You are on page 1of 10

WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373

Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66


Desember 2014

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DI HUTAN LINDUNG KEBUN KOPI


DESA NUPABOMBA KECAMATAN TANANTOVEA KABUPATEN DONGGALA

Witno1), Akhbar2), Ida Arianingsih2)


Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako
Jl.Soekarno-Hatta Km.9 Palu, Sulawesi Tengah 94111
1. Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako
Korespondensi: Witno_valovho@ymail.com
2. Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

Abstract

Kebon Kopi protected forest is located in the area of Nupabomba village, Tanantovea district,
Donggala regency, Central Sulawesi Province with total area is 546.78 ha. From those lands,
there is a significant change of land function. So that the broad of its lands have been changed.
It can be proven by the plenty of land use on it. Protected forest is a conservation forest which
has a main function as protection of life support systems like water, prevent flooding, control
erotion and maintain soil fertility. This research was aimed to identify the use of land at Kebon
Kopi protected forest Nupabomba Village, Tanantovea district, Donggala regency. This
research was conducted area at Kebon Kopi protected forest in Nupabomba Village, Donggala
regency. The method used in this research was Classification Supervised. Classification
Supervised is a process of clarificating or grouping the pixels based on the examples of land
which its of type object and spectral value are known on the image by using Citra Alos year
2009 as its materials and Arc.Gis 10.0 as its operational tool. The research was conducted at
Nupabomba village, Tanantovea district, Donggala regency. The result of the research shows
that the total forest area is 546.78 ha, which consists of primary forest which has a more
dominant region with the area is 467.1 ha (85.42%) and secondary forest is 68.63 ha (12.55%).
Furthermore, the closure of land for plantations covering 8.26 ha (1.51%), the settlement has is
1.55 ha (0.28%), and shrubs covering 0.64 ha (0.11%). And water body area is 0.6 ha (0.10%).
Keywords: Identification, Land Use, Citra Alos year 2009, Kebon Kopi Protected Forest.

PENDAHULUAN aspek kehidupan sosial, pembangunan dan


lingkungan hidup.
Latar Belakang Namun sejalan dengan hal tersebut,
Hutan lindung Indonesia mempunyai terdapat banyak faktor yang berpengaruh
fungsi penting dalam menjaga ekosistem dan terhadap fungsi hutan, diantaranya
biodiversiti dunia. Sebagai negara dengan pertambahan penduduk dan pembangunan di
luas hutan terbesar ketiga setelah Brasil dan luar sektor kehutanan yang sangat pesat.
Zaire, fungsi hutan Indonesia dalam Kenyataan di lapangan cukup banyak
melindungi ekosistem lokal, nasional, kawasan hutan lindung yang dialih fungsikan
regional dan global sudah diakui secara luas. oleh masyarakat menjadi lahan pertanian dan
Kemewahan tersebut suatu ketika akan punah perkebunan (Senoaji, 2007 dalam Senoaji
dan hilang, jika pengelolaan hutan lindung 2010). Pola pemanfatan lahan dan degradasi
tidak dilakukan secara bijaksana dan lahan pada suatu wilayah lebih merupakan
berkelanjutan, dan didukung oleh kebijakan pencerminan dari kegiatan manusia pada
dan peraturan perundangan yang jelas wilayah yang mendukungnya (Juhadi, 2007).
(Ginoga et all. 2005). Pertambahan jumlah penduduk akan
Hutan dengan berbagai macam komponen mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan
penyusunnya telah memberikan banyak sumber daya hutan yang dapat menurunkan
kontribusi bagi kehidupan manusia. Hutan fungsi hutan. Keberadaan desa-desa sekitar
sebagai bagian dari sumber daya alam kawasan hutan lindung yang dicirikan oleh
nasional memiliki arti penting dalam berbagai rendahnya pendapatan perkapita, terbatasnya

57
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

kesempatan kerja di luar sektor pertanian, Rumusan masalah


terbatasnya pemilikan lahan dan rendahnya Hutan Lindung Kebun Kopi merupakan
produktivitas usaha tani, merupakan faktor- salah satu kawasan hutan yang ada di Desa
faktor yang mendorong masyarakat Nupabomba yang telah mengalami
memanfaatkan potensi sumber daya hutan penggunaan lahan yang tidak sesuai
yang ada (Suratmo, et all. 2011). fungsinya. Berdasarkan hal tersebut
Hutan Lindung merupakan kawasan dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana
hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai mengidentifikasi bentuk penggunaan lahan di
perlindungan sistem penyangga kehidupan kawasan Hutan Lindung Kebun Kopi Desa
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, Nupabomba Kecamatan Tanantovea
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air Kabupaten Donggala menggunakan Citra
laut, dan memelihara kesuburan tanah ALOS tahun 2009.
(UU.No.41 tahun 1999). Sejalan dengan Tujuan dan Kegunaan
fungsi tersebut, kondisi yang terjadi di Hutan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Lindung Kebun Kopi Desa Nupabomba telah mengetahui penggunaan lahan yang ada di
mengalami perubahan fungsi kawasan hutan Kawasan Hutan Lindung Kebun Kopi Desa
akibat adanya penggunaan lahan. Kegiatan Nupabomba.
masyarakat dalam mengalih fungsikan Kegunaan dari penelitian ini adalah
kawasan Hutan Lindung menjadi lahan memberikan data dan informasi penggunaan
perkebunan merupakan salah satu faktor lahan di Hutan Lindung Kebun Kopi Desa
penyebab terjadinya kemerosotan fungsi Nupabomba, Kecamatan Tanantovea,
pokok kawasan hutan lindung. Penggunaan Kabupaten Donggala.
lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya
MATERI DAN METODE PENELITIAN
akan menimbulkan dampak negatif baik bagi
lingkungan maupun manusia di sekitarnya Waktu dan Tempat
(Hanifah, 2011). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan
Dalam kondisi sekarang ini, disinyalir Maret sampai bulan Juni 2014 di Hutan
bahwa masyarakat yang memanfaatkan Lindung Kebun Kopi Desa Nupabomba
kawasan lindung sebagai sumber Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.
pencahariannya semakin banyak. Selain Bahan dan Alat
masalah ekonomi, kondisi fisik lahannya juga Bahan yang digunakan dalam
memungkinkan bagi masyarakat untuk pelaksanaan penelitian ini adalah peta Rupa
membukanya menjadi kebun, seperti Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 50.000, peta
topografinya datar dan berdekatan dengan penunjukkan Kawasan Hutan Kebun Kopi
pusat pemerintahan (Senoaji, 2010). Oleh skala 1:25.000, citra ALOS tahun 2009, dan
karena itu Kawasan Hutan Lindung di Desa dokumen laporan penelitian yang relevan.
Nupabomba harus dipertahankan Alat yang digunakan dalam penelitian ini
keberadaannya dan dilestarikan agar fungsi adalah alat tulis menulis, kamera, GPS
pokoknya tetap terjaga. (Global Positioning System), program ArcGIS
Salah satu upaya dalam mencegah versi 10, program Microsoft Word, dan
peningkatan pengalihfungsian kawasan hutan program Microsoft Excel.
lindung adalah melakukan analisis atau Metode Penelitian
identifikasi penggunaan lahan yang ada di Metode yang digunakan dalam penelitian
Kawasan Hutan Lindung Kebun Kopi Desa ini adalah metode Supervised Classification
Nupabomba menggunakan Citra ALOS, agar (Klasifikasi Terbimbing). Metode Supervised
dapat diketahui sejauh mana perubahan Classification adalah proses mengklasifikasi-
penggunaan lahan yang terjadi. Citra Alos kan atau mengelompokan piksel-piksel
merupakan salah satu data penginderaan jauh berdasarkan daerah contoh atau sampel yang
yang bisa digunakan untuk berbagai aplikasi diketahui jenis objek dan nilai spektralnya
teknik Geodesi dan Geomatika (Julzarika, pada citra (Akhbar, 2006). Klasifikasi ini
2008). berpedoman pada nilai piksel yang sudah
diketahui kategori objeknya atau penutup
lahannya (Hidayati, 2010). Beberapa tahapan

58
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proses meliputi koreksi–koreksi efek yang
sebagai berikut : berhubungan dengan sensor untuk
Pengumpulan Data meningkatkan kekontrasan setiap piksel dari
Dalam pengumpulan data ada dua sumber citra, sehingga setiap objek yang terekam
yang digunakan, yaitu data primer merupakan mudah diinterprestasikan untuk menghasilkan
data yang langsung diperoleh di lapangan. data sesuai dengan keadaan lapangan. Koreksi
Data primer berupa hasil survei lapangan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki
misalnya titik koordinat yang diambil di nilai piksel agar sesuai dengan warna asli.
lapangan menggunakan GPS. Data sekunder Interpretasi Citra dan Identifikasi Citra
merupakan data yang diperlukan sebagai Dalam pelaksanaan analisis citra ALOS
penunjang dari data primer. Data sekunder tahun 2009 dilakukan secara supervised
berupa citra ALOS tahun 2009 dan peta classification (klasifikasi terbimbing) yaitu
penunjukkan Kawasan Hutan Lindung Kebun dengan proses digitasi layar yang kemudian
Kopi. dicocokan/diverifikasi dengan menggunakan
Koreksi Citra data/informasi acuan yang dianggap benar
Sebelum dilakukan interpretasi citra maka (hasil pengamatan lapang dan referensi peta).
diawali dengan identifikasi titik kontrol pada Interpretasi citra merupakan proses
citra ALOS tahun 2009 pada peta dasar yang pengkajian citra melalui proses indentifikasi
dalam hal ini digunakan peta rupa bumi. dan penilaian mengenai objek yang tergambar
Pemerataan titik kontrol dalam jaring kontrol pada citra dan menterjemahkannya. Di dalam
geodetik mempengaruhi akurasi dan presisi interpretasi citra, penafsir citra mengkaji citra
data (Julzarika, 2007 dalam Julzarika 2010). dan berupaya melalui proses penalaran untuk
Selanjutnya dilakukan koreksi geometrik dan mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti
koreksi radiometrik (penajaman citra). Untuk pentingnya obyek yang tergambar pada citra
koreksi geometrik, digunakan acuan peta rupa (Saumidin et all. 2013).
bumi skala 1:25.000. Setelah citra dikoreksi Pada prinsipnya tujuan klasifikasi adalah
secara geometrik berarti skala dan distribusi mengadakan pemisahan dari suatu populasi
spasialnya sudah disesuaikan (matching) yang kompleks kedalam kelompok-kelompok
dengan peta rupa bumi pada skala 1:25.000. yang disebut kelas yang dapat diangap
Pada dasarnya koreksi geometri sebagai unit-unit homogen untuk tujuan
sistematik dilakukan untuk menghasilkan tertentu (Buono A. et all. 2004). Dalam
citra/gambar yang dapat merepresentasikan proses analisis terlebih dahulu dibuat daerah-
posisi dan bentuk geometri yang daerah kunci yang selanjutnya dijadikan
sesungguhnya (LAPAN, 2012). Koreksi sebagai daerah-daerah contoh. Daerah contoh
geometrik dapat dilakukan dengan: (sample land) adalah contoh informasi kelas-
1. Menggunakan titik kontrol yang dicari kelas penggunaan lahan dalam hal ini
pada citra lain yang sudah memiliki beberapa kenampakan objek yang di
georeferensi menggunakan titik (Ground indikasikan sebagai suatu jenis obyek
Control Point) yang dapat dicari pada penggunaan lahan tertentu. Setiap kelas
peta yang sudah memiliki georeferensi. tersebut kemudian diidentifikasikan ke dalam
2. Memakai titik pengukuran yang diambil citra sesuai dengan unsur-unsur yang
menggunakan GPS pada lokasi-lokasi digunakan untuk mengenali objek yang
tertentu yang mudah dikenali pada citra. tampak pada citra untuk kemudian dibuat
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam jenis penggunaan lahannya (Akhbar, 2006).
melakukan koreksi geometris antara lain Pengecekan atau survei lapangan
adalah tingkat resolusi dan proyeksi yang Setelah proses analisis dan klasifikasi
digunakan data itu. citra satelit selesai, kemudian disajikan dalam
Koreksi radiometrik merupakan teknik peta hasil interpretasi. Validasi di lapangan
perbaikan citra satelit untuk menghilangkan (ground check) dilakukan untuk mengecek
efek atmosfer yang mengakibatkan kebenaran hasil analisis, dan pengamatan
kenampakan bumi tidak terlalu tajam. Koreksi jenis-jenis penggunaan lahan. Survei
radiometrik dapat dilakukan dengan beberapa lapangan juga dilakukan untuk melengkapi
hasil interpretasi citra satelit apabila dalam

59
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

interpretasi citra ada objek yang primer tampak dengan warna hijau tua sangat
meragukan/perlu dibuktikan kebenarannya tajam dan lebih dominan wilayahnya yang
dan pengumpulan data pendukung (Rahmi, berada di perbukitan, dataran, dan
2009). pegunungan. Kenampakan pola secara
Lokasi plot-plot sampel pengamatan berkelompok dan menyebar berdampingan
lapangan ini sedapat mungkin dilakukan di dengan hutan sekunder. Hutan primer adalah
daerah yang aksesibilitasnya tinggi, sehingga tutupan lahan hutan yang paling mudah untuk
informasi mengenai kondisi lahan dapat diidentifikasi karena tampak sangat jelas pada
diketahui karakteristiknya secara akurat. citra dengan kondisi yang belum mengalami
Posisi geografis lokasi pengamatan ditentukan penebangan.
dengan mengukur koordinat lokasi Hutan sekunder tampak dengan warna
pengamatan di lapangan. Untuk keperluan ini citra hijau mudah yang menandakan telah ada
dipergunakan alat GPS. Data atau informasi bekas tebangan. Pola berkelompok antara
koordinat ini sangat berguna untuk melacak hutan primer dan perkebunan ataupun antara
kembali posisi pengamatan lapangan pada semak belukar. Hutan sekunder memiliki
citra atau peta, yang kemudian digunakan tekstur yang agak halus dibanding dengan
untuk memperbaiki dan menyempurnakan tekstur penggunaan lahan yang lain yang
hasil analisis citra satelit. tampak pada citra. Klasifikasi ini memberi
Peta penggunaan lahan di Kawasan Hutan kemudahan untuk membedakan dengan objek
Lindung Kebun Kopi lainnya.
Peta penggunaan lahan di Kawasan Hutan Perkebunan pada hasil interpretasi citra
Lindung Kebun Kopi diperoleh dari overlay Alos tahun 2009 komposit band 321, tampak
antara hasil interpretasi citra ALOS tahun dengan warna hijau mudah kekuning-
2009 dengan peta penunjukan Kawasan kuningan hingga agak terang, tekstur yang
Hutan Lindung Kebun Kopi. lebih halus, memiliki bentuk pola
berkelompok hingga menyebar, terletak di
HASIL DAN PEMBAHASAN
antara hutan sekunder dan semak belukar.
Interpretasi Citra Pemukiman memiliki ukuran yang
Proses interpretasi citra ALOS tahun bervariasi, kotak-kotak dengan warna merah
2009 yang dilakukan secara Supervised mudah gelap hingga terang. Bentuk polanya
Classification (klasifikasi terbimbing) yaitu mengikuti jalur di sepanjang jalan kebun
dengan proses digitasi layar yang kemudian kopi. Pemukiman yang ada di Hutan Lindung
disesuaikan dengan data/informasi acuan Kebun Kopi dominan berada dekat pinggiran
yang dianggap benar. Dalam proses analisis jalan. Hal ini memudahkan untuk di
ini terdapat lahan contoh (sampel area) yang identifikasi dan dibedakan dengan
selanjutnya dijadikan sebagai kelas-kelas penggunaan lahan yang lain, sebagian
penggunaan lahan. pemukiman berada di antara areal perkebunan
Proses klasifikasi penggunaan lahan dan hutan sekunder. Areal pemukiman
disesuaikan pada beberapa objek yang apabila dilihat dari peta penunjukan kawasan,
diindikasi sebagai suatu jenis objek sangat berdekatan dengan kawasan areal
penggunaan lahan pada citra Alos tahun 2009. penggunaan lain.
Proses klasifikasi yang dilakukan pada Semak belukar yang ada di Hutan
setiap kenampakan tersebut, kemudian di Lindung Kebun Kopi berdasarkan hasil
identifikasi ke dalam citra sesuai dengan rona, interpretasi citra Alos tahun 2009, tampak
tekstur dan warna yang tampak pada citra warna kuning kehijauan. Memiliki wilayah
untuk kemudian di buat jenis penggunaan penyebaran yang lebih sempit dibanding
lahannya. Setiap warna dalam citra satelit penggunaan lahan lainnya. Pola tidak teratur,
memberikan makna tertentu (Saripin, 2003). berada di antara areal perkebunan dan hutan
Kenampakan citra dari Citra Alos sekunder. Semak belukar merupakan areal
komposit band 321, berdasarkan pada 23 bekas hutan (perkebunan) yang telah tumbuh
kelas penutupan lahan sebagai standar kembali, didominasi vegetasi rendah dan
klasifikasi penafsiran. Pada Citra Alos tidak menampakan lagi bekas alur
komposit band 321 diidentifikasi hutan penebangan.

60
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

Tubuh air yang tampak pada citra Alos Tabel 1. Hasil perhitungan luas penutupan
tahun 2009 di Hutan Lindung Kebun Kopi, lahan di Hutan Lindung Kopi
tampak dengan warna hijau tua kebiru-
biruan, pola areal yang tidak luas, terletak di Penutupan Luas (
No. (%)
antara perkebunan dan semak belukar serta Lahan Ha)
berdekatan dengan areal hutan primer. Tubuh
1. Hutan primer 467,1 85,42%
air sebelum dilakukan interpretasi memiliki
ciri dan bentuk pola serta warna yang hampir Hutan
sama dengan kenampakan pada areal hutan 2. 68,63 12,55%
sekunder
primer. Namun setelah dilakukan identifikasi
penafsiran objek kenampakan berbeda dengan 3. Perkebunan 8,26 1,51%
hutan primer dimana hutan primer memiliki
warna hijau tua yang agak halus dibanding 4. Pemukiman 1,55 0,28%
dengan wilayah tubuh air. Sehingga pada
hasil interpretasi citra, areal hutan primer dan Semak
tubuh air menyatu, namun dapat dibedakan 5. 0,64 0,11%
Belukar
dengan adanya areal perekebunan di sekitar
tubuh air. Berikut peta hasil interpretasi citra 6. Tubuh Air 0,6 0,10%
Alos tahun 2009 di Hutan Lindung Kebun
Kopi dapat dilihat pada Gambar 1. Jumlah 546,78 100 %
Sumber: Citra Alos tahun 2009
Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan
bahwa luas hutan keseluruhan 546,78 ha,
yang terdiri dari hutan primer memiliki
kawasan lebih dominan dengan luas 467,1 ha
(85,42%) dan hutan sekunder memiliki luas
68,63 ha (12,55%). Selanjutnya penutupan
lahan untuk perkebunan seluas 8,26 ha
(1,51%), pemukiman memiliki luas 1,55 ha
(0,28%), dan semak belukar seluas 0,64 ha
(0,11%). Serta tubuh air seluas 0,6 ha
(0,10%).
Gambar 1. Peta hasil klasifikasi dan interpretasi Penggunaan Lahan di Hutan Lindung
supervised citra alos tahun 2009 Kebun Kopi
Penutupan Lahan di Hutan Lindung Istilah penggunaan lahan (land use),
Kebun Kopi Tahun 2009 berbeda dengan istilah penutupan lahan (land
Dari hasil interpretasi citra Alos tahun cover). Istilah penggunaan lahan biasanya
2009 pada wilayah Hutan Lindung Kebun meliputi segala jenis kenampakan dan sudah
Kopi menggunakan klasifikasi supervised dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam
yang didasarkan pada 23 kelas penutupan memanfaatkan lahan, sedangkan penutupan
lahan berdasarkan spektral objek-objek yang lahan mencakup segala jenis kenampakan
terkandung pada citra kemudian dapat di yang ada di permukaan bumi yang ada pada
identifikasi, sehingga didapatkan data lahan tertentu (Purwantoro et all.
penutupan lahan yang ada di Hutan Lindung 2004).Perubahan penggunaan lahan dapat
Kebun Kopi terdiri atas 6 jenis. Luas mempengaruhi sistem ekologi setempat
penutupan lahan di Hutan Lindung Kebun diantaranya pencemaran air, polusi udara,
Kopi secara keseluruhan dapat dilihat dalam perubahan iklim lokal (Hu, et all. 2008;
tabel berikut. Mahmood, et all. 2009), berkurangnya
keanekaragaman hayati (Sandin, 2009),
dinamika aliran nitrat (Poor and McDonnell,
2007), serta fluktuasi pelepasan dan

61
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

penyerapan CO2 (Canadell, 2002) dalam (2014), di Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi
(Syakur et all. 2010). Moutong, tetapi dalam hal ini menggunakan
Identifikasi, pemantauan dan evaluasi standar klasifikasi Malingreau. Berdasarkan
penggunaan lahan perlu selalu dilakukan pada peta penunjukkan kawasan hutan Provinsi
setiap periode tertentu, karena dapat menjadi Sulawesi Tengah didapatkan data bahwa luas
dasar untuk penelitian yang mendalam Hutan Lindung Kebun Kopi yang masuk
mengenai perilaku manusia dalam dalam wilayah Desa Nupabomba adalah
memanfaatkan lahan. Dengan demikian, 546,78 ha. Luas wilayah ini apabila dilakukan
penggunaan lahan menjadi bagian yang perbandingan dengan kondisi di lapangan
penting dalam usaha melakukan perencanaan sekarang keberadaan Hutan Lindung Kebun
dan pertimbangan dalam merumuskan Kopi telah mengalami penurunan fungsi
kebijakan keruangan di suatu wilayah. kawasan hutan lindung sebagai sistem
Bentuk-bentuk penggunaan lahan di penyangga kehidupan, yang secara tidak
Indonesia dari tempat satu ke tempat lain langsung akan mengurangi luas wilayah hutan
beragam bentuknya, tergantung kondisi lindung yang sebenarnya. Kondisi ini
fisik/lingkungan setempat. Bentuk-bentuk diperkuat dengan data hasil interpretasi dan
tersebut dapat didasarkan dari sistem klasifikasi citra Alos tahun 2009 serta data
klasifikasi penggunaan lahan yang paling survei lapangan. Dari proses klasifikasi citra
berpengaruh dalam pembuatan peta dan membandingkan dengan kondisi di
penggunaan lahan di Indonesia (Purwadhi dan lapangan didapatkan data perubahan fungsi
Sanjoto, 2008 dalam Isnamardiyana 2012) kawasan yang signifikan.
yakni : Dari beberapa titik sampel areal yang
a. Klasifikasi penggunaan lahan menurut diambil di lapangan kondisi hutan primer
Darmoyuwono, (1964) menekankan pada pada Hutan Lindung Kebun Kopi berdasarkan
aspek penggunaan lahan berpedoman penutupan lahannya pada tahun 2009, bahwa
pada Commision on World Land Use sebagian besar wilayahnya masih
Survey. Klasifikasinya memiliki hirarki menunjukkan kondisi hutan primer yang
atau penjenjangan yang mantap. Tetapi optimal. Terlihat dari kondisi atau
klasifikasi menurut Darmoyuwono ini kenampakan wilayah hutan yang masih utuh
kurang digunakan di Indonesia karena dan bebas dari gangguan manusia, misalnya
kurang disosialisasikan. penebangan, pembukaan hutan, dan lain-lain
b. Klasifikasi penggunaan lahan menurut sehingga kondisi vegetasinya masih sangat
Sandy, (1977) mendasarkan pada bentuk baik. Terlihat jelas dengan keberadaan
penggunaan lahan dan skala peta, pohon-pohon yang berukuran besar dan
membedakan daerah desa dan kota. berumur tua serta jarang tumbuh pohon-
Klasifikasi ini digunakan secara formal di pohon mudah di bawahnya. Sebagai contoh
Indonesia oleh Badan Pertanahan pada titik koordinat 119 ̊ 59 ' 14, 657 " BT
Nasional (BPN). dan 0 ̊ 43 ' 46, 014 " LS ; 119 ̊ 59 ' 23, 295
Dalam proses klasifikasi penggunaan " BT dan 0 ̊ 44 ' 1, 069 " LS ; 120 ̊ 0 ' 29,
lahan di Hutan Lindung Kebun Kopi standar 779 " BT dan 0 ̊ 43 ' 48, 589 " LS.
klasifikasi (pengkodean atau penamaan) yang Namun ada beberapa titik atau areal hutan
digunakan adalah klasifikasi I Made Sandy. primer yang telah mengalami perubahan
Hasil klasifikasi citra Alos tahun 2009 dengan fungsi kawasan menjadi hutan sekunder.
kombinasi band 321, menggunakan Beberapa titik sampel areal yang diambil di
klasifikasi Supevised (klasifikasi terbimbing) lapangan menunjukan telah terjadi perubahan
diperoleh penggunaan lahan di Hutan fungsi kawasan . Seperti terlihat pada titik
Lindung Kebun Kopi berjumlah 6 kelas koordinat 119 ̊ 59 ' 34, 06 " BT dan 0 ̊ 43 '
penggunaan lahan yaitu hutan primer, hutan 34, 06" LS. Kondisi ini tentunya menjadi
sekunder, semak belukar, pemukiman, salah satu aspek yang dapat merusak fungsi
perkebunan, dan tubuh air. Hal ini sejalan kawasan hutan lindung.
dengan penelitian penggunaan lahan Hutan sekunder adalah suatu bentuk
sebelumnya, yang dilakukan oleh Andresi hutan dalam proses suksesi yang
mengkolonisasi areal-areal yang sebelumnya

62
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

rusak akibat sebab-sebab alami atau manusia, wilayah penyangga hutan lindung, dimana
dimana terdapat bentuk formasi vegetasi usaha tani ini menjadi sumber mata
berupa lahan kosong, padang rumput buatan, pencaharian utama masyarakat (Nurrani et all.
areal bekas tebangan baru dan areal bekas 2012).
tebangan yang lebih lama (Irwanto, 2010). Kondisi ini semakin membuka peluang
Hutan sekunder umumnya secara perlahan- bagi masyarakat untuk membuka lahan
lahan dapat pulih kembali menjadi hutan perkebunan khususnya tanaman sayuran.
primer tergantung pada kondisi Selain itu, wilayah Hutan Lindung Kebun
lingkungannya yang memakan waktu Kopi memiliki areal dataran yang cukup luas
beberapa ratus hingga beberapa ribu tahun sehingga sangat cocok untuk areal
lamanya. Kondisi seperti ini terlihat pada perkebunan. Beberapa areal perkebunan sayur
kondisi hutan sekunder di Kebun Kopi yang merupakan areal yang sebelumnya adalah
telah mengalami penebangan secara tidak semak belukar yang telah lama ditinggalkan.
terkontrol. Pada areal bekas penebangan ini Semak belukar adalah wilayah atau areal yang
kemudian ditandai dengan pertumbuhan di dalamnya ditumbuhi tanaman yang
tegakan muda dengan komposisi dan struktur mempunyai kayu-kayuan kecil dan rendah,
lebih seragam dibandingkan dengan hutan yang pada umumnya merupakan areal bekas
aslinya. Alih fungsi hutan sekunder menjadi tebangan ataupun bekas pembakaran.
areal perkebunan menjadi perhatian akan Di Kawasan Hutan Lindung Kebun Kopi
adanya ancaman perubahan penggunaan selain perkebunan sayur juga terdapat
lahan. perkebunan cengkeh. Sebagian besar
Permasalahan lingkungan yang sering masyarakat Nupabomba khususnya
dihadapi oleh masyarakat pada saat ini adalah masyarakat pendatang memiliki kebun
terjadinya bencana banjir pada musim cengkeh yang dikelola sendiri. Pada
penghujan serta kejadian kekeringan pada umumnya umur tanaman cengkeh ini
musim kemarau. Permasalahan alam tersebut berkisar lima belas tahun. Umur tanaman
juga disebabkan faktor sosial budaya. yang relatif tua yang menandakan bahwa
Masyarakat mulai menggunakan tempat- telah lama masyarakat sekitar Hutan Lindung
tempat yang tidak dianjurkan untuk Kebun Kopi berada di wilayah tersebut.
permukiman, seperti bantaran sungai, dan Pendapatan atau nilai ekonomi yang mereka
juga menebangi hutan secara besar-besaran peroleh dari hasil berkebun cengkeh cukup
sehingga ekosistem berubah fungsi dan tinggi. Meskipun panen dari tanaman ini
menimbulkan dampak lingkungan (Raharjo, hanya setahun sekali tetapi hasil atau nilai
2010). ekonomi yang masyarakat peroleh terhitung
Kegiatan perkebunan khususnya di tinggi. Perkebunan cengkeh ini ditanam di
sekitar kawasan Hutan Lindung Kebun Kopi areal bekas perkebunan sayur yang tidak
pada umumnya bersifat perkebunan rakyat produktif lagi. Selain itu terdapat areal atau
atau pribadi, yang pengelolaannya masih kawasan pembukaan lahan baru yang
bersifat tradisional. Dimana jenis-jenis sebelumnya masih berstatus hutan sekunder.
tanamannya adalah cengkeh, sayur-sayuran, Model atau bentuk perkebunan
lada, cokelat, dan tanaman tahunan lainnya masyarakat Desa Nupabomba pada umumnya
seperti durian, mangga, alpokat dan lain-lain. adalah membuka lahan baru atau ladang yang
Sesuai dengan defenisi kebun bahwa sebagai berpindah-pindah. Kondisi ini menjadi faktor
usaha tani tanah darat menetap dengan utama yang dapat merusak hutan lindung
penanaman tanaman tahunan (Dephut, 2006 secara perlahan untuk areal perkebunan
dalam Nurrani et all 2012). Wilayah Hutan mereka. Titik koordinat 119 ̊ 59 ' 2, 55 " BT
Lindung Kebun Kopi merupakan wilayah dan 0 ̊ 43 ' 45, 713 " LS ; 119 ̊ 59 ' 10,3518 "
dengan kondisi tanah yang subur, dengan BT dan 0 ̊ 43 ' 54, 709 " LS ini berdasarkan
curah hujan sedang sepanjang tahun semakin interpertasi dan klasifikasi citra tahun 2009
membuat iklim di wilayah tersebut sangat menunjukkan bahwa areal ini merupakan
cocok untuk kegiatan perkebunan. Kebun hutan sekunder namun setelah survei
merupakan penggunaan lahan yang identik lapangan telah menjadi areal perkebunan
dengan masyarakat pedesaan di sekitar cengkeh. Kondisi ini memperlihatkan bahwa

63
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

masyarakat begitu cepat dalam mengalih ini terbentuk dengan sendirinya atau secara
fungsikan kawasan hutan sekunder menjadi alami, yang kemudian dijadikan masyarakat
areal perkebunan. setempat menjadi kolam ikan. Awalnya
Selain itu penggunaan lahan yang ada kolam ini memiliki ukuran yang tidak luas,
berupa pemukiman penduduk. Pemukiman namun masyarakat mengolah dan menambah
merupakan salah satu faktor yang luas areal kolam tersebut.
mempengaruhi laju pembukaan lahan yang Kolam ikan ini sering dijadikan oleh
ada di Kawasan Hutan Lindung Kebun Kopi. masyarakat setempat untuk areal
Pertambahan penduduk yang meningkat pesat pemancingan. Di sekitar areal kolam ini telah
memunculkan berbagai permasalahan dalam dijadikan warga sebagai kebun. Kebanyakan
pembangunan, di antaranya adalah yang ditanam oleh warga adalah tanaman
meningkatnya kebutuhan akan ruang untuk cengkeh dan coklat. Sebagian juga ada
pemenuhan berbagai kebutuhan hidup lahan beberapa pohon kelapa di sekeliling kolam
budidaya, perumahan, perindustrian dan ikan. Juga beberapa pondok kebun warga.
kegiatan pertanian lainnya. Upaya pemenuhan Aktifitas warga dalam mengelolah kolam ini
kebutuhan yang meningkat menyebabkan memiliki dampak positif. Namun juga
tekanan terhadap ruang dan sumberdaya alam, beresiko karena wilayah ini sendiri sangat
terutama dikarenakan perekonomian berdekatan dengan hutan primer dan sebagian
Indonesia masih sangat tergantung kepada hutan sekunder. Luas areal kolam ikan ini
pemanfaatan sumberdaya alamnya, termasuk adalah sekitar 1,5 ha. Ikan yang dilepas oleh
sumberdaya hutan (Purwoko, 2009). warga dalam kolam ini adalah ikan mas,
Bentuk atau model pemukiman mujair, gabus, lele dan beberapa jenis ikan
masyarakat terbagi dua yakni pemukiman lain.
permanen dan semi permanen. Dengan
bermukimnya masyarakat di sekitar kawasan
hutan lindung, kecil kemungkinan hutan tidak
ada penebangan untuk pembukaan lahan
baru. Sebagian besar masyarakat bermukim
di pinggiran jalan trans sulawesi namun
sebagian juga bermukim di dekat areal
perkebunan, yang apabila dilihat dari peta
penunjukan kawasan banyak pemukiman
yang berdekatan dengan kawasan areal
penggunaan lain. Masyarakat Desa
Nupabomba memiliki laju pertumbuhan
penduduk setiap tahun sangat tinggi. Ini juga
menjadi faktor utama karena kebutuhan hidup Gambar 2. Peta penunjukkan kawasan hutan
Provinsi Sulawesi Tengah
pun akan bertambah. Kebutuhan akan tempat
tinggal dan lahan pekerjaan juga akan
bertambah. Sehingga kawasan hutan lindung
kemudian menjadi aeral untuk membuka
lahan dan mendirikan rumah mukim.
Selain itu pula ada beberapa penggunaan
lahan, yang pada hasil interpretasi citra
hampir tidak kelihatan karena arealnya sangat
kecil. Pada titik koordinat 120 ̊ 0 ' 5, 682 "
BT dan 0 ̊ 43 ' 3, 062 " LS hasil interpretasi
dan klasifikasi menunjukkan bahwa wilayah
tersebut adalah tubuh air setelah survei
lapangan ditemukan bahwa wilayah tersebut
berupa tubuh air atau merupakan kolam ikan
sesuai dengan hasil interpretasi. Dari Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Di Hutan
informasi yang didapatkan dari warga, kolam Lindung Kebun Kopi

64
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

KESIMPULAN DAN SARAN Geografi. Universitas Negeri


Surabaya.
Kesimpulan
Hidayati IN. 2010. Pemanfaatan Teori
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik
Bukti DEMPSTER-SHAFFER untuk
kesimpulan:
Optimalisasi Penggunaan Lahan
1. Interpretasi citra Alos tahun 2009
Berdasarkan Data Spasial dan Citra
diperoleh hasil penggunaan lahan di
Multi Sumber. Jurnal Geografi.
Hutan Lindung Kebun Kopi berupa
Universitas Gajah Mada.
perkebunan (kebun sayur, kebun cengkeh,
Juhadi, 2007. Pola-Pola pemanfaatan lahan
dan kebun cokelat), pemukiman,
dan Degradasi Lingkungan Pada
pengolahan kolam ikan, hutan primer dan
kawasan Perbukitan. Jurnal Geografi.
hutan sekunder.
UNNES.
2. Jenis penggunaan lahan perkebunan yang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
dominan di Hutan Lindung Kebun Kopi
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
adalah penggunaan lahan untuk pertanian
Jakarta: Departemen kehutanan.
lahan kering (sayur-sayuran), sedang
Departemen Kehutanan. 2006. Glossary
untuk penggunaan lahan perkebunan
Pengelolaan DAS. Badan Penelitian
lainnya adalah tanaman cengkeh.
dan Pengembangan Kehutanan. Balai
Saran
Penelitian dan Pengembangan
Dari hasil identifikasi penggunaan lahan
Teknologi Pengelolaan DAS
yang ada di Hutan Lindung Kebun Kopi Desa
Indonesia Bagian Timur. Makassar.
Nupabomba ditemukan pembukaan lahan
Irwanto. 2010. Hutan Tropis Paru-Paru
untuk areal perkebunan cengkeh dan
Dunia.http://www.irwantoshut.blogsp
pertanian lahan kering (sayur-sayuran).
ot.com.Diakses Tanggal 15 Mei 2014
Karena itu diharapkan agar instansi terkait
Julzarika A. 2007. Analisa Perubahan
melakukan perlindungan dan pengawasan
Koordinat Akibat Proses Perubahan
terhadap kawasan Hutan Lindung Kebun
Format Tampilan Peta pada
Kopi untuk mengembalikan fungsi dan
Pembuatan Sistem Informasi
mencegah berkembangnya perambahan hutan.
Geografis Berbasis Internet. Jurusan
DAFTAR PUSTAKA Teknik Geodesi dan Geomatika FT
Akhbar, 2006. Konsepsi dan Teknik UGM, Yogyakarta.
Pembuatan Peta Sumber Daya Hutan Julzarika A. 2010. Peranan Citra Satelit Alos
dan Lahan. Tadulako University untuk Berbagai Aplikasi Teknik
Press, Palu. Geodesi dan Geomatika di Indonesia.
Andresi B. 2014. Pemetaan perubahan Jurnal. LAPAN. Jakarta Timur.
penggunaan lahan Kecamatan Sausu LAPAN 2012. Koreksi Sistematik Geometrid
Kabupaten Parigi Moutong tahun dan Radimetri. Bogor. Indonesia.
2007 dan 2013. Jurnal Geografi. Nurrani L., Halidah., Tabba S., Patandi SN.
UNTAD. 2012. Karakteristik Kualitatif Tipe
Buono A., Marimin, Putri D. 2004. Penggunaan Lahan di Zona
Klasifikasi Penutup dan Pengguna Penyangga Taman Nasional Aketa
lahan Pada Multispectral Image dari Jawe Lolobata. Jurnal Penelitian
Landsat Thematic Mapper Kehutanan. Manado.
menggunakan Probabilistic neural Pemerintah Republik Indonesia. 2008.
Network. Jurnal Ilmiah. IPB. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun
Ginoga K., Lugina M., Djaenudin D. 2005. 2008 tentang rencana tata ruang
Kajian Pengelolaan Hutan Lindung. wilayah nasional. Jakarta.
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi. Purwadhi SH., Sanjoto TB. 2008. Pengantar
Hanifah Z. 2011. Kesesuaian Penggunaan Interpretasi Citra Pengindraan Jauh.
Lahan Eksisting pada Kawasan Jakarta: LAPAN
Hutan Lindung di Kecamatan
Panekan Kabupaten Magetan. Jurnal

65
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:57-66
Desember 2014

Purwantoro S., Hadi BS. 2004. Studi Senoaji G., Ridwan. 2006. Studi Identifikasi
Perubahan Penggunaan Lahan di Tekanan Penduduk ke Dalam Hutan
Kecamatan Umbulharjo Kota di Daerah Interaksi Hutan Lindung
Yogyakarta Tahun 1987-1996. Buit Daun Kabupaten Kepahiang
Universitas Negeri Yogyakarta. Propinsi Bengkulu. Laporan
Purwoko A. 2009. Analisis Perubahan Fungsi penelitian dosen muda dirjen DIKTI.
Lahan di Kawasan Pesisir dengan Jakarta.
Menggunakan Citra Satelit Berbasis Senoaji G. 2010. Studi Kesesuaian Lahan
Sistem Informasi Geografis. Jurnal Untuk Penentuan Kawasan Lindung
Kehutanan. USU. Konak Kabupaten Kepahiang
Raharjo PD. 2010. Teknik Penginderaan jauh Propinsi Bengkulu. Jurnal Kehutanan.
dan Sistem Informasi Geografis untuk Universitas Bengkulu.
Identifikasi Potensi Kekeringan. Suratmo., Syafruddin., Said., Oki GW. 2011.
Lembaga Penelitian Ilmu Identifikasi Okupasi Lahan pada
Pengetahuan Indonesia. Jawa Tengah. Kawasan Hutan Lindung Pinang
Indonesia. Luar Kecamatan Rasau Jaya
Rahmi J. 2009. Hubungan Kerapatan Tajuk Kabupaten Kubu Jaya. Jurnal
dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Kehutanan. Universitas Tanjung
Analisis Citra Satelit dan Sistem Pura. Pontianak.
Informasi Geografis di Taman Syakur AR., Suarna IW., Adnyana S.,
Nasional Gunung Leuser. Jurnal Laksmiwati IAA., Diara IW. 2008.
Kehutanan. USU. Medan. Studi Perubahan Penggunaan Lahan
Saripin I. 2003. Identifikasi Penggunaan di DAS Badung. Jurnal. Universitas
Lahan dengan Menggunakan Citra Udayana.
Landsat Thematic Mapper. Lampung.
Saumidin KM., Sudarsono B., Sasmito B.
2013. Analisis Perubahan
Penggunaan Lahan Berdasarkan Hasil
Interpretasi Visual Citra Satelit untuk
Penerimaan PBB (Studi Kasus
Kecamatan Semarang Utara). Jurnal.
Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoro.

66

You might also like