You are on page 1of 16

Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol. 7, No.

1 (Juni 2019) 65-80


ISSN 2303-2677 (Print) ISSN 2540-9239 (Online)

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi


pada generasi millennial di Indonesia

Anggi Pratiwi1, Eflinnida Nurul Komaril Asyarotin2


12Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang No.5, Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, Indonesia 65145


E-mail: 1anggipratiwi246@gmail.com, 2eflinnida08@gmail.com

Received: January 2019; Accepted: June 2019; Published: June 2019

Abstract

The emergence of disinformation phenomena that occur currently in the millennial generation is due to the easy-
going attitude that believes in the information obtained without looking at the truth or examining the credibility of
the information source. Eventually, the millennial generation does not have the analytical thinking process of using
information. The purpose of this study was to get a picture of disinformation that occurred in the millennial
generation and explained the application of cultural literacy and citizenship as a solution to overcome
disinformation. The research used the literature study method with a qualitative approach. Data collection used
primary and secondary data obtained through various kinds of literature in the last ten years (2009-2019) such as
books, e-books, e-journals, and proceedings. Based on the results of the analysis of the problems studied and
supported by the theory used, the results showed that cultural and citizenship education could be applied in
millennial generation literacy styles. This generation could be more selective in receiving and processing
information obtained, could prevent the emergence of hoaxes and hate speech circulating in the community and
instill cultural values and citizenship in the lifestyle in the millennial era. The steps taken are activity programs that
contain useful information processing process that shapes an individual to become more selective in processing
information obtained as well as implementing cultural literacy and citizenship independently in schools, family, and
environment.

Keywords: Disinformation; Cultural and citizenship literacy; Millennials

Abstrak

Munculnya fenomena disinformasi yang terjadi saat ini pada generasi millennial disebabkan sikap mudah
percaya pada informasi yang diperoleh tanpa melihat kebenarannya atau mencari dulu dari mana
sumbernya. Akhirnya generasi millennial tidak memiliki kemampuan menganalisis dalam menggunakan
informasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran disinformasi yang terjadi pada
generasi millennial dan menjelaskan penerapan dari literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi dalam
mengatasi disinformasi. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode studi literatur dengan
pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan ialah data primer dan sekunder yang diperoleh melalui
berbagai literatur dalam 10 tahun terakhir (2009-2019) yaitu berupa buku, e-book, e-journal, dan prosiding.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap permasalahan yang dikaji dan didukung dengan
berbagai teori yang digunakan, diperoleh hasil bahwa pendidikan budaya dan kewargaan yang
diterapkan dalam gaya literasi generasi millennial bisa lebih selektif dalam menerima dan mengolah
informasi yang diperoleh. Maka untuk mencegah kemunculan hoax dan hate speeech yang beredar di
masyarakat, generasi millennial harus menanamkan nilai budaya dan kewargaan dalam gaya hidup.
Langkah yang diambil ialah dengan program kegiatan yang berisi mengenai proses pengolahan
informasi yang baik dan membentuk seseorang agar bisa menjadi generasi yang lebih selektif dalam
mengolah informasi yang diperoleh serta penerapan literasi budaya dan kewargaan secara mandiri yaitu
di ranah sekolah, keluarga dan lingkungan.

Kata Kunci: Disinformasi; Literasi budaya dan kewargaan; Generasi millennial

doi: http://dx.doi.org/10.24198/jkip.v7i1.20066
© 2019 Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: http://jurnal.unpad.ac.id/jkip
66 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

PENDAHULUAN itu, generasi millennial lebih terbuka dalam


Perkembangan teknologi informasi pandangan politik dan ekonomi karena
di era millennial membuat masyarakat bisa mereka pengguna media sosial yang
mengakses informasi secara mudah dan fanatik dan terpengaruh perkembangan
cepat tanpa batasan waktu. Generasi yang teknologi informasi dan komunikasi.
terlahir di era millennial menganggap Mereka terlihat sangat reaktif terhadap
teknologi sebagai kebutuhan primer. perubahan lingkungan yang terjadi di
Mereka tidak bisa lepas dari teknologi sekelilingnya.
informasi dan komunikasi. Prensky (2001) Perkembangan teknologi juga
dalam Istiana (2016) mengatakan bahwa, mengakibatkan kemunculan fenomena
“Digital native adalah mereka yang terbiasa negatif yaitu permasalahan disinformasi.
dengan struktur kognitif yang melompat- Disinformasi merupakan dampak
lompat, mampu melakukan beberapa pendistribusian fake news yang beredar
kegiatan dalam waktu yang bersamaan.” secara online di dunia maya. Masyarakat
Perkembangan teknologi ke arah maya mudah sekali menyerap informasi secara
atau Internet of Things (IoT) membuka umum karena penyebaran disinformasi
pintu arus informasi dan komunikasi sangat cepat dan mudah diterima.
secara global, lewat berbagai media Walaupun permasalahan disinformasi
internasional mudah sekali diakses terselesaikan, fenomena ini mungkin
informasi dari luar secara instan. Secara masih terus membentuk kesan ke dalam
cepat masyarakat terseret arus globalisasi perilaku sosial masyarakat. Oleh karena
di segala bidang, pertukaran budaya itu, penting bagi masyarakat untuk bisa
merupakan salah satu hal yang mudah membedakan jenis informasi yang dapat
diambil masyarakat. menyebabkan disinformasi serta
Lyons (2004) dalam Putra (2016) menelusuri alasan dari penciptaan dan
berpendapat kalau, pendistribusiannya.
“Generasi millennial atau generasi Y Disinformasi adalah penyampaian
merupakan ungkapan yang mulai informasi yang salah, baik yang dilakukan
dipakai pada editorial koran besar dengan sengaja untuk membingungkan
Amerika Serikat pada Agustus orang lain. Disinformasi yang terjadi pada
1993. Generasi ini banyak masyarakat disebabkan karena masyarakat
menggunakan teknologi mudah percaya dengan informasi yang
komunikasi yang instan seperti diperoleh tanpa melihat atau mencari lagi
email, SMS, instant messaging dan dari mana sumber informasi aslinya.
media sosial seperti Facebook, dan Disinformasi yang terjadi di masyarakat
Twitter, dengan kata lain generasi harus bisa diatasi dengan baik, agar
millennial adalah generasi yang masyarakat terutama pada generasi
tumbuh pada era internet booming.” millennial bisa lebih cerdas lagi, baik dalam
Setiap individu (generasi millennial) menggunakan maupun
memiliki karakteristik berbeda, yaitu mengomunikasikan informasi yang
tergantung latar belakang tempat tinggal, diperoleh di abad 21 ini.
strata ekonomi, sosial keluarga, dan pola Untuk mengatasi fenomena
komunikasi yang sangat terbuka disinformasi diperlukan kemampuan
dibandingkan generasi sebelumnya. Selain literasi. Literasi tidak hanya sekadar

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80 67

kemampuan membaca dan menulis, tetapi dan bangsa” (Kementrian


literasi bisa berarti melek teknologi, Pendidikan dan Kebudayaan, 2017).
politik, berpikir kritis, dan peka terhadap Literasi budaya dan kewargaan
lingkungan sekitar (Irianto & Febrianti, menjadi hal yang penting untuk dikuasai
2017). Pentingnya kesadaran literasi sangat di abad ke-21 oleh setiap orang terutama
mendukung keberhasilan seseorang dalam generasi millennial, agar mereka dapat
menangani berbagai permasalahan. tetap mencintai dan ikut melestarikan
Seseorang apabila memiliki kemampuan kebudayaan Indonesia. Negara ini
literasi akan memperoleh ilmu memiliki beragam suku bangsa, bahasa,
pengetahuan dan mendokumentasikan kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, dan
sepenggal pengalaman yang akan menjadi lapisan sosial. Negara Indonesia sebagai
rujukan di masa mendatang. bagian dari dunia, turut terlibat dalam
Kementrian Pendidikan dan kancah perkembangan dan perubahan
Kebudayaan (2017) menyatakan bahwa, global. Oleh karena itu, kemampuan
“Kemampuan literasi budaya dan untuk menerima dan beradaptasi, serta
kewargaan adalah keterampilan perilaku bersikap secara bijaksana dan cerdas atas
dalam kebudayaan nasional sebagai keberagaman tersebut menjadi sesuatu
identitas bangsa serta memahami hak dan yang penting untuk dilakukan di abad 21
kewajiban sebagai warga negara.” Literasi ini.
budaya dan kewargaan merupakan Kemampuan untuk memahami
kemampuan seseorang dalam bersikap keberagaman dan tanggung jawab sebagai
sebagai bagian dari suatu budaya dan warga negara dari suatu bangsa
bangsa dalam lingkungan sosialnya. merupakan kecakapan yang harus dimiliki
Pemerintah memanfaatkan pendidikan setiap individu di abad ke-21. Oleh karena
literasi sebagai media penanaman nilai itu, literasi budaya dan kewargaan penting
nasionalisme dan patriotisme pada diberikan di tingkat keluarga, sekolah, dan
masyarakat di era millennial melalui masyarakat pada masyarakat terutama
program Gerakan Literasi Nasional di generasi millennial, agar tetap mencintai
Indonesia. dan bisa melestarikan kebudayaan di
Literasi budaya merupakan, Indonesia baik secara nasional maupun
“Kemampuan dalam memahami internasional. Literasi budaya dan
dan bersikap terhadap kebudayaan kewargaan tidak hanya menyelamatkan
Indonesia sebagai identitas bangsa, dan mengembangkan budaya lokal dan
sementara literasi kewargaan nasional, tetapi juga membangun identitas
adalah kemampuan dalam bangsa Indonesia di tengah masyarakat
memahami hak dan kewajiban global, agar tetap mencintai dan bisa
sebagai warga negara. Dengan melestarikan kebudayaan tersebut.
demikian, literasi budaya dan Kewarganegaraan atau bangsa di
kewargaan merupakan Indonesia terbentuk atas beragam suku,
kemampuan individu dan bahasa, adat istiadat, kepercayaan, dan
masyarakat dalam bersikap lapisan sosial. Indonesia pun merupakan
terhadap lingkungan sosialnya salah satu negara anggota dari benua Asia,
sebagai bagian dari suatu budaya lebih luasnya menjadi bagian dari dunia
yang pasti membuatnya turut serta dalam

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
68 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

perubahan serta perkembangan dan pendidikan, kondisi kesehatan,


perubahan internasional. Oleh karena itu, kesejahteraan ekonomi, dan lingkungan
kemampuan untuk menerima dan politik budaya.
beradaptasi, mampu bersikap secara Artikel ini mengkaji tentang
bijaksana di tengah sapuan perubahan implementasi literasi budaya dan
skala global merupakan hal yang mutlak. kewargaan sebagai solusi disinformasi
Literasi selalu dimaksudkan pada generasi millennial, yaitu seperti apa
sebagai kemampuan dasar dalam hal kebutuhan informasi generasi millennial,
membaca, menghitung, dan menulis. pemahaman terhadap hate speech yang
Literasi mulai diperkenalkan sejak dini disebabkan fenomena disinformasi serta
pada anak untuk membentuk sikap yang bagaimana literasi budaya dan kewargaan
baik. Namun seiring perkembangannya dapat bermanfaat bagi generasi millennial.
konsep literasi berubah menjadi rangkaian Kehidupan generasi millennial tidak bisa
keterampilan dalam berbagai macam lepas dari pengunaan teknologi yang
kelompok dilihat dari perspektif berbagai membantu dalam penelusuran sebuah
bidang seperti munculnya literasi informasi secara mudah dan cepat. Hal
informasi, literasi kesehatan, literasi tersebut menyebabkan munculnya
teknologi, literasi ekonomi, literasi budaya fenomena disinformasi yang terjadi saat
dan lain-lain. Literasi tidak lagi hanya ini pada generasi millennial disebabkan
dipandang sebagai kemampuan dasar atau sikap mudah percaya pada informasi yang
alat yang mendukung proses diperoleh tanpa melihat kebenarannya
pembelajaran akademik tetapi sudah atau mencari dulu dari mana sumbernya.
menjadi faktor pendukung kebutuhan Permasalahan tersebut membuat
masyarakat akan akses informasi yang penelitian studi literatur ini penting
akurat dan terpercaya, kemampuan dilakukan.
berpikir seorang individu dalam Ada beberapa penelitian yang
menyelesaikan permasalahan, serta etika dapat dihubungkan mengenai
sikap sosial dalam berinteraksi antar perkembangan disinformasi. Pertama,
kelompok dalam masyarakat. penelitian Ahmad (2013), mengenai
Saat ini di setiap negara, dukungan beberapa media online yang
terhadap keterampilan literasi semakin memunculkan situs Islam yang telah
besar di antaranya kebebasan pers media digunakan sebagai media jihad oleh para
digital, meningkatnya jumlah aktivis Islam di seluruh dunia termasuk
perpustakaan berkualitas, ketersediaan Indonesia. Beberapa media online
teknologi informasi dan komunikasi guna terindikasi menyebarkan berita bohong
memudahkan seseorang dalam mengakses (hoax) mengenai ajaran Islam. Maka, umat
informasi, dan kewajiban Islam dianjurkan harus menganalisis
mengintegrasikan dalam kurikulum informasi ini lebih lanjut.
pendidikan yang dilindungi undang- Kedua, penelitian Henriette and
undang. Seorang individu membutuhkan Windiani (2018) yang diambil dari
keterampilan literasi untuk bisa program pengabdian kepada masyarakat
beradaptasi dengan lingkungan, di 5 SMA di Kota Semarang, di antaranya
menyelesaikan sejumlah isu melalui SMA Islam Hidayatullah, SMA
kemampuan literasi seperti pemerataan Muhammadiyah 1, SMA Bina Bangsa,

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80 69

SMAN 4 Semarang, dan SMAN 5 mempertahankan identitas dan nilai


Semarang. Penyuluhan ini praktik literasi bangsa dalam arus perkembangan zaman
informasi menggunakan modul yang semakin bebas.
pembelajaran UNSECO 2018, yang berisi
materi, “(1) Pemahaman Hoaks sebagai METODE PENELITIAN
penyimpangan informasi, baik itu Mis- Penelitian ini menggunakan
informasi, Dis-informsi maupun metode studi literatur melalui pendekatan
Malinformasi; (2) Melawan Disinformasi kualitatif, yang bertujuan untuk
dan Misinformasi melalui LMI; serta (3) memaparkan permasalahan yang dikaji
ExPost Fact Checking / Memeriksa Fakta dan memberikan solusi untuk mengatasi
setelah Dipublikasikan” (Henriette & masalah tersebut secara terperinci dan
Windiani, 2018). Berdasarkan penyuluhan mendalam sesuai dengan hasil analisis dan
ini, siswa/siswi di 5 SMA di Semarang teori yang digunakan. Jenis data yang
dapat menganalisis informasi dengan digunakan melalui sumber data primer
cermat karena mereka sebagai pengguna dan sekunder, diperoleh melalui berbagai
aktif media sosial. literatur dalam 10 tahun terakhir (2009-
Sesuai rujukan kedua penelitian ini, 2019). Literatur berjumlah 18 literatur
masyarakat khususnya generasi millennial yaitu berupa buku, e-book, e-journal,
merupakan pengguna aktif media sosial prosiding dan sebagainya. Teknik
dan konten informasi lainnya. Generasi pengumpulan data dilakukan dengan
millennial harus belajar menganalisis analisis terhadap berbagai literatur yang
informasi yang mereka terima agar tidak berhubungan dengan topik permasalahan
menerima informasi yang salah. Dengan yang dikaji.
demikian, bila dihubungkan dengan Metode penelitian kualitatif
penelitian ini, maka diharapkan generasi merupakan suatu pendekatan deskriptif
millennial dapat menambah wawasan dalam memahami fenomena yang terjadi
intelektual pustakawan maupun guru di pada lingkungan sosial dengan
ruang lingkup sekolah yang ingin memberikan gambaran yang jelas dari
memahami lebih jauh dalam penerapan fakta yang ditemukan di lapangan. Tujuan
literasi budaya dan kewargaan secara dari penelitian studi literatur melalui
kependidikan dan problematika pendekatan kualitatif ialah menjelaskan
disinformasi pada generasi millennial. fenomena disinformasi yang terjadi di
Selain itu, artikel ini dibuat sebagai kehidupan masyarakat terutama generasi
pertimbangan mengenai pentingnya millennial sehingga dapat teratasi melalui
permasalahan budaya baik daerah penerapan literasi budaya dan
maupun nasionalisme pada generasi kebudayaan pada ranah keluarga,
millennial yang mudah tersulut provokasi masyarakat dan sekolah. Rahmat (2009)
dari fenomena disinformasi. Adapun dalam Novianto (2017) menjelaskan
manfaat lainnya ialah melalui artikel ini bahwa, penelitian kualitatif disebut juga
dapat memberikan pemahaman mengenai sebagai, “Penelitian natural karena data
literasi budaya dan kewargaan bagi pada penelitian ini bersifat alami atau
masyarakat luas terutama generasi natural, peneliti sebagai alat penelitian
millennial. Generasi ini memerlukan yang artinya peneliti sebagai alat utama
kemampuan literasi untuk pengumpulan data.” Data penelitian

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
70 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

bersumber dari tinjauan literatur lalu kebutuhan informasi sebagai alat untuk
dianalisis oleh peneliti. memenuhi kepuasan diri, kesenjangan
pengetahuan dengan permasalahan yang
HASIL DAN PEMBAHASAN dihadapi. Era ini, generasi millennial harus
Ketika era millennial, teknologi mampu beradaptasi untuk terus bertahan
selalu digunakan untuk mendukung hidup. Kemajuan teknologi di bidang
berbagai rutinitas pengisi waktu luang komunikasi massa telah menunjang
(hiburan), menyelesaikan pekerjaan dan perilaku informasi “budaya global”.
komunikasi efektif dalam menunjang Masyarakat secara sadar atau tidak telah
keseharian hidup. Teknologi media melakukan transisi secara acculturation,
informasi selalu tersambung dengan yaitu proses pembentukan budaya baru
internet untuk menghubungkan dan melalui pertukaran budaya setelah adanya
memenuhi kebutuhan seorang individu ke kontak antar budaya yang diambil dari
dunia virtual (maya), misalnya Instagram, bangsa lainnya dengan tanpa membuang
Facebook, Youtube, Academia.edu, Tokopedia, unsur budaya asli. Kini, kita menghadapi
Traveloka, dan sebagainya. Hal ini dilema tergusurnya budaya asli karena
memungkinkan seseorang mendapatkan kekuatan budaya global dari luar telah
informasi terbaru tingkat global secara menimbulkan acculturation negative yang
instan dan kemudahan berkomunikasi mengambil unsur buruk budaya lain.
tanpa batasan jarak. Teknologi media massa
Walidah (2017) berpendapat memberikan kebebasan berbicara yang
bahwa, memengaruhi budaya dalam berperilaku
“Generasi millennial adalah istilah generasi millennial. Informasi diciptakan
cohort dalam demografi, merupakan atau diproduksi individu maupun
kata benda yang berarti pengikut instansi melalui perantara media sosial
atau kelompok. Saat ini ada empat (MEDSOS) sehingga informasi tersebut
cohort besar dalam demografi, yaitu dapat memengaruhi pola berpikir, dan
Baby Boomer (lahir pada tahun 1946- meninggalkan kesan bahkan
1964), Gen-X (lahir pada tahun menumbuhkan simpati seseorang dalam
1965-1980), Millennial (lahir pada mengambil tindakan sebuah kelompok.
tahun 1981-2000), dan Gen-Z (lahir Informasi yang bebas diakses menjadikan
pada tahun 2001-sekarang)”. generasi millennial mengambil
Kebiasaan dalam dunia virtual kesempatan dalam membuat dan
menjadi lekat dengan gaya generasi menyebarkan konten digital yang
millennial yang memang terlahir dan provokatif, misalnya internet meme, false
tumbuh di era teknologi kepintaran news, hate speech, hoax, dan sebagainya.
buatan (artificial intelligence). Generasi Sangat disayangkan apabila
millennial lebih menyukai lingkungan kerja informasi yang disampaikan tersebut
dengan budaya yang terbuka dan waktu adalah informasi yang sengaja atau dibuat
yang fleksibel, di mana hal tersebut salah terlebih merupakan sebuah
membuat perilaku penelusuran informasi kebohongan (hoax) dengan judul yang
bersifat instan. sangat provokatif mengiringi pembaca dan
Saat ini, peningkatan kebutuhan penerima opini yang negatif. Opini
informasi pada masyarakat dipengaruhi negatif, fitnah, hate speech beredar untuk

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80 71

menyerang seseorang atau kelompok otomatis, e-book/e-journal speech reader, dan


tertentu dengan mengancam dan dapat seterusnya berbagai macam benda nyata
merugikan pihak yang diberitakan yang tersambung ke jaringan lokal hingga
sehingga dapat merusak reputasi. Selain global akan dikontrol menggunakan
itu, hal ini dapat juga melibatkan orang- sensor atau sinyal data.
orang di sekitarnya agar tercekam karena Kedua, faktor hate speech yang
rasa takut, menimbulkan kepanikan menimbulkan dampak di masyarakat.
massal hingga kerugian materi akibat Febriyani, Sunarto and Husin (2018)
perusakan fasilitas umum. Terlebih lagi berpendapat bahwa,
apabila informasi yang pada awalnya “Ujaran kebencian (hate speech)
dibuat untuk tujuan baik menjadi sebuah dapat didefinisikan sebagai
manipulasi alat berita kebohongan (hoax), ucapan dan/atau tulisan yang
melalui judul yang sangat provokatif dibuat seseorang di muka umum
untuk menggiring pembaca dan penerima untuk tujuan menyebarkan dan
opini penuh kenegatifan. menyulut kebencian sebuah
Burange and Misalkar (2015) dalam kelompok terhadap kelompok lain
Junaidi (2015) menyatakan bahwa, yang berbeda baik karena ras,
fenomena disinformasi di masyarakat agama, jenis kelamin, dan suku.”
disebabkan beberapa faktor. Pertama, Hate speech adalah sebuah istilah
pengaruh IoT sebagai sumber informasi yang berkaitan erat dengan pengaruh
generasi millennial. sebuah berita pada minoritas dan
“Internet of Things (IoT) adalah sekelompok masyarakat, yang menimpa
struktur objek yang menyediakan orang tertentu untuk menjerumuskan
pemilik ke dalam identitas rahasia, orang tersebut ke dalam situasi
dan kemampuan penyaluran data penderitaan mental tanpa ada orang lain
melalui jaringan tanpa bertatap yang membantu atau yang peduli.
muka dengan orang melainkan Adapun bentuk dari hate speech antara
langsung ke sumber tujuan, yaitu lain, penghinaan, pencemaran nama baik
interaksi manusia ke komputer penistaan, provokasi, penyebaran berita
jarak jauh dalam” (Junaidi, 2015). bohong, diskriminasi, konflik sosial, dan
Saat ini, IoT telah diterapkan di penghasutan.
beberapa bidang, seperti bidang ilmu Sarana atau alat yang mudah
kesehatan, informatika, geografis dan lain- digunakan sebagai target pelaksanaan hate
lain. Infrastruktur internet yang semakin speech adalah media informasi dan
berkembang sehingga bukan hanya komunikasi massa, di mana respons atau
smartphone atau komputer saja yang dapat feedbacks pembaca dan sumber informasi
terkoneksi dengan internet. Namun, berita sulit dilacak secara jelas
berbagai macam objek dapat terkoneksi kebenarannya. Bentuk hate speech yang
melalui internet. Berbagai macam dilakukan media massa cetak atau
impelementasi IoT terjadi dalam elektronik, yaitu: pertama, mudahnya
kehidupan di era millennial ini, contohnya pendistribusian dokumen atau
perkembangan sumber informasi adalah pengaksesan informasi yang memiliki
sistem penelusuran informasi, keamanan muatan pernyataan kebencian,
gedung (CCTV), peralatan elektronik penghinaan yang memprovokasi massa.

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
72 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

Kedua, penyebaran berita bohong dan Adapun dalam praktik pendidikan,


penyampaian pendapat ekstremis di muka arah pelaksanaan disusun ke dalam suatu
umum untuk menimbulkan kerusuhan rancangan yang terorganisir, terstruktur,
publik dengan menciptakan rasa dan sistematis yang biasa disebut dengan
kebencian dan permusuhan terhadap kurikulum pembelajaran. Kurikulum
orang atau kelompok tertentu berdasarkan pada umumnya memuat materi
suku, agama, ras dan perbedaan golongan. pendidikan dan proses pembelajaran
Fenomena disinformasi akibat sebuah pelaksanaan pendidikan. Materi
perkembangan teknologi yang kontradiktif pendidikan merupakan komponen dalam
dan konspiratif ini membuktikan semakin kurikulum yang berkaitan dengan bahan
sulitnya prediksi pola pikir dan nilai moral pada setiap mata pelajaran. Penentuan
generasi modern. Perbedaan nilai materi pendidikan dipengaruhi
kehidupan kelompok yang dapat perumusan kebijakan nuansa (tema)
menyeret semua golongan masyarakat pembelajaran pada setiap perubahan
tidak lagi terelakan hingga meningkat bentuk kurikulum, khususnya pada mata
pada taraf permasalahan krisis sikap erosi pelajaran Pendidikan Pancasila dan
nilai, erosi moral, erosi norma dan Kewarganegaraan (PPKN) yang terdapat
dehumanisasi dalam dunia tanpa batasan. penyimpangan informasi yang tidak
Maka, seseorang harus mampu dapat dihindari dengan alasan keamanan
memposisikan diri dalam ketahanan negara Indonesia.
mental, disiplin diri yang adaptif, toleransi Menurut Suastika and Sukadi
sosial, dan tatanan nilai dalam (2017) menyebutkan bahwa unsur
menghadapi dampak negatif yang dibawa pendidikan budaya dan kewargaan di
kemajuan teknologi untuk menghindari antaranya identitas nasional, kebangsaan
krisis tersebut. Martini (2018) menyatakan, dan kewarganegaraan, hak dan kewajiban
“Pembentukan karakter perlu warga negara, demokrasi dan masyarakat
dilakukan karena karakter akan madani Indonesia, wawasan nusantara,
berkaitan dengan moral seseorang dan hak azasi manusia. Pertama, identitas
yang ada pada diri setiap individu, nasional merupakan pengetahuan dalam
dalam membangun karakter upaya penghayatan pancasila sebagai
generasi muda yang tidak terlepas lambang pemersatu nasional dan
dari budaya yang ada di sekitarnya pengembangan integrasi budaya negara
dan dalam hal ini harus adanya yang multikultur.
integrasi dari tiga lingkungan yakni Kedua, kebangsaan dan
keluarga, sekolah dan masyarakat.” kewarganegaraan, merupakan
Pembentukkan karakter dapat pembelajaran akan hakikat bangsa
dilakukan di tiga wilayah, yakni keluarga, Indonesia (Bhineka Tunggal Ika) dan kritis
sekolah, dan masyarakat. Hal ini melalui dalam upaya perwujudan pemersatu
dukungan budaya yang dianut tiap dalam konteks Negara Kesatuan Republik
individu di tempat tinggalnya sendiri. Indonesia (NKRI). Ketiga, hak dan
Generasi millennial dapat membangun kewajiban warga negara, merupakan
karakter yang positif melalui peningkatan pelaksanaan prinsip hubungan warga
moral dalam memaknai hidup. negara dan pemerintah negara dalam
rangka penanaman nilai moral dan

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80 73

martabat yang bertanggungjawab kepada Orang yang terpelajar (literate)


negara dan Tuhan Yang Mahaesa. adalah individu yang telah siap untuk
Keempat, demokrasi dan belajar sepanjang hayat. Mereka
masyarakat madani Indonesia, merupakan membentuk sikap literate dari kebiasaan
penalaran mengenai konsep nilai yang sehari-hari, yaitu kebijaksanaan dalam
bermakna terhadap perkembangan pemanfaatan informasi dan kritis dalam
kehidupan sosial politik demokrasi dalam pengambilan keputusan (Suwanto, 2015).
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan Jika dikaitkan dengan pendidikan budaya
bernegara. Kelima, wawasan nusantara dan kewargaan, orang yang terpelajar
merupakan penghayatan nilai konsep (literate) tentunya akan dengan mudah
sumber daya milik nusantara dalam membiasakan diri menerapkan unsur
kehidupan masyarakat, bangsa, dan dalam pembelajaran pendidikan budaya
negara. Keenam, hak azasi manusia dan kewargaan.
(HAM) merupakan kemampuan Untuk menjadi generasi millennial
menganalisis dalam mencari hakikat yang cerdas dan terpelajar (literate), selain
makna, pelanggaran dan pengadilan dibutuhkan pemahaman pendidikan
hingga perkembangan pemikiran hak asasi budaya dan kewargaan, pendidikan
manusia di dunia maupun di Indonesia. karakter juga sangat penting untuk
Ketujuh, ketahanan nasional merupakan dibentuk. Pendidikan karakter dapat
penghayatan dan menjunjung nilai membentuk karakter yang baik dalam
perwujudan ketahanan negara dari kehidupan melalui perilaku diri yang
ancaman luar maupun dalam. benar dalam membangun hubungan
Untuk memaksimalkan sebuah dengan orang lain, masyarakat, dan
pembelajaran dalam pendidikan budaya lingkungan.
dan kewargaan, competency literacy peserta Saleh (2016) menjelaskan bahwa,
didik dapat diintegrasikan secara “Penyelenggaraan pendidikan
bersamaan. Sebagai mana pengertian akan menjadi alat penanaman nilai karakter dan
literates people yaitu seseorang yang menjadi bagian dari upaya pemerintah
berinformasi/terpelajar (literate) adalah dalam proses pembimbingan serta
mereka yang telah menyerap pengetahuan pembekalan bagi warga negara agar
(pelajaran) dan mampu menggunakannya terbentuk kelompok dengan individu
sesuai dengan kebutuhan (belajar). Mereka yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif,
memahami hasil pembelajaran sehingga berilmu, dan berakhlak mulia.”
mengetahui bagaimana harus belajar yang Pendidikan budaya dan karakter
tepat. Generasi millennial membentuk menjadi hal yang cukup penting yang
pemahaman atas pengorganisasian berfungsi mengembangkan dan
informasi menjadi pengetahuan, memperkuat potensi pribadi, juga untuk
pemahaman cara pencarian informasi menyaring pengaruh dari luar yang
yang valid, dan penggunaan atau akhirnya dapat membentuk karakter
pemanfaatan informasi sehingga seseorang yang dapat mencerminkan
pengetahuan yang dihasilkan dapat budaya dari bangsa di Indonesia
memberikan pembelajaran kepada orang (Jaenudin, 2010). Pendidikan budaya
lain. penting diberikan pada generasi millennial

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
74 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

agar mereka memiliki keahlian dalam complementray skill pada kegiatan


menghadapi budaya luar. komunikasi sosial seseorang dengan
Jaenudin (2010) pun kembali kelompok di masyarakat dalam interaksi
mengungkapkan bahwa, “Upaya sosial, arus budaya modern,
pembentukan karakter sesuai dengan perkembangan bisnis, dan opini dalam
budaya bangsa tentu tidak semata-mata politik.
hanya dilakukan di sekolah namun Keahlian dalam literasi tidak hanya
melalui serangkaian kegiatan belajar dapat menjadi kompetensi dalam satu
mengajar baik melalui mata pelajaran konteks bidang kehidupan tetapi
maupun serangkaian kegiatan bersingungan sebagai multidimensi yang
pengembangan diri yang dilakukan di dapat memengaruhi berbagai bidang
kelas dan luar sekolah saja.” secara bersamaan. Pemahaman mengenai
Pemimpin negara di seluruh dunia literasi juga dapat dilihat dari jenis
telah memperlihatkan dukungan terhadap kegunaannya yaitu literasi dasar dan
kompetensi literasi penduduk di literasi fungsional. Penguasaan literasi
wilayahnya. Kemunculan program dalam segala aspek kehidupan memang
peningkatan literasi dalam segala bidang menjadi hal yang penting untuk kemajuan
kehidupan yang dikhususkan pada peradaban suatu bangsa. Tidak mungkin
pendidikan sejak dini bahkan pendidikan menjadi bangsa yang besar, apabila hanya
tambahan bagi orang dewasa. Pemerintah mengandalkan budaya oral yang
berkewajiban untuk memberantas mewarnai pembelajaran di lembaga
permasalahan buta huruf (illiterate) sekolah maupun perguruan tinggi
penduduknya sebagai pemenuhan hak (Permatasari, 2015). Namun disinyalir
warga negara. Indonesia, sebagai salah bahwa tingkat literasi khususnya di
satu bentuk kegiatan peningkatan literasi kalangan sekolah semakin tidak diminati.
pada jenjang anak-anak dilakukan di Hal ini jangan sampai menunjukkan
sekolah yang dikenal melalui Program ketidakmampuan dalam mengelola sistem
Gerakan Literasi Sekolah (GLS), pendidikan yang mencerdaskan
sedangkan pada jenjang orang dewasa kehidupan bangsa. Maka, sudah saatnya
dilakukan secara massal, seperti program budaya literasi harus lebih ditanamkan
pendirian 1.000 perpustakaan desa atau sejak usia dini agar anak bisa mengenal
taman baca masyarakat. bahan bacaan dan menguasai dunia tulis-
Yusup & Saepudin (2017) menulis. Hal ini dilakukan juga sebagai
menambahkan bahwa, “Literasi bukanlah langkah dalam pembentukan generasi
sebuah karakteristik manusia sejak lahir, millennial yang lebih cerdas dan terpelajar
bukan juga unsur dasar kemampuan (literate) ke depannya.
manusia, namun merupakan sebuah Maka dapat dikatakan bahwa
kemampuan yang dipelajari demi literasi adalah kemampuan teknis dari
peningkatan kualitas hidup yang seseorang terhadap pemahaman
didapatkan dan digunakan dari di keperluan atau penguasaan informasi dari
lingkungan sekolah maupun di luar pengamatan di lingkungan masyarakat
sekolah.” Bahkan dalam perkembangan yang menghasilkan pengetahuan yang
terakhir, ada kecenderungan kemampuan bermanfaat dalam pengembangan diri.
literasi yang digunakan sebagai Selanjutnya sebuah pengetahuan dalam

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80 75

konteks tertentu dapat dipahami dengan Implementasi literasi budaya dan


beragam sudut pandang melalui jenis kewargaan dalam mengatasi disinformasi
literasi yang berbeda, contohnya, seperti pada generasi millennial dapat dilakukan
literasi dini yang merupakan kemampuan melalui, pertama, pelaksanaan program
memahami informasi dari sumber dasar. kegiatan yang berisi tentang pengolahan
Literasi informasi yang menggambarkan informasi yang baik, dan kedua melalui
kemampuan teknis penggunaan informasi penerapan literasi budaya dan kewargaan
secara bijak oleh seseorang dalam pada ranah sekolah, keluarga dan
masyarakat. Literasi teknologi yang masyarakat. Adapun cara yang dapat
merupakan kemampuan seseorang dalam dilakukan dalam penerapan literasi
penguasaan penggunaan peralatan budaya dan kewargaan dalam mengatasi
teknologi digital. Literasi perpustakaan disinformasi pada generasi millennial di
yang menggambarkan penguasaan abad 21 ini, di antaranya pertama,
seseorang dalam mencari dan penerapan tujuh pilar literasi informasi
memanfaatkan bahan pustaka di SCONUL, di antaranya “Identify, scope,
perpustakaan. Literasi media yang manage dan present” (Cahyadi, 2018).
menggambarkan penguasaan terhadap Generasi millennial harus mampu
penggunaan media publik untuk mengidentifikasi kebutuhan informasi
keperluan kerja dan sosialnya. Demikian yang dibutuhkan. Lalu mereka dapat
pula dengan literasi budaya yang merumuskan pertanyaan mengenai
merupakan kemampuan pemahaman informasi yang dibutuhkan atau
dalam adaptasi dan perkembangan mempersempit kajian. Terakhir, mereka
budaya lokal yang berkembang dalam dapat menggunakan informasi yang
masyarakat Indonesia. diperoleh sesuai etika dan legalitas.
Literasi budaya dan kewargaan Berdasarkan hal ini, seseorang
merupakan kemampuan yang harus akan diajarkan bagaimana cara mengolah
dimiliki individu dan masyarakat untuk informasi dengan baik dan menjadi
dapat bersikap di lingkungan sosial, seorang yang terpelajar (literate) terhadap
sebagian bagian dari suatu budaya bangsa informasi, yaitu mulai dari mengetahui
Indonesia. Kemampuan literasi budaya kebutuhan akan informasi, mengolah,
dan kewargaan harus dimiliki masyarakat mengevaluasi, menggunakan sampai
terutama generasi millennial agar tetap mengkomunikasikan informasi pada
mencintai serta dan bisa melestarikan orang lain secara cerdas dan bijak. Kedua,
kebudayaan lokal yang ada sebagai bagian penerapan literasi budaya dan kewargaan
dari identitas bangsa Indonesia. Selain itu, pada ranah sekolah, keluarga dan
implementasi literasi budaya dan masyarakat.
kewargaan juga dapat digunakan untuk Penerapan literasi budaya dan
mengatasi disinformasi yang terjadi di kewargaan di sekolah untuk mengatasi
dalam kehidupan berbangsa ini terutama disinformasi pada generasi millennial
pada generasi millennial agar bisa dapat dilakukan melalui, pertama,
mengolah informasi dengan lebih baik pengadaan pelatihan tentang literasi
serta bisa tetap mencintai dan budaya dan kewargaan serta bahaya
melestarikan budaya lokal (lokal konten) disinformasi bagi generasi millennial
yang dimiliki Indonesia. untuk kepala sekolah, guru, tenaga

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
76 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

kependidikan, pustakawan, tenaga kerja kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, dan


perpustakaan, agar mereka dapat kebudayaan. Keenam, orang tua harus
mengimplementasikan literasi budaya bisa menyediakan waktu luang untuk bisa
dan kewargaan kepada siswa sekolah. berkumpul bersama anak, untuk
Kedua, pengadaan seminar pada mengetahui perkembangan anak dan apa
siswa (SD, SMP, SMA) tentang literasi yang dibutuhkan seorang anak di abad 21.
budaya dan kewargaan serta bahaya Ketujuh, mengajarkan bahaya disinformasi
disinformasi di abad 21, agar siswa tidak pada anak agar anak bisa mengetahui
melakukan disinformasi. Mereka dapat bahaya dari disinformasi dan anti
terhindar dari disinformasi serta bisa disinformasi.
mencintai dan melestarikan budaya lokal Penerapan literasi budaya dan
(lokal konten) di Indonesia. Ketiga, kewargaan di masyarakat dalam
penyediaan koleksi baik cetak maupun mengatasi disinformasi pada generasi
non cetak tentang budaya, kewargaan dan millennial dapat dilakukan melalui
disinformasi di abad 21 ini. Keempat, pertama, penyedian bahan bacaan tentang
harus ada kebijakan sekolah yang dapat budaya, kewargaan dan disinformasi di
mengembangkan literasi budaya dan nilai desa baik dalam bentuk perpustakaan
kewargaan di sekolah serta pencegahan maupun Taman Bacaan Masyarakat (TBM)
dan cara untuk mengatasi disinformasi agar masyarakat terutama generasi
pada siswa. Kelima, dibentuknya millennial tertarik membaca dan
komunitas anti disinformasi dan cinta menerapkannya. Kedua, pengadaan
budaya lokal. pelatihan mengenai literasi budaya dan
Penerapan literasi budaya dan kewargaan serta bahaya disinformasi bagi
kewargaan di keluarga untuk mengatasi generasi millennial untuk masyarakat, agar
disinformasi pada generasi millennial orang tua bisa mengimplementasikan
dapat dilakukan melalui, pertama, literasi budaya dan kewargaan kepada
penyedian bahan bacaan tentang budaya, anak agar terhindar dan bisa mengatasi
kewargaan dan disinformasi dalam bahaya dari disinformasi. Ketiga,
keluarga (di rumah), agar anak tertarik pengadaan kegiatan studi budaya dari
untuk membaca dan menerapkannya. pemerintah daerah untuk masyarakat,
Kedua, kegiatan wajib membaca bersama yaitu seperti pengenalan budaya lokal,
minimal 15 menit dalam keluarga setiap berkunjung ke tempat yang mengandung
hari, agar anak terbiasa membaca. nilai budaya, dan sebagainya. Keempat,
Ketiga, penerapan literasi budaya pengadaan kegiatan nasionalisme dan
dan kewargaan serta anti disinformasi cinta terhadap keberagaman yang dimiliki
kepada anak agar dapat mengetahui dari Indonesia dari pemerintah daerah untuk
sejak dini. Keempat, mereka dapat masyarakat, contohnya seperti pengadaan
berkunjung ke tempat yang mengandung peringatan hari-hari nasional, bela negara
nilai budaya seperti Candi Borobudur, dan sebagainya agar masyarakat terutama
Istana Maimunah, dan tempat lainnya generasi millennial tidak menjadi
yang memiliki nilai budaya. Kelima, individualis, tetap mengutamakan kerja
memberikan pengajaran kepada anak sama dan musyawarah bersama, dan bisa
tentang keberagaman di Indonesia, baik menjaga identitas bangsa Indonesia.
keberagaman suku bangsa, bahasa, Kelima, pengadaan kegiatan anti

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80 77

disinformasi dari pemerintah daerah mengatasi fenomena disinformasi ini


kepada masyarakat, contohnya seminar diantaranya, pertama, pengolahan
anti disinformasi, bahaya disinformasi, informasi dengan baik, dan kedua yaitu
dan cara mengatasi disinformasi untuk implementasi literasi budaya dan
generasi millennial. kewargaan pada ranah sekolah, keluarga
Penerapan literasi dalam dan masyarakat. Implementasi literasi
membentuk perilaku atau kesadaran budaya dan kewargaan sebagai solusi
budaya dapat mencangkup seluruh disinformasi pada generasi millennial ini
lapisan/golongan di masyarakat. Proses dilakukan agar generasi millennial
implementasi pendidikan literasi budaya terhindar dari disinformasi dan bisa
dan kewargaan, seperti yang telah mengatasi fenomena tersebut dengan baik.
dipaparkan di atas dibedakan atas jenis Selain itu, generasi millennial agar tetap
pelaksanaan pendidikan pengetahuan cinta dan dapat melestarikan kebudayaan
teoretis bagi setiap individu dan jenis sebagai identitas bangsa Indonesia.
pembentukan lingkungan penunjang Penelitian studi literatur ini akan
kompentensi literasi tersebut dalam berpotensi untuk dikembangkan lagi pada
kehidupan sehari-hari. Penyelesaian penelitian selanjutnya, yakni meneliti
permasalahan akibat disinformasi pada konten budaya di website atau media
“budaya global” di era millennial dengan sosial yang digunakan generasi millennial.
implementasi literasi budaya dan Implementasi literasi budaya dan
kewargaan akan membantu kewargaan sebagai solusi disinformasi
mempersiapkan nilai kepribadian dan pada generasi millennial sangat penting
kompetensi yang adaptif pada transisi untuk dilakukan. Selain itu, hasil
acculturation positive terhadap budaya lokal penelitian ini juga berpotensi sebagai
penduduk NKRI. Pada akhirnya, bahan rujukan untuk penerapan literasi
implementasi literasi budaya dan budaya dan kewargaan di sekolah, rumah
kewargaan tidak hanya diutamakan bagi dan masyarakat, dalam membentuk
individu yang terlahir sebagai genarasi generasi millennial yang lebih literate
millennial hingga sekarang namun juga (terpelajar), tetap mencintai dan bisa
dapat mempersiapkan individu dari melestarikan sesuatu yang menjadi
generasi sebelumnya. identitas bangsa ini.

SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Disinformasi merupakan
Ahmad, A. (2013). Perkembangan media
penyampaian informasi yang secara
online dan fenomena disinformasi:
disengaja bermaksud untuk
Analisis pada sejumlah situs Islam.
membingungkan orang lain. Fenomena
Jurnal Pekommas, 16(3), 177–186.
disinformasi ini banyak terjadi di
https://doi.org/10.30818/jpkm.2013.
masyarakat, terutama pada daerah yang
1160305
tingkat melek informasinya masih kurang
Cahyadi, D. A. (2018). Kemampuan literasi
dan generasi yang paling rentan adalah
informasi peneliti dalam penulisan
generasi millennial. Permasalahan ini harus
karya ilmiah di Loka Litbangkes
bisa diminimalisir dengan baik. Salah satu
Pangandaran. Kajian Informasi &
cara yang dapat dilakukan untuk
Perpustakaan, 6(2), 139–150.

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
78 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

https://doi.org/10.24198/jkip.v6i2.17 Seminar Nasional Pendidikan:


774 Pentingnya Membangun Karakter dan
Febriyani, M., Sunarto DM., & Husin, B. R. Jati Diri Peserta Didik dalam
(2018). Analisis faktor penyebab Mewujudkan Keberhasilan Proses
pelaku melakukan ujaran kebencian Pembelajaran (pp. 1–16). Lahat:
(hate speech) dalam media sosial. Universitas Sriwijaya. Retrieved from
Jurnal POENALE, 6(3), 1–14. Retrieved http://eprints.unsri.ac.id/3900/2/isi
from _makalah-17.pdf
http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.ph Junaidi, A. (2015). Internet of things,
p/pidana/article/view/1285/1122 sejarah, teknologi dan penerapannya:
Henriette, S. C., & Windiani, R. (2018). Review. Jurnal Ilmiah Teknologi
Pemberdayaan literasi media dan Infromasi Terapan, 1(3), 62–66.
informasi (LMI) UNESCO sebagai Retrieved from
sarana pencegahan penyebaran http://jitter.widyatama.ac.id/index.p
hoaks. Jurnal Litbang Provinsi Jawa hp/jitter/article/view/51/35
Tengah, 16(1), 59–66. Retrieved from Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
http://ejournal.bappeda.jatengprov.g (2017). Materi pendukung literasi
o.id/index.php/litbangjateng/article budaya dan kewargaan: Gerakan
/view/747/616 literasi nasional. Retrieved November
Irianto, P. O., &, & Febrianti, L. Y. (2017). 10, 2018, from
Pentingnya penguasaan literasi bagi http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/
generasi muda dalam menghadapi wp-
MEA. In Konferensi Internasional content/uploads/2017/10/literasi-
Pendidikan dan Bahasa 1: Pengembangan BUDAYA-DAN-KEWARGAAN.pdf
Bahasa Internasional di UNISSULA (pp. Martini, E. (2018). Membangun karakter
640–647). Semarang: UNISSULA. generasi muda melalui modal
Retrieved from pembelajaran berbasis kecakapan
http://jurnal.unissula.ac.id/index.ph abad 21. Jurnal Pancasila Dan
p/ELIC/article/view/1282/989 Kewarganegaraan, 3(2), 21–27.
Istiana, P. (2016). Gaya belajar dan https://doi.org/10.24269/jpk.v3.n2.2
perilaku digital native terhadap 018
teknologi digital dan perpustakaan. In Novianto, D. (2017). Optimasi waktu
Prosiding Seminar Nasional: SLiMS query dan filtering nama domain
Commeet West Java 2016 “Senayan pada DNS server lokal menggunakan
Library Management System Community BIND 9. Jurnal Ilmiah Informatika
Meet Up West Java (pp. 343–350). GLOBAL, 8(2), 37–42. Retrieved from
Bandung: Unpad Press. Retrieved http://ejournal.uigm.ac.id/index.php
from /IG/article/view/320/363
https://repository.ugm.ac.id/139214 Permatasari, A. (2015). Membangun
/1/Proceeding Seminar SLiMS kualitas bangsa dengan budaya
Commeet West Java 2016 1.pdf literasi. In Prosiding Seminar Nasional
Jaenudin, R. (2010). Peningkatan kualitas Bulan Bahasa UNDIB 2015 (pp. 146–
pendidikan melalui pendidikan 156). Bengkulu: Universitas Bengkulu.
budaya dan karakter bangsa. In Retrieved from

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80 79

http://repository.unib.ac.id/11120/1 Suwanto, S. A. (2015). Analisis literasi


/15-Ane Permatasari.pdf informasi pemakai taman bacaan
Putra, Y. S. (2016). Theoritical review: masyarakat. Jurnal Kajian Informasi &
Teori perbedaan generasi. Jurnal Perpustakaan, 3(1), 89–100.
Among Makarti, 9(18), 123–134. https://doi.org/10.24198/jkip.v3i1.94
Retrieved from 92
http://jurnal.stieama.ac.id/index.ph Walidah, I. A. (2017). Tabayyun di era
p/ama/article/view/142/133 generasi millennial. Jurnal Living
Saleh, S. (2016). Peran lembaga pendidikan Hadis, 2(2), 317–344.
dalam membentuk karakter bangsa. https://doi.org/10.14421/livinghadis
In Seminar Nasional: Pendidikan Ilmu- .2017.1359
Ilmu Sosial Membentuk Karakter Bangsa Yusup, P. M., & Saepudin, E. (2017).
dalam Rangka Daya Saing Global (pp. Praktik literasi informasi dalam
101–112). Makassar: Universitas proses pembelajaran sepanjang hayat.
Negeri Makassar. Retrieved from Kajian Informasi & Perpustakaan, 5(1),
http://ojs.unm.ac.id/index.php/PSN 79–94.
-HSIS/article/download/2735/1474 https://doi.org/10.24198/jkip.v5i1.11
Suastika, I. N., & S. (2017). Pendidikan 387
kewarganegaraan. Yogyakarta: Andi
Offset.

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia
80 A. Pratiwi and E. N. K. Asyarotin / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 65-80

Implementasi literasi budaya dan kewargaan sebagai solusi disinformasi pada generasi millennial di Indonesia

You might also like