You are on page 1of 9

REVIEW FOR EXTERNAL CAUSE CODING OF INJURY CASE ON

MEDICAL RECORD INPATIENT OF ORTHOPEDIC SPECIALIST


SURGERY IN RSKB BANJARMASIN SIAGA IN 2013

Rina Yuliana1, Hosizah2, Irmawan3


Program Studi RMIK-STIKES Husada Borneo Banjarbaru,
1

2
Ka.Umum aptiRMIK-Dosen Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul, 3Dosen pada
Program Studi D3 Perekam dan Informasi Kesehatan STIKES Husada Borneo Banjarbaru
rina6192@yahoo.com, hozisah@esaunggul.ac.id, ozi19sah@ymail.com, mr_icd@yahoo.co.id

ABSTRACT

Backgrounds: External cause code is a secondary code is used to encode diagnose the cause of the occurrence

Banjarmasin Siaga Special Surgery Hospital.


Objectives:
orthopedic specialist surgery in RSKB Banjarmasin Siaga in 2013.
Methods: This research used descriptive method with case study approach. The samples are 92 inpatient
orthopedic specialist surgery with injury cases medical records from January to April 2013. Data collection
techniques that had been used were observation and interviews. The research instruments are check list,
interview guides, and observation guideline. This research was analyzed using univariate analysis.
Results: There has been no Operational Standard Procedures of external cause coding but Operational
Standard Procedures coding and disease indexing already exist, but not yet appropriate with the implementation.
Completeness of external cause diagnosis writing is 82% and 18% did not completely written. External causes
injury to the orthopedic specialist surgery cause by land transportation accidents is 43%, other transportation

are the absence of procedures for external cause coding, the lack on media used, unsuitable human resources
that needed, unreadable, incomplete, and unsuitable diagnosis with the rules, and the absence diagnosis
coding audit.
Kata kunci: External Cause Coding, Injury, Medical Record Inpatient, Orthopedic

PENDAHULUAN bahwa penggantian biaya pelayanan kesehatan


tingkat lanjut menggunakan software INA-CBGs.
Dalam Kepmenkes RI No. 377/MenKes/SK/ Sehingga pengkodean yang benar sangat penting
III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan dalam pengelolaan data, penggantian biaya, dan
Informasi Kesehatan disebutkan bahwa kompetensi permasalahan terkait lainnya (Skurka, 2003).
pertama dari seorang petugas rekam medis adalah
menentukan kode penyakit dan tindakan medis Hal yang sering terlupakan dalam proses
dalam pelayanan dan manajemen kesehatan. Acuan
yang digunakan dalam pengkodean penyakit yaitu kode external cause (penyebab luar) yang dapat
ICD-10 ( International Statistical Clasification
of Diseases and Related Health Problem, Tenth terjadinya suatu penyakit, baik yang diakibatkan
Revision) dari WHO. karena kasus kecelakaan, cedera, pendarahan,
keracunan, bencana alam, maupun penyebab-
Selain itu dengan adanya UU No. 40 tahun 2004 penyebab lainnya.
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),
Kementrian Kesehatan telah melaksanakan program Menurut WHO (2006), kondisi cedera menjadi
Jaminan Kesehatan Sosial. Peta jalan Jaminan masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh
Kesehatan Nasional tahun 2012-2014 menyebutkan negara dan lebih dari dua per tiga dialami oleh negara

45 45
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.2, No.1, Maret 2014

berkembang. Kecelakaan lalu lintas merupakan 5) Untuk subkategori V01-Y34 menggunakan


penyebab terbanyak terjadinya cedera di seluruh kategori angka kelima untuk aktivitas orang
dunia, yaitu menempati urutan ke-9 pada DALYs yang cedera pada saat kejadian berlangsung.
dan diperkirakan akan menempati peringkat ke-3
di tahun 2020; sedangkan di negara berkembang ICD-10
menempati urutan ke-2 (Coats, 2002). ICD-10 terdiri dari 3 volume, yaitu:
Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilaksanakan 1) Volume 1 berisi daftar tabulasi. Daftar tabular
di RSKB Banjarmasin Siaga, peneliti mengambil 10 memberikan seluruh rincian level 4 karakter
dan dibagi dalam 22 bab.
sampel rekam medis rawat inap spesialis bedah
2) Volume 2 berisi petunjuk tentang penggunaan
ortopedi dengan kasus cedera dan menemukan 8
ICD.
sampel rekam medis sudah dituliskan diagnosa
3) Volume 3 berisi indeks abjad yang dibagi dalam
penyakit dan diagnosa penyebab luarnya oleh dokter, 3 bagian, yaitu bagian 1 yang berisi indeks
di mana untuk diagnosa penyakit sudah dilakukan tentang penyakit dan luka alami, bagian 2 yang
pengkodean tetapi untuk diagnosa penyebab luarnya berisi tetang indeks penyebab luar cedera, dan
100% tidak dilakukan pengkodean. Sedangkan bagian 3 yang berisi tabel obat dan zat kimia.
2 sampel rekam medis lainnya hanya dituliskan
diagnosa penyakitnya saja sehingga hanya dilakukan Menurut Hatta (2011), ICD digunakan untuk
kodefikasi penyakit. Untuk sistem pembayaran kepentingan informasi statistik morbiditas dan
pelayanan kesehatan di RSKB Banjarmasin Siaga mortalitas. Penerapan pengkodean sistem ICD
digunakan Billing System (sistem pembayaran digunakan untuk:
paket) yang bisa dipilih oleh pihak pasien, sehingga 1) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan
dalam hal ini kode penyakit maupun kode tindakan di sarana pelayanan kesehatan.
tidak berpengaruh terhadap biaya. 2) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis
medis.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pemberian 3) Memudahkan proses penyimpanan dan
kode external cause perlu mendapat perhatian pengambilan data terkait diagnosis karakteristik
mengingat tingginya jumlah kasus cedera yang pasien dan penyedia layanan.
terjadi serta kegunaan kode external cause. Oleh 4) Bahan dasar dalam pengelompokkan DRG’s
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang (Diagnoses Related Group) untuk sistem
External Cause untuk Kasus penagihan pembayaran biaya pelayanan.
Cedera pada Rekam Medis Rawat Inap Spesialis 5) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas
Bedah Ortopedi di RSKB Banjarmasin Siaga Tahun dan mortalitas.
6) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses
2013”.
evaluasi perencanaan pelayanan medis.
External Cause 7) Menentukan bentuk pelayanan yang harus
direncanakan dan dikembangkan sesuai
kebutuhan zaman.
suatu diagnosis penyakit, prosedur atau tindakan 8) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.
dan pelayanan yang diperoleh (Abdelhak dkk, 2001). 9) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

Adapun proses kodefikasi external cause Cedera


menggunakan ICD-10 sebagai berikut:
1) Tentukan diagnosa external cause yang akan
dikode. terjadi ketika tubuh manusia mengalami atau
2) Lihat buku ICD-10 Volume III (Alphabetical mendapat kontak yang akut (tiba-tiba) dari tingkat
Index) halaman 625 s/d 676. energi yang tidak tertahankan (Oktaviana, 2008).
3) Pastikan kode pada buku ICD-10 Volume I Berbagai jenis cedera, yaitu:
(Tabular List) halaman 977 s/d 1084. 1. Luka bakar adalah cedera yang diakibatkan oleh
4) Untuk subkategori W00-Y34 kecuali Y06.- dan sesuatu yang panas.
Y07.- menggunakan kategori angka keempat 2. Patah tulang atau fraktur, cedera pada tulang.
3. Luka pada kulit yang dapat mengakibatkan
itu terjadi. pendarahan atau hanya lecet.

46
Rina, dkk. Review For External Cause Coding of Injury Case on Medical Record Inpatient

4. Memar adalah pendarahan di dalam tubuh, di memastikan bahwa setiap keputusan, langkah atau
kulit terlihat warna kebiruan. tindakan, dan penggunaan fasilitas pemrosesan
5. Luka batin. dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu
organisasi, telah berjalan secara efektif, konsisten
Rekam Medis standar, dan sistematis (Tambunan, 2008).
Rekam medis adalah himpunan fakta-fakta penting Bowman (2001) menyebutkan, seperti kebijakan dan
tentang riwayat dan kesehatan pasien. Termasuk prosedur organisasi lainnya, kebijakan dan prosedur
data riwayat penyakit terdahulu dan sekarang serta pengkodean dibutuhkan untuk meningkatkan
pengobatan yang ditulis oleh tenaga kesehatan yang konsistensi. Kebijakan dan prosedur pengkodean
memberikan perawatan kepada pasien (WHO, 2006). harus mencakup hal-hal berikut:
Adapun kegunaan rekam medis menurut Huffman 1) Arah untuk mengkaji catatan.
(1994), yaitu: 2) Petunjuk cara mengatasi dokumentasi yang
1) Patient care management: tidak lengkap atau bertentangan.
a. Mencatat keadaan penyakit dan pengobatan 3) Instruksi untuk berkomunikasi dengan dokter
pada suatu jangka waktu tertentu.
b. Komunikasi antara dokter dan pemberi kesehatan.
pelayanan kesehatan lain. 4) Petunjuk tentang tindakan yang akan diambil
c. Memberi informasi kepada pemberi ketika kode yang sesuai tidak dapat ditemukan.
pelayanan kesehatan berikutnya. 5) Penggunaan kode tidak diperlukan untuk
2) Quality review, untuk mengevaluasi pelayanan penggantian biaya (kode opsional).
yang tepat dan akurat. 6) Definisi standarisasi atau rangkaian kode
3) Financial reimbursement, untuk menagih biaya (misalnya, persyaratan HIPAA).
pelayanan kesehatan pasien atau institusi. 7) Gunakan bahan referensi dan buku dan instruksi
4) Legal affairs, memberikan data untuk untuk memperbarui.
melindungi kepentingan pasien, dokter, dan 8) Masukkan data secara komputerisasi atau
institusi pelayanan kesehatan. proses lainnya.
5) Education, memberikan studi kasus yang actual
untuk pendidikan profesi kesehatan. Sumber Daya Manusia
6) Research, untuk memberikan data dalam Menurut Ilyas (2004), salah satu indikator
mengembangkan pengetahuan medis.
adalah tersedianya SDM yang cukup dengan kualitas
yang ada, dapat dijadikan dasar bagi peningkatan yang tinggi, profesional sesuai dengan fungsi dan
kesehatan nasional atau dunia. tugas setiap personil.

data-data penting untuk menyeleksi dan mem- Petugas haruslah orang yang mengerti tentang
promosikan pelayanan dan fasilitas yang ada. isi rekam medis. Apabila orang yang telah
berpengalaman di bidang rekam medis dan jika
Bedah Ortopedi perlu mereka harus mendapat pelatihan mengenai
anatomi dan fisiologi, istilah medis, proses
Bedah ortopedi merupakan cabang ilmu kedokteran terjadinya penyakit dan isi rekam medis sebelum
yang mempelajari dan memberikan intervensi pada menjadi petugas koding. Karena kemampuan dan
penderita dengan kondisi cedera akut dan kronis pengetahuan petugas koding ( clinical coder),
akibat suatu trauma serta gangguan lain pada sistem mempengaruhi kualitas koding (Bowman, 1996).
muskuloskeletal seperti infeksi dan peradangan
lokal, neoplasma, degeneratif, gangguan metabolik,
serta gangguan kongenital; dengan melakukan METODE PENELITIAN
intervensi secara bedah atau nonbedah (Helmi,
2012). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan studi kasus (case study) yang dilakukan
Standar Prosedur Operasional adalah pedoman yang dengan cara meneliti suatu kasus yang terdiri
berisi prosedur-prosedur operasional standar yang atas objek tunggal. Variabel penelitian ini adalah
ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk external cause

47
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.2, No.1, Maret 2014

Populasi dalam penelitian ini adalah rekam Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa dari 92 sampel
medis rawat inap spesialis bedah ortopedi dengan rekam medis rawat inap spesialis bedah ortopedi
kasus cedera di RSKB Banjarmasin Siaga dari dengan kasus cedera, diagnosa penyebab luar yang
bulan Januari-April tahun 2013 sebanyak 92 sudah ditulis lengkap oleh dokter sebesar 82%
rekam medis. Sampel dalam penelitian diambil sedangkan 18% masih tidak dituliskan diagnosa
dengan menggunakan teknik sampling jenuh, di penyebab luarnya. Namun dari 82% rekam medis
mana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel. dengan diagnosa penyebab luar cedera masih
Instrumen penelitian terdiri dari check list, pedoman
wawancara dan pedoman observasi. pada kasus kecelakaan yang tidak dituliskan bahwa
pasien adalah pengemudi atau penumpang, serta
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian tempat dan aktivitas terjadinya cedera.
ini adalah analisa univariat yang bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel Diagnosa penyebab luar cedera pada rekam medis
external cause. rawat inap spesialis bedah ortopedi di RSKB
Banjarmasin Siaga dapat dilihat pada formulir rekam
medis UGD, surat rujukan dari Puskesmas atau
HASIL rumah sakit yang merujuk (jika ada), serta catatan
keperawatan yang ada di dalam rekam medis rawat
RSKB Banjarmasin Siaga sudah memilik Standar inap tersebut.
Prosedur Operasional (SPO) untuk kodefikasi
penyakit yang lebih dikenal dengan Standar Di RSKB Banjarmasin Siaga masih belum
Operasional Prosedur Pengkodean & Pengindeksan external cause. Hal ini
Penyakit. SPO tersebut dibuat oleh Tim Progja dapat dilihat dari 75 sampel rekam medis rawat
RSKB Banjarmasin Siaga dan telah disahkan oleh inap spesialis bedah ortopedi dengan kasus cedera
Direktur RSKB Banjarmasin Siaga sejak tanggal 28 yang memiliki diagnosa penyebab luar 100% tidak
April 2008. Namun dalam prosedur tersebut masih dikode. Namun peneliti telah melakukan pengolahan
external cause. data pada 75 sampel tersebut dan menemukan bahwa
persentase cedera yang paling tinggi dikarenakan
Adapun uraian Prosedur Pengkodean dan kecelakaan angkutan darat (V01-V89) sebesar
Pengindeksan Penyakit di RSKB Banjarmasin Siaga 43% sedangkan yang paling rendah dikarenakan
sebagai berikut: sebab luar lainnya, seperti terpotong pisau, diserang
1. Pengkodean berpedoman pada buku ICD DTD. orang lain, dan sebagainya, sebesar 14%. Selain itu
2. Diagnosa penyakit ditulis oleh dokter. penyebab cedera lainnya dikarenakan kecelakaan
3. Pencatatan kode penyakit pada RM. angkutan lain seperti kecelakaan angkutan darat
Berdasarkan hasil analisis pada 92 sampel rekam yang tidak diketahui jenisnya (V98-V99) sebesar
medis rawat inap spesialis bedah ortopedi di RSKB 17% dan jatuh (W00-W19) sebesar 15%. Rincian
Banjarmasin Siaga periode Januari-April 2013 data penyebab luar kasus cedera dapat dilihat pada
diketahui masih terdapat rekam medis dengan kasus tabel 2.
cedera yang tidak dituliskan diagnosa penyebab Tabel 2. Penyebab Luar Kasus Cedera pada
luarnya oleh dokter. Persentase kelengkapannya Spesialis Bedah Ortopedi di RSKB
dapat dilihat pada tabel 1. Banjarmasin Siaga Periode Januari-
Tabel 1. Persentase Kelengkapan Penulisan April 2013
Diagnosa External Cause untuk Kasus No. Daftar Golongan
Cedera pada Rekam Medis Rawat Inap No Jumlah %
Terperinci Sebab Sakit
Spesialis Bedah Ortopedi di RSKB
Banjarmasin Siaga Periode Januari- 1 V01-V89 Kecelakaan 32 43%
April 2013 angkutan
darat
Diagnosa External Cause Jumlah Persentase
2 V98-V99 Kecelakaan 17 23%
Lengkap 75 82%
angkutan lain
Tidak Lengkap 17 18%
Total 92 100% 3 W00-W19 Jatuh 15 20%

48
Rina, dkk. Review For External Cause Coding of Injury Case on Medical Record Inpatient

No. Daftar Golongan No Bagian Ijazah Jml %


No Jumlah %
Terperinci Sebab Sakit 3 Penanggung jawab SMA 1 17%
4 W20-W41, Sebab luar 11 14% pengolahan dan
pelaporan
W44, W64, lainnya
W75, W87, Total 6 100%
W92-99, X51-
59, Y10-39, SDM yang ada di UKRM RSKB Banjarmasin
Y85, Y95, Siaga sebanyak 6 orang, yang terdiri dari 1 orang
Y97-Y98 kepala UKRM (17%), 4 orang penanggung
jawab pendaftaran pasien dan penyimpanan
Total 75 100% (66%), serta 1 orang penanggung jawab
pengolahan dan pelaporan (17%).
external cause untuk kasus cedera pada rekam 4) Diagnosa
medis rawat inap spesialis bedah ortopedi di RSKB Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
Banjarmasin Siaga antara lain: masih ada dokter yang tidak menuliskan
1) Standar Prosedur Operasional (SPO) Kode- diagnosa sesuai dengan aturan dan ketetapan
yang berlaku, walaupun sudah ada standar dan
Seperti yang disebutkan pada pembahasan kebijakan yang mengatur tentang hal tersebut.
sebelumnya tentang Standar Prosedur
5) Audit Pengkoden Diagnosis
External Cause untuk
Di RSKB Banjarmasin Siaga belum pernah
Kasus Cedera di RSKB Banjarmasin Siaga,
dilakukan audit pengkodean diagnosis. Hal
diketahui bahwa SPO pengkodean tersebut
masih belum sesuai dengan pelaksanaan di
dilakukan oleh peneliti di mana 91% kode
lapangan dan belum pernah dilakukan revisi.
penyakit masih tidak akurat, khususnya dalam
2) Sarana penggunaan digit ke-5 pada diagnosa cedera
Dari hasil observasi diketahui bahwa sarana serta 100% tidak dilakukan pengkodean
terhadap diagnosa penyebab luar cedera.
UKRM RSKB Banjarmasin Siaga masih kurang,
seperti tidak adanya buku ICD-10 Volume 2 dan
PEMBAHASAN
3 sehingga koder hanya menggunakan ICD-10

sejak bulan Desember 2012, pengkodean mulai


menggunakan ICD-10 elektronik dari WHO. External Cause untuk Kasus Cedera di RSKB
Banjarmasin Siaga
3) Sumber Daya Manusia (SDM) Jika dibandingkan dengan teori dari Bowman
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa (2001) tentang Kebijakan dan Prosedur
kebutuhan SDM di UKRM RSKB Banjarmasin P e n gk o d e a n , ma k a S ta n d a r P ro se d u r
Siaga masih kurang. Hal ini dapat dilihat pada Operasional Pengkodean dan Pengindeksan
tabel 3. Penyakit di RSKB Banjarmasin Siaga masih
Tabel 3. Kualifikasi SDM di Unit Kerja belum sesuai dengan teori dan masih terdapat
Rekam Medis RSKB Banjarmasin perbedaan dalam pelaksanaannya, di antaranya:
Siaga Periode 2010-2014 a. Pada kebijakan dituliskan bahwa semua
diagnosa dokter harus disesuaikan dengan
No Bagian Ijazah Jml % ICD 10 dan diindeks, namun berdasarkan
1 Kepala UKRM Sarjana 1 17% hasil penelitian masih terdapat rekam
Administrasi medis yang tidak dikode, khusunya
Publik diagnosa penyebab luar cedera.
b. Kebijakan dan prosedur yang berbeda. Pada
2 Penanggung jawab SMA, MA 4 66%
kebijakan, pengkodean berpedoman pada
pendaftaran pasien
ICD-10 tetapi pada prosedur, pengkodean
dan penyimpanan
berpedoman pada buku ICD DTD (Daftar

49
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.2, No.1, Maret 2014

Tabulasi Dasar). Berdasarkan hasil cause pada rekam medis. Jika dari hasil analisis
penelitan diketahui bahwa pengkodean kelengkapan rekam medis ditemukan diagnosa
berpedoman pada ICD-10. yang tidak diisi oleh dokter, maka petugas
c. SPO tersebut menggabungkan antara rekam medis akan mengembalikannya kepada
pengkodean dan pengindeksan tetapi di dokter yang bersangkutan. Namun jika koder
dalam SPO tersebut tidak ada prosedur menemukan diagnosa dengan kasus cedera
mengenai pengindeksan. yang tidak dituliskan diagnosa penyebab
Keuntungan yang didapat jika melaksanakan luarnya, maka koder tidak mengkonfirmasi
kegiatan operasional menggunakan SPO kepada dokter yang bersangkutan dan langsung
antara lain: dilakukan pengkodean. Hal ini masih belum
1. SPO yang baik akan menjadi pedo- sesuai dengan standar dan etik pengkodean
man bagi pelaksana, menjadi alat AHIMA yang menyebutkan bahwa pengkode
komunikasi dan pengawasan, serta profesional harus berkonsultasi dengan dokter
menjadikan pekerjaan diselesaikan
secara konsisten. data diagnosis dan tindakan serta pengkode
2. Para pegawai akan lebih memiliki profesional harus anggota dari tim kesehatan,
percaya diri dalam bekerja dan tahu harus membantu dan menyosialisasikan kepada
apa yang harus dicapai dalam setiap dokter dan tenaga kesehatan lain.
pekerjaan.
C. Penyebab Luar Kasus Cedera Berdasarkan
3. SPO juga bisa dipergunakan sebagai Kode External Cause pada Spesialis Bedah
salah satu alat training dan bisa Ortopedi di RSKB Banjarmasin Siaga
digunakan untuk mengukur kinerja
pegawai. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa penyebab
SPO Pengkodean dan Pengindeksan di cedera tertinggi dikarenakan kecelakaan
RSKB Banjarmasin Siaga masih belum angkutan darat (V01-V89) sebesar 43%.
efektif karena adanya variasi dalam pelaksa- Hal ini sesuai dengan data dari WHO tahun
naannya. Oleh karena itu SPO tersebut perlu 2006 bahwa cedera menjadi masalah utama
dilakukan revisi agar dapat mewujudkan visi kesehatan masyarakat di seluruh negara dan
dan misi RSKB Banjarmasin Siaga. kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
terbanyak terjadinya cedera.
B. Kelengkapan Penulisan Diagnosa External
Pengelompokan penyajian data morbiditas
Cause pada Rekam Medis Rawat Inap Spe-
dan mortalitas berdasarkan penomoran tiga
sialis Bedah Ortopedi di RSKB Banjarmasin
karakter, tersedia dalam empat format daftar
Siaga
tabulasi khusus yang tertera di dalam ICD-
Untuk pengkodean yang akurat diperlukan 10 Volume 1. Pengelompokan kode external
rekam medis pasien yang lengkap. Pengkode cause untuk kasus cedera yang dilakukan oleh
harus melakukan analisis kualitatif terhadap peneliti berdasarkan Permenkes No. 1171 tahun
isi rekam medis tersebut untuk menemukan 2011 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit
dignosis, kondisi terapi, dan pelayanan yang pada formulir RL4a (Formulir Data Keadaan
diterima pasien. Rekam medis harus memuat Morbiditas Pasien Rawat Inap Rumah Sakit
dokumen yang akan dikode, seperti pada RM Penyebab Kecelakaan) dan RL4b (Formulir
1, lembaran operasi dan laporan tindakan, Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan
laporan patologi dan resume pasien keluar. Rumah Sakit Penyebab Kecelakaan).
Pengkode membantu meneliti dokumen untuk
Di RSKB Banjarmasin Siaga sudah
baru ditetapkan kode dari diagnosis dan melaksanakan sistem pelaporan terbaru
tindakan tersebut (Hatta, 2011). sesuai dengan Permenkes No. 1171 tahun
2011 sejak bulan Juli tahun 2013. Namun
Hal yang menyebabkan dokter di RSKB dalam pengisian formulir RL4a hanya diisi
Banjarmasin Siaga, khususnya dokter spesialis pada bagian Data Keadaan Morbiditas Pasien
bedah ortopedi, tidak menuliskan diagnosa Rawat Inap Rumah Sakit dan formulir RL4b
penyebab luar cedera dikarenakan kurangnya pada bagian Data Keadaan Morbiditas Pasien
informasi dan sosialisasi sehingga terkadang Rawat Jalan Rumah Sakit, sedangkan pada
dokter malas menuliskan diagnosa external bagian Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat

50
Rina, dkk. Review For External Cause Coding of Injury Case on Medical Record Inpatient

Inap Rumah Sakit Penyebab Kecelakaan dan pengetahuan koder. Oleh karena itu, perlunya
Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan penambahan sarana yang membantu dalam
Rumah Sakit Penyebab Kecelakaan tidak diisi -
external kan menjadi lebih baik.
cause. Laporan RL4a dan RL4b dilaporkan oleh 3) Sumber Daya Manusia (SDM)
RSKB Banjarmasin Siaga setiap tahun ke Dinas Menurut Ilyas (2004), salah satu indikator
Kesehatan Banjarmasin. keberhasilan rumah sakit yang efektif dan

- dengan kualitas yang tinggi, profesional ses-


kasi External Cause untuk Kasus Cedera pada uai dengan fungsi dan tugas setiap personil.
Rekam Medis Rawat Inap Spesialis Bedah
Ortopedi di RSKB Banjarmasin Siaga
merupakan lulusan rekam medis tetapi su-
1) Standar Prosedur Operasional (SPO) dah pernah mengikuti pelatihan-pelatihan
mengenai rekam medis. Walaupun sudah
Menurut Notoatmodjo (1992) yang dikutip mengikuti pelatihan, koder masih kesulitan
oleh Pahlevi (2009), bahwa melakukan dalam pengkodean penyakit. Hal ini terlihat
- -
tung kepada kemampuan atau keterampilan lakukan peneliti, di mana masih ditemukan
pekerja semata, tetapi juga dipengaruhi banyaknya kode yang tidak akurat.
oleh beberapa hal, satu di antaranya adalah Menurut Ilyas (2000) yang dikutip oleh
prosedur kerja yang berisikan uraian tugas Pahlevi (2009), menyatakan bahwa kualitas
yang jelas. pelayanan tidak hanya tergantung pada
Standar Prosedur Operasional sifatnya kemampuan atau mutu SDM, tetapi juga
dinamis, sehingga sewaktu-waktu dapat tergantung pada beban kerja yang harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi dipikul oleh SDM. Karena dengan beban
yang terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan kerja yang tinggi, SDM menjadi letih secara
evaluasi proses pelaksanaan SPO secara pe- -
riodik dan menyempurnakannya bila perlu adaan di UKRM RSKB Banjarmasin Siaga
(Suwenda, 1997). di mana penanggungjawab pengolahan dan
Oleh karena itu perlunya revisi terhadap SPO pelaporan hanya dikerjakan oleh 1 orang
yang mencakup assembling dan analisis,
Siaga agar tidak ada keseragaman dalam
pelaksanaan di lapangan. inap, serta korespondensi medis. Karena
banyaknya beban kerja yang ditanggung oleh
2) Sarana koder, maka dapat mempengaruhi kualitas
Penggunaan ICD-10 untuk pengkodean pengkodean.
data morbiditas dan mortalitas mengacu
kepada SK Dirjen Pelayanan Medik No. 4) Diagnosa
HK.00.005.I.4.00744 tanggal 19 Febru- Penetapan diagnosis seorang pasien meru-
ari 1996 tetang Penggunaan Klasifikasi pakan kewajiban, hak, dan tanggung jawab
Internasional Mengenai Penyakit Revisi dokter dan yang terkait tidak boleh diubah.
Kesepuluh (KIP-10) di Rumah Sakit dan SK Oleh karena itu, diagnosis yang ada dalam
Menteri Kesehatan RI No. 50/MENKES/ rekam medis harus diisi dengan lengkap dan
SK/I/1988 tanggal 13 Januari 1998 tentang jelas sesuai dengan arahan yang ada pada
Pemberlakuan KIP-10 untuk seluruh sarana buku ICD-10.
pelayanan kesehatan. Kendala dalam pengkodean disebabkan
Selain itu masih kurangnya sarana yang karena dokter tidak memisahkan antara
digunakan dalam pengkodean seperti tidak diagnosa primer dengan sekunder seperti
adanya kamus kedokteran untuk membantu
dalam menentukan diagnosa yang dimaksud + trauma abdomen”. Dalam ICD-10 terdapat
oleh dokter karena kebanyakan dokter tidak peraturan morbiditas yang menyebutkan
menuliskan diagnosa sesuai dengan ICD-10 bahwa kondisi utama adalah suatu diagnosis/
dan harus dicari struktur anatominya, serta kondisi kesehatan yang menyebabkan pasien
tidak adanya buku-buku mengenai pengko- memperoleh perawatan atau pemeriksaan,
dean yang dapat menambah wawasan dan yang ditegakkan pada akhir episode pelay-
anan dan bertanggung jawab atas kebutuhan

51
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, ISSN:2337-585X, Vol.2, No.1, Maret 2014

sumber daya pengobatannya. Ada baiknya SIMPULAN


apabila dokter sebagai provider asuhan
medis-klinis pasiennya juga memahami 1. Standar Prosedur Operasional tentang
makna aturan penggunaan peraturan (rules) external cause untuk kasus cedera
yang disediakan dalam ICD-10 Volume 2. di RSKB Banjarmasin Siaga masih belum ada,
Selain itu diagnosis sekunder, komorbidi- tetapi sudah ada Standar Prosedur Operasional
tas, dan komplikasi harus diberi kode untuk
Pengkodean dan Pengindeksan Penyakit.
keperluan rumah sakit bidang perencanaan
2. Kelengkapan penulisan diagnosa external cause
dan penagihan biaya (melalui sistem CBGs)
(Hatta, 2011). pada rekam medis rawat inap spesialis bedah
ortopedi di RSKB Banjarmasin Siaga adalah
Selain itu yang menjadi kendala dalam
82% ditulis lengkap oleh dokter dan 18% tidak
pengkodean adalah tulisan dokter yang sulit
ditulis oleh dokter.
dibaca, penggunaan singkatan/simbol pada
penyakit yang masih belum sesuai dengan 3. Penyebab luar kasus cedera berdasarkan kode
aturan yang ada seperti “spc” yang bisa external cause pada spesialis bedah ortopedi,
yaitu kecelakaan angkutan darat (V01-V89)
yang dimaksud dokter adalah “supracon- sebesar 43%, kecelakaan angkutan lainnya
dylr”, serta adanya diagnosa ganda seperti (V98-V99) sebesar 23%, jatuh (W00-W19)
“fraktur radius ulna sin, fraktur femur distal sebesar 20%, dan sebab luar lainnya (W20-W41,
radius ulna dex, fraktur prox tibia sin, fraktur W44, W64, W75, W87, W92-99, X51-59, Y10-
prox tibia dex” yang harus dikode menggu- 39, Y85, Y95, Y97-Y98) sebesar 14%.
nakan “Fracture Multiple”. Fracture multiple
adalah fraktur di mana garis patah lebih dari external cause untuk kasus cedera pada rekam
satu tetapi tidak pada tulang yang sama.
medis rawat inap spesialis bedah ortopedi di
RSKB Banjarmasin Siaga, yaitu:
bersangkutan, maka akan terjadi kesalahan
dalam pengkodean. a. Standar Prosedur Operasional (SPO)
kodefikasi masih belum sesuai dengan
5) Audit Pengkodean Diagnosis
pelaksanaan di lapangan.
Suatu pelayanan kesehatan dapat merugi
b. Kurangnya sarana yang digunakan dalam
secara finansial yang cukup parah akibat
keluaran hasil komitmen yang palsu. Pem-
bayaran kembali kelebihan biaya tagihan,
hukuman terhadap pelanggaran perundang- masih belum sesuai dengan kebutuhan.
undangan pelayanan kesehatan, denda yang d. Diagnosa dokter sulit dibaca, adanya
besar, yang semuanya bergantung kepada diagnosa penyebab luar yang tidak
peringkat kesalahan kode yang telah di- ditulis lengkap oleh dokter, tidak adanya
hasilkan. Oleh karena itu setiap organisasi pemisahan antara diagnosa utama dan
kesehatan harus menerapkan program audit/ sekunder, serta adanya singkatan/simbol
monitoring untuk mereview keakuratan pada diagnosa yang belum sesuai dengan
pengkodean berdasarkan aturan yang ada. aturan.
Audit pengkodean diagnosis adalah proses e. Tidak adanya audit pengkodean diagnosis
pemeriksaan pendokumentasian rekam
untuk kelengkapan dan keakuratan kode
medis untuk memastikan bahwa proses
diagnosis.
pengkodean dan hasil pengkodean diagnosis
yang dihasilkan adalah akurat, presisi dan
tepat waktu sesuai dengan aturan, ketentuan DAFTAR PUSTAKA
kebijakan, dan perundang-undangan yang
berlaku (Hatta, 2011). Abdelhak, M. Ed. (2001) Health Information:
Untuk memonitor keakuratan kode diagnosis
Management of Strategic Resource. 2nd ed.
dengan ICD-10 perlu dilakukan oleh staf Philadelphia: WB Sounders Company.
rumah sakit yang melaksanakan program
jaga mutu (Quality Assurance) (Sugiyanto, Hatta, Gemala R. Ed. (2011) Pedoman Manajemen
2006). Sehingga diperlukan audit peng- Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
kodean diagnosis agar kualitas data yang Kesehatan, Edisi Revisi. Jakarta: Universitas
dihasilkan akurat, komplet, dan konsisten. Indonesia (UI-Press).

52
Rina, dkk. Review For External Cause Coding of Injury Case on Medical Record Inpatient

Helmi, Zairin N. (2012) Buku Saku Kedaruratan di Oktaviana, Firma. (2008) Pola Cedera Kecelakaan
Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta: Salemba pada Kendaraan Bermotor Roda Dua
Medika. Berdasarkan Data RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta Tahun 2003-
Huffman, E. K. (1994) Health Information 2007. Skripsi, Ilmu Kesehatan Masyarakat
Management. Berwyn, Illinois: Physicians’ Universitas Indonesia.
Record Company.
Pahlevi, Wildan. (2009) Analisis Pelayanan Pasien
IFHIMA. (2012) IFHIMA’s Education Modules Rawat Inap di Unit Administrasi RSUD Budhi
[Internet]. Available from: www.ifhima.org Asih Jakarta Timur Tahun 2009. Skripsi, Ilmu
[Accessed 24 Agustus 2012]. Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

KPRI RSUD Dr. Soetomo. (1998) Kalsifikasi Presiden Republik Indonesia. (2009) Undang-
Statistik Internasional tentang Penyakit dan Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
Masalah Kesehatan (ICD-10). Surabaya: 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Indonesia.
RSUD Dr. Soetomo.
Skurka, M. F. Ed. (2003) Health Information
Menkes Republik Indonesia. (1998) Keputusan Management in Hospital: Principles and
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Organization for Health Record Service Fifth
Nomor 50/MENKES/SK/I/1998 tentang Edition. San Fransisco: Jossey-Bay.
P e m b e r l a k u a n K la si f ik a si S ta ti s ti k
Internasional Mengenai Penyakit Revisi Sugiyanto, Zaenal. (2006) Analisis Perilaku Dokter
Kesepuluh. Jakarta: Depkes. dalam Mengisi Kelengkapan Data Rekam
Medis Lembar Resume Rawat Inap di RS
Menkes Republik Indonesia. (2007) Keputusan Ungaran Tahun 2005. Tesis, Ilmu Kesehatan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah
Nomor 377/Menkes/SK/III/2007 tentang Sakit Universitas Diponegoro.
Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi
Kesehatan. Jakarta: Depkes. WHO. (2004)
of Diseases and Related Health Problems of
Menkes Republik Indonesia. (2008) Peraturan Tenth Revision (ICD-10) Vol. 2 Instruction
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Manual. Geneva: WHO.
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis. Jakarta: Depkes. WHO Library Cataloguing in Publication Data.
(2006) Medical Records Manual: A Guide for
Menkes Republik Indonesia. (2011) Peraturan Developing Countries, Revised and Update.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia WHO Regional Office for the Western
Nomor 1171/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Sistem Informasi Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes.

Menkes Republik Indonesia. (2012) Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyelengga raan Program J aminan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes.

53

You might also like