You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/315935222

REVIEW KEBIJAKAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS DI


DAERAH TERPENCIL PERBATASAN (Policy Review on Health Services in
Primary Health Center in the Border and Remote Area)

Article  in  Buletin Penelitian Sistem Kesehatan · April 2013

CITATIONS READS

20 4,349

3 authors:

Suharmiati Suharmiati Agung Dwi Laksono


National Institute of Health Research and Development, the Indonesian Ministry …
17 PUBLICATIONS   32 CITATIONS   
210 PUBLICATIONS   560 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Wahyu Dwi Astuti


Indonesian agency for health research and development
7 PUBLICATIONS   25 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

The Public Health Side of COVID-19 Pandemic in Indonesia View project

Reproductive Health View project

All content following this page was uploaded by Agung Dwi Laksono on 11 April 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


REVIEW KEBIJAKAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN
PUSKESMAS DI DAERAH TERPENCIL PERBATASAN
(Policy Review on Health Services in Primary Health Center
in the Border and Remote Area)
Suharmiati1, Agung Dwi Laksono1 dan Wahyu Dwi Astuti1

ABSTRACT
Background: To improve coverage and equity of health services, plans and development plans is formulated. The
Ministry of Health 2010, one of strategy almost is to increase to qualited health care. Methods: policy research on health
centers in remote border areas, also conducted document review/policy, literature review, and the review of primary and
secondary data. The purpose of the policy review of health centers in remote areas of the border is to acquire strategies
and policy options related to health services in remote areas of the border. Results: Policy issues: Remote, Border and
Islands (DTPK) has an extreme topography; The role of infrastructure is one of the important physical components of the
border region. Therefore, there is a significant correlation between the condition of the infrastructure with the pulse of social
and economic activities of society, and also the welfare of the people at the border; Availability of health services and
support facilities in the Rural Sector, Border and Islands (DTPK) are still low. Policy options: Fulfillment of the availability of
facilities and basic health services in accordance with Border topography; Compliance with the availability of transport for
referral in accordance Border topography; Development of infrastructure in a systematic, consistent and targeted, will lead
to improved well-being of border communities. Conclusion: The availability of infrastructure and the health services and
health center network in the border areas is not optimal, clinic staf especially doctors and paramedics have not received an
appropriate reward. Recommendation: Meeting the health care facilities and health centers and their networks in border
areas and patterns of prime services at least equal to the neighboring state of health services, the nearest health center
personnel exchanges between countries on a regular basis to follow up the International Health Regulations (IHR), and
Availability transport for referral in DTPK

Key words: health services, Primary Health Center, Border, Remote Area

ABSTRAK
Latar belakang: Dalam rangka meningkatkan jangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan, telah disusun
rencana aksi dan rencana pengembangan. Salah satu strategi Kementerian Kesehatan RI., 2010 adalah meningkatkan
akses masyarakat Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Metode: kajian kebijakan tentang pelayanan kesehatan puskesmas di daerah terpencil perbatasan, juga dilakukan telaah
dokumen/kebijakan, literatur review, serta telaah data primer dan sekunder. Tujuan dari kajian kebijakan tentang pelayanan
kesehatan puskesmas di daerah terpencil perbatasan adalah untuk memperoleh strategi dan opsi kebijakan terkait pelayanan
kesehatan di daerah terpencil perbatasan. Hasil: Isu Kebijakan: Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)
memiliki topografi yang ekstrem; Peran infrastruktur merupakan salah satu komponen fisik penting bagi wilayah perbatasan.
Sebab, terdapat korelasi yang signifikan antara kondisi infrastruktur dengan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dan juga
kesejahteraan masyarakat di perbatasan; serta ketersediaan pelayanan kesehatan dan sarana pendukungnya di Daerah
Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) masih rendah. Opsi Kebijakan: Pemenuhan ketersediaan sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan dasar di Daerah Terpencil Perbatasan (DTP) sesuai topografi; Pemenuhan ketersediaan
transportasi untuk rujukan di DTP sesuai topografi; Pengembangan infrastruktur yang sistematis, konsisten dan terarah,
akan mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Kesimpulan: Ketersediaan sarana dan prasarana
serta pola pelayanan kesehatan puskesmas dan jaringannya di daerah perbatasan belum optimal, petugas puskesmas di

1 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI., Jl. Indrapura 17 Surabaya.
Alamat korespondensi: E-mail: atiek_2004@yahoo.com

109
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 2 April 2013: 109–116

daerah perbatasan khususnya dokter dan paramedis belum menerima reward yang sesuai. Rekomendasi: Pemenuhan
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan puskesmas dan jaringannya di Daerah Terpencil Perbatasan dan pola
pelayanan prima minimal sejajar dengan pelayanan kesehatan negara tetangga; Pertukaran petugas puskesmas terdekat
antar negara secara berkala untuk menindaklanjuti International Health Regulation (IHR); Ketersediaan transportasi untuk
rujukan di Daerah Terpencil Perbatasan.

Kata kunci: pelayanan kesehatan, puskesmas, Daerah Terpencil Perbatasan

Naskah Masuk: 7 Maret 2013, Review 1: 15 Maret 2013, Review 2: 15 Maret 2013, Naskah layak terbit : 20 April 2013

PENDAHULUAN program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi,


Pencegahan Penyakit Menular, Dokter Terbang,
Salah satu fokus prioritas pembangunan
Dokter Plus, Rumah Sakit Bergerak, peningkatan
pemerintah adalah upaya percepatan dan/atau
pembiayaan kesehatan berupa Dana Alokasi Khusus
perlakuan khusus antara lain untuk pembangunan
(DAK), Tugas Pembantuan (TP), dana dekonsentrasi,
kesehatan Daerah Terpencil Perbatasan (DTP),
Program Bansos, Jaminan Kesehatan Masyarakat
terutama diarahkan pada wilayah Indonesia bagian
(Jamkesmas), Bantuan Operasional Kesehatan
timur. Hal ini tertuang secara eksplisit dalam Keputusan
(BOK), Jaminan Persalinan (Jampersal), peningkatan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 331/
SDM khususnya SDM Kesehatan berupa Pegawai
MENKES/SK/V/2006 tentang Rencana Strategis
Tidak Tetap (PTT), Penugasan Khusus, Tugas
Kementerian Kesehatan tahun 2005–2009, serta
Belajar, peningkatan pemenuhan obat dan peralatan
7 (tujuh) kegiatan unggulan dari Kementerian Kesehatan
kesehatan, peningkatan manajemen kesehatan
tahun 2011 antara lain tentang keberpihakan pada
(termasuk pelatihan manajemen Puskesmas, program
daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (www.
Survailance); pengembangan Pelayanan Obstetri
depkes.go.id, 2011).
Neonatus Esensial Dasar (PONED) di Puskesmas
Arah tujuan pembangunan kesehatan antara
dan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) dan
lain untuk meningkatkan jangkauan dan pemerataan
Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Komprehensif
pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat di
(PONEK) di Rumah Sakit; peningkatan penampilan
daerah terpencil perbatasan dan kepulauan khususnya
dan Kinerja Puskesmas di daerah perbatasan
di puskesmas prioritas nasional DTP. Dalam rangka
antar negara; serta pengembangan Flying Health
meningkatkan jangkauan dan pemerataan pelayanan
Care; dan Pendukung transport antarpulau dengan
kesehatan tersebut, telah disusun rencana aksi dan
Puskesmas Keliling Perairan (Kementerian Kesehatan
rencana pengembangan. Terdapat 6 (enam) strategi
RI, 2010).
yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI.,
D a l a m Pe d o m a n Pe l aya n a n Ke s e h a t a n
2010 yaitu: 1) Menggerakkan dan memberdayakan
Puskesmas Terpencil dan sangat Terpencil di DTPK,
masyarakat di DTPK, 2) Meningkatkan akses
dikemukakan bahwa dengan keterbatasan tenaga di
masyarakat DTPK terhadap pelayanan kesehatan
DTPK, maka upaya pelayanan wajib yang ditetapkan
yang berkualitas, 3) Meningkatkan pembiayaan
yaitu: 1) Promosi kesehatan 2) Kesehatan lingkungan
pelayanan kesehatan di DTPK, 4) Meningkatkan
3) Kesehatan Ibu dan Anak serta KB 4) Perbaikan gizi
p e m b e r d ay a a n S D M Ke s e h a t a n d i DT P K ,
masyarakat 5) Pencegahan penyakit 6) Pengobatan,
5) Meningkatkan ketersediaan obat dan perbekalan
kesiapsiagaan dan kegawatdaruratan. Terdapat tiga
ser ta strategi, 6) Meningkatkan manajemen
kelompok sasaran yaitu bayi, balita dan ibu hamil/
Puskesmas di DTPK, termasuk sistem surveilans,
nifas/menyusui.
monitoring dan evaluasi, serta Sistem Informasi
Masalah atau isu publik yang timbul adalah
Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
daerah perbatasan merupakan etalase negara,
Kementerian Kesehatan RI mengembangkan
di samping itu daerah terpencil, perbatasan dan
rencana aksi dan rencana pengembangan secara
kepulauan (DTPK) memiliki topografi yang ekstrem.
operasional untuk penerapan di lapangan meliputi
Oleh karena itu peran infrastruktur menjadi salah satu
pemberdayaan masyarakat berupa Desa Siaga,
komponen fisik yang penting bagi wilayah perbatasan
Poskesdes, Posyandu, peningkatan pelayanan
karena pengembangan infrastruktur yang sistematis,

110
Review Kebijakan tentang Pelayanan Kesehatan Puskesmas (Suharmiati, dkk.)

konsisten dan terarah, akan mengarah pada review, serta telaah data primer dan sekunder. Tujuan
peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. dari kajian kebijakan tentang pelayanan kesehatan
Isu publik yang lain yaitu ketersediaan pelayanan puskesmas di daerah terpencil perbatasan adalah
kesehatan dan sarana pendukungnya masih rendah untuk memperoleh strategi dan opsi kebijakan
karena persebarannya kurang merata, terpusat di terkait pelayanan kesehatan di daerah terpencil
kota-kota besar. perbatasan.

METODE HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada tahun 2009 telah dilakukan penelitian tentang Isu Publik
studi keterjangkauan pelayanan kesehatan puskesmas Pelayanan kesehatan primer di daerah
dan jaringannya di daerah terpencil, perbatasan dan perbatasan masih rendah
kepulauan (Suharmiati dkk, 2009). Penelitian ini
Puskesmas sebagai pemberi pelayanan primer
merupakan penelitian observasional deskriptif di 8
yang menjadi andalan utama pelayanan bagi
(delapan) puskesmas di provinsi Jawa Timur dan
masyarakat, belum mampu memberikan pelayanan
Kalimantan Barat. Dipilih secara purposif masing-
bagi daerah terpencil perbatasan dan kepulauan
masing 2 puskesmas daerah terpencil kepulauan
khususnya di daerah perbatasan. Wilayah kerja
di kabupaten Gresik dan Sumenep (Provinsi Jawa
puskesmas cukup luas, secara geografis sebagian sulit
Timur) dan daerah terpencil perbatasan di kabupaten
dijangkau, jumlah penduduk sedikit, tersebar dalam
Sambas dan Sanggau (Provinsi Kalimantan Barat).
kelompok-kelompok kecil yang saling berjauhan.
Data dikumpulkan dengan wawancara dengan
masyarakat dan Focus Group Discussion (FGD) Sarana transportasi sangat terbatas dengan
kepada petugas puskesmas. biaya mahal baik darat, sungai, laut maupun
Setelah memperoleh hasil penelitian maka udara
dilakukan kajian kebijakan tentang pelayanan Salah satu penyebabnya adalah karena kondisi
kesehatan puskesmas di daerah terpencil perbatasan, geografi yang sulit serta iklim/cuaca yang sering
juga dilakukan telaah dokumen/kebijakan, literatur berubah.

Kerangka Konsep

Puskesmas sebagai pemberi


pelayanan kesehatan primer

Sumber Daya Manusia Pusk di daerah


perbatasan
- Yankes <<
- Akses <<
Akses Pelayanan Evaluasi - Geografis sulit
i - Juml penduduk <<
tersebar dlm Opsi
kelompok kecil Kebijakan
Kondisi Lingkungan dan berjauhan

Pengetahuan dan
perilaku masyarakat

Gambar 1. Gambaran puskesmas di daerah perbatasan

111
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 2 April 2013: 109–116

Status kesehatan masyarakat dan cakupan kurangnya sarana transportasi serta rendahnya
pelayanan kesehatan di daerah terpencil perbatasan kemampuan masyarakat untuk membayar biaya
masih rendah. Masyarakat secara umum belum transportasi. Masyarakat mengharapkan tenaga
mempunyai pengetahuan dan perilaku hidup sehat kesehatan puskesmas melakukan pelayanan
dan kondisi lingkungan yang kurang baik. Penggunaan pengobatan di rumah atau di tempat yang dekat
puskesmas di daerah terpencil perbatasan antara lain dengan tempat tinggal mereka. Oleh karena itu
dipengaruhi oleh keterjangkauan (akses) pelayanan. masyarakat cenderung untuk memanggil tenaga
kesehatan ke rumah dengan pertimbangan biaya yang
Akses terhadap pelayanan masih rendah
sama bila mereka harus mendatangi ke puskesmas
Akses pelayanan tidak hanya disebabkan serta dipermudah dengan adanya telepon seluler.
masalah jarak, tetapi terdapat dua faktor penentu Keadaan ini menunjukkan tingginya waktu yang tidak
(determinan) yaitu determinan penyediaan merupakan efektif digunakan oleh perawat dan bidan dalam
faktor-faktor pelayanan dan determinan permintaan melaksanakan tugasnya di puskesmas. Keadaan ini
merupakan faktor-faktor pengguna (Timyan Yudith, didukung oleh penelitian Wasis dkk. (2007) bahwa
et al., 1997). Determinan penyediaan terdiri atas 32,9% waktu kerja perawat tidak efektif dan bidan
organisasi pelayanan dan infrastruktur fisik, tempat 43,09%. Hal ini menunjukkan tidak adanya kegiatan
pelayanan, ketersediaan, pemanfaatan dan distribusi dan tidak bisa terekam dalam observasi.
petugas, biaya pelayanan serta mutu pelayanan.
Sedangkan determinan permintaan yang merupakan Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia di
faktor pengguna meliputi rendahnya pendidikan puskesmas belum mampu menyelesaikan
dan kondisi sosial budaya masyarakat serta tingkat seluruh upaya kesehatan wajib yang
pendapatan masyarakat yang rendah atau miskin. dilaksanakan di puskesmas terutama pelayanan
Kebutuhan primer agar memperoleh akses pelayanan di luar gedung
yang efektif: adalah tersedianya fasilitas dan petugas, Hal tersebut disebabkan karena luas wilayah
jarak dan finansial terjangkau serta masalah sosial puskesmas dan kesulitan untuk menjangkau sasaran.
budaya yang dapat diterima oleh pengguna. Oleh karena itu beberapa kegiatan dikurangi jumlah
kunjungannya yang seharusnya sebulan sekali
Status dokter PNS dan PTT menjadi masalah
menjadi 3 bulan sekali terutama untuk desa yang sulit.
terkait dengan reward
Sebagai akibatnya cakupan pelayanan di luar gedung
Dokter PNS sebagai kepala puskesmas yang menjadi lebih rendah dibanding dengan desa yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang lebih lebih mudah dijangkau. Sebagai contoh gizi buruk di
besar tetapi memperoleh reward yang lebih sedikit wilayah puskesmas Sajingan, hal ini kemungkinan
dibanding dengan dokter PTT dengan tanggung jawab disebabkan kurangnya pelaksanaan upaya perbaikan
serta pengalaman yang lebih sedikit. Keberlangsungan gizi masyarakat yang merupakan upaya kesehatan
dokter PTT yang sering berganti akan memengaruhi wajib seperti tertuang dalam Keputusan Menteri
manajemen puskesmas. Dokter PTT dengan masa Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 128/MENKES/
kontrak selama 1 tahun ternyata terlalu singkat untuk SK/II/2004. (Depkes RI, 2004)
bisa mengelola puskesmas dengan baik karena
dengan kurun waktu tersebut belum menguasai Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di
program puskesmas. Di samping itu dokter perlu puskesmas di wilayah terpencil dan perbatasan
adaptasi terhadap lingkungan serta dibutuhkan waktu perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi
agar masyarakat bisa mengenalnya. puskesmas setempat
Di beberapa puskesmas ditemui petugas yang
Jumlah perawat dan bidan cukup bila dilihat
tidak kompeten dengan tanggung jawab mereka.
dari kebutuhan wilayah terutama untuk
Sebagai contoh pelayanan obat, promosi kesehatan
pelayanan pengobatan di dalam gedung, tetapi
dan pemberantasan penyakit menular dilakukan
sifatnya hanya menunggu kedatangan pasien
oleh pekarya yang hanya lulusan SMP atau SMA.
Rendahnya kunjungan pasien ke puskesmas Perencanaan kebutuhan tenaga di puskesmas
membuktikan bahwa puskesmas induk sulit dijangkau seharusnya dilakukan dengan analisis tingkat
oleh masyarakat hal ini terkait dengan letak geografis, makro pengaruh jangka panjang beragam strategi
112
Review Kebijakan tentang Pelayanan Kesehatan Puskesmas (Suharmiati, dkk.)

pelatihan dan perekrutan pegawai. Selanjutnya juga dengan kebutuhan masing-masing puskesmas.
dilakukan analisis mikro mengenai profil kegiatan Alat komunikasi dan transportasi harus dipenuhi
tenaga kesehatan. Dengan analisis makro akan untuk mengefektifkan keterjangkauan puskesmas ke
diketahui jumlah personil untuk direncanakan masyarakat. Oleh karena itu perlu kelengkapan alat
sedangkan analisis mikro akan menentukan jenis kesehatan dan bahan habis pakai yang menunjang
tenaga kesehatan yang seharusnya direkrut. Menurut pelayanan kesehatan khususnya untuk kasus penyakit
Rienke, Wiliam A, 1994 tentang analisis personil, yang banyak terjadi di puskesmas. Hasil penelitian
disebutkan bahwa penyebaran tenaga dimulai dengan menunjukkan bahwa peralatan untuk bidan di polindes
penilaian kebutuhan pelayanan setempat setelah tidak tercukupi sepenuhnya, padahal bidan di desa
melalui analisis fungsional. Menurut hasil penelitian mendapat beban kegiatan pengobatan dan program-
Wasis dkk. (2005) di daerah terpencil di kabupaten program yang lain selain KIA. Kekurangan peralatan
Sumenep dan Timor Tengah Selatan menunjukkan ini dipenuhi dengan dibeli sendiri oleh bidan desa.
pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Keadaan ini sama dengan hasil penelitian yang
di daerah terpencil bukan merupakan prioritas. dilakukan oleh Ristrini dkk. (2004) dan Handayani dkk.
Mengingat reward berupa insentif finansial untuk (2006) yang menunjukkan kurangnya pemenuhan
daerah terpencil sudah tidak ada lagi maka akan kebutuhan peralatan kesehatan di polindes. Banyaknya
menyulitkan dalam merekrut Pegawai Negeri Sipil kasus kegawatdaruratan membutuhkan peralatan dan
(PNS) agar mau menetap di daerah terpencil. Sumber keterampilan khusus, tetapi dalam kenyataannya
daya puskesmas khususnya di daerah terpencil masih kurang. Mengingat puskesmas dan jaringannya
perbatasan masih perlu dibenahi terutama tentang (pustu, polindes) adalah sasaran pertama untuk
keseimbangan masa kerja, beban kerja dan reward menangani kasus darurat maka penyediaan peralatan
bagi tenaga kesehatan PNS dan PTT. gawat darurat perlu tersedia di semua jaringan
puskesmas dan perlu pemberian keterampilan kepada
Perolehan obat pada umumnya tidak sesuai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab di fasilitas
dengan permintaan kesehatan tersebut.
Banyak keluhan petugas kesehatan tentang
Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
ketidaksesuaian antara jenis dan jumlah obat
Puskesmas dan Jaringannya
dengan kasus penyakit yang ditangani merupakan
hal yang perlu diperhatikan. Seharusnya di dalam Bila dilihat dari determinan penyediaan, persoalan
pemenuhan kebutuhan obat perlu disesuaikan dengan penting di daerah terpencil perbatasan adalah masalah
epidemiologi yang ada di wilayah puskesmas (Baker, transportasi di samping masalah sumber daya
TD, William A. Reinke, 1994). Epidemiologi penyakit puskesmas. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan
sangat penting dalam menetapkan prioritas dan alat transportasi direncanakan dengan baik. Estimasi
populasi yang menjadi sasaran. Dengan mempelajari mengenai kebutuhan alat transportasi tergantung
penyebaran penyakit yang ada di wilayah puskesmas kepada beberapa faktor antara lain kondisi wilayah,
dapat dipakai untuk menentukan titik fokus pelayanan jumlah dan penyebaran sasaran pelayanan serta
yang terkait dengan jenis dan jumlah obat serta jenis jumlah dan jenis kegiatan yang dilakukan (Baker,
peralatan kesehatan. TD, William A. Reinke, 1994). Berkaitan dengan hal
tersebut di atas pihak Kementerian Kesehatan perlu
Peralatan kesehatan dan sarana penunjang memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah
kesehatan (laboratorium) di puskesmas kurang terpencil perbatasan dengan memperhatikan kondisi
mencukupi wilayah, jumlah, penyebaran sasaran pelayanan serta
Kurangnya peralatan kesehatan dan sarana jumlah dan jenis kegiatan yang dilakukan.
penunjang kesehatan (laboratorium) di puskesmas Bila dilihat dari determinan permintaan yaitu dari
sering mengecewakan masyarakat yang harus faktor pengguna, kendala yang ada adalah jarak
menempuh perjalanan yang jauh dan sulit. Keadaan tempat tinggal pengguna dari tempat pelayanan,
ini semakin menguatkan minat masyarakat untuk tidak sulitnya akses menuju tempat pelayanan kesehatan,
berobat ke puskesmas. Ketersediaan alat kesehatan, kekurangan dana untuk biaya transportasi serta
bahan habis pakai, obat perlu ditambah disesuaikan kekurangan dana untuk biaya pengobatan karena

113
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 2 April 2013: 109–116

keadaan ekonomi masyarakat. Diperlukan perhatian 2) Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan
khusus dari Kementerian Kesehatan bersama-sama (DTPK) memiliki topografi yang ekstrem
dengan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah Topografi berbukit-bukit terdapat di sepanjang
tersebut. perbatasan di wilayah perbatasan wilayah Republik
Menurut Adi Utarini (2011), Pelayanan kesehatan Indonesia dengan Malaysia khususnya di pulau
yang benar-benar bermutu di Indonesia saat ini Kalimantan. Di samping itu kondisi geografis yang
harus diakui hanya dapat diperoleh oleh masyarakat masih terisolir karena keterbatasan prasarana jalan,
yang memiliki akses ke sarana pelayanan kesehatan transportasi darat, sungai serta fasilitas publik lainnya.
bermutu, yaitu akses geografis (hanya di kota-kota Kondisi ini berdampak pada kondisi kesejahteraan
besar yang memiliki sarana dan klinisi yang lengkap sosial, ekonomi, pendidikan dan skill masyarakat
dan kompeten), akses pembiayaan (hanya kalangan daerah perbatasan yang masih tertinggal dibanding
menengah atas yang dapat membayar out-of-pocket dengan masyarakat daerah Serawak. Oleh karena
yang dapat mendapatkan pelayanan bermutu), akses itu daerah perbatasan harus menjadi prioritas
hubungan baik (hanya sejawat dokter atau keluarga utama untuk pembangunan infrastruktur karena
dokter yang mendapatkan pelayanan “seperti keluarga jika tidak diperhatikan tidak menutup kemungkinan
sendiri”) atau akses informasi (hanya orang-orang masyarakat di daerah perbatasan akan berpindah
tertentu yang dapat memperoleh informasi mutu kewarganegaraan negara tetangga. (http://shanteukie.
sarana pelayanan kesehatan tertentu) dan berbagai wordpress.com/2011/04)
akses khusus lainnya.
3) Peran infrastruktur
Isu Kebijakan Peran infrastruktur menjadi salah satu komponen
1) Daerah Perbatasan merupakan Etalase Negara fisik yang penting bagi wilayah perbatasan. Sebab,
Daerah perbatasan selayaknya Etalase Negara terdapat korelasi yang signifikan antara kondisi
atau bagian terdepan wilayah Negara Kesatuan infrastruktur dengan denyut kegiatan sosial ekonomi
Republik Indonesia (NKRI) seharusnya terlihat bagus masyarakat, dan juga kesejahteraan masyarakat
karena terletak di bagian depan (beranda), tetapi di perbatasan. Pengembangan infrastruktur yang
selama ini di daerah perbatasan masih terjadi disparitas sistematis, konsisten dan terarah, akan mengarah
antara daerah kita dengan negara tetangga. pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
Daerah perbatasan bagi Indonesia masih perbatasan.
layaknya halaman belakang, perbatasan identik
4) Ketersediaan pelayanan kesehatan dan sarana
dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Infrastruktur
pendukungnya
perbatasan sangat minim, di samping itu kondisi warga
Ketersediaan pelayanan kesehatan dan sarana
kita juga masih terbelit dengan pelbagai keterbatasan.
pendukungnya di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan
Mereka masih sulit mengakses kebutuhan dasar,
Kepulauan (DTPK) masih rendah. Jika dilihat dari
semacam pendidikan, kesehatan, kecukupan gizi
sumber daya yang ada, jumlah tenaga kesehatan
dan lapangan kerja. Kondisi mereka serba papa,
yang diperlukan, baik yang bergerak di bidang
tidak demikian dengan negeri tetangga. Sarana dan
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif
prasarana patroli bagi TNI di perbatasan Kalimantan
masih banyak yang terpusat di kota-kota besar saja.
Barat, sangat minim. Adapun militer Malaysia amat
Meskipun jumlah tenaga kesehatan sudah mencukupi,
modern dan baik. Warga Kabupaten Karimun lebih
namun persebarannya kurang merata. Penyebaran
memilih bekerja di Malaysia atau Singapura sebab
tenaga-tenaga kesehatan lokal harus dioptimalkan,
menjanjikan pendapatan lebih baik, selain juga bisa
khususnya ke daerah-daerah terpencil. Optimalisasi
mereka tempuh dalam waktu singkat.
tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya untuk
Oleh karena itu daerah perbatasan harus menjadi
meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan kualitas
ruang antar muka sosial di mana kosmopolitanisme
tenaga kesehatan, terutama di daerah terpencil,
masyarakat perbatasan dilihat sebagai kekuatan untuk
tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).
membangun halaman muka NKRI yang sejahtera.

114
Review Kebijakan tentang Pelayanan Kesehatan Puskesmas (Suharmiati, dkk.)

Opsi Kebijakan KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


1) Pemenuhan ketersediaan sarana dan prasarana Kesimpulan
pelayanan kesehatan dasar di DTP sesuai
– Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan
topografi
kesehatan puskesmas dan jaringannya di daerah
Opsi ini sangat mendasar, karena kita dihadapkan
perbatasan belum terpenuhi dengan baik
pada harga diri sebagai bangsa di hadapan bangsa
– Pola pelayanan kesehatan puskesmas di daerah
lain (sebagai etalase untuk wilayah perbatasan).
perbatasan belum optimal
Kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan
– Petugas puskesmas di daerah perbatasan
seharusnya menjadi alasan paling utama, sedang
khususnya dokter dan paramedis belum menerima
alasan ekonomi (efisiensi) seharusnya menjadi
reward yang sesuai dengan tugasnya
nomor sekian. Bila opsi ini tidak dilakukan, ancaman
disintegrasi atau beralihnya masyarakat di wilayah Rekomendasi
perbatasan ke negara seberang akan mencederai Pemenuhan ketersediaan sarana dan prasarana
nasionalisme dan rasa kebangsaan. pelayanan kesehatan puskesmas dan jaringannya
di daerah perbatasan dan pola pelayanan prima
2) Pemenuhan ketersediaan transportasi untuk
minimal sejajar dengan pelayanan kesehatan negara
rujukan di DTP sesuai topografi
tetangga. Pemberian Insentif khusus melalui kegiatan
Opsi ini lebih sebagai opsi pendukung bagi opsi
yang dimasukkan ke dalam tugas pembantuan
pertama. Opsi ini untuk menjamin bahwa di manapun
khusus tanpa memandang status dan asal usul
rakyat berada di wilayah NKRI, pemerintah tetap
kepegawaian. Melaksanakan pertukaran petugas
berusaha menyediakan akses untuk pelayanan
puskesmas terdekat antar negara secara berkala
kesehatan sampai tingkat lanjut. Opsi ini menjadi
untuk menindaklanjuti International Health Regulation
strategis untuk mencegah menyeberangnya penduduk
(IHR). Di samping itu perlu peningkatan kompetensi
perbatasan, khususnya di wilayah perbatasan darat
tenaga kesehatan di DTP. Khusus untuk tenaga di
dengan Malaysia, yang pelayanan kesehatannya
perbatasan, pelatihan dapat dilaksanakan di negara
relatif lebih baik.
tetangga yang memiliki kualitas yang lebih baik serta
3) Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan pemenuhan ketersediaan transportasi untuk rujukan
yang sudah tersedia di DTP di DTP sesuai topografi yaitu penyediaan sepeda
Opsi ini sangat strategis, terutama untuk mengatasi motor jenis trail, kendaraan roda empat (mobil) dobel
dampak akibat kurangnya tenaga kesehatan yang garden serta kapal atau perahu jenis tertentu serta
tersedia di DTP. Bila opsi ini tidak dilakukan dampak hemat bahan bakar.
kurangnya tenaga kesehatan akan semakin dirasakan
penduduk di DTP. DAFTAR PUSTAKA
4) Perlu kajian kebijakan sistem reward yang Baker, TD, William A. Reinke. 1994. Dasar Epidemiologi
tersendiri untuk tenaga kesehatan di DTP untuk Perencanaan Kesehatan. Dalam: Perencanaan
Opsi ini strategis untuk menarik tenaga baru agar Kesehatan Untuk Meningkatkan Efektivitas
Manajemen. Gadjah Mada University Press.
mau bekerja di wilayah DTP, juga strategis untuk
Yogyakarta.
mempertahankan tenaga yang sudah tersedia. Sistem Departemen Kesehatan RI. 2006. Keputusan Menteri
reward tidak hanya berupa gaji atau imbalan uang Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 331/
yang lebih tinggi, tapi bisa berupa jenjang karir yang MENKES/SK/V/2006, Rencana Strategis Departemen
lebih menarik atau fasilitas pendukung yang lebih Kesehatan RI tahun 2005–2009. Jakarta.
manusiawi. Bila opsi ini tidak dilakukan, ketersediaan Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri
tenaga kesehatan di wilayah DTP tetap saja akan Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 128/MENKES/
selalu menjadi masalah. Merekrut tenaga-tenaga SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
baru hanya akan berdampak sesaat, sustainabilitas Masyarakat. Jakarta.
Handayani L, Evie S, Siswanto, dkk. 2006. Upaya Revitalisasi
tidak akan terjamin.
Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya

115
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 2 April 2013: 109–116

dalam rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Perspektif Global. Editor: Marge Koblinsky, Judith
Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Tinyam, Jill Gay. Gadjah Mada University Press.
Kesehatan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Yogjakarta.
Sistem dan Kebijakan Kesehatan. Laporan Akhir Wasis B, Agus Suprapto, Sarwanto, dkk. 2005. Pengembangan
Penelitian. Surabaya. Model Rekruitmen dan Pendayagunaan Tenaga
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pelayanan Keperawatan di Daerah Terpencil. Badan Penelitian
Kesehatan di Puskesmas Terpencil dan Sangat dan Pengembangan Kesehatan: Pusat Penelitian dan
Terpencil di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan
Kepulauan. Jakarta. Abstrak Hasil penelitian 2005. Surabaya.
Rienke, Wiliam A. 1994, Analisis Personil dalam Wasis B, Agus Suprapto, Ristrini. 2007. Studi tentang
Perencanaan Kesehatan untuk Meningkatkan Rekruitmen, Seleksi dan Alokasi Kegiatan Tenaga
Efektivitas Manajemen. Gadjah Mada University Keperawatan di Daerah Terpencil di Jatim dan NTT.
Press. Yogyakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan:
Ristrini, Sulistyowati, Siswanto, dkk. 2004. Intervensi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Penumbuh- Kebijakan Kesehatan. Buletin Penelitian Sistem
kembangan Upaya Kesehatan yang Berbasis Kesehatan. Vol. 10 No. 2, April 2007. Surabaya.
Masyarakat Miskin di Pedesaan dalam rangka Utarini Adi. 2011. Bagaimana Caranya Menyediakan
”Making Pregnancy Safer”. Badan Penelitian dan Pelayanan Kesehatan yang Bermutu untuk Semua
Pengembangan Kesehatan: Pusat Penelitian dan Orang? Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas
Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan. Gadjah Mada tanggal 25 Juli 2011 di hadapan Majelis
Laporan Akhir Penelitian. Surabaya. Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suharmiati, Lestari H, dkk. 2009. Studi Keterjangkauan www.depkes.go.id. Menkes Beberkan Program Prioritas
Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya di Kemenkes 2011, tanggal 23 Januari 2011. Diakses
Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan. Badan tanggal 28 Pebruari 2012.
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: Pusat ( h t t p : / / s h a n t e u k i e . w o r d p r e s s . c o m / 2 0 11 / 0 4 /
Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Mempertanyakan kembali Nasionalisme Masyarakat
Kesehatan. Laporan Akhir Penelitian. Surabaya. di Kalimantan Barat (Perbatasan RI - Malaysia)
Timyan Yudith, et al. 1997. Akses pelayanan: Bukan Sekedar diakses tanggal 1 Maret 2012)
Masalah Jarak. Dalam: Kesehatan Wanita, Sebuah

116

View publication stats

You might also like