You are on page 1of 11

PEMBELAJARAN SENI LUKIS ANAK BERDASARKAN PENGALAMAN LOMBA

Martono
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
email: martonouny@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses belajar melukis dalam lomba,
teknik dan media melukis dalam lomba, dan karakteristik seni lukis hasil belajar dalam lomba.
Metode penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif; pengumpulan data dengan obeservasi,
wawancara, dan dokumentasi. Penentuan lukisan berdasarkan selektif verifikatif sesuai keunikan dan
originalitas. Analisis menggunakan model hermeneutika untuk menafsir dan menemukan makna
lukisan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses belajar melukis dalam lomba bersifat
individual sesuai apa yang dipikirkan, bukan yang dilihat. Tema lukisan sesuai dengan permintaan
panitia lomba. Media dan teknik menggunakan mixed media spidol, crayon, acrilic. Penilaian lomba
seni lukis adalah originalitas, kreativitas, teknik, warna, dan kesesuaian tema. Karakteristik lukisan
ekspresif-dinamis-deformatif sesuai pikiran anak. Warna lukisan ekpresif-imajinatif, bukan imitatif.
Lukisan anak hasil belajar dalam lomba unik, ekspresif, imajinatif, spontan, dan estetik.

Kata Kunci: pembelajaran, seni lukis anak, pengalaman lomba

TEACHING OF CHILDREN’S PAINTINGS BASED ON THE EXPERIENCE


OF JOINING A PAINTING COMPETITION

Abstract: This study was aimed to describe the process learning painting in a championship, painting
techniques and media in a championship, and the characteristics of painting as a learning achievement
in a championship. This study used the qualitative descriptive method. The data were collected by
utilizing observations, interviews, and documentation. The painting was determined by using the se-
lective and verifiable technique in accordance with the uniqueness and originality. The data were ana-
lyzed using the hermeneutics model to interpret and find the meaning of children’s paintings. The
findings showed that the process of learning painting in a championship had the characteristics of
being individual in accordance with what the children thought not what they saw. The theme of the
painting was based on the committee’s requirement. The painting techniques and media included
mixed media, such as markers, crayon, and acrylic. The criteria of the evaluation of the painting cham-
pionship were the originality, creativity, techniques, colors. Another criterion was whether the painting
matched the theme. The characteristics of the painting, that is, expressive, dynamic, and deformative,
are suitable with children’s thinking ability. The painting’s color had the characteristics of being
expressive and imaginative, not imitative. The children’s painting as the learning achievement in the
championship was unique, expressive, imaginative, spontaneous, and aesthetic.

Keywords: instruction, children’s painting, championship experience

PENDAHULUAN melalui pembelajaran melukis di sekolah, di ru-


Setiap anak memiliki potensi yang ber- mah, maupun belajar melukis secara mandiri.
beda-beda, baik dalam perasaan, hasrat, maupun Anak perlu pendampingan agar dapat berimaji-
kehidupan dalam kepribadiannya. Anak dari nasi dan berekspresi dengan bahasa visual da-
latar budaya mana pun memiliki kemampuan lam lukisan. Pendekatan belajar melukis harus
untuk corat-coret baik pada kertas, tembok, dapat mengembangkan potensi dasar yang di-
maupun hamparan tanah sekali pun. Potensi miliki anak secara baik. Cara memotivasi dapat
dasar ini harus terus dikembangkan dengan baik dengan memanfaatkan potensi budaya yang ada

92
93

di lingkungan masyarakat, seperti permainan dini dimasukan sanggar seni baik tari, musik,
anak, peristiwa budaya, dan belajar melalui lom- dan seni lukis. Pembelajaran seni lukis di sang-
ba seni lukis untuk mengekspresikan pikiran gar cukup intensif dilakukan seminggu dua kali,
dan imajinasi anak. bahkan ada yang melayani sesuai keinginan
Pendidikan seni masih menganggap pe- anak. Dalam pembelajaran melukis di sanggar
serta didik sebagai objek yang harus menerima atau privat, anak didrill dengan keterampilan
apa saja yang diberikan guru perlu diganti de- teknis bagaimana melukis dengan media ter-
ngan sistem pendidikan yang dapat mengem- tentu sampai betul-betul menjadi mahir melu-
bangkan potensi peserta didik (empowering of kis. Anak-anak sanggar atau hasil les privat ti-
people) secara utuh Paulo (1999). Pembelajaran dak diragukan dalam keterampilan teknis melu-
seni harus memberikan kemerdekaan dan kebe- kis. Hal yang perlu diperhatikan dalam konteks
basan pada anak yang disebut spontanitet s- pendidikan adalah jangan sampai anak melukis
ebagai tindakan bebas untuk mengekspresikan menjadi mekanis-otomatis dan melahirkan pola
keinginan sendiri. Semua tindakan ekspresi atau gaya lukisan sama senada. Perlu diperhati-
anak adalah tuntutan jiwa dan raga untuk mem- kan juga jangan sampai anak yang belajar me-
berikan kemajuan jasmani dan rohani (Tauchid, lukis terjebak pada kemampuan teknis dengan
2004:269). Bagaimana pembelajaran seni yang pola gaya tertentu, sementara kemampuan ima-
dapat memberikan kebebasan anak untuk meng- jinatif dan kreatif terabaikan.
ekspresikan gagasan dan perasaan dengan baik. Demikian juga minat masyarakat, baik
Suatu fenomena pembelajaran seni lukis dari sisi anak yang bersangkutan maupun orang
anak di sekolah ( TK dan SD) yang tidak sesuai tua untuk mengikutkan anak dalam lomba seni
dengan harapan pembelajaran seni pada anak lukis sangat tinggi. Hampir setiap hari libur
yang sebenarnya. Pembelajaran seni lukis anak atau hari Minggu ada kegiatan lomba, tidak
di sekolah kebanyakan dilakukan dengan meng- hanya satu tempat, bahkan di beberapa tempat.
gunakan metode mencontoh pola dan model Ada anak yang ikut lomba dalam satu hari
lukis orang dewasa. Hal itu dilakukan guru sampai dua kali. Anak yang ikut lomba sangat
pada umumnya karena kurangnya pengetahuan senang karena dapat belajar bersama, saling
dan keterampilan tentang seni lukis dan pem- berkompetisi an berkarya dengan sehat. Dalam
belajaran seni lukis anak. Proses mengajar me- kegiatan lomba lukis, anak belajar dengan
lukis itu harus dilakukan pada anak karena tun- serius dan berusaha untuk menghasilkan lukisan
tutan kurikulum dan profesi sebagai pengajar yang berbeda. Perbedaan gaya lukisan anak ini
guru kelas yang harus mengajar semua mata adalah bentuk hasil belajar kreativitas dalam
pelajaran. Hal tersebut membuat guru dalam lomba lukis. Anak dalam waktu yang relatif
mengajar melukis hanya didasarkan pada per- singkat dapat menyelesaikan lukisan yang sa-
sepsi masing-masing. Dari fenomena delematis ngat baik. Anak dapat belajar bertanggung ja-
itu, sangat dimungkinkan anak tidak dapat wab, disiplin, percaya diri dan berani meng-
mengembangkan potensi kreatif secara benar gambar di ruang terbuka yang dilihat khalayak
dan maksimal. Anak biasanya ditugasi meng- ramai. Dalam konteks belajar, bagi anak yang
gambar sesuai tema yang ditentukan guru de- penting adalah proses bukan hasilnya, proses
ngan cara meniru berdasarkan apa yang dipikir- merupakan terbentuknya pengalaman jiwa dan
kan guru yang kadang tidak sesuai dengan pe- raga anak sedangkan hasil adalah dampak dari
mikiran dan perkembangan anak. pengalaman tersebut. Dalam lomba, mereka
Berangkat dari kenyataan bahwa pembe- akan belajar melukis bersama dan saling ber-
lajaran kesenian di pendidikan formal untuk komunikasi, menghargai, sekaligus saling ber-
anak usia dini belum memadai sesuai harapan kompetisi secara sehat dengan sesame peserta.
anak dan orang tua. Solusi yang diambil oleh Masa anak usia dini disebut masa ke-
orang tua adalah dengan memasukkan anak ke emasan karena pada masa tersebut adalah masa
sanggar seni atau les privat. Banyak anak usia berkembangnya kreativas anak. Pada masa ini,

Pembelajaran Seni Lukis Anak Berdasarkan Pengalaman Lomba


94

anak memiliki kemampuan untuk berekspresi apa karakteristik lukisan anak hasil lomba di
dengan berbagai media sesuai pikiran, perasaan Yogyakarta. Tujuan penelitian ini untuk medes-
dan perkembangan psikologisnya. Anak pada kripsikan proses pembelajaran melukis dan ka-
masa ini menurut Rudolf Steiner memiliki tiga rakteristik seni lukis anak usia dini hasil belajar
instincten, yaitu aesthetische instincten, motoris- pada kegiatan lomba di Yogyakarta.
che instincten, dan rhytmisch instincten (Tauchid,
2004:284). Potensi instink yang ada pada diri Karakteristik Seni Lukis Anak
anak ini perlu dikembangkan melalui proses Seni yang besar adalah seni yang me-
pembelajaran melukis dengan cara yang benar rupakan ekspresi dari jiwa yang besar. Subtansi
sesuai perkembangan anak. Seperti yang diung- yang diekspresikan dalam seni adalah sisi-sisi
kapkan Ki Hajar Dewantoro bahwa permainan emosional subjektif dari kepribadian manusia.
kanak-kanak adalah kesenian kanak-kanak, Seni adalah ekspresi emosi. Fungsi seni adalah
yang sesungguhnya amat sederhana bentuk dan mengekspresikan keseluruhan emosi manusia
isinya, namun memenuhi syarat-syarat etis dan yang menyenangkan atau yang menyedihkan.
estetis, dengan semboyan dari “natur ke arah Soedjojono memaparkan bahwa seni adalah
kultur”. Di seluruh dunia segala permainan ka- jiwo ketok. Seni lukis adalah hasil ekspresi ma-
nak-kanak mengandung sifat-sifat yang sama, nusia dari pengalamannya. Ekspresi merupakan
walaupun bentuk dan isinya kerap kali berlain- hasil kegiatan jiwa sesuai konteks budaya ke-
an, yang disebabkan pengaruh alam dan zaman munculannya. Ekspresionisme adalah suatu
(Tauchid, 2010:262) . gaya seni yang berusaha untuk menggambarkan
Prinsip dasar pembelajaran kesenian yang perasaan subjektif seorang seniman yang ber-
dikembangkan Ki Hajar Dewantoro adalah de- sifat individualistis (Soedarso, 2006:54-55).
ngan memberikan kebebasan atau kemerdekaan Seni lukis adalah suatu pengungkapan
kepada peserta didik. Dalam konteks melukis, pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam
anak diberikan kebebasan memilih tema dan bidang dua dimensi dengan menggunakan garis
media ekspresi sesuai dengan minat anak. dan warna. Apabila suatu lukisan unsur garis-
Prinsip belajar pada diri anak adalah dengan nya menonjol sekali, seperti misalnya karya
permainan untuk dapat mengekspresikan diri yang dibuat dengan pena atau pensil, maka
dengan spontan. Untuk mengembangkan spon- karya tersebut disebut “gambar”, sedang lukisan
tanitas ini, anak jangan dikekang, diikat dengan adalah yang kuat unsur warnanya (Soedarso,
aturan-atuan yang membatasi kebebasan untuk 1987:10). Seni lukis anak menurut Soesatyo
berekspresi. Oleh sebab itu, pembelajaran pada (1994) adalah kegiatan anak menggambar, sama
anak usia dini harus menjauhkan model ame- dengan kegiatan bercerita, mengungkapkan se-
rikaanse schoolbank. Anak harus diberi kebe- suatu pada dirinya secara intuitif dan spontan
basan duduk seenaknya untuk melakukan ke- lewat media gambar. Karya lukis anak adalah
giatan belajar. Demikian juga dalam belajar seni, meskipun tidak disamakan dengan karya
pada kegiatan lomba, anak diberi kebebasan lukis orang dewasa, namun syarat-syarat ke-
untuk memiih tempat dan media ekspresi secara senilukisannya telah terpenuhi dengan adanya
bebas. Memberikan kebebasan pada diri anak, teknik, artistik, dan ekspresi.
sejalan dengan metode pembelajaran yang di- Lukisan atau gambar anak menurut
kembangkan Ki Hajar Dewantoro yang dikenal Lislie (1979:3), “Drawing a private language
dengan Tri-N (Niteni, Nirokake, dan Nambahi) for communicating throughts, feelings, percep-
sebagai bentuk ajaran pendidikan Tamansiswa tions, and fantasies”. Gambar anak adalah
(Boentarsono, 2012:19-20). “This is mine”. Gambar anak adalah bahasa
Berdasarkan latar belakang permasalahan anak yang diekspresikan dari pengalaman dan
tersebut, fokus masalah penelitian ini adalah imajinasi anak. Gambar atau lukisan anak
“Bagaimanakah proses proses pembelajaran adalah ekspresi, baik ekspresi pikiran, ide-ide,
melukis dalam pengalaman lomba dan seperti ekspresi tingkah laku, dan ekspresi ungkapan

Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1


95

jiwa yang dilakukan secara spontan sebagai menjadi simetris. Misalnya, lukisan dua gu-
ungkapan perasaan (Poespoprojo, 2004:43- nung di tengahnya ada matahari dan jalan di-
44). Lukisan anak berbeda dengan lukisan lukis ke bawah. (8) Anak lebih mementingkan
orang dewasa, lukisan anak memiliki corak proporsi nilai dari pada proporsi fisik. Hal-hal
atau gaya tersendiri yang lebih dikenal dengan yang dianggap lebih penting digambar lebih
gaya naif. besar atau lebih jelas. (9) Gaya lukisan naratif
Gaya lukisan anak seperti yang dikem- atau cerita. Anak melukis adalah untuk meng-
bangkan Soesatyo (1979) sebagai berikut. (1) ungkapkan perasaan. Jadi, lukisan adalah ceri-
Lukisan anak merupakan ekspresi berdasarkan ta anak, bukan sekedar mencoret sebagai akti-
pengertian dan logika anak yang disebut ideo- vitas motorik otomatis saja. Oleh karena itu,
graphisme. Anak melukis orang dari pandang- perlu diterima dengan wajar dan tetap meng-
an samping, dalam kenyataan matanya seha- hargainya sebagai karya seni anak tersebut.
rusnya kelihatan satu, tetapi berdasarkan pe-
ngertian anak bahwa manusia itu matanya dua, METODE
maka dilukiskan kedua mata itu di samping. Metode penelitian yang digunakan dalam
(2) Anak cenderung mengulang-ulang gambar penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pene-
atau bentuk yang sudah dikuasai. Peristiwa ini litian kualitatif berusaha membangun makna
disebut otomatisme atau disebut gejala stereo- tentang suatu fenomena berdasarkan pandangan
tipe, misalkan menggambar figur manusia yang dari para partisipan (Creswell, 2012:28) Instru-
diulang-ulang. (3) Anak melukis manusia da- men pengumpulan data menggunakan pedoman
lam gerak, tetapi tidak semua bagian atau ang- observasi, wawancara, dan dokumentasi. Infor-
gota badan dilukis, hanya bagian yang penting man penelitian adalah anak usia dini, guru dan
saja yang dilukis. Misalnya, ibu sedang me- pembina lukis anak, yuri lomba, orang tua, dan
nyapu dilukis hanya satu tangan saja yang panita lomba. Keabsahan data menggunakan
memegang sapu tersebut, sedangkan tangan perpanjangan penelitian, ketekunan pengamat-
yang satu tidak dilukis, atau bagian yang lebih an, dan triangulasi (Moleong, 1991:175-178).
berperan atau penting dilukis lebih besar. (4) Data yang diperoleh dikategorisasi berdasarkan
Anak menggambar gaya rebahan atau lipatan kondisi orisinil di lapangan. Pada proses ini, da-
yang disebut sifat tegak lurus garis dasar atau pat dilakukan trianggulasi terhadap keabsahan
rabatemen. Benda apa saja yang tegak lurus data sebelum melakukan generalisasi teori un-
dengan garis dasar akan dilukis tegak lurus tuk membuat kesimpulan (Bungin 2001, 32-33).
garis dasar, meskipun garis dasar itu berbelok Analisis data menggunakan analisis her-
atau miring. Akibatnya, gambar nampak re- meneutika, melalui penafsiran simbol ekspresi
bah, bahkan terbalik. (5) Gaya lukisan anak seni lukis anak Yogyakarta. Analisis hermeneu-
tembus pandang atau transparan. Anak cen- tika bergerak dari teks atau karya seni, bukan
derung melukiskan semua yang ia pikirkan sebaliknya. Proses penafsiran bergerak merupa-
dan ia mengerti, meskipun ada beberapa objek kan dialog antara teks atau karya seni dan pe-
yang berada di ruang tertutup. Gaya lukisan nafsir. Dengan demikian, hermeneutika meru-
ini juga disebut X-ray atau sinar X tembus pakan proses mengubah sesuatu atau situasi
pandang. Contoh: Tikus dimakan kucing, tikus ketidaktahuan menjadi mengerti (Sumaryono,
di dalam perut kucing dilukis kelihatan dengan 1999:24). Gadamer menyebut lingkaran herme-
jelas. (6) Gaya lukisan dalam pemecahan ruang nutika (hermeneutic circle) yang artinya bagian
(kedalaman jauh dekat) dalam bidang datar teks bisa dipahami lewat keseluruhan dan ke-
diatasi dengan pemikiran praktis yang dekat seluruhan teks hanya bisa dipahami lewat bagi-
digambar di bawah dan yang jauh digambar an-bagiannya. Hermeneutika Gadamerian me-
pada bagian atas kertas gambar yang disebut mandang bahwa makna harus dikonstruksi dan
juxtaposisi. (7) Gaya lukisan anak simetris, ke- direkonstruksi oleh penafsir sesuai konteksnya
cenderungan melukiskan objek yang asimetris

Pembelajaran Seni Lukis Anak Berdasarkan Pengalaman Lomba


96

sehingga makna berada di depan teks (in front Proses Anak Belajar Melukis dalam Lomba
of the text) (Raharjo, 2008:26). Anak ikut lomba sebagai wahana untuk
Sebagai metode penafsiran, hermeneutika belajar berapresiasi, berekspresi, berkompetisi
memperhatikan tiga hal, yakni teks, konteks, sehat, dan berkreasi untuk membangun percaya
dan kontekstualisasi. Kita harus berpikir tidak diri. Hanya dalam waktu singkat, sekitar satu
di belakang simbol, tetapi bertolak dari simbol, sampai dua jam anak dapat menyelesaikan lu-
dan menurut simbol-simbol. Dengan demikian, kisan yang unik dan estetik. Anak belajar seni
dalam konteks hermeneutika yang berkembang lukis pada kegiatan lomba menggunakan meto-
setidaknya terdapat tiga pemahaman yang dapat de pembelajaran seni yang dikembangkan Ki
diperoleh. Pertama, hermeneutika dipahami se- Hajar Dewantoro sebagai bentuk ajaran pen-
bagai teknik pemahaman atau penafsiran. Ke- didikan Tamansiswa yang dikenal dengan Tri-N
dua, hermeneutika dipahami sebagai sebuah (Niteni, Nirokake, dan Nambahi). Anak belajar
metode penafsiran. Ketiga hermeneutika dipa- melukis dalam lomba pada esensinya adalah
hami sebagai filsafat penafsiran (Raharjo, 2008: mengekspresikan apa yang ia pikirkan, bukan
32). apa yang mereka lihat atau amati. Oleh sebab
Dalam penelitian ini, analisis mengguna- itu, proses niteni atau memahami apa yang me-
kan prosedur seperti berikut. (1) Karya seni di- reka pikirkan akan diekspresikan dalam lukisan
tempatkan sebagai objek sekaligus subjek, di- sesuai dengan tema yang ditentukan.
posisikan sebagai fakta ontologi, dan dipahami Dalam hal keterampilan teknis melukis,
dengan mengobjektivasi strukturnya. (2) Pema- anak menggunakan prinsip nirokake. Artinya,
haman simbolis yang ditafsirkan berdasarkan mereka akan menggunakan gaya apa yang akan
referensi dan kreativitas, dan pemahaman pe- ditampilkan sehingga berbeda dengan teman
nafsir/peneliti. (3) Ditemukannya estetika dan lombanya. Perbedaan bentuk ekspresi dan gaya
makna dari karya seni lukis anak. lukis anak ini menjadi penting dalam kegiatan
lomba karena menjadi tolok ukur kreativitas
HASIL DAN PEMBAHASAN anak dalam melukis. Easner dalam buku the art
Yogyakarta adalah kota budaya dan kota and creation of mind menjelaskan bahwa mi-
pendidikan. Yogyakarta merupakan salah satu mesis bukan satu-satunya cara untuk mewakili
kota yang sering digunakan sebagai tempat gambar dan menyampaikan makna. Seni dapat
untuk menyelenggarakan lomba lukis anak. menggambarkan tidak hanya apa yang dilihat
Lomba lukis yang digelar tersebut dengan ber- atau didengar, mereka juga dapat menggambar-
bagai tujuan, baik untuk kepentingan pengem- kan apa yang dirasakan (Easner, 2010:16-17).
bangan kreativitas anak maupun tujuan tertentu Anak berusaha untuk melukis berbeda dengan
dari sponsor, seperti untuk kepentingan promo- teman lainnya sehingga prinsip nambahi dimak-
si produk, jasa, dan yang lainnya. Lomba lukis nai sebagai mengembangkan atau memodifikasi
dilakukan oleh lembaga pemerintah, lembaga menjadi penting bagi anak. Setiap kali anak
pendidikan, badan usaha, event organizer, dan mengikuti lomba, mereka berusaha mengeks-
sebagainya. Setiap kali ada lomba lukis, selalu presikan bentuk dan gaya lukisan baru sebagai
diikuti oleh peserta cukup yang banyak. Dalam upaya nambahi untuk mengembangkan kreati-
lomba lukis terjadi proses belajar anak yang vitas dirinya.
menyenangkan. Konsep anak senang dalam pro- Melukis merupakan kegiatan yang kom-
ses belajar merupakan indikator awal dari ke- pleks, melibatkan aktivitas fisik dan mental
berhasilan belajar. Oleh karena itu, proses bela- anak. Hal tersebut seperti yang disampaikan
jar dalam lomba dapat diuraikan sebagai beri- oleh Margaret (2009) bahwa menggambar atau
kut. melukis memainkan peran penting dalam per-
tumbuhan dan gerakan antara konsep spontan
dan konsep ilmiah. Penciptaan gambar melibat-
kan semua pengalaman, baik masa lalu dan

Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1


97

masa sekarang, bahkan masa depan. Menggam- menjadi kunci awal dari sebuah keberhasilan.
bar secara simultan melibatkan memori, penga- Salah satu indikator keberhasilan pembelajaran
laman, imajinasi, dan observasi. Penciptaan gam- seni lukis anak melalui lomba adalah anak
bar menuntut integrasi elemen-elemen tersebut. senang belajar melukis dalam lomba, waktunya
Ketika anak-anak menggambar mereka menjadi singkat, produktif, dan hasil karyanya baik. De-
sepenuhnya terlibat dengan subjek yang digam- ngan motivasi awal senang tersebut, anak dapat
bar. Hampir setiap gambar dan lukisan yang di- berkembang imajinasi dan kreasinya, kemudian
buat oleh anak bermakna dan dalam beberapa mengekspresikan sesuai gagasannya dengan
ukuran mengungkapkan pengalaman mereka. baik. Mereka ikut lomba untuk belajar dan
Anak belajar pada lomba lukis merupa- ingin menjadi yang terbaik. Selain itu, tujuan
kan kegiatan yang membebaskan anak untuk ikut lomba adalah untuk melatih keberanian dan
merepresentasikan pengalaman sebelumnya dan percaya diri anak dalam mengekspresikan ima-
sekaligus mengungkapkan imajinasi masa de- jinasinya di depan umum. Belajar melukis da-
pan mereka dalam sebuah lukisan. Menggam- lam lomba adalah wahana untuk berkomunika-
bar atau melukis adalah kegiatan ekspresi spon- si, berapresiasi, berkreasi, berprestasi, dan ber-
tan, seperti permainan, anak melarikan diri, dan kompetisi dengan sehat. Satu tujuan penting
pada saat yang sama menemukan kebebasan yang tidak dikatakan secara jujur adalah ingin
dari ketakutan pada dirinya. Oleh karena itu, menjadi juara karena dengan juara dapat hadiah
menggambar penting sebagai alat diagnostik un- dan sertifikat yang dapat digunakan untuk me-
tuk psikolog anak dan perannya dalam pendi- nunjang kelanjutan studi mereka.
dikan selama tahun pertama mereka sekolah Tema lukisan anak sesuai dengan konteks
(Hawkins, 2002:210). Anak dalam waktu sing- kehidupan anak dan konteks budaya masyarakat
kat dapat mengekspresikan pengalaman masa tempat mereka tinggal. Pada saat lomba lukis,
lalu dan kemungkinan-kemunginan masa depan tema umum ditentukan oleh guru atau panitia
dalam bentuk simbol-simbol visual yang unik. lomba, tetapi esensi tema dalam lukisan anak
Simbol visual dalam lukisan anak merupakan adalah hasil imajinasi anak sesuai dengan kon-
bahasa visual anak yang ingin dikomunikasikan teks budayanya. Tema apa pun yang mereka
kepada orang lain. tangkap, anak tetap akan melukiskan objek se-
Proses belajar dalam lomba sifatnya in- suai pikiran mereka. Secara kontekstual, semua
dividual walaupun dilakukan dalam tempat dan tema lomba ditentukan oleh panitia. Misalnya,
waktu yang bersamaan. Setiap anak ingin meng- tema hutan karena yang menjadi penyelegara
ungkapkan pengalaman visualnya yang berbeda Depatemen Kehutanan. Tema cita-citaku karena
dengan anak lain. Jika dalam melukis anak me- yang mengadakan lomba IKAPI dalam pameran
lihat lukisan anak lain, bukan berarti mencari buku, pesona Prambanan karena yang mengada-
kesamaan atau menyontek. Anak melihat teman kan Taman Wisata Prambanan, Jogjaku bersih,
lain justru untuk membuat kemungkinan bentuk dan sebagainya. Pada saat melukis di bulan
ekspesi baru dan gaya yang berbeda. Dalam pe- Agustus, banyak anak yang melukis sesuai tema
nilaian lomba lukis anak, aspek kreativitas men- tujuhbelasan, seperti panjat pinang, menari, dan
jadi penekanan penting sehingga mereka ber- sebagainya. Karena mereka anak Yogyakarta,
usaha untuk membuat ekspresi bentuk dan war- dalam melukis hampir selalu muncul gambar
na yang berbeda. Peristiwa lomba merupakan produk budaya, seperti bentuk tugu, lampu ma-
wahana untuk belajar apresiasi, kreasi, dan to- lioboro, dan objek budaya Yogyakarta yang lain-
leransi. nya.
Lingkungan sosial budaya sangat mem-
Tema, Media, dan Teknik Melukis dalam pengaruhi lukisan anak seperti hasil penelitian
Lomba Lukis Anak di Yogyakarta Purwanto (2010) di SD Mayangsari Semarang.
Setiap aktivitas apa pun dimulai dengan Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terungkap
niat dan tujuan yang jelas. Dua kata tersebut bahwa gambar mereka pada dasarnya cende-

Pembelajaran Seni Lukis Anak Berdasarkan Pengalaman Lomba


98

rung mengakomodasi objek yang ada di ling- bahwa anak Bali sangat kuat dipengaruhi buda-
kungannya. Ungkapan gambar anak-anak di wi- ya tradisi Bali. Bila keterampilan melukis mulai
layah tersebut terkait dengan nilai-nilai estetis dikuasai, anak Bali tetap akan menggambarkan
Jawa. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada simbolisme tokoh-tokoh seperti dunia pewa-
ciri-ciri komposisi simetris, subjek manusia di- yangan yang paling berarti jika dia menggam-
nyatakan tidak lebih penting dari subjek yang bar. Rhoda Kellogg mengatakan bahwa anak
lain, involutif dalam mengungkapkan bentuk dari Korea sampai Kansas, dari spanyol sampai
subjek, cenderung menghias, dan memilih ob- Siam, anak di mana saja akan menggambar ben-
jek yang merepresentasikan kedekatan pribadi tuk yang sama, cara yang sama, dan di usia
anak dengan kehidupan masyarakat di sekitar- yang sama. Seni lukis anak di mana saja pada
nya. Semua objek tersebut secara kontektuali- usia dini memiliki kesamaan bentuk yang seder-
sasi diolah, dikembangkan, dan dideformasi se- hana (Kellogg, 1967:105).
suai pikiran anak menjadi bentuk bahasa visual Pembahasan dan penafsiran hasil karya
anak yang berbeda dengan bahasa ekspresi seni lukis anak dalam pengalaman lomba meng-
orang dewasa. Kontekstualisasi lukisan anak gunakan hermeneutika dengan kajian yang me-
hasil proses imajinasi anak tersebut melahirkan liputi teks, kontek, dan kontekstualisasi. Secara
gaya lukisan naif, unik, dan artistik. tekstual atau visual, seni lukis anak Yogyakarta
Media dan teknik melukis yang diguna- hasil belajar dalam kegiatan lomba memiliki
kan anak dalam lomba adalah pensil, spidol, bentuk unik, kreatif, dan estetik. Hal ini ditan-
crayon, dan cat acrilic atau tinta parker hitam. dai dengan sangat cepat menemukan ide, cepat
Secara tekstual atau visual, media tersebut di- dalam membuat sketsa, lancar dalam menggu-
gunakan secara mixed media dengan urutan sket nakan media lukis untuk menyelesaikan satu
dengan spidol atau pensil, kemudian diwarna lukisan dalam waktu singkat, dan hasil lukisan-
dengan crayon. Pada tahap berikutnya, mem- nya baik dan kreatif. Hampir semua lukisan
berikan warna pada objek tertentu, bahkan ada anak menggunakan sketsa pola dengan spidol
yang semua objek diwarna dengan crayon. Peng- permanen warna hitam atau pensil tebal, pewar-
gunaan warna dalam lukisan dominan warna naan objek lukisan dengan crayon, dan latar lu-
imajinatif ekspresif sesuai alam pikiran anak. kisan dengan cat acrilic atau tinta hitam.
Anak belajar melukis dibimbing oleh imajinasi- Anak Yogyakarta yang ikut lomba pe-
nya sendiri, sangat sedikit ditemui lukisan anak nguasaan teknik dalam menggunakan media lu-
yang menggunakan warna imitatif. Pada tahap- kis sangat mahir sehingga mampu mengekspre-
an terakhir, untuk memperindah objek seluruh sikan imajinasinya dengan baik. Keterampilan
lukisan dilumuri cat acrilic atau tinta hitam un- dikuasai dengan baik karena seringnya melukis
tuk membuat latar lukisan sehingga berkesan dan seringnya ikut lomba. Lukisan anak Yogya-
kuat, berat, dan menonjolkan objek. karta kaya akan ide. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya variasi bentuk, keunikan objek, war-
Karakteristik Seni Lukis Anak Usia Dini na, dan gaya lukisan anak. Tema dalam setiap
Hasil Belajar dalam Lomba lomba selalu berbeda, anak juga dapat menye-
Ekspresi seni lukis anak dalam perkem- suaikan diri dengan tema tersebut, bentuk objek
bangan usia yang sama memliki kesamaan ben- yang berbeda, warna yang berbeda, yang ham-
tuk. Menurut Field (1987), karya seni rupa anak pir tidak berbeda pada setiap tema lukisan ada-
di bawah umur enam tahun memiliki ciri bentuk lah gaya lukisan anak. Gaya lukisan anak me-
yang serupa, walaupun berbeda latar budaya- rupakan ciri karakter dari seni lukis anak terse-
nya. Hal ini diperkuat oleh Lansing (1976) yang but.
mengatakan bahwa karya gambar anak usia em- Lukisan anak Yogyakarta hasil lomba
pat sampai lima tahun di Bali mempunyai ciri secara tekstual atau visual dalam menggambar-
yang serupa dengan ciri gambar anak di negara kan bentuk objek visual secara ekspresif-dina-
lain. Demikian juga hasil penelitian Belo (1980) mis-deformatif. Artinya, mereka mendeformasi

Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1


99

bentuk di bawah ambang sadarnya sehingga menjadi kultur. Mereka, anak Yogyakarta men-
menghasilkan bentuk objek bergaya naif seba- cintai budaya Yogyakarta dan melukis budaya
gai ciri khas lukisan anak. Dinamis artinya wa- Yogyakarta. Ikon budaya Yogyakarta yang pa-
laupun setiap tema berbeda, anak mampu me- ling sering muncul dalam lukisan anak adalah
lukis yang berbeda dan indah. Ekspresif mak- tugu, lampu malioboro, seni budaya seperti ja-
sudnya melukis dilakukan secara cepat, spon- thilan, wayang, becak, batik, dan sebagainya.
tan, dan bentuknya ekspresif. Anak melukis Dunia anak dilukiskan dalam bentuk permainan
orang misalnya dengan kepala besar, kadang tradisional, belajar, bermain, diolah secara vi-
terbalik, tidak proporsional itu bukan karena sual sesuai dengan alam imajinasi, gaya, dan
disengaja dideformasi seperti orang dewasa perkembangan anak. Ketajaman imajinasi anak
mendeformasi bentuk, melainkan sebagai suatu dalam menentukan objek lukisan dengan kon-
otomatisasi yang dilakukan anak sesuai per- teks latar budaya Yogyakarta sangat unik dan
kembangan jiwanya. Mereka melukis dibim- menarik. Mereka mengolah bentuk simbol vi-
bing oleh pikirannya, bukan mata yang meng- sual untuk diekspresikan dan dikomunikasikan
amatinya. Warna yang digunakan dalam lukisan dalam lukisan melalui bahasa visual anak yang
hasil lomba menggunakan warna ekspresif-ima- unik dan artistik.
jinatif. Artinya, warna sebagai simbol ekspresi Berdasarkan hasil analisis kontekstuali-
anak mewakili imajinasinya, bukan warna se- sasi, lukisan anak usia dini hasil belajar dalam
bagai imitasi yang menggambarkan objek yang lomba di Yogyakarta mampu mengolah dan
ada di alam kasat mata, melainkan di alam pi- mengembangkan simbol visual sesuai imajinasi
kiran anak. Lukisan anak menggunakan bentuk, anak. Dalam tema apa pun, objek budaya Yog-
warna dengan komposisi dinamis-harmonis se- yakarta dan dunia anak tetap muncul, baik da-
suai imajinasinya. Di situlah letak keindahan lam wujud visual maupun eksistensi dalam lu-
gaya lukisan anak dinamis-imajinatif yang meng- kisannya. Contoh, jika sebuah lukisan meng-
ekspresikan pikirannya. Di situlah letak keunik- gambarkan anak atau orang dalam sebuah lukis-
an dan keberhasilan belajar melukis pada ke- an, maka orang dalam lukisan tersebut adalah
giatan lomba seni lukis anak. pelukisnya atau orang lain yang ditokohkan
Berdasarkan tipologi lukisan anak, Read oleh anak sebagai objek utama lukisan. Pelukis
(1970) mengatakan bahwa bahwa lukisan anak sebagai tokoh sentral dalam lukisan sehingga
Yogyakarta hasil karya belajar seni lukis dalam Lislie (1979) menyebutnya sebagai “This is
lomba lebih cenderung bertipe haptic, yaitu tipe mine”. Jika anak menggambarkan dunia bina-
yang menggambarkan ekspresi imajinasi anak tang, maka binatang kesayangannya akan di-
dalam karya seni lukis. Anak menggambar le- lukiskan sebagai objek utama sebagai center of
bih berifat ekspresi menuangkan imajinasi krea- interest dalam lukisan itu. Dominasi bentuk de-
tif sesuai yang dipikirkan daripada menggam- ngan penonjolan objek itu merupakan visuali-
barkan apa yang mereka amati/lihat. Lukisan sasi imajinasi mereka dan sekaligus menun-
anak usia dini di Yogyakarta lebih dominan ber- jukkan “akunya” dalam lukisan tersebut. Ke-
tipe haptic daripada tipe visual yang cenderung banyakan anak dalam melukis menggambarkan
melahirkan karya seni lukis naturalis. Hal ini suatu peristiwa atau kegiatan tertentu dan se-
dibuktikan dengan banyaknya hasil karya anak bagai tokoh utama dalam lukisan tersebut ada-
Yogyakarta yang lebih kreatif – imajinatif dari- lah pelukisnya.
pada bentuk imitatif-naturalistik. Secara kontekstualisasi, alam imajinasi
Secara kontekstual, hasil belajar seni lu- anak berani memvisualkan bentuk objek verti-
kis anak dalam lomba di Yogyakarta hampir se- kal seperti tugu Yogyakarta, lampu malioboro
mua lukisan dalam tema apa pun cukup domi- dilukis bengkok. Visualisasi tugu dan lampu Ma-
nan menggambarkan konteks budaya Yogya- lioboro yang divisualisasikan bengkok itu seba-
karta. Hal ini sejalan dengan konsep Ki Hajar gai bentuk kreasi untuk mencapai ketepatan
Dewantara bahwa anak berkembang dari natur komposisi yang indah. Deviasi bentuk tersebut

Pembelajaran Seni Lukis Anak Berdasarkan Pengalaman Lomba


100

menurut Galang biar “nyeni”. Diva mengatakan rang, bahkan penulis belum menemukan anak
bahwa pembekokan objek pada lukisan itu biar yang melukis bentuk mata bulat sempurna, len-
ada “kreasi”. Kreativitas anak dalam berimaji- sa mata warna hitam di tengah, dan bulatan bola
nasi untuk membuat komposisi yang harmonis mata warna putih.
tugu dan lampu Malioboro dibuat bengkok Kemiripan atau kesamaan bentuk lukisan
nampak lebih indah dan unik. Secara rasional, anak ini juga dipengaruhi oleh kesamaan tema
pembekokan objek tersebut menurut Berliana dan cara pembelajaran yang sama yang dilaku-
karena jika tugu dilukis lurus ke atas dalam bi- kan di sekolah, sanggar atau les privat, yaitu
dang lukisannya tidak muat, kemudian dibeng- metode drill dan mencontoh dengan penugasan
kokan menuju ruang kosong untuk mengisi ke- pola lukisan yang hampir sama. Proses belajar
satuan komposisi, sehingga jadilah lukisan anak yang paling banyak dilakukan oleh anak adalah
yang indah dan unik. Dalam proses ini, terjadi meniru hasil karya pemenang lomba atau lukis-
proses deformasi bentuk objek, anak belajar an yang mereka anggap menarik, baik pada ben-
nambahi untuk mengolah bentuk visual sesuai tuk, warna, dan gayanya. Pembelajaran seni lu-
dengan imajinasi, perasaan, dan pikiran mereka. kis anak akan dapat berkembang dengan baik
Lukisan anak memvisualkan dunia dan jika anak diberikan kemerdekaan, kepercayaan
pengalamannya sendiri. Lukisan anak Yogyakar- untuk menemukan imajinasi sendiri. Anak meng-
ta secara umum bagus, ekspresif, unik, dan di- ekspresikan beragam bentuk simbol visual dan
namis. Hasil karya belajar seni lukis anak dalam warna sesuai dengan apa yang dipikirkan dan
lomba dengan tema apa pun hasilnya tetap me- dirasakan, bukan apa yang dilihat. Anak meng-
nunjukan gaya lukisan kekanak-kanakan yang ekspresikan bentuk yang unik, naif, dan warna
naif, unik, dan artistik. Mereka melukis dengan yang cerah sebagai ungkapan keceriaan anak.
tema apa pun dengan gaya yang relatif sama ka-
rena gaya menjadi karakter identitas anak. Anak PENUTUP
dalam membuat simbol visual, bentuk, warna Tujuan utama mengikuti lomba seni lukis
komposisi hampir semua selalu berbeda walau- anak di Yogyakarta adalah untuk belajar ber-
pun dilukis dengan teknik yang sama dan apalagi apresiasi, berkreasi, dan untuk menjadi juara
jika dilukis menggunakan media yang berbeda. agar mendapatkan hadiah. Anak belajar melukis
Hal itu menunjukan bahwa anak mampu me- pada kegiatan lomba sangat senang, apalagi ke-
ngembangkan kreativitas dan imajinasi dalam giatan lomba di tempat perbelanjaan, dan tempat
melukis dengan baik. hiburan yang sekaligus digunakan sebagai apre-
Kesamaan gaya lukisan anak tersebut se- siasi dan rekreasi. Tujuan inilah yang memoti-
bagai gejala parralellisme. Kesamaan gambar vasi mereka sehingga mereka senang untuk se-
anak tersebut juga dinamakan “Elementarge- lalu ikut lomba seni lukis anak. Dampak dari
danken”. Dalam ilmu jiwa, kesamaan lambang mengikuti lomba lukis adalah melatih keberanian
atau simbol yang selalu muncul adalah akibat anak mengembangkan kemampuan kreatif, ima-
dari “archetypen” yang terletak jauh di dalam jinatif, dan percaya diri.
ketidaksadaran setiap manusia. Kesamaan ben- Anak belajar teknik dan media melukis
tuk dalam lukisan anak tersebut misalnya ben- dalam lomba menggunakan sketsa objek secara
tuk dua gunung yang di tengahnya terdapat ma- menyeluruh dengan pensil dan spidol. Setelah
tahari. Pada anak usia tiga tahun ke atas, ketika sketsa selesai, kemudian dilanjutkan dengan pem-
lukis manusia, selalu diawali dengan membuat berian warna pada objek dengan teknik blok,
lingkaran untuk kapala, kemudian kaki, tangan, gradasi, dan dussel menggunakan crayon. Sete-
baru badan. Anak Yogyakarta melukis bentuk lah selesai pemberian latar lukisan, bagian ob-
mata manusia maupun binatang bentuknya jek yang belum kena crayon diwarna dengan
sama, bulat putih, dan lensa mata warna hitam, menggunakan acrilic atau tinta hitam. Efek
kebanyakan pada bagian bawah atau samping campuran warna crayon, acrilic, dan tinta pada
berkesan seperti melirik. Anak Yogyakarta ja-

Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1


101

objek dan latar ini memberikan kesan unik dan DAFTAR PUSTAKA
artistik pada lukisan anak. Boentarsono, dkk. 2012. Tamansiswa Badan
Karakter hasil karya seni lukis anak da- Perjuangan Kebudayaan dan Pemba-
lam belajar pada kegiatan lomba di Yogyakarta ngunan Masyuarakat. Yogyakarta: Per-
berdasarkan analisis visual secara keseluruhan guruan Tamansiswa.
unik, dan bentuk secara ekspresif-dinamis-de-
formatif. Anak mendeformasi bentuk secara sa- Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian
dar, bahkan di bawah ambang sadarnya sehing- Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persa-
ga menghasilkan bentuk objek bergaya naif se- da.
bagai ciri khas lukisan anak. Goresan bentuk
simbol visual khas kekanak-kanakan dengan Creswell, John W. 2012. Research Design, Pen-
warna ekspresif-iamjinatif tebal dan kuat. Hasil dekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
analisis secara kontekstual lukisan anak usia Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial
budaya Yogyakarta. Anak dalam belajar melu- Kellogg, Rhoda, Scott O’Dell, 1967. The Psy-
kis pada lomba banyak yang menggambarkan chology of Children’s Art. California:
objek lukisan aktivitas budaya dan objek bu- Random House.
daya Yogyakarta, seperti tugu, lampu Malio-
boro, pentas wayang, tari, dan sebagainya. Se- Lansing, M Kenneth. 1976. Art, Artis, and Art
cara kontekstualisasi, anak dalam melukis Education. Iowa: Hunt Publishing Com-
dengan tema atau objek apa pun tetap akan pany.
melukiskan apa yang ia dipikirkan, bukan apa
yang dilihat. Anak secara sadar, bahkan di ba- Lislie, A Baker. 1979. The Art Teacher’s Re-
wah ambang sadarnya mampu mendeformasi source Book. Virginia: Reston Publishing
bentuk menjadi bentuk tidak proporsional dan Company.
naif yang menjadi ciri khas lukisan anak. Di
situlah letak estetika seni lukis anak dan se- Moleong. 1991. Metodologi Penelitian Kualita-
kaligus identitas anak yang dapat dikenali dari tif. Bandung: Rosdakarya.
ekspresi visual dalam lukisan mereka. Karya
anak menggambarkan dunia anak dengan tema Puspoprojo. 2004. Hermeneutika. Bandung: Pus-
pilihan sendiri sesuai pengalaman dan alam pi- taka Setia.
kiran anak dalam kehidupan. Jika anak melukis-
kan kehidupan anak, maka tokoh sentral dalam Raharjo, Mudjiya. 2008. Dasar-dasar Herme-
tema lukisan adalah pelukisnya sendiri. Objek neutika antara Intensionalisme dan Ga-
penting dalam lukisan anak biasanya dibuat damerian. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
besar dan dengan warna yang kuat sebagai pu- Group.
sat perhatian dalam lukisan tersebut. Gaya lu-
kisan sepenuhnya ditentukan anak sendiri se- Read, Herbert. 1970. Education Through Art.
suai dengan perkembanan psikologis dan pe- London: Faber and Faber.
ngalaman imajinasi mereka.
Soedarso.1987. Tinjauan Seni Sebuah Peng-
UCAPAN TERIMA KASIH antar Untuk Apresiasi Seni.Yogyakarta:
Terima kasih yang sebesar-besarnya di- Sakudayarsana.
sampaikan kepada pengurus Jurnal Cakrawala
Pendidikan, terutama Dewan Redaksi yang te- Soedarso.1987. 2000. Perkembangan Sejarah
lah memberikan kesempatan kepada penulis Seni Rupa Modern. Yogyakarta: ISI.
dan masukan untuk artikel ini.

Pembelajaran Seni Lukis Anak Berdasarkan Pengalaman Lomba


102

Soesatyo. 1994. “Peranan Orang Tua dalam Pem- Margaret, Brooks. 2009. “What Vygotsky can
binaan Emosional Estetik Anak-anak”. Teach Us about Young Children Draw-
Makalah. Yogyakarta: Melati Suci. ing”. Journal Inernationan art And Early
Childhoop Research. Vol. I Nomor I.
Sumaryono. 1999. Hermeneutika Sebuah Meto- (Hal. 1-13).
de Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Purwanto. 2010. “Kajian Estetis Gambar Anak-
Tauchid, dkk. 2004. Pendidikan. Yogyakarta: anak Jawa (Studi Kasus pada Sekolah
Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Dasar di Wilayah Mayangsari Sema-
rang)”. Imajinasi. Vol. VI No. 1 (Hal: 1-
Hawkins, Bryan. 2002. “Children’s Drawing, 9).
Self Expression, Identity and the Imagi-
nation”. International Journal of Art and
Design Education. Volume 21 No.3 (Hal.
209-219).

Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1

You might also like