Professional Documents
Culture Documents
net/publication/309320272
CITATIONS READS
0 299
1 author:
Slamet Widodo
Universitas Trunojoyo Madura
8 PUBLICATIONS 17 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Slamet Widodo on 21 October 2016.
email:me@slametwidodo.com
ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pendidikan kewirausahaan bagi
santri. Untuk mencapai hal tersebut, diharapkan didapatkan peta kebutuhan kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh santri.Penelitian ini dilaksanakandi Pondok Pesantren An-
Nafi'iyah, Desa Kampak, Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan.Hasil penelitian
menunjukkan sebanyak 68,7% santri memiliki hasrat berprestasi rendah, 22,4% termasuk
kategori sedang dan sisanya sebanyak 9,0% termasuk kategori tinggi. Sedangkan apabila
dilihat dari etos kerja, sebanyak 52,2% santri mempunyai etos kerja rendah, 22,4%
termasuk dalam kategori sedang, dan 17,9% termasuk dalam kategori tinggi. Terdapat
67,2% santri mempunyai semangat yang rendah, 22,4% lainnya termasuk dalam kategori
sedang, dan sebanyak 10,4% termasuk kategori tinggi. Sebanyak 55,2% santri mempunyai
jiwa inovatif yang rendah, 29,9% termasuk kategori sedang dan sisanya sebanyak 14,9%
termasuk kategori tinggi. Model pendidikan kewirausahaan disusun berdasarkan
karakteristik jiwa kewirausahaan santri. Pendidikan kewirausahaan ditujukan pada tiga
aspek yaitu karakter, konsep dan keterampilan.
Katakunci: kewirausahaan, pendidikan, pondok pesantren, pedesaan
‘TERAKREDITASI’SKMENDIKBUD,NO.040/P/2014,BERLAKU18-02-2014S.D.18-02-2019 001
Slamet Widodo DKK, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri Untuk Mengatasi Masalah Pengangguran di Pedesaan
Tabel1
Jumlah Pesantren Agribisnis MenurutKomoditas yang Diusahakan
diutamakan pada ketersediaan lahan yang tidak Apabila ditinjau dari aspek biologis,
produktif, sehingga perlu diambil langkah-langkah pemilihan lokasi usaha yang berdekatan sangat
untuk memanfaatkan lahan tersebut. Selain itu, menguntungkan. Limbah yang dihasilkan oleh
pemilihan lokasi usaha di dalam areal pondok masing-masing usaha dapat dikelola dan
pesantren memberi keuntungan berupa dimanfaatkan sebagai input produksi usaha
kemudahan dalam pengelolaan serta membuka lainnya.Limbah produksi pada satu bidang usaha
peluang bagi santri untuk terlibat langsung dalam akan dapat dimanfaatkan sebagai input untuk
hal teknis dan manajemen usaha. produksi usaha lainnya. Sebagai contoh, limbah
yang dihasilkan oleh produksi tahu merupakan
Usaha agribisnis di Pondok Pesantren An- salah satu input yang sangat penting dalam usaha
Nafi’iyah telah dikembangkan sejak tahun 1993, ternak kambing. Ampas tahu memiliki kandungan
berupa industri tahu. Usaha ini terus berkembang protein yang tinggi. Pemberian ampas tahu
dan pada tahun 1998, Pemerintah Kabupaten merupakan salah satu strategi dalam menghadapi
Bangkalan melalui Kantor Urusan Ketahanan musim kemarau panjang yang menyebabkan
Pangan mendampingi Pondok Pesantren An- berkurangnya ketersediaan hijauan pakan ternak.
Nafi’iyah dalam mengembangkan agribisnis Penggunaan ampas tahu juga dapat mengurangi
pesantren. Sejak saat itu, berbagai usaha di biaya produksi terutama untuk pembelian pakan
bidang agribisnis dikembangkan, seperti disajikan konsentrat.
pada Tabel 2.
Tabel 2
Jenis-jenis Usaha Agribisnis di Pondok Pesantren An-Naf’iyah
No Nama Usaha Tahun Berdiri
1 Industri tahu 1993
2 Peternakan kambing (pembibitan dan penggemukan) 1998
3 Budidaya aneka buah dan sayuran 1998
4 Budidaya lele 1998
5 Peternakan itik 1998
6 Pembibitan tanaman tahunan 1999
7 Peternakan sapi 2010
Kajian Widodo (2010:111-116) menunjukkan saja terbatas pada pendidikan agama serta
bahwa usaha pembuatan tahu dan peternakan pendidikan formal, namun juga pada
kambing secara ekonomi layak untuk diusahakan. pengembangan jiwa kewirausahaan. Pemberian
Selain ketujuh bidang usaha tersebut, potensi bekal keterampilan dalam bidang agribisnis pada
yang saat ini masih belum dikembangkan adalah santri diharapkan mampu membentuk santri yang
agroindustri. Agroindustri yang dapat tangguh dalam menghadapi persaingan setelah
dikembangkan di lokasi penelitian adalah lepas dari pondok pesantren. Terlebih saat ini
pengolahan buah-buahan, seperti nangka, persaingan kerja yang sangat ketat menuntut
rambutan, dan mangga. Berbagai produk dapat alumni pondok pesantren untuk dapat mandiri dan
dihasilkan dari komoditas ini, antara lain kripik berwirausaha, terutama dalam bidang agribisnis.
nangka, buah kering, dan sirup. Dalam pelaksanaan usaha agribisnis, pihak pondok
pesantren melibatkan santri terutama sebagai
Lokasi yang berdekatan dengan pondok sarana pelatihan teknis bagi santri. Selain itu, bagi
pesantren memberikan kemudahan bagi pengelola santri yang kurang mampu dapat bekerja paruh
pondok pesantren untuk mengelola usaha yang waktu untuk mendapatkan penghasilan berupa
dikembangkan. Tujuan pengembangan usaha beasiswa.
agribisnis oleh pondok pesantren selain untuk
menambah pemasukan finansial bagi Tuntutan pengembangan pondok
pengembangan pondok pesantren juga sebagai pesantren terutama untuk melengkapi fasilitas
sarana pendidikan dan pelatihan bagi santri yang pendidikan menjadikan usaha agribisnis sebagai
ada. Pendidikan yang ditujukan pada santri tidak salah satu jalan keluar untuk mendapatkan dana.
Kemandirian pondok pesantren menjadi suatu alatproduksidanmenghasilkanlebihbanyakdaripada
keharusan sehingga tidak menjadi lembaga yang yang dapatdikonsumsinyaataudijualatauditukarkan
agar
selalu tergantung pada bantuan dari pemerintah
memperolehpendapatan.Wirausahaadalahpencipta
ataupun masyarakat. Kepemilikan usaha produktif kekayaanmelaluiinovasi,
bagi pondok pesantren juga mampu mengurangi pusatpertumbuhanpekerjaandanekonomi,
beban santri dalam membayar biaya pendidikan. danpembagiankekayaan yang
Manfaat tersebut juga dirasakan oleh penduduk di bergantungpadakerjakerasdanpengambilanrisiko
sekitar pondok pesantren, semakin meningkatnya (Bygrave,
fasilitas pendidikan yang ada di pondok pesantren 2004:178).Iniberartibahwakewirausahaansangater
memberikan alternatif sarana pendidikan formal atkaitannyadenganpertumbuhanekonomi.
Penelitian Valliere dan Rein (2009:459-
yang terjangkau, baik dari segi lokasi maupun
finansial. Ketersediaan sarana dan prasarana 480) menunjukkan bahwa dalam mengembangkan
pendidikan yang memadai merupakan suatu negara, sebagian besar tingkat pertumbuhan
tuntutan untuk dapat memberikan pendidikan ekonomi dapat dikaitkan dengan kemampuan
yang berkualitas. Keterbatasan dana seringkali pengusaha dalam mengeksploitasi investasi
menjadi batu sandungan dalam pemenuhan nasional melalui penciptaan pengetahuan dan
standardisasi sarana dan prasarana pendidikan teknologi serta kebebasan peraturan. Namun, di
tersebut. negara-negara berkembang, efek ini tidak ada.
Kewirausahaan adalah dimensi yang sangat
Penelitian Madya (2003:89) di Kota penting untuk memprediksi dan menjelaskan
Medan, menunjukkan bahwa pondok pesantren kinerja ekonomi negara. Lebih jauh, Henderson
sebagai institusi keagamaan telah mampu dan Stephan (2010:23-32) mengemukakan tiga
memberikan peran terhadap perubahan sosial temuan, yaitu: (1) kewirausahaan secara
dalam masyarakat dengan menciptakan sistematis berkaitan dengan pertumbuhan kerja;
sumberdaya manusia yang terdidik dan terampil (2) kewirausahaan memiliki dampak terbesar pada
berwawasan agama. Kehadirannya telah daerah itu sendiri, tetapi juga menghasilkan
memberikan solusi membentengi moral generasi dampak positif bagi pertumbuhan lapangan kerja
muda terhadap pengaruh global yang terus di daerah tetangga; (3) dampak kewirausahaan
berkembang dengan pesat. Peran pondok lebih besar di daerah yang padat, di mana bisnis
pesantren terhadap pengembangan wilayah di tersebut dapat memanfaatkan keuntungan dari
antaranya mendidik, membina santri dan pasar yang besar.
masyarakat serta membangun kerjasama sektor
Penelitian Minniti dan Moren (2010:305-
pendidikan agama bersama masyarakat dan
pemerintah daerah melalui kegiatan syi'ar agama. 314) menemukan bahwa pertumbuhan pengusaha
Selain itu, peran pesantren telah mampu lakukan kecil telah mementahkan tesis tentang biaya riset
dan pengembangan yang tinggi berhubungan
penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan
dengan pendapatan negara. Pesatnya
kesejahteraan masyarakat sekitar khususnya dan
pertumbuhan ekonomi China dan India ternyata
masyarakat luas umumnya. Peran lain tampak
tidak dibarengi dengan pertumbuhan biaya riset
dengan berkembangnya wilayah secara fisik di
dan pengembangan perusahaan-perusahaan
sekitar pondok pesantren, jumlah pemukiman,
besarnya, namun diimbangi dengan pertumbuhan
tranportasi, komunikasi, penerangan jalan menjadi
pengusaha kecil di kedua negara tersebut.
lebih baik. Penelitian Masyrofie (1999:6)di Kediri,
Tulungagung, dan Blitar menunjukkan pondok
Pertumbuhan perusahaan baru memiliki
pesantren mampu mengembangkan agroindustri
arti yang sangat penting bagi pertumbuhan
emping mlinjo yang menghasilkan nilai tambah
ekonomi. Namun, tingkat pertumbuhan berbeda
yang relatif tinggi. Nilai tambah ini dinikmati para
secara signifikan antara negara dan di dalam
santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren.
wilayah negara yang sama. Terdapat sejumlah
proposisi yang cocok dengan fakta, yaitu (1)
Karakteristik Jiwa Kewirausahaan Santri
pertumbuhan ekonomi daerah didorong oleh
Wirausaha (entrepreneur) ekspansi dalam jumlah pertumbuhan perusahaan
diartikansebagaiseoranginovatordanpenggerakpem menengah dan pengadaan barang jasa; (2)
bangunan.Bahkan, perbaikan dalam modal manusia akan
seorangwirausahamerupakankatalis yang meningkatkan laju pertumbuhan; (3) perbaikan
agresifuntukmempercepatpertumbuhanekonomi.Wi dalam tingkat relatif kembali ke pengusaha dan
rausahaadalahindividu yang kondisi bisnis akan meningkatkan pertumbuhan
memilikipengendaliantertentuterhadapalat-
Slamet Widodo DKK, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri Untuk Mengatasi Masalah Pengangguran di Pedesaan
bunga; (4) peningkatan konsentrasi keuangan di tujuan. Hasil psikotes menunjukkan 52,2% santri
suatu daerah akan mengurangi tingkat mempunyai etos kerja rendah, 22,4% termasuk
pertumbuhan di suatu daerah (Gries dan Wim , dalam kategori sedang, dan 17,9% termasuk
2009:309-328). dalam kategori tinggi.
yang mampu membangkitkan semangat para enterprise inilah yang menjadi tumpuan proses
santri untuk belajar, seperti penggunakan pendidikan kewirausahaan generasi berikutnya.
multimedia (film, audio visual) atau media Mengacu pada temuan ini, santri yang tinggal di
pembelajaran berbasis alam. pondok pesantren memperoleh pendidikan
kewirausahaan dari pesantren karena tidak lagi
Ruang lingkup kedua adalah konsep. tinggal bersama orang tuanya. Selain itu, tidak semua
Materi pembelajaran yang disampaikan meliputi santri mempunyai latar belakang keluarga sebagai
konsep dasar wirausaha dan bisnis. Konsep dasar wirausahawan. Disinilah pentingnya peran pesantren
ini perlu diberikan kepada santri sehingga mereka dalam menggantikan orang tua. Usaha yang
memahami konsep dan falsafah dari dikembangkan oleh pesantren diidentikkan sebagai
kewirausahaan. Seringkali pada masyarakat awam family enterprise.
kita, kewirausahaan diidentikkan dengan
berdagang. Kemampuan santri dalam menyusun Simpulan dan Saran
rencana bisnis juga menjadi salah satu perhatian.
Santri diharapkan memiliki kemampuan dasar Karakteristik jiwa kewirausahaan santri
dalam menyusun perencanaan bisnis yang meliputi masih rendah sehingga perlu ditingkatkan. Model
di dalamnya adalah analisis kelayakan finansial. pendidikan kewirausahaan disusun berdasarkan
Materi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat baseline karakteristik jiwa kewirausahaan santri.
kemampuan santri. Perhitungan untung rugi Pendidikan kewirausahaan ditujukan pada tiga aspek,
secara sederhana perlu diberikan kepada santri yaitu meningkatkan jiwa kewirausahaan, keahlian
sehingga mampu menganalisis kelayakan usaha keterampilan teknis, dan manajemen wirausaha.
yang akan dijalankan. Model pembukuan Keterampilan teknis mengacu pada hasil studi potensi
sederhana juga perlu diajarkan kepada santri yang ada di sekitar pondok pesantren.
dengan harapan mereka nantinya dapat
menjalankan usaha secara akuntabel.
Pada implementasinya, pendidikan
Ruang lingkup keterampilan, Pondok kewirausahaan perlu juga mengakomodasi
Pesantren An-Nafi’iyah telah mempunyai beberapa perkembangan teknologi. Salah satunya adalah
usaha agribisnis yang berkembang dengan baik. industri kreatif yang perkembangannya dari tahun
Usaha ini dapat digunakan sebagai sarana ke tahun semakin pesat. Industri kreatif
pembelajaran baik berupa praktik maupun magang merupakan kelompok industri yang bercirikan
para santri. Selain itu, berdasarkan hasil observasi, adanya proses curahan ide atau kekayaan
di sekitar pondok pesantren juga terdapat intelektual (intellectual property) menjadi suatu
beberapa usaha yang dapat dipergunakan oleh produk dengan nilai ekonomi tinggi.
santri sebagai sarana belajar keterampilan teknis
Daftar Pustaka
berwirausaha. Temuan ini sejalan dengan kajian
yang telah dilakukan Wahyudin (2012:60) yang
Ansari, B., Seyed M. M., Azita Z., dan Masoumeh
menyatakan bahwa kurikulum model pelatihan
A. (2013). Sustainable Entrepreneurship in Rural
kewirausahaan minimal mencakup mata ajar
Areas. Research Journal of Environmental and
introduction to entrepreneurship, creativity in Earth Sciences, Vol. 5,
business, entrepreneurial life skill, entrepreneurial No. 1,pp. 26-31.
(project based) learning, dan principal of
entrepreneurship. Substansi materi pelatihan Badan Pusat Statistik. (2014). Keadaan
kewirausahaan harus sesuai dengan unsur budaya Ketenagakerjaan Februari 2014. Berita Resmi
yang lekat terhadap warga masyarakat dan bebasis Statistik No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014.
pada agribisnis. (http://www.bps.go.id/brs_file/naker_05mei1
4.pdf) diunduh pada 17 September 2014.
Pendidikan kewirausahaan yang
dilaksanakan di pesantren adalah upaya Bygrave, W. D. (2004). The Portable MBA in
memberikan pendidikan kewirausahaan sejak dini. Entrepreneurship: Third Edition. Edited by
Zusmelia et al. (2012:130) memberikan gambaran William D. Bygrave , Andrew Zacharakis. –
bagaimana peran keluarga dalam mendidik anak Ed. 3 – New Jersey : John Willey & Sons Inc.
dalam bidang kewirausahaan. Model
pengembangan kewirausahaan dimulai dari usaha Departemen Agama Republik Indonesia. (2008).
sendiri (oneman enterprise) dan berkembang Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan
menuju usaha keluarga (family enterprise). Family Tahun
2008/2009.(http://pendis.kemenag.go.id/inde Dipublikasikan. LPPM Universitas Brawijaya,
x.php?a=artikel&id2=bukustat20082009#.VG Malang.
GUlGdJHE1) diunduh pada 10 Januari 2012.
Minniti, M. dan William B. (2001). A Dynamic
Edelman, L.F., Tatiana S.M.., dan Candida G.B. Model of Entrepreneurial Learning.
(2008). Entrepreneurship Education: Entrepreneurship Theory & Practice, Vol. 25,
Correspondence Between Practices of No. 3, pp.5-16.
Nascent Entrepreneurs and Textbook
Prescriptions for Success. Academy of Minniti, M dan Moren L. (2010). Entrepreneurial
Management Learning & Education,Vol. 7, Types and Economic Growth. Journal of
No. 1, pp. 56-70. Retrieved from EBSCO host. Business Venturing. Vol. 25, No. 3, pp. 305-314.
doi: 10.1016/ j.jbusvent. 2008.10.002
Gries, T dan Wim N. (2009). Entrepreneurship and
Regional Economic Growth: Towards a General Patir, S dan Mehmet K. (2010). A Field Research
Theory of Start-ups. Innovation: The European on Entrepreneurship Education and
Journal of Social Sciences,Vol. 22, Determination of the Entrepreneurship Profiles
No. 3, pp. 309-328. of University Students. Business and Economics
doi:10.1080/13511610903354877 Research Journal.Vol. 1, No. 2, pp.
27-44.
Heilbrunn, S. (2010). Advancing Entrepreneurship
in An Elementary School: A Case Study. Pribadi, H. (2005). Defining and Constructing The
International Education Studies. Year: 2010 Teaching Model of Entrepreneur Education
Vol: 3 Issue: 2. Based on Entrepreneurial Intention Model.
Jurnal Teknik Industri. Vol.7, No. 1, pp 17-29.
Henderson, J. dan Stephan W. (2010). Retrieved April 12, 2011.
Entrepreneurs and Job Growth: Probing the
Boundaries of Time and Space. Economic Rae, D. (2000). Understanding Entrepreneurial
Development Quarterly.Vol. 24, No. 1, pp. 23- learning: A Question of How?,International Journal
of Entrepreneurial Behavior and
32. doi:10.1177/0891242409350917
Research, Vol. 6, No.3, pp. 145-159.
Honig, B. (2004). Entrepreneurship Education:
Toward a Model of Contingency-Based Sukidjo. (2005). Peran Kewirausahaan dalam
Mengatasi Pengangguran di Indonesia. Jurnal
Business Planning. Academy of Management
Economia,Vol. 1, No. 1, pp. 17-28.
Learning & Education.Vol. 3, No. 3, pp. 258-273.
Retrieved from EBSCOhost.
Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman
Praktis, Kiat & Proses Menuju Sukses.
Kirzner, I. M. (2001). Enterprenuership in A Free
Salemba Empat. Jakarta.
Market Economy.
(http:/www.cfe.org/english/publi/view18.htm )
Valliere, D. dan Rein P. (2009). Entrepreneurship
diunduh pada 1 September 2014.
and Economic Growth: Evidence From
Emerging and Developed Countries.
Koh, H. C. (1996). Testing Hypotheses of
Entrepreneurship and Regional Development.
Entrepreneurial Characteristics: A Study of
Vol. 21, No. 5/6, pp. 459-480.
Hong Kong MBA Students.Journal of
Managerial Psychology, Vol. 11,No. 3, pp. 12-25. doi:10.1080/08985620802332723
Widodo, S. (2010). Pengembangan Potensi Zainalabidin, M, Golnaz R., dan Mad N.S. (2011).
Agribisnis dalam Upaya Pemberdayaan The Effectiveness of Entrepreneurship Extension
Ekonomi Pondok Pesantren; Kajian Ekonomi Education Among The FOA Members in Malaysia.
dan Sosiokultural. Embryo, Vol. 7, No. 2, pp. Current Research Journal of Social Sciences, Vol. 3,
111-116. No. 1, pp.
17-21.
Widodo, S. (2011). Strategi Nafkah Berkelanjutan
Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Zusmelia, Dasrizal, Yeni E., dan Reni F. (2012).
Makara Seri Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1, Model Pengembangan Enterpreneurship
pp. 10-20. dalam Pemberdayaan Ekonomi Rumah
Tangga di Minangkabau. Mimbar, Vol. 28, No.
2, pp. 125-134.