You are on page 1of 17

Vol. 3 No.

1 Tahun 2022
http://jurnal.staiddimakassar.ac.id/index.
php/adrsb
Hal. 16-32

Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Gotong


Royong di Kabupaten Bone
Muh. Zulfikar Ridha
HMI Cabang Makassar Timur, UNHAS Makassar
*Correspondence author: muhammadzufikarridha@gmail.com

Abstract. Gotong royong is a social activity that is action-oriented to ease each other's
workload. Nowadays, the value of mutual cooperation has experienced a drastic
decline after the introduction of modernization in the rural community which has an
impact on the aspects of food production and agriculture. This study aims to describe
the process of eroding the culture of mutual cooperation in Cabbeng Village, Dua
Boccoe District, Bone Regency. This study used purposive sampling with informants :,
Head of Farmer Group, Farmers ,. The type of research used is descriptive research type
and the basis of case study research. The results showed that; various activities of
mutual cooperation in Cabbeng Village have been eroded, one of which is rice planting.
This is due to a wide imbalance in the increase in productivity of community rice fields
due to the intensification of production with less human resources. As a solution,
society uses technology to replace human roles. Indigenous peoples are still trying to
preserve the culture of mutual cooperation which has long been practiced by the
community and is claimed to have a major contribution in the development of
civilization. In reality, the current of globalization is getting stronger, thus dimming
these cultural values
Keywords: Gotong Royong, culture, globalization

Abstrak. Gotong royong merupakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang berorientasi


pada tindakan untuk saling meringankan beban pekerjaan. Dewasa ini, nilai gotong
royong kian mengalami penurunan yang drastis setelah masuknya modernisasi
dimasyrakat pedesaan hingga berdampak pada aspek produksi pangan dan pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses tergerusnya budaya gotong
royong di Desa Cabbeng Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone. Penelitian ini
menggunakan purposive sampling dengan informan:, Ketua Kelompok Tani, Petani,.
Tipe penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitian deskriptif dan dasar penelitian studi
kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; berbagai aktivitas gotong royong di Desa
Cabbeng telah tergerus salah satunya pada kegiatan panen padi. Hal itu disebabkan
karena adanya ketidakseimbangan luas peningkatan produktivitas lahan persawahan
masyarakat oleh adanya intensifikasi produksi dengan sumber daya manusia yang
semakin sedikit.. Sebagai solusi masyarakat menggunakan tekhnologi untuk
menggantikan peran manusia. Masyarakat adat masih berusaha melestarikan budaya
gotong-royong yang sejak dulu dilakukan oleh masyarakat serta diklaim berkontibusi
besar dalam perkembangan peradaban. Realitanya, arus Globalisasi kian kuatnya,
sehingga meredupkan nilai-nilai kebudayaan tersebut.
Kata Kunci: globalisasi, budaya, gotong royong

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |1


PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari 300 suku bangsa dan memiliki adat
istiadat yang berbeda beda. Keragaman adat istiadat tersebut lahir dari akulturasi dan
asimilasi budaya-budaya sebelumnya sampai menghasilkan kebudayaan yang diwariskan
turun temurun dan nantinya membentuk sebuah kebiasaan hidup yang senantiasa
dilestarikan. Keragaman budaya di Indonesia ada karena faktor geografis sebagai
negara kepulauan. Keragaman terjadi juga karena letak Indonesia di jalur pelayaran
perdagangan dunia, sehingga interaksi dengan budaya bangsa lain menjadi erat.
Keanekaragaman tersebut merupakan kekayaan milik Bangsa Indonesia yang harus kita
jaga dan lestarikan sehingga mampu memberikan warna ketentraman dan kedamaian
bagi rakyat Indonesia.
Salah satu relasi sosial kehidupan masyarakat yang didalamya terdapat nilai-nilai
positif dan patut untuk dilestarikan adalah gotong-royong. Budaya gotong-royong
sebagai sebuah nilai moral (values) mempunyai akar filosofis dalam kajian akademis.
Terdapat degradasi kualitas nilai dari budaya gotong-royong itu sendiri jika ditelaah
secara singkat melihat situasi interaksi sosial masyarakat kontemporer. Kendati bahwa
akhir-akhir ini masyarakat terindikasi mengalami kekacauan sosial karena dalam relasi
sosialnya meninggalkan semangat dan nilai-nilai gotong royong. Kekacauan sosial ini
mirip dengan konsep anomi yang digunakan oleh Durkheim1 untuk menggambarkan
kondisi relasi masyarakat atau individu dimana terlihat bahwa konsensus melemah, nilai-
nilai dan tujuan (goal) bersama meluntur, kehilangan pegangan nilai-nilai norma dan
kerangka moral, baik secara kolektif maupun individu. Indikasi bahwa hal tersebut
terjadi karena perubahan sosial yang berlangsung begitu cepat sehingga terjadi
disorientasi nilai-nilai. Dalam konteks Indonesia, masuknya globalisasi turut
berkontribusi dalam perubahan sosial seiring dengan reformasi yang terjadi tanpa
terencana (dalam waktu singkat) telah menyebabkan nilai-nilai lama yang selama ini

1 1
Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of Sosiology, Glasgow, Harper Collin Publisher, hal.22-23 Dalam
Veeger.K.J (1985: 7-8) dijelaskan bahwa pada abad 19 setelah revolusi Perancis dicirikhaskan oleh pergolakan
di segala bidang keganasan, persengketaan, dan krisis akhlak. Struktur-struktur feudal beserta nilainilai
dasarnya menghilang, sedang struktur-struktur baru masih bersifat lemah atau berada dalam taraf eksprimen
dan belum memperoleh doa restu dari tradisi, sehingga kekacauan sosial-politik melanda Eropa
Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |2
menjadi pegangan dan acuan dalam relasi sosial berbasis pada semangat dan nilai-nilai
gotong royong mulai melemah.
Di era abad 21 sekarang ini, perkembangan peradaban manusia itu telah mencapai
suatu kondisi yang dicirikan dengan adanya interaksi yang semakin intensif antar umat
manusia, yang secara umum era seperti ini sering kita sebut sebagai “era globalisasi”.
Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang
lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun
terakhir. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia
secara mendasar. Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia
yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses
manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi ini hingga menyentuh seluruh aspek penting
kehidupan (Agustriono, et.al 1996).
Budaya popular dan digitalisasi sebagai substansi era globalisasi yang disisi lain
memberikan dampak positif berupa efisiensi dalam segala hal (termasuk interaksi sosial)
juga memberikan efek samping berupa kemerosotan nilai interaksi sosial itu sendiri,
kurangnya intensitas emosional, peran bantuan sesama manusia tergantikan oleh
tekhnologi atau alat yang lebih canggih, sampai pada meredupkan bahkan
menghilangkan budaya gotong-royong itu sendiri yang dianggap tidak diperlukan lagi
baik sebagai kolektifitas kerja agar lebih efektif maupun sebagai suatu nilai positif
kebudayaan.
Bahkan salah satu daerah di Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Bone yang
dahulunya dikenal dengan nilai nilai gotong royongnya yang terjaga kini perlahan
terkikis akibat perubahan sosial yang terjadi, walaupun tidak semua praktik gotong
royong di tinggalkan oleh masyarakat. Diantara budaya gotong royong yang perlahan
sudah di tinggalkan masyrakat yaitu dalam sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena
dewasa ini perkembangan teknologi semakin pesat, berdampak pada berubahnya pola
masyarakat dalam bertani. Masyarakat lebih cenderung untuk menggunakan tekhnologi
yang sifatnya lebih praktis dan tidak melibatkan banyak orang dalam pengerjaannya,

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |3


sehingga nilai gotong royong tidak tercapai dan bahkan tidak dibutuhkan lagi oleh
masyrakat (Sartono 1987).
METODE PENELITIAN
 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif dan wawancara.
Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara jelas, lengkap,
rinci, dan mendalam terkait dengan fenomena yang diteliti yaitu Gotong Royong dalam
Masyarakat Petani (Studi Tentang Tergerusnya Gotong Royong di Desa Cabbeng
Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone).
 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cabbeng Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten
Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive
sampling) dengan dasar pertimbangan bahwa daerah ini dalam 6 tahun terakhir nilai-
nilai kegotong royongannya sudah mulai perlahan ditinggalkan oleh masyarakat yang
sebelumnya nilai-nilai yang diwariskan dari leluhur bertahan sekian lama.
 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil survey langsung dilapangan dan
hasil wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
berdomisili di Desa Cabbeng Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone yaitu, Ketua
Kelompok Tani, Petani.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku kajian sosiologi, artikel,
jurnal, yang berkaitan dengan penelitian.
 Teknis Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat didefenisikan sebagai satu proses mendapatkan data
empiris melalui responden dengan menggunakan metode metode tertentu. Ini berarti
sebelum kita mengumpulkan data terlebih dahulu, kita menentukan teknik
pengumpulan data yang tepat digunakan dan menyusun instrumen yang digunakan
untuk mengumpulkan data.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah observasi dan
wawancara.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |4


 Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk
mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara
(interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interkasi antara pewawancara
(interviewer) dan sumber informasi atau yang diwawancarai (interview) melalui
komunikasi langsung. Dapat pula dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan
tatap muka (face to face) antara pewawancara dengan sumber informasi, dimana
pewawancara bertanya langsung tentang sesuatu objek yang diteliti dan telah
dirancang sebelumnya. Wawancara mendalam dapat dilakukan dengan individu tertentu
untuk mendapatkan data atau informasi tentang masalah yang berhubungan dengan
satu subjek tertentu atau orang lain. Menurut Silalahi, individu sebagai sasaranm
wawancara ini sering disebut dengan informan, yaitu orang-orang yang memiliki
keahlian atau pemahaman yang terbaik mengenai suatu hal yang ingin diketahui.
 Observasi Terbatas
Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan
dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan pencatatan secara
sistematis terhadap perilaku bergotong royong masyarakat dalam sektor pertanian
padi. Tujuan data observasi adalah untuk mendeskripsikan latar yang diobservasi;
kegiatan-kegiatan yang terjadi itu; orang-orang yang berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan; makna latar, kegiatan-kegiatan, dan partisipasi mereka dalam orang-orangnya.
Observasi terbatas, teknik ini hanya didasarkan atas satu kunjungan saja untuk
mengadakan wawancara, jadi hanya melakukan interaksi dengan responden atau
informan satu kali saja. Dengan demikian tidak diharapkan satu rapport yang efektif,
sehingga peneliti kurang sempat melakukan komunikasi dengan responden/informan,
jadi mungkin timbul persepsi yang salah oleh peneliti terhadap data atau informasi dari
responden/informasi itu .
 Teknik Analisa Data
Analisis deskriptif merupakan prosedur statistik untuk menguji generalisasi hasil
penelitian yang didasarkan atas satu variabel. Uji ini bergantung pada jenis data
(nominal-ordinal-interval/rasio). Jenis teknik statistik yang digunakan untuk menguji
hipotesis deskriptif harus sesuai dengan jenis data atau variabel berdasarkan skala

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |5


pengukurannya. Berikut ini diberikan tabel yang berisikan jenis variabel dan teknik
statistik yang dapat dan sering dipakai dalam analisis komparasi (Hasan, 2002:33).
Menurut Miles dan Haberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin merupakan proses
siklus yang interaktif pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam
bentuk sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian budaya menurut para ahli
Kata budaya atau kebudayaan identik dengan kearifan lokal masyarakat yang
tercipta atas hasil peradaban. Wujud dari budaya tersebut bisa berupa tradisi atau adat
istiadat yang telah lama ada dan bersifat turun temurun dari generasi ke generasi. Sesuai
dengan pendapat Koentjaraningrat (2009, hlm. 144) “Kebudayaan pada hakikatnya
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan
masyarakat, yang dijadikan milik manusia melalui belajar”. Menurut Mutakin dan Pasya
(2000, hlm. 51) mendefinisikan kebudayaan sebagai “Keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami
lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya
kelakuan”.
Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan
sistem gagasan dalam diri manusia yang diperoleh melalui hasil belajar. Kebudayaan-
kebudayaan tersebut terwujud ke dalam beberapa bentuk yang kemudian diaplikasikan
oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut J.J. Honigmann (dalam
Koentjaraningrat, (2009, hlm. 150), mengatakan ada tiga bentuk gejala kebudayaan
yaitu:
a. Wujud kebudayaan sebagai sesuatu yang kompleks dari ide, gagasan, nilai,
norma, dan peraturan. Ide dan gagasan dalam suatu masyarakat merupakan wujud ideal
dari kebudayaan sifatnya abstrak tidak dapat diraba atau difoto, karena tempatnya ada
di alam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |6


b. Wujud kebudayaan sebagai suatu aktivitas kompleks serta tindakan yang
berpola dari manusia dalam masyarakat, dapat disebut juga sebagai sistem sosial yang
berkaitan dengan tindakan yang berpola dari manusia itu sendiri, misalnya aktivitas-
aktivitas manusia dalam berinteraksi, berhubungan, dan bergaul dengan sesama
anggota masyarakat.
c. Wujud kebudayaan berupa benda-benda hasil karya manusia, yang merupakan
seluruh hasil aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam kehidupan masyarakat.
Nilai-nilai budaya ini berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat,
tetapi sebagai konsep, sutau nilai budaya itu sangat umum dan memiliki ruang lingkup
yang luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata. Makna nilai-nilai
budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para
individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan. Seiring
perkembangan zaman, pengaruh-pengaruh kebudayaan global semakin deras masuk ke
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tanpa adanya filter dari masyarakatnya sendiri
akan sulit untuk mengendalikannya bahkan akan berakibat fatal. Banyak hal yang
mempengaruhi perubahan tersebut diantaranya sudah terdapat ketidaksesuaian lagi
dengan apa yang mereka anut saat ini.
Seperti yang diungkapkan Herimanto dan Winarno (2008, hlm. 35), “perubahan
kebudayaan adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya ketidaksesuaian
diantara unsur-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang
fungsinya tidak serasi bagi kehidupan”. Pendapat lain menurut Saebani (2012, hlm. 181)
mengungkapkan bahwa: “Perubahan budaya dapat timbul akibat terjadinya perubahan
lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai
contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan
kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan”. Dari beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem
gagasan hasil karya manusia yang terhimpun ke dalam berbagai bentuk kebiasaan-
kebiasaan yang diperoleh melalui hasil belajar. Kebudayaan yang terbentuk bisa berupa
kebudayaan fisik baik berupa seni tradisional ataupun berupa non-fisik seperti
pengaturan hidup sehari-hari yang diwariskan secara turun temurun. Kebudayaan juga
dapat dijadikan sebagai pengendali sosial dalam masyarakat karena di dalamnya

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |7


terkandung batasan-batasan atau aturan bagi warganya dalam berkehidupan. Itu
digunakan sebagai pedoman potensial perilaku manusia.”
Dari berbagai defenisi tersebut , dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan
adalah segala sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagsan yamg terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari hari. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda –
bnda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola periaku, Bahasa,peralatan hidup,organisasi
sosal ,agama,seni dan lain lainyang semuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Budaya
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.000
pulau yang kaya akan ragam budaya . Budaya merupakan suatu cara hidup yang
berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan di wariskan dari
generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit termasuk sistem
agama, dan politik, adat istiadat, Bahasa, perkakas, pakaian bangunan, dan karya seni.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya menentukan perilaku komunikatif. Unsur- unsur social, budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan social manusia. Citra budaya yang bersifat
memksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku
yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-
anggotanya yang paling bersahaja untu memperoleh rasa bermartabat dan pertalian
hidup mereka.
Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta “Buddhayah”. Kata tersebut
merupakan bentuk jamak dari kata “buddi” yang berarti akal, pikiran atau budi. Dalam
bahasa Sansekerta budaya memiliki arti sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
akal, pikiran atau budi.Sedangkan dalam bahasa Latin, kata budaya berasal dari kata
“colere” artinya mengolah atau mengerjakan. Dalam bahasa inggris “Culture” artinya
budaya.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya diartikan sebagai adat-istiadat,
akal, pikiran, maupun budi. Kata budaya lebih merujuk kepada pola pikir seorang

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |8


manusia. Segala hal tersebut berkaitan dengan bahasa atau metode komunikasi,
kebiasaan yang terjadi di lingkungan atau biasa disebut dengan adat- istiadat.
Pengertian Gotong Royong Menurut Para Ahli :
Menurut Koentjaraningrat gotong-royong dibagi menjadi dua yaitu gotong-royong
kerja bakti karena bukan merupakan kepentingan individual (perorangan), tetapi
merupakan kepentingan bersama, seperti: bersih desa, perbaikan jalan desa, dan
perbaikan saluran air (selokan). Dan gotong-royong kerja dalam ketetanggaan,
kekerabatan, ekonomi (pertanian). Gotong-royong ini, terutama yang bersifat bukan
spontan, (berasaskan timbalbalik). Dan gotong-royong kerja dalam ketetanggaan,
kekerabatan, ekonomi (pertanian). Gotong-royong ini, terutama yang bersifat bukan
spontan, (berasaskan timbalbalik).
Gotong royong merupakan bagian dari etika sosial dan budaya yang bertolak
darirasa kemanusiaan. ( TAP MPR VI/MPR/2001). Etika sosial dan budaya yang bertolak
dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan sikap jujur, saling peduli,
saling memahami, salimg menghargai, saling menolong, saling mencintai diantara
sesame manusia dan warga negara. Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali
kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan mengunggah, menghargai, dan
,mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari budaya daerah ( termasuk
didalamnya adalah budaya giting royong) agar mampu melaksanakan adaptasi,
interaksi, dengan bangsalain dengan tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan
globalisasi (Fernanda, 2003 : 16).
Gotong royong
Gotong royong merupakan hal yang pokok dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Atas dasar nilai-nilai gotong royonglah yang menyatukan bangsa indonesia
sehingga bisa keluar dari belenggu penjajah. Dalam diri pancasila jika diperas maka
terdapat nilai-nilai semangat kegotong royongan. Gotong royong dalam melaksanakan
setiap pekerjaan merupakan sebagai salah satu bentuk peduli dan perhatian kepada
sesama masyarakat, apalagi hidup dalam satu kompleks atau desa, nilai-nilai
kebersamaan harus selalu diorbitkan ditengah-tengah gempuran budaya dari luar.
Budaya gotong royong yang ada di masyarakat sudah terbangun sejak lama. Tingkat
partisipasi masyarakat ketika ada gotong royong itu tinggi, masyarakat seringkali

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 |9


meninggalkan pekerjaannya hanya untuk membantu saudara-saudaranya dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Persaudaraan yang terbangun selama ini menjadi power
bagi masyarakat dalam melakoni kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepedulian
diantara mereka sudah tertanam dengan baik, misalnya dalam hal pekerjaan yang
berhubungan dengan kebun, sawah, dan lain sebagainya masyarakat masih tinggi nilai-
nilai sosialnya. Sistem yang terbangun dikalangan masyarakat dalam menyelesaikan
pekerjaannya dalam hal yang berhubungan dengan pertanian, masyarakat sudah
tertanam prinsip bahwa membantu masyarakat itu pada dasarnya mereka membantu
dirinya sendiri.
Masyarakat dikabupaten bone erat dikenal dengan budaya gotong royong, yang
dimana dalam kehidupan sehari-harinya di hiasi oleh kegiatan gotong royong. Hal ini
dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat untuk saling membantu satu sama lain. Menurut
salah satu kepala desa yang berada dikabupaten bone, gotong royong ini sudah
diajarkan oleh orang tua kepada anaknya sejak masih kecil. Bentuk pengajaran yang
dilakukan itu mulai dari mengajarkan cara kepekaan atau perhatiaan terhadap
lingkungan sekitar. Hal ini penting untuk ditanamkan dalam diri anak sejak dini, karena
hal yang paling mendasar dari gotong royong adalah adanya rasa peka kepada orang
lain yang menimbulkan rasa ingin membantu satu sama lain.
Budaya gotong royong saat ini telah mengalami kemunduran khususnya di sektor
pertanian. Hal ini dapat dilihat dari masuknya alat alat industry pertanian. Masuknya alat
alat industry ini mengakibatkan tergesernya tenaga manusia oleh tenaga mesin.
Sehingga tenaga atau kerja manusia tidak dibutuhkan lagi. Hal ini mengakibatkan
hilangnya pengerjaan secara bersama-sama oleh masyarakat seperti biasanya.
Kebiasaan atau budaya di salah satu daerah tepatnya di kabupaten bone yaitu
salah satunya budaya gotong royong. Gotong Royong memberikan sumbangsi yang
nyata bagi masyarakat, pada kegiatan tersebut murni dilandasi dengan nilai-nilai
assibabuangeng (peduli) terhadap sesama masyarakat. Gotong royong merupakan
warisan budaya yang harus tetap diwariskan dari masa kemasa, karena hal itu
merupakan nilai kearifan lokal yang harus tetap eksis ditengah-tengah masyarakat.
Kebiasaan masyarakat saling membantu dalam setiap kegiatan yang membutuhkan
orang lain sudah membudaya dan membentuk pola perilaku masyarakat yang memiliki

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 10


tingkat kepedulian yang tinggi. Gotong royong terbangun diatas nilai kesadaran pribadi
dan kolektif yang mengedepankan kepentingan umum dibandingkan kepentingan
pribadi dalam melaksanakan setiap kegiatan kemasyarakatan. Sikap seperti itu
merupakan salah satu bentuk komitmen masyarakat terhadap penjagaan nilai-nilai yang
dianggap mampu memberikan dampak perubahan yang positif bagi masyarakat. Salah
satu nilai yang bisa membuat masyarakat bertahan karena adanya sugesti bahwa
hubungan masyarakat dengan masyarakat yang lainnya sangatlah erat, mereka saling
membuthkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Disadari atau tidak sifat kegotong royongan ini secara perlahan memudar. Suatu
bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan mundur ataupun punah sama sekali
sebagai akibat pergeseran nilai-nilai budaya. Kondisi ini umumnya dipicu oleh pemikiran
materialistik yang sangat memengaruhi pola pikir masyarakat kita dewasa ini. Semua
aktivitas diukur dengan untung rugi secara materi. Jika kondisi seperti ini dibiarkan
berlarut-larut maka tentunya memberikan suatu dampak yang negatif terhadap bangsa
dan identitas negara perlahan akan memudar, sementara negara kita dibangun di atas
semangat gotong royong.
Globalisasi
Dewasa ini zaman semakin berkembang, dimana informasi semakin mudah diakses
karena temuan-temuan teknologi yang semakin hari semakin canggih dan
mempermudah pekerjaan manusia. Sehingga zaman berlari semakin kencang membawa
perubahan-perubahan yang begitu cepat, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama
menuju kebiasaan yang baru. Yang kini kita sebut dengan era globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu proses bukanlah suatu fenomena baru karena proses
globalisasi sebenarnya telah ada sejak berabad-abad lamanya. Di akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20 arus globalisasi semakin berkembang pesat di berbagai negara ketika
mulai ditemukan teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi. Loncatan teknologi
yang semakin canggih pada pertengahan abad ke-20 yaitu internet dan sekarang ini
telah menjamur telepon genggam (handphone) dengan segala fasilitasnya. Kemajuan
peradaban dan langkah pembangunan merupakan dua hal yang umumnya berjalan
secara beriringan. Melalui berbagai aktifitas pembangunan itu, manusia meningkatkan

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 11


kualitas kehidupan, mengkonstruksi tatanan nilai kehidupan dan akhirnya membentuk
sebuah peradaban.
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang
bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia
global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat
akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting
kehidupan. Globalisasi mendorong kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-
titik simetris sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu
pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi
memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka terhadap
konsep bangsa, tidak saja karena faktor.
Kata globalisasi berasal dari global yang berate universal. Globalisasi belum dapat
definisi yang pasti kecuali sekedar definisi kerja jadi tergantung sudut pandang orang
yang beranggapan tentang definisi globalisasi itu, maka dari itu adapun definisi global
menurut orang yang di kemukukakan sebagai berikut :
a. Malcom Waters,
seorang professor sosiologi dari Universitas Tasmania, berpendapat, globalisasi
adalah sebuah proses social yang berakibat pembatasan geografis pada keadaan social
budaya menjadi kurang penting yang terjelma di dalam kesadaran orang.
b. Emanuel Richter,
guru besar pada ilmu politik Universtas Aashen, Jerman, berpendapat, bahwa
globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan yang menyatukan masyarakat
yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi kedalam saling ketergantungan dan
persatuan dunia.
Lunturnya budaya gotong royong di era globalisasi
Generasi muda mudi sekarang sering disebut dengan generasi micin, generasi
milenial dan sebagainya. Teknologi yang semakin caggih membuat nilainilai kebudayaan
dan sosial mulai luntur atau sudah jarang ditemui karena tidak ada yang
mengembangkan budaya tersebut yaitu kegotong royongan. Gotong royong adalah nilai
budaya dan sosial yang diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang. Pada
zaman dulu kala masyarakat sering melakukan kegiatan gotong royong salahsatunya

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 12


bekerja bakti dilingkungan masyarakat sekira tempat tinggalnya entah membersihkan
selokan, mengecat perabotan umum, menanam tanaman bersama atau lainnya. Namun,
dimasa sekarang ini mungkin jarang ditemui masyarakat yang melakukan gotong
royong. Mungkin yang masih menjadi tradisi saat di hari ulang tahun bangsa Indonesia,
masyarakat masih melakukan gotong royong untuk menghias lingkuangan mereka
dengan nuansa merah putih atau nuansa kemerdekaan menyambut atau ikut serta
merayakan hari kemerdekaan bangsanya. Namun disebuah perumahan jarang sekali
mereka melakukan hal tersebut bahkan mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri
sibuk dirumah bahkan tidak salin melakukan kominukasi dengan tetangga sekitar,
mereka lebih mengeluarkan uang untuk membayar orang melakukan tindakan untuk
memasang hiasan uang tahun bangsanya sendiri tanpa ada gotong royong dari
lingkungan sekitar. Anak anak muda lebih cenderung ngobrol di kafe dengan teman-
temannya sampai pagi dari pada harus ikut menjaga ronda malam dilingkungan bahkan
mereka lebih enak membayar seorang petugas keamanan dari pada beronda bersama
warga sekitar yang bertugas. Berbeda dengan zaman dulu masih dengan keakraban
yang cukup kental dengan tetangga sekitar untuk melakukan ronda malam bersama,
menonton televisi bersama dipos kampling. Dari hal tersebut sudah jelas perbedaan
perkembangan nilai-nilai kegotong royonganya.
Gotong royong memiliki nilai nilai positif yaitu :
1) Kebersamaan. Gotong royong mencerminkan kebersamaan karena dengan
gotong royong, masyarakat mau bekerja secara bersama-sama untuk membantu
orang lain atau untuk membangun fasilitas yang irr dimanfaatkan bersama
2) Persatuan. Kebersamaan yang terjalin dalam gotong royong sekaligus
melahirkan persatuan antar anggota masyarakat. Dengan persatuan yang ada,
masyakarat menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi permasalahan yang
muncul.
3) Rela berkorban. Gotong royong mengajari sikap rela berkorban. Pengorbanan
tersebut dapat berbentuk apapun, mulai dari berkorban waktu, tenaga,
pemikiran, hingga uang. Dengan gotong royong masyarakat rela
mengesampingkan kepentingan pribadinya untuk memenuhi kebutuhan
bersama.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 13


4) Tolong menolong. Gotong royong memngajarkan warga masyarakat saling bahu-
membahu untuk menolong satu sama lain. Sekecil apapun peran seseorang
dalam gotong royong, selalu dapat memberikan pertolongan dan manfaat untuk
orang lain.
5) Sosialisasi. Pada saat ini kehidupan masyarakat cenderung lebih mementingkan
diri sendiri. Gotong royong dapat mengubah warga masyarakat kembali sadar
jika dirinya adalah maskhluk sosial. Gotong royong membuat masyarakat saling
mengenal satu sama lain sehingga proses sosialisasi dapat terus terjaga
keberlangsungannya.
Gotong royong di era milenial ini sangat langka di temukan. Bahkan contohnya
dilingkungan sekolah jarang sekali diadakan kerja bakti atau kegiatan membersihkan
ruangan dan kebanyakan lebih memlih di bersihkan oleh petugas kebersihan yang telah
di tugaskan. Saya pernah menonton youtube yang isinya mengenai bagaimana para
tourist atau pengunjung wisatawan dari macanegara mengenai masyarakat indonesia
dan mereka (para tourist atau pengunjung macanegara) mengatakan bahwa mereka
sangat suka dengan keramahan yang diberikan oleh masyarakat sekitar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian penulis melalui obervasi dan wawancara mendalam
mengenai “Pengaruh globalisasi terhadap budaya gotong royong di Kabupaten Bone)”
dapat disimpulkan bahawa aktivitas gotong royong yang ada di Desa Cabbeng sudah
mengalami perubahan dalam bidang penanaman padi. Kemunduran budaya gotong
royong yang ada di desa Cabbeng di latar belakangi oleh kuatnya arus globalisasi
sehingga masyarakat tidak dapat membendung Budaya popular dan digitalisasi sebagai
substansi era globalisasi yang disisi lain memberikan dampak positif berupa efisiensi
dalam segala hal (termasuk interaksi sosial) juga memberikan efek samping berupa
kemerosotan nilai interaksi sosial itu sendiri, kurangnya intensitas emosional, peran
bantuan sesama manusia tergantikan oleh tekhnologi atau alat yang lebih canggih,
sampai pada meredupkan bahkan menghilangkan budaya gotong-royong itu sendiri
yang dianggap tidak diperlukan lagi baik sebagai kolektifitas kerja agar lebih efektif
maupun sebagai suatu nilai positif kebudayaan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka disarankan:

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 14


1. Pemerintah setempat diharapkan melakukan sosialisasi sebagai bentuk preventif
terkait perubahan perubahan sosial yang masuk di desa setempat yang tidak sesuai
dengan nilai local wisdom.
2. Disarankan bagi peneliti selanjutnya, agar membandingkan tingkat gotong
royong antara Desa Swadaya dan Desa Swakarya
3. Disarankan bagi peneliti selanjutnya, agar membandingkan gotong royong
antara petani lahan basah dan petani lahan kering.

DAFTAR PUSTAKA
Bagas, & Radjab, M. (2019). Tergerusnya Gotong Royong di Desa Tadang Palie
Kecamatan Ulaweng Kabupaten Bone. Hasanuddin Journal Of Sociology (Hjs), 1(2),
116–126.
Dasar, J. P. (2015). Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia.
Pesona Dasar (Jurnal Pendidikan Dasar Dan Humaniora), 1(4), 1–14.
https://doi.org/10.24815/pear.v7i2.14753
Effendi, T. N. (2016). Budaya Gotong Royong Masyarakat Dalam Perubahan Sosial Saat
Ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(1), 1. https://doi.org/10.22146/jps.v2i1.23403
Rismayanto, I. (2016). Pergeseran nilai-nilai gotong royong pada masyarakat Kelurahan
Gegerkalong Kecamatan Sukasari Kota Bandung (Doctoral dissertation, Universitas
Pendidikan Indonesia).
Pawane, F. S. (2016). Fungsi Pomabari (Gotong Royong) Petani Kelapa Kopra Di Desa
Wasileo Kecamatan Maba Utara Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku
Utara. Jurnal Holistik, 10(18), 1–22.
Wima, H. P. P. (2019). Lunturnya Budaya Gotong Royong Di Era Globalisasi Dilihat Dari
Sudut Pandan Teori Gotong Royong Sebagai Sari Pati Pancasila.
AM Jannah. (2015). AM Jannah, Gotong Royong dalam prespektif Islam. 14–68.
http://etheses.uin-malang.ac.id/1684/6/11410145_Bab_2.pdf
Agustriono, et.al. 1996. Dampak Globalisasi Informasi Dan Komunikasi Terhadap
Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Di Daerah Sumatera Utara. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 15


Sartono Kartodijo, 1987, “Gotong -royong: Saling Menolong Dalam Pembangunan
Masyarakat Indonesia, dalam Callette, Nat.J dan Kayam, Umar (ed), Kebudayaan
dan Pembangunan: Sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor.
Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of Sosiology, Glasgow, Harper Collin
Publisher, hal.22-23 Dalam Veeger.K.J (1985: 7-8)
Makmur, Z., Delukman, A., & Nur, A. Perempuan dalam Tubuh Laki-Laki Makassar;
Sebuah proyeksi Pertunjukan Musik Inovatif Maskur Al-Alief,“Pasang dalam
Bunyi-Bunyian Mangkasara”.
Nur, A. (2020). Mistisisme tradisi mappadendang di Desa Allamungeng Patue,
Kabupaten Bone. Jurnal Khitah: Kajian Islam, Budaya dan Humaniora, 1(1), 1-16.
Nur, A. (2021). Bangku depan: Kumpulan Suara Terbungkam di Ruang Kuliah. Liyan
Pustaka.
Nur, A., & Abdullah, M. S. (2022). Barru Literacy Community as the Alternative Literacy
Movement: A Study on Cultivating Reading Literacy toward Society in Barru
Regency, South Sulawesi Province. Salus Cultura: Jurnal Pembangunan Manusia
Dan Kebudayaan, 2(1), 11–25. https://doi.org/10.55480/saluscultura.v2i1.41
Hanapi, S. R. R., & Nur, A. (2020). Budaya Konsumerisme dan Kehidupan Modern;
Menelaah Gaya Hidup Kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Gowa
Raya. Jurnal Khitah: Kajian Islam, Budaya dan Humaniora, 1(1), 42-49.
Makmur, Z., Arsyam, M., & Alwi, A. M. S. (2020). Strategi Komunikasi Pembelajaran Di
Rumah Dalam Lingkungan Keluarga Masa Pandemi. KOMUNIDA: Media
Komunikasi dan Dakwah, 10(02), 231-241.
Makmur, Z., & Nur, A. (2021, February 22). Membaca Kesendirian Asmaul Husna dari
Puisinya. https://doi.org/10.31219/osf.io/3fy7m
Makmur, Z., Arsyam, M., & Delukman, D. (2021). The Final Destination's uncomfortable
vision to the environmental ethics. Journal of Advanced English Studies, 4(2), 76-
82.
Nur, A. (2020). Interelasi Masyarakat Adat Kajang dan Pola Kehidupan Modern.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 16


Nur, A. (2021). The Culture Reproduction In the Charles Dickens’ Novel “Great
Expectations” (Pierre-Felix Bourdieu Theory). International Journal of Cultural and
Art Studies, 5(1), 10-20. https://doi.org/10.32734/ijcas.v5i1.4866
Nur, A. (2021, December). GHAZWUL FIKR AND CAPITALISM SPECTRUM: ISLAMIC
STUDENTS ON OLIGARCHY SHADES. In Proceedings of the International
Conference on Social and Islamic Studies (SIS) 2021.
Syam, M. T., Makmur, Z., & Nur, A. (2020). Social Distance Into Factual Information
Distance about COVID-19 in Indonesia Whatsapp Groups. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 18(3), 269-279

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 3(1), 2022 | 17

You might also like