You are on page 1of 9

JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO.

02 (DECEMBER 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PERAJIN GERABAH TRADISIONAL

1* 2 3
Joan Hesti Gita Purwasih , Mahendra Wijaya , Drajat Tri Kartono
1
Faculty of Social Science, Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Indonesia.
23
Faculty of Social and Political Science, Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah, Indonesia.

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
The decreased number of traditional earthenware craftsmen
occurs due to three main factors: basic material, worker, and
Submitted : 02 May 2019 consumer. Some craftsmen instead prefer staying so that
Review : 19 August 2019 they should adapt to the existing condition. Nevertheless, in
Accepted : 01 December 2019 fact, some of them prefer stopping from being craftsmen now.
Departing from this reality, the author tried to raise
Available online: December 2019 earthenware craftsmen’s adapting strategy to survive until
today. The author employed a qualitative method. The
phenomenological research was chosen with interview and
KEYWORDS observation being the techniques of collecting data. The
result of research generally showed a variety of products
Gerabah tradisional; Strategi adaptasi; Ekologi budaya; produced aiming to document cultural heritage threatened to
Julian Steward be extinct. Meanwhile, as the analysis technique, the author
borrowed Julian Steward’s cultural-ecological perspective to
explain the data found. Data analysis was conducted using
CORRESPONDENCE an interactive technique of analysis. Considering the findings
of the research, the craftsmen took a different surviving
*E-mail: joan.hesti.fis@um.ac.id strategy today compared with that in the past. This change
was effected by such constraints as basic material,
consumer, and human resources. Julian Steward’s cultural-
ecological concept seemed to be insufficient. Therefore,
natural resources as the main basic material of industrial
society should be understood more complexly to a more
macro level.

A. PENDAHULUAN Sebenarnya tidak jauh dari Desa Paseban


terdapat pula Desa Melikan yang juga
erabah tradisional merupakan warisan menghasilkan gerabah. Berbeda dengan Desa

G budaya yang patut dilestarikan. Meskipun


demikian, perajin gerabah tradisional kini
semakin menurun. Wilayah yang mengalami
Paseban (Dukuh Dolon), Desa Melikan mampu
mengembangkan usaha dan produk gerabah
yang lebih modern meskipun keduanya sama-
penurunan perajin tersebut dapat di temukan di sama pernah mengalami krisis akibat gempa di
beberapa perdesaan Indonesia, misalnya di tahun 2006. Selain pengaruh bencana, secara
Desa Tojan (Provinsi Bali), perajin yang tersisa umum keduanya mengalami kendala yang sama,
tidak lebih dari lima orang (Mustofa, 2017). yaitu sumber daya alam yang semakin terbatas
Kondisi tersebut juga dialami di Desa Paseban, (Hastuti, 2012) . Akan tetapi, karena jenis produk
Kabupaten Klaten. Berdasarkan data peneliti yang dihasilkan berbeda, produk-produk Gera-
jumlah perajin terus menglami penurunan. Pada bah Desa Melikan masih banyak diminati oleh
tahun 2014 perajin di desa ini ada 77 kepala peziarah Makam Wali Sunan Tembayat (Ismail,
keluarga, Pada tahun 2015 menurun menjadi 71, 2016). Sementara itu, meskipun dekat dengan
pada tahun 2016 sejumlah 63, dan terus lokasi tersebut, gerabah Dukuh Dolon tetap sepi
menurun. Khusus di Dukuh Dolon di 2018 jumlah peminat.
perajin kini tidak mencapai lebih dari 20 kepala Beberapa daerah lain juga sempat mengalami
keluarga (Purwasih & Hadi, 2017). Padahal, kondisi yang sama. Meskipun demikian, kondisi
membuat gerabah merupakan salah satu ini dapat disikapi dengan strategi lain yaitu
kearifan lokal yang ada di Desa Paseban (Ardika, pengembangan objek wisata seperti yang
2014). diterapkan pada Desa Gebangsari (Kabupaten
Kebumen). Desa ini mengembangkan konsep
eduwisata dan kini perajin yang kembali aktif
159 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

dalam pembuatan gerabah dapat meningkat Berdasarkan paparan realitas sosial tersebut,
(Syarif Hidayat, 2018). Selain itu, gerabah di peneliti mencoba menggali strategi bertahan
Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta hidup yang dilakukan perajin. Penelitian serupa
mampu berkembang melalui penerapan One mengenai strategi bertahan hidup perajin
Village One Product (OVOP) (Triharini, Larasati, gerabah sebelumnya sudah pernah dilakukan di
& Susanto, 2014). Desa Kademangan Jombang secara kuantitatif
Upaya membangkitkan kerajinan gerabah di (Firdiyanti, 2016). Secara umum cara bertahan
beberapa daerah tersebut menunjukkan yang ditemukan penelitian tersebut hanya
transformasi industri yang maju. Pada kasus menggambarkan fenomena yang terjadi dalam
tersebut pemberdayaan dapat memberikan satu waktu dan data kuantitatif. Akan tetapi,
dampak positif. Akan tetapi, kenyataannya melalui penelitian ini penggambaran strategi
pemberdayaan justru tidak berhasil memberikan bertahan hidup perajin pada masa lalu dan masa
dampak positif bagi masyarakat Dukuh Dolon. sekarang peneliti sajikan secara komprehensif.
Pemberdayaan sudah banyak masuk, terutama Selain itu, analisis ekologi budaya digunakan
pasca gempa 2006. Upaya pemberdayaan sebagai salah satu perspektif yang menunjukkan
tersebut banyak dilakukan oleh LSM dan bahwa manusia dan alam tidak dapat dipisahkan.
lembaga pendidikan tinggi. Akan tetapi, hingga
kini pemberdayaan-pemberdayaan tersebut
kandas di tengah jalan. Pemberdayaan tersebut B. METODE
banyak berupaya mengajarkan cara-cara baru

P
dalam mengolah dan mengelola gerabah. enelitian ini dilakukan di Dukuh Dolon,
Misalnya, dengan mengajarkan pembuatan Desa Paseban, Kabupaten Klaten, Jawa
gerabah hias. Akan tetapi, kenyataanya inovasi Tengah. Dukuh Dolon merupakan bagian
tersebut tidak berhasil. Perajin hingga kini tetap dari Desa Paseban. Dukuh Dolon terdiri atas RW
bertahan menghasilkan gerabah tradisional 07 dan RW 08. Lokasi Dukuh Dolon relatif jauh
seperti keren, wajan, kwali, blengker, dan kendil. yaitu sekitar 45–60 menit dari pusat Kota Klaten
Sementara itu, konsumen jenis produk tersebut menggunakan kendaraan bermotor. Lokasi dapat
tidaklah banyak di era saat modern saat ini. ditempuh menggunakan kendaraan umum (bus)
Akibatnya, pemasukan yang diperoleh pun tidak atau kendaraan bermotor melalui jalan Wedi–
memadai. Cawas, yaitu arah melewati dua objek wisata
Perajin hingga kini terus bertahan meskipun religi Gowa Maria Marginingsih dan Makam
penghasilan yang diperoleh tidak bisa memenuhi Sunan Pandanaran.
kebutuhan hidup mereka secara layak. Adapun jenis penelitian yang diterapkan yaitu
Berdasarkan data lapangan, biaya produksi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
perajin nyatanya tidak sebanding dengan hasil Fenomenologi cocok dipilih untuk mengung-
penjualan. Adapun bahan baku yang sulit kapkan pengalaman individu ataupun kelompok
diperoleh di antaranya tanah liat dan bahan (Creswell, 2014), Penelitian ini merupakan
bakar. Tanah liat hitam dengan kualitas baik penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya
harus diperoleh dari sawah sewa yang lokasinya yaitu tahun 2016 dan data diperbaharui pada
jauh dari desa. Sementara itu, setiap tahunnya tahun 2018. Teknik pengumpulan data dilakukan
harga sewa sawah terus meningkat di tengah melalui wawancara dan observasi. Adapun unit
menurunnya jumlah perajin yang ikut serta dalam analisis dan narasumber penelitian ini ialah
sewa tanah. Bahan baku pembakaran seperti keluarga yang masih bertahan membuat gerabah
kayu bakar, jerami, dan daun kering juga hingga tahun 2018. Teknik validitas data
semakin sulit diperoleh. Penyebab utamanya dilakukan melalui triangulasi sumber. Analisis
ialah menurunnya pemasok bahan baku tersebut. data dilakukan melalui tahapan pengumpulan
Selain itu, anggota keluarga perajin terutama data, reduksi, data, dan penyajian data yang
laki-laki dalam tidak lagi bersedia mencari bahan disajikan secara runtut dan mengalir.
baku tersebut di luar desa.
Perajin tidak dapat meningkatkan harga
barang yang diproduksinya secara signifikan. C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyebab pertama dipengaruhi oleh semakin
sedikitnya pengepul yang bersedia menadah 1. Mengenal Industri Kerajinan Gerabah
hasil produksi perajin. Faktor kedua tentunya Dukuh Dolon
dipengaruhi oleh semakin sedikitnya peminat/

D
konsumen gerabah. Gerabah tradisional untuk ukuh Dolon pernah menjadi pusat industri
keperluan rumah tangga banyak digunakan oleh yang besar dan menjadi pemasok
masyarakat perdesaan, yaitu mereka yang masih gerabah berbagai daerah di Jawa Tengah.
menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kondisi ini dirasakan sebelum hingga sekitar
Tentunya jumlah pengguna tersebut kini semakin tahun 1950-an, saat hampir setiap kepala
terbatas. Penurunan ini sangat perajin rasakan keluarga menjadi penghasil gerabah yang
sejak terjadi konversi bahan bakar dan mandiri. Sisa-sisa masa keemasan ini masih
pemerataan LPG 3 kg. dapat ditemukan pada kondisi lingkungan rumah
160 | P a g e
JOAN HESTI GITA PURWASIH https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

penduduk. Berdasarkan hasil pengamatan sela- yang tahan api. Teknik pembuatan gerabah yang
ma penelitian, rumah penduduk Dukuh Dolon digunakanpun sedikit berbeda. Alat putar
yang masih membuat gerabah pada umumnya dikombinasikan dengan teknik bentukan manual
memiliki ciri berikut: menggunakan tangan. Produk ini berbeda
a. Sekitar rumah terdapat sisa-sisa pecahan dengan gerabah desa lain. Ada banyak teknik
gerabah. dalam membuat gerabah misalnya di wilayah
b. Memiliki tempat penyimpanan kayu bakar Melikan. Meskipun kedua lokasi berdekatan
dan daun-dun kering. hanya berjarak sekitar satu kilo meter,
c. Memiliki halaman/sisa bangunan yang cukup penguasaan teknik putaran miring seperti yang
luas untuk menjemur dan membakar ada di Melikan tidak ditemukan di Dukuh Dolon.
gerabah Perajin gerabah Dukuh dolon juga tidak
Kondisi tersebut kini hanya dapat ditemukan menerapkan teknik pembuatan gerabah yang
pada beberapa rumah. Sebagian besar rumah dilakukan dengan cara tinggang perajin seperti di
warga kini tidak lagi memiliki halaman luas, sisa- Lombok Timur. Pada teknik ini perajin yang
sisa pecahan gerabah, dan tempat penyimpanan melakukan putaran mengelilingi gerabah (Dewi,
kayu. Semuanya berubah seiring berjalannya Suartini, & Rediasa, 2016).
waktu, adapun faktor utamanya ialah tidak ada Produk gerabah Dukuh Dolon tidak
lagi generasi penerus pembuat gerabah dalam menggunakan tanah liat merah, tetapi tanah liat
masing-masing keluarga. Kondisi ini menjadi hitam yang dicampur dengan pasir kali. Tanah
kasus yang unik dan berbeda dengan kasus liat jenis ini cukup sulit dicari, karena tanah liat
industri gerabah lain yang berhasil memper- hitam berkualitas tidak lagi dengan mudah
tahankan budaya membuat gerabah dari satu ditemukan di sekitar desa. Tanah liat hitam pun
generasi ke generasi, seperti di Jepara (Triyanto, harus memiliki kualitas baik karena tidak boleh
2015). memiliki campuran kerikil. Tanah liat, diperoleh
Generasi anak-anak perajin sebagian besar dengan cara sewa bersama dengan perajin
beralih pekerjaan ke sektor lain, sekolah ke Dukuh Kebondalem. Sementara itu, pasir yang
jenjang lebih tinggi, dan bekerja di luar desa. diproleh warga dari sekitar sungai akan cukup
Adapun sektor yang banyak dipilih yaitu sebagai sulit ditemukan jika hujan deras memenuhi
kuli bangunan, pekerja pabrik, dan wirausaha. sungai.
Peralihan pekerjaan yang dilakukan oleh anak- Warna merah bata juga menjadi ciri khas
anak perajin ini jusru dirasa cukup positif dalam produk gerabah Dukuh Dolon. Warna merah
membantu perekonomian keluarga. Oleh karena gerabah Dukuh Dolon diperoleh dari pelapisan
itu, keluarga yang dahulu membuat gerabah kini tanah merah yang diambil di sekitar Makam
perlahan tidak lagi meneruskan usaha turun- Sunan Pandanaran dan dicampur dengan air.
temurun tersebut. Secara fisik perubahan tampak Pewarnaan alami ini menunjukkan adanya
pada kondisi tempat tinggal, yaitu rumah tidak kearifan lokal yang dipertahankan dari satu
lagi memiliki halaman untuk membuat dan generasi ke generasi. Adapun proses pewarnaan
membakar gerabah. Halaman rumah tersebut ini dilakukan setelah proses pembakaran
berlahan menjadi hunian permanen yang pertama dan proses pembakaran kedua. Tanah
digunakan oleh anak-anak perajin. merah dari sekitaran Makam Sunan Pandanaran
Peralihan pekerjaan yang dilakukan generasi dipercaya memiliki kualitas baik dan dapat
anak dalam satu unit keluarga ini menyebabkan membawa keberkahan bagi perajin.
hambatan yang sangat berarti terhadap industri Gerabah dibuat dari pencampuran bahan
gerabah Dukuh Dolon. Tidak ada lagi anak laki- baku tanah liat dan pasir, beberapa perajin
laki yang membantu orang tua mengumpulkan menggabungkannya melalui proses tradisional,
bahan baku, serta tidak ada lagi anak perempuan yaitu dengan cara diijak menggunakan kaki.
yang membantu membuat gerabah. Karakteristik Proses ini membutuhkan tenaga dan waktu yang
industri yang bersifat otonom dalam unit keluarga cukup lama. Akan tetapi, melalui proses
inti tersebut menyebabkan kesulitan dalam tersebutlah perajin dapat menentukan tingkat
melakukan produksi. ketercukupan antarkomposisi bahan. Akan tetapi,
Sampai pada titik ini, sebagian besar perajin ada juga sebagian kecil perajin yang
yang bertahan sudah lanjut usia. Selain itu, menggunakan alat pencampur modern, yaitu
sebagian besar perajin mayoritas berstatus molen. Akan tetapi, ini lebih banyak
janda. Pembuatan gerabah di Dukuh Dolon membutuhkan biaya karena harus mengeluarkan
sangat bergantung pada perempuan. Tidak ada upah tenaga pencampur dan bahan bakar mesin.
laki-laki yang bisa membuat gerabah. Peran laki- Setelah tercampur rata perajin akan menyimpan
laki dalam industri gerabah bukanlah membuat, bahan baku pada bagian rumah yang dibentuk
melainkan membantu menggosok, menjemur, menyerupai kolam dan ditutupi dengan plastik
dan membakar. Oleh karena itu, kelangsungan untuk menjaga kelembaban.
industri gerabah keluarga sangat bertumpu pada Pada proses pembuatan alat-alat yang
keterampilan perempuan. digunakan pun masih tradisional. Ada prebot,
Perempuan pembuat gerabah di Duku Dolon kerik, tatap dan watu, serta batu kali seperti pada
terampil dalam membuat peralatan rumah tangga gambar-gambar berikut.
161 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019 JOAN HESTI GITA PURWASIH
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

arah yang berbeda, yaitu bagian dalam dan luar.

Gambar 1. Prebot
Sumber: dokumentasi peneliti

Prebot merupakan alat yang digunakan Gambar 4. Kerik


perajin untuk membuat kerangka gerabah. Alat Sumber: dokumentasi peneliti
dahulu terbuat dari kayu dan porosnya ditanam di
lantai rumah yang masih beralaskan tanah. Akan Kerik merupakan lingkaran seperti gelang
tetapi, pasca gempa 2006 alat-alat perajin yang terbuat dari bambu untuk menipiskan
banyak mengalami kerusakan. Oleh karena itu, gerabah. Perajin menggoreskan kerik pada
prebot dibuat menggunakan bahan lain seperti permukaan gerabah agar terkikis dan terus
semen. Alat ini digunakan dengan cara diputar. menjadi tipis. Gerabah yang sudah dibentuk
dijemur setengah kering dihaluskan menggu-
nakan batu kali yang memiliki permukaan halus.
Selanjutnya gerabah kembali dijemur untuk
kemudian dibakar. Pada proses pembakaran
gerabah disusun melingkar menyerupai tumpu-
kan gunung berongga dengan kayu dan pecahan
gerabah sebagai alas pondasi pembakaran.
Celah pada rongga tumpukan menjadi saluran
untuk memasukkan kayu secara perlahan. Selain
kayu sela-sela dan permukaan gerabah diberi
jerami untuk membantu proses pembakaran.
Gerabah pun biasaya mulai dibakar pada subuh
dini hari seperti gambar berikut.
Gambar 2. Watu
Sumber: dokumentasi peneliti

Gambar 5. Poses menata pembakaran


Sumber: dokumentasi peneliti

Hasil pembakaran menghasilkan berbagai


Gambar 3. Tatap produk peralatan rumah tangga. Sayangnya
Sumber: dokumentasi peneliti produk tersebut kini semakin jarang digunakan.
Bahkan warisan kerajinan tradisional tersebut kini
Tatap dan watu digunakan bersamaan untuk semakin jarang dikenal masyarakat. Adapun
membentuk dan meratakan permukaan gerabah. produk-produk yang dihasilkan perajin sebagai
Tatap terbuat dari kayu, sementara watu terbuat berikut.
dari tanah liat yang memiliki permukaan
cembung. Kedua alat ini dipukul bersamaan dari

162 | P a g e
JOAN HESTI GITA PURWASIH https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

Gambar 8. Keren
Sumber: dokumentasi peneliti
Gambar 5. Kendil
Sumber: dokumentasi peneliti Keren atau tungku ini masih banyak
dimanfaatkan masyarakat, misalnya digunakan
Kendil bisa dimanfaatkan untuk memasak para pedagang sate, bakmi jawa, dan soto yang
jamu, sayur, bubur, dan memasak nasi sebelum ada di sekitar kabupaten Klaten. Keren ini ada
dikukus. yang didesain untuk pembakaran menggunakan
arang dan kayu bakar.

Gambar 8. Blengker
Sumber: dokumentasi peneliti
Gambar 6. Kwali
Sumber: dokumentasi peneliti
Blengker berfungsi sebagai tatakan wajan
Kwali banyak dimanfaatkan oleh penjual soto atau kwali. Blengker kini sudah semakin jarang
kwali khas Kabupaten Klaten. Selain itu, dahulu digunakan. Kondisi ini dapat diamati dari
pada umumnya alat ini dimanfaatkan untuk sedikitnya perajin yang memproduksi jenis
mengukus nasi. Alat ini dikolaborasikan dengan barang ini. Produksi jenis produk ini pun semakin
anyaman bambu yang berbentuk kerucut dan sedikit karena sulit laku di pasaran Meskipun
berfungsi sebagai penyaring. dijual dengan harga murah, sekitar lima ribu
rupiah per biji nya, jenis produk ini kini jarang
diminati masyarakat.
Berdasarkan pemaparan jenis produk yang
dihasilkan Dukuh Dolon, semua peralatan rumah
tangga ini merupakan warisan budaya leluhur
yang kini semakin sedikit dan terancam punah.
Peralatan rumah tangga ini menjadi saksi
peradaban masyarakat tradisional yang kini mulai
diabaikan.

2. Kendala Industri Gerabah Tradisional


Masa Kini

Gambar 7. Wajan
Setiap jenis industri memiliki tantangan dan
kendala tersendiri. Pada umumnya kendala
Wajan tanah liat ini digunakan untuk menumis tersebut selalu berkaitan dengan faktor-faktor
dan mengoreng. Ada wajan yang berukuran kecil produksi. Dalam temuan penelitian ini, klasifikasi
dan besar. Ada pula wajan yang dibentuk lebih kendala peneliti sajikan dalam tiga kategori yaitu
cekung. konsumen, bahan baku, tenaga, dan distribusi.

163 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019 JOAN HESTI GITA PURWASIH
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

Adapun pemaparan kendala yang dialami industri bagian pekerjaan yang membutuhkan tenaga
gerabah saat ini peneliti sajikan sebagai berikut. ekstra sehingga membutuhkana biaya yang
ekstra pula yaitu untuk tenaga mengambil bahan
a. Konsumen baku tanah, sebagian membutuhkan tenaga
Penurunan konsumen merupakan menjadi pencampur tanah, serta tenaga penggosok
tantangan utama dalam setiap sektor industri gerabah. Kondisi ini pada umumnya dilakukan
termasuk gerabah tradisional. Gerabah oleh perajin yang sudah tidak memiliki anggota
tradisional tidak lagi ditemukan pada dapur-dapur keluarga laki-laki. Kegiatan produksi bertumpu
rumah tangga masyarakat. Kondisi ini terjadi pada perempuan. Pembuatan gerabah hanya
siring transformasi bahan bakar dan alat-alam boleh dilakukan oleh perempuan. Kondisi ini
memasak. Pada umumnya kayu bakar menjadi merupakan budaya yang banyak ditemukan pada
pasangan alat-alat masak gerabah ini. Akan sektor industri gerabah. Misalnya pada kerajinan
tetapi, kini masyarakat sudah semakin jarang gerabah di Desa Banyumulek, Lombok Barat.
menggunakan kayu bakar/arang sebagai bahan Perempuan menjadi tenaga kerja utama dalam
bakar memasak. pembuatan gerabah (Vibriyanti, 2015).
Sebenarnya gerabah bisa digunakan sebagai
peralatan memasak masa kini yang d. Distribusi
menggunakan bahan bakar gas. Panas yang Kendala distribusi berkaitan dengan bagian
diserap gerabah lebih tahan lama. Meskipun pemasaran gerabah. Dahulu sebagian besar
demikian, banyak konsumen berdalih gerabah perajin menjual gerabah melalui peran ayah.
tidak lebih awet dan membutuhkan waktu panas Ayah dapat menjual gerabah berhari-hari ke luar
yang lebih dibandingkan alat masak berbahan Kabupaten Klaten dengan jumlah gerabah yang
alumunium atau sejenisnya. Oleh karena itu, banyak. Akan tetapi, cara ini sudah tidak
minat konsumen masa kini tidaklah luas. dilakukan sejak lama yaitu ketika tenaga ayah
mulai senja dan konsumen pun menurun.
b. Bahan baku Sebagian besar perajin kemudian banyak
Pada pembahasa sebelumnya sudah beralih menggunakan jasa bakul dan pengepul.
dijelaskan mengenai bahan baku yang Bakul merupakan pemembeli gerabah dalam
dibutuhkan untuk membuat gerabah. Adapun jumlah besar yang berasal dari luar desa. Bakul
kendalah utama bahan baku yang dialami perajin kemudian akan menjual kembali gerabah ke luar
Dukuh Dolon yaitu pada tanah liat dan bahan desa. Sementara itu, pengepul merupakan warga
pembakaran. desa setempat yang bersedia membeli gerabah
Tanah liat semakin jauh dari desa dan jumlah perajin dalam jumlah besar. Pengepul kemudian
perajin yang ikut patungan dalam menyewa menjual kembali gerabah kepada bakul luar desa
tanah semakin sedikit. Implikasi pertama, perajin ataupun menjual gerabah di rumah masing-
harus menambah biaya untuk mengeluarkan jasa masing.
tenaga pengabil tanah. Kedua, perajin semakin Saat ini bakul gerabah tradisional semakin
mahal menanggung biaya sewa tanah bersama. sedikit. Hanya bakul dengan permintaan produk
Hal ini dilakukan seiring tidak memadainya tanah tertentu yang masih membutuhkan gerabah.
liat di wilayah desa sendiri. Industri masyarakat Misalnya, kwali, keren, dan kendil. Produk
dalam membuat gerabah sudah berlangsung tersebut masih digunakan oleh penjual-penjual
hampir satu abad, jauh sejak generasi makanan tradisional. Begitu pula dengan
sebelumnya. Oleh karena itu, tanah liat dengan pengepul yang ada di desa. Pengepul semakin
kualitas memadai sudah semakin sulit. Kondisi ini enggan menghimpun produk perajin di rumah
juga dipengaruhi oleh pembangunan dan jumlah mereka dalam jumlah besar karena penjualan
penduduk di desa. Lahan-lahan yang ada sudah yang semakin macet.
banyak bergeser sebagai pemukiman penduduk. Akibatnya, perajin semakin sulit menyalurkan
barang dagangannya. Di tengah pembengkakan
c. Tenaga bahan baku, produk yang dihasilkan justru
Tenaga kerja awalnya dilakukan oleh keluaga melemah. Pendapatan perajin semakin sedikit,
inti. Akan tetapi, sebagian besar kini hanya sementara modal yang dibutuhkan semakin
dilakukan oleh generasi tua (ayah dan ibu), besar.
bahkan sebagian besar kini hanya dilakukan oleh
ibu (lansia berstatus janda). Pada kondisi ini 3. Alasan Tetap Bertahan
perempuan yang sudah lanjut lansia menunjuk- Masih ada perajin yang bertahan membuat
kan adanya kemampuan untuk bisa mandiri dan gerabah meskipun hasil yang diperoleh tidak
memenuhi ekonomi keluarganya. Kondisi ini sebanding dengan pengeluaran modal produksi.
pada umumnya ditemukan di wilayah perdesaan, Mereka sebagian besar ialah para perajin yang
yaitu perempuan menjadi ujung tombak ekonomi kini sudah memasuki usia lansia.
keluarga meskipun pada ranah domestik (Meliza, Sebagian perajin gerabah terus bertahan
Iskandar, & Soemarwoto, 2019). hanya untuk mengisi waktu luang. Anak-anak
Akan tetapi, tidak semuanya bisa dilakukan mereka sudah cukup mampu memenuhi
perajin perempuan. Kenyataannya terdapat kebutuhan keluarga dengan bekerja di sektor lain
164 | P a g e
JOAN HESTI GITA PURWASIH https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

yang lebih menghasilkan. Maka tidak heran jika menyisihkan modal bahan baku terlebih dahulu
faktor ekonomi tidak menjadi hambatan dalam barulah kebutuhan hidup. Pada umumnya siklus
membuat gerabah. Pada umumnya ikondisi ni ini dilakukan oleh keluarga dengan tingkat
dialami oleh keluarga yang mampu meyekolah- produksi tinggi.
kan anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. Pada sebagian perajin dengan tingkat
Perajin dengan karakteristik keluarga seperti ini produksi menengah ke bawah, pinjaman modal
pada umumnya dahulu merupakan produsen dari bakul/pengepul menjadi salah satu cara
gerabah kelas atas. Mereka memiliki modal untuk menunjang kebutuhan modal dan
besar dan memiliki jaringan pasar yang luas di kehidupan sehari-hari. Pinajam diberikan dengan
luar desa. jaminan sejumlah gerabah yang nantinya akan
Meskipun demikian, masih terdapat pula diambil ketika masa pembakaran usai.
perajin yang bertahan karena tidak memiliki Pada situasi ini, masyarakat memililiki tatanan
keterampilan lain untuk menyambung hidup sistem kegiatan ekonomi yang mapan.
keluarga. Perajin percaya meskipun hasil yang Konsumsi, produksi dan distribusi dilakukan
diperoleh tidak sebanding, gerabah akan selalu karena adanya keseimbangan. Kemapanan ini
memberikan keberkahan. Sebagian tidak mau dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya
berpangku tangan mengandalkan bantuan dari alam, sumber daya manusia, dan kondisi pasar
anak-anak mereka. Pada umumnya pandangan yang masih memadai. Kondisi ini sekaligus
tersebut dialami oleh perajin yang usianya sudah menunjukkan adanya interaksi sosial yang
lansia sementara anak-anak mereka memiliki mapan antara budaya, manusia, dan lingkungan
kondisi ekonomi menegah ke bawah. Hal ini dalam indikator ekologi lingkungan.
pada umumnya ditemukan pada karakteristik
industri keluarga menengah yang sejak dahulu b. Strategi Masa Kini
memiliki modal kecil dan tidak memiliki jaringan Melihat berbagai tantangan gerabah
pasar yang luas. tradisional masa kini, strategi bertahan hidup
Kondisi karakteristik industri keluarga perajin pun mengalami perubahan. Kondisi itu
menengah ke bawah tersebut juga menimbulkan dipengaruhi oleh siklus pembakaran yang
konsekuensi lain, yaitu dengan berhenti semakin tidak menentu. Setiap unit industri
memproduksi gerabah. Ini dialami sebagian pembuat gerabah kini membuat gerabah
perajin yang belum terlalu tua. Gerabah berdasarkan cepat lambatnya barang yang
ditinggalkan karena menyadari bahwa kebutuhan mampu dibeli pengepul/bakul. Kondisi ini terus
keluarga tidak bisa dipenuhi jika terus bertahan. berlanjut di tengah jumlah konsumen yang
Golongan ini pada umumnya masih memiliki semakin memudar.
anak yang masih menjadi tanggungan di rumah. Kondisi ini semakin diperparah dengan jumlah
Gerabah sebenarnya disadari perajin sebagai pengepul/bakul yang semakin menurun. Bahkan
warisan leluhur yang harus dilestarikan. Akan sudah ada beberapa bakul yang tidak lagi aktif
tetapi, realitas kehidupan berkata lain. Gerabah mengambil gerabah. Sementara pengepul di
kini tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sekitar desa tidak berani lagi membeli gerabah
mereka. Oleh karena itu, mereka tidak bisa perajin dengan jumlah banyak. Meskipun
berbuat banyak apabila generasi muda di desa demikian, sebagian bakul tetap bersedia
tidak lagi berminat untuk meneruskan memberikan pinjaman tentunya dengan jaminan
keterampilan tersebut. Orientasi perajin kini telah gerabah perajin. Rasa kekeluargaan dan
berubah, gerabah memang cukup berharga ketetanggan menjadi unsur yang masih
untuk mereka teruskan tetapi tidak untuk anak- diperhitungkan pada cara-cara ini.
anak mereka. Hal inilah yang menjadi ancaman Pada akhirnya, hutang menjadi jalan terakhir
terbesar hilangnya warisan keterampilan budaya yang terus dipertahankan perajin. Hutang melalui
membuat peralatan rumah tangga tradisional jaminan gerabah diandalkan perajin kepada
yang tahan api di Dukuh Dolon terus pengepul dan bakul. Ketika gerabah telah selesai
berlangsung. dibakar dan disetorkan perajinpun sudah tidak
menerima imbalannya karena harus membayar
4. Strategi Bertahan Hidup hutang. Perajin pun hidup dalam keadaan sangat
sederhana, dalam kondisi miskin dan mengan-
a. Strategi Masa Lalu dalkan bantuan beras raskin dari pemerintah.
Strategi bertahan hidup perajin berkaitan Tidak jarang sebagian perajin memilih beralih
dengan sistem produksi gerabah. Dahulu perajin pekerjaan karena merasa gerabah sudah tidak
memiliki siklus pembuatan gerabah yang relatif bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Misalnya
stabil, yaitu dua minggu untuk proses pembuatan menjadi buruh/tenaga lepas di sektor industri lain
dan dua minggu kemudian untuk mengumpulkan yang mulai berkembang di desa yaitu industri
bahan baku serta menjual gerabah. Pendapatan pembuatan kerupuk rambak. Pada akhirnya
yang diperoleh dalam satu kali pembakaran beralih pekerjaan merupakan strategi akhir yang
digunakan untuk bertahan hidup satu siklus. dipilih oleh perajin karena bertahan membuat
Pada masa itu, penghasilan yang diperoleh dari gerabah sudah tidak lagi memungkinkan bagi
membakar gerabah masih cukup memadai untuk mereka.
165 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019 JOAN HESTI GITA PURWASIH
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

c. Strategi Bertahan Hidup Perajin Gerabah nya. Akan tetapi, tawaran tiga komponen utama
dari Perspektif Ekologi Budaya dalam memahami ekologi budaya Julian Steward
Berdasarkan pemaparan yang sudah dibahas ternyata tidaklah cukup. Manusia hidup dalam
dapat diketahui bahwa manusia dan lingkungan sistem yang kompleks dan berhubungan satu
tidak dapat dipisahkan dan saling memengaruhi. sama lain. Terutama jika analisis kondisi ekologi
Kondisi inilah yang digagas oleh Julian Steward budaya diletakkan pada kehidupan masyarakat
melalui ekologi budaya. Budaya merupakan hasil yang sudah mengarah pada kegiatan industri.
dari adaptasi terhadap linngkungan. Artinya, Komponen konsumen, sebagai pengguna
aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hasil budaya pembuatan gerabah menjadi salah
hidupnya merupakan salah satu wujud budaya satu pengaruh utama keberlangsungan pembuat-
sehingga proses tersebut pula nantinya akan an gerabah di Desa Paseban. Selain itu, sebagai
memengaruhi lingkungan. (Gunn, 1980). industri, pembuatan gerabahn membutuhkan
Menurut Julian Steward cara terbaik untuk tidak hanya satu bahan baku. Artinya, kelang-
mempelajari antropologi pada penekanan ekologi kaan satu bahan baku di sekitar lingkungan
budaya ialah dengan mengkaji tekonologi yang masyarakat memengaruhi perubahan cara
digunakan (technoenviromental relationship), produksi masyarakat. Pada kondisi ini ekologi
cara yang digunakan (exploitation relationship), budaya harus dikembangkan dengan melihat
dan efeknya terhadap lingkungan (effects of ekosistem sumber daya alam yang lebih makro
technological – exploitation) (Steward, 1955). dan kolmpleks.
Berangkat dari tiga komponen tersebut, peneliti Saran yang direkomendasikan untuk menyi-
menemukan bahwa strategi bertahan hidup kapi kondisi ini ialah dengan melakukan komodifi-
perajin gerabah pada penelitian ini dipengaruhi kasi budaya. Budaya lama dihidupkan kembali
oleh ketiga unsur tersebut. dengan cara-cara baru dan bentuk produk yang
Meninjau kondisi strategi bertahan masa lalu, baru (Irianto, 2016). Oleh karena itu, dibutuhkan
industri gerabah dalam unit keluarga masih integrasi teknologi dan sumber daya manusia
cukup memadai karena sumber daya yang ada, yang memadai di dalamnya. Gerabah tahan api
teknologi, dan cara yang digunakan masih ini bisa dipromosikan sebagai peralatan dapur
memadai. Artinya, efek pengolahan terhadap yang kekinian dan memiliki variasi fungsi.
lingkungan belum dirasakan. Misalnya, tidak Misalnya, gerabah tahan api ini bisa digunakan
terjadi kelangkaan bahan baku. untuk menyajikan makanan yang menggunakan
Sementara itu, pada masa-masa selanjutnya, unsur hot plate di beberapa restoran. Gerabah
sistem produksi perajin mengalami perubahan. Desa Paseban ini mampu menyerap panas tahan
Perubahan ini disebabkan oleh berbagai faktor, lama sehingga cocok untuk digunakan. Selain itu,
di antaranya sumber daya alam yang semakin bisa dimanfaatkan untuk menyajikan makanan
tidak memadai. Industri tradisional pada yang sidatnya dipanaskan terus menerus
umumnya hanya memanfaatkan sumber daya menggunakan api. Misalnya, untuk jenis bubur,
alam yang ada di lingkungan sekitarnya. Ketika sup panas, dan suki.
sumber daya alam di lingkungan sekitarnya
sudah tidak memadai maka sistem produksi dan E. UCAPAN TERIMAKASIH
budaya pun berubah (Steward, 1977). Cara-cara
baru dengan memanfaatkan tenaga luar

T
erimakasih kepada Universitas Sebelas
dimanfaatkan. Artinya, jika salah satu faktor Maret dan Universitas Negeri Malang atas
produksi berupa bahan baku memudar maka kesempatan yang sudah diberikan kepada
industri tradisional tersebutpun akan terganggu. kami untuk menulis artikel jurnal ini dengan baik.
Sayangnya, kondisi ini tidak bisa dikontrol sendiri Meskipun demikian, ide ini tidak mungkin
oleh produsen. diwujudkan tanpa adanya perhatian dari
pemerintah dan stakeholder yang peduli
terhadap warisan budaya lokal. Oleh karena itu,
D. KESIMPULAN kerja sama yang baik sangat dibutuhkan.

P
andangan Julian Steward mengenai
ekologi budaya membantu kita memahami
strategi manusia mempertahankan hidup-

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, F. (2014). Relasi Antara Kearidan Lokal Masyarakat Desa Paseban dengan Interaksi
Terhadap Sumber Daya Hutan. Universitas Gadjah Mada. Retrieved from
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=v
iew&typ=html&buku_id=70229
166 | P a g e
JOAN HESTI GITA PURWASIH https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019
JOAN HESTI GITA PURWASIH /JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 22 NO. 02 (DECEMBER 2019)

Creswell, J. W. (2014). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset, Memilih di Antara Lima Pendekatan. (S.
Z. Qudsy, Ed.) (3rd ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dewi, N. K., Suartini, L., & Rediasa, I. N. (2016). Kerajinan Gerabah Tinggang Di Desa Banyumulek,
Kecamatan Kediri, Lombok Barat. Jurnal Pendidikan Seni Rupa Undiksha.
Firdiyanti, B. (2016). Strategi Bertahan Hidup Pengrajin Gerabah Sebagai Upaya Pemenuhan
Kebutuhan di Desa Kademangan Kecamatan Mojoagung Kabupaten Jombang. Swara
Bhumi.
Gunn, M. C. (1980). Cultural Ecology : A Brief Overview.
Hastuti, I. (2012). Perkembangan usaha industri kerajinan gerabah, faktor yang mempengaruhi, dan
strategi pemberdayaanya pada masyarakat di desa melikan kecamatan wedi kabupaten
klaten. Benefit Jurnal Manajemen Dan Bisnis.
Irianto, A. M. (2016). Komodifikasi Budaya Di Era Ekonomi Global Terhadap Kearifan Lokal: Studi
Kasus Eksistensi Industri Pariwisata dan Kesenian Tradisional di Jawa Tengah. Jurnal
THEOLOGIA. https://doi.org/10.21580/teo.2016.27.1.935
Ismail, A. (2016). Ziarah Ke Makam Wali: Fenomena Tradisional di Zaman Modern. Al-Qalam.
https://doi.org/10.31969/alq.v19i2.156
Meliza, R., Iskandar, B. S., & Soemarwoto, R. S. (2019). Aspek Ekonomi Pada Kehidupan Perempuan
Lanjut Usia: Studi Etnografi di Desa Demuk, Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten
Tulungagung. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya. https://doi.org/10.25077/
jantro.v21.n1.p11-21.2019
Mustofa, A. (2017, August). Tragis, Kurang Menarik, Jumlah Perajin Gerabah Kian Menurun.
Radarbali.Jawapost.Com. Retrieved from https://rada
rbali.jawapos.com/read/2017/08/21/8686/tragis-kurang-menarik-jumlah-perajin-gerabah-
kian-menurun
Purwasih, J. H. G., & Hadi, N. (2017). The Failure of Regeneration Traditional Pottery Handicraft
Process of Pottery Industry. In 2nd International Conference on Sociology Education (Vol. 2,
pp. 578–583). Scitepress. https://doi.org/10.5220/0007113512181223
Steward, J. H. (1955). 2 The Concept and Method of Cultural Ecology. In Theory of Culture Change:
The Methodology of Multilinear Evolution.
Steward, J. H. (1977). The Concept and Method of Cultural Ecology. Evolution and Ecology: Essays
on Social Transformation. Urbana: University of Illinois Press.
syarif hidayat. (2018, November). Tawarkan Konsep Eduwisata, Kampung Gerabah Gebangsari Kian
Banyak Dikunjungi. Sorot.Co. Retrieved from http://kebumen.sorot.co/berita-4748-tawarkan-
konsep-eduwisata-kampung-gerabah-gebangsari-kian-banyak-dikunjungi.html
Triharini, M., Larasati, D., & Susanto, R. (2014). Journal of visual art and design. Journal of Visual Art
and Design.
Triyanto. (2015). Perkeramikan mayong lor jepara: hasil enkulturasi dalam keluarga komunitas perajin.
Imajinasi: Jurnal Seni.
Vibriyanti, D. (2015). Peran Kaum Perempuan Dalam Industri Kerajian Gerabah Di Desa Banyumulek,
Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 17(2), 117–
129. https://doi.org/10.25077/jantro.v17.n2.p117-129.2015

167 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v22.n2.p159-167.2019 JOAN HESTI GITA PURWASIH

You might also like