You are on page 1of 11

Pengembangan Modul Kimia Materi Sistem Koloid Berbasis Problem Based

Learning (PBL) di Kelas XI MIPA 4 SMA

Ulfa Zuaimah Baroro1, A. Rachman Ibrahim2, Effendi3


Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM 32 Inderalaya Ogan Ilir 30662, Telp. 580058
Email: ulfabaroro72@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan modul kimia materi
sistem koloid berbasis Problem Based Learning yang valid dan praktis. Model pengembangan yang digunakan adalah
model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) dan dievaluasi dengan metode evaluasi
formatif Tessmer. Tahapan evaluasi formatif Tessmer dalam penelitian ini meliputi self evaluation, expert review, one-
to-one dan small group. Analisis data uji kevalidan dan praktisan menggunakan uji validitas aiken. Uji validasi pada
tahap expert review menghasilkan rata-rata nilai koefisien Aiken sebesar 0,86 dengan katagori tinggi (sangat valid).
Rata-rata nilai koefisien Aiken uji praktisan pada tahap one-to-one sebesar 0,89 dengan kategori tinggi (sangat praktis)
dan small group memperoleh nilai 0,77 dengan kategori tinggi (sangat praktis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
modul kimia materi sistem koloid berbasis problem based learning tergolong valid, praktis

Kata-kata kunci:Penelitian Pengembangan, Modul Kimia, Problem Based Learning, Sistem Koloid

ABSTRACT
This research is a development research. This research aimsto produce chemical modules of colloidal system on
Problem Based Learning which is valid and practical. The development model used was the ADDIE (Analysis, Design,
Development, Implementation, Evaluation) model and was evaluated by Tessmer's formative evaluation method.
Tessmer formative evaluation stages in this study include self-evaluation, expert review, one-to-one and small group.
Analysis data of validity test and practicality test used Aiken test. Aiken’s average coefficient of validity test in expert
review phase is 0,86 with high category (very valid). The average value of the Aiken coefficient is practical at the one-
to-one stage of 0.89 with the high category (very practical) and the small group obtaining the value of 0.77 with the
high category (very practical).. The overall research results showed chemical modules of colloidal system on Problem
Based Learning are valid, practical.

Keywords:Development Research, Chemical Module, Problem Based Learning, Colloidal System

PENDAHULUAN yang membimbing siswa untuk menguasai 3


Pendidikan memegang peranan yang kompetensi yaitu sikap, pengetahuan, dan
sangat penting bagi perkembangan suatu bangsa. keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor).
Berbagai upaya dilakukan oleh setiap negara Dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan
untuk memperbaiki kualitas pendidikannya. dapat menguasai ketiga kompetensi tersebut
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun sebagai bentuk hasil selama proses belajar.
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Ketercapaian hasil belajar dari kompetensi
pendidikan nasional berfungsi untuk kognitif, afektif, dan psikomotor ini
mengembangkan kemampuan dan membentuk menggambarkan kualitas yang seimbang antara
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat pencapaian hard skills dan soft skills (Kusuma,
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 2013). Sistem kurikulum 2013 menggunakan
Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan di sistem pendekatan scientific learning dengan
Indonesia adalah dengan pemberlakuan empat model pembelajaran yaitu discovery,
kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013 diamatkan inquiry, problem based learning (PBL) dan
proses pembelajaran menuntut siswa untuk lebih project based learning (PJBL) (Sariono, 2013).
aktif, mandiri dan berfikir kritis dalam Pendekatan dan model pembelajaran yang ada
mempelajari setiap cabang ilmu (Komara, 2014). dalam kurikulum 2013 menginginkan agar siswa
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum mampu belajar secara mandiri serta proses
1
pembelajaran tidak lagi teacher center melainkan pada ulangan harian pertama, peserta didik yang
student center. Oleh karena itu, siswa diharapkan mendapatkan nilai dibawah KKM yaitu 75
dapat berperan aktif selama proses pembelajaran sebanyak 30 orang (66,66%) dari 45 peserta didik.
berlangsung. Guru menyatakan bahwa metode yang digunakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan dalam pembelajaran kimia masih menggunakan
guru SMA N 2 Kayuagung dan hasil angket siswa model pembelajaran biasa seperti ceramah,
kimia adalah mata pelajaran yang dianggap sulit diskusi, latihan soal, tanya jawab, studi pustaka
oleh siswa. Materi sistem koloid merupakan dan model pembelajaran kooperatif dan sudah
materi pelajaran yang diajarkan di kelas XI pernah menerapkan model Problem Based
SMA/MA jurusan IPA. Materi sistem koloid Learning tetapi hanya pada materi yang dianggap
membutuhkan daya hafalan dan pemahaman yang bisa atau peserta didik mampu melaksanakannya
cukup.Materi sistem koloid sangat erat kaitannya saja. Guru juga menyatakan bahwa tidak semua
dengan permasalahan – permasalahan yang ada peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran,
dalam kehidupan sehari – hari.Penerapan sifat – sebagian hanya mendengarkan (pasif). Guru
sifat sistem koloid banyak kita jumpai dalam belum pernah menggunakan modul dalam proses
bidang industri pertanian maupun pembelajaran kimia, bahan ajar yang digunakan
kedokteran.Sehingga materi sistem koloid adalah buku paket kurikulum 2013 tetapi hanya
menjadi sangat penting untuk dipelajari dan beberapa siswa saja yang mempunyai buku. Guru
dipahami, bukan hanya sekedar untuk dihafalkan. juga berpendapat bahwa ingin mempunyai bahan
Dalam kenyataannya, siswa hanya dituntut oleh ajar seperti modul yang isinya sesuai dengan
guru untuk sekedar menghafal tanpa menuntut kurikulum, Kompetennsi Dasar, relevan dengan
siswa memahami materi tersebut secara kehidupan sehari-hari, bahasanya mudah diserap
mendalam dengan cara menghubungkan materi peserta didik sehingga peserta didik bisa belajar
dengan permasalahan sehari – hari. Materi mandiri. Dari angket yang saya sebarkan ke 37
pembelajaran yang disampaikan belum bersifat dari 45 peserta didik di kelas XI MIPA 4
kontekstual maksudnya materi koloid yang sebanyak 54,05% menyatakan bahwa mata
disampaikan belum sepenuhnya dikaitkan dengan pelajaran kimia sulit dipelajari, kemudian 45,95%
permasalahan atau fakta yang terjadi dalam menyatakan bahwa bahan ajar yang digunakan
kehidupan sehari-hari sehingga menyebabkan dalam proses pembelajaran kurang menarik,
peserta didik masih sulit dalam memahami kreatif dan inovatif. Dan sebanyak 89,19%
konsep materi koloid.Materi ini tidak hanya menyatakan bahwa menginginkan bahan ajar
membutuhkan suatu model pembelajaran yang yang lebih menarik dari segi tulisan, warna dan
tepat agar siswa dapat menguasai konsep akan kreativitas.
tetapi juga dibutuhkan suatu bahan ajar yang Menurut Trianto (2007: 68) PBL
dapatmembuat siswa menguasai konsep dan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
aplikasi koloid dalam kehidupan sehari – hari. berfokus pada siswa dengan menggunakan
Solusi dari hal tersebut maka pembelajaran harus masalah dalam dunia nyata yang bertujuan untuk
dikemas dalam sebuah model pembelajaran yang menyusun pengetahuan siswa, melatih
menarik dan juga dapat membuat siswa lebih kemandirian dan rasa percaya diri, dan
berperan secara aktif dalam pembelajaran kimia. mengembangkan keterampilan berpikir siswa
Problem Based Learning (PBL) merupakan dalam pemecahan masalah. Menurut Devi, dkk.,
model pembelajaran yang dapat dijadikan (2014) PBL tidak hanya sebatas proses
alternatif pilihan.Untuk membantu guru dalam pemecahan masalah, tetapi juga merupakan
menerapkan model PBL dapat digunakan bahan pembelajaran konstruktivis yang mengangkat
ajar berupa modul agar siswa lebih aktif dan permasalahan dalam kehidupan sehari – hari yang
mandiri dalam belajarnya (Seftiana, Tri Amallia, didalamnya terdapat aspek kegiatan inkuiri, self-
2015). Modul koloid yang berbasis PBL ini belum directed learning, pertukaran informasi, dialog
tentu bisa digunakan di sekolah lain dikarenakan interaktif, dan kolaborasi pemecahan masalah.
modul tersebut harus diujicobakan terlebih dahulu Model PBL bercirikan penggunaan masalah
serta kurikulum yang digunakan di sekolah harus kehidupan nyata sebagai suatu yang harus
sesuai dan mengacu kepada pembelajaran yang dipelajari dan pembelajarannya lebih melibatkan
berbasis PBL. siswa. Apabila siswa mencari, mengolah dan
Berdasarkan hasil wawancara dengan menyimpulkan sendiri masalah yang dipelajari
guru kimia di SMA Negeri 2 Kayuagung, hasil maka pengetahuan yang didapatkan akan lebih
belajar kimia kelas XI kurang memuaskan karena lama melekat dipikiran. Penelitian yang dilakukan

2
Trihatmo, dkk., (2012) menunjukan bahwa
penerapan model PBL efektif untuk METODE PENELITIAN
meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk Jenis penelitian ini adalah penelitian
memenuhi bahan ajar dan model pembelajaran
pengembangan (Development Research) dengan
yang dapat meningkatkan peran aktif siswa, maka
dapat disusun bahan ajar berupa modul yang model ADDIE dan evaluasi formatif Tessmer.
diintegrasikan dengan model PBL. Modul kimia Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
berbasis PBL menjadikan masalah sebagai kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 2 Kayuagung.
konteks dan penggerak bagi siswa untuk belajar. Penelitian ini dilaksanakan pada semester
Modul berbasis masalah akan memotivasi siswa genap tahun ajaran 2017/2018 di kelas XI MIPA 4
untuk belajar, membentuk pemahaman SMAN 2 Kayuagung.
pendalaman pada setiap pelajaran, dan Prosedur Penelitian
meningkatnya keterampilan aspek kognitif, Metode penelitian yang digunakan dalam
pemecahan masalah, kerja kelompok, komunikasi, penelitian ini adalah metode penelitian
dan berpikir kriris (Kurniawati & Amarlita, pengembangan. Model pengembangan yang
2013). digunakan peneliti dalam mengembangkan
Hasil penelitian pengembangan modul produk menggunakan model ADDIE dan Evaluasi
yang dilakukan oleh Febriana, Beta Wulan, dkk., Formatif Tessmer.
(2014) mengemukakan bahwa modul kimia Analysis (Analisis)
berbasis PBL layak digunakan dalam proses Pada tahap ini, peneliti melakukan
pembelajaran yakni pada uji skala kecil dengan identifikasi yang bertujuan untuk mendapatkan
nilai 3,46; dan uji skala luas 3,52. Modul kimia informasi tentang masalah atau hambatan yang
berbasis PBL efektif untuk meningkatkan prestasi dihadapi oleh sekolah dan peserta didik pada
belajar aspek kognitif siswa. Kurniawati, Ivatul pembelajaran. Identifikasi ini meliputi:
Laily & Amarlita, Dhamas Mega (2013) wawancara, angket, identifikasi bahan ajar,
mengemukakan bahwa rata – rata hasil belajar analisis kompetensi inti dan kompetensi dasar,
siswa lebih tinggi setelah dilakukan pembelajaran analisis karakteristik siswa, dan analisis materi.
dengan menggunakan bahan ajar berbasis masalah Design (Desain/Perancangan)
dibandingkan sebelum pembelajaran Pada tahap desain ini dilakukan pemilihan
menggunakan bahan ajar berbasis masalah. materi ajar dan menetapkan masalah-masalah
Sunaringtyas, Kristianita, dkk., (2015) yang akan disusun dalam bahan ajar berbentuk
mengemukakan bahwa; (1) pengembangan modul modul yang berbasis Problem Based Learning
kimia berbasis masalah menghasilkan modul (PBL).
kimia yang telah direvisi berdasarkan saran dan Development (Pengembangan)
masukan dari konsultan ahli modul, validator Pada tahap ini produk mulai
modul dan telah diujicobakan kepada calon dikembangkan yaitu modul berbasis Problem
pengguna modul, (2) modul kimia problem based Based Learning (PBL) menggunakan model
learning layak digunakan dalam proses pengembangan ADDIE dan evaluasi formatif
pembelajaran, (3) modul kimia problem based tessmer. Dalam tahap ini ada beberapa langkah
learning efektif untuk meningkatkan hasil belajar dari evaluasi formatif tessmer yang harus
pengetahuan, keterampilan dan sikap. dilakukan yaitu : expert review, uji one to one, uji
Tujuan dalam penelitian ini adalah small group.
Implementation (Implementasi/Eksekusi)
menghasilkan modul materi sistem koloid di kelas
XI MIPA 4 SMAN 2 Kayuagung berbasis PBL Tidak dilakukan implementasi ADDIE
(Problem Based Learning) yang valid dan praktis. tetapi menggunakan evaluasi formatif tessmer
Penelitian ini diharapkan dapat karena cara mengevaluasinya lebih terstruktur.
memberikan manfaat (1) Bagi sekolah dapat Evaluation (Evaluasi/ Umpan Balik)
dijadikan salah satu indikator peningkatan mutu Evaluasi pada tahap ADDIE tidak
pembelajaran. (2) Bagi guru sebagai salah satu dilakukan yang dilakukan adalah evaluasi formatif
alternatif media dalam proses belajar mengajar. Tessmer. Evaluasi ini lakukan dengan cara
(3) Bagi siswa dapat meningkatkan hasil belajar, melakukan uji coba (expert review, one to one,
mengatasi kesulitan dalam belajar kimia sehingga dan small group). Dibawah ini penjelasan dari
muncul ketertarikan untuk memperlajari kimia. masing-masing tahapan evaluasi formatif
(4) Bagi peneliti lain sebagai acuan dalam rancangan Tessmer :
melakukan penelitian yang relevan.

3
Self Evaluation Aiken’s berdasarkan hasil penilaian dari para ahli
Pada tahap ini dilakukan penilaian sendiri dan siswa terhadap suatu item. Rumusan untuk
terhadap prototype I yang akan dikembangkan ∑𝑠
sebelum masuk ke tahapan validasi tim ahli dan menghitung skor validasi adalah 𝑣 =
𝑛 (𝑐−1)
uji coba produk. Keterangan : s = r – Io
Expert Review Io = angka penilaian validasi yang rendah
Pada tahap expert review dilakukan (misalnya 1)
validasi atau uji kelayakan terhadap prototype c = angka penilaian validasi yang tinggi (misalnya
yang telah dilakukan pada tahap pengembangan. 5)
Uji validasi yang dilakukan berupa validasi r = angka yang diberikan oleh penilai
materi, validasi pedagogik, dan validasi desain
yang kemudian diujikan oleh para ahli di Nilai koefisien Aiken’s V berkisar antara 0-1.
bidangnya masing-masing atau validatornya. Adapun kategori Koefisien Aiken’s V adalah
One-to-One sebagai berikut.
Pada tahap one to one dilakukan untuk Tabel 1 Kategori Koefisien Aiken’s V
melihat kepraktisan dari produk yang diuji Rerata Kategori
cobakan kepada 3 orang siswa. Pada tahap ini 0,68 – 1,00 Tinggi
angket disebarkan untuk mengetahui penilaian
mereka terhadap prototype 1. Hasil revisi pada 0,34 – 0,67 Sedang
tahap ini digunakan sebagai prototype 2. 0,00 – 0,33 Rendah
Small Group
Prototype kedua kemudian diujicobakan
kepada kelompok kecil (small group) yang terdiri HASIL DAN PEMBAHASAN
dari sembilan orang peserta didik yang memiliki Hasil
karakteristik yang heterogen.Pada tahap small Penelitian yang dilakukan adalah
group peserta didik diminta untuk menilai modul penelitian pengembangan (development research).
yang sudah dirancang dan memberikan komentar Model pengembangan yang digunakan dalam
serta saran dalam pengembangan modul penelitian ini adalah model ADDIE yang
ini.Berdasarkan saran dan komentar peserta didik dimodifikasi dengan evaluasi formatif Tessmer.
kemudian produk direvisi dan produk yang Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah
dihasilkan berupa prototype 3. modul pembelajaran kimia berbasis Problem
Teknik Pengumpulan Data Based Learnig untuk pembelajaran sistem koloid
Expert Review di kelas X yang telah memenuhi kriteria valid dan
Pada tahap ini dilakukan untuk praktis. Model pengembangan ADDIE ini terdiri
mengetahui tentang kevalidan dari modul berbasis dari 5 tahapan yakni : tahap analysis (analisa),
Problem Based Learning. Validasi modul design (desain), development (pengembangan),
dilakukan oleh dosen ahli yang terdiri dari 2 ahli implementation (implementasi), dan evaluation
materi, 2 ahli pedagogik dan 2 ahli desain. (evaluasi). Hasil dari masing-masing tahap akan
Angket Kepraktisan disajikan dibawah ini :
Angket atau kuisioner yang diberikan Analysis (Analisa)
bertujuan untuk mengetahui tingkat kepraktisan Pada tahap ini dilakukan analisis
dari modul yang dikembangkan. Diberikan pada kebutuhan, analisis kurikulum dan analisis
tahap one-to-one yaitu kepada tiga orang siswa karakteristik peserta didik. Hasil analisis
dengan satu orang berkemampuan tinggi, satu diperoleh melalui wawancara dengan guru kimia
orang berkemampuan sedang dan satu orang kelas XI SMA Negeri 2 Kayuagung. Dari hasil
berkemampuan rendah.Pada tahap small group wawancara dengan guru didapatkan hasil bahwa
diberikan kepada sembilan orang siwa yang terdiri bahan ajar yang digunakan buku paket kurikulum
dari tiga orang siswa berkemampuan tinggi, tiga 2013 tetapi hanya beberapa peserta didik saja
orang berkemampuan sedang dan tiga orang yang mempunyai bukusehingga mengakibatkan
berkemampuan rendah. Angket diisi oleh siswa peserta didik tidak terlibat aktif dalam
ketika mereka telah selesai melihat dan pembelajaran.
mempelajari modul tersebut. Hasil analisis kurikulum dilihat dari
Teknik Analisa Data perangkat pembelajaran di SMA Negeri 2
Hasil uji pada tahap expert review, one to Kayuagung, bahwasanya sekolah tersebut sudah
one dan small group dianalisis dengan rumus menggunakan kurikulum 2013. Materi koloid

4
merupakan topik yang mempelajari tentang

5
kehidupan sehari-hari.Topik koloid dalam (BSNP) yang telah dimodifikasi, dan angket uji
kurikulum 2013 kimia yang diajarkan di kelas X kepraktisan.
terdapat dalam kompetensi dasar 3.15. yaitu Implementation (Implementasi/Eksekusi)
sistem Koloid, jenis koloid, sifat koloid dan Tidak dilakukan implementasi ADDIE
pembuatan koloid dan peranan koloid dalam tetapi menggunakan evaluasi formatif tessmer
kehidupan sehari-hari. karena cara mengevaluasinya lebih terstruktur.
Berdasarkan hasil analisis karakteristik Evaluation (Evaluasi/ Umpan Balik)
peserta didik dari angket yang diberikan kepada Evaluasi pada tahap ADDIE tidak
peserta didikdiketahui bahwa sebanyak 54,05% dilakukan yang dilakukan adalah evaluasi formatif
peserta didik menyatakan bahwa mata pelajaran Tessmer. Evaluasi ini lakukan dengan cara
kimia sulit dipelajari. 45,95% menyatakan bahwa melakukan uji coba (expert review, one to one,
bahan ajar yang digunakan dalam proses dan small group). Dibawah ini penjelasan dari
pembelajaran kurang menarik, kreatif dan masing-masing tahapan evaluasi formatif
inovatif. Tessmer:
Design (Perancangan)
Self Evaluation
Tahap perancangan ini dilakukan dengan
Penilaian mandiri dilakukan dengan
mengembangkan produk awal yang berupa bahan
mengkoreksi sendiri draft modul yang telah dibuat
ajar berbasis Problem-Based Learning. Dalam
dengan meminta saran dan kritik dari dosen
proses ini akan dilakukan analisa Rencana
pembimbing serta teman sejawat. Hasil revisi dari
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dari hasil
tahap self evaluation ini menghasilkan prototype
analisis RPP modul yang dikembangkan terdiri
I.
dari tiga sub materi yaitu : sistem dispersi dan
Expert Review
pengelompokkan sistem koloid, sifat-sifat koloid,
Peneliti melakukan validasi terhadap
pembuatan koloid, ketiga sub materi tersebut akan
prototype I kepada para ahli atau validator dengan
dibagi ke dalam tiga kegiatan belajar (tiga kali
meminta komentar dan saran sebagai bahan untuk
pertemuan), perumusan indikator dilakukan agar
perbaikan prototype I. Validator prototype I terdiri
tuntutan kompetensi yang dijadikan standar secara
dari dua orang ahli materi, dua orang ahli
nasional dapat terpenuhi, dalam tahap ini peneliti
pedagogik, dan dua orang ahli desain. Validasi
merumuskan indikator sesuai dengan tujuan
dilakukan hingga validator menyatakan bahwa
pembelajaran kimia materi sistem koloid yang
produk yang dikembangkan telah layak atau valid
sesuai dengan RPP kimia sistem koloid, pada
untuk diujicobakan. Hasil dari ketiga validasi
modul yang dikembangkan terdapat delapan
materi, pedagogik, dan desain dirata-ratakan
indikator, dan tujuan pembelajaran pada modul
untuk melihat nilai dan kategori dari ketiga aspek.
juga terdapat delapan tujuan pembelajaran, serta
Rekapitulasi hasil uji validasi Expert Review
menyusun instrumen evaluasi validasi.
dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Development (Pengembangan)
Tahap pengembangan merupakan tahap
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Uji Validasi Tahap
dimana peneliti menentukan materi pokok dan
Expert Review
mengembangan topik. Peneliti kemudian
Validasi Koefisien Aiken (V) Kategori
melakukan penyusunan draft. Draft penyusunan
modul dapat memudahkan peneliti dalam Materi 0,92 Tinggi
membuat prototype. Adapun draft susunan modul Pedagogik 0,8375 Tinggi
terdiri dari cover/halaman sampul, kata pengantar, Desain 0,8333 Tinggi
pendahuluan, petunjuk penggunaan modul, isi Rata-rata 0,8636 Tinggi
modul, dan daftar pustaka. Peneliti mempersiapan
buku-buku maupun jurnal yang berkaitan dengan One-to-One
materi sistem koloid serta masalah-masalah yang Pada tahap ini, prototype 1 dilakukan uji
akan dimuat dalam modul. Peneliti kemudian coba kepada tiga peserta didik kelas XI yang
merangkum materi sistem koloid ke dalam modul. dipilih berdasarkan kemampuan pada pelajaran
Peneliti juga merancang wacana sebagai orientasi kimia yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Peserta
peserta didik ke dalam masalah yang berkaitan didik diminta untuk memberikan komentar dan
dengan kehidupan sehari-hari.Pada tahap saran sebagai bahan perbaikan modul yang
pengembangan, peneliti juga membuat instrumen dikembangkan. Hasil dari angket kepraktisan ini
validasi berdasarkan instrumen penilaian buku berupa komentar dan saran yang akan digunakan
teks oleh Badan Standar Nasional Pendidikan untuk perbaikan prototype I sebelum digunakan
pada tahap evaluasi small group. Keseluruhan dari
6
komentar ketiga peserta didik bahwa modul kimia Pembahasan
sistem koloid berbasis problem based learning Pengembangan modul berbasis Problem
materi larutan sudah cukup layak untuk digunakan Based Learning pada materi sistem koloid di
pada tahap small group yang melibatkan lebih SMA Negeri 2 Kayuagung ini dilakukan melalui
banyak peserta didik. Pada uji one to one beberapa tahap untuk memperoleh modul yang
didapatkan skor rata-rata 0,89 dan termasuk memenuhi kriteria valid dan praktis.
kategori tinggi. Rekapitulasi hasil uji One-to-One Tahapan-tahapan yang dilakukan
dapat dilihat pada tabel 3 berikut. berdasarkan model pengembangan ADDIE
Tabel 3 Hasil Skor Angket Kepraktisan (Analysis, Desain, Development, Implementation,
Tahap One to One Evaluation) dan menggunakan metode evaluasi
Koefisien formatif Tessmer.
No Siswa Deskriptor r S Σs Aiken Kategori Tahap pertama adalah Analisis (Analysis),
(V) pada tahap ini dilakukan analisis kebutuhan,
1 1 1-7 33 26 analisis karakteristik siswa, dan analisis silabus.
2 2 1-7 32 25 75 0,89 Tinggi Pada analisis kebutuhan, peneliti melakukan
3 3 1-19 31 24
wawancara dengan guru mata pelajaran kimia
Small Group SMA Negeri 2 Kayuagung dan memberikan
Prototype II yang telah valid dan telah angket pra penelitian kepada 37 dari 45 peserta
direvisi diujicobakan pada tahap small group. didik kelas XI MIPA 4. Dari hasil wawancara
Evaluasi small group melibatkan sembilan orang tersebut didapatkan bahwa pada saat kegiatan
peserta didik dengan tingkat kemampuan yang belajar mengajar, siswa menggunakan buku teks
berbeda, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat pelajaran yang dipinjamkan dari perpustakaan
kemampuan ini diukur berdasarkan nilai kimia sekolah yaitu Buku Kimia untuk SMA/MA
peserta didik. Peserta didik diminta untuk karangan Unggul Sudarmo dkk yang diterbitkan
memberikan penilaian secara deskriptif kuantitatif oleh Pusat Perbukuan Erlangga tahun 2017 yang
dengan mengisi lembar angket uji kepraktisan. dipinjamkan pihak sekolah dengan jumlah yang
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sangat terbatas sehingga satu buku teks dipakai
kepraktisan modul. Pada uji small group oleh dua siswa sekaligus (23 buku untuk 45
didapatkan skor rata-rata 0,77 dan termasuk siswa). Ada beberapa siswa yang memiliki buku
kategori tinggi. Rekapitulasi hasil uji small group paket sendiri seperti Erlangga, Grasindo,
dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Yudisthira. Namun hal tersebut belum
mengoptimalkan sumber belajar siswa karena
Tabel 4. Hasil Skor Angket Kepraktisan Tahap hanya sebatas materi saja, sehingga siswa kerap
Small Group kali kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas
Koef pekerjaan rumah.
isien Kateg Pada tahap analisis karakteristik siswa,
N Sis Deskrip R S Σs hasil wawancara guru juga menyatakan bahwa
o wa tor Aike ori
n (V) karakteristik siswa di dalam kelas berbeda-beda,
1 3 2 ada beberapa siswa yang terlihat antusias
1 1-7 1 4 memperhatikan penjelasan guru, ada juga siswa
2 3 2 hanya diam memperhatikan penjelasan guru
2 1-7 3 6 sehingga guru tidak tahu mereka mengerti atau
3 3 2 tidak tentang materi yang sudah dijelaskan.
3 1-7 1 4 Tingkat kecerdasan siswa berbeda-beda dapat
4 3 2
4 1-7
diketahui dari hasil belajar siswa yang cukup
3 6 rendah yaitu 30 dari 45 siswa mendapat nilai di
5 3 2
5 1-7 193 0,77 Tinggi bawah KKM pada pelajaran kimia. Metode
6 3 6 pembelajaran yang sering digunakan di kelas XI
3 2
6 1-7 MIPA 4 yaitu ceramah, diskusi, latihan soal, tanya
0 3
7 2 1 jawab, studi pustaka dan model pembelajaran
7 1-7 1 4 kooperatif. Metode ceramah yang sering
8 digunakan guru pun membuat siswa lebih cepat
2 1
8 1-7 2 5 bosan dan melakukan kegiatan lain dalam
9 2 1 pembelajaran di kelas. Sehingga metode ceramah
9 1-7 2 5
7
sering dikolaborasikan dengan metode diskusi dan cakupan yang harus terdapat dalam modul,
tanya jawab. merencanakan sistematika penyusunan modul
Analisis karakteristik siswa juga yang sesuai dengan kebutuhan dan sintaks
dilakukan dengan mengamati cara belajar siswa pembelajaran dengan pendekatan Problem Based
dan mewawancarai beberapa siswa di sekolah Learning yang memenuhi kriteria valid dan
tersebut. Siswa di sekolah tersebut memiliki praktis pada pelajaran kimia materi sistem koloid.
kebiasaan mempelajari buku paket yang Peneliti merumuskan tujuan, membuat instrumen
disediakan. Tidak banyak siswa yang mencari untuk mengevaluasi produk yang berupa lembar
sumber bacaan selain dari buku paket yang validasi dan instrumen wawancara terstruktur,
disediakan. Sehingga perlu dikembangkan sebuah mengumpulkan bahan atau referensi dari berbagai
bahan ajar yang mudah dipahami sehingga sumber dan mulai mendesain modul dimana
diharapkan dapat menunjang proses pembelajaran. komponen yang terdapat pada modul meliputi
Penggunaan modul juga belum pernah halaman depan, petunjuk penggunaan modul,
digunakan di SMA tersebut. Namun gurunya juga kompetensi yang akan dicapai, isi materi
setuju jika ada modul yang dapat menunjang pembelajaran, peta konsep, petunjuk kerja,
kegiatan belajar mengajar, karena dapat mengatasi latihan, rangkuman, evaluasi, glosarium dan
permasalahan minimnya jumlah bahan ajar yang referensi. Hal ini sesuai dengan Tasri (2011) yang
digunakan untuk menunjang kegiatan belajar menyatakan bahwa tahapan pengembangan bahan
mengajar sekaligus sebagai referensi sumber ajar mencangkup penentuan sasaran, pemilihan
belajar yang digunakan serta dengan adanya topik, pembuatan peta materi, perumusan tujuan,
modul, siswa dapat belajar mandiri di rumah. penyusunan alat evaluasi dan pengumpulan
Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan referensi. Isi dalam modul juga harus sesuai
adanya pengembangan bahan ajar berbentuk dengan tahapan pendekatan Problem Based
modul sebagai alternatif pemecahan masalah. Learning. Rancangan isi modul diawali dengan
Selain mewawancarai guru mata pelajaran halaman depan, pendahuluan berupa petunjuk
kimia, juga dilakukan pengisian angket oleh siswa penggunaan modul, kompetensi yang akan
kelas XI MIPA 4 dengan total 37 siswa. Dari hasil dicapai, peta konsep, content atau materi modul
angket tersebut didapatkan bahwa 54,05% siswa yang terdiri dari 3 sub topik mengenai materi
menyatakan pelajaran kimia sulit dipahami, sistem koloid yakni sistem dispersi, sifat-sifat
sebanyak 45,95% siswa menyatakan bahwa bahan koloid dan pembuatan koloid yang sesuai sintaks
ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran pendekatan Problem Based Learning, latihan-
kurang menarik, kreatif dan inovatif. Dan latihan, evaluasi, rangkuman dan referensi.
sebanyak 89,19% menyatakan bahwa Dengan memperhatikan kriteria
menginginkan bahan ajar yang lebih menarik dari pembelajaran langkah-langkah pembelajaran
segi tulisan, warna dan kreativitas. menggunakan model Problem Based Learning,
Berdasarkan hasil wawancara, angket, dan modul dilakukan pendesainan modul. Kriteria dari
nilai hasil ujian akhir semester serta kajian langkah-langkah Problem Based Learning yang
literatur yang berhubungan maka peneliti harus tercermin pada modul dalam Asghar (2012)
menyimpulkan masalah yang dihadapi adalah adalah (1) menumbuhkanpemahaman tentang
terbatasnya bahan ajar cetak yang dapat hubungan antara prinsip, konsep, dan
membantu siswa memahami konsep dan keterampilan (2) membangkitkan rasa ingin tahu
membantu mereka belajar mandiri. Selanjutnya peserta didik dan memicu imajinasi kreatif
dilakukan perumusan tujuan pembelajaran yang mereka dan berpikir kritis (3) membantu peserta
disesuaikan dengan Kompetensi Dasar (KD) 3.15 didik untuk memahami dan mengalami proses
yaitu, menganalisis peran koloid dalam kehidupan penyelidikan ilmiah (4) mendorong kolaborasi
berdasarkan sifat-sifatnya. Dalam penulisan pemecahan masalah dan saling ketergantungan
tujuan pembelajaran, formatnya mengikuti format dalam kerja kelompok (5) memperluas
ABCD yaitu audience, behavior, conditions, dan pengetahuan peserta didik tentang matematika dan
degree. Singkatan ABCD tersebut merupakan pengetahuan ilmiah (6) meningkatkan konstruksi
rumusan tujuan pembelajaran yang sejak dulu pengetahuan aktif dan retensi melalui self-directed
telah diterapkan (Prawiradilaga, 2012). (7) mendorong hubungan antara berpikir,
Tahap yang kedua adalah design (desain), melakukan, dan belajar (8) mempromosikan minat
pada tahap design, penelitimen desain modul peserta didik, partisipasi, dan meningkatkan
dimana komponen yang terdapat pada bahan ajar kehadiran (9) mengembangkan kemampuan
sesuai dengan Depdiknas (2008) mengenai

8
peserta didik untuk menerapkan pengetahuan sehingga warna font dan background telah diubah
mereka. menjadi kontras. Dari validasi desain, didapat
Selanjutnya, draf modul memasuki tahap skor validasi 0,83 dengan katagori tinggi. Validasi
evaluasi formatif Tessmer, yaitu self evaluation. materi dilakukan oleh KWA, dosen Pendidikan
Pada tahap evaluasi Tessmer, peneliti melakukan Kimia FKIP Unsri dan LN, guru SMA Negeri 2
self evaluation. Pada tahap self evaluation peneliti Kayuagung. Setelah kedua ahli tersebut
mereview draf modul yang telah dibuat dengan memerikasa dan memberikan penilain terhadap
membaca secara berkali-kali dengan bantuan prototype 1, terdapat beberapa saran dan
teman sejawat untuk meminimalisir kesalahan komentar. Dari KWA yaitu: 1) indikator dan
serta melakukan konsultasi dengan kedua dosen tujuan pembelajaran modul disesuaikan dengan
pembimbing. Setelah selesai direvisi dihasilkan RPP, 2) perbaiki penulisan senyawa. Dari saran
prototipe I yang siap dikoreksi oleh validator guna pertama indikator dan tujuan pembelajaran modul
mengetahui kevalidan dari modul. sudah disesuaikan dengan RPP.Saran kedua
Pada tahap development (pengembangan), penulisan senyawa kimiatelah ditulis dengan
peneliti mengembangkan modul sesuai dengan benar agar peserta didik tidak keliru atau salah
desain yang telah disusun dan menghasilkan ketika belajar menggunakan modul.Kemudian
produk awal yang disebut draf modul. Langkah dari LN, saran dan komentarnya yaitu pertanyaan
selanjutnya adalah validasi oleh ahli, dimana untuk kognitif dan psikomotorik
bahan ajar ini divalidasi oleh 6 orang ahli di dimunculkan.Saran diterima lalu dilakukan
bidangnya masing-masing yakni 2 ahli pedagogik, perbaikan. Dari validasi materi, didapat skor
2 ahli materi dan 2 ahli desain. Pada tahap validasi 0,92 dengan katagori tinggi.
validasi ahli ini, setiap ahli diberikan lembar Berdasarkan hasil uji pada tahap expert
validasi yang berisikan indikator, deskriptor, dan review (uji validasi) maka didapatkan rata-rata
skor kevalidan.Selain itu juga diberikan lembar skor validasi dengan nilai 0,86 dengan kategori
komentar dan saran untuk memperbaiki bahan validitas tinggi. Menurut Hendrayadi (2014:3),
ajar yang dikembangkan. nilai koefisien Aiken’s lebih besar dari 0,5 sudah
Berdasarkan evaluasi ahli (expert review), dianggap memiliki validitas isi yang memadai.
ahli pedagogik dilakukan oleh FA dan RE dosen Dengan demikian modul yang dikembangkan oleh
Pendidikan Kimia FKIP Unsri.Kedua ahli tersebut peneliti dinyatkan valid dan disimpulkan layak
diberikan prototype 1 dan lembar validasi terdapat digunakan di lapangan dengan revisi.
beberapa komentar dan saran dari kedua ahli Pada prototipe 1 kemudian juga dilakukan
tersebut. Dari FA, komentar dan sarannya yaitu: uji perseorangan (one to one) untuk menilai
1) mengacu ke RPP, 2) perbaiki RPP. Pada saran kepraktisan modul. Uji ini dilakukan kepada 3
pertama modul yang dibuat mengacu ke RPP. orang peserta didik kelas XI MIPA 4 SMA Negeri
Pada saran kedua, RPP sudah diperbaiki. 2 Kayuagung.Tiga orang peserta didik ini dipilih
Kemudian dari RE, komentar dan sarannya yaitu: berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda,
Dari sisi penggunaan tanda baca, sebaiknya yaitu tinggi, sedang, dan rendah.Uji ini
setiap akhir kalimat harus dibubuhi tanda baca menggunakan instrumen kepraktisan dan lembar
titik (.). Saran diterima sehingga dilakukan komentar/saran. Pada uji ini setiap peserta didik
perbaikan penggunaan tanda baca pada modul. diberikan prototipe 1 dan instrumen
Dari validasi pedagogik, didapat skor validasi kepraktisan.Peserta didik diminta untuk membaca
0,83 dengan katagori tinggi. Kemudian dilakukan prototipe tersebut dan memberikan
validasi desain oleh HL, dosen Pendidikan Kimia komentar/saran serta penilaian pada kolom yang
FKIP Unsri dan AS dosen Pendidikan Biologi telah disediakan. Komentar dan saran ini
FKIP Unsri.Kedua ahli tersebut diberikan digunakan untuk perbaikan prototype I sebelum
prototype 1 dan lembar validasi terdapat beberapa digunakan pada tahap evaluasi small group.
komentar dan saran dari kedua ahli tersebut. Dari Komentar dan saran tahap one-to-one dapat
HL, saran dan komentarnya yaitu: Sebaiknya di dilihat pada tabel 4.9. Tidak banyak revisi yang
cover yang expert review dituliskan sebagai dilakukan pada tahap one-to-one. Tampilan pada
editor. Saran diterima sehingga di cover modul halaman sampul modul sudah bagus.Bahasa yang
yang expert view dituliskan sebagai editor. digunakan dalam modul dapat dipahami oleh
Kemudian dari AS, komentar dan sarannya yaitu: peserta didik. Penggunaan jenis tulisan dan
desain modul cukup bagus tetapi ada beberapa ukuran dapat terbaca oleh peserta didik. Gambar
yang direvisi terutama warna font dan yang ada pada modul sudah cukup jelas karena
backgroundnya lebih kontras. Saran diterima telah dilengkapi dengan keterangan dan

9
sumber.Komposisi warna dalam modul sudah pedagogik sebesar 0,83 dengan kategori tinggi,
bagus dan pas namun harus diperbaiki lagi karena dan aspek desain memperoleh nilai 0,83 dengan
penggunaan warna yang terlalu mencolok. kategori tinggi. Nilai rata-rata koefisien Aiken
Komposisi warna pada modul sudah diperbaiki dari ketiga aspek adalah 0,86 dengan kategori
dengan pemilihan warna yang tidak terlalu tinggi. Modul kimia materi sistem koloid berbasis
mencolok. Selain itu, ketiga peserta didik juga Problem Based Learningdinyatakan praktis
mengisi lembar penilaian kepraktisan untuk setelah melalui uji kepraktisan pada tahap one-to-
mengkuantitasi nilai kepraktisan modul. one dan small group. Nilai koefisien Aiken dari
Berdasarkan skor yang diberikan oleh ketiga tahap one-to-one adalah 0,89 dan small group
peserta didik pada uji one to one didapatkanlah adalah 0,77 dengan kategori tinggi.
nilai rata-rata 0,89 yang menyatakan bahwa 4.2 Saran
kepraktisan modul kimia materi sistem koloid Untuk peserta didik, agar mempelajari
berbasis Problem Based Learning termasuk modul kimia berbasis Problem Based Learning ini
kategori tinggi. Hal ini sesuai dengan perhitungan lebih intensif secara mandiri baik di sekolah
kepraktisan menggunakan koefisien Aiken’s V maupun di rumah. Untuk guru, agar modul kimia
menurut Aiken (1985). berbasis Problem Based Learning ini dapat
Pada prototipe 2 hasil revisi dari uji one menjadi bahan ajar alternatif dalam pembelajaran
to one dilakukan uji small group untuk menilai peserta didik. Untuk sekolah, agar hasil penelitian
kepraktisan modul. Uji ini dilakukan kepada ini dapat memfasilitasi guru sebagai bahan ajar
sembilan orang peserta didik dengan tingkat dalam proses belajar mengajar. Untuk peneliti
kemampuan yang berbeda. Tiga orang lain, agar dapat mengimplentasikan modul yang
berkemampuan tinggi, tiga orang berkemampuan sudah dibuat oleh peneliti.
sedang, dan tiga orang berkemampuan
rendah.Pada uji ini setiap peserta didik diberikan Ucapan Terima Kasih
prototipe 2 dan instrumen kepraktisan. Peserta Terima kasih kepada semua pihak yang
didik diminta untuk membaca prototipe tersebut telah membantu saya dalam menyelasaikan skripsi
dan memberikan komentar/saran serta penilaian ini.
pada kolom yang telah disediakan.Komentar dan
saran yang diberikan oleh sembilan peserta didik DAFAR PUSTAKA
adalah ada gambar yang belum jelas, ada beberapa Aiken, L. R. (1985) Three Coefficients foe
perintah soal yang kurang mengerti, dan terdapat Analyzing The Reliability, and Validity
kesalahan dalam penulisan. Dari uji coba small of Ratings. Educational and
group ini, peneliti mengkuantisasi nilai Psychological Measurement, 45, 131-
kepraktisan modul yang dikembangkan dan 142.
diperoleh rata-rata untuk kepraktisan modul kimia Asghar. (2012). Supporting STEM Education in
materi sistem koloid berbasis Problem Based Secondary Science. Context.
Learning ini adalah 0,77 yang termasuk kedalam Interdisciplinary Journal of Problem-
kategori tinggi. Berdasarkan hasil revisi dari tahap Based Learning, 6 (@) : 85-125.
expertreview, one to one, dan smallgroup Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan
didapatkan bahwa modul kimia materi sistem Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.
koloid berbasis Problem Based Learning telah Devi, A. S. (2014). Perbedaan Implementasi
memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan Pembelajaran Kimia Model Problem
siswa kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 2 Based Learning (PBL) Materi
Kayuagung dengan kategori valid dan praktis. Stoikiometri Kelas X MIA SMA Negeri
di Kota Surakarta. Jurnal Pendidikan
4. SIMPULAN DAN SARAN Kimia (JPK), 3 (4), 126-135.
4.1 Simpulan Komara, E. (2014). Belajar dan Pembelajaran
Berdasarkan penelitian yang telah Interaktif. Bandung: Refika Aditama.
dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan. Modul Kusuma, D. C. (2013). Analisis Komponen-
kimia materi sistem koloid berbasis Problem Komponen Pengembangan Kurikulum
Based Learning dinyatakan valid setelah melalui 2013 pada Bahan Uji Publik Kurikulum
proses validasi oleh dua orang validator materi, 2013. Jurnal Analisis Komponen-
dua orang validator pedagogik, dan dua orang Komponen Pengembangan Kurikulum
validator desain. Nilai koefisien Aiken dari aspek 2013 pada Bahan Uji Publik, 1-21.
materi adalah 0,92 dengan kategori tinggi, aspek

10
Prawiradilaga., Dewi, S. (2012). Prinsip Desain Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran
Pembelajaran (Instructional Design Inovatif Berorientasi Konstruktivis.
Principles) Jakarta : Kencana. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sariono. (2013). Kurikulum 2013 : Kurikulum
Emas. E-jurnal Dinas Pendidikan Kota Trihatmo, T. S. (2012). Penggunaan Model
Surabaya, 3, 1-9. Problem Based Learning pada Materi
Tasri, L., (2011), Pengembangan Bahan Ajar Larutan Penyangga dan Hidrolisis.
Berbasis Web, Jurnal Medtek 3:2. Chemistryin Education, 1 (2).
Tessmer, M. (1998). Planning and Conduciting
Formative Evaluation. Philadelphia:
Kogan Page.

11

You might also like