isntitution, pasak bumi and non-timber forest products (HHBK).

ABSTRAK

Pasak bumi (Eurycoma longifolia jack), merupakan salah satu komoditi biofarmaka yang termasuk
kedalam hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang khas dari hutan tropika Indonesi. Belum
optimalnya peran kelembagaan struktural dan fungsional dalam mendorong berkembangnya pasar
pemanfaatan pasak bumi serta dukungan teknologi silvikultur dalam pengelolaan usaha pasak
bumi menyebabkan pengelolaan pasak bumi sulit untuk dikembangkan. Perlu dilakukan kajian
mengenai kelembagaan pasak bumi, untuk menyediakan informasi mengenai aspek kelembagaan
pasak bumi dalam upaya mendukung keberhasilan peningkatan produktivitas dan kualitas pasak
bumi. Kajian mengenai kelembagaan ini dilakukan di Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan. Secara umum terdapat empat lembaga yang berpengaruh terhadap perkembangan pasak
bumi yaitu: kelompok tani, instansi pemerintah, lembaga masyarakat dan lembaga perekonomian.
Berdasarkan hasil kajian, lembaga yang terdapat dilokasi adalah petani pemungut, pedagang
perantara, pedagang tingkat kabupaten, pengarajin (gelas, serbuk dan kepingan), industri
pengolahan jamu dan pedagang pasar. Kelembagaan tersebut masih sangat tradisional dan bersifat
informal, karena kelompok yang ada hanya bersifat sementara, padahal kelembagaan ini sangat
diperlukan untuk meningkatkan daya saing kompetitif/komparatif. Diperlukan lembaga usaha
seperti koperasi, bank perkreditan, pasar, bandar dan tengkulak untuk membantu dalam pemberian
modal dan pemasaran.

Kata Kunci : Kelembagaan, pasak bumi dan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

1
Peneliti pada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan.
2
Peneliti pada Pusat Litbang Hutan Tanaman
I. PENDAHULUAN
Pasak bumi merupakan salah satu komoditi biofarmaka yang termasuk
kedalam hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki keunggulan komparatif
karena merupakan produk khas yang hanya terdapat di hutan tropika Indonesia
dan mempunyai prospek pemasaran yang baik bagi pasar domestik maupun
ekspor.
Pengusahaan pasak bumi oleh masyarakat sekitar hutan terbukti dapat
memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan
memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara. Untuk itu
pasak bumi merupakan salah satu komoditas yang mendesak untuk dikembangkan
di sub sektor kehutanan mengingat menurunnya peranan industri berbasis kayu
yang selama ini menjadi tulang punggung dalam waktu yang akan datang.
Berbagai kebijakan yang menyangkut pengelolaan sumber daya HHBK sangat
lemah karena peranan HHBK khususnya biofarmaka selama ini dianggap kurang
penting (sekunder).
Pengembangan teknik propagasi, model kelembagaan, kelayakan usaha dan
tataniga biofarmaka khususnya pasak bumi memainkan peranan yang penting bagi
pengelolaan, mengingat cukup banyaknya pihak yang terlibat dalam
pengusahaannya. Kelembagaan sebagai salah satu aspek yang berpengaruh dalam
pengelolaan pasak bumi harus dikelola secara optimal menginat cukup banyak
melibatkan masyarakat. Mengingat cukup banyaknya pihak yang terlibat dalam
pengusahaannya sehingga memperpanjang proses pemasaran dan menimbulkan
biaya tinggi serta terancamnya kelestarian. Belum optimalnya peran kelembagaan
struktural dan fungsional dalam mendorong berkembangnya pasar pemanfaatan
pasak bumi serta dukungan teknologi silvikultur dalam pengelolaan usaha pasak
bumi saat ini, menunjukan betapa pentingnya kelembagaan pasak bumi untuk
dikaji.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut dalam jangka pendek, menengah
dan panjang kajian ini dilakukan dalam upaya pemberdayaan dan peningkatan
sumberdaya hutan, ekonomi rakyat dan peningkatan devisa bagi negara, sehingga
dapat meningkatkan posisi tawar pelaku ekonomi lokal dalam pengelolaan
biofarmaka khusunya pasak bumi secara adil dan lestari.
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai model
kelembagaan usaha pasak bumi sehingga informasi tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai bahan masukan dalam upaya mendorong pengembangan usaha
perdagangan dan pemanfaatan pasak bumi dari aspek teknologi pengolahan dan
pemasaran serta layak untuk dikembangkan baik untuk pasar domestik maupun
ekspor. Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang menyangkut
lembaga usaha pasak bumi.

II. KELEMBAGAAN PASAK BUMI


Pasak bumi adalah sejenis pohon yang terdapat di hutan tropis dataran
rendah di Asia Tenggara dengan nama botani Eurycoma longifolia Jack dari
family Simaroubaceae. Di Malaysia dan Singapura, pasak bumi dikenal dengan
nama tongkat bumi atau tongkat ali dan di Thailand disebut "Piak atau Tung
Saw". Pasak bumi merupakan hasil hutan yang termasuk kelompok biofarmaka.
Sejak dahulu pasak bumi digunakan secara turun temurun oleh penduduk di
negeri tersebut sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai jenis
penyakit antara lain sebagai tonikum pascapartum, anti mikroba, anti hipertensi,
anti inflamasi, antipiretik, mengobati sakit perut, ulkus, malaria dan yang paling
dikenal adalah sebagai obat kuat pria (afrodisiak).

Pembangunan budidaya hutan pasak bumi melibatkan banyak pihak, selain


petani sebagai pelaku utama juga harus didukung adanya kelembagaan yang
berperan dalam pembangunan pasak bumi. Beberapa lembaga yang berpengaruh
terhadap perkembangan HHBK khususnya pasak bumi antara lain adalah :

1. Kelompok tani; kelompok formal yang seringkali dibentuk oleh pemerintah


bersama masyarakat untuk mewadahi para petani pasak bumi di suatu daerah
agar memudahkan dalam melakukan pembinaan dan penyaluran bantuan,
dapat pula kelompok ini terbentuk oleh petani pemungut atau pembudidaya
pasak bumi karena ada kepentinga bersama.
2. Instansi Pemerintah; instansi yang akan memberikan penyuluhan mengenai
teknologi pembinaan, pemberian stimulus serta melakukan pelayanan
terhadap petani pemungut pasak bumi.
3. Lembaga-lembaga masyarakat seperti: lembaga adat, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pendidikan; adalah lembaga
independen yang memiliki kepedulian untuk melakukan pendampingan
terhadap masyarakat yang mengembangkan pasak bumi. Adanya kepedulian
dari lembaga ini biasanya dikarenakan adanya tujuan jangka panjang yang
ingin dicapai seperti adanya perbaikan lahan secara terus-menerus agar
berdampak positif misalnya aspek lingkungan, aspek ekonomi (pendapatan
masyarakat) terhadap perkembangan lingkungan masyarakat baik secara
lokal, nasional serta global.
4. Lembaga Perekonomian; lembaga yang bergerak di sektor perekonomian
untuk menunjang pengembangan usaha pasak bumi, misalnya bank
perkreditan rakyat, koperasi, pasar, kios-kios yang dapat menyediakan sarana
produksi, industri pengolahan pasak bumi.
Banyaknya kelembagaan yang berperan pada pembangunan budidaya pasak
bumi tersebut adakalanya tidak disadari oleh petani, sehingga seolah-olah petani
berjalan sendiri dalam melaksanakan pengembangan pasak buminya dan hal ini
ditunjukkan oleh sikapnya terhadap kelembagaan tersebut dimana sikap tersebut
akan berbeda-beda antara satu daerah dengan lainnya, untuk itu perlu diketahui
peranan petani pemungut pasak bumi terhadap kelembagaan yang dibentuk
tersebut, sehingga dapat diambil aspek bagaimana yang dapat memunculkan peran
yang aktif, agar dapat dijadikan sebagai suatu modal dalam menggerakkan
masyarakat untuk mengembangkan pasak bumi. Lembaga pengelolaan pasak
bumi yang terjadi di lapangan adalah :

1. Petani pemungut pasak bumi

Kelembagaan usaha pasak bumi masih sangat tradisional, lembaga yang


adapun bersifat informal, karena kelompok pemungut yang ada hanya bersifat
sementara, dimana setelah diperoleh hasil pungutan dibagi secara proporsional
untuk setiap anggota kelompok (berkisar 3 s.d. 7 orang). Setelah diperoleh pasak
bumi oleh masing-masing anggota kelompok, maka tidak ada ikatan lagi antar
anggota kelompok tersebut. Hingga saat ini belum ada kelompok pemungut akar
pasak bumi secara formal atau terstruktur, baik kelompok tani, koperasi maupun
lainnya. Walaupun demikian ada kelompok tani yang terikat pengusahaan hasil
pungutannya dengan pedagang perantara. Biasanya kelompok tersebut menjual
hasil pungutannya lebih murah dibandingkan kelompok pemungut bebas. Hal ini
dikarenakan adanya beban pinjaman anggota kelompok kepada pedagang
perantara baik berupa uang maupun pinjaman sembako. Pemungutan pasak bumi
oleh kelompok masih mengandalkan potensi pasak bumi yg ada di hutan alam.

2. Pedagang Perantara

Kelembagaan usaha pedagang perantara yang ada di daerah penelitian baik


di Kalimantan Selatan maupun Kalimantan Timur merupakan lembaga informal
rumah tangga, tetapi lembaga ini lebih terstruktur dan mempunyai hubungan
kepada petani pemungut (terikat dan bebas) dan pedagang perantara. Struktur
organisasinya sangat sederhana, hanya ketua merangkap kepala rumah tangga, dan
anggota lainnya sebagai perantara bebas yang mencari pasak bumi ke petani
pemungut.

3. Pedagang tingkat kabupaten

Kelembagaan usaha ada juga umumnya dalam bentuk informal, tetapi ada
beberapa kelembagaan usahan yang formal dalam bentuk CV, UD (Usaha
Dagang) dan PU (Perdagangan Umum).

4. Pengrajin (gelas, serbuk, dan kepingan)

Kelembagaan usaha umumnya informal tapi sudah terstruktur dimana didalam


organisasinya terdiri dari ketua dan anggota (umumnya anggota keluarga) dan
beberapa staf/pegawai dengan tugas dan fungsi yang berbeda.
5. Industri Pengolah Jamu

Kelembagaan usaha umumnya dalam bentuk CV dan PT (Perseroan


Terbatas), dimana struktur organisasi, tugas dan fungsinya sudah terstruktur
secara terperinci.

6. Pedagang pasar lokal/provinsi

Kelembagaan usaha umumnya dalam bentuk CV dan UD (Usaha Dagang).


Struktur organisasi, tugas dan fungsi lembaga ini sudah tersusun dan umumnya
lembaga ini sudah memperoleh perijinan dari Pemda setempat antara lain Surat
Ijin Usaha Perdaganag (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dsb.

Kelembagaan usaha pasak bumi sangat diperlukan dalam pengembangan


HHBK untuk meningkatkan daya saing kompetitif dan komparatif. Keberadaan
lembaga usaha seperti koperasi, usaha simpan pinjam, bank perkreditan, pasar,
bandar, tengkulak dan lain-lain sangat mendukung keberhasilan pembangunan
dan pengembangan pasak bumi, terutama dalam hal pemberian bantuan modal
dan pemasaran karena selama ini secara umum petani mengalami keterbatasan
modal dan kesulitan dalam hal pemasaran. Peminjaman modal bisa dilakukan ke
lembaga usaha seperti koperasi, usaha simpan pinjam dan Bank Perkreditan
Rakyat dengan bunga pinjaman dan aturan peminjaman yang relatif lebih mudah
dibandingkan jika meminjam di bank konvensional. Sedangkan pemasaran pasak
bumi bisa dilakukan kepada bandar, tengkulak, atau pengepul yang
memasarkannya baik kepada perorangan maupun pedagang selanjutnya seperti
pedagang eksportir. Meskipun para petani terbantu dengan adanya bandar atau
tengkulak, namun para petani pemungut perlu mendapatkan pendampingan agar
posisi tawarnya sejajar.

Berdasarkan hasil wawancara sikap responden terhadap lembaga usaha


(seandainya di bentuk pemerintah daerah) di lokasi penelitian menunjukkan sikap
yang positif baik di Propinsi Kalimantan Selatan maupun Kalimantan Timur. Dari
hasil wawancara menunjukkan bahwa responden sangat mengetahui dan
memerlukan keberadaan lembaga usaha pasak bumi yang dapat membantu petani
pemungut dalam menjaga kelestarian hutan khususnya pasak bumi yang menjadi
ciri khas tanaman dari Kalimantan dengan cara memberikan bantuan modal,
pupuk, bibit, dan memudahkan pemasaran. Sikap yang positif ini menunjukkan
bahwa adanya manfaat langsung yang dirasakan petani pemungut, karena lembaga
usaha pasak bumi dapat berperan secara nyata membantu petani dalam
pengembangan usaha pasak buminya.

III. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kelembagaan usaha pasak bumi masih sangat tradisional, lembaga yang
adapun bersifat informal, karena kelompok pemungut yang ada hanya bersifat
sementara, dimana setelah diperoleh hasil pungutan dibagi secara proporsional
untuk setiap anggota kelompok (berkisar 3 s.d. 7 orang).
Keberadaan lembaga usaha seperti koperasi, usaha simpan pinjam, bank
perkreditan, pasar, bandar, tengkulak, dan lain-lain sangat mendukung
keberhasilan pembangunan dan pengembangan pasak bumi, terutama dalam hal
pemberian bantuan modal dan pemasaran.

B. Saran
Kelembagaan usaha pasak bumi sangat diperlukan dalam pengembangan
hasil hutan bukan kayu untuk meningkatkan daya saing kompetitif dan
komparatif. Keberadaan lembaga usaha seperti koperasi, usaha simpan pinjam,
bank perkreditan, pasar, bandar, tengkulak, dan lain-lain sangat mendukung
keberhasilan pembangunan dan pengembangan pasak bumi, terutama dalam hal
pemberian bantuan modal dan pemasaran karena selama ini secara umum petani
mengalami keterbatasan modal dan kesulitan dalam hal pemasaran.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Bambang Trihartono, MF,


selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman (P3HT),atas
bimbingan dan arahannya; Ir. C. Nugroho dan S. Priyono, MSc selaku koordinator
Rencana Penelitian Integratif (RPI) Biofarmaka; Dr.Ir. Nur asripatin, M.For.Sc
selaku Kepala Bidang Perencanaan Program Penelitian Puslit Sosek; Ketua
Kelompok Peneliti Industri dan Perdagangan Hasil Hutan Puslit Sosek; Para
pengelola keproyekan P3HT; Seluruh rekan-rekan sesama peneliti P3HT/Puslit
Sosek dan pihak lain yang telah banyak membantu dan memberikan bahan
masukan untuk kesempurnaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika, 2007. Direktori Industri Pengolahan. Jakarta.

Bennett, C. and Barichello, R. 1996. Value added and resource management


policies for Indonesian rattan: Aims, outcomes and options for policy
reform. In Nasendi, B. D. (Editor). From rattan production-to-
consumption in Indonesia: Policy issues and options for reform. Forest
Products and Forestry Socio-economics Research and Development
Center, Forestry Research and Development Agency. Bogor.

Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan. 2009. Laporan Akuntabilitas


Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Kehutanan Propinsi
Kalimantan Selatan, Banjarbaru, 2009.
________. 2008. Statistik Dinas Kehutanan Dinas Kehutanan Propinsi
Kalimantan Selatan. Banjarbaru, 2008.
Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. 2009. Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Kehutanan Propinsi
Kalimantan Timur, Samarinda, 2009.
________. 2008. Statistik Dinas Kehutanan Dinas Kehutanan Propinsi
Kalimantan Timur. Samarinda, 2008.
Dinas Perindag.2009. Laporan Tahunan Evaluasi Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Fungsi. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Kalimanatan
Selatan Tahun 2008. Banjarmasin, 2009.
__________. 2009. Laporan Tahunan Evaluasi Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Fungsi. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Kalimantan Timur
Tahun 2008. Samarinda, 2009.

You might also like