Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Building justice through judicature institution always contends with consequence
which sacrifices the suspected as being object of investigation. There is a guarantee called
“presumption of innocence”, but the guarantee is not representative enough, there must be
still a guarantee that the position of the suspected is quiet strong, not only as object, but also,
as possible as being subject, and law officers effort to find fair decisions. With the existing of
prejudge, in hope, Criminal affairs will run well which is suitable with the current regulation.
Arresting, jailing etc can not be accomplished at haphazard. The whole is to manifest law
protection of human rights in order not to be violated. Besides it, the existence of prejudge in
hope, is able to help and gives the protection of law to the basic rights of the accused as an
effort to protect the one from forced trial by investigators and public prosecutors. Therefore,
automatically the rights of the accused can also be protected. The execution of prejudge as
managed within KUH Pidana is influenced by several factors such as: first, prejudge as the
law protection of human rights. Second: prejudge as the instrument to control the investigator
and prosecutor, Besides the factor as explained above, there are also barriers in the execution
of prejudge. The hindering factor of prejudge execution consists, such as; First the prejudge
practice is still rare. second, the basic difference of judge’s decision of sentence, third, limited
time for inspection of prejudge affairs.
*
Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Negeri Gorontalo.
**
Dosen Hukum Pidana Universitas Negeri Gorontalo. Aktifis Hak Asasi Manusia di Provinsi Gorontalo. (Jalan
Lumba-lumba No. 92, Kelurahan Ipilo, Kecamatan Kota Timur, Gorontalo 96112)
***
Dosen Hukum Islam Universitas Negeri Gorontalo. Pejuang Hak-Hak Perempuan. (e-mail: ytamu@yahoo.
co.id)
82 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 81 - 92
mencari siapa pelaku sebenarnya peristiwa. diduga melakukan tindak pidana merupakan
Dalam merealisasikan hukum di hal yang mutlak untuk diperlukan.
masyarakat tersebut tentunya diperlukan Hal ini didasarkan pada asas yang
suatu proses yang tidak main-main. berlaku dalam hukum kita yakni asas
Membangun dan merealisaikan hukum praduga tak bersalah atau yang biasa
dalam kehidupan masyarakat sudah pasti dikenal dengan presumtion of innocence.
akan dihadapkan pada berbagai tantangan, Hukum Acara Pidana telah mengatu tentang
baik yang disebabkan oleh faktor internal hak-hak dan kewajiban penegak hukum
maupun eksternal masyarakat itu sendiri. menangani dan memeriksa perkara pidana,
Pembenahan lembaga peradilan dan termasuk di dalamnya mengatur tentang
lembaga penegak hukum lainnya, seperti bagaimana memperlakukan setiap orang
kepolisian, kejaksaan, PPNS merupakan sama kedudukannya dalam hukum.
suatu proses yang membutuhkan perencanaan Menurut Andi Hamzah, fakta yang
yang terarah dan terpadu, realistis dan terjadi sekarang ini penahanan dapat
sekaligus mencerminkan prioritas dan dimintakan upaya hukum yang lain yaitu
aspirasi kebutuhan masyarakat. Pembenahan banding atau kasasi. Di dalam KUHAP
kelembagaan peradilan ditujukan untuk memang tidak diatur tentang upaya hukum
mewujudkan lembaga pengadilan yang banding atau kasasi terhadap sah atau
mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa tidaknya penangkapan atau penahanan,
dan pihak manapun, tidak memihak apabila sudah mendapat penetapan dari hakim
(imparsial), transparan, kompeten, memiliki praperadilan. Namun kenyataan di lapangan
akuntabilitas, partisipatif, cepat, dan mudah di dalam yurisprudensi diperbolehkan.
diakses. Pada dasarnya proses hukum acara
Pada dasarnya dalam hukum negara pidana telah kita kenal sebelumnya dalam
Indonesia terutama dalam Kitab Undang- HIR dan RBG. Kemudian dengan keluarnya
Undang Hukum Acara Pidana, kewenangan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
pemerintah untuk mencari dan memeriksa tentang Kitab Undang-Undang Hukum
pelaku tindak pidana dibatasi oleh sikap Acara Pidana lebih menyempurnakan
untuk tidak sewenang-wenang menangkap segalanya antara lain mengenai diaturnya
memeriksa dan menghukum seseorang suatu lembaga praperadilan.
tanpa pembuktian dan prosedur yang Maksud dan tujuan dari dibentuknya
jelas. Seseorang yang diduga keras telah lembaga praperadilan itu adalah hanya
melakukan suatu tindak pidana harus semata mata untuk melindungi hak-hak
diperlakukan juga seperti layaknya sebagai tersangka dalam tingkat pemeriksaan
manusia. Perlindungan terhadap hak asasi pendahuluan yang dilakukan oleh penyidik.
setiap orang termasuk orang yang sudah Hal ini ada diatur dalam Pasal 1 butir 10
Andi Hamzah, 1987, Pengantar Hukum Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
1
Dian dan Yowan, Upaya Perlindungan Hak-hak Tersangka/terdakwa 83
2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
3
Mohamad Anwar, 1989, Praperadilan di Indonesia, Ind. Hill. Co., Jakarta, hlm. 25.
4
Purnomo, 1993, Pokok-Pokok Tata Cara Peradilan Pidana Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981, Liberty, Yogyakarta, hlm. 34.
84 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 81 - 92
Untuk mengumpulkan data yang dibu dokumen, dan data primer yang didapat
tuhkan dari lapangan dilakukan dengan melalui dan pedoman wawancara. Data
menggunakan pedoman wawancara. tersebut kemudian diklasifikasi dan dicatat
Pedoman wawancara dalam penelitian ini secara sistematis dan konsisten untuk
merupakan kombinasi antara pedoman memudahkan analisisnya.
wawancara yang terstruktur yaitu pedoman Data yang dipergunakan dalam
wawancara yang disusun secara rinci, dan penelitian ini adalah analisis deskriptif,
pedoman wawancara tidak terstruktur yaitu sehingga dapat diperoleh gambaran yang
pedoman wawancara yang hanya memuat menyeluruh mengenai kaedah-kaedah yang
garis besar wawancara. berkaitan dengan materi permasalahannya.
Subyek penelitian diambil datanya/ Dalam penelitian hukum normatif yang
informasinya dalam penelitian ini adalah: mempergunakan data sekunder, penelitiannya
Pertama, Narasumber yang terdiri dari Kasat pada umumnya bersifat deskriptif serta
Polresta Gorontalo yang menangani kasus- analisisnya bersifat kualitatif.
kasus pidana dan Ketua Asosiasi Advokat
Indonesia di Provinsi Gorontalo. Kedua, E. Hasil Penelitian
Responden yang terdiri dari masing-masing Dalam pembahasan ini, penulis men
polisi yang pernah diajukan dalam perkara coba menguraikan hasil penelitian yang
praperadilan di bagian wilayah Polresta diperoleh yakni sebagai berikut:
Gorontalo, 3 orang advokat, 3 orang
terdakwa/tersangka yang pernah mengajukan 1. Perlindungan Hukum terhadap Hak
praperadilan. Asasi Tersangka/Terdakwa
Lokasi dalam penelitian ini adalah Keberadaan lembaga praperadilan yang
berada di Kota Gorontalo yakni di lahir bersamaan dengan kelahiran KUHAP
Pengadilan Negeri Gorontalo. Penentuan sebenarnya mempunyai maksud memberikan
lokasi ini didasarkan pada pertimbangan perlindungan terhadap hak-hak asasi atau
atau alasan bahwa lokasi subyek dan obyek harkat dan martabat manusia terutama bagi
penelitian lebih mudah dijangkau. Selain pencari keadilan. Dari hasil penelusuran
itu pemilihan lokasi penelitian ini dalam peneliti, para pencari keadilan terutama
rangka memberikan sumbangsih pemikiran yang pernah mengajukan permohonan
kepada Pengadilan Negeri Gorontalo untuk praperadilan merasakan dan menilai bahwa
meningkatkan kualitas putusan hakim dalam keberadaan lembaga praperadilan belum
rangka penegakan hukum. berfungsi sebagaimana dicita-citakan
Sebelum data dianalisis diadakan oleh KUHAP. Hal ini dibuktikan dengan
terlebih dahulu pengorganisasian terhadap mengamati dan mempelajari secara seksama
data sekunder yang didapat melalui studi antara lain atas laporan permohonan
Maria Sumardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar, Cetakan Ketiga,
6
7
Data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Gorontalo
8
Hasil wawancara dengan salah satu pemohon praperadilan pada tanggal 4 Juni 2007.
9
Hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polresta Gorontalo, pada tanggal 7 Juni 2007.
10
Hasil wawancara dengan Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo pada tanggal 9 Juni 2007.
Dian dan Yowan, Upaya Perlindungan Hak-hak Tersangka/terdakwa 87
Demikian juga praktik di lapangan ya paksa adalah suatu tindakan yang akan
ditemui bahwa pengajuan permohonan mengurangi hak dari tersangka/terdakwa,
pemeriksaan praperadilan ditentukan juga sehingga perlu dilakukan suatu pengawasan
oleh beberapa faktor, baik faktor pendukung terhadap pelaksanaannya.
maupun faktor penghambat. Untuk itu Menurut Ketua Ikatan Penasehat
peneliti akan menguraikan di bawah ini Hukum Indonesia (IPHI), Herson Abas, S.H.,
faktor pendukung dan faktor penghambat pada dasarnya tujuan dari diaturnya lembaga
tersebut. Praperadilan dalam KUHAP adalah sangat
baik. Tapi kenyataan di lapangan masih sulit
3. Faktor Pendukung Praperadilan diwujudkan. Sehingga para pencari keadilan
Dari hasil penelitian yang diperoleh di harus berfikir lagi atau mempertimbangkan
lapangan, yang menjadi faktor pendukung lagi langkah mau mengajukan Praperadilan
dalam pelaksanaan praperadilan adalah tersebut.11
sebagai berikut:
b. Praperadilan sebagai Alat Kontrol
a. Praperadilan sebagai Perlindungan terhadap Penyidik dan Jaksa sebagai
Hukum Hak Asasi Manusia Penuntut Umum
Berlakunya Undang-Undang Nomor Selain sebagai lembaga baru, pra
8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana peradilan berfungsi sebagai alat kontrol
yang didalamnya telah memuat ketentuan- terhadap tindakan penyidik sebagai penuntut
ketentuan mengenai masalah praperadilan, umum apabila terjadi penyalahgunaan
maka kepentingan hak asasi tersangka wewenang yang telah diberikan kepada
diharapkan akan lebih diperhatikan. Memang aparat penegak hukum tersebut. Maksud dari
seseorang yang belum tentu bersalah itu alat kontrol adalah bahwa setiap tindakan
dapat juga dikenai penangkapan maupun dari penyidik dan jaksa haruslah berdasarkan
penahanan, akan tetapi dengan adanya pada aturan yang telah berlaku dan sesuai
praperadilan ini diharapkan penangkapan dengan KUHAP.
maupun penahanan itu telah melali prosedur Demi efisiensi dan efektifitas kerja,
yang telah ditentukan. tidak jarang terjadi bahwa polisi akan
Seperti dinyatakan dalam pedoman mencari suatu bukti yang relatif mudah,
pelaksanaan KUHAP, praperadilan dimak- misalnya dengan memaksa tersangka supaya
sudkan untuk kepentingan pengawasan ter- mengakui perbuatan pidananya, melakukan
hadap perlindungan hak-hak tersangka/ter- penangkapan tanpa surat perintah atau
dakwa, maka tentunya hak yang dilindungi melakukan penahanan yang tidak sesuai
tersebut bukan saja terhadap suatu penang- dengan prosedur yang berlaku. Sehingga
kapan dan penahanan saja, melainkan kese jaksa dapat dengan segera menghadapkan
luruhan daripada upaya paksa. Karena upa-
11
Hasil wawancara dengan Ketua Ikatan Penasehat Hukum Indonesia pada tanggal 11 Juni 2007.
88 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 81 - 92
12
Hasil wawancara dengan Sopyan Yasin, S.H., pengacara/advokat pada tanggal 12 Juni 2007.
13
Data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Gorontalo.
14
Ratna Nurul, 1980, Praperadilan dalam Ruang Lingkupnya, Akademika Presindo, Jakarta. hlm. 41.
Dian dan Yowan, Upaya Perlindungan Hak-hak Tersangka/terdakwa 89
Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas praperadilan terjebak pada penafsiran yang
yang tidak terpisahkan dari dan dengan ada dalam peraturan perundang-undangan.
pengadilan yang bersangkutan;
b) dengan demikian, Praperadilan bukan c. Dibatasinya Waktu yang Singkat
berada diluar atau di samping maupun dalam Pemeriksaan Perkara Prap-
sejajar dengan Pengadilan Negeri; eradilan
c) administrasi yustisial, personal teknis, Menurut Hanafie Asnawai15, prosedur
peralatan dan finansialnya takluk atau permohonana pemeriksaan praperadilan
bersatu dengan Pengadilan Negeri, sendiri yakni pemohon (tersangka, keluarga,
berada di bawah pimpinan serta pihak yang berkepentingan atau kuasa
pengawasan dan pembinaan Ketua hukumnya) mengajukan permintaan/
Pengadilan Negeri yang bersangkutan; permohonan pemeriksaan praperadilan
d) tata laksana fungsi yustisilnya kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
merupakan bagian dari fungsi yustisial berwenang yaitu Pengadilan Negeri yang
Pengdilan Negeri itu sendiri. daerah hukumnya meliputi domisili (kantor)
aparat penegak hukum (penyidik/penuntut
b. Perbedaan Dasar Pertimbangan Ha- umum) yang ditarik/diajukan sebagai
kim dalam Menjatuhkan Putusan termohon sebagaimana diatur dalam Pasal
Beberapa perkara yang diajukan dalam 79, 80, dan 81 KUHAP.
praperadilan banyak yang mempunyai Berdasarkan hasil wawancara peneliti
dasar permohonan dan jenis perkara yang dengan bapak Syarif Lahani SH, Ketua
hampir sama. Namun nantinya dalam Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Provinsi
penetapan sering berbeda-beda. Keadaan Gorontalo16 yang merupakan salah satu
yang seperti ini setelah dicari penyebabnya, Narasumber peneliti, beliau menyatakan
karena hakim-hakim yang memeriksa dengan dibatasinya waktu dalam proses
permohonan praperadilan masih sering beracara dalam praperadilan ini merupakan
mempunyai persepsi yang berbeda-beda kendala dalam praktik Praperadilan, sebab
dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan jika proses beracara perkara praperadilan
yang berupa penetapan terhadap kasus-kasus tidak selesai dalam 7 (tujuh) hari, maka
praperadilan. perkara praperadilan akan dianggap gugur.
Hasil penelitian didapati bahwa banyak Dengan demikian perkara pokok sudah
hakim-hakim yang kurang memahami betul mulai diperiksa oleh pengadilan negeri. Hal
apa yang sudah diatur dalam ketentuan ini sesuai dengan Pasal 82 ayat (1) huruf c
KUHAP itu sendiri. Banyak hakim-hakim dan huruf d KUHAP.
yang memeriksa permohonan perkara
15
Hanafie Asnawai, 1995, Praperadilan dan Pra Penuntutan.
16
Hasil wawancara dengan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Provinsi Gorontalo pada tanggal 8 Juni
2007.
90 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 81 - 92
Loebby Lukman, 1990, Praperadilan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. hlm. 33.
17
Dian dan Yowan, Upaya Perlindungan Hak-hak Tersangka/terdakwa 91
DAFTAR PUSTAKA