You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang susunan,

komposisi, struktur, sifat-sifat dan perubahan materi serta perubahan energi yang

menyertai perubahan energi tersebut (Syukri, 1999). Menurut Pandley dalam

Suyanti (2010) banyaknya konsep kimia yang bersifat abstrak yang harus diserap

siswa dalam waktu relatif terbatas menjadikan ilmu kimia merupakan salah satu

mata pelajaran sulit bagi siswa sehingga banyak siswa gagal dalam belajar kimia.

Menurut Pembelajaran kimia diarahkan pada pendekatan saintifik dimana

ketrampilan proses sains dilakukan melalui percobaan untuk membuktikan

sebuah kebenaran sehingga berdasarkan pengalaman secara langsung

membentuk konsep, prinsip, serta teori yang melandasinya. Hasil penelitian

dari Nurdiawati (2015) menunjukkan bahwa pembelajaran kimia pada siswa

masih kerap mengalami kesulitan untuk memahami materi pelajaran kimia

khususnya yang berhubungan dengan rumus dan hitungan. Guru langsung

membahas hal-hal yang bersifat teoritis, sehingga siswa kesulitan untuk

membayangkannya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar guru mengajarkan

ilmu kimia secara monoton.

Ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh

siswa SMA, sehingga hasil belajar kimia siswa SMA pada umumnya masih

1
2

rendah, permasalahan ini juga terjadi di SMAN 1 Sikur. Hasil belajar kimia siswa

khususnya siswa kelas X tergolong rendah dengan nilai rata-rata ujian tengah

semester pada tahun ajaran 2016/2017 sebesar 40,35. Nilai belum mencapai

kriteria ketuntasan minimal KKM yaitu 75. Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan dengan Ibu Salmi Sunarni S.Pd sebagai guru kimia di SMAN 1 Sikur

memaparkan bahwa permasalahan ini disebabkan karena kurangnya ketertarikan

siswa untuk mempelajari kimia. Hal ini ditunjukkan dengan masih jarangnya

siswa bertanya atau menjawab pertanyaan guru selama proses pembelajaran.

Selain itu, permasalah tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor

yaitu proses pembelajaran yang berlangsung belum sepenuhnya menerapkan

kerangka pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013, dimana masih didominasi

pembelajaran konvensional (ceramah, diskusi, Tanya jawab) dengan pendekatan

konsep yang berpusat pada guru. Hal tersebut membuat siswa kurang aktif dalam

kegiatan pembelajaran yang berdampak pada kejenuhan siswa selama proses

pembelajaran.

Adapun faktor lainnya terletak pada pengelolaan kelas, dimana siswa

jarang diberikan melakukan persentasi di depan kelas melainkan hanya dalam

diskusi kelompok, sehingga kurang dapat mengontrol siswa yang benar-benar

diskusi dengan tidak serta pemanfaatan sumber belajar masih terbatas. Hal ini

mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak efektif sehingga hasil belajar siswa

menjadi rendah. Beberapa masalah yang dihadapi oleh guru yaitu sulit merubah

kebiasaan siswa yang biasa diberitahu menjadi mencari tahu melalui pencarian

informasi, diskusi, dan lainnya. Sehingga untuk penyesuaian dengan siswa, guru
3

masih menggunakan metode ceramah, siswa membutuhkan waktu yang lama

untuk menemukan konsep, terutama dalam pembelajaran kimia dan hasil belajar

siswa baik menggunakan kurikulum KTSP maupun kurikulum 2013.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, salah satu cara untuk mengatasinya

dengan mencoba menerapkan model pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa

agar lebih terlibat dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran

yang dianjurkan dalam pembelajaran kimia adalah model pembelajaran berbasis

masalah (Problem Based Learning) yang diharapkan bisa memberikan pengaruh

yang lebih baik terhadap hasil belajar siswa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan

masalah dari penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning berbantuan media LKS berbasis masalah memberikan

pengaruh terhadap hasil belajar kimia materi pokok Reaksi Oksidasi-Reduksi

siswa kelas X SMA Negeri 1 Sikur tahun ajaran 2017/2018?”

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran

berbasis masalah (Problem Based Learning) berbantuan media LKS berbasis


4

masalah terhadap hasil belajar kimia materi pokok Reaksi Oksidasi-Reduksi siswa

kelas X SMA Negeri 1 Sikur tahun ajaran 2017/2018.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Bagi siswa

a. Memberikan pengalaman pada siswa untuk melaksanakan pembelajaran

yang mandiri dan menantang.

b. Dengan efektifitas menggunakan model tersebut dapat meningkatkan

hasil belajar kimia

2) Bagi Guru

a. Memberikan alternative model pembelajaran untuk meningkatkan hasil

belajar kimia, khususnya materi reaksi oksidasi-reduksi.

b. Memberikan gambaran dan memperkaya model pembelajaran yang lebih

sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan siswa.

3) Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan alternatif untuk

menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran kimia di SMAN 1 Sikur.

4) Bagi Peneliti

a. Peneliti memperoleh jawaban dari permasalahan yang ada.


5

b. Peneliti memperoleh pengalaman yang menjadikan peneliti lebih siap

untuk menjadi guru kimia yang professional.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu dibatasi ruang lingkup

penelitian pada beberapa hal, diantaranya:

1) Model pembelajaran yang digunakan adalah model Problem Based

Learning dengan berbantuan media LKS berbasis masalah.

2) Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kimia dalam ranah

kognitif yaitu pemahaman siswa yang diukur dengan posttest pada materi

pokok oksidasi-reduksi yang dilakukan diakhir penelitian.

3) Subjek penelitian adalah siswa kelas X IPA semester genap SMAN 1

Sikur pada tahun ajaran 2017/2018.

1.6. Definisi Istilah dan Definisi Operasional

1) Model pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan diadopsi dari

penelitian Magdalena (2014) terdiri dari lima langkah yaitu orientasi siswa

terhadap masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing

pengalaman individual atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan

hasil karya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah.
6

2) Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis masalah merupakan lembar kerja

yang disusun dengan menyajikan suatu masalah yang berkaitan dengan

materi yang akan dipelajari, kemudian dilengkapi dengan pertanyaan-

pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah

sehingga siswa dapat mengetahui keterkaitan antara peristiwa yang terjadi

dengan konsep ilmiah yang mendasari terjadinya hal tersebut.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh

pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar siswa, maka diperlukan

beberapa landasan teoritis yang sesuai sebagai berikut:

2.1.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Menurut Ratnaningsih (2003) dalam jurnal Utomo (2013: 6) menyatakan

bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran

pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu

konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal

pembelajaran dengan tujuan untuk melatih siswa menyelesaikan masalah

dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah.

Menurut Tan, O. S. (2005) dalam jurnal Dewi (2013: 16) mengatakan

bahwa PBL adalah sebuah pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa dimana

permasalahan tidak terstruktur atau mengambang (ill structured) digunakan

sebagai titik awal memandu siswa berinkuiri dalam proses pembelajaran. PBL

tidak hanya sebatas proses pemecahan masalah, tetapi juga merupakan

pembelajaran konstruktivis yang mengangkat permasalahan dalam kehidupan

sehari-hari yang didalamnya terdapat aspek kegiatan inkuiri, self-directed


8

learning, pertukaran informasi, dialog interaktif, dan kolaborasi pemecahan

masalah.

Menurut Trianto (2007) dalam jurnal Siswanto (2012: 54) menjelaskan

bahwa Problem Based Learning (PBL) dikembangkan untuk membantu siswa

dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan keterampilan

intelektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk bertanggung jawab

pada proses pembelajaran mandiri sekaligus mengembangkan kemampuan

dalam memecahkan masalah. Salah satu ciri khas dari Problem Based Learning

(PBL) adalah adanya kerja sama antar siswa. Adanya kerjasama akan

mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Sedangkan menurut Nurhadi, 2004)

dalam jurnal Sahala (2010: 14) Model pembelajaran berbasis masalah adalah

suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan maslah dunia nyata sebagai

suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan

keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan

konsep esensial dari materi pelajaran.

Menurut Arifin (1995) dalam jurnal Pratiwi (2014: 41) Ada tiga ciri

utama pembelajaran berbasis masalah; (1) merupakan rangkaian aktivitas

pembelajaran,artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus

dilakukan peserta didik.Dalam pembelajaran berbasis masalah,menuntut

pesertadidik secara aktif terlibat berkomunikasi, mengembangkan daya pikir,

mencari dan mengolah data serta menyusun kesimpulan bukan hanya sekedar

mendengarkan, mencatat atau menghafal materi pelajaran; (2) aktivitas

pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Tanpa masalah


9

pembelajaran tidak akan terjadi; (3) pemecahan masalah dilakukan dengan

pendekatan berpikir ilmiah. Sedangakan menurut (Ibrahim dan Nur, 2000)

dalam artikel Reta (2012: 5) Model PBL memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(1) mengajukan pertanyaan atau masalah, (2) berfokus pada keterkaitan

antardisiplin, (3) penyelidikan autentik, (4) menghasilkan produk/karya dan

memamerkannya, dan (5) kerjasama.

2.1.2 Langkah-langkah Pembelajaran dalam Problem Based Learning (PBL)

Langkah-langkah praktis yang dilakukan dalam model pembelajaran

berbasis masalah yang dikemukakan oleh Suyanti (2010) adalah:

a. Menyadari masalah

Implementasi model pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan

kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Guru membimbing siswa pada

kesadaran adanya kesenjangan yang dirasakan manusia atau lingkungan sosial.

Kemampuan yang harus dicapai siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat

menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena

yang ada, siswa dapat menemukan kesenjangan lebih dari satu, tetapi guru harus

mendorong siswa agar menemukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk

dikaji, baik melalui kelompok besar atau kelompok kecil atau bahkan individual.

b. Merumuskan masalah

Bahan pelajaran dari bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan,

selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas dikaji. Rumusan masalah

sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan


10

kesamaan persepsi tentang masalah dan kaitan dengan data-data apa yang harus

dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Kemampuan yang diharapkan dari siswa

adalah siswa dapat menentukan prioritas masalah.

c. Merumuskan hipotesis

Proses berpikir ilmiah merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan

induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak

boleh ditinggalkan. Kemampuan siswa yang diharapkan adalah siswa dapat

menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan. Siswa diharapkan

dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah dengan cara

mengumpulkan data sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

d. Mengumpulkan data

Keberadaan data dalam proses ilmiah sangat penting, sebab menentukan

penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan

data yang ada. Siswa didorong untuk mengumpulkan data yang relevan.

Kemampuan siswa yang diharapkan adalah kecakapan siswa dalam menilai data

yang sesuai dan menyajikannya dengan menarik.

e. Menguji hipotesis

Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan hipotesis

mana yang diterima dan mana yang ditolak. Kemampuan siswa yang diharapkan

pada tahapan ini adalah kecakapan menelaah data sekaligus membahasnya untuk

melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji dan diharapkan siswa dapat

mengambil keputusan dan kesimpulan.

f. Menentukan pilihan penyelesaian


11

Menentukan pilihan penyelesaian ini merupakan akhir dari tahapan PBL.

Kemampuan siswa yang diharapkan pada tahapan ini adalah kecakapan siswa

dalam memilih alternatif penyelesaian masalah yang memungkinkan dapat

dilakukan serta memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan

dengan apa yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang terjadi pada

setiap pilihan.

Langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah yang telah

dipaparkan sebelumnya sangat baik untuk meningkatkan kualitas proses

pembelajaran, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Huang (2005)

bahwa 89,4 % siswa dari total 100 % siswa puas dan lebih interaktif dalam

pembelajaran dengan PBL sehingga hasil belajar mereka juga meningkat.

Menurut Magdalena (2014: 163), pembelajaran berbasis masalah merupakan

inovasi dalam pembelajaran, karena dalam pembelajaran berbasis masalah

kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasi melalui proses kerja

kelompok atau tim yang sistematis sehingga siswa dapat memberdayakan,

mengasah, menguji dan menngembangkan kemampuan berpikirnya secara

berkesinambungan. Penelitian yang dilakukan Magdalena (2014: 163)

menggunakan sintak pembelajaran berbasis masalah yang berbeda, yaitu: (1)

orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3)

membimbing pengalaman individual/kelompok, (4) mengembangkan dan

menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah.

Penelitian ini mengungkapkan fakta bahwa penerapan model Problem Based

Learning (PBL) membuat siswa lebih berpikir dari pada menghafal. Siswa
12

memahami pelajaran dengan lebih baik melalui diskusi, kreativitas dan hasil

belajar siswa juga mengalami peningkatan.

2.1.3 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis (Problem Based

Learning)

Kurniasih dan Sani (2015) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis

masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah:

a. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif siswa.

b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa.

c. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

d. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi

yang serba baru.

e. Mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

f. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan masalah yang telah ia

lakukan.

g. Membuat siswa belajar lebih bermakna dengan cara mengintegrasikan

pengetahuan dan keterampilan secara simultan serta mengaplikasikannya

dalam konteks yang relevan.

h. Menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja mandiri dan mengembangkan

hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Menurut Gijselaers (1996) dalam Wasonowati (2014: 68) Model PBL

dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain adalah: 1)


13

Pemecahan masalah yang diberikan dapat menantang dan membangkitkan

kemampuan berpikir kritis siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan suatu pengetahuan baru, 2) Pembelajaran dengan model PBL

dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa, 3) Model PBL dapat

meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan 4) Model PBL

dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan pengetahuan yang

mereka miliki ke dalam dunia nyata.

Selain memiliki keunggulan, menurut Kurniasih dan Sani (2015) model

pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya

adalah:

a. Model pembelajaran ini butuh pembiasaan, teknis pelaksanaanya cukup

rumit dan menuntut siswa dengan daya konsentrasi dan kreasi yang tinggi.

b. Pembelajaran harus dilakukan dalam waktu yang cukup lama, karena setiap

persoalan sedapat mungkin harus dipecahkan agar maknanya tidak

terpotong.

c. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka

untuk belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman

sebelumnya.

Menurut (Amir, 2009:27) dalam Gunantara (2014: 2) Kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan metode PBL memiliki beberapa manfaat

yang dipaparkan sebagai berikut. 1). Meningkatkan kecakapan siswa dalam

pemecahan masalah. 2). Lebih mudah mengingat materi pembelajaran yang


14

telah dipelajari. 3). Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi ajar. 4).

Meningkatkan kemampuannya yang relevan dengan dunia praktek. 5).

Membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama. 6). Kecakapan belajar

dan memotivasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

2.1.4 Pengertian Lembar Kerja Siswa

Menurut Astuti (2013: 91) dalam jurnal Wardani (2015: 26) Lembar Kerja

Siswa (LKS) merupakan panduan bagi siswa dalam memahami keterampilan

proses dan konsep-konsep materi yang sedang dan akan dipelajarai. Sedangkan

menurut Fadliana (2013: 159) menjelaskan bahwa LKS merupakan merupakan

jenis handoutyang dimaksudkan untuk membantu siswa belajar secara

terarah. Kedua media ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman siswa

dalam mempelajari materi dengan menggunakan metode PBL, sehingga siswa

memiliki rasa keingintahuan tinggi serta mampu memotivasi dan mendorong

keaktifan siswa dalam belajar.

Menurut Arsyad (2004: 29) dalam jurnal Rohaeti (2009: 3) mengatakan

Lembar kerja siswa sebagai sumber belajar dapat digunakan sebagai alternative

media pembelajaran. LKS termasuk media cetak hasil pengembangan teknologi

cetak yang berupa buku dan berisi materi visual.

Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis masalah merupakan lembar kerja

yang disusun dengan menyajikan suatu masalah yang berkaitan dengan materi

yang akan dipelajari, kemudian dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan yang

mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah sehingga siswa dapat


15

mengetahui keterkaitan antara peristiwa yang terjadi dengan konsep ilmiah yang

mendasari terjadinya hal tersebut.

2.1.5 Model Pembelajaran Langsung

Menurut Sudjana (dalam Suryanti, 2010) menyatakan bahwa “model

pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang menekankan

penyampaian materi dari guru kepada siswa”. Pembelajaran ini lebih

didominasi oleh guru dan siswa bersifat pasif selama pembelajaran

berlangsung.

Langkah-langkah pembelajaran konvensional menurut Kardi (dalam

Trianto, 2007: 30), adalah sebagai berikut:

Table 2.1 sintaks Pembelajaran Konvensional

Fase Kegiatan Guru


Fase 1 Guru menjelaskan TPK, informasi latar
Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa belakang pelajaran, pentingnnya pelajaran,
mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2 Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan
Mendemonstrasikan pengetahuan dan benar atau menyajikan informasi tahap demi
keterampilan tahap.
Fase 3 Guru merencanakan dan memberikan
Membimbing penelitian bimbingan pelatihan.
Fase 4 Mengecek apakah siswa telah berhasil
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan melakukan tugas dengan baik, memberi umpan
balik balik.
Fase 5 Guru mempersiapkan kesempatan melakukan
Memberikan kesempatan untuk pelatihan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus
lanjutan dan penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan
sehari-hari
16

Menurut Kardi dan Nur dalam ( Lubis dan Binari, 2010:191) mengatakan

bahwa:

Suatu pelajaran dengan model pengajaran langsung berjalan melalui

lima fase: (1) penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2)

pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang

keterampilan tertentu, (3) memberikan latihan terbimbing, ( 4) mengecek

pemahaman dan memberikan umpan batik, (5) memberikan latiham mandiri.

Menurut Anori, Putradan Asrizal (2013: 104) menyatakan kelebihan

model pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah: (1) Dapatmenjadi

cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif

singkat; (2) Dapat digunakan untuk menekankan poin penting atau kesulitan

yang mungkin dihadapi siswa; (3) Memungkinkan untuk menciptakan

lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa; dan (4) Dapat

bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara

langsung bagi siswa.

Menurut Anori, dkk. (2013:105 -105) dalam jurnal Multasyam (2016:

301). Adapun kelebihan model pembelajaran langsung sebagai berikut:

1. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam

waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh

siswa.

2. Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau

kesulitankesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut

dapat diungkapkan.
17

3. Memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mengancam

dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri,

dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa

berpartisipasi dan dipermalukan.

4. Dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia

secara langsung bagi siswa.

5. Dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan

yang terdapat diantara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi

(kenyataan yang mereka lihat).

2.1.6 Hasil Belajar

Menurut (Oemar Hamalik, 1994: 21) dalam Harsono (2009: 72) Belajar

adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang

dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman atau latihan.

Menurut Trianto (2011) dalam jurnal Azmi (2016: 89) Hasil belajar adalah

pola-pola perbuatan, nilainilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan. Menurut Sudjana (1989) dalam Multasyam (2016: 300)

mengatakan bahwa Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan

tingkah laku. Tinkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas

mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam

penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi kemampuan

dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting

sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya
18

memberi nialai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa

dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Dalam penilaian ini dilihat

sejauh mana keefektifan dan efesiensinya dalam mencapai tujuan pengajaran

atau perubahan tingkah laku siswa. Oleh sebab itu, penilaian hasil belajar dan

proses belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil merupakan akibat

dari proses.

Romizowski (1981) dari Pohan (2013: 68) menyatakan bahwa hasil belajar

diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan

dikelompokkan kepada empat kategori yaitu : fakta, konsep, prosedur, dan

prinsip. Fakta merupakan pengetahuan tentang objek nyata, asosiasi dari

kenyataan dan informasi verbal dari suatu objek, peristiwa, dan manusia.

Konsep adalah pengetahuan tentang seperangkat objek konkrit. Prosedur

merupakan pengetahuan tindakan demi tindakan yang bersifat linier dalam

mencapai suatu tujuan. Prinsip adalah pernyataan mengenai hubungan dari

dua konsep atau lebih.

Rahmat dalam Hamdani (2011) memaparkan kelebihan dan kelemahan

model pembelajaran langsung sebagai berikut:

a. Kelebihan model pembelajaran langsung

 Target belajar yang sangat spesifik kemungkinan dapat tercapai.

 Siswa dapat memahami pentingnya materi yang dipelajari

 Tujuan pembelajaran yang dirancang oleh guru dapat diklarifikasi oleh

siswa.

 Guru bisa mengukur materi yang telah dikuasai siswa secara cepat.
19

 Guru bisa menggunakan metode ini secara luas dimanapun.

 Cocok untuk menjelaskan fakta yang spesifik dan keterampilan dasar.

 Kreatifitas guru menjadi terarah.

b. Kekurangan/kelemahan model pembelajaran langsung:

 Guru perlu menyiapkan keterampilan komunikasi yang prima dan

pengorganisasian materi pelajaran dengan baik.

 Guru perlu merancang tiap tahap pembelajaran dan melaksanakannya

sebagaimana diharapkan.

 Efektivitas pengembangan keterampilan berpikir level tinggi siswa

terhambat.

 Sangat bergantung pada tingkat kesulitan materi serta kompetensi guru

 Materi pembelajaran yang akan disampaikan harus dikemas dengan

baik sebelum pembelajaran dilaksanakan.

2.2 Kerangka Berpikir

Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini memiliki

karakteristik utama, yaitu adanya suatu masalah yang menjadi fokus dalam proses

pembelajaran. Permasalahan yang diberikan memotivasi siswa untuk melakukan

pembelajaran, kemudian memunculkan rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa aktif

bertanya dan dapat mengungkapkan pendapatnya. Pembelajaran berbasis masalah

juga memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan percobaan yang

berkaitan dengan masalah tersebut, kegiatan ini mendorong siswa untuk terlibat

dalam proses pembelajaran, siswa belajar untuk mengamati proses makro yang
20

terjadi dan menuliskan hasil pengamatan dengan benar, siswa juga terlatih untuk

bekerja sama dan berdiskusi dengan sesama anggota kelompok untuk

memutuskan hasil pengamatan dan kesimpulan dari permasalahan yang diberikan.

Siswa juga dituntut untuk lebih kreatif dan mampu menghubungkan proses makro

yang diamati dengan konsep yang mendasarinya sehingga siswa mampu

menganalisis dan memecahkan masalah.

Melalui pembelajaran seperti ini, siswa mendapatkan pengalaman belajar

yang lebih bermakna karena siswa terlibat secara langsung dalam berbagai

tahapan pembelajaran. Siswa lebih bertanggung jawab untuk mengingat

pengetahuan yang diperoleh sehingga siswa dapat membangun pemahamannya

sendiri terhadap materi yang diajarkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.

Penjelasan kerangka berfikir dapat diamati pada Gambar 2.1.

Sintaks PBL (Magdalena,2014) Sikap Positif


Siswa
1)orientasi siswa pada masalah,
- Motivasi
2)mengorganisasi siswa untuk
belajar, - Aktif

3)membimbing pengalaman - Inisiatif


individual/kelompok,
- Kreatif
4)mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, - Bertanggung
5)menganalisis dan mengevaluasi
jawab
pemecahan masalah
21

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian. Hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah “Hipotesis dari penelitian ini yaitu model

pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media lks memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia pada materi pokok

reaksi redoks pada siswa kelas x SMA Negeri 1 Sikur Tahun Ajaran

2017/2018”.
22

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, yaitu

penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan (treatment) tertentu

(Sugiyono,2014). Penelitian eksperimen yang digunakan adalah quasi

experimental design. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2014). Jenis quasi

experimental design yang digunakan pada penelitian ini adalah nonequivalent

control group pretest-posttest design (Cozby, 2009).

Penelitian dilakukan pada dua kelas, yaitu kelas X A sebagai kelas

ekperimen dan kelas X B sebagai kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan adalah

penerapan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media LKS

pada kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung pada kelas kontrol.

Tahap awal penelitian dilakukan dengan pretest. Nilai pre-test kelas eksperimen

dan kelas kontrol digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada

kedua kelas sampel sebelum diberi perlakuan, sedangkan hasil post-test dari kelas

eksperimen dan kelas kontrol digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan

dalam hal ini hasil belajar siswa. Rancangan penelitian yang telah dilakukan dapat

diamati pada Tabel 3.2.


23

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest


Model Pembelajaran Problem Based Learning
Eksperimen Ya Ya
berbantuan media LKS Berbasis Masalah
Kontrol Ya Model Pembelajaran Langsung Ya
Sumber : Sugiyono, 2014

3.2 Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan populasi dan sampel, hal ini dilakukan untuk

menetapkan objek yang menjadi fokus pembahasan, deskripsinya sebagai berikut:

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2012). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 1 Sikur, yang berjumlah

178 orang dan tersebar dalam 4 kelas. Jumlah populasi dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 3.3. Data Populasi Siswa Kelas X SMAN 1 Sikur


Tahun Ajaran 2016/2017
No Kelas Jumlah Siswa
1 X1 44
2 X2 45
3 X3 45
4 X4 44
Jumlah 178

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi. Jenis sampel yang diambil harus

mencerminkan populasi. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012). Adapun teknik pengambilan sampel

(sampling) yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling


24

yaitu pemilihan sampel untuk populasi dalam unit kelas. Tehnik non-probability

sampling yang dimaksud adalah teknik purposive sampling, yaitu tehnik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016). Pertimbangan

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan pertimbangan dari guru

mata pelajaran kimia di SMAN 1 Sikur.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen tes. Materi

dalam penelitian ini adalah reaksi oskidasi dan reduksi dan bentuk tes yang

digunakan yaitu pilihan ganda untuk soal posttest. Butir soal disusun berdasarkan

kisi-kisi instrumen.

Menyusun kisi-kisi instrumen penelitian yang digunakan sesuai dengan

kompetensi dasar dan indikator yang ingin dicapai, dimana instrumen tersebut

akan digunakan sebagai tes hasil belajar pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Kisi-kisi instrumen dapat dilihat pada lampiran 1. Instrumen tes hasil belajar

dalam penelitian ini masing-masing memiliki 5 pilihan jawaban yaitu a, b, c, d,

dan e. Untuk pilihan jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan jawaban yang

salah diberi skor 0 (nol).


25

3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Terdapat tiga tahap utama yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu tahap

persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data.

3.4.1 Tahap Persiapan

Langkah yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain :

3.4.1.1 Melakukan observasi ke SMAN 1 Sikur

Observasi dilakukan untuk mengetahui segala informasi yang dibutuhkan

untuk mendukung terlaksananya penelitian guna mengidentifikasi masalah, seperti

data populasi, data nilai, dan kurikulum yang digunakan. Berdasarkan proses

observasi yang dilakukan di SMAN 1 Sikur sejak Bulan Oktober 2016, bahwa

pada sekolah tersebut terdapat 4 kelas dengan jumlah populasi sebanyak 178

orang. Sekolah tersebut menggunakan kurikulum 2013 pada proses pembelajaran

serta peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran kimia

untuk mengetahui cara pembelajaran yang diterapkan di kelas dan melakukan

wawancara terhadap siswa untuk mengetahui pendapat siswa mengenai sistem

pembelajaran di kelas. Mengambil data awal dari guru kimia di SMAN 1 Sikur

berupa nilai ulangan tengah semester (UTS) untuk keperluan teknik yang

digunakan dalam penelitian serta menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen.

3.4.1.2 Analisis Silabus dan Penyusunan RPP

Menganalisis silabus yang meliputi Kompetensi Inti (KI), Kompetensi

Dasar (KD) dan Indikator Pencapaian Pembelajaran,dan menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk kelas kontrol dan eksperimen. Sebelum


26

melakukan penyusunan RPP, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap silabus

mata pelajaran kimia materi yang diambil yaitu reaksi oksidasi-reduksi (redoks).

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Inti (KI) pada materi reaksi oksidasi-

reduksi yang akan dianalisis sehingga dapat dikembangkan indikator-indikator

pencapaian, uraian kegiatan belajar, penilaian, alokasi waktu, dan

sumber/bahan/alat belajar untuk setiap kegiatan pembelajaran. Setelah itu,

penyusunan RPP pun dilakukan dengan mengacu pada silabus yang telah

dianalisis terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil analisis silabus, diketahui bahwa alokasi waktu untuk

materi reaksi oksidasi dan reduksi adalah 6 kali pertemuan tatap muka dengan

setiap pertemuan 3 jam pelajaran sehingga total keseluruhan terdapat 15 jam

pelajaran.

3.4.1.3 Penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan diberikan pada kelas kontrol dan

kelas eksperimen. Lembar Kerja Siswa disusun berdasarkan indikator-indikator

pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan silabus dan RPP. RPP memuat

tahapan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) pada kelas eksperimen dan tahapan pembelajaran berdasarkan model

pembelajaran konvensional. Selain itu dibuat LKS untuk kelas ekperimen dan

kelas kontrol. LKS dibuat sesuai dengan materi yang diajarkan dan model yang

diterapkan. LKS juga memuat soal-soal diskusi yang akan diberikan kepada

siswa.
27

Perangkat pembelajaran (RPP, LKS dan silabus) yang telah disusun

divalidasi oleh dosen pembimbing skripsi yang dilakukan dengan

mengkonsultasikan secara rutin.

3.4.2 Tahap Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari sampai dengan awal 2017

di SMA Negeri 1 Sikur dengan sampel sebanyak 2 kelas. Kegiatan yang

dilakukan peneliti pada tahap ini yaitu melaksanakan kegiatan pembelajaran

dengan model Problem Based Learning (PBL) berbantuan media LKS berbasis

masalah pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan model konvensional

(metode ceramah) pada kelas kontrol. Sebelum melakukan proses pembelajaran,

guru telah mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan dibutuhkan dalam

mengajar seperti RPP dan LKS. Berikut ini merupakan rincian pelaksanaan

kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.

Tabel 3.3 Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran (Waktu: 3 x 45 menit)

Pertemuan Kelas X 2 Kelas X 3


ke- Materi Materi
1 Pre-test
Pre-test

Konsep oksidasi reduksi berdasarkan Konsep oksidasi reduksi berdasarkan


2 serah-terima electron serta pengikatan dan serah-terima electron dan pengikatan dan
pelepasan oksigen pelepasan oksigen

Bilangan oksidasi unsur dalam senyawa Bilangan oksidasi unsur dalam senyawa
3
atau ion. atau ion

Konsep oksidasi reduksi berdasarkan Konsep oksidasi reduksi berdasarkan


4
biloks, penentuan oksidator dan reduktor biloks, penentuan oksidator dan reduktor

5 Tata nama senyawa menurut IUPAC Tata nama senyawa menurut IUPAC

6 Posttest Posttest
28

3.4.3 Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan tahapan yang dilaksanakan pada akhir proses

pembelajaran. Tahap ini akan diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

setelah diberikan perlakuan yang berbeda. Evaluasi yang diberikan tersebut

bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diberikan perlakuan yang

berbeda. Pengumpulan data hasil belajar untuk ranah kognitif diperoleh dari tes

hasil belajar siswa dengan melakukan posttest. Tes hasil belajar berupa posttest

yang diperoleh akan diuji yaitu berupa uji normalitas, uji homogenitas, dan uji

hipotesis.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui metode

observasi, dokumentasi, dan tes.

3.5.1 Observasi

Cara paling efektif menggunakan metode observasi pada penelitian yaitu

melengkapinya dengan format pengamatan sebagai instrumen. Format yang

disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan

akan terjadi (Arikunto, 2010). Teknik observasi tentu saja membutuhkan observer

dalam pelaksanaannya. Observer dalam penelitian ini yaitu Ibu Salmi Sunarni

S.Pd selaku guru Kimia SMAN 1 Sikur dan Warni.


29

3.5.2 Dokumentasi

Dokumentasi ialah teknik yang dipergunakan untuk mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, majalah, dan

sebagainya (Arikunto, 2010). Teknik dokumentasi dipergunakan untuk

mengumpulkan berbagai ihwal yang diperlukan dalam perekontruksian penelitian,

seperti : data hasil belajar siswa selama penelitian. Peneliti melakukan metode

dokumentasi dimaksudkan untuk mendapat data awal siswa melalui wawancara

dengan guru kimia kelas X di SMAN 3 Mataram. Hasil yang diperoleh dari teknik

dokumentasi tersebut adalah jumlah siswa kelas X SMAN 3 Mataram, daftar

nama siswa dan nilai ulangan tengah semester.

3.5.2.1 Metode Tes

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan memberikan tes

untuk mendapatkan nilai hasil belajar siswa. Tes Hasil belajar bertujuan untuk

mendapatkan data terkait hasil belajar siswa yang menunjukan kemampuan siswa

setelah diberi perlakuan. Pengumpulan data hasil belajar untuk ranah kognitif

diperoleh dari tes hasil belajar siswa dengan melakukan pretest dan posttest.

3.6 Teknik Analisis Data

Data yang dianalisis, yakni hasil belajar yang diperoleh dari data tes hasil

belajar untuk mengetahui adanya pengaruh dari penggunaan model pembelajaran


30

Problem Based Learning berbantuan media LKS berbasis masalah. Penelitian ini

menggunakan beberapa teknik analisis data yang diuraikan sebagai berikut:

Adapun prosedur penganalisisan data dalam penelitian ini, sebagai berikut:

3.6.1 Uji Validitas Data

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa saja

yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012). Pengujian validitas instrumen dalam

penelitian ini menggunakan jenis validitas konstruk dan validitas isi. Validitas

konstruk dilakukan oleh guru mata pelajaran kimia sebagai validator. Hasil dari

validitas konstruk berupa validitas isi yang mengacu kepada isi butir soal secara

keseluruhan yang terdapat dalam instrumen.

3.6.1.1 Validasi Isi (Content Validity)

Salah satu statistik yang menunjukkan validitas isi item adalah

sebagaimana yang diusulkan oleh Aiken (1985) dalam Azwar (2013). Aiken telah

merumuskan formula Aiken’s V untuk menghitung content validity coefficient

yang didasarkan pada hasil penilaian orang terhadap suatu item dari segi sejauh

mana item tersebut mewakili konstruk yang diukur. Dalam hal ini, mewakili

konstruk yang diukur berarti item bersangkutan adalah relevan dengan indikator

keperilakuannya, karena indikator keperilakuan adalah penerjemah operasional

dari atribut yang diukur. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan angka

antara 1 (sangat tidak mewakili atau sangat tidak relevan) sampai 4 (sangat

mewakili atau sangat relevan).

Statistik Aiken’s V dirumuskan sebagai:


31

V =  s / [n(c-1)] (3.1)

Keterangan :
s = r – lo
lo = Angka penilaian validitas terendah
c = Angka penilaian validitas tertinggi
r = Angka yang diberikan oleh penilai
(Azwar, 2013)

3.6.1.2 Validitas Butir Soal

Sebuah tes dikatakan valid bila tes itu dapat mengukur apa yang hendak

diukur. Dalam penelitian ini validitas butir soal di hitung menggunakan rumus

korelasi point biserial (Arikunto, 2010).

𝑀𝑝 − 𝑀𝑡 𝑝
𝛾𝑝𝑏𝑖𝑠 = √
𝑆𝑡 𝑞

Keterangan:
𝛾𝑝𝑏𝑖𝑠 = koefisien korelasi point biserial
Mp = mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul item yang
dicari validitasnya
Mt = mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut test)
St = standar deviasi dari skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar

𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟


(p= )
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

q = proporsi siswa yang menjawab salah


( q = 1-p )

Suatu butir instrumen dikatakan valid jika rhitung > rtabel sebaliknya jika

rhitung ≤ rtabel maka butir soal dapat dikatakan tidak valid.


32

3.6.1.3 Uji Reliabilitas

Data dikatakan reliabel jika data tersebut memang benar dan sesuai

kenyataannya dan dapat memberikan hasil yang sama berapa kalipun diambil.

Reliabilitas soal tes dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan rumus K-R.20

yaitu (Arikunto, 2010):

 n   S   pq 
2

r11 
 

 n 1   S2 

Keterangan:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
n = banyaknya butir soal
S = standar deviasi skor total
p = proporsi siswa yang menjawab item dengan benar
q = proporsi siswa yang menjawab item dengan salah
∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
Adapun kriteria realibilitas soal sesuai dengan tabel 3.3 (Arikunto,2013).

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas Soal

Harga r Keterangan
0,00 – 0,20 Sangat rendah
0,21 – 0,40 Rendah
0,41 – 0,60 Sedang
0,61 – 0,80 Tinggi
0,81 – 1,00 Sangat tinggi

3.6.2 Uji Homogenitas Varians

Data yang akan diolah dengan rumus uji-t harus diuji homogenitasnya

terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kedua sampel homogen atau tidak.

Homogenitas sampel dimaksudkan untuk menegaskan bahwa kedua kelas yang

dijadikan sampel penelitian adalah homogen.

Homogenitas sampel dicari dengan menggunakan rumus uji F yaitu:

(Sugiyono, 2012) :
33

𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹=
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Varians masing-masing kelas diperoleh dengan rumus:

2
 

 X X
 
S2 
n 1

Keterangan:
F = indeks homogenitas yang dicari
S2 = varians
X = nilai siswa

X = rata-rata
n = jumlah sampel

Nilai F hitung dan F tabel dibandingkan pada taraf signifikan 5%. Data

dikatakan homogen jika F hitung < F tabel.

3.6.3 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui teknik statistik uji hipotesis

yang dapat digunakan oleh peneliti. Jika data tidak normal, maka statistik

parametris tidak dapat digunakan. Statistik yang perlu digunakan adalah statistik

nonparametris jika datanya tidak normal. Uji normalitas data dapat dihitung

dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat, yaitu (Sugiyono, 2014):

(𝑓𝑜 − 𝑓ℎ )2
𝜒2 = ∑
𝑓ℎ

Keterangan:
χ2 = Chi Kuadrat
fo = frekuensi yang diobservasi
𝑓ℎ = frekuensi yang diharapkan
34

Kaidah keputusannya adalah data akan terdistribusi normal apabila χ2hitung

≤ χ2tabel pada taraf signifikan yang digunakan sebesar 5%.

Bila harga Chi Kuadrat hitung lebih kecil dari pada harga Chi Kuadrat

tabel, maka distribusi data dinyatakan normal, dan bila harga Chi Kuadrat hitung

lebih besar dari pada harga Chi Kuadrat tabel maka data dinyatakan tidak normal.

3.6.4 Uji hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan atau untuk

membuktikan hipotesis yang diajukan. Uji hipotesis dihitung menggunakan data

pretest dan posttest untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara kedua sampel

setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas, data

yang diperoleh memenuhi uji asumsi yakni data terdistribusi normal dan

homogen, maka uji hipotesis digunakan statistik uji anakova. Uji anakova

dilakukan untuk menguji hipotesis apakah hasil belajar siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media LKS

berbasis masalah memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil

belajar kimia kelas X SMAN 1 Sikur.

Anakova atau analysis of covariances adalah analisis statistik yang

merupakan teknik statistik untuk uji beda multivariate yang merupakan perpaduan

antara analisis regresi dengan analisis varian (Anava) (Subana, 2000).

Alasan peneliti menggunakan uji anakova karena rancangan penelitian

yang digunakan adalah quasi experimental yaitu Control Group Pretest-Posttest


35

Design. Kedua kelompok kelas tidak ekuivalen atau tidak sama. Adapun langkah

dalam uji anakova sebagai berikut:

1) Menghitung jumlah kuadrat total (Jkt) pada keriterium, kovariabel, dan produk

XY.

a) Kriterium (Y)

(∑𝑌𝑡)2
JktY = ∑𝑌𝑡 2 − 𝑁

b) Kovariabel (X)

(∑𝑋𝑡)2
𝐽𝑘𝑡𝑋 = ∑𝑋 2 𝑡 −
𝑁

c) Produk (XY)

(∑𝑋𝑡)(∑𝑌𝑡)
𝐽𝑘𝑡𝑋𝑌 = ∑𝑋𝑡 𝑌𝑡 −
𝑁

2) Menghitung jumlah kuadrat dalam kelompok (Jkd) pada kriterium, kovariabel

dan produk XY.

a) Kriterium (Y)

(∑𝑌1)2 (∑𝑌2)2
2
(∑𝑌𝑘)2
𝐽𝑘𝑑𝑌 = ∑𝑌𝑡 − [ + + ⋯+ ]
𝑛1 𝑛2 𝑛𝑘

b) Kovariabel (X)

2
(∑𝑋1)2 (∑𝑋2)2 (∑𝑋𝑘)2
𝐽𝑘𝑑𝑋 = ∑𝑋 𝑡 − [ + +⋯+ ]
𝑛1 𝑛2 𝑛𝑘

c) Produk (XY)

(∑𝑋1)(∑𝑋2) (∑𝑋2)(∑𝑌2) (∑𝑋𝑘)(∑𝑌𝑘)


𝐽𝑘 = ∑𝑋𝑡 𝑌𝑡 − [ + +. +
𝑛1 𝑛2 𝑛𝑘

3) Menghitung kuadrat residu (Jkres) total, dalam dan antar kelompok

a) Jumlah kuadrat residu total kelompok (Jkrest)


36

(𝐽𝑘𝑡𝑋𝑌 )2
𝐽𝐾𝑟𝑒𝑠𝑡 = 𝐽𝑘𝑡𝑌 −
𝐽𝑘𝑡𝑥

b) Jumlah kuadrat residu dalam kelompok (Jkresd)

(𝐽𝑘𝑑𝑋𝑌 )2
𝐽𝑘𝑟𝑒𝑠𝑑 = 𝐽𝑘𝑑𝑌 −
𝐽𝑘𝑑𝑋

c) Jumlah kuadrat residu antar kelompok (Jkresa)

Jkresa= Jkrest - Jkresd

d) Menghitung derajat kebebasan (db) total, dalam dan antar kelompok

a) dbt = N-2
b) bda = K -1
c) dbd = N-K-1
4) Menentukan varian residu dengan menghitung rata-rata kuadrat residu antar

kelompok (Rkresa) dan dalam kelompok (Rkresb).

a) Rata-rata kuadrat residu antar kelompok (Rkresa)

𝐽𝑘𝑟𝑒𝑠𝑎
𝑅𝑘𝑟𝑒𝑠𝑎 = 𝑑𝑏𝑎

b) Rata-rata kuadrat residu dalam kelompok (Rkresd)

𝐽𝑘𝑟𝑒𝑠𝑑
𝑅𝑘𝑟𝑒𝑠𝑑 = 𝑑𝑏𝑑

c) Menghitung rasio F residu (F)


𝑅𝐾𝑟𝑒𝑠
F = 𝑅𝐾𝑟𝑒𝑠𝑎
𝑑

You might also like