You are on page 1of 6

Suryaningsih, A. & Handayani, B.L.

Bertahan Hidup dalam Kubangan Lumpur Lapindo, Sidoarjo

Bertahan Hidup Dalam Kubangan Lumpur (Studi tentang Korban Lumpur Lapindo di
Desa Glagaharum Kecamatan Porong Sidoarjo)
Survive in Mud (The Study of Lapindo Mudflow Victims in Glagaharum Village, Porong
Subdistrict, Sidoarjo)

Adelia Suryaningsih dan Baiq Lily Handayani


Program Studi Sosiologi, FISIP Universitas Jember
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
Email:Adelia.suryaningsih@gmail.com, baiq.fisip@unej.ac.id

Abstract
The incident of Lapindo hot mudflow happened on May 29, 2006. The Glagaharum village was
one of the villages affected by the incident, which was as many as ± 400 households. Most of the
victims of the Lapindo mudflow chose to move to other areas, and some others chose to stay in the
area of Lapindo mud. The theory used was a framework of thinking of Pierre Bourdieu about
habitus. This research used descriptive qualitative method. The research results showed that
victims of Lapindo mudflow decided to survive in the Glagaharum village because they already
had capital as a source of strength in facing the battle arena which was occurred in the area of
Lapindo mud especially Glagaharum village. Capital used as a source of strength by the victims
of Lapindo mudflow, such as: (1) the orientationof social capital. It was in the form of no
information to move, no have another choice, fear of new environments, and relation to the
neighbors; (2) the orientation of economic capital. It was in form of not capable of managing
compensation, occupational factors, economic barriers, waiting for the construction of the house,
and waiting for the children graduate; (3) the orientation of cultural capital.It was in the form of
relation to the residence and the traditional mindset.
Keywords: victims of Lapindo mudflow,habitus, capital orientation
psikologis, lingkungan dan dampak ekonomi. Dampak
fisik yaitu lumpur lapindo telah menenggelamkan
pemukiman warga yang telah mereka tinggali selama
Pendahuluan
puluhan tahun, juga menenggelamkan setiap sudut
Lumpur lapindo merupakan peristiwa rumah, setiap sudut desa, yang memiliki arti penting
menyemburnya lumpur panas dan gas ke permukaan. dalam kehidupan masyarakat, menenggelamkan
Penyebab terjadinya semburan pertama kali akibat dari sekolah, area persawahan, dan bangunan lainnya.
proses pengeboran minyak bumi yang dilakukan oleh Dampak ekonomi yaitu masyarakat kehilangan mata
perusahaan PT. Lapindo Brantas Inc., perusahaan pencahariannya karena tempat kerja mereka telah
tersebut mengalami kegagalan operasi dalam mengatasi tenggelam dalam kubangan lumpur lapindo, baik itu
underground blowout (ledakan bawah tanah), perusahaan, pertokoan, sawah dan lain sebagainya.
ketidakmampuan operator mengatasi hal tersebut Dampak psikologis; tekanan yang begitu kuat dengan
dikarenakan kelalaian pihak operator yang tidak keadaan yang kacau balau membuat masyarakat
memasang pengaman secara layak dalam sumur bor. depresi, harus menerima kenyataan pahit kehilangan
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 di rumah beserta harta bendanya, kehidupannya seakan
Desa Siring, Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo hancur dan berada di titik terendah kehidupan manusia.
(http://korbanlumpur.info/2006/29/semburan-pertama). Dampak lingkungan; setiap harinya masyarakat
Desa Glagaharum merupakan salah satu desa yang kesulitan mendapatkan air bersih untuk pemenuhan
terdampak peristiwa semburan lumpur panas lapindo. kebutuhan sehari-hari, hal ini dikarenakan kondisi air
Menurut pak Tosim selaku sekretaris desa Glagaharum, yang berada di kawasan lumpur lapindo sudah tercemar
masyarakat yang menjadi korban lumpur lapindo di sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari hari
desa Glagaharum sekitar 400 KK (Kepala Keluarga). masyarakat terpaksa membeli air bersih. Kondisi air di
Sebagian besar korban lumpur lapindo memilih untuk desa Glagaharum berwarna keruh, kekuning-kuningan
pindah ke daerah lain yang jauh dari kawasan lumpur dan rasanya pahit sehingga tidak layak untuk
lapindo, dan sebagian lainnya lebih memilih untuk dikonsumsi. Serta masyarakat harus menghirup udara
menetap dan bertahan hidup di desa Glagaharum, yaitu dengan bau tidak sedap yang ditimbulkan oleh lumpur
dari data sekdes berjumlah ± 70 KK yang menempati lapindo.
rumah baru di bantuan tanah gratis (tanah desa) Tidak hanya dampak langsung dari peristiwa
ditambah beberapa yang tinggal di rumah lama. semburan lumpur yang dirasakan oleh masyarakat.
Dampak dari kejadian lumpur Lapindo, demikian Beberapa kejadian lain juga menimpa masyarakat,
besar bagi masyarakat. Baik itu dampak fisik, sosial, seperti jebolnya tanggul penahan lumpur, meledaknya

E-SOSPOL; Vol. IV Edisi 1; Jan – Apr 2017; hal. 7 – 11 Hal - 6


Suryaningsih, A. & Handayani, B.L. Bertahan Hidup dalam Kubangan Lumpur Lapindo, Sidoarjo

pipa gas milik pertamina dan juga terjadinya konflik di mana di dalam setiap field menuntut individu
antar desa. memiliki modal supaya dapat hidup secara baik dan
Sebagian besar masyarakat korban lumpur lapindo bertahan di dalamnya. Terdapat empat modal di
telah pindah dari lokasi yang terkena semburan lumpur, masyarakat yang menentukan kekuasaan sosial dan
baik itu karena telah memiliki rumah baru, maupun ketidaksetaraan sosial. Pertama, modal ekonomi,
tinggal di lokasi relokasi yang telah disiapkan oleh berupa sumber ekonomi. Kedua, modal sosial, berupa
pihak PT. Lapindo Brantas. Namun, beberapa warga hubungan sosial yang memungkinkan seseorang
masih tetap bertahan di lokasi sekitar semburan lumpur. bermobilisasi demi kepentingan sendiri. Ketiga, modal
Mereka memilih bertahan di lokasi yang sebenarnya simbolik, berasal dari kehormatan dan prestise
sudah tidak nyaman lagi, baik karena faktor kondisi seseorang. Keempat, modal budaya yang dimiliki
lingkungan maupun karena kondisi sosial maupun beberapa dimensi (Jacky, 20155:183-184).
ekonomi. Individu yang melakukan sebuah pertarungan
Penelitian ini dilakukan di desa Glagaharum, harus memiliki sebanyak-banyaknya modal guna
khususnya masyarakat yang tinggal disekitar tanggul memenangkan pertarungan tersebut. Semakin banyak
penghalang lumpur lapindo. Hal ini dikarenakan modal yang dimiliki maka kesempatan untuk bertahan
masyarakat tersebut memiliki ancaman lingkungan dan hidup semakin tinggi dan semakin baik. Sebaliknya,
psikologi.Ancaman lingkungan yaitu lahan pertanian jika modal yang dimiliki semakin sedikit maka
dan perkebunan sekitar luapan lumpur lapindo mulai kesempatan untuk bertahan hidup semakin kecil.
tidak produktif, yang semula subur kini menjadi tandus.
Ancaman lingkungan lainnya yaitu krisis air bersih, Metode Penelitian
kualitas air yang berada di daerah sekitar lumpur
Penelitian ini bersifat deskriptif. Dalam penelitian
Lapindo mengalami perubahan yaitu rasa dan kualitas
ini, penulis menggunakan metode kualitatif.
air tersebut berubah menjadi pahit dan asin serta
Setting penelitian ini berlokasi di desa Glagaharum
warnanya berubah menjadi keruh. Ancaman psikologis
Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Desa
yaitu depresi. Bencana lumpur lapindo yang telah
Glagaharum merupakan salah satu desa yang tergolong
menenggelamkan rumah, sawah, sekolah dan lain
dalam peta area terdampak bencana Lumpur Lapindo
sebagainya menyebabkan depresi yang diderita oleh
Brantas. Subjek penelitian yaitu masyarakat korban
masyarakat. Mereka harus kehilangan rumah beserta
lumpur lapindo yang masih bertahan hidup di desa
kenangan yang terjadi didalamnya dan pindah kerumah
Glagaharum. Lokasi dan subjek penelitian ini dipilih
yang baru, kehilangan sekolah serta teman-temannya
karena masih terdapat beberapa kepala keluarga yang
dan pindah ke sekolah yang baru, dan lain sebagainya.
masih tinggal dan bertahan hidup di kawasan lumpur
Dengan menggunakan kerangka teori Pierre
lapindo. Rumah masyarakat tersebut berdekatan dengan
Bourdieu tentang Habitus,makapenelitian ini akan
tanggul penghalang lumpur lapindo, yaitu berjarak ±
melihat struktur mental atau kognitif yang digunakan
5100 meter.
aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Khususnya
Dalam proses penentuan informan, peneliti
“Mengapa masyarakat berusaha bertahan hidup di
menemuimasyarakat desa Glagaharum yang tinggal
lingkungan lumpur lapindo desa Glagaharum?”.
berdekatan dengan tanggul penghalang lumpur lapindo.
Setiap aktor dibekali serangkaian skema atau pola yang
Pada tahap pengumpulan data, metode yang digunakan
diinternalisasikan yang mereka gunakan untuk
dalam penelitian ini, antara lain: observasi, wawancara,
merasakan, memahami, menyadari, dan menilai dunia
dan dokumentasi. Pada proses uji keabsahan data
sosial. Melalui pola-pola itulah aktor memproduksi
menggunakan trianggulasi. Dalam tahap analisis data
tindakan mereka dan juga menilainya. Secara dialektis
perlu dilakukan dengan menggunakan pola tertentu,
habitus adalahproduk internalisasi struktur dunia sosial
dalam penelitian ini peneliti menggunakan pola spiral
(Jacky, 2015:181).
analisis data.
Aktor adalah individu atau masyarakat yang telah
dibekali oleh pendidikan dan pengetahuan guna untuk
Hasil Penelitian
menghadapi kehidupan sosial. Pendidikan dan
pengetahuan yang didapat tersebut diinternalisasikan Peristiwa semburan lumpur panas lapindo
dalam diri mereka sehingga menjadi sebuah pola atau membawa duka yang mendalam bagi korban lumpur
sebuah kebiasaan dari tindakan-tindakan yang Lapindo, dalam waktu singkat lumpur lapindo telah
dilakukan aktor tersebut. menenggelamkan rumah, menenggelamkan sekolah,
Bourdieu menggunakan konsep ranah (field), yakni tempat ibadah, dan tempat-tempat lain yang penuh
sebuah arena sosial dimana orang bermanuver dan kenangan bagi masyarakat. Semburan lumpur telah
berjuang, dalam mengjear sumberdaya yang memisahkan sanak saudara serta tetangga-tetangga
didambakan (Sudikin, 2015:66). Bourdieu melihat field mereka. Tidak berhenti sampai di situ, peristiwa
sebagai arena pertarungan. Struktur field yang lumpur lapindo telah menimbulkan dampak yang
mempersiapkan sebuah strategi yang akan digunakan sangat besar dan berkepanjangan, seperti trauma
dalam arena pertarungan guna mendapatkan psikologis, kerusakan lingkungan, kehilangan harta
sumberdaya yang diinginkan oleh aktor atau individu. benda, perubahan ekonomi dan lain sebagainya.
Modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, Namun, dampak yang telah ditimbulkan oleh
suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam field peristiwa lumpur lapindo tersebut tidak dapat

E-SOSPOL; Vol. IV Edisi 1; Jan – Apr 2017; hal. 7 – 11 Hal - 7


Suryaningsih, A. & Handayani, B.L. Bertahan Hidup dalam Kubangan Lumpur Lapindo, Sidoarjo

diperbaiki dalam waktu singkat, meskipun hingga saat perusahaan Lapindo Brantas. Proses pembayaran yang
ini peristiwa tersebut terjadi pada 10 tahun silam. dilakukan oleh pemerintah dilakukan secara langsung
Dampak-dampak yang telah ditimbulkan masih dan lunas. Sedangkan proses yang dilakukan oleh
membekas di dalam hati dan pikiran masyarakat yang perusahaan Lapindo Brantas dilakukan dengan metode
menjadi korban lumpur lapindo dan menjadi masa- angsuran. Menurut Perpres nomor 14 tahun 2007
masa kelam mereka, walaupun mayarakat berusaha metode pembayaran uang ganti rugi dilakukan dalam
untuk mengobati lukaluka tersebut. Cara yang dua tahap yaitu 20% pembayaran dibayar secara cash
dilakukan yaitu dengan menjalankan kehidupan seperti atau langsung, dan 80% dibayar secara mengangsur.
masyarakat pada umumnya di daerah lain, dan berusaha Daerahdaerah yang baru terkena genangan lumpur
untuk tidak mengingat-ingat kembali peristiwa lumpur lapindo ditangani oleh pemerintah seperti desa Mindi.
lapindo yang telah terjadi dalam kehidupannya. Sedangkan daerah-daerah lama atau daerah yang
Perjuangan masyarakat lumpur lapindo untuk bertahan tergolong dalam peta area terdampak ditangani oleh
hidup di kawasan lumpur lapindo, khususnya desa perusahaan Lapindo Brantas, seperti desa Glagaharum.
Glagaharum dengan berbagai situasi dan kondisi yang d. Bantuan Tanah Gratis
harus mereka hadapi, dapat dijelaskan sebagai berikut. Masyarakat korban lumpur lapindo sebagian besar
a. Masalah Perekonomian tidak memiliki tempat tinggal yang baru, sehingga
Masalah perekonomian menjadi salah satu mereka memutuskan untuk tetap bertahan hidup dan
permasalahan yang sensitif dalam kehidupan tinggal di kawasan lumpur lapindo. Ada pula yang
masyarakat, karena dengan adanya gangguan dalam memilih untuk menyewa rumah ataupun kamar kos di
perekonomian secara otomatis masyarakat merasakan daerah lain di luar kawasan lumpur lapindo.
kesulitan dalam menjalankan kehidupan serta akan Melihat keadaan korban lumpur lapindo yang
berdampak atau memicu permasalahan lainnya, seperti mengalami kesulitan dalam hal tempat tinggal, pada
kesehatan, sosial dan lain sebagainya. Dengan pemilihan kepada desa Glagaharum yang baru, salah
demikian, masyarakat memprioritaskan memenuhi satu calon kepala desa yaitu pak Kusmiyanto berjanji
kebutuhan primer kemudian kebutuhan sekunder kepada masyarakat akan memberikan bantuan berupa
dengan menggunakan prinsip berbasis ilmu ekonomi. tanah gratis untuk mendirikan rumah bagi korban
Hal tersebut dilakukan untuk memperjuangankan lumpur lapindo yang tidak mampu dan tidak memiliki
kehidupan mereka dengan memenuhi segala tempat tinggal baru. Adanya janji dari calon kepala
kebutuhannya. desa tersebut, masyarakat berbondong-bondong untuk
Masyarakat yang tinggal dikawasan lumpur memilih calon tersebut dengan harapan akan memiliki
lapindo mengalami perubahan ekonomi cukup drastis. tempat tinggal baru. Akhirnya, pada pemilihan calon
Hal tersebut disebabkan oleh kehilangan lapangan kepala desa Glagaharum dimenangkan oleh pak
pekerjaan karena tempat kerja mereka sudah hilang Kusmiyanto. Pada awal menjabat sebagai kepala desa
terendam oleh lumpur lapindo, seperti perusahaan- yang baru, pak Kusmiyanto memenuhi janjinya kepada
perusahaan area persawahan, dan lain sebagainya. masyarakat yaitu memberikan bantuan berupa tanah
Keadaan seperti itu memaksa masyarakat untuk gratis untuk mendirikan bangunan rumah baru. Tanah
mencari pekerjaan lainnya guna memenuhi kebutuhan yang diberikan sebagai bantuan tersebut merupakan
demi menyambung hidup. b. Gangguan Psikologis tanah irigasi yang teretak di sebelah sungai. Tanah
Keadaan sudah sangat kacau yang memberatkan tersebut adalah aset dari desa Glagaharum yang tidak
kehidupan, sehingga mengakibatkan masyarakat difungsikan.
korban lumpur lapindo mengalami gangguan psikologis Alasan pak Kusmianto mengambil tindakan
yaitu depresi berat. Kondisi yang berubah secara tersebut melihat kondisi korban lumpur lapindo yang
mendadak mengakibatkan shock yang dialami oleh mengalami kesulitan ekonomi dan berdampak tidak
masyarakat. Mereka harus rela kehilangan tempat memiliki tempat tinggal baru. Kesulitan ekonomi
tinggal dan mata pencahariannya akibat terendam oleh tersebut akibat dari proses pembayaran uang ganti rugi
lumpur lapindo. Dalam waktu satu hari, kehidupan yang memakan waktu 9 tahun, dan uang tersebut telah
masyarakat telah berubah secara signifikan, dan habis digunakan untuk keperluan sehari-hari dan
menjadi titik terendah dalam kehidupan mereka. membayar hutang. Namun, hasil pantauan peneliti
Masyarakat harus rela hidup di tempat pengungsian lokasi tanah tersebut berdekatan dengan tanggul
bersama ratusan orang lainnya. Kondisi keuangan penghalang lumpur lapindo yang berjarak ± 200 meter.
keluarga mengalami penurunan pula dan belum ada e. Ancaman Bahaya yang Dihadapi
kejelasan tentang nasib korban lumpur lapindo pada Masyarakat yang hidup di lingkungan rawan
awal terjadi peristiwa tersebut. Kondisi tersebut bencana, khususnya bencana semburan lumpur panas
menjadi pukulan terberat dalam kehidupan masyarakat. lapindo memiliki risiko yang mengancam kehidupan
Sebagian besar masyarakat tidak dapat menerima masyarakat. Risiko tersebut dapat menjadi ancaman
kondisi tersebut, menyebabkan hati dan pikiran yang membahayakan nyawa dan dapat terjadi setiap
masyarakat sudah tidak dapat menanggung beban maka saat. Ancaman tersebut antara lain: Ancaman Tanggul
mengakibatkan depresi atau bahkan kehilangan nyawa. Penghalang Lumpur Jebol, Ancaman Pipa Gas
c. Pembayaran Uang Ganti Rugi Meledak, Kerusakan lingkungan, Konflik Sosial.
Proses pembayaran uang ganti rugi bencana
lumpur lapindo dilakukan oleh pemerintah dan

E-SOSPOL; Vol. IV Edisi 1; Jan – Apr 2017; hal. 7 – 11 Hal - 8


Suryaningsih, A. & Handayani, B.L. Bertahan Hidup dalam Kubangan Lumpur Lapindo, Sidoarjo

Pembahasan lumpur yang disebabkaan oleh tanggul penghalang


lumpur lapindo yang jebol. Kondisi air yang sudah
Masyarakat korban lumpur lapindo memutuskan
tercemar memaksa masyarakat harus membeli air
untuk tetap bertahan hidup di kawasan lumpur lapindo
bersih atau menggunakan air yang telah disediakan
maupun lebih memilih untuk pindah dan memulai
oleh pemerintah, guna memenuhi kebutuhan minum,
kehidupan baru di daerah lain. Keputusan tersebut
memasak, dan lain sebagainya. Kondisi demikian telah
diambil tanpa mengabaikan faktor-faktor tertentu
dijalani oleh masyarakat lumpur lapindo selama 10
maupun dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu,
tahun, sehingga masyarakat telah terbiasa dan telah
yaitu seperti kondisi perekonomian, lingkungan,
menjadi kebiasaan masyarakat di desa Glagaharum.
pekerjaan, dan lain sebagainya. Tindakan pengambilan
Kebiasaan dari masyarakat yang hidup
keputusan tersebut berdasarkan rasionalitas
berdampingan dengan lumpur lapindo menjadikan
masingmasing masyarakat korban lumpur lapindo.
sebuah habitus dalam kehidupan masyarakat. Habitus
Sebagian besar masyarkat korban lumpur lapindo
menjadi konsep penting bagi Bourdieu dalam
merupakan penduduk asli dari desa Glagaharum. Sejak
mendamaikan ide dan praktik. Ia berusaha
lahir, mereka tumbuh dan hidup dalam lingkungan
mengkonsepkan kebiasaan dalam berbagai cara sebagai
masyarakat desa Glagaharum. Saat dewasa, masyarakat
kecenderungan empiris untuk bertindak dalam cara-
mencari mata pencaharian yang berokasi di desa
cara yang khusus (gaya hidup) (Jacky, 2015:182).
Glagaharum ataupun di sekitarnya atau di daerah
Masyarakat berusaha untuk dapat menjalankan
lainnya. Ketika masyarakat memulai membina sebuah
kehidupan seperti masyarakat pada umumnya, sehingga
keluarga, mereka akan memilih untuk tetap tinggal di
mereka tetap melakukan aktivitas seperti biasanya
desa Glagaharum, atau tinggal di daerah lain seperti
walau harus tinggal di kawasan lumpur lapindo.
tempat tinggal dari pasangannya, membangun rumah di
Bourdieu sepakat dengan Weber bahwa
daerah baru, dan lain sebagainya. Sebagian besar
masyarakat tidak bisa dianalisis secara sederhana lewat
masyarakat menjalankan kehidupannya dari lahir
kelas-kelas ekonomi dan ideologi semata-mata dengan
hingga berkeluarga di desa Glagaharum. Kondisi
mengabaikan faktor pendidikan dan budaya. Ia
tersebut membuat masyarakat memiliki keterikatan
menawarkan analisis field (ranah) sebagai pengganti
sangat kuat dengan desa Glagaharum.
analisis kelas (Jacky, 2015:182). Masyarakat korban
Masyarakat yang hidup di desa Glagaharum telah
lumpur lapindo baik itu yang tergolong dalam kelas
menjalankan segala kehidupannya di tempat tersebut,
ekonomi atas ataupun bawah. Mereka sama-sama
seperti mendapatkan pendidikan dan pengetahuan,
merasakan kesulitan akibat dari peristiwa lumpur
aktivitas bermain masa kecilnya, membina hubungan
lapindo, baik itu kesulitan ekonomi akibat pembayaran
baik seperti keluarga dengan tetangga-tetangganya, dan
uang ganti rugi dan lain sebagainya. Bourdieu melihat
lain sebagainya. Dengan demikian, desa Glagaharum
field sebagai sebuah arena pertarungan. Bagi
telah menjadi habitus bagi masyarakat korban lumpur
masyarakat korban lumpur lapindo untuk tetap bisa
lapindo. Seperti yang dijelaskan oleh Bourdieu, habitus
bertahan hidup di kawasan lumpur lapindo sebagai
merupakan struktur subjektif yang terbentuk dari
sebuah arena pertarungan. Bagaimana cara untuk
pengalaman individu berhubungan dengan individu lain
bertarungan menjalani kehidupan di kawasan lumpur
dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam ruang
lapindo, menjadi sebuah pertanyaan besar bagi
sosial, dengan kata lain habitus adalah hasil
masyarakat yang lebih memilih untuk bertahan hidup di
pembelajaran lewat pengasuhan, aktivitas bermain, dan
desa Glagaharum.
juga pendidikan masyarakat (Jacky. 2015:182).
Secara ringkas Bourdieu menyatakan rumus
Ketika terjadi peristiwa lumpur lapindo, memaksa
generatif yang menerangkan praktik sosial dengan
masyarakat untuk pindah dan pergi dari desa
persamaan yaitu (habitus x modal) + ranah = praktik.
Glagaharum, untuk tinggal di tempat yang lebih aman.
Rumus ini menggantikan setiap relasi sederhana antara
Namun, alam bawah sadar masyarakat seakan-akan
individu dari struktur dengan relasi antara habitus dan
menolak keputusan tersebut yaitu dengan merasa berat
ranah yang melibatkan modal. Bourdieu menguraikan
hati untuk pindah ke daerah lain. Tidak sedikit
pandangannya mengenai individu-individu yang
masyrakat korban lumpur lapindo memutuskan untuk
memiliki suatu posisi kelas atau struktural yang sama
kembali ke desa Glagaharum dan hidup di desa
akan memiliki pengalaman yang sama, yang akan
tersebut. Kondisi tersebut telah terinternalisasi dalam
memproduksi habitus bersama, yang kemudian
pola pikir masyarakat korban lumpur lapindo.
mensrukturkan praktik-praktik sosial mereka untuk
Peistiwa lumpur lapindo terjadi pertama kali pada
membangun pedoman dan batasan-batasan, tetapi
tahun 2006, hingga saat ini peristiwa tersebut terus
mungkin inovasi individual.
menyemburkan lumpur lapindo, sehingga terhitung
Masyarakat yang menjadi korban lumpur lapindo
sudah 10 tahun masyarakat hidup dalam kubangan
memiliki hubungan keterikatan yang sangat kuat
lumpur lapindo. Keseharian masyarakat yang harus
dengan sesama korban lumpur lapindo. Persamaan
menghirup nafas dengan udara yang telah
nasib yang mendorong keterikatan hubungan tersebut
terkontaminasi dengan lumpur lapindo. Udara yang
yang
telah tercemar tersebut menimbulkan bau yang tidak
sedap dan menyengat. Setiap malam masyarakat tidur
dengan perasaan cemas jika sesuatu akan terjadi,
seperti yang terjadi pada tahun 2007 yaitu banjir

E-SOSPOL; Vol. IV Edisi 1; Jan – Apr 2017; hal. 7 – 11 Hal - 9


Suryaningsih, A. & Handayani, B.L. Bertahan Hidup dalam Kubangan Lumpur Lapindo, Sidoarjo

menjadikan sesama korban lumpur lapindo menjadi pertarungan tersebut terjadi di kawasan lumpur lapindo
sebuah hubungan persaudaraan. Perjuangan hidup khususnya desa Glagaharum.
masyarakat korban lumpur lapindo untuk bisa bertahan Modal yang digunakan sebagai sumber kekuatan
hidup di desa Glagaharum melukiskan cerita yang oleh masyarakat korban lumpur lapindo antara lain:
berbeda-beda, kehidupan masyarakat tersebut telah pertama orientasi modal sosial.Orientasi modal sosial
memproduksi habitus bersama, yang kemudian dengan tersebut antara lain: tidak adanya pemberitahuan untuk
orientasi modal sosial, ekonomi dan budaya sebagai pindah, tidak memiliki pilihan lain, ketakutan akan
kekuatan mereka dalam ranah pertarungan untuk lingkungan baru, dan keterikatan dengan tetangga.
bertahan hidup di desa Glagaharum, guna menjalankan Kedua, orientasi modal ekonomi antara lain: tidak
kehidupan masyarakat yang menjadi korban lumpur mampu mengelola uang ganti rugi, faktor pekerjaan,
lapindo. Serta dapat hidup berdamnpigan dengan lumpur hambatan ekonomi, menunggu proses pembangunan
lapindo bersama dengan ancaman-anacaman yang rumah, dan menunggu anak lulus sekolah. Ketiga,
ditimbulkannya. orientasi modal budaya antara lain: keterikatan dengan
Bagi Bourdieu, posisi individu terletak di ruang tempat tinggal dan pola pikir tradisional.
sosial yang tidak terdefinisikan oleh kelas, tetapi oleh Seharusnya masyarakat lebih memperhatikan
jumlah modal dengan berbagai jenisnya dan oleh jumlah kondisi lingkungan yang kurang layak dan mengancam,
relatif modal sosial, ekonomi, budaya yang dan mencari tempat tinggal yang lebih baik bagi masa
dipertanggungjawabkan. Seluruh tindakan manusia depan mereka. Selain itu pemerintah sebaiknya lebih
terjadi di dalam ranah sosial yang merupakan arena bagi memperhatikan kehidupan masyarakat Glagaharum,
perjuangan sumberdaya (Sukidin, 2015:162). karena negara juga memiliki tanggung jawab atas
Masyarakat korban lumpur lapindo yang memutuskan keselamatan warganya, khususnya keselamatan dari
untuk bertahan hidup di desa Glagaharum, harus ancaman bencana.
memiliki sebuah modal yang dapat mereka gunakan
dalam arena pertarungan guna menjalankan Daftar Pustaka
kehidupannya. Beberapa modal yang digunakan sebagai
sumber kekuatan oleh masyarakat korban lumpur Buku
lapindo antara lain sebagai berikut, pertama orientasi Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah
modal sosial, yaitu kondisi sosial yang memaksa Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian
masyarakat untuk mengambil tindakan bertahan hidup Kualitatif Alam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: PT
dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi, seperti Rajagrafindo Persada.
hubungan keterikatan dengan para tetangatetangganya Badan Penerbit Universitas Jember. (2012). Pedoman
dan lain sebagainya. Bentuk orientasi modal sosial Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Ketiga. Jember:
tersebut antara lain: tidak adanya pemberitahuan untuk Jember university Press.
pindah, tidak memiliki pilihan lain, ketakutan akan Creswell, John W. (2015). Penelitian Kualitatif dan
lingkungan baru, dan keterikatan dengan tetangga. Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kedua, orientasi modal ekonomi yaitu Istiawaan, Tatang. (2009). Pemerintah Gagal Atasi
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh Korban Lumpur Lapindo. Surabaya: PT Surabaya
masyarakat korban lumpur lapindo, sehingga memaksa Pagi Printing.
mereka untuk tetap tinggal dan bertahan hidup di Jacky. (2015). Sosiologi, Konsep, Teori, dan Metode.
kawasan lumpur lapindo khususnya desa Glagaharum. Bekasi: Mitra Wacana Media.
Bentuk orientasi modal ekonomi tersebut antara lain: Jenkins, Richard. (2004). Membaca Pikiran Pierre
tidak mampu mengelola uang ganti rugi, faktor Bourdieu. Bantul: Kreasi Wacana.
pekerjaan, hambatan ekonomi, menunggu proses Resmi, Setia. (2005). Gali Tutup Lubang Itu Biasa:
pembangunan rumah, dan menunggu anak lulus sekolah. Strategi Buruh Menanggulangi Persoalan dari
Ketiga, orientasi modal budaya yaitu masyarakat Waktu ke Waktu. Bandung: Yayasan Akatiga.
korban lumpur lapindo yang menganut kebudayaan jawa Scott, James C. (1990). Perlawanan Kaum Tani. Jakarta:
cenderung tidak memiliki keberanian untuk merantau ke LP3ES
daerah lain meninggalkan kampung halamannya. Serta Sudikin, dkk. (2015). Pemikiran Sosiologi Kontemporer.
pola pikir kebudayaaan jawa yang tergolong masih Jember: UPT Penerbitan UNEJ.
tradisional mempengauhi pula pola pikir masyarakat, Weber, Max. (2013). Teori Dasar Analisi Kebudayaan.
seperti masyarakat yang berumur tua hidupnya hanya Jogjakarta: IRCSoD
tinggal sebentar dan hanya memikirkan makan, dan lain
Jurnal
sebagainya. Bentuk orientasi modal budaya tersebut
Sumarmi, Mamik. (2010). Survival Mechanismvictim
antara lain: keterikatan dengan tempat tinggal dan pola
Houshold of Lumpur Lapindo In Sidoarjo - Jawa
pikir tradisional.
Timur. Jurnal Organisasi dan Manajemen , 74-88.
Irwan. (2015). Strategi Bertahan Hidup Perempuan
Kesimpulan dan Saran
Penjual Buah-Buahan (Studi Perempuan di Pasar
Masyarakat korban lumpur lapindo yang Raya Padang Kecamatan Padang Barat Kota
memutuskan untuk bertahan hidup di desa Glagaharum,
dikarenakan telah memiliki modal sebagai sumber
kekuatan dalam menghadapi arena pertarungan. Arena

E-SOSPOL; Vol. IV Edisi 1; Jan – Apr 2017; hal. 7 – 11 10


Suryaningsih, A. & Handayani, B.L. Bertahan Hidup dalam Kubangan Lumpur Lapindo, Sidoarjo

Hal - Hal -
Padang Propinsi Sumatera Barat). Jurnal Humanus,
183-195.
Skripsi
Rizaldy, Alwan. 2009. Bentuk-bentuk Protes Sosial
Korban Lumpur Lapindo (Studi kasus protes sosial
warga korban lumpur lapindo di desa Besuki,
Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo). Pogram
studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Univesitas Jember.
Website http://korbanlumpur.info.com. (2013,
September 13).
[diakses Desember 1, 2014]
http://id.m.wikipedia.org/banjir-lumpur-panas-
sidoarjo.
(18 Desember 2013). [diakses Agustus 3, 2016]
http://id.m.wikipedia.org/pertahanan-hidup. (4
Oktober 2016). [diakses 12 November 2016]

E-SOSPOL; Vol. IV Edisi 1; Jan – Apr 2017; hal. 7 – 11 11

You might also like