You are on page 1of 11

Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No.

3,
ISSN: 2548-429X September 2018
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KIMIA DASAR I TERINTEGRASI MODEL PROBLEM
BASED LEARNING (PBL) TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA TINGKAT :
UNIVERSITAS SWASTA DI SUMATERA UTARA

Mastiur Verawaty Silalahi 1, Eka Kartika Silalahi 2 dan Irene Vania Tobing 3
1 Dosen Jurusan Pendidikan Kimia STKIP RIAMA , Medan

Email:mastiur.verawaty@gmail.com
Jalan Tritura No.6 Medan, Sumatera Utara, Indonesia,

ABSTRACT
This research is Development Research (R & D). The purpose of this study (1) is
to find out the feasibility test and perceptions of lecturers on the development of basic
chemistry teaching materials I integrated Problem Based Learning (PBL) models, (2) to
compare student learning outcomes using basic I chemistry teaching materials integrated
Problem Based models Learning (PBL) and basic I chemistry teaching materials used by
universities.
The stages carried out in this study include (1) analyzing basic chemistry
teaching materials used in universities (2) developing basic I chemistry teaching materia ls
that are integrated with Problem Based Learning models (3) standardizing or feasibility
testing of basic chemical teaching materials on expert validators and some chemistry
lecturers (4) carried out the implementation of basic chemistry teaching materia ls I at UMTS
(5) conducted an analysis of the effect of basic chemistry teaching materials I which
integrated the Problem Based Learning model to improve student learning outcomes.
Based on the aspect of content feasibility in basic chemistry teaching mat erials I,
which is integrated with the Problem Based Learning model and the basic chemistry
teaching materials used in higher education institutions have an average of 3.96 and 2.89.
The aspects of language feasibility in basic chemistry teaching materials I that are
integrated with problem based learning models and basic chemistry teaching materials used
in tertiary institutions are 3.88 and 3.02. The feasibility aspect of presentation in the basic
chemistry teaching material I which integrated the problem based learning model and basic
chemistry teaching materials used in higher education had an average of 3.85 and 3.00. The
feasibility aspect of the basic chemistry teaching material I, which is integrated with the
problem based learning model and the basic chemistry teaching materials used in
universities, has an average of 3.88 and 3.20. The effectiveness of using basic chemistry
teaching materials I integrated the problem based learning model for improving student
achievement, according to the results of testing the Independent Sample T-Test data of
0,000 <0,05, which concluded that Ho refused and Ha accepted. The percentage of
effectiveness in the control and experimental classes was 73.45% and 81.81%.

Keywords: Teaching Materials, Basic Chemistry I, Problem Based Learning Model, Learning
Outcomes

Pendahuluan
Pendidikan Tinggi merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu
bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka
pendidikan tinggi menjadi acuan dalam mendorong perkembangan suatu bangsa.

76
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018
Pendidikan tinggi di Indonesia merupakan subsistem pendidikan nasional yang mencakup
program diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh
Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 2014).
Salah satu unsur dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah dosen. Dosen
merupakan tenaga akademik yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Berdasarkan Undang -undang
Republik Indonesia Nomor14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 51 Ayat (1) Butir
b, bahwa dosen berhak mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan kinerja
akademiknya (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 2014). Sistem penghargaan terkait
dengan aspirasi dan Inovasi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa
sangat diperlukan. Agar pembelajaran lebih optimal maka pembelajaran harus inovatif
sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar
mahasiswa. Inovasi pembelajaran terutama dalam menghasilkan model pembelajaran baru
perlu mendapat perhatian pada saat ini terutama pada pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan hasil belajar lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
menuju pembaharuan. Inovasi dalam pendidikan sering dihubungkan dengan pembaharuan
yang berasal dari hasil pemikiran kreatif, temuan dan modifikasi yang memuat ide dan
metode yang dipergunakan untuk mengatasi suatu permasalahan pendidikan (Joice dan
Weil,1980).
Inovasi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa sangat
diperlukan. Agar pembelajaran lebih optimal maka pembelajaran harus inovatif sesuai
dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar
mahasiswa.Bahan ajar sangat bermanfaat untuk memberi pengalaman dan sumber belajar
secara langsung dan konkrit pada mahasiswa karena dapat memberikan ilustrasi pada
sesuatu materi yang sulit diadakan, dikunjungi atau dilihat secara langsung (Folb, dkk.,
2011).
Pengembangan bahan pembelajaran kimia inovatif untuk pengajaran kimia perlu
dilakukan memenuhi bahan ajar berkualitas baik yang dapat meningkat kan sumber daya
manusia Indonesia menghadapi persaingan global.Salah satu upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan adalah melalui pengadaan materi pelajaran bermutu, dan dapat dimulai
dari penyediaan bahan pembelajaran.Bahan pembelajaran yang baik harus ma mpu
menyajikan materi ajar sesuai dengan tuntutan kurikulum, mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan dapat menjembatani pembelajaran agar
kompetensi yang telah ditetapkan dapat tercapai.Materi kimia di dalam bahan ajar harus
tuntas, sistematik, mudah dimengerti, menarik, memotivasi belajar mandiri, dan memiliki
materi tambahan sebagai pengayaan sesuai dengan karakteristik pembelajar.
Mata kuliah kimia dasar I merupakan materi kimia lanjutan dari sekolah
menengah atas. Mata kuliah kimia dasar memiliki kredit studi sebanayak 2 SKS, yang
membahas tentang stoikiometri,struktur atom,sistem periodik unsur dan ikatan kimia.
Setelah perkuliahan kimia dasar I, mahasiswa diharapkan menguasai konsep tentang

77
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018
stoikiometri khususnya tentang asam,basa,redoks dan larutan,struktur atom meliputi teori-
teori atom,sistem periodik unsur meliputi konfigurasi elektron serta hibridisasi, dan ikatan
kimia meliputi ikatan logam,ikatan ion,ikatan kovalen. Berdasarkan pemaparan diatas
bahwa tujuan hasil belajar kimia dasar I adalah mahasiswa diharapkan berpikir kritis dan
kreatif dari segala persoalan yang dihadapi di kimia dasar I. Problem Based Learning atau
PBL sebagai “Pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman atau
resolusi suatu masalah Barrow (dalam Huda, 2013, hlm.271).
Sementara itu menurut Sujana (2014, hlm. 134) PBL adalah suatu pembelajaran
yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan berfungsi bagi siswa,
sehingga masalah tersebut dapat dijadikan batu loncatan untuk melakukan investigasi dan
penelitian”. Maka dari itu PBL merupakan sebuah pembelajaran yang menuntut siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui permasalahan.Problem Based
Learning adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah
dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya ( prior
knowledge) sehingga dari “prior knowledge”ini akan terbentuk pengetahuan dan
pengalaman baru. Diskusi dalam kelompok kecil merupakan butir utama dalam penerapan
PBL

Research Method
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di kampus swasta se -
Sumatera Utara yang memiliki program studi Pendidikan Kimia. Sampel dalam penelitian
ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia yang menempuh mata kuliah
Kimia Dasar I di UMTS (Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan ). Teknik pengambilan
sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling. Sampel terbagi atas dua kelas yaitu
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Instrument penelitian menggunakan soal pilihan
ganda dan kuesioner validasi. Sebelum melakukan tes, terlebih dahulu dilakukan validasi
soal, uji reabilitas, uji daya beda, dan uji tingkat kesukaran. Teknik Analisis data untuk
melihat prestasi mahasiswa menggunakan Independent Sample T-Test pada SPSS 22
dengan level signifikansi adalah 0.05.Pada uji normalitas menggunakan Kolmogorov-
Smirnov pasa SPSS versi 22.0 and uji homogenitas menggunakan SPSS 22.0 Oneway-
Anova.

Result and Disscussion


 Aspek Kelayakan Isi
Hasil penilaian kelayakan Bahan Ajar Kimia Dasar I yang terintegrasi Model
Problem Based Learning berdasarkan hasil standarisasi dari validator ahli dan beberapa
dosen kimia terhadap aspek kelayakan isi dapat dilihat pada grafik yang ada pada gambar
4.1

78
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018

4,50 4,18
3,95 3,95 4,05 4,05 4,00
3,91
4,00 3,59
3,50 3,09
2,95 2,86 2,91 2,86 2,95
3,00 2,68 2,77

2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
1 2 3 4 5 6 7 8

Bahan Ajar Kimia Dasar I yang digunakan Universitas


Bahan Ajar Kimia Dasar I yang Terintegrasi Model Problem Based Learning

Gambar 4.1 uji kelayakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning berdasarkan kelayakan isi

Berdasarkan hasil uji kelayakan isi bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi
model problem based learning yang diberikan kepada validator ahli dan beberapa dosen
kimia diperoleh rata-rata 3,96 dengan kriteria sangat layak, ini berarti bahan ajar kimia
dasar I yang terintegrasi model problem based learning dinyatakan valid dan tidak perlu
direvisi, sedangkan hasil uji kelayakan isi bahan ajar kimia dasar I yang digunakan pada
perguruan tinggi yang diberikan kepada validator ahli dan beberapa dosen kimia diperoleh
rata-rata 2,89 dengan kriteria cukup layak dan tidak perlu direvisi.

 Aspek Kelayakan Bahasa

Hasil penilaian kelayakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning berdasarkan hasil standarisasi dari validator ahli dan beberapa
dosen kimia terhadap aspek kelayakan bahasa dapat dilihat pada grafik yang ada pada
gambar 4.2

79
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018

4,50 4,0 4,0 4,0


4,00 3,5
3,23
3,50 2,95 2,91 3,00
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
1 2 3 4

Bahan Ajar Kimia Dasar I yang Digunakan Universitas

Bahan Ajar Kimia Dasar I yang Terintegrasi Model Problem Based


Learning

Gambar 4.2 uji kelayakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning berdasarkan kelayakan bahasa

Berdasarkan hasil uji kelayakan bahasa bahan ajar kimia dasar I yang
terintegrasi model problem based learning yang diberikan kepada validator ahli diperoleh
rata-rata 3,88 dengan kriteria sangat layak, ini berarti bahan ajar kimia dasar I yang
terintegrasi model problem based learning valid dan tidak perlu direvisi, sedangkan hasil uji
kelayakan bahasa bahan ajar kimia dasar I yang digunakan universitas yang diberikan
kepada validator ahli dan beberapa dosen diperoleh rata-rata 3,02 dengan kriteria cukup
layak, ini berarti bahan ajar kimia dasar I yang digunakan di universitas valid dan tidak perlu
direvisi.

 Aspek Kelayakan Penyajian

Hasil penilaian kelayakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning berdasarkan hasil standarisasi dari validator ahli dan beberapa
dosen kimia terhadap aspek kelayakan penyajian dapat dilihat pada grafik yang ada pada
gambar 4.3

80
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018

5,00 4,18
3,91
3,68 3,64
4,00
3,09 3,05 3,05
2,82
3,00

2,00

1,00

0,00
1 2 3 4
Bahan Ajar Kimia Dasar I yang digunakan Universitas

Bahan Ajar Kimia Dasar I yang Terintegrasi Model Problem Based


Learning

Gambar 4.3 uji kelayakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning berdasarkan kelayakan penyajian

Berdasarkan hasil uji kelayakan penyajian bahan ajar kimia dasar I yang
terintegrasi model problem based learning yang diberikan kepada validator ahli dan
beberapa dosen kimia diperoleh rata-rata 3,85 dengan kriteria sangat layak, ini berarti
bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model problem based learning valid dan tidak
perlu direvisi, sedangkan hasil uji kelayakan penyajian bahan ajar kimia dasar I yang
digunakan universitas yang diberikan kepada validator ahli dan beberapa dosen kimia
diperoleh rata-rata 3,00 dengan kriteria cukup layak, ini berarti bahan ajar kimia dasar I
yang digunakan di perguruan tinggi dinyatakan valid dan tidak perlu direvisi .

 Aspek Kelayakan Kegrafikan


Hasil penilaian kelayakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning berdasarkan hasil standarisasi dari validator ahli dan beberapa
dosen kimia erhadap aspek kelayakan kegrafikan dapat dilihat pada grafik yang ada pada
gambar 4.4

81
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018

4,00 3,86 3,77


4,00 3,27 3,23
3,09
3,00

2,00

1,00

0,00
1 2 3

Bahan Ajar Kimia Dasar I yang digunakan di Universitas


Bahan ajar Kimia Dasar I yang Terintegrasi Model Problem Based Learning

Gambar 4.4 uji kelayakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning berdasarkan kelayakan kegrafikan

Berdasarkan hasil uji kelayakan kegrafikan bahan ajar kimia dasar I yang
terintegrasi model problem based learning yang diberikan kepada validator ahli dan
beberapa dosen kimia diperoleh rata-rata 3,88 dengan kriteria sangat layak, ini berarti
bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model problem based learning dinyatakan valid
dan tidak perlu direvisi, sedangkan hasil uji kelayakan kegrafikan bahan ajar kimia dasar I
yang digunakan di universitas yang diberikan kepada validator ahli dan beberapa dosen
kimia diperoleh rata-rata 3,20 dengan kriteria cukup layak, ini berarti bahan ajar kimia
dasar I yang digunakan di perguruan tinggi dinyatakan valid dan tidak perlu direvisi .

 Persentasi Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa


Peningkatan hasil belajar mahasiswa dilakukan untuk menentukan peningkatan
hasil belajar mahasiswa. Persentase peningkatan hasil belajar mahasiswa dapat dicari
secara langsung dari perolehan rata-rata semua mahasiswa di setiap kelas.
Peningkatan hasil belajar di kelas kontrol dengan menggunakan bahan ajar kimia dasar I
yang digunakan pada perguruan tinggi dan kelas eksperimen menggunakan bahan ajar
kimia dasar I yang terintegrasi model problem based learning , seperti pada tabel 4.7 di
bawah ini

Tabel 4.7 Persentasi (%) Peningkatan Hasil Belajar Mahasiswa

Peningkatan
Rata-rata
Kelas Hasil Belajar Kategori
Gain
Mahasiswa

Kelas
0,73 73,45% Tingi
Kontrol

82
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018

Kelas
0,82 81,81% Tinggi
Eksperimen

5.1 KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dapat menyimpulkan
bahwa: Berdasarkan aspek kelayakan isi dalam bahan ajar kimia dasar I yang
terintegrasi model problem based learning dan bahan ajar kimi dasar yang digunakan
pada perguruan tinggi memiliki rata-rata 3,96 (valid artinya layak dan tidak perlu
revisi) dan 2,89 (valid artinya cukup dan tidak perlu direvisi (cukup)) Aspek kelayakan
bahasa dalam bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model problem based
learning dan bahan ajar kimi dasar yang digunakan pada perguruan tinggi rata -rata
sebesar 3,88 (valid artinya layak dan tidak perlu direvisi) dan 3.02 (valid artinya cukup
dan tidak perlu direvisi). Aspek kelayakan presentasi dalam bahan ajar kimia dasar I
yang terintegrasi model problem based learning dan bahan ajar kimi dasar yang
digunakan pada perguruan tinggi memiliki rata-rata 3,85 (valid artinya sangat layak
dan tidak perlu direvisi) dan 3,00 (valid artinya cukup dan tidak perlu direvisi). Aspek
kelayakan grafik bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model problem based
learning dan bahan ajar kimi dasar yang digunakan pada perguruan tinggi memiliki
rata-rata 3,88 (valid yang berarti layak dan tidak perlu direvisi) dan 3,20 (valid artinya
cukup dan tidak perlu direvisi).
2. Ada keefektifan menggunakan bahan ajar kimia dasar I yang terintegrasi model
problem based learning untuk peningkatan prestasi siswa, menurut hasil pengujian
data Independent Sample T-Test sebesar 0,000 < 0,05, yang menyimpulkan bahwa Ho
menolak dan Ha diterima. Persentase efektivitas dalam kelas kontrol adalah 73,45%
dan persentase efektifitas di kelas eksperimen adalah 81,81%.
3. Kasus ini menunjukkan, hasil belajar mahasiswa yang belajar menggunakan bahan
ajar kimia dasar I yang terintegrasi model problem based learning lebih tinggi dari
pada hasil belajar mahasiswa yang belajar mengunakanbahan ajar kimi dasar yang
digunakan pada perguruan tinggi.

References

Agus Suprijono. (2011). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Alfabeta.

Amy J. Phelps & Cherin Lee. (2003). The Power of Practice : What Students Learn from
How We Teach. Journal of Chemical Education, 80 (7), 829 –832.

Anonim. 2007. Pengelolaan Laboratorium Fisika Sekolah Menengah Atas.Jakarta: Direktorat


Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah;Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Atas.

Arifin, M. 2003. Common Textbook Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

83
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018
Arsyad,Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Penerbit Alfabeta

Blosser, Patricia E. (1980). A Critical Review of the Role of the Laboratory in Science
Teaching. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and
Environmental Education.

Borg and Gall (1983). Educational Research, An Introduction. New York and London.
Longman Inc

Chang Shu-Nu, Chiu Mei-Hung (2005) The development of authentic assessments to


investigate ninth graders_ scientific literacy: in the case of scientific cognition
concerning the concepts of chemistry and physics. Int J Sci Math Educ
3(1):117Y140.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dimyati dan Mujdiono,(2009),Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta

Emha, H., (2002), Pedoman Penggunaan Laboratorium Sekolah, PT Remaja Roesda Karya,
Bandung

Gagne, E. D., Yekovich, C. W., & Yekovich, F. R. (1993). The cognitive psychology of
school learning. New York: Harper Collins College Publishers.

Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies for Analysis
and Application. Second edition. New York: Macmillan Publishing Compan.

Hamalik,O. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hodson, D. (2001). What counts as good science education? In D. Hodson (Ed.), OISE
papers in the STSE education, volume 2 (pp. 1–21). Toronto: OISE.

Hofstein, A., & Lunetta, V. (2004). The laboratory in science education: foundations for the
twenty-first century. Science Education, 88,28–54. doi:10.1002/sce.10106.Jakarta

Jihad, A.,(2008), Evaluasi Pembelajaran, Multi Pressindo, Yogyakarta.

Justiana,S & Muchtaridi.(2009). Chemistry for Senior High School.Yudhistira.Jakarta

Karamustafaoglu, S. (2003). “Maddenin Iç Yapisina Yolculuk” ünitesi ile ilgili basit


araçgereçlere dayali rehber materyal gelistirilmesi ve ögretim sürecindeki
etkililigi,Yayinlanmamis Doktora Tezi, Fen Bilimleri Enstitüsü KTÜ, Trabzon.

84
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018
Kolb, D. A. (1993). The Process of Experiential Learning. In M. Thorpe, R. Lawrence
Erlbaum Associates. Inc

Lee, A. T., Hairston, R. V., Thames, R., Lawrence, T., & Herron, D. S. (2002). Using a
computer simulation to teach science process skills to college biology and
elementary majors. Computer Simulations Bioscene, 28(4), 35-42.
http://dx.doi.org/10.1081/SAC-120002714

Mager,robert ,F (1962) Preparing Instructional Objective ,PA California,Fearon Publishers.

Millar, R. (2004, June 3). The role of practical work in the teaching and learning of science.
Paper presented at the “High School Science Laboratories: Role and Visison”
Meeting, Board on Science Education, National Academy of Sciences. Wa.

Richey, Rita C. Klein. 1994. Design and Development Research . London

Rustaman, dkk. 2005. Strategi belajar Mengajar Biologi. Bandung : UPI

Rustaman, N.Y., dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan
Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

Sagala Syaiful.2010,Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan,Alfabeta. Bandung

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana.

Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana

Santyasa, I Wayan. 2009. Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan


Modul. Makalah disajikan dalam Pelatihan Bagi Para Guru TK, SD, SMP, SMA,
dan SMK, Bali 12-14 Januari 2009. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Slameto(2003), Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi, Rineka Cipta

Soenarto, 2008. Penelitian Pengembangan Research & Development (R&D) Sebagai Upaya
Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Makalah disajikan dalam Sarasehan
Metodologi Penelitian, di Program PascaSarjana UNY.

Sudjana. 2004. Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah production

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung. Alfabeta.

Sujadi, 2002. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

85
Jurnal Ilmiah Maksitek Vol. 3, No. 3,
ISSN: 2548-429X September 2018
Sukarso. 2005. Pengertian Dan Fungsi Laboratorium. (Online http://wanmustafa.
wordpress.com/2011/06/12/pengertian-dan-fungsi-laboratorium/, diakses pada
tanggal 14 Oktober 2015 pukul 21.00)

Sukmadinata, N.S 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya

Suyanti R.D (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Taber K.S., Coll R.K. (2002) Bonding. In: Gilbert J.K., De Jong O., Justi R., Treagust D.F.,
Van Driel J.H. (eds) Chemical education: towards research-based practice (pp
213Y234). Kluwer, Dordrecht

Taconis, R., Ferguson-Hessler, M. G. M., & Broekkamp, H. (2000). Teaching science


problem solving: An overview of experimental work. Journal of Research in
Science Teaching, 38, 442-468.http://dx.doi.org/10.1002/tea.1013

Tim Puslitjaknov. (2008). Metode Penelitian Pengembangan. Jakarta: Dep diknas.

Tresna Sastrawijaya. (1998). Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta : Depdikbud.

Trianto,(2010), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif,Kecana Prenada Media


Group , Jakarta.

Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Stan dar Proses


Pendidikan.Jakarta : Kencana Prenada Media

Winkel,M,.(2010), Psikologi Pengajaran,Gramedia Widiasarana Idonesia, Jakarta.

86

You might also like