You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/309320272

Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri


Untuk Mengatasi Pengangguran di Pedesaan
Article · December 2014

CITATIONS READS

0 299

1 author:

Slamet Widodo
Universitas Trunojoyo Madura
8 PUBLICATIONS 17 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Livelihood View project

All content following this page was uploaded by Slamet Widodo on 21 October 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MIMBAR,Vol.30,No.2(Desember,2014):01-12

Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri


Untuk Mengatasi Pengangguran di Pedesaan

SLAMET WIDODO, TAUFIK R.D.A. NUGROHO


Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Jl. Raya Telang,
Kamal Bangkalan.

email:me@slametwidodo.com

ABSTRACT.This research aimed to result entrepeneurship model for islamic students. In


order to achieve that, it was expected to gain basic competencies needs map that should
be owned by student. This research was held at Islamic Boarding School An-Nafi’iyah,
Kampak Village, Kecamatan Geger of Kabupaten Bangkalan. Research result shown that
68.7% of students has low achievement urge, 22.4% include as medium category and the
rest as much as 9.0% include as high category. Meanwhile, seeing from the sight of
working ethic shown that 52.2% students has low working ethic, 22.4% include as
medium category and 17.9% include as high category. There are 67.2% students in low
enthusiasm, 22.4% others are in medium category and as much as 10% include as high
category. There are 55.2% students in low innovative spirit, 29.9% are medium category
and the rest as much as 14.9% are high category. Entrepeneurship education model was
arranged based on students entrepeneurship spirit characteristic. Entrepeneurship
education was purposed on three aspects, namely characters, concept, and skill.
Keywords: entrepreneurship, education, boarding school, rural

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pendidikan kewirausahaan bagi
santri. Untuk mencapai hal tersebut, diharapkan didapatkan peta kebutuhan kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh santri.Penelitian ini dilaksanakandi Pondok Pesantren An-
Nafi'iyah, Desa Kampak, Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan.Hasil penelitian
menunjukkan sebanyak 68,7% santri memiliki hasrat berprestasi rendah, 22,4% termasuk
kategori sedang dan sisanya sebanyak 9,0% termasuk kategori tinggi. Sedangkan apabila
dilihat dari etos kerja, sebanyak 52,2% santri mempunyai etos kerja rendah, 22,4%
termasuk dalam kategori sedang, dan 17,9% termasuk dalam kategori tinggi. Terdapat
67,2% santri mempunyai semangat yang rendah, 22,4% lainnya termasuk dalam kategori
sedang, dan sebanyak 10,4% termasuk kategori tinggi. Sebanyak 55,2% santri mempunyai
jiwa inovatif yang rendah, 29,9% termasuk kategori sedang dan sisanya sebanyak 14,9%
termasuk kategori tinggi. Model pendidikan kewirausahaan disusun berdasarkan
karakteristik jiwa kewirausahaan santri. Pendidikan kewirausahaan ditujukan pada tiga
aspek yaitu karakter, konsep dan keterampilan.
Katakunci: kewirausahaan, pendidikan, pondok pesantren, pedesaan

Pendahuluan Penduduk pedesaan telah mempunyai


strateginya sendiri untuk keluar dari permasalahan
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada kemiskinan dan pengangguran. Widodo (2005:67-
Agustus 2013 mencapai 125,3 juta orang. Jumlah 78; 2009:78-89; 2011:10-20)memberikan
ini bertambah sebanyak 5,2 juta orang dibanding gambaran strategi yang dilakukan rumah tangga
angkatan kerja pada Agustus 2013.Sedangkan miskin untuk keluar dari kemiskinan, baik melalui
jumlah penganggur pada Februari 2014 sebanyak strategi ekonomi maupun strategi sosial. Migrasi
7,15 juta orang. Jumlah ini mengalami penurunan masih merupakan pilihan bagi penduduk
dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2013 pedesaan, disamping penggunaan modal sosial
yang sebanyak 7,41 juta orang (BPS, 2014). yang ada di masyarakat.

‘TERAKREDITASI’SKMENDIKBUD,NO.040/P/2014,BERLAKU18-02-2014S.D.18-02-2019 001
Slamet Widodo DKK, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri Untuk Mengatasi Masalah Pengangguran di Pedesaan

Kewirausahaan merupakan salah satu sangat efektif dalam menggerakkan perubahan


solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi, dan sosial di masyarakat pedesaan (Masyrofie,
mengembangkan lapangan kerja di pedesaan 1999:78-79; Madya, 2003:68; Widodo, 2010:111-
(Sukidjo, 2005:17-28; Ansari et al. 2013:26-31). 116).
Salah satu lembaga yang mengakar kuat di
masyarakat pedesaan, khususnya Madura, adalah Data Kementerian Agama sampai dengan
pesantren. Widodo (2010:111-116) memberikan tahun 2006 menunjukkan di Indonesia terdapat
gambaran tentang peran pondok pesantren dalam 16.015 pondok pesantren. Secara kelembagaan,
pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan terdapat 3.991 (24,9%) pondok pesantren
melalui pola agribisnis pesantren. Dari situ salafiyah, 3.824 (23,9%) pondok pesantren
diharapkan pondok pesantren akan bisa ashriyah, dan 8.200 (51,2%) pondok pesantren
menghasilkan santri yang siap berwirausaha, kombinasi. Jumlah santri secara keseluruhan
sehingga mampu mengatasi masalah sebanyak 3.190.394 jiwa yang terdiri dari
pengangguran di pedesaan. 1.696.494 (53,2%) santri laki-laki dan 1.493.900
(46,8%) santri perempuan. Jumlah santri ini,
Pendidikan di pondok pesantren, sebagian berdasarkan aktivitas belajar di pondok pesantren,
besar, masih dilakukan secara tradisional dan terdiri dari 38,2% santri ngaji saja dan sebagian
hanya berupa pendidikan agama. Apabila dilihat besar 61,8% santri ngaji dan sekolah. Jika dilihat
lebih jauh, pondok pesantren merupakan lembaga dari sebaran geografisnya, pondok pesantren ini
tradisional yang sudah mengakar di masyarakat, sebagian besar berada di pedesaan 12.286 pondok
sehingga memiliki potensi untuk menggerakkan pesantren (83,83%), di perkotaan 1.240 pondok
ekonomi masyarakat pedesaan. Peran pondok pesantren (8,46%), dan di daerah transisi
pesantren dalam pemberdayaan ekonomi pedesaan-perkotaan 1.130 pondok pesantren
masyarakat, sebagaimana diulas pada penelitian- (7,71%). Selain sebagai lembaga pendidikan,
penelitian sebelumnya, memberikan gambaran pondok pesantren juga melakukan aktivitas-
bahwa pondok pesantren mampu menjadi agen aktivitas ekonomi, seperti perdagangan, agribisnis,
pembangunan baik bagi santri maupun kerajinan tangan, dan jasa.
masyarakat sekitar. Kepemimpinan kiai (ulama)

Tabel1
Jumlah Pesantren Agribisnis MenurutKomoditas yang Diusahakan

Komoditas Tahun / Jumlah


2004 2005 2006
Hortikultura 655 812 962
Padi 1.448 1.692 1.863
Palawija 931 1.116 1.264
Peternakan 3.117 1.200 2.407
Perikanan 1.345 2.217 1.376
Jumlah 14.656 14.798 16.015
Sumber : Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen Agama RI, 2008.

Dengan mempertimbangkan lokasi Apabila dilihat, pondok pesantren


pedesaan, banyak juga pondok pesantren yang mempunyai potensi yang besar untuk
berusaha di bidang agribisnis. Komoditas yang berpartisipasi dalam pengentasan pengagguran
diusahakan, pada umumnya, merupakan dan mewujudkan nafkah berkelanjutan bagi
komoditas untuk memenuhi konsumsi kebutuhan masyarakat pedesaan. Salah satu penyebab
sehari-hari, seperti sayur mayur, padi, palawija, kegagalan dalam pencapaian pertumbuhan
peternakan, dan perikananan. Jumlah pondok ekonomi dan pembangunan ekonomi suatu negara
pesantren penyeleggara agribisnis antara tahun karena tidak adanya entrepreneurship baik dalam
2003 sampai 2006 dapat dilihat pada Tabel 1. level individu, organisasi, dan masyarakat. Peneliti
sebelumnya telah mengatakan, kewirausahaan Wawancara dilakukan dengan cara
sangat berperan dalam pembangunan ekonomi wawancara mendalam (indepth interview) dan
(Kirzner, 2001:9). Meskipun penting, jumlah wawancara terstruktur dengan menggunakan
wirausaha di Indonesia tidak lebih dari 1%. kueisioner. Pada penelitian ini, informan terdiri dari
Padahal, beberapa ahli mengatakan bahwa suatu santri, pengasuh pondok pesantren, tokoh
negara akan maju jika terdapat jumlah pengusaha masyarakat dan aparat pemerintahan desa.
minimal 30%.Meskipun penting, format dan Wawancara terhadap santri dan pengasuh pondok
struktur pendidikan kewirausahaan yang pesantren bertujuan untuk menggali informasi
standar/baku belum ada. Bahkan, perguruan tinggi yang mendalam tentang proses dan hasil capaian
sekalipun belum memiliki standar baku dalam pendidikan kewirausahaan yang telah
pengembangan pendidikan kewirausahaan. Untuk dilaksanakan.
pendidikan nonformal dan informal, meskipun ada
pendidikan kewirausahaan, bentuknya masih Informasi yang dapat dikumpulkan
merupakan pendidikan keterampilan, padahal melalui FGD adalah kendala dan permasalahan
kewirausahaan tidak sama dengan keterampilan. dalam pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
yang dijalankan. Selain itu melalui FGD diharapkan
Penelitian ini bertujuan untuk didapatkan masukan dalam penyempurnaan model
menghasilkan model pendidikan kewirausahaan pendidikan kewirausahaan yang telah berjalan.
bagi santri. Untuk mencapai hal
tersebut,diperlukanprofil kebutuhan kompetensi Pengamatan berperanserta juga
dasar yang harus dimiliki santri untuk menjadi dilakukan dengan cara berpartisipasi dalam
wirausaha. Kompetensi dasar yang harus dimiliki kegiatan di pondok pesantren dan masyarakat,
ini mencakup hard skills dan soft skills. Selain itu, seperti mengikuti kegiatan keagamaan, sosial
perlu dikaji potensi sumberdaya lokal yang ada di kemasyarakatan, dan ekonomi. Kegiatan pengajian
sekitar pondok pesantren, sehingga pendidikan atau tahlil merupakan kegiatan rutin yang dapat
bisa dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan serta dijadikan sarana untuk melaksanakan observasi
potensi lokal yang ada. berpartisipasi, demikian juga kegiatan kerja bakti,
dan sejenisnya.
Penelitian dilaksanakan di Pondok
Pesantren An-Nafi'iyah, Desa Kampak, Kecamatan Potensi usaha di lokasi penelitian perlu
Geger, Kabupaten Bangkalan. Jarak dari ibu kota dipetakan dengan harapan pendidikan
Kabupaten Bangkalan sekitar 22 kilometer. Pondok kewirausahaan yang diberikan pada santri berbasis
pesantren ini mempunyai lahan seluas 4 hektar pada potensi dan keunggulan lokal. Pemetaan ini
dan berada pada ketinggian 300 meter di atas dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan
permukaan laut. Lokasi yang mendukung tersebut seluruh komponen yang ada di
menjadikan Pondok Pesantren An-Nafi’iyah masyarakat.Berdasarkan peta kebutuhan
memiliki potensi yang besar untuk kompetensi kewirausahaan santri dan potensi di
mengembangkan usaha produktif terutama di lokasi penelitian, kemudian disusun model
bidang agribisnis. pendidikan kewirausahaan bagi santri. Analisis
data dilakukan secara kualitatif yaitu
Untuk menghasilkan peta kebutuhan mendeskripsikan atau menggambarkan dengan
kompetensi kewirausahaan santri dibutuhkan data kata-kata yang sistematis dan akurat mengenai
dasar berupa profil karakteristik kewirausahaan fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena
santri. Peta kebutuhan ini didapatkan dengan yang dihadapi. Analisis kualitatif terdiri dari tiga
melakukan analisis perbandingan kompetensi alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan
kewirausahaan, baik dari segi hard skills maupun antara reduksi data, penyajian data, dan penarikan
soft skills ideal dengan base line yang telah dikuasai kesimpulan.
oleh santri. Pengambilan data dilakukan dengan cara
wawancara, FGD (Focus Group Discussion), An-Nafi’iyah Sebuah Model Pesantren
Agribisnis
pengamatan berperanserta dan tes psikologi untuk
mengetahui karakter kewirausahaan santri. Karakter
kewirausahaan dibatasi pada empat aspek, yaitu
Pondok pesantren An-Nafi’iyah
hasrat berprestasi, pekerja keras, penuh semangat,
mempunyai beberapa bidang usaha agribisnis,
dan inovatif.
yaitu peternakan dan industri pengolahan hasil
pertanian. Semua bidang usaha tersebut
diusahakan dalam satu lokasi di areal pondok
pesantren. Pertimbangan pemilihan lokasi lebih
Slamet Widodo DKK, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri Untuk Mengatasi Masalah Pengangguran di Pedesaan

diutamakan pada ketersediaan lahan yang tidak Apabila ditinjau dari aspek biologis,
produktif, sehingga perlu diambil langkah-langkah pemilihan lokasi usaha yang berdekatan sangat
untuk memanfaatkan lahan tersebut. Selain itu, menguntungkan. Limbah yang dihasilkan oleh
pemilihan lokasi usaha di dalam areal pondok masing-masing usaha dapat dikelola dan
pesantren memberi keuntungan berupa dimanfaatkan sebagai input produksi usaha
kemudahan dalam pengelolaan serta membuka lainnya.Limbah produksi pada satu bidang usaha
peluang bagi santri untuk terlibat langsung dalam akan dapat dimanfaatkan sebagai input untuk
hal teknis dan manajemen usaha. produksi usaha lainnya. Sebagai contoh, limbah
yang dihasilkan oleh produksi tahu merupakan
Usaha agribisnis di Pondok Pesantren An- salah satu input yang sangat penting dalam usaha
Nafi’iyah telah dikembangkan sejak tahun 1993, ternak kambing. Ampas tahu memiliki kandungan
berupa industri tahu. Usaha ini terus berkembang protein yang tinggi. Pemberian ampas tahu
dan pada tahun 1998, Pemerintah Kabupaten merupakan salah satu strategi dalam menghadapi
Bangkalan melalui Kantor Urusan Ketahanan musim kemarau panjang yang menyebabkan
Pangan mendampingi Pondok Pesantren An- berkurangnya ketersediaan hijauan pakan ternak.
Nafi’iyah dalam mengembangkan agribisnis Penggunaan ampas tahu juga dapat mengurangi
pesantren. Sejak saat itu, berbagai usaha di biaya produksi terutama untuk pembelian pakan
bidang agribisnis dikembangkan, seperti disajikan konsentrat.
pada Tabel 2.

Tabel 2
Jenis-jenis Usaha Agribisnis di Pondok Pesantren An-Naf’iyah
No Nama Usaha Tahun Berdiri
1 Industri tahu 1993
2 Peternakan kambing (pembibitan dan penggemukan) 1998
3 Budidaya aneka buah dan sayuran 1998
4 Budidaya lele 1998
5 Peternakan itik 1998
6 Pembibitan tanaman tahunan 1999
7 Peternakan sapi 2010

Sumber : Data primer, diolah, 2014.

Kajian Widodo (2010:111-116) menunjukkan saja terbatas pada pendidikan agama serta
bahwa usaha pembuatan tahu dan peternakan pendidikan formal, namun juga pada
kambing secara ekonomi layak untuk diusahakan. pengembangan jiwa kewirausahaan. Pemberian
Selain ketujuh bidang usaha tersebut, potensi bekal keterampilan dalam bidang agribisnis pada
yang saat ini masih belum dikembangkan adalah santri diharapkan mampu membentuk santri yang
agroindustri. Agroindustri yang dapat tangguh dalam menghadapi persaingan setelah
dikembangkan di lokasi penelitian adalah lepas dari pondok pesantren. Terlebih saat ini
pengolahan buah-buahan, seperti nangka, persaingan kerja yang sangat ketat menuntut
rambutan, dan mangga. Berbagai produk dapat alumni pondok pesantren untuk dapat mandiri dan
dihasilkan dari komoditas ini, antara lain kripik berwirausaha, terutama dalam bidang agribisnis.
nangka, buah kering, dan sirup. Dalam pelaksanaan usaha agribisnis, pihak pondok
pesantren melibatkan santri terutama sebagai
Lokasi yang berdekatan dengan pondok sarana pelatihan teknis bagi santri. Selain itu, bagi
pesantren memberikan kemudahan bagi pengelola santri yang kurang mampu dapat bekerja paruh
pondok pesantren untuk mengelola usaha yang waktu untuk mendapatkan penghasilan berupa
dikembangkan. Tujuan pengembangan usaha beasiswa.
agribisnis oleh pondok pesantren selain untuk
menambah pemasukan finansial bagi Tuntutan pengembangan pondok
pengembangan pondok pesantren juga sebagai pesantren terutama untuk melengkapi fasilitas
sarana pendidikan dan pelatihan bagi santri yang pendidikan menjadikan usaha agribisnis sebagai
ada. Pendidikan yang ditujukan pada santri tidak salah satu jalan keluar untuk mendapatkan dana.
Kemandirian pondok pesantren menjadi suatu alatproduksidanmenghasilkanlebihbanyakdaripada
keharusan sehingga tidak menjadi lembaga yang yang dapatdikonsumsinyaataudijualatauditukarkan
agar
selalu tergantung pada bantuan dari pemerintah
memperolehpendapatan.Wirausahaadalahpencipta
ataupun masyarakat. Kepemilikan usaha produktif kekayaanmelaluiinovasi,
bagi pondok pesantren juga mampu mengurangi pusatpertumbuhanpekerjaandanekonomi,
beban santri dalam membayar biaya pendidikan. danpembagiankekayaan yang
Manfaat tersebut juga dirasakan oleh penduduk di bergantungpadakerjakerasdanpengambilanrisiko
sekitar pondok pesantren, semakin meningkatnya (Bygrave,
fasilitas pendidikan yang ada di pondok pesantren 2004:178).Iniberartibahwakewirausahaansangater
memberikan alternatif sarana pendidikan formal atkaitannyadenganpertumbuhanekonomi.
Penelitian Valliere dan Rein (2009:459-
yang terjangkau, baik dari segi lokasi maupun
finansial. Ketersediaan sarana dan prasarana 480) menunjukkan bahwa dalam mengembangkan
pendidikan yang memadai merupakan suatu negara, sebagian besar tingkat pertumbuhan
tuntutan untuk dapat memberikan pendidikan ekonomi dapat dikaitkan dengan kemampuan
yang berkualitas. Keterbatasan dana seringkali pengusaha dalam mengeksploitasi investasi
menjadi batu sandungan dalam pemenuhan nasional melalui penciptaan pengetahuan dan
standardisasi sarana dan prasarana pendidikan teknologi serta kebebasan peraturan. Namun, di
tersebut. negara-negara berkembang, efek ini tidak ada.
Kewirausahaan adalah dimensi yang sangat
Penelitian Madya (2003:89) di Kota penting untuk memprediksi dan menjelaskan
Medan, menunjukkan bahwa pondok pesantren kinerja ekonomi negara. Lebih jauh, Henderson
sebagai institusi keagamaan telah mampu dan Stephan (2010:23-32) mengemukakan tiga
memberikan peran terhadap perubahan sosial temuan, yaitu: (1) kewirausahaan secara
dalam masyarakat dengan menciptakan sistematis berkaitan dengan pertumbuhan kerja;
sumberdaya manusia yang terdidik dan terampil (2) kewirausahaan memiliki dampak terbesar pada
berwawasan agama. Kehadirannya telah daerah itu sendiri, tetapi juga menghasilkan
memberikan solusi membentengi moral generasi dampak positif bagi pertumbuhan lapangan kerja
muda terhadap pengaruh global yang terus di daerah tetangga; (3) dampak kewirausahaan
berkembang dengan pesat. Peran pondok lebih besar di daerah yang padat, di mana bisnis
pesantren terhadap pengembangan wilayah di tersebut dapat memanfaatkan keuntungan dari
antaranya mendidik, membina santri dan pasar yang besar.
masyarakat serta membangun kerjasama sektor
Penelitian Minniti dan Moren (2010:305-
pendidikan agama bersama masyarakat dan
pemerintah daerah melalui kegiatan syi'ar agama. 314) menemukan bahwa pertumbuhan pengusaha
Selain itu, peran pesantren telah mampu lakukan kecil telah mementahkan tesis tentang biaya riset
dan pengembangan yang tinggi berhubungan
penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan
dengan pendapatan negara. Pesatnya
kesejahteraan masyarakat sekitar khususnya dan
pertumbuhan ekonomi China dan India ternyata
masyarakat luas umumnya. Peran lain tampak
tidak dibarengi dengan pertumbuhan biaya riset
dengan berkembangnya wilayah secara fisik di
dan pengembangan perusahaan-perusahaan
sekitar pondok pesantren, jumlah pemukiman,
besarnya, namun diimbangi dengan pertumbuhan
tranportasi, komunikasi, penerangan jalan menjadi
pengusaha kecil di kedua negara tersebut.
lebih baik. Penelitian Masyrofie (1999:6)di Kediri,
Tulungagung, dan Blitar menunjukkan pondok
Pertumbuhan perusahaan baru memiliki
pesantren mampu mengembangkan agroindustri
arti yang sangat penting bagi pertumbuhan
emping mlinjo yang menghasilkan nilai tambah
ekonomi. Namun, tingkat pertumbuhan berbeda
yang relatif tinggi. Nilai tambah ini dinikmati para
secara signifikan antara negara dan di dalam
santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren.
wilayah negara yang sama. Terdapat sejumlah
proposisi yang cocok dengan fakta, yaitu (1)
Karakteristik Jiwa Kewirausahaan Santri
pertumbuhan ekonomi daerah didorong oleh
Wirausaha (entrepreneur) ekspansi dalam jumlah pertumbuhan perusahaan
diartikansebagaiseoranginovatordanpenggerakpem menengah dan pengadaan barang jasa; (2)
bangunan.Bahkan, perbaikan dalam modal manusia akan
seorangwirausahamerupakankatalis yang meningkatkan laju pertumbuhan; (3) perbaikan
agresifuntukmempercepatpertumbuhanekonomi.Wi dalam tingkat relatif kembali ke pengusaha dan
rausahaadalahindividu yang kondisi bisnis akan meningkatkan pertumbuhan
memilikipengendaliantertentuterhadapalat-
Slamet Widodo DKK, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri Untuk Mengatasi Masalah Pengangguran di Pedesaan

bunga; (4) peningkatan konsentrasi keuangan di tujuan. Hasil psikotes menunjukkan 52,2% santri
suatu daerah akan mengurangi tingkat mempunyai etos kerja rendah, 22,4% termasuk
pertumbuhan di suatu daerah (Gries dan Wim , dalam kategori sedang, dan 17,9% termasuk
2009:309-328). dalam kategori tinggi.

Berdasarkan hasil psikotes, didapatkan Semangat menjadi salah satu karakter


bahwa profil kewirausahaan santri masih tergolong kewirausahaan yang diamati dalam penelitian ini.
rendah. Pada penelitian ini, terdapat empat Semangat dalam berwirausaha ditunjukkan oleh
karakter kewirausahaan yang diamati, yaitu hasrat kemampuan dalam menghadapi kegagalan, berani
berprestasi, etos kerja, semangat, dan inovatif. mengambil risiko, tangguh, dan pantang
Minat berwirausaha didasari oleh adanya motif menyerah. Sebanyak 67,2% santri mempunyai
berprestasi (achievement motive). Mengacu semangat yang rendah, 22,4% lainnya termasuk
pendapat Suryana (2003:32), motif berprestasi dalam kategori sedang, dan sebanyak 10,4%
merupakan suatu nilai sosial yang menekankan termasuk kategori tinggi. Penelitian Koh (1996:12-
pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna 25) menyatakan bahwa sebagai seorang
mencapai kepuasan secara pribadi. Seperti yang wirausaha harus memiliki sikap terhadap risiko
dikemukakan oleh Maslow tentang teori motivasi pada tingkatan yang moderat, meskipun secara
yang menyatakan bahwa tingkatan kebutuhan, umum banyak orang yang menghindar apabila
sesuai dengan tingkatan pemuasannya, yaitu dihadapkan pada risiko tinggi.
kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan
akan keamanan (security needs), kebutuhan harga Inovasi menjadi salah satu syarat
diri (esteem needs), dan kebutuhan akan kesukesesan dalam berwirausaha. Persaingan
aktualisasi diri (self actualiazation needs). yang semakin berat di dunia bisnis menuntut
adanya inovasi dalam produk dan jasa yang akan
Kebutuhan berprestasi pada aspek ditawarkan. Oleh karena itu, jiwa inovatif menjadi
kewirausahaan dapat dilihat dari bentuk tindakan salah satu karakter kewirausahaan. Berdasarkan
untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan hasil psikotes, didapatkan 55,2% santri
efisien dibandingkan sebelumnya. Wirausaha yang mempunyai jiwa inovatif yang rendah, 29,9%
memiliki motif berprestasi pada umumnya memiliki termasuk kategori sedang, dan sisanya sebanyak
ciri-ciri sebagai berikut: (1) Ingin mengatasi sendiri 14,9% termasuk kategori tinggi.
kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul
pada dirinya; (2) Selalu memerlukan umpan balik Apabila dilihat dari keempat aspek
yang segera untuk melihat keberhasilan dan karakter kewirausahaan tersebut, maka diperlukan
kegagalan; (3) Memiliki tanggung jawab personal pendidikan kewirausahaan guna meningkatkan
yang tinggi; (4) Berani menghadapi risiko dengan keempat karakter tersebut. Pendidikan
penuh perhitungan; (5) Menyukai tantangan dan kewirausahaan tidak hanya dibatasi pada pelatihan
melihat tantangan secara seimbang (Suryana, keterampilan teknis saja, namun lebih dari itu
2003:33-34). perlu diperhatikan aspek semangat dan jiwa
kewirausahaannya.
Hasrat berprestasi dari santri
menunjukkan kategori yang masih rendah. Hasil penelitian Zainalabidin et al.
Sebanyak 68,7% santri memiliki hasrat berprestasi (2011:17-21) menunjukkan bahwa pendidikan
rendah, 22,4% termasuk kategori sedang, dan informal kewirausahaan tidak mampu memberikan
sisanya sebanyak 9,0% termasuk kategori tinggi. perolehan keterampilan kewirausahaan seperti yang
Masih rendahnya hasrat berprestasi yang dimiliki diharapkan. Temuan tersebut juga menunjukkan
santri disebabkan oleh belum termotivasinya santri bahwa tingkat pemahaman tentang kewirausahaan
untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu. masih rendah di antara kalangan petani. Dalam hal
Peningkatan motivasi berprestasi perlu menjadi ini, upaya harus diintensifkan untuk meningkatkan
perhatian utama dalam pendidikan kewirausahaan. program penyuluhan pertanian pelatihan
kewirausahaan kalangan petani. Jadi penyuluhan dan
Demikian pula dengan etos kerja yang pelatihan tidak hanya difokuskan pada penerapan
dimiliki santri, masih dalam kategori rendah. Etos teknologi modern untuk pertanian, tetapi juga
kerja menjadi salah satu karakter kewirausahaan perubahan mendasar dalam sikap petani terhadap
yang penting dalam menunjang keberhasilan pertanian adalah bisnis.
kewirausahaan. Etos kerja ditunjukkan oleh
kemauan untuk bekerja keras demi mencapai
Studi Heilbrunn (2010:79) menunjukkan, Ruang lingkup pendidikan kewirausahaan
pendidikan kewirausahaan sejak dini memberikan meliputi karakter, konsep, dan keterampilan.
hasil yang lebih baik. Patir dan Mehmet (2010:27- Ketiga ruang lingkup ini sepenuhnya harus bisa
44), dalam penelitiannya pada mahasiswa, disampaikan kepada santri. Sedangkan materi
menemukan bahwa tingkat infrastruktur yang disampaikan meliputi: (1) konsep dasar
kewirausahaan mahasiswa berada pada tingkat kewirausahaan; (2) jiwa dan sikap wirausaha; (3)
yang cukup, mereka yang mendapat pendidikan pengembangan kreatifitas; (4) pengembangan ide
kewirausahaan lebih bertanggung jawab untuk usaha; (5) penyusunan rencana usaha; (6)
mendirikan bisnis mereka sendiri. Pendidikan memulai dan mengembangkan bisnis; (7)
kewirausahaan menjadi salah satu usaha yang keterampilan teknis kewirausahaan.
perlu ditingkatkan untuk mencetak pengusaha-
pengusaha baru. Penelitian Pribadi (2005:17-29) Ruang lingkup pertama adalah karakter.
menunjukkan bahwa di kalangan mahasiswa tidak Pada penelitian ini, telah ditemukan base line data
ada keberatan terkait penambahan waktu dan karakteristik kewirausahaan santri. Berdasarkan
tenaga untuk mendapatkan berbagai model temuan tersebut, perlu upaya peningkatan
pelatihan kewirausahaan. keempat karakter kewirausahaan santri yang
meliputi hasrat berprestasi, pekerja keras,
Model Pendidikan Kewirausahaan semangat, dan inovasi.Pendidikan karakter bagi
santri termasuk di dalam pendidikan softskills yang
Model pendidikan kewirausahaan yang
merupakan pondasi dari pendidikan kewirausahaan
dilaksanakan di Pondok Pesantren An-Nafi’iyah
secara keseluruhan. Dimulai dari mindset atau pola
dapat mengacu dari berbagai model yang telah
pikir, karena pola pikir tersebut akan memengaruhi
dipaparkan oleh beberapa penelitian sebelumnya.
perilaku seseorang. Untuk bisa memiliki karakter
Penelitian Edelman et al. (2008:56-70)
kewirausahaan yang baik, santri harus memiliki pola
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang pikir sebagai seorang wirausaha. Tidak mudah untuk
sangat mendasar antara materi pendidikan mengubah atau membentuk pola pikir seseorang,
kewirausahaan dengan kondisi aktual yang karena pola pikir terbentuk dari berbagai pengaruh
dibutuhkan pengusaha baru. Oleh karena itu, perlu yang berasal dari lingkungan selama seseorang
perhatian yang khusus pada proses pendidikan tersebut hidup. Santri harus diberikan pemahaman
kewirausahaan. Lebih jauh, Rae (2000:145-159) tentang pentingnya mindset positif sebagai dasar
menggambarkan bahwa pengembangan terbentuknya karakter kewirausahaan pada diri santri.
kemampuan wirausaha dipengaruhi oleh motivasi,
nilai-nilai individu, kemampuan, pembelajaran,
hubungan-hubungan, dan sasaran yang
diinginkannya. Sementara itu, Minniti dan William Perubahan mindset pada santri bisa
(2001:5-16) membuktikan dalam model dinamis diperoleh dengan melalui beberapa metode seperti
pembelajaran wirausaha, bahwa kegagalan dan metode NLP atau Neuro Linguistic Programming,
keberhasilan wirausaha akan memperkaya dan kontempelasi (perenungan atau muhasabah),
memperbaharui stock of knowledge serta sikap membangun konsep diri (self concept), pemetaan
wirausaha sehingga ia menjadi lebih mampu pikiran (mind mapping), pengetahuan hipnosis, dan
dalam berwirausaha.
lain sebagainya. Mindset positif yang telah
terbangun harus menjadi karakter atau sesuatu
Telah banyak pembahasan pendidikan
yang secara otomatis muncul dalam diri pribadi
perencanaan bisnis dalam kewirausahaan, namun
para santri, dalam hal ini karakter yang meliput
temuan Honig (2004:258-273) memberikan
hasrat berprestasi, pekerja keras, semangat, dan
gambaran model terbaik untuk saat ini dalam
inovatif. Untuk menjadikan karakteristik
pendidikan kewirausahaan. Tiga model pedagogis
kewirausahaan sebagai karakter yang melekat
dibandingkan, termasuk dua metode pengalaman
pada diri para santri, perlu strategi pembelajaran
alternatif: simulasi dan pendekatan kontingensi.
yang komprehensif, inovatif, dan kreatif dari para
Model kontingensi, sebagaimana diperkenalkan,
guru, ustadz, antara lain seperti permainan,
menggunakan konsep Piaget tentang equilibrium,
outbond, mendatangkan narasumber dari luar yang
dan menegaskan untuk menyediakan alat kognitif
bisa memberikan motivasi kepada mereka, seperti
dan fleksibilitas dalam mengakomodasi faktor
para pengusaha sukses dan lain sebagainya. Selain
lingkungan yang tidak diantisipasi yang dihadapi
strategi pembelajaran yang inovatif dan kreatif,
pengusaha di masa mendatang. media pembelajaran pun harus menggunakan media
inovatif dan interaktif
Slamet Widodo DKK, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri Untuk Mengatasi Masalah Pengangguran di Pedesaan

yang mampu membangkitkan semangat para enterprise inilah yang menjadi tumpuan proses
santri untuk belajar, seperti penggunakan pendidikan kewirausahaan generasi berikutnya.
multimedia (film, audio visual) atau media Mengacu pada temuan ini, santri yang tinggal di
pembelajaran berbasis alam. pondok pesantren memperoleh pendidikan
kewirausahaan dari pesantren karena tidak lagi
Ruang lingkup kedua adalah konsep. tinggal bersama orang tuanya. Selain itu, tidak semua
Materi pembelajaran yang disampaikan meliputi santri mempunyai latar belakang keluarga sebagai
konsep dasar wirausaha dan bisnis. Konsep dasar wirausahawan. Disinilah pentingnya peran pesantren
ini perlu diberikan kepada santri sehingga mereka dalam menggantikan orang tua. Usaha yang
memahami konsep dan falsafah dari dikembangkan oleh pesantren diidentikkan sebagai
kewirausahaan. Seringkali pada masyarakat awam family enterprise.
kita, kewirausahaan diidentikkan dengan
berdagang. Kemampuan santri dalam menyusun Simpulan dan Saran
rencana bisnis juga menjadi salah satu perhatian.
Santri diharapkan memiliki kemampuan dasar Karakteristik jiwa kewirausahaan santri
dalam menyusun perencanaan bisnis yang meliputi masih rendah sehingga perlu ditingkatkan. Model
di dalamnya adalah analisis kelayakan finansial. pendidikan kewirausahaan disusun berdasarkan
Materi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat baseline karakteristik jiwa kewirausahaan santri.
kemampuan santri. Perhitungan untung rugi Pendidikan kewirausahaan ditujukan pada tiga aspek,
secara sederhana perlu diberikan kepada santri yaitu meningkatkan jiwa kewirausahaan, keahlian
sehingga mampu menganalisis kelayakan usaha keterampilan teknis, dan manajemen wirausaha.
yang akan dijalankan. Model pembukuan Keterampilan teknis mengacu pada hasil studi potensi
sederhana juga perlu diajarkan kepada santri yang ada di sekitar pondok pesantren.
dengan harapan mereka nantinya dapat
menjalankan usaha secara akuntabel.
Pada implementasinya, pendidikan
Ruang lingkup keterampilan, Pondok kewirausahaan perlu juga mengakomodasi
Pesantren An-Nafi’iyah telah mempunyai beberapa perkembangan teknologi. Salah satunya adalah
usaha agribisnis yang berkembang dengan baik. industri kreatif yang perkembangannya dari tahun
Usaha ini dapat digunakan sebagai sarana ke tahun semakin pesat. Industri kreatif
pembelajaran baik berupa praktik maupun magang merupakan kelompok industri yang bercirikan
para santri. Selain itu, berdasarkan hasil observasi, adanya proses curahan ide atau kekayaan
di sekitar pondok pesantren juga terdapat intelektual (intellectual property) menjadi suatu
beberapa usaha yang dapat dipergunakan oleh produk dengan nilai ekonomi tinggi.
santri sebagai sarana belajar keterampilan teknis
Daftar Pustaka
berwirausaha. Temuan ini sejalan dengan kajian
yang telah dilakukan Wahyudin (2012:60) yang
Ansari, B., Seyed M. M., Azita Z., dan Masoumeh
menyatakan bahwa kurikulum model pelatihan
A. (2013). Sustainable Entrepreneurship in Rural
kewirausahaan minimal mencakup mata ajar
Areas. Research Journal of Environmental and
introduction to entrepreneurship, creativity in Earth Sciences, Vol. 5,
business, entrepreneurial life skill, entrepreneurial No. 1,pp. 26-31.
(project based) learning, dan principal of
entrepreneurship. Substansi materi pelatihan Badan Pusat Statistik. (2014). Keadaan
kewirausahaan harus sesuai dengan unsur budaya Ketenagakerjaan Februari 2014. Berita Resmi
yang lekat terhadap warga masyarakat dan bebasis Statistik No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014.
pada agribisnis. (http://www.bps.go.id/brs_file/naker_05mei1
4.pdf) diunduh pada 17 September 2014.
Pendidikan kewirausahaan yang
dilaksanakan di pesantren adalah upaya Bygrave, W. D. (2004). The Portable MBA in
memberikan pendidikan kewirausahaan sejak dini. Entrepreneurship: Third Edition. Edited by
Zusmelia et al. (2012:130) memberikan gambaran William D. Bygrave , Andrew Zacharakis. –
bagaimana peran keluarga dalam mendidik anak Ed. 3 – New Jersey : John Willey & Sons Inc.
dalam bidang kewirausahaan. Model
pengembangan kewirausahaan dimulai dari usaha Departemen Agama Republik Indonesia. (2008).
sendiri (oneman enterprise) dan berkembang Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan
menuju usaha keluarga (family enterprise). Family Tahun
2008/2009.(http://pendis.kemenag.go.id/inde Dipublikasikan. LPPM Universitas Brawijaya,
x.php?a=artikel&id2=bukustat20082009#.VG Malang.
GUlGdJHE1) diunduh pada 10 Januari 2012.
Minniti, M. dan William B. (2001). A Dynamic
Edelman, L.F., Tatiana S.M.., dan Candida G.B. Model of Entrepreneurial Learning.
(2008). Entrepreneurship Education: Entrepreneurship Theory & Practice, Vol. 25,
Correspondence Between Practices of No. 3, pp.5-16.
Nascent Entrepreneurs and Textbook
Prescriptions for Success. Academy of Minniti, M dan Moren L. (2010). Entrepreneurial
Management Learning & Education,Vol. 7, Types and Economic Growth. Journal of
No. 1, pp. 56-70. Retrieved from EBSCO host. Business Venturing. Vol. 25, No. 3, pp. 305-314.
doi: 10.1016/ j.jbusvent. 2008.10.002
Gries, T dan Wim N. (2009). Entrepreneurship and
Regional Economic Growth: Towards a General Patir, S dan Mehmet K. (2010). A Field Research
Theory of Start-ups. Innovation: The European on Entrepreneurship Education and
Journal of Social Sciences,Vol. 22, Determination of the Entrepreneurship Profiles
No. 3, pp. 309-328. of University Students. Business and Economics
doi:10.1080/13511610903354877 Research Journal.Vol. 1, No. 2, pp.
27-44.
Heilbrunn, S. (2010). Advancing Entrepreneurship
in An Elementary School: A Case Study. Pribadi, H. (2005). Defining and Constructing The
International Education Studies. Year: 2010 Teaching Model of Entrepreneur Education
Vol: 3 Issue: 2. Based on Entrepreneurial Intention Model.
Jurnal Teknik Industri. Vol.7, No. 1, pp 17-29.
Henderson, J. dan Stephan W. (2010). Retrieved April 12, 2011.
Entrepreneurs and Job Growth: Probing the
Boundaries of Time and Space. Economic Rae, D. (2000). Understanding Entrepreneurial
Development Quarterly.Vol. 24, No. 1, pp. 23- learning: A Question of How?,International Journal
of Entrepreneurial Behavior and
32. doi:10.1177/0891242409350917
Research, Vol. 6, No.3, pp. 145-159.
Honig, B. (2004). Entrepreneurship Education:
Toward a Model of Contingency-Based Sukidjo. (2005). Peran Kewirausahaan dalam
Mengatasi Pengangguran di Indonesia. Jurnal
Business Planning. Academy of Management
Economia,Vol. 1, No. 1, pp. 17-28.
Learning & Education.Vol. 3, No. 3, pp. 258-273.
Retrieved from EBSCOhost.
Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman
Praktis, Kiat & Proses Menuju Sukses.
Kirzner, I. M. (2001). Enterprenuership in A Free
Salemba Empat. Jakarta.
Market Economy.
(http:/www.cfe.org/english/publi/view18.htm )
Valliere, D. dan Rein P. (2009). Entrepreneurship
diunduh pada 1 September 2014.
and Economic Growth: Evidence From
Emerging and Developed Countries.
Koh, H. C. (1996). Testing Hypotheses of
Entrepreneurship and Regional Development.
Entrepreneurial Characteristics: A Study of
Vol. 21, No. 5/6, pp. 459-480.
Hong Kong MBA Students.Journal of
Managerial Psychology, Vol. 11,No. 3, pp. 12-25. doi:10.1080/08985620802332723

Wahyudin, U. (2012). Pelatihan Kewirausahaan


Madya, E. B. (2003). Peran Pondok Pesantren Berlatar Ekokultural untuk Pemberdayaan
Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Masyarakat Miskin Pedesaan. Mimbar, Vol 28,
Kasus Pada Pondok Pesantren Raudhatul No. 1, pp. 55-64.
Hasanah dan Al-Kautsar Medan). Tesis.
Program Pascasarjana Universitas Sumatera Widodo, S. (2005). Migrasi Internasional Tenaga
Kerja Pertanian di Kabupaten Bangkalan.
Utara, Medan.
Pamator, Vol3, No. 2, pp. 67-78.

Masyrofie, H. (1999). Kajian Model Kemitraan


Widodo, S. (2009). Strategi Nafkah Rumah Tangga
Agroindustri Melinjo Pola Inti Pesantren di
Nelayan dalam Menghadapi Kemiskinan.
Jawa Timur. Laporan Penelitian Tidak
Jurnal Kelautan, Vol. 2, No. 2, pp. 78-89.
Slamet Widodo DKK, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi Santri Untuk Mengatasi Masalah Pengangguran di Pedesaan

Widodo, S. (2010). Pengembangan Potensi Zainalabidin, M, Golnaz R., dan Mad N.S. (2011).
Agribisnis dalam Upaya Pemberdayaan The Effectiveness of Entrepreneurship Extension
Ekonomi Pondok Pesantren; Kajian Ekonomi Education Among The FOA Members in Malaysia.
dan Sosiokultural. Embryo, Vol. 7, No. 2, pp. Current Research Journal of Social Sciences, Vol. 3,
111-116. No. 1, pp.
17-21.
Widodo, S. (2011). Strategi Nafkah Berkelanjutan
Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Zusmelia, Dasrizal, Yeni E., dan Reni F. (2012).
Makara Seri Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1, Model Pengembangan Enterpreneurship
pp. 10-20. dalam Pemberdayaan Ekonomi Rumah
Tangga di Minangkabau. Mimbar, Vol. 28, No.
2, pp. 125-134.

View publication stats

You might also like