You are on page 1of 17

EVALUASI POGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN MENGGUNAKAN METODE RAPPOVERTY

(Evaluation of Poverty Alleviation Programs Using The Rappoverty Method)


Nafiah Ariyani*, Akhmad Fauzi**, Bambang Juanda***, Irfan Syauqi Beik****
*, **, ***, **** Institut Pertanian Bogor (IPB), Jl. Raya Darmaga, Bogor
Email: arienafiah@gmail.com, fauziakhmad@gmail.com, bbjuanda@yahoo.com, qibeiktop@yahoo.com.
Naskah diterima: 19 Agustus 2015
Naskah direvisi: 07 November 2015
Naskah diterbitkan: 30 Desember 2015

Abstract
Although various methods of evaluating poverty alleviation program have been applied, most of them are qualitative in nature, basing its
assessment only on a single criterion and focusing on a particular program and region. Considering the multi-dimensional and multi-criteria
nature of poverty alleviation program, the use of a single evaluation method will only hamper its effectiveness. This research proposes a
new approach to evaluating poverty alleviation program by using the Rappoverty technique based on Multidimensional Scaling (MDS) and
Multi-Attribute Utility Theory (MAUT). This approach is not merely related to the multi-dimensional and multi-criteria aspects of poverty
alleviation program. It also has something to do with determining the leverage factor of the program. The data for analysis are obtained
through survey, interviews with poverty analysts, managers, and beneficiaries of poverty alleviation program, as well as observation of
poverty data and other sources. Findings of the research suggest that differences of programs, suitability of programs to the needs of
targeted communities, accuracy of the data of potential beneficiaries, management cost, target identification mechanisms, organization’s
practicality, cross-institution coordination, the presence of public institutions, and number of beneficiaries are some of the factors that serve
as leverage to the sustainability of a poverty alleviation program. The research also shows that zakat (alms giving)-based poverty
alleviation programs are programs with the best sustainability status. Keywords: poverty alleviation program, Rappoverty, sustainability
status, leverage factors

Abstrak
Meskipun berbagai metode untuk menilai kinerja program pengentasan kemiskinan telah diterapkan, namun sebagian besar penilaian yang
ada umumnya bersifat kualitatif, mendasarkan penilaian pada kriteria tunggal, dan berfokus pada program tertentu atau di daerah tertentu
saja. Mengingat program pengentasan kemiskinan meliputi banyak dimensi dan kriteria guna menghadapi kemiskinan yang
multidimensional, maka menggunakan penilaian tunggal akan menghambat efektivitas evaluasi program itu sendiri. Penelitian ini
mengusulkan pendekatan baru dalam mengevaluasi program pengentasan kemiskinan dengan menggunakan teknik Rappoverty
berdasarkan skala multi-dimensi (MDS) dan teknik utilitas multi atribut (MAUT). Pendekatan ini tidak hanya berkaitan dengan aspek
multidimensi kriteria pengentasan kemiskinan, tetapi juga menetapkan faktor pengungkit program pengentasan kemiskinan. Kriteria dan
data untuk analisis diperoleh melalui metode world cafe, wawancara dengan pemerhati kemiskinan, pengelola, dan penerima program,
serta observasi terhadap data-data kemiskinan dan sumber-sumber lain. Temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor perbedaan
antarprogram, ketepatan program dengan kebutuhan masyarakat sasaran, keakuratan data calon penerima program, biaya manajemen,
mekanisme penentuan target, kepraktisan organisasi, koordinasi antarlembaga, keberadaan lembaga-lembaga publik serta jumlah
penerima manfaat program adalah faktor-faktor yang berperan sebagai pengungkit status keberlanjutan program pengentasan kemiskinan.
Artinya jika di antara salah satu faktor-faktor ini dihilangkan maka akan berdampak pada status keberlanjutan program. Penelitian ini juga
menunjukkan hasil evaluasi terhadap status keberlanjutan program pengentasan kemiskinan dan menyatakan bahwa program-program
berbasis zakat adalah program dengan status keberlanjutan terbaik.
Kata kunci: program pengentasan kemiskinan, Rappoverty, status keberlanjutan, faktor pengungkit

I. PENDAHULUAN Berbagai langkah penanggulangan kemiskinan


A. Latar Belakang telah dilakukan untuk mencegah bencana sosial ini.
Pembangunan berkelanjutan, suatu etik dalam Diskusi tentang pola program pengentasan kemiskinan
pembangunan yang menggambarkan seperangkat yang efektif juga telah menjadi tema yang intens baik
prinsip dan pandangan yang berorientasi pada masa di lingkungan akademisi maupun pengelola negara di
depan tidak dapat dipungkiri telah menjadi isu yang seluruh dunia, namun nampaknya belum
meluas di seluruh dunia. Namun, pembahasannya menunjukkan hasil signifikan. Kemiskinan tetap
yang cenderung berfokus pada aspek lingkungan dari menjadi masalah sosial ekonomi yang paling sulit
pembangunan saja, telah mengabaikan sisi lain ditanggulangi sebagaimana dinyatakan oleh Blanden
pembangunan yang sama pentingnya (Hersh, 2006: 2). dan Gibsson (2006: 1). Demikian pula pernyataaan
Kemiskinan adalah sisi lain dari pembangunan yang Dasgupta (2003: 2) bahwa kemiskinan adalah suatu
sering menjadi masalah ekstrim bagi negara maju jalur berlumpur berbentuk spiral, ketika seseorang
maupun berkembang dan sangat menyita perhatian. atau suatu keluarga masuk ke jalur itu, maka akan sulit
keluar bahkan cenderung merosot ke bawah.

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan... | 181
Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan kebijakan (atau 28,59 juta jiwa) (BPS, 2015), jelas membutuhkan
komperehensif yang didukung dengan program yang upaya yang cukup besar. Pengentasan kemiskinan
berkelanjutan untuk mengatasi masalah yang melintas adalah masalah di atas masalah yang rumit (meta
antargenerasi ini. Melalui program yang berkelanjutan problem), yang memerlukan kebijakan yang tepat
akan menjamin upaya pengentasan kemiskian (Dunn, 2003: 227), guna memperbaiki ketidakadilan
berlangsung secara konsisten dan permanen. distribusi, keterbatasan akses dan meningkatkan
Sejalan dengan itu, baru-baru ini telah muncul kemampuan orang miskin agar dapat terlibat dalam
suatu pandangan di antara para peneliti serta aktivitas ekonomi. Untuk menanggulangi kemiskinan
kesadaran dari para pembuat kebijakan terhadap dibutuhkan pelibatan berbagai pihak melalui program-
pentingnya dilakukan sinergi antara pemerintah, program pengentasan kemiskinan, mulai dari yang
lembaga-lembaga sosial masyarakat serta perusahaan sifatnya bantuan sosial sampai yang bersifat
dalam rangka meningkatkan efektivitas upaya pemberdayaan.
penanggulangan kemiskinan. Gagasan tersebut
menguatkan ide yang pernah ditawarkan oleh Joseph B. Permasalahan
Stiglitz pada Konferensi PBB mengenai Perdagangan Di negara kita upaya untuk mengatasi kemiskinan
dan Pembangunan (UNCTAD) pada tahun 1998 yakni telah dilaksanakan baik oleh pemerintah, lembaga
perlunya pelibatan masyarakat dan swasta dalam sosial masyarakat (di antaranya lembaga zakat)
menanggulangi permasalahan sosial ini sebagaimana maupun perusahaan melalui program Corporate Social
dinyatakan dalam Summary Report from the Responsibility (CSR). Namun dikarenakan belum
Workshop of Poverty Alleviation and Sustainability adanya sistem pengentasan kemiskinan yang
Development (Sell dan Spence, 2001). terintegrasi, telah mengakibatkan pelaksanaan
Ide sinergi tersebut sejalan dengan konsep model program-program, khususnya program pemerintah
kelembagaan hybrid, yang merupakan model kombinasi cenderung tidak koordinatif, terjadi tumpang tindih
antara model-model kelembagaan yang berbeda yang (overlapping) antarprogram, terjadi ego sektoral, tidak
telah berhasil diterapkan dalam mengatasi permasalahan terpadu, tidak merata, tidak menyeluruh baik dalam
yang kompleks (Williamson, 1991). Salah satu aturan, acuan, kriteria penerima manfaat, maupun
keberhasilan model kelembagaan hybrid adalah dapat pengelolaannya. Bahkan program-program
memfasilitasi terjadinya collective learning di antara pemerintah dinilai telah memicu konflik struktural
berbagai institusi untuk berkoordinasi dan bekerjasama maupun konflik horisontal di kalangan masyarakat
serta melahirkan kondisi saling tergantung (Septiana dan Darwis, 2004; Dolles, 2010; Muktasam
(interdependency) sehingga permasalahan dapat diatasi dan Nurjanah 2011; Pusat Studi Sosial Asia Tenggara-
secara koordinatif dan efektif (Elsner, 2004: 13). UGM, PSPK UGM, dan Ford Foundation, 2014).
Di Indonesia, untuk menanggulangi kemiskinan Sementara pada program zakat yang diharapkan
yang jumlahnya dari tahun ke tahun tidak berkurang dapat menjadi program abadi terkait dengan
secara signifikan sebagaimana terlihat pada Gambar 1, pemenuhan kewajiban agama, juga belum mampu
bahkan pada September 2015 kemiskinan mengalami mengatasi kemiskinan secara optimal. Beberapa
kenaikan dibanding September 2014 dengan jumlah permasalahan mendasar dihadapi oleh program zakat,
mencapai lebih dari 11,22 persen dari total penduduk yaitu masyarakat lebih suka membayarkan

Sumber: www. bps.go.id dan situs www.datastatistik-indonesia.com.


Gambar 1. Jumlah dan Proporsi Penduduk Miskin Tahun 2004-2015

182 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197
kewajiban zakatnya secara langsung sehingga dipakai sebagai dasar untuk membangun sistem
mengakibatkan jumlah dana yang dikelola oleh penanggulangan kemiskinan yang integratif.
lembaga zakat relatif terbatas. Padahal secara Harus diakui bahwa tidak dilakukannya
potensial dana zakat cukup besar, yakni mencapai perbandingan dalam mengevaluasi program
Rp217 triliun per tahun sebagaimana hasil penelitian pengentasan kemiskinan di masa lalu masih
IPB bersama Baznas tahun 2011. Selain itu, menurut dibenarkan, dengan argumen bahwa program-
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (hasil wawancara, program tersebut merupakan program heterogen
2014)1 dari dana yang terkumpul, hampir 32 dan khas yang tidak mungkin untuk diperbandingkan
persen masih digunakan untuk program karikatif (incomparable). Serangkaian penelitian terdahulu
yang cenderung hanya meringankan beban sesaat tersebut pada umumnya mengklaim bahwa
(temporary relief) dan mekanisme drain distribution program pengentasan kemiskinan terlalu berbeda
menyebabkan distribusi tidak merata. Terkait untuk dianggap sebanding. Argumen heterogenitas
dengan keorganisasian zakat nasional yang sangat program terutama terkait dengan misalnya,
besar tetapi lemah dalam koordinasi mengakibatkan konteks tujuan yang mendasari; sifat kelembagaan
antarlembaga zakat terkesan saling bersaing dan pengelola (terdapat perbedaan yang sangat
terjadi tumpang tindih program. mendasar antara lembaga pemerintah, swasta,
Demikian pula halnya dengan program dan lembaga sosial masyarakat dalam upaya
CSR. Meski telah menunjukkan perkembangan penanggulanan kemiskinan, berkaitan dengan
yang cukup signifikan seiring dengan kesadaran motif dan pendekatan); sifat dari program (apakah
perusahaan yang semakin baik, namun dikarenakan berupa bantuan sosial atau pemberdayaan) maupun
tidak adanya standar baku dalam pelaksanaannya, komponen program lainnya. Namun dalam studi ini
telah mengakibatkan program CSR sangat variatif, penulis berpendapat bahwa, meskipun terlihat agak
berjangka pendek, dan cenderung mengikuti selera sulit, namun memperbandingkan kinerja program
pemilik dana (The Economist, 2008; Mutamimah pengentasan kemiskinan tetap memungkinkan
dan Hartono, 2010). Kemp dalam Simon dan untuk dilakukan. Hal itu mengingat bahwa tujuan
Fredrik (2009) menyatakan bahwa kebanyakan utama dari setiap program pengentasan kemiskinan
perusahaan di Indonesia menggunakan CSR hanya siapapun pelaksananya adalah sama, yaitu menjamin
sebagai strategi untuk mendapatkan pengakuan dari livelihood, peningkatkan kesejahteraan serta
masyarakat setempat agar bisnis dapat beroperasi di melahirkan kemandirian orang miskin.
area tersebut. Perusahaan-perusahaan telah terjebak Terhadap berbagai program pengentasan
dalam situasi broken windows fallacy, yang tragisnya kemiskinan di Indonesia, minimal ada beberapa
hal ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat lokal kesamaan kriteria yang dapat diperbandingkan,
untuk menekan perusahaan. Akibatnya hubungan utamanya dari aspek input terkait dengan data, dana,
masyarakat lokal dengan perusahaan hanya bersifat dan kelengkapan program; aspek proses terkait
hubungan transaksional finansial jangka pendek dengan manajemen, waktu yang diperlukan untuk
yang tidak berdampak terhadap peningkatan pengentasan kemiskinan, dan biaya pengelolaan;
kesejahteraan masyarakat (Fauzi, 2012). serta aspek output terkait dengan ketepatan sasaran,
Permasalahan-permasalahan yang telah ketepatan waktu penyaluran dan kemudahan bagi
disebutkan tersebut mendorong munculnya penerima program. Dengan asumsi bahwa terdapat
kebutuhan untuk mengevalusi kinerja program homogenitas yang cukup pada kategori-kategori
pengentasan kemiskinan secara komperehensif. tersebut, maka sangat memungkinkan untuk
Meskipun sejatinya, evaluasi terhadap program mengevaluasi dan memperbandingkan program-
penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan, program pengentasan kemiskinan pemerintah,
namun studi-studi terdahulu umumnya dilakukan zakat, dan CSR sekaligus. Dengan demikian akan
dengan perspektif jangka pendek, mendasarkan diperoleh informasi yang cukup kuat sebagai dasar
evaluasi pada kriteria tunggal, serta berfokus pada dalam membangun sistem pengentasan kemiskinan
tipe program tertentu dari lembaga tunggal atau integratif yang sangat diperlukan dalam menghadapi
sekelompok program dalam satu wilayah tertentu. kemiskinan yang mempunyai karakter multidimensi
Artinya, penelitian-penelitian tersebut tidak dan antargenerasi ini.
dalam upaya memperbandingkan antarberbagai Untuk mewujudkan tujuan tersebut, studi ini
program atau antarlembaga sekaligus, akibatnya menerapkan metode Rappoverty (Rapid Appraisal for
hasil penelitian cenderung eksklusif, sehingga sulit Poverty Evaluation). Rappoverty merupakan salah satu
Pelaksana Baznas, Teten alternatif metode evaluasi untuk mendeteksi status
1 Wawancara dengan Direktur keberlanjutan program pengentasan kemiskinan serta
Kustiawan, pada tanggal 2 Juli 2014. menentukan faktor leverage keberlanjutan program

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi
Program Pengentasan Kemiskinan... | 183
pengentasan kemiskinan. Analisis Rappoverty akan akan dapat dihasilkan program yang tepat sasaran dan
memberikan gambaran menyeluruh terhadap sesuai dengan kebutuhan penerima program.
kinerja program pengentasan kemiskinan pada Lebih mendasar Miller, et al., dalam Bradshaw
atribut-atribut yang dianalisis yang akan menjadi (2005) menyatakan membantu orang miskin
dasar yang kuat bagi pengambil keputusan dalam penekanannya adalah kepada penyediaan dukungan
merancang model program pengentasan kemiskinan dan layanan yang menyeluruh untuk mencapai
yang berkelanjutan, yaitu program yang terjamin “swasembada”, bagi penerimanya. Oleh karena itu,
keberlanjutan manfaatnya yang sangat diperlukan program anti kemiskinan harus mencakup unsur-unsur
dalam menghadapi kemiskinan yang persistence. yang komperehensif, meliputi faktor-faktor berikut ini:
C. Tujuan Penelitian (1) penghasilan dan aset ekonomi; (2) pendidikan dan
keterampilan, (3) perumahan dan lingkungan, (4) akses
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk kepada pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial
mengetahui (a) status keberlanjutan program lain yang diperlukan, (5) kedekatan hubungan pribadi,
penanggulangan kemiskinan pemerintah, zakat, jaringan kepada orang lain, dan (6) kemampuan sumber
dan CSR dilihat dari aspek input, proses, dan ouput daya pribadi dan kemampuan kepemimpinan.
pengelolaan program dan (b) faktor pengungkit Menghadapi kemiskinan yang dinamis, Shaffer
(leverage factors) program pengentasan kemiskinan. (2008) menyatakan bahwa selama dekade terakhir
II. KERANGKA TEORI terdapat tiga perubahan utama terkait dengan dasar
pemikiran dalam mengembangkan upaya pengentasan
A. Kerangka Kebijakan Anti Kemiskinan kemiskinan. Pertama, konsep kemiskinan telah meluas
Meskipun sampai saat ini belum ditemukan suatu dengan meningkatnya perhatian terhadap isu-isu
rumusan penanganan kemiskinan yang dianggap kerentanan, ketidaksetaraan, dan hak asasi manusia.
paling berdaya guna, pengkajian konsep, dan strategi Kedua, struktur kausal telah meluas mencakup variabel
penanganan kemiskinan terus menerus diupayakan kausal, seperti sosial, politik, budaya, pemaksaan, dan
dalam rangka menemukan model program yang tepat modal lingkungan. Ketiga, struktur kausal diperdalam
untuk menangani permasalahan yang persistence dengan fokus pada arus individu ke dalam dan keluar dari
dan multidimensional ini. Menurut Bradshaw (2005) kemiskinan, bukan pada perubahan jumlah kemiskinan
penyusunan kebijakan anti kemiskinan memerlukan dan pada strategi perlindungan sosial terhadap
kajian komperehensif terhadap berbagai faktor yang pengurangan kemiskinan.
menentukan keberlanjutannya yaitu pelaku, proses, Agar berhasil, program pengentasan kemiskinan
evaluasi, dan dasar teori yang relevan. perlu didukung dengan strategi yang tepat. Menurut
Kebijakan anti kemiskinan yang efektif memerlukan Pramanik dalam Hasan (2010) strategi program
penjabaran yang lebih operasional dalam program- penanggulangan kemiskinan dapat diklasifikasikan ke
programnya. Terhadap hal ini Dasgupta (2003) dalam dua kategori, yaitu (a) strategi tidak langsung,
menyatakan desain program penanggulangan yaitu suatu kerangka kebijakan makro untuk menjamin
kemiskinan yang efektif harus memenuhi beberapa pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, menyediakan
kriteria berikut ini: (1) spesifik, artinya suatu program kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan per
tidak cocok untuk segala situasi dan harus sesuai dengan kapita, dan mengurangi kemiskinan, dan (b) strategi
institusi lokal, (2) relevan dengan permasalahan, (3) langsung, yaitu suatu kerangka kebijakan mikro
didasari oleh kesadaran bahwa kemiskinan adalah berupa penyediaan bantuan yang diperlukan oleh
suatu situasi sebab akibat, tidak berdiri sendiri, (4) penduduk miskin untuk menjamin perolehan akses
memahami konsekuensi yang tidak diinginkan, dan (5) kredit, perbaikan kondisi kesehatan, dan peningkatan
berbasis sumber daya lokal. Sementara Chambers, et al., pendidikan. Keterpaduan dua strategi ini akan
sebagaimana dikutip oleh Muktasam (2011) menyatakan melahirkan kebijakan anti kemiskinan yang efektif.
faktor yang menentukan keberhasilan dalam Memahami konsep pengentasan kemiskinan
merancang program pengentasan kemiskinan adalah sebagaimana tersebut di atas, sangat membantu
(1) kesadaran terhadap nilai-nilai lokal, (2) pendekatan dalam mengembangkan kriteria yang diperlukan untuk
yang terintegrasi dan menyeluruh, dan (3) bersifat mengevaluasi program pengentasan kemiskinan.
pengembangan sumber daya manusia. Sedangkan B. Rapid Appraisal for Poverty Evaluation
faktor-faktor penyebab kegagalan perancangan program
pengentasan kemiskinan adalah (1) pendekatan ‘target’ (Rappoverty)
dan ‘top-down’; (2) pengabaian nilai-nilai lokal dan bias Rappoverty adalah metode evaluasi
‘outsiders’; (3) kurangnya partisipasi; (4) pendekatan yang untuk menentukan status keberlanjutan dan
tidak holistik; dan (5) ilusi investasi. Dengan memahami faktor pengungkit (leverage factors) program
kaidah dalam merancang program penanggulangan pengentasan kemiskinan. Status keberlanjutan

184 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197
program pengentasan kemiskinan menggambarkan memaksa agar intercept pada persamaan tersebut
keberhasilan terpeliharanya efektivitas program dalam sama dengan nol (a = 0) sehingga persamaan (2) di
rentang waktu yang panjang dan tumbuhnya/ atas menjadi persamaan (3) berikut:
berkembangnya kekuatan program dalam memerangi dij = β dij+ ε ...................................................... (3)
kemiskinan. Sedangkan faktor leverage adalah faktor-
faktor yang memengaruhi status keberlanjutan Metode ALSCAL akan mengoptimisasi jarak
program. Analisis Rappoverty akan menghasilkan kuadrat (square distance = dijk) terhadap data kuadrat
gambaran yang jelas dan komperehensif mengenai (titik asal = dijk) dalam tiga dimensi (i, j, k) yang disebut
kondisi program pengentasan kemiskinan sehingga S-Stress. S-stress berguna untuk mengukur ketepatan
dapat dijadikan bahan untuk menentukan kebijakan konfigurasi dari suatu titik dalam mencerminkan data
pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan. aslinya (goodness of fit). Nilai stress yang rendah
Rappoverty merupakan program modifikasi dari menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi
Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries), yang menunjukkan sebaliknya. Nilai stress dirumuskan
merupakan metode analisis untuk mengetahui melalui persamaan berikut:
sustainabilty perikanan secara multidisipliner. Rapfish Stress = 1 m ∑∑(dijk- oij)2 ................ (4)
dikembangkan oleh Fisheries Center, University of ∑ ij
British Columbia, Kanada. Prinsip dasar Rapfish adalah m k =1 ∑∑ o4 ijk
(1) merupakan metode penilaian cepat atas status
keberlanjutan suatu obyek berdasarkan sejumlah Penggunaan teknik skala multi-dimensi (MDS)
atribut yang mudah di-skoring, (2) atribut-atribut pada Rappoverty dimaksudkan untuk melakukan
dapat diredefinisi atau diganti sesuai informasi yang transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang
tersedia (Pitcher and Preikshot, 2001; Kavanagh and lebih sederhana, atau membantu mereduksi data
Pitcher, 2004); (3) merupakan metode pengambilan sehingga lebih mudah dikelola. MDS adalah sebuah
keputusan multi-kriteria berdasar skala multi-dimensi teknik analisis multivariat yang dapat digunakan untuk
(Multidimensional Scaling atau MDS); dan (4) menentukan posisi obyek didasarkan pada kesamaan
menggunakan metode ordinasi untuk menentukan atau ketidaksamaannya (Groenen, et al., 2004).
status keberlanjutan (Fauzi dan Anna, 2005). Dalam Jaworska and Anastasova (2009) menyatakan MDS
operasinya Rappoverty menggunakan seluruh prinsip adalah sebuah teknik analisis data dalam bentuk
yang ada di Rapfish tersebut. gambar geometrik obyek yang menggambarkan
Kekhasan Rappoverty sebagai metode evaluasi kesamaan atau kemiripan berdasarkan jarak euklidius.
adalah digunakannya metode ordinasi. Metode ordinasi Menurut Fauzi dan Anna (2005), MDS adalah teknik
adalah metode untuk mensimulasikan status terbaik dan analisis data eksploratif melalui kondensasi sejumlah
terburuk suatu obyek dengan cara menempatkan besar data ke peta spasial yang relatif sederhana untuk
titik/obyek pada urutan yang terukur yang dijangkar oleh menggambarkan hubungan penting antarvariabel
titik-titik referensi berdasarkan skala penilaian good dan dalam cara paling ekonomis, dengan keunggulan dapat
bad. Skala good atau 100 persen merupakan nilai terbaik, menangani data nominal atau ordinal; tidak
dan skala bad atau 0 persen merupakan nilai terburuk. memerlukan normalitas multivariat; dan memberikan
Teknik ordinasi dilakukan dengan menghitung jarak hasil yang stabil.
euclidian (d) antartitik/obyek dalam ruang berdimensi n.
Adapun cara menghitung nilai d adalah dengan III. METODOLOGI
menggunakan persamaan berikut: A. Obyek Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap 16 unit program
d = (x -x )2 + (y -y )2 + (z -z ) 2 +.. (1) pengentasan kemiskinan sebagai sampel dari program
1 2 1 2 1 2

Di mana xi, yi, dan zi adalah objek yang dianalisis pengentasan kemiskinan pemerintah, zakat, dan CSR.
dalam garis euklidius. Konfigurasi atau ordinasi dari Keenam belas program terdiri dari 11 program
suatu obyek kemudian di-proxy dengan meregresikan pemerintah, 3 program zakat, dan 2 program CSR,
jarak euclidius (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal sebagaimana disajikan pada Lampiran 1.
dij berdasarkan rumus regresi berikut:
dij= a + β dij+ ε ; ε = error ................................ (2) B. Penentuan Atribut Evaluasi Program
Pengentasan Kemiskinan
Proses regresi dilakukan dengan menggunakan
algoritma ALSCAL yang membuat proses iterasi Mengingat sampai saat ini belum ada atribut
evaluasi program pengentasan kemiskinan yang diterima
regresi sedemikian rupa sehingga didapatkan nilai
secara universal, maka atribut penilaian pada penelitian
ε terkecil. Penggunaan algoritma ALSCAL menurut
ini mengacu pada hasil world cafe. World cafe adalah
Kavanagh and Pitcher (2004) dimaksudkan untuk
metode diskusi partisipatori, di mana peserta

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi
Program Pengentasan Kemiskinan... | 185
secara interaktif mendiskusikan permasalahan dalam (3) Dimensi ouput terdiri 6 atribut, yaitu
kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok ketepatan distribusi, ketercapaian target
terdiri dari 5 orang. Dipandu seorang fasilitator, peserta program, peningkatan jumlah penerima
duduk mengelilingi meja (yang merupakan simulasi program, terbangunnya lembaga masyarakat,
sebuah kafe) untuk mendiskusikan, menyampaikan kesinambungan program, dan peningkatan
ide-ide dan berbagi pengetahuan tentang kondisi kesejahteraan penerima.
upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia, C. Metode Pengumpulan Data
parameter keberhasilan program pengentasan
kemiskinan, dan pengalaman-pengalaman empiris Sebagai metode pengambilan keputusan
terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. mutikriteria, metode Rappoverty memerlukan data
Secara berkala peserta berpindah dari suatu meja ke awal dalam bentuk penilaian oleh peneliti terhadap
meja yang baru yang berlangsung dalam lima putaran, kinerja program. Untuk mendukung proses tersebut,
cara ini memungkinkan diskusi berlangsung secara peneliti melakukan review terhadap pelaksanaan
silang dan berkembang. Di setiap meja terdapat program pengentasan kemiskinan dengan fokus
seorang fasiltator meja yang merangkum seluruh pada aspek deskripsi program, mekanisme dan
isi percakapan. World cafe melibatkan 31 orang pengelolaan program, mekanisme distribusi
peserta yang terdiri dari konsultan Program Nasional program, sumber pendanaan, dan hasil program.
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), pengelola Peneliti juga melakukan studi literatur dengan
lembaga zakat, konsultan CSR, mahasiswa strata 2 dan melakukan tinjauan terhadap penelitian terdahulu.
strata 3 dari berbagai bidang ilmu, serta masyarakat Untuk memperkuat penilaian, peneliti juga
umum pemerhati kemiskinan. Pada sesi akhir, ide-ide melakukan wawancara mendalam dengan pimpinan
utama dan kemungkinan tindak lanjutnya dibahas dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
disampaikan dalam forum pleno. (TNP2K) selaku koordinator program penanggulangan
Agar komperehensif, penentuan atribut evaluasi kemiskinan pemerintah, Konsultan Nasional Program
juga didasarkan pada hasil wawancara mendalam PNPM-Mandiri, Direktur Pelaksana Badan Amil Zakat
dengan pengelola program pengentasan kemiskinan, Nasional (Baznas), Corporate Secretary Manager
review terhadap hasil penelitian terdahulu, dan Dompet Dhuafa, Pengurus Majelis Amil Zakat (Maz)
review terhadap pemikiran para ahli poverty di Baitussalam, pengelola CSR PT Antam dan pengelola
antaranya Shaffer Dasgupta, Miller, et al., serta CSR PT Pertamina. Lembaga-lembaga ini masing-
Pramanik sebagaimana dijelaskan pada bagian masing mewakili pengelola program pengentasan
teori. Dari berbagai pendekatan tersebut ditetapkan kemiskinan terbesar di tanah air (kecuali Maz
atribut evaluasi mencakup dimensi input, proses, Baitussalam yang khusus diteliti untuk mendapatkan
dan output pengelolaan program sebagai berikut: gambaran tentang program zakat yang dikelola
(1) Dimensi input terdiri dari 12 atribut, yaitu oleh masyarakat secara langsung). Wawancara juga
ketersediaan dan konsistensi penggunaan dilakukan dengan 30 orang penerima program.
kriteria penerima, kesederhanaan persyaratan Dari data yang cukup beragam kemudian
peserta, sumber dana, ketersediaan dana, diekstraksi untuk memperoleh gambaran yang lebih
ketersediaan data, keakuratan data, kesesuaian aktual tentang pengelolaan dan kinerja program
program dengan kebutuhan masyarakat sasaran, pengentasan kemiskinan. Untuk keperluan analisis,
perbedaan antarprogram, sifat program apakah data hasil ekstraksi tersebut kemudian diskoring dan
bantuan sosial atau pemberdayaan, kestabilan menjadi masukan metode Rappoverty.
regulasi, kapabilitas personil pelaksana, dan D. Metode Analisis Data
pemahaman peserta terhadap program.
(2) Dimensi proses terdiri dari 12 atribut, yaitu Proses analisis data dilakukan dengan
pendekatan perencanaan program yang menggunakan perangkat lunak Rappoverty melalui
digunakan, tingkat keterlibatan masyarakat tahapan sebagai berikut:
dalam penentuan sasaran program, ketersediaan 1. Melakukan skoring terhadap kinerja program
dan konsistensi mekanisme penetapan sasaran, pada atribut-atribut yang telah ditetapkan
tingkat koordinasi antarlembaga, sosialisasi dan dengan menggunakan dua kriteria nilai hipotetik
edukasi, struktur organisasi, biaya pengelolaan, baik (good) dan buruk (bad). Untuk menghindari
ketepatan jumlah dana yang disalurkan, monotonic scoring masing-masing atribut dinilai
ketepatan waktu penyaluran program, adanya dengan skala yang berbeda antara 0, 1, 2, 3
evaluasi dan monitoring, dan penerapan good (panduan skoring tersedia pada Lampiran 2);
governance. 2. Melakukan ordinasi dan menentukan nilai stress
menggunakan analisis MDS;

186 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197
3. Melakukan rotasi untuk menentukan posisi pemberian skor karena perbedaan opini atau
masing-masing program pada ordinasi. Posisi penilaian oleh peneliti yang berbeda, (4)
ordinasi divisualisasikan melalui perpaduan stabilitas proses analisis MDS, (5) kesalahan
antara aksis horisontal dan vertikal yang memasukkan data atau data yang hilang, dan
menentukan posisi keberlanjutan setiap (6) nilai stress yang terlalu tinggi;
program pada setiap dimensi yang dianalisis. 7. Menentukan kelayakan model (goodness of fit)
Aksis horisontal menunjukkan perbedaan status dengan menggunakan nilai Stress (S) dan
program dalam ordinasi bad (0 persen) sampai koefisisen determinasi (R2). Nilai S merupakan nilai
good (100 persen), sedangkan aksis vertikal simpangan baku dari metode MDS yang berguna
menunjukkan perbedaan dari campuran skor dalam mengukur nilai jarak dari dua dimensi. Jika
atribut di antara program yang dievakuasi; nilai jarak antara dua dimensi dekat berarti
4. Menampilkan keragaan status keberlanjutan simpangannya kecil, dan sebaliknya. Sedang nilai
program dalam konteks keterkaitan antardimensi R2 menunjukkan besarnya kontribusi dari dimensi
melalui diagram layang-layang. Bagian luar yang diamati terhadap model, semakin nilai R 2
diagram layang-layang menunjukkan skor good mendekati 1, maka semakin besar kontribusi
(100 persen), sedang bagian dalam menunjukkan dimensi-dimensi yang dianalisis terhadap model.
skor bad (0 persen); Nilai S dan R2 juga menunjukkan perlu tidaknya
5. Melakukan analisis leverage untuk menentukan penambahan atribut pada model dan
atribut paling sensitif yang mengubah status mencerminkan keakuratan dimensi yang dikaji
keberlanjutan program. Leverage dihitung dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.
berdasarkan standard error, yaitu perbedaan Menurut Fauzi dan Anna (2005) model yang baik
skor keberlanjutan antara skor dengan atribut ditunjukkan oleh nilai S-Stress yang lebih kecil dari
dengan skor keberlanjutan tanpa atribut. 0,25.
Algoritma Rappoverty akan menghitung nilai
sum square tiap-tiap atribut dalam bentuk RMS IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
(Root Mean Square). Semakin besar nilai RMS A. Analisis Keberlanjutan Program Pengentasan
semakin sensitif peranan suatu atribut terhadap Kemiskinan
status keberlanjutan program; Hasil analisis ordinasi Rappoverty terhadap 16
6. Menguji ketidakpastian model dengan analisis program pengentasan kemiskinan disajikan pada
Monte Carlo. Analisis Monte Carlo dilakukan Gambar 2 sampai 4. Dari Gambar 2 sampai 4 terlihat
untuk menguji dampak dari kesalahan acak bahwa status keberlanjutan program pengentasan
(random error) terhadap model. Random error kemiskinan antara program pemerintah, zakat, dan
dapat disebabkan oleh faktor berikut CSR bervariasi namun cukup konsisten. Program
(1) kesalahan prosedur penentuan atribut, berbasis zakat cenderung memiliki indeks
(2) pemahaman terhadap atribut, (3) variasi keberlanjutan lebih tinggi dibandingkan dengan

Gambar 2. Ordinasi Dimensi Input

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan... | 187
program CSR maupun program pemerintah pada paling tinggi dibandingkan dengan program lainnya.
seluruh dimensi. Pada dimensi proses, jika analisis difokuskan pada
Gambar 2 menunjukkan status keberlanjutan dari program zakat saja, maka program zakat Dompet
dimensi input, bahwa program Zakat Dompet Dhuafa Dhuafa (DD) dan program Baznas (BAZ) mempunyai
(DD) berada pada posisi good score sustainability status keberlanjutan baik dengan skor 93,20 dan dalam
ordinasi paling tinggi dibandingkan dengan 80,78. Sedang program Maz Baitussalam (MAZ) seluruh
program lainnya termasuk di antara mempunyai status cukup dengan skor 63,04. program zakat sendiri.
Dengan skor sebesar 93,68 Sementara analisis pada program pemerintah, pogram Dompet Dhuafa (DD) dan
81,04 untuk seluruh program berada di antara bad score dan program Baznas (BAZ), status keberlanjutan
untuk good score dengan kecenderungan berada pada program Dompet Dhuafa dan program Baznas posisi
bad. Pada program pemberdayaan, seluruh
dapat dikelompokkan dalam ordinasi baik, sedang program PNPM mempunyai status kurang berlanjut
program Maz Baitussalam (MAZ) berstatus cukup dengan kisaran skor antara 35,65 sampai 41,37,
dengan skor 62,49. Sementara analisis terhadap dan PNPM Perkotaan (Kot) mempunyai skor paling
program pemerintah menunjukkan seluruh program tinggi pada kelompok ini. Sedangkan program yang
PNPM berada di antara bad dan good dengan skor bersifat bantuan sosial seluruhnya mempunyai
46,20 sampai 49,09 yang berarti kurang berlanjutan. status keberlanjutan buruk dengan skor antara 10,52
Demikian pula pada program bantuan sosial, seluruh sampai 25,28, dengan Program Keluarga Harapan
program berada di antara bad dan good dengan (PKH) tetap berada pada status terendah dan
skor antara 28,24 sampai 53,82 yang berarti status program Program Bantuan Operasi Sekolah (BOS)
keberlanjutannya buruk kecuali Program Bantuan pada status tertinggi. Pada program CSR, meskipun
Operasional Sekolah (BOS) yang berada pada status program CSR Antam (Ant) memiliki nilai lebih tinggi
kurang berlanjut. Di antara program bantuan sosial, dari program CSR Pertamina (Per) namun keduanya
Program Keluarga Harapan (PKH) mempunyai status berada pada kategori yang sama yaitu di antara good
keberlanjutan paling rendah sedangkan Program dan bad score dengan skor 65,30 dan 55,98 yang
Bantuan Operasi Sekolah (BOS) mempunyai status berarti cukup berlanjut.
paling tinggi. Untuk program CSR, baik program CSR Analisis pada dimensi output (Gambar 4)
Antam (Ant) maupun Pertamina (Per), keduanya menghasilkan keragaman indeks keberlanjutan
berada di antara bad dan good dengan skor 58,04 dengan pola yang tidak jauh berbeda dari dua
dan 66,65 yang berarti cukup berlanjut. dimensi sebelumnya. Seluruh program zakat berada
Gambar 3 selanjutnya menggambarkan pada good score, di mana program Dompet Dhuafa
ordinasi keberlanjutan program dari sisi proses. (DD) mempunyai skor paling tinggi sebesar 99,98.
Hasil analisis pada dimensi proses menghasilkan Pada dimensi ini ada hal yang cukup menarik karena
indeks keberlanjutan yang bervariasi namun tetap program zakat Maz Baitussalam (MAZ) mempunyai
menempatkan program zakat Dompet Dhuafa skor lebih tinggi dibandingkan dengan program
(DD) pada good score dengan status berkelanjutan Baznas (BAZ), dengan skor 87,10 sementara program

Gambar 3. Ordinasi Dimensi Proses

188 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197
Gambar 4. Ordinasi Dimensi Output
Baznas (BAZ) 80,76. Analisis terhadap program faktor yang sangat menentukan keberlanjutan
pemerintah menunjukkan bahwa seluruh program program zakat. Tingkat pemahaman tenaga
pemerintah berada di antara bad score dan good pendamping dan kepercayaan si miskin terhadap
score dengan nilai berkisar antara 47,25 sampai pendamping yang dikenal sebagai tetangga menjadi
54,00 untuk program PNPM dan antara 21,95 motivasi bagi penerima program untuk memiliki
sampai 40,31 untuk program bantuan sosial, hanya keterlibatan yang tinggi dalam pelaksanaan program.
PNPM Perdesaan (Des) yang mempunyai status Mekanisme penentuan penerima program
cukup berlanjut dengan skor sebesar 54,00. dengan menggunakan penilaian tetangga terdekat
Program bantuan sosial lainnya mempunyai status sebagai sumber informasi utama selain data statistik
kurang berlanjut, bahkan program Jamkesmas kependudukan, juga menjadi faktor yang menentukan
berada pada status keberlanjutan buruk. Sedangkan program zakat berada pada kategori good score
pada program CSR kedua program berada di antara khususnya pada dimensi output. Khusus pada Dompet
good dan bad dengan skor 57,88 untuk program Dhuafa, fokus lembaga ini untuk mengembangkan
Antam (Ant) dan 54,74 untuk program Pertamina pembentukan lembaga masyarakat menjadi faktor
(Per), sehingga kedua program CSR mempunyai yang sangat menentukan keberhasilan program dalam
status cukup berlanjut. memandirikan si miskin.
Hasil analisis yang menempatkan program zakat Terkait dengan hasil analisis terhadap program
pada good score pada seluruh dimensi yang dianalisis, pemerintah yang menempatkan seluruh program di
kemungkinan besar disebabkan oleh tepatnya antara good dan bad score, kemungkinan besar
lembaga zakat dalam merancang program sehingga disebabkan oleh ketidakkonsistenan pemerintah
sesuai dengan kebutuhan dan waktu diperlukannya terhadap mekanisme pelaksanaan program yang
program tersebut. Persyaratan bagi penerima program sebenarnya telah ditetapkan secara baik. Hasil
zakat yang tidak sulit, sifat program yang penelitian ini memperkuat hasil-hasil penelitian
komperehensif antara program bantuan sosial dan sebelumnya tentang kelemahan program pemerintah,
program pemberdayaan, menjadi keunggulan bagi yaitu rendahnya koordinasi antarpihak dalam
program zakat. Demikian pula terkait dengan model pelaksanaan program sehingga program-program
perencanaan yang diterapkan. Model perencanaan berjalan sendiri-sendiri. Kelemahan lainnya, adalah:
program tidak selalu harus menerapkan konsep mekanisme perencanaan bottom up yang sering hanya
bottom up yang sering justru tidak efektif dalam kasus kamuflase di mana pejabat berwenang mulai dari
kemiskinan mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh tingkat Rukun Tetangga lebih dominan dan
si miskin dalam memahami permasalahannya sendiri. mengabaikan ide-ide program dari bawah. Selain itu
Hal ini menjadi dasar bagi lembaga zakat untuk perihal ketidaktepatan penyaluran program, faktor-
menggabungkannya dengan konsep top down dengan faktor tersebut menjadi penyebab rendahnya status
tetap mendengar dan memerhatikan aspirasi dari keberlanjutan program pemerintah.
calon penerima program, sehingga integrated Sementara pada program CSR yang berada di
approach menjadi pendekatan yang efektif. Proses antara skor good dan bad, lebih disebabkan
pendampingan yang dilakukan secara intensif oleh terbatasnya kapasitas. Dalam berbagai aspek,
personil yang secara fisik tinggal di lokasi si miskin program-program CSR relatif efektif namun
pada program zakat Dompet Dhuafa, juga menjadi mengingat keterbatasan kapasitas dalam personil

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan... | 189
Gambar 5. Diagram Layang Sustainability Analysis antara Program
Pengentasan Kemiskinan Pemerintah, Zakat, dan CSR
dan orientasi program yang berfokus pada sekitar bantuan sosial, yang berarti program yang bersifat
wilayah operasi perusahaan menjadikan program- pemberdayaan mempunyai status keberlanjutan
program CSR cenderung eksklusif. Selain itu, regulasi yang lebih baik dibandingkan dengan program yang
yang relatif sering berubah sangat memengaruhi bersifat bantuan sosial.
operasionalisasi program-program CSR yang pada Jika analisis difokuskan secara lebih rinci
gilirannya menentukan efektivitasnya. dengan membedakan antara program yang bersifat
Keragaan status keberlanjutan dari tipe program pemberdayaan dan program yang bersifat bantuan
yang dianalisis dapat dilihat pada diagram layang- sosial, maka PNPM Perkotaan berada pada skor
layang pada Gambar 5 yang menggambarkan yang lebih baik dibandingkan program PNPM yang
keterkaitan antardimensi yang dianalisis. Diagram lain khususnya pada dimensi input dengan status
layang menunjukkan bahwa program-program yang kurang berlanjut. Sedang pada dimensi proses,
berada pada bagian luar diagram menunjukkan skor PNPM perdesaan mempunyai skor lebih baik
baik (100 persen) sementara program-program yang dengan status keberlanjutan yang sama. Hasil
berada pada bagian dalam menunjukkan skor buruk (0 analisis sebagaimana terlihat pada Gambar 7.
persen). Dari Gambar 5 terlihat bahwa program Zakat Pada program yang bersifat bantuan sosial,
Dompet Dhuafa berada pada garis terluar diikuti oleh program Bantuan Operasional Sekolah dan program
program CSR dan program-program pemerintah pada Raskin berada pada garis terluar diagram layang-
bagian dalam. Gambar 5 menguatkan hasil analisis layang yang menunjukkan skor keberlanjutan yang
ordinasi yang telah diuraikan sebelumnya. lebih baik dibandingkan program lainnya (Gambar
Keragaman antarprogram juga terjadi di antara 8). Status keberlanjutan program bantuan sosial
program yang diselenggarakan oleh lembaga yang seluruhnya berada pada kelompok kurang berlanjut.
sama, sebagaimana terlihat pada Gambar 6 sampai 8. Pada program zakat sebagaimana terlihat pada
Gambar 6 sampai 8 menunjukkan analisis Gambar 9, program Zakat Dompet Dhuafa berada
keberlanjutan jika analisis difokuskan pada masing- pada garis terluar pada dimensi input dan proses yang
masing penyelenggara program. Pada Gambar 6 yang menunjukkan status keberlanjutan yang lebih baik
menganalisis program pemerintah, menunjukkan dibanding program zakat lainnya. Sedangkan pada
bahwa seluruh program PNPM berada pada garis dimensi output program Zakat Maz Baitussalam
terluar dibandingkan dengan program yang sifatnya berada pada skor paling baik yang ditunjukkan oleh

Gambar 7. Diagram Layang Sustainability Analysis


Gambar 6. Diagram Layang Sustainability Analysis
Program Pemberdayaan Masyarakat
Program Pengentasan Kemiskinan
pada Program Pengentasan Kemiskinan
Pemerintah
Pemerintah

190 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197
Gambar 8. Diagram Layang Sustainability Analysis Gambar 9. Diagram Layang Sustainability Analysis
Program Bantuan Sosial pada Program Program Zakat
Pengentasan Kemiskinan Pemerintah
garis terluar. Hal ini kemungkinan besar disebabkan dengan kebutuhan masyarakat sasaran, serta
oleh ketepatan penyaluran yang tinggi mengingat ketidakakuratan data memiliki pengaruh 3,33
antara pengelola dan penerima berada pada area persen melebihi atribut-atribut yang lain. Hal
geografis yang dekat. ini dapat diinterpretasikan bahwa ketiga atribut
Pada program CSR (Gambar 10) program PT berpengaruh sangat besar terhadap sustainability
Antam berada pada garis terluar pada seluruh program pengentasan kemiskinan. Pada dimensi
dimensi yang dianalisis, sehingga program CSR Antam proses, atribut “biaya pengelolaan, mekanisme
berstatus lebih baik dibandingkan program CSR PT penetapan sasaran, kepraktisan organisasi serta
Pertamina. Keseriusan PT Antam mengelola program koordinasi antarlembaga” merupakan faktor
CSR ditunjukkan dengan adanya bagian khusus dari yang paling berpengaruh terhadap sustainability
struktur organisasi program CSR yang lebih terarah program pengentasan kemiskinan dibandingkan
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, atribut lainnya. Atribut biaya pengelolaan menjadi
khususnya di wilayah remote operasi utama PT faktor yang paling dominan pada dimensi proses
Antam. Pengelolaan CSR yang berlanjut hingga dengan pengaruh sebesar 3,56 persen. Sedangkan
pascatambang juga menjadi sumber keunggulan pada dimensi output, atribut “keberadaan lembaga
program CSR PT Antam. masyarakat” merupakan atribut yang berpengaruh
paling besar terhadap sustainability program
B. Analisis Leverage pengentasan kemiskinan dibanding atribut yang lain
Analisis leverage merupakan analisis sensitivitas dengan pengaruh sebesar 5,63 persen.
untuk mengetahui variabel atau atribut yang sensitif Berdasarkan hasil analisis leverage tersebut,
terhadap perubahan skor keberlanjutan (faktor maka kebijakan yang berkaitan dengan aspek
pengungkit). Dengan mengetahui faktor pengungkit ketersediaan data dan keakuratan data, baik
akan dapat diperkirakan tingkat sensitivitas suatu mengenai data penduduk miskin, data penerima
atribut terhadap skor keberlanjutan. Hasil analisis program, maupun data hasil suatu program harus
leverage terhadap dimensi input, proses, dan output mendapat perhatian serius dari penentu kebijakan.
program pengentasan kemiskinan disajikan pada Demikian juga kebijakan yang terkait dengan
Gambar 11. perbedaan antara suatu program dengan program
Dari dimensi input, atribut “perbedaan lainnya. Kemiripan antara program satu dengan
antarprogram; ketidaksesuaian program program lainnya tidak saja merupakan pemborosan

Gambar 10. Diagram Layang Sustainability Analysis Program CSR

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan... | 191
Gambar 11. Analisis Leverage Atribut Penentu Skor Keberlanjutan
Program Pengentasan Kemiskinan
terhadap penggunaan sumber daya, namun juga permasalahan secara mandiri merupakan atribut
membingungkan terutama bagi penerima program, yang mempunyai pengaruh paling kuat pada
sehingga tingkat keterlibatan mereka rendah, tidak dimensi output program pengentasan kemiskinan
merasa memiliki program dan kecenderungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu penentu
perilaku penerima program apatis. Model pendataan kebijakan harus memerhatikan aspek ini guna
penduduk miskin yang dilakukan oleh BPS tidak menjamin program mampu menghasilkan
cukup memadai mengingat dinamika kemiskinan lembaga masyarakat yang menjadi wadah bagi
yang tinggi. Kondisi ini telah diantisipasi oleh program pengembangan kemampuan masyarakat (miskin)
zakat dengan melakukan pendekatan pengakuan untuk menyelesaikan masalahnya secara mandiri
sendiri dan penilaian dari tetangga terdekat untuk sehingga tidak tergantung kepada pihak lain.
menentukan siapa yang disebut miskin dan tepat Mencermati faktor-faktor leverage program
sebagai penerima program. pengentasan kemiskinan sangat perlu dilakukan oleh
Terkait dengan faktor biaya pengelolaan yang penentu kebijakan, dalam rangka meningkatkan
mempunyai pengaruh paling kuat terhadap status status keberlanjutan program. Status keberlanjutan
keberlanjutan prgram pada dimensi proses, maka yang menggambarkan tingkat kemampuan program
penentu kebijakan harus mengupayakan biaya untuk bertahan dalam suatu rentang waktu yang
seefisien mungkin. Sementara terkait dengan aspek panjang, terpelihara efektivitasnya, serta tumbuh
ketepatan waktu penyaluran, penentu kebijakan dan berkembang kekuatannya menjadi salah satu
harus memerhatikan waktu penyaluran program tolok ukur keberhasilan program pengentasan
untuk menjamin penyaluran program sesuai dengan kemiskinan. Semakin baik status keberlanjutan suatu
waktu di mana kebutuhan penerima muncul/terjadi. program, semakin baik kemampuan program dalam
Selain itu penentu kebijakan harus menjamin adanya upaya pengentasan kemiskinan.
sinkronisasi dan koordinasi antarlembaga yang C. Analisis Monte Carlo
terlibat dalam proses pelaksanaan program, untuk
menjamin program terlaksana dengan optimal. Mengingat Rappoverty merupakan metode
Lembaga masyarakat yang menggambarkan penilaian cepat, maka kemungkinan terdapat
kemandirian masyarakat dalam menyelesaikan kesalahan/ketidakpastian dalam analisisnya.

192 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197
Ketidapastian tersebut terkait dengan (1) kesalahan V. SIMPULAN DAN SARAN
skoring akibat minimnya informasi, (2) variasi dalam
skoring akibat perbedaan penilaian, dan (3) kesalahan A. SIMPULAN
dalam memasukkan data. Dengan menyadari bahwa Mengetahui status keberlanjutan program
faktor-faktor tersebut sangat besar berpengaruh pengentasan kemiskinan adalah penting untuk
terhadap kepastian model, maka dilakukan analisis menentukan tingkat kinerja pengelolaan program
Monte Carlo. Analisis Monte Carlo akan menguji maupun tingkat kemanfaatan program. Berdasarkan
dampak dari kesalahan acak (random error) terhadap hasil analisis Rappoverty, dapat disimpulkan bahwa
model. Dalam studi ini analisis Monte Carlo dilakukan status keberlanjutan antara program pemerintah,
dengan metode “scatter plot” untuk menunjukkan program zakat, dan program CSR bervariasi
perubahan ordinasi dari setiap dimensi. Hasil namun cukup konsisten. Pada seluruh dimensi
analisis Monte Carlo yang dilakukan dengan 30 kali yang dianalisis meliputi dimensi input, proses, dan
pengulangan menunjukkan bahwa model program output, program pengentasan kemiskinan berbasis
pengentasan kemiskinan pemerintah, zakat, dan zakat mempunyai status keberlanjutan paling baik
CSR yang menghasilkan status keberlanjutan dibandingkan program pemerintah maupun program
sebagaimana diuraikan pada sesi sebelumnya adalah CSR. Program-program zakat memiliki status sangat
telah dapat mengantisipasi adanya random error berlanjut, sementara program CSR memiliki status
sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan terlihat dari cukup berlanjut, sedangkan program-program
plot yang berpola sama dengan analisis sebelumnya. pemerintah mempunyai status kurang berlanjut.
Hasil analisis Monte Carlo diwakili oleh Gambar 12. Pada analisis leverage diketahui faktor-faktor
D. Analisis Kelayakan Model yang menentukan status keberlanjutan (faktor
pengungkit) program pengentasan kemiskinan pada
Analisis terhadap kelayakan model (good of masing-masing dimensi. Pada dimensi input, diketahui
fit) dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya faktor yang menjadi pengungkit status keberlanjutan
penambahan atribut pada model dan menguji program adalah (1) perbedaan antarprogram, (2)
akurasi model dibandingkan dengan keadaan yang keakuratan data, dan (3) ketersediaan data. Pada
sebenarnya. Hasil analisis kelayakan model dapat dimensi proses, yang menjadi faktor leverage
dilihat dari nilai stress (S) dan koefisien determinasi adalah (1) biaya pengelolaan, (2) ketidaktepatan
(R2). Pada dimensi input diperoleh nilai S sebesar waktu penyaluran, dan (3) sinkronisasi program
0,18 dan nilai R2 sebesar 0,89. Pada dimensi proses antarlembaga. Sedangkan pada dimensi output
diperoleh nilai S sebesar 0,16 dan nilai R 2 sebesar adalah (1) keberadaan lembaga masyarakat dan (2)
0,92. Pada dimensi output diperoleh nilai S sebesar peningkatan jumlah penerima program.
0,22 dan nilai R2 sebesar 0,88. Sesuai dengan kaidah B. Saran
analisis kelayakan model yang disampaikan oleh
Fauzi dan Anna (2005), bahwa model yang baik Dari simpulan tersebut, hasil studi ini
ditunjukkan dengan nilai S yang lebih kecil dari 0,25, berimplikasi bagi penentu kebijakan program
maka model penelitian ini dikatakan baik (good fit). pengentasan kemiskinan dalam beberapa hal.
Demikian pula jika dilihat dari nilai R2 yang mendekati Mengingat kemiskinan bersifat lintas antarwaktu
1, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak perlu dan antargenerasi, maka melakukan evaluasi
dilakukan penambahan atribut pada model untuk untuk menentukan status keberlanjutan dan
mendekati keadaan yang sebenarnya. faktor yang memengaruhi keberlanjutan program

Gambar 12. Hasil Analisis Monte Carlo untuk Dimensi Input

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi
Program Pengentasan Kemiskinan... | 193
penanggulangan kemiskinan sangat penting sebagai DAFTAR PUSTAKA
dasar dalam menyusun program yang berkelanjutan.
Untuk menghadapi kemiskinan yang
multidimensional, maka dalam merancang program Buku
pengentasan kemiskinan perlu dikembangkan
indikator yang lengkap dan menyeluruh baik yang Blanden, J. and Gibbons, S. (2006). The persistence
bersifat ex-ante maupun ex-post sebagaimana of poverty across generations a view from two
tergambar pada dimensi input, proses, dan output British cohorts. Bristol: The Policy Press.
pada penelitian ini. Selain itu juga, perlu ditetapkan Dunn, W. N. (2003). Pengantar analisis kebijakan
parameter umum dan parameter khusus yang dapat publik. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.
diselaraskan sebagai indikator keberhasilan program.
Misalnya model program zakat karena merupakan Fauzi, A. dan Anna, S. (2005). Pemodelan sumberdaya
program berbasis aturan agama, program ini perikanan dan kelautan untuk analisis kebijakan.
mempunyai mekanisme yang cukup berbeda Jakarta: Gramedia Pustaka.
dibandingkan dengan program lainnya. Namun Hersh, M. (2006). Mathematical modelling for
demikian tetap dapat dipadukan dengan program sustainable development. Germany: Springer.
lainnya. Misalnya pada penggunaan tetangga sebagai
informan dalam menentukan sasaran program, Jurnal dan Working Paper
dapat diselaraskan dengan data-data BPS yang
digunakan oleh pemerintah dalam menentukan calon Bradshaw, T. K. (2005). Theories of poverty and anti-
penerima program untuk menghindari kesalahan/ poverty programs in community development.
ketidakakuratan dalam penyaluran program. RPRC Working Paper No. 06-05. Diperoleh
Studi ini dapat menjadi instrumen penting tanggal 14 September 2013, dari vistacampus.
dalam memastikan umpan balik (feed back) dan gov/.../PovertyInAmerica/Theories_Pov_Anti
tindak lanjut (feed forward) program pengentasan Pov_Pro.
kemiskinan. Dengan mendasarkan pada indeks status Elsner, W. (2004). The ‘new” economy; complexity,
keberlanjutan program, penentu kebijakan dapat coordination and a hybrid governance approach.
memutuskan untuk melanjutkan atau menghentikan International Journal of Social Economics,
suatu program. Demikian pula, dengan mendasarkan 31(11/12), 1.029-1.049.
pada faktor-faktor yang menjadi pengungkit Groenen,P.J.andVelden,M.(2004).Multidimensional
(leverage) keberlanjutan program, ke depan dapat
dirancang program pengentasan kemiskinan yang scalling. Econometric institute report EI 2004-15.
memastikan program efektif, untuk merealisasikan Diperoleh tanggal 18 April 2014, dari repub.eur.
target-target pengentasan kemiskinan. nl/pub/1274/ei200415.pdf.
Sebagai metode pengambilan keputusan Jaworska, N. and Anastasova, C. A. (2009). A review
multikriteria, metode Rappoverty memiliki kelemahan of multidimensional scaling (MDS) and its utility
dalam sifat analisisnya yang cepat sesuai dengan in various psychological domains. Tutorials in
namanya (rapid) serta penggunaan kriteria/atribut quantitative methods for psychology, 5(1), 1‐10.
yang kurang spesifik. Oleh karena itu, dalam kerangka Kavanagh, P. and Pitcher, T. (2004). Implementing
penelitian yang lebih komprehensif, penelitian
microsoft excel software for rapfish: A
dengan metode Rappoverty perlu ditinjaklanjuti
technique for the rapid appraisal of fisheries
dengan menggunakan metode multikriteria
status. Fisheries Centre Research Reports, 12(2).
yang lebih mendalam seperti misalnya metode
Diperoleh tanggal 1 Oktober 2014, dari www.
Promethee, untuk menentukan urutan (ranking)
fisheries.ubc.ca/webfm_send/188.
kinerja program. Dengan mengetahui urutan kinerja,
maka model pola program pengentasan kemiskinan Pitcher, T. J. and Preikshot, D. (2001). RAPFISH:
dapat dirancang menuju kepada pola program yang A rapid appraisal technique to evaluate the
berada pada ranking kinerja terbaik. sustainability status of fisheries. Fisheries
Research 49, 255-270.

194 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197
Sell, M. and Spence, C. (2001). Summary report from Fauzi, A. (2012). Model pemberdayaan masyarakat.
the workshop of poverty alleviation and Disampaikan pada seminar pemberdayaan
sustainability development. Published by IISD, masyarakat desa hutan. Bandung 27 September
46(1), 1-6. Diperoleh tanggal 11 Desember 2014, 2012.
dari www.iatp.org/.../Summary_Report_from_
Hasan, M. K. (2010). An integration poverty alleviation
the_Workshop_On_Poverty model combining zakat, awqaf and micro-finance.
Shaffer, P. (2008). New thinking on poverty: Presented in Seventh International Conference-
Implications for globalisation and poverty The Tawhidi Epistimology: Zakat and Waqf
reduction strategies. DESA Working Paper No. Economy, Bangi. Diperoleh tanggal 1 April 2013,
65 ST/ESA/2008/DWP/65. Diperoleh tanggal 2 dari www.researchgate.net/.../228889744_AN_
Januari 2015, dari www.un.org/esa/desa/ INTEGRATED_ POVERTY_AL.
papers/2008/wp65_2008.pdf.
Muktazam dan Nurjanah, S. (2011). Kajian kritis atas
Williamson, O. E. (1991). Economic institutions: fenomena dan program pengentasan
Spontaneous and intentional governance. kemiskinan pada masyarakat sekitar hutan di
Journal of Law, Economic and Organization, 7, pulau Lombok. Laporan penelitian.
159-187. Mutamimah dan Hartono, S. (2010). Holistic approach
sebagai model optimalisasi program corporate
Sumber Digital social responsibility dalam pengentasan
BPS. (2013). Data Strategis BPS 2013. Diperoleh kemiskinan di Jawa Tengah. Laporan penelitian.
tanggal 12 Maret 2014, dari www.bps.go.id. Pusat Studi Sosial Asia Tenggara-UGM, PSPK UGM,
BPS. (2014). Data Kemiskinan Triwulan Pertama dan Ford Foundation. (2014). Press Release.
2014. Diperoleh tanggal 12 Mei 2014, dari Hasil evaluasi penelitian efektivitas program
www. bps.go.id. pengentasan kemiskinan di 15 kabupaten/kota
BPS. (2015). Data Kemiskinan 2015. Diperoleh tanggal di Indonesia. Diperoleh tanggal 11 Desember
2014, dari www.academia.edu/.../Tinjauan_
12 September 2015, dari www.bps.go.id.
Terhadap_Efektivitas.
World Development Report (2002). Diperoleh
Septiana dan Darwis, V. (2004). Keefektifan koordinasi
tanggal 15 Januari 2014, dari web.worldbank.
kelembagaan dan strategi penanggulangan
org ›Data & Research›Research›WDRs.
kemiskinan di daerah. Disampaikan pada seminar
strategi penanggulangan kemiskinan di daerah.
Sumber Lain Diperoleh tanggal 5 Oktober 2013, dari
Dasgupta, P. (2003). World poverty: Causes and pse.litbang.pertanian.go.id/ind/.../Mono25-03.
pathways. Paper presented at World Bank pdf.
Conference on Development Economics,
Simon, H. and Fredrik, L. (2009). CSR in Indonesia a
Washington, DC: World Bank. Diperoleh tanggal
qualitative study from a managerial perspective
12 Juli 2013, dari users.ictp.it/~eee/workshops/
regarding views and other important aspects of
smr1597/Dasgupta%20-%20POVERTY.pdf.
CSR in Indonesia Program: IBR-06. Högskolan
Dasgupta, P. (2007). Poverty trap-exploring the Gotland: VT. Thesis. Diperoleh tanggal 5 Oktober
complexity of causation. 2020 focus brief on the 2013, dari www.diva-portal.org/smash/get/
world’s poor and hungry people. Diperoleh diva2:240404/FULLTEXT01.pdf.
tanggal 12 Juli 2013, dari https://idl-bnc.idrc.ca/
dspace/bitstream/10625/37194/1/127842.pdf. The Economist. Special report: Corporate social
responsibility. Just good business. The
Dolles, V. (2010). Analisis kelembagaan dalam Economist Ed. Jan 17th 2008. Diperoleh tanggal 2
pengembangan program untuk pemberdayaan Oktober 2013, dari www.economist.com/
masyarakat miskin kota (Studi kasus node/10491077.
penanggulangan kemiskinan di kota Depok).
Skripsi. Diperoleh tanggal 12 Juli 2014, dari
repository.ipb.ac.id /handle/123456789/62703.

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan... | 195
Lampiran 1. Program Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah, Zakat, dan CSR
196 |

Program Pemerintah Program Zakat Baznas Program Zakat Dompet Dhuafa Program Zakat MAZ Baitussalam
Program CSR
Program Bantuan Program Program CSR PT Antam
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2, Desember 2015 181 - 197

Pertamina
Pemberdayaan Konsumtif Produktif Konsumtif Produktif Konsumtif Produktif
Sosial Masyarakat

1. Program 1. PNPM 1. Konter 1. Zakat Program 1. Pendidikan Bantuan 1. Kesehatan: 1. Ekonomi: 1. Pertamina
Keluarga Perdesaan Layanan Community Tematik: • SMART Ekselensia Langsung Layanan Program Kemitraan dan
Harapan 2. PNPM Mustahik Development • Ramadhan: Indonesia (Charity) Kesehatan 2. Sosial: Pendidikan
2. Program Perkotaan 2. Program Program Pasar • FIS Filial Cuma-Cuma/ • Pendidikan & 2. Pertamina
Jaminan 3. PNPM Tanggap (Intergrasi Berkah; • Sekolah Guru Pos SehatT Pelatihan dan
Kesehatan Infrastruktur Bencana aspek Gerakan Indonesia 2. Ekonomi: • Kesehatan Kesaehatan
Masyarakat Sosial pendidikan, Masjid • Beastudi Pemberdayaan • Infrastruktur 3. Pertamina
3. Program Ekonomi kesehatan, Sehat; Neo Indonesia Ekonomi • Pelestarian dan
Bantuan Siswa Wilayah agama, Festival • Makmal Dhuafa • Budaya Penidikan
Miskin (PISEW) lingkungan, Kampung Pendidikan 3. Bantuan • Bina 4. Pertamina
4. Bantuan 4. PNPM dan aspek Sehat • Institut Pendidikan Lingkungan dan
Operasional Peningkatan sosial lainnya. • Kurban: Kemandirian • Pengembangan Lingkungan
Sekolah Usaha 2. Ekonomi: Tebar • Kampus Umar Masyarakat 5. PKBL
5. Beras Agrobisnis Rumah Hewan Usman 3. Pelestarian Alam: 6. Foundation
Bersubsidi bagi Pertanian Makmur Kurban 2. Kesehatan Pelestarian 7. OSN
Masyarakat (PUAP) Baznas • Program Layanan Lingkungan Pertamina
Berpenghasilan 5. PNPM 3. Kesehatan: Kesehatan Cuma-
Rendah Pariwisata Rumah Sehat Cuma
6. PNPM Baznas • Rumah Sehat
Generasi 4. Pendidikan: Terpadu
Rumah • Ekonomi:
Cerdas Anak • Pertanian Sehat
Bangsa Indonesia
5. Sosial: Rumah • Kampoeng Ternak
Dakwah Nusantara
Baznas • Karya Masyarakat
Mandiri
3. Sosial:
• Lembaga
Pelayanan
Masyarakat
• Migrant Institute
• Disaster
Management
Centre
• Semesta Hijau
Sumber: Panduan Pemantauan Program Penanggulangan Kemiskinan, TNP2K, 2014; www.pnpm-mandiri.org; http//:Baznas.go.id; Buletin Maz Baitussalam 2014; Company Profile Dompet Dhuafa, 2014; Laporan
Keberlanjutan PT Antam, Tbk, 2011, 2013, www.Antam.com; dan www.Pertamina.com.
Lampiran 2. Dimensi, Atribut, dan Kriteria Evaluasi Keberlanjutan Program Penanggulangan Kemiskinan
Dimensi /Atribut Kriteria

Dimensi No. Atribut Score Good Bad Keterangan


1. Kriteria penerima 0, 1, 2, 3 3 0 Tidak ada (0), Ada tetapi kurang jelas (1), Jelas-tidak
diimplementasikan (2), Jelas dan diimplementasikan (3)

2. Tingkat kerumitan persyaratan 0,1,2 0 2 Rendah (0), Sedang (1), Tinggi (2)
penerima program
3. Sumber dana 1, 2, 3 3 1 Terbatas (1), Cukup (1), Banyak (3)

4. Ketersediaan dana 0,1,2 2 0 Kurang (0), Cukup (1), Lebih dari cukup (2)

5. Ketersediaan data 0,1, 2 2 0 Kurang (0), Cukup (1), Tersedia dengan baik (2)
Input

6. Ketidakakuratan data 0, 1, 2 0 2 Rendah (0), Sedang (1), Tinggi (2)


7. Ketidaksesuaian program dengan 0, 1, 2 0 2 Rendah (0), Cukup (1), Tinggi (2)
kebutuhan masyarakat sasaran
8. Perbedaan antarprogram 0, 1, 2 2 0 Tidak berbeda (0), Cukup berbeda (1), Sangat berbeda (2)

9. Sifat Program 0, 1, 2 2 0 Komplementari (0), Parsial (1), Komperehensif (2)

10. Kestabilan regulasi 0, 1, 2 0 2 Rendah (0), Cukup Stabil (1), Tinggi (2)

11. Kapabilitas personil pelaksana 1, 2,3 3 1 Kurang (1), Cukup (2), Sangat Kapabel (3)

12. Pemahaman peserta terhadap program 0, 1, 2, 3 3 0 Sangat Rendah (0), Kurang (1), Cukup (2), Baik (3)

1. Pendekatan perencanaan program 0, 1, 2 2 0 Top down (0), Bottom up (1), Partisipatif (2)

2. Keterlibatan masyarakat dalam 0,1,2,3 3 0 Sangat kurang (0), Kurang (1), Cukup (2), Tinggi (3)
penentuan sasaran/progam
3. Mekanisme penetapan sasaran 0, 1, 2 2 0 Tidak ada (0); Ada tetapi tidak dipergunakan dengan
baik, (1), Ada dan dipergunakan dengan baik (2)
4. Pendekatan program 0, 1, 2 2 0 Bantuan sosial langsung (0), Pemberdayaan (1),
Komperehensif (2)
5. Koordinasi antarlembaga 1, 2, 3 3 1 Ada-tetapi kurang memadai (1), Ada-cukup memadai
(2), Sangat memadai (3)
Proses

6. Sosialisasi dan edukasi 0,1, 2, 3 3 0 Tidak ada (0), Ada-tidak efektif (1), Ada-efektif (2),
Sangat efektif (3)
7. Organisasi 0, 1, 2 2 0 Birokratif (0), Tidak Jelas (1), Orientasi tujuan (2)

8. Biaya pengelolaan 0, 1, 2 0 2 Rendah (0), Sedang (1), Tinggi (2)

9. Ketidaktepatan waktu penyaluran 0, 1, 2 0 2 Rendah (0), Sedang (1), Tinggi (2)

10. Berkurangnya jumlah dana yang 0,1, 2 0 2 Tidak ada (0), Kadang-kadang (1) Ada (2)
disalurkan selama proses penyaluran
11. Evaluasi dan monitoring program 0, 1, 2, 3 3 0 Tidak ada (0), Ada tetapi tidak memadai (1), Ada-cukup
memadai (2), Sangat memadai (3)
12. Governance 0, 1, 2,3 3 0 Kurang (0), Cukup (1), Baik (2), Sangat baik (3)

1. Ketidaktepatan distribusi kepada sasaran 0, 1, 2 0 2 Rendah (0), Sedang (1), Tinggi (2)

2. Ketidaktercapaian target program 0, 1, 2 0 2 Rendah (0), Sedang (1), Tinggi (2)

3. Peningkatan jumlah penerima program 0, 1, 2, 3 3 0 Sangat kurang (0) , Kurang (1), Cukup (2), Baik (3)
Output

4. Keberadaan lembaga masyarakat 0, 1, 2, 3 3 0 Tidak bertambah (0), Ada penambahan sedikit (1),
Bertambah sesuai target (2), Bertambah lebih dari
target (3)
5. Kesinambungan program 0, 1, 2, 3 3 0 Sangat tidak pasti (0), Tidak pasti (1), Kurang (2),
Berkesinambungan (3)
6. Peningkatan kesejahteraan penerima 0, 1, 2 2 0 Tidak (0), Cukup (1), Baik (2)
program

Nafiah Ariyani, Akhmad Fauzi, Bambang Juanda, Irfan Syauqi Beik, Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan... | 197

You might also like