You are on page 1of 8

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE SIMULASI

PERTOLONGAN PERTAMA (MANAGEMENT AIRWAY) PADA PENYINTAS


DENGAN MASALAH SUMBATAN JALAN NAFAS PADA MASYARAKAT
AWAM DI KEC.SAWIT KAB. BOYOLALI

Akhmad Rifai*1, Sugiyarto2


Poltekkes Kemenkes Surakarta Jurusan Keperawatan

Abstract
Background: Airway management is the most important thing in resuscitation and
requires special skills in the management of emergencies, therefore the first thing that
must be assessed is the smoothness of the airway, which includes airway examinations
that can be caused by foreign bodies. The lack of oxygen is a cause of rapid death.
Research Objectives The general objective of this research is to improve the ability of
airway management skills ordinary people in Kateguhan, Sawit, Boyolali. Methods:
This research is an experimental study with a Pre-Test-Post Test one Group control
design approach. through testing research hypotheses. The population of this research
is the cloud community of 50 respondents which are divided into two groups, 25
respondents in the intervention group and 25 respondents as a control group. Statistical
test in the paired group uses the nonparametric Wilcoxon test and the non-paired uses
Mann-Whitney. Results: Based on the results of the Wilcoxon analysis test it can be
concluded that the 25 respondents who conducted training in simulation measures by
way of air way management training specifically airway obstruction can be drawn the
conclusion that the majority of ordinary people have good knowledge in terms of
emergency handling abilities, especially in air way management measures p value
0.001 which means that there are significant differences between before and after
training. In the control group there were also significant differences with a P value of
0.001. Based on the Mann-Whitney test analysis, there were significant differences
between the intervention and control groups with a p value of 0.001. Conclusion:
Airway management education and training courses for lay people continue to be held
to improve the ability of the action skills.

Keywords: Airway management skills, Ordinary people

PENDAHULUAN
Menurut Bingham (2008), airway dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan
management adalah prosedur medis yang lambung yang teraspirasi. Menurut ATLS
dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan (Advance Trauma Life Support) (2008),
napas untuk memastikan jalur nafas Airway manajemen merupakan hal yang
terbuka antara paru-paru pasien dan udara terpenting dalam resusitasi dan
luar. Hal ini dilakukan dengan membuka membutuhkan keterampilan yang khusus
jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan dalam penatalaksanaan keadaan gawat
napas yang disebabkan oleh lidah, saluran darurat, oleh karena itu hal pertama yang
udara itusendiri, benda asing, atau bahan harus dinilai adalah kelancaran jalan

81
82 Jurnal Keperawatan Global, Volume 4, No 2, Desember 2019, hlm 74-120

nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan teknik dan peralatan manajemen jalan
nafas yang dapat disebabkan oleh benda napas pra-rumah sakit yang berbeda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mencerminkan evolusi triase pra-rumah
manibula atau maksila, fraktur laring atau sakit dan penatalaksanaan emergency
trakea. Gangguan airway dapat timbul (Jacobs,Grabinsky 2014). Pengendalian
secara mendadak dan total, perlahan-lahan jalan napas yang tidak baik telah
dan sebagian, dan progresif dan/atau diidentifikasi menjadi penyebab kecacatan
berulang. Kejadian yang berupa kematian- bahkan kematian yang dapat dicegah pada
kematian dini karena masalah airway pasien trauma dan henti jantung. Cara
seringkali masih dapat dicegah, dan dapat penanganan jalan napas yang efektif harus
disebabkan oleh kegagalan mengetahui tercapai sebelum pasien tiba di rumah
adanya kebutuhan airway, sakit, hal ini tidak mudah serta beberapa
ketidakmampuan untuk membuka airway, hal masih controversial (Lockey DJ,
kegagalan mengetahui adanya airway Crewdson K, Louis HM 2014).
yang dipasang secara keliru, perubahan Keberhasilan pertolongan terhadap
letak airway yang sebelumnya telah penderita gawat darurat sangat tergantung
dipasang, kegagalan mengetahui adanya dari kecepatan dan ketepatan dalam
kebutuhan ventilasi dan aspirasi isi memberikan pertolongan. Semakin cepat
lambung ATLS (Advance Trauma Life pasien ditemukan makasemakin cepat pula
Support, 2008). Dalam airway manajemen pasien tersebut mendapat pertolongan
terdapat tiga jenis airway definitif yaitu: sehingga terhindar dari kecacatan
pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan ataukematian. Kondisi kekurangan
airway surgical (krikotiroidotomi atau oksigen merupakan penyebab kematian
trakeostomi) . Penentuan pemasangan yang cepat. Kondisi inidapat diakibatkan
airway definitif didasarkan pada karena masalah sistem pernafasan ataupun
penemuan-penemuan klinis antara lain bersifat sekunder akibat darigangguan
adanya apnea, ketidakmampuan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan
mempertahankan airway yang bebas kekurangan oksigen dapat jatuh dengan
dengan cara-cara yang lain, kebutuhan cepat ke dalam kondisi gawat darurat
untuk melindungi airway bagian bawah sehingga memerlukan pertolongan segera.
dari aspirasi darah atau vomitus, ancaman Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8
segera atau bahaya potensial sumbatan menit akan menyebabkan kerusakan otak
airway, adanya cedera kepala yang permanen lebih dari 1" menit akan
membutuhkan bantuan nafas (GCS<8), menyebabkan kematian. oleh karena itu
ketidakmampuan mempertahankan pengkajian pernafasan pada penderita
oksigenasi yang adekuat dengan dan gawat darurat penting dilakukan secara
pemberian oksigen tambahan lewat efektif dan efisien
masker wajah ATLS (Advance Trauma
Life Support, 2008). Manajemen jalan METODE PENELITIAN
napas pra-rumah sakit merupakan Jenis penelitian ini adalah penelitian
komponen utama system emergency komparatif kategorik dua kali pengukuran
medical service (EMS) di seluruh dunia, dengan pendekatan cross-sectional.
yang harus dikendalikan dengan baik Pengumpulan data pada penelitian ini
dalam tindakan resusitasi. Pengembangan dilakukan dengan memberikan kuesioner,
Akhmad Rifai, Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Metode Simulasi 83

sebelum pelatihan dan melakukan orang (44%),16-20 tahun 11 orang (44%)


pelatihan bagaimana menolong penyintas dan umur 21 keatas hanya 3 orang (12%)
dengan gangguan obstruksi jalan nafas
dan di observasi setelah pelatihan yang Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
bertujuan untuk menganalisa variabel Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
bebas dan variabel terikat. Pelaksanaan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok
teknik sampling dalam penelitian ini Kontrol
menggunakan random sampling dengan Jenis Frekuensi Persentase (%)
cara memilih secara acak dari 250 Kelamin intervensi kontrol intervensi kontrol
populasi sebesar 50 responden. Dari 50 Laki – laki 8 10 32 40
Perempuann 17 15 68 60
responden di bagi menjadi dua kelompok
secara acak yaitu 25 responden sebagai Jumlah 25 25 100 100
kelompok intervensi atau dilakukan Berdasarkan tabel 2 dari 25
pelatihan management airway dengan responden, responden dengan jenis
simulasi dan demonstrasi dan 25 kelamin laki-laki adalah 8 orang (32%)
responden sebagai kelompok control yaitu sedangkan dengan jenis kelamin
dilakukan pelatiahan dengan melihat peempuan adalah 17 orang (68%),
video bagaimana cara menolong penyintas sehingga dapat disimpulkan bahwa antara
dengan gangguan jalan nafas. Analisis reponden laki-laki dan perempuan
data baik kelompok intervensi maupun jumlahnya lebih banyak perempuan. Pada
kelompok control dengan menggunakan kelompok control 25 responden,
uji beda Willcoxon test sedangangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki
yang tidak berpasangan atau independent adalah 10 orang (40%) sedangkan dengan
menggunakan uji Mann-Whitney jenis kelamin perempuan adalah 15 orang
(60%), sehingga dapat disimpulkan bahwa
HASIL PENELITIAN antara reponden laki-laki dan perempuan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden jumlahnya lebih banyak perempuan
Berdasarkan Kelompok Umur pada
Kelompok Intervensi maupun Kelompok Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden
kontrol Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada
Frekuensi Persentase (%) Kelompok Intervensi dan kelompok
Umur
intervensi kontrol intervensi kontrol Kontrol
11-15 Th - 11 - 44 Persentase
16-20 Th 22 11 88 44 Frekuensi
Pendidikan (%)
21 ke atas 3 3 12 12 intervensi kontrol intervensi kontrol
Jumlah 25 25 100 100 SD 1 - 4 -
SMP 2 8 8 32
Berdasarkan tabel 1 pada kelomok SMA 20 15 80 60
intervensi dari 25 responden, responden Sarjana 2 2 8 8
dengan umur 16 - 20 tahun yaitu 22 orang Jumlah 25 25 100 100
(88%), umur 20 tahun keatas 3 orang Berdasarkan tabel 3 dari 25
(12%) Sehingga tabel di atas dapat responden, responden pada kelomok
disimpulkan bahwa mayoritas responden intervensi dengan tingkat pendidikan SD
berumur antara 16 – 20 tahun. Pada sebanyak 1 orang (4%), SMP 2 orang
kelompok control responden yang (8%), SMA 20 orang (80%), dan Sarjana
berumur antara 11-15 tahun sebanyak 11 sebanyak 2 orang (8%) . Sehingga dapat
84 Jurnal Keperawatan Global, Volume 4, No 2, Desember 2019, hlm 74-120

disimpulkan bahwa mayoritas responden management Cukup 6 24 13 52


berpendidikan SMA atau sederajat. Pada airway Baik - - 12 48
kelompok kontrol responden dengan Tabel 5 diatas menyajikan hasil dari
tingkat pendidikan, SMP 8 orang (32%), 25 responden, dengan tingkat
SMA 15 orang (60%), dan Sarjana kemampuan pelatihan management
sebanyak 2 orang (8%).Sehingga dapat airway pada kelompok kontrol sebelum
disimpulkan bahwa mayoritas responden pelatihan dengan kemampuan buruk 4
berpendidikan SMA atau sederajat. Dari orang (16%) kurang 15 responden (60%)
kedua kelompok baik kelompok intervensi cukup 6 responden (24%) dan hasil
maupun kelompok kontrol responden sesudah dilakukan pelatihan management
mayoritas berpendidikan SMA atau airway dengan video dengan hasil cukup
sederajat. 13 responden (52%) dan dengan hasil baik
12 responden (48%).
Tabel 4. Tingkat Kemampuan Responden
Sebelum dan Sesudah Pelatihan Tabel 6. Hasil Analisis Uji Willcoxon
Management airway pada Kelompok Tingkat Kemampuan Responden Sebelum
Intervensi dan Sesudah dilakukan Pelatihan
Pelatihan Management Airway pada Kelompok
Management airway Intervensi
Variabel
Pre Post Variabel n Median Min-Max p -value
n % n % Tingkat
Tingkat Buruk 6 24 - 0 kemampuan
Kemampuan Kurang 17 68 - 0 responden
Management Cukup 2 8 4 4 sebelum 25 2 1-3
Airway Baik - 96 96 Pelatihan
Tabel 4 diatas menyajikan hasil dari management
25 responden, dengan tingkat airway
0,0001
kemampuan pelatihan management Tingkat
kemampuan
airway sebelum pelatihan dengan
responden
kemampuan buruk 6 orang (24%) kurang sesudah 25 4 3-4
17 responden (68%) cukup 2 responden pelatihan
(8%) dan hasil sesudah dilakukan management
pelatihan management airway dengan airway
hasil cukup 4 responden (4%) dan dengan Berdasarkan tabel 6 dari 25
hasil baik 96 responden (96%). responden, tingkat kemampuan tindakan
management airway sebelum pelatihan
Tabel 5. Tingkat Kemampuan Responden dengan hasil median 2 dan minimal 1 dan
Sebelum dan Sesudah Pelatihan maksimal 3 sedangkan pada tingkat
Management Airway pada Kelompok kemampuan management airway sesudah
Kontrol pelatihan dengan hasil median 4 dan
Pelatihan minimal 3 dan maksimal 4. Adapun hasil
Management airway dari P value 0,001 yang artinya ada
Variabel
Pre Post perbedaan yang signifikan antara sebelum
n % n % dan sesudah dilakukan pelatihan
Tingkat Buruk 4 16 - -
kemampuan Kurang 15 60 - -
management airway
Akhmad Rifai, Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Metode Simulasi 85

Tabel 7. Hasil Analisis Uji Willcoxon Tingkat


Tingkat Kemampuan Responden Sebelum kemampuan
responden
dan Sesudah dilakukan Pelatihan sesudah 25 3 3-4
Management Airway pada Kelompok pelatihan
Kontrol management
Variabel n Median Min-Max p-value airway
Tingkat Berdasarkan tabel 8 dari 25
kemampuan responden, tingkat kemampuan tindakan
responden management airway pada kelompok
sebelum 25 2 1-3
pelatihan
kontrol sebelum pelatihan dengan hasil
management median 2 dan minimal 1 dan maksimal 3
airway sedangkan pada tingkat kemampuan
0,0001
Tingkat management airway sesudah pelatihan
kemampuan dengan hasil median 3 dan minimal 3 dan
responden
maksimal 4. Adapun hasil dari p value
sesudah 25 3 3-4
pelatihan 0,0001 yang artinya ada perbedaan yang
management signifikan antara sebelum dan sesudah
airway dilakukan pelatihan management airway
Berdasarkan tabel 7 dari 25 dengan Video
responden, tingkat kemampuan tindakan
management airway pada kelompok PEMBAHASAN
kontrol sebelum pelatihan dengan hasil Tempat dan lokasi penelitian ini
median 2 dan minimal 1 dan maksimal 3 adalah di Sobayan Kateguhan sawit
sedangkan pada tingkat kemampuan Boyolali jawa tengan. Jumlah responden
management airway sesudah pelatihan pada penelitian ini adalah 50 responden
dengan hasil median 3 dan minimal 3 dan yang terbagi menjadi dua kelompok.
maksimal 4. Adapun hasil dari P value Kelompok intervensi 25 responden dan 25
0,0001 yang artinya ada perbedaan yang responden kelompok kontrol. Responden
signifikan antara sebelum dan sesudah pada kelompok intervens maupun
dilakukan pelatihan management airway kelompok kontrol Sebelum pemberian
dengan Video materi pelatihan tindakan management
airway pada responden, keduanya terlebih
Tabel 8. Hasil Analisis Uji Mann-whitney dahulu dilakukan pre test untuk mengukur
Tingkat Kemampuan Responden tingkat kepengetahuan dan ketrampilan
Management Airway antara Kelompok responden.
Intervensi dan Kelompok Kontrol Pelaksanaan pelatihan responden di
Variabel n Median Min-Max p-value bagi menjadi 2 kelas, setiap kelas terdiri
Tingkat dari 25 responden, yaitu laki-laki 8 orang
kemampuan
responden
dan perempuan 17 orang pada kelompok
sebelum intervensi dan laki-laki 10 dan 15 orang
Pelatihan 25 2 1-3 responden pada kelompok kontrol . Hasil
management dari penelitian ini didapatkan bahwa
airway jumlah responden mayoritas perempuan
0,0001
dan umur rata-rata diantara 16 sampai
86 Jurnal Keperawatan Global, Volume 4, No 2, Desember 2019, hlm 74-120

dengan 20 tahun sedangkan pendidikan yang artinya ada perbedaan yang


rata-rata SMA . bermakna terhadap tingkat kemampuan
Hasil penelitian menunjukkan melakukan management airway
bahwa dari 25 responden pada kelompok khususnya tindakan penanganan sumbatan
intervensi, sebelum dilakukan jalan nafas pada masyarakat awam. Pada
management airway terdapat 6 orang penelitian ini dapat di simpulkan bahwa
(24%) dengan tingkat kemampuan buruk, setelah dilakukan pelatihan management
tingkat kemampuan kurang ada 17 orang airway baik pada kelomopk intervensi dan
(68%) dan tingkat kemampuan baik ada 2 kelompok kontrol tingkat pengetahuan
orang. Setelah dilakukan pendidikan dan dan ketrampilan masyarakat awam
dengan cara simulasi dan demontrasi meningkat. Berdasarkan hasil analisis uji
tentang management airway terdapat 4 Mann-Whitney ada perbedaan yang
orang (4%) dengan tingkat kemampuan bermakna antara kelompok intervensi dan
cukup, dan tingkat kemampuan baik ada kelompok kontrol pada tingkat
96 orang ( 96%). Hasil uji analisis kemampuan responden dalam penanganan
menggunakan uji non parametric management airway khususnya sumbatan
Wilcoxon, di dapatkan bahwa Tingkat jalan nafas
kemampuan melakukan management Ketepatan tindakan management
airway meningkat dengan nilai p-value = airway pada pasien atau korban dengan
0,001 yang berarti bahwa setelah sumbatan jalan nafas akan mengurangi
dilakukan pelatihan tindakan management resiko gagal nafas. Hal ini juga didukung
airway, ada perbedaan yang bermakna oleh dampak cedera yaitu lama rawat inap
terhadap tingkat kemampuan melakukan akibat cedera tidak berbeda berdasarkan
management airway khususnya tindakan jenis pekerjaan. aktor yang berperan
penanganan sumbatan jalan nafas pada terhadap lama rawat inap adalah jenis,
masyarakat awam. Pada kelompok kontrol penyebab, dan tempat kejadian cedera.
dari 25 responden , sebelum dilakukan Lama rawat inap 7 hari ke atas
management airway terdapat 4 orang berperluang berisiko 21 kali pada jenis
(16%) dengan tingkat kemampuan buruk, cedera gegar otak, 6,3 kali pada cedera
tingkat kemampuan kurang ada 15 orang patah tulang, 3 kali pada cedera mata, 2,1
(60%) dan tingkat kemampuan cukup 6 kali pada cedera KLL, dan 1,7 kali pada
orang. Setelah dilakukan pendidikan cedera yang terjadi di bisnis/industri/
dengan cara melihat video simulasi konstruksi/pertanian (Tana. L 2016).
tentang management airway terdapat 13 Gagal nafas merupakan
orang (52%) dengan tingkat kemampuan ketidakmampuan alat pernafasan untuk
cukup, dan tingkat kemampuan baik ada mempertahankan oksigenasi didalam
12 orang ( 48%). Hasil uji analisis darah dengan atau tanpa penumpukan
menggunakan uji non parametric CO2. Terdapat 6 sistem kegawatan salah
Wilcoxon, di dapatkan bahwa Tingkat satunya adalah gagal nafas yang
kemampuan melakukan management menempati urutan pertama. Hal ini dapat
airway meningkat dengan nilai p value = dimengerti karena apabila terjadi gagal
0,001 yang berarti bahwa setelah nafas waktu yang tersedia terbatas
dilakukan pelatihan tindakan management sehingga memerlukan ketepatan dan
airway dengan melihat video simulasi , kecepatan dalam bertindak. Untuk itu
Akhmad Rifai, Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Metode Simulasi 87

harus dapat mengenal tanda-tanda dan dikerjakan. pada saat test berlangsung
gejala gagal nafas dan menanganinya tempat duduk responden diberi jarak
dengan cepat walaupun tanpa selayaknya pada saat pelaksanaan ujian.
menggunakan alat yang canggih (Nemaa Sehingga dengan adanya kendala tersebut,
PK. 2003). khususnya pada masyarakat pada saat pelaksanaan test menggunakan
awam yang sering menjumpai kejadian ruangan sampai ke luar kelas untuk
pada kasus gagal nafas khususnya mengantisipasi atau meminimalisasi
sumbatan jalan nafas. diskusi saat pelaksanaan pre tes maupun
Pada pasien dengan kesadaran post test agar hasil kegiatan pelatihan
umum komposmentis, tanda dan gejala maksimal.
obstruksi saluran napas atas, antara lain
distress pernapasan, perubahan suara, KESIMPULAN DAN SARAN
disfagia, odinofagia, tanda tersedak, Ada perbedaan yang bermakna
stridor, pembengkakan muka, dan antara sebelum dan sesudah dilakukan
takikardia. Pada pasien dengan penurunan pelatihan tindakan management airway
kesadaran, gejala utama dari obstruksi baik pada kelompok intervensi dan
saluran napas atas adalah adanya kelompok kontrol dan ada perbedaan yang
ketidakmampuan untuk ventilasi dengan bermakna antara kelompok intervensi dan
bag valve mask setelah percobaan kelompok kontrol
membuka jalan napas dengan teknik jaw Setiap masyarakat awam harus
thrust. Setelah obstruksi saluran napas memiliki kemampuan penanganan
atas berlangsung beberapa menit, asfiksia tindakan management airway khususnya
dapat menyebabkan sianosis, bradikardia, pada sumbatan jalan kedaruratan
hipotensi, kolaps kardiovaskular bersifat sumbatan jalan nafas, karena masyarakat
ireversibel. Kadang-kadang obstruksi awam yang sering menemui kejadian-
saluran napas atas dapat berkembang kejadian pada penyintas dengan masalah
secara perlahan. Obstruksi hidung atau sumbatan jalan nafas. Dengan demikian
stridor dipikirkan sebagai tanda spefisik pelatihan dan simulas tentang managent
dari obstruksi saluran napas atas. Stridor airway sebaiknya di update secara rutin
terdengar pada semua siklus respirasi, bagi masyarakat awam
namun biasanya terdengar lebih intensif
pada saat inspirasi dan lebih menonjol di DAFTAR RUJUKAN
atas leher. Adanya stridor Advanced Trauma Life Support (ATLS)
mengindikasikan obstruksi saluran napas For Doctors.2015.8th Edition.
yang berat (aliran udara) itu tidak dapat American College of Surgeons.2010.
membantu penentuan lokasi obstruksi Advanced Trauma Life Support
(Jose C, Atul C. 2009) (ATLS, 2010) Untuk Dokter Edisi 7.
Selama pelaksanaan penelitian ini Jakarta : IKABI, Bab 5; Trauma
terdapat beberapa kendala, diantaranya Abdomen.
adalah pada saat pre test dan post test, American Heart Association (AHA),
responden lesehan dan membaur 2015, Adult Basic Life Support:
sehingga memungkinkan responden Guidelines for cardiopulmonary
melakukan diskusi tentang jawaban Resuscitation and Emergency
pertanyaan dari kuesioner yang Cardiovascular Care, diakses 16
88 Jurnal Keperawatan Global, Volume 4, No 2, Desember 2019, hlm 74-120

oktober 2016,http ://circ.aha. Mansjoer, Arif., et al (eds), Kapita Selekta


Journals.org/content/122/16 suppl Kedokteran ed.III, jilid 1, FKUI,
2/S298. Media Aesculapius, Jakarta.
Bingham, Robert M.; Proctor, Lester 1999.pp; 96-99
T.2008. Airway Management. Mark A. Graber dan Laura Beaty,
Pediatric Clinics of North Otolaringologi: Dewi, Susilawati,
America. 55 (4): 873–886. Diakses editor, Buku Saku Kedokteran
dari Keluarga University of IOWA,
Guildner CW. Resuscitation--opening the ed.3, EGC, Jakarta, 2006, 745-747
airway. A comparative study of Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi
techniques for opening an airway Penelitian Kesehatan. Cetakan
obstructed by the tongue. JACEP Pertama. Rineka Cipta, Jakarta.
1976; 5:588. 2010
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan
med/18675024 pada 11 Oktober Metodologi Penelitian Ilmu
2016. Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :
Jacobs PE, Grabinsky A. Advances in Salemba Medika.
prehospital airway management.
International. Journal of Critical
Illness & Injury Science [Internet].
2014 [cited 2017 Aug 27]; 4(1):57-
64. Available from: Available
from:https://www.ncbi.nlm.nih.go
v/ pmc/ articles/ PMC3982372/
James Duke MD, MBA,2011. in
Anesthesia Secrets (Fourth
Edition).
Joffe AM, Hetzel S, Liew EC. A two-
handed jaw-thrust technique is
superior to the one-handed "EC-
clamp" technique for mask
ventilation in the apneic
unconscious person.
Anesthesiology 2010; 113:873.
Lockey DJ, Crewdson K, Louis HM. Pre-
hospital anesthesia; The same but
different. British Journal of
Anesthesia [Internet]. 2014 [cited
2017 Aug 27];113(2):211-9.
Available from:
http://www.medscape.com/viewart
icle/829160_1

You might also like