Professional Documents
Culture Documents
Jurnal EKOLABA 2019 DESI FITRIA 17032052
Jurnal EKOLABA 2019 DESI FITRIA 17032052
Jurnal EKOLABA 2019 DESI FITRIA 17032052
BIOSCIENCE
Volume 2 Number 1, 2019, pp. .. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI:
Analysis of Vegetation and Mangrove Community Structure in the Teluk Buo, Bungus
Teluk Kabung Sub-District, Padang Regency, Sumatera Barat
Desi fitria1*
1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri PadangJl. Prof. Dr. Hamka Air Tawar Barat
Padang, 25131
Email: desifitria29@gmail.com
Abstract.Mangrove forest is one of the natural resources that has a value and meaning that
is very important both in terms of physical, biological and socioeconomic. Due to the
increasing needs of life some humans have intervened in the ecosystem. This can be seen
from the conversion of mangrove land into ponds, settlements, industrial areas and so on.
The purpose of this research is to determine the structure and vegetation and the dominant
types of mangroves in the Teluk-Buo mangrove forest. The method used in this research is
sample survey method or field survey. At each observation station along the transect line, a
plot of 10 meters x 10 meters is made. Furthermore, in each plot observations and counts of
the number of mangrove individuals per species were found. For the purposes of data
analysis, each individual tree, sapling and seedling are recorded the name of the species
and the circumference of the trunk, while for strata seedling vegetation the species name and
number of individuals are recorded. There are 6 species of mangrove vegetation, namely
Rhizophora apiculata, Dolicandrone falcata, Ceriops tagal, Burguiera Sp. Rhizophora
apiculata species are the most dominating species of the others, this is seen from the
amount of INP which is 165.99% followed by Burguiera Sp. 55,6681%, then Dolicandrone
falcata with INP 53.8843% and the fewest species, Ceriops tagal with INP 24.4179%
This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits
unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
©2017 by author.
1. Pendahuluan
Hutan mangrove adalah sekelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis
pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang
mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob.
Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang
tumbuh di daerah pasang surut ( terutama di pantai yang terlindungi, laguna, muara
sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam ( Santono, et al. 2005 ). Tumbuhan
di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang
hidup di darat dan di laut(Harahap, 2010).
Wilayah Propinsi Sumatera Barat mempunyai potensi hutan mangrove yang cukup
luas yaitu sekitar 39.832 ha. Sebagian besar potensi hutan bakau (mangrove) di
Sumatera Barat telah rusak. Menurut Suardi (2006) tingkat kerusakan hutan mangrove di
Sumatera Barat mencapai 22,67 % dari 39.832 ha luasnya.Teluk Buo merupakan salah
satu daerah yang terdapat di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Teluk Buo
merupakan daerah yang terdapat di daratan pesisir Kota Padang dimana lokasi ini
mempunyai potensi mangrove yang cukup luas. Menurut Laporan Dinas Perikanan dan
Kelautan Kota Padang (2004), luas hutan mangrove di Teluk Buo dulunya sekitar 120 ha
dan saat ini hanya tersisa ± 10 ha dengan persentase tutupan hingga 100% Jenis
mangrove yang terdapat dilokasi ini adalah; Rhizopora apiculata, Sonneratia caseolaris,
Brugueira gymnorrhiza, Aegiceras corniculatum dan Acanthus ilicifolius (Elva et al., 2013).
Ekosistem mangrove di Teluk Buo saat ini telah mengalami degradasi. Hal ini
disebabkan oleh masyarakat yang memanfaatkan hutan mangrove sekitar sebagai lahan
pemukiman, pariwisata dan penambatan kapal serta adanya aktivitas penebangan hutan
mangrove secara liar. Aktivitas manusia di area pesisir telah menyebabkan gangguan dan
kerusakan dan penyempitan lahan mangrove yang berdampak menurunkan
keanekaragaman jenis mangrove (Arisandi, 2001)Penggunaan lahan di sekitar mangrove
secara nyata telah mempengaruhi kelestarian ekosistem mangrove (Setyawan et al.,
2003, 2006; Nursal et al., 2005; Hinricks, et al. 2008 dan Yudha, 2007).
Prosedur Penelitian
1. Membuat transek menggunakan tali rapia, dimulai dari garis tepi pantai sampai
kedaratan (hutan mangrove terluar.Prosedur pengambilan data dan pengamatan vegetasi
mangrove sesuai dengan metode yang telah dipublikasikan oleh Bengen (2001). Adapun
prosedur lengkap dari pengamatan ekosistem hutan mangrove adalah sebagai berikut:
Pada setiap stasiun pengamatan, tentukan petak-petak pengamatan/plot berukuran 10 m
x 10 m sebanyak minimal 3 plot. Untuk pohon ukuran transek nya adalah 10 m x 10 m,
untuk anakan ukuran transek nya adalah 5 m x 5 m, sedangakn untuk semai ukuran
transeknya adalah 2 m x 2 m.
Kriteria pertumbuhan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi kali ini
adalah :
1. Semai (Seedling) adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi <1.5 cm.
2. Pancang ( Sapling ) adalah anakan pohon yang tingginya > 1.5 cm dan diameter <
2. Bahan
a. Mangrove
b. Tanah
N Juml
1 Rhizoph 100 9 0,22542 0,07178 0,75 75 0,1 65,35 0,0040 0,000004 25,6 165,99
4
ora
apiculat
a
2 Dolicand 4 1 0,29225 0,09307 0,083 8,33 o,oo4 2,6143 0,0067 0,000006 42,9 53,8843
7 4
rone
falcata
3 Ceriops 5 1 0,162 0,05159 0,083 8,33 0,005 3,2679 0,0020 0,000002 12,8 24,4179
2
tagal
4 Burguier 44 1 0,19097 0,06082 0,083 8,33 0,044 28,7581 0,0029 0,000002 18,5 55,6681
9 8
a Sp.
1 Rhizoph 40 6 4,64 1,447 0,6 75 0,16 83,33 1,712 0,0468 25,6 165,99
4
ora
apiculat
a
2 Ceriops 1 1 0,05 0,015 0,1 12,5 o,oo4 2,083 0,0001 0,000007 42,9 53,8843
7 6 4
tagal
3 Bruguire 7 1 1,498 0,477 0,1 12,5 0,028 14,583 0,1786 0,0071 12,8 24,4179
2
ra
gymnorji
za
0,8 100 0,192 99,99 0,0539 100, 300,01
01
1. Plot 1 0,227685
2. Plot 2 0,127007
3. Plot 3 0,189268
. Plot 4 0,095272
5. Plot 5 0,19965
Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener
6. Plot 6 0,244136
H’ = - ∑(𝐧𝐢/𝐍) 𝐈𝐧 (𝐧𝐢/𝐍)
7 Plot 7 0,189268
Keterangan:
8 Plot 8 0,259046 H’ = Indeks
keanekaragaman
9 Plot 9 0,218819
ni = Jumlah
individu/spesies
10 Plot 10 0,358398
N = Jumlah individu
keseluruhan
3.2 Pembahasan
Plot satu yang merupakan plot yang paling dekat dengan laut dimana pada bagian
tanahnya berlumpur dan terdapat substrat didalamnya. Berdasarkan hasil pengamatan
pada plot ini vegetasi yang ditemukan hanya Rhizophora apiculata.pada plot ini kami
menjumpai 15 pohon yang hadir.Hal ini sesuai dengan zonasi mangrove pada umumnya
dimana jenis tanaman ini mampu tumbuh di daerah dengan substrat yang mengalami
fluktuasi salinitas dan juga tingginya kadar garam pada saat pasang tertinggi.Kint (1934)
dalam Rusila et al. (1999) juga menambahkan bahwa di Indonesia, substrat berlumpur
sangat baik untuk tegakan Rhizophora apiculata dan Avicennia marina. Rhizophora
apiculata memiliki akar tunjang yang merupakan akar udara yang tumbuh di atas
permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang
ke luar dan menuju ke permukaan.Struktur akarnya yang mencuat dari batang merupakan
bentuk yang cocok baginya dalam penyesuaian diri terhadap kondisi pantai yang deras
dengan terpaan ombak. Sesuai dengan fugsi perakarannya yang mampu menahan
terpaan ombak sehingga tanaman ini mampu bertahan dan tidak tebawa arus.Istiyanto,
Utomo dan Suranto (2003) menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.)
memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan
dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun tersebut.
Hasil pengujian tersebut dapat digunakan dalam pertimbangan awal bagi perencanaan
penanaman hutan mangrove bagi perendaman penjalaran gelombang tsunami di pantai.
Struktur komunitas pada plot 2 sampai dengan 6 itu dikuasai oleh Rhizophora
apiculata.spesies ini dari plot 1 sampai dengan plot 9 merupakan tanaman yang paling
mendominasi dan yang paling sering kami temui dalam setiap plot.Total spesies ini yang
kami jumpai dalam 10 plot pengamatan mencapai 100 spesies.Pada plot kedua dijumpai
sebanyak 6 pohon,pada plot 3 (11 pohon),pada plot 4(4 pohon) pada plot 5(12 pohon)
dan pada plot 6 (17 pohon).
Pada plot 7 spesies yang kami jumpai adalah Rhizophora apiculata sebanyak 7
pohon dan Dolicandrone falcata 4 pohon. Dolicandrone falcata merupakan tanaman yang
langak di Thailand namun banyak ditemukan di Indonesia.Sedangkan pada plot 8 kami
menjumpai Rhizophora apiculata dan Ceriops tagal.Ceriops tagal memiliki akar banir yang
memiliki struktur seperti papan, memanjang secara radial dari pangkal batang.Untuk
struktur tanah dari plot 7 sampai 9 memiliki struktur tanah percampuran antara tanah dan
pasir.
Pada plot sepuluh kami hanya menjumpai Burguiera Sp. Sebanyak 44 pohon.spesies
ini hanya dijumpai pada plot 10 saja.hal ini dipengaruhi oleh tekstur tanah pada plot 10 itu
berbeda dengan plot lainnya.struktur tanah pada daerah plot 10 sudah berupa tanah.
Untuk menentukan jenis vegetasi apakah yang mendominasi daerah hutan mangrove
pada daerah ini dapat diketahui melalui perhitungan Indeks Nilai Penting. Suzana (2011)
dalam penelitiannya memaparkan bahwa “kondisi ekologis hutan mangrove dapat
diketahui dengan menggunakan beberapa jenis perhitungan, yaitu kerapatan jenis,
frekuensi jenis, luas area penutupan, dan Indeks Nilai Penting (INP) dari tiap jenis. Untuk
mencari nilai INP digunakan tiga perhitungan, yaitu nilai kerapatan tiap jenis, nilai
frekuensi tiap jenis, dan nilai dari penutupan tiap jenis.. Rhizophora apiculata dikatakan
sebagi pendominasi pada vegetasi ini ditandai dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar
165,99.Indeks ini menunjukkan tingkat penguasaan suatu jenis terhadap jenis yang
lainnya, sehingga Rhizophora apiculata merupakan vegetasi mangrove yang mempunyai
pengaruh paling besar di kawasan hutan mangrove ini,spesies ini dapat dijumpai disetiap
plot kecuali plot 10.Sedangkan spesies dengan INP terendah adalah Ceriops tagal
dengan INP sebesar 24,4179.
Sedangkan untuk plot 5 x 5 meter untuk pancang (sapling).pada plot ini sapling
hanya dilakukan perhitungan kerapatan dan frekuensi relatif saja berdasarkan hasil
perhitungan, didapatkan nilai INP ( Indeks Nilai Penting) tertinggi terdapat pada jenis
Rhizophora apiculata sebesar 246,16% sedangkan untuk jenis Ceriops tagel sebesar
14,597% dan untuk jenis Bruguiera gymnorjiza 40,255%.pada plot 2x2 kami mengamati
semai.Disini kami menggambil data tentang cover.Berdasarkan hasil pengamatan untuk
cover terluas itu adalah Rhizophora apiculata dengan cover 226 % sedangkan untuk jenis
lainnya itu merata yaitu 1%.
Pada lokasi pengamaatan di Kawasan mangrove Teluk Buo terdapat 4 spesies yaitu ,
Rhizophora apiculata, Dolicandrone falcata, Burguiera Sp.dan Ceriops tagal.
Daftar Pustaka
Bengen, D.G (2001). Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Bogor .Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Lautan – Institut Pertanian Bogor.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang, 2004. Monitoring Ekosistem Pesisir Kawasan Teluk
Bungus, Padang. Sumatera Barat.
Elva, N. M., I. L. E. Putri dan Rizki. 2013. Profil Hutan Mangrove Teluk Buo
Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP
PGRI Sumatera Barat. Jurnal. 3(2): 1-5.
Perikanan Tangkap (Studi Kasus di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur). Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya Malang. Jurnal Perikanan. 11(1):
100-106.
Hinricks, S., Nordhaus, I. and Geist, S.J. 2008. Status, diversity, and distribution patterns
of mangrove vegetation in the Segara Anakan lagoon, Java, Indonesia. Reg. Environ
Change 9: 275-289.
hal.
Onrizal, dan C. Kusmana. 2006. Komposisi Jenis dan Struktur Hutan Mangrove di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut Teluk Jakarta. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara. Peronema Forestry Science Journal. 2(2): (1-7).
Onrizal, dan C. Kusmana. 2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera
Utara. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera
Timur Provinsi Lampung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Yudha, I. G. 2007. Kerusakan wilayah pesisir Pantai Timur Lampung. Laporan Status
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Lampung 2007. Program Studi Budidaya Perairan FP
Universitas Lampung. Lampung