Professional Documents
Culture Documents
Kadar Imunoglobulin E, Jumlah Eosinofil Pada Penderita Filariasis Dengan Elefantiasis Dan Penderita Filariasis Pascaterapi
Kadar Imunoglobulin E, Jumlah Eosinofil Pada Penderita Filariasis Dengan Elefantiasis Dan Penderita Filariasis Pascaterapi
Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
ABSTRACT
Background: Filariasis is an infectious disease (Elephant Leg Disease) caused by
Filaria worms that are transmitted by various species of mosquitoes. This disease is
chronic (chronic) and if not treated can cause permanent disability in the form of
enlargement of the legs, arms and genitals of both women and men. Worms Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi and Brugia lymphatic filariasis causes timori as living
exclusively in the human body.
Method:This study aimed to know the difference between total IgE levels and absolute
number of eosinophils in patients with elefantiasis and filariasis filariasis patients post-
therapy in the district Muaro Jambi.The location of the working area of research in PHC
Kemingking In the Garden District Rajo Muaro Jambi by using cross sectional
comparative study. The study population was all patients who are diagnosed filariasis
with elefantiasis and filariasis patients diagnosed with post-therapy in Puskesmas
Kemingking Muaro Jambi in Jambi Province. All of the sampled population with respect
to inclusion and exclusion criteria. Status filariasis diagnosis obtained from peripheral
blood examination. Total IgE levels obtained with laboratory examination with ELISA
method and the absolute number of eosinophils obtained by laboratory tests using
eosinophil kit. Processing and analysis of data using non-parametric statistical test
Mann-Whitney test and Kolmogorov-Smirnov test.
Results of research on total IgE levels filariasis patients with the highest examination
results are elefantiasis 3560.5 IU / mL while the lowest 29.2 IU / mL filariasis patients
with filariasis elefantiasis and obtained post-therapy mean total IgE levels amounted to
997.3 IU / mL and total IgE levels of patients filariasis highest post-therapy assessment
was 4130.5 IU / mL while the lowest 19.2 IU / mL is obtained mean of 1744.6 IU / mL.
Absolute number of eosinophils filariasis patients with the highest examination results
Elefantiasis 103/μL was 13.1 while the lowest mean of 4.8 0.7 obtained 103/μL 103/μL
and absolute number of eosinophils filariasis patients post-therapy results highest
examination was 16.9 while the lowest 3.1 103/μL 103 / obtained a mean 5.7 mL 103/μL.
There was no significant difference in total IgE levels in patients with elefantiasis and
filariasis filariasis patients post-therapy in Jambi Province Muaro Jambi with P-value,
its value (0.205)> α (0.05). There was no significant difference in absolute absolute
number of eosinophils in patients with elefantiasis and filariasis filariasis patients post-
therapy in Jambi Province Muaro Jambi with P-value, its value (0.970)> α (0.05)
68
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan hampir mirip. Larva infektif stadium 3
Brugia timori sebagai penyebab filariasis (L3i) masuk ke dalam darah melalui luka
limfatik hidup eksklusif dalam tubuh oleh gigitan nyamuk. Larva bermigrasi
manusia. Cacing tersebut berada pada ke kelenjar limfe yang terrdekat
sistem limfatik pada “network” antara selanjutnya menjadi cacing dewasa
pembuluh limfe dan pembuluh darah dalam waktu kira-kira 3 bulan-1 tahun.
yang memelihara keseimbangan cairan Rata- rata waktu inkubasi sebelum
tubuh dan merupakan komponen yang menjadi infektif adalah 15 bulan. Cacing
essensial untuk sistem pertahanan imun dewasa dapat hidup 5- 10 tahun dan
tubuh. menyebabkan berbagai masalah karena
Pada filariasis sistim imun yang kerusakan pembuluh limfe dan respon
berperan adalah sistim seluler dan sistem imun yang dihasilkan (Inge
humoral, kedua sistim ini berjalan dan sutanto, et al, 2008). W. bancrofti dan B.
saling berkoordinasi karena pengaruh timori tidak memerlukan reservoir
sitokin. Respon imun filariasis yang hewan. Sebaliknya pada B.malayi
humoral maupun seluler terhadap dilaporkan dapat menginfeksi kera
mikrofilaria terlihat lebih baik pada ataupun mamalia lain sehingga bersifat
kelompok amikrofilaremik dibandingkan zoonosis (Buck, 1991). Masing masing
kelompok mikrofilaremik. penyebab filaria memiliki periodisitas
Respon imun nonspesifik utama yang berbeda yang terkait dengan prilaku
parasit adalah fagositosis, tetapi banyak vektor, siklus sikardian inang serta
parasit tersebut yang resisten terhadap wilayah kasus (Mcmahon dan Simonsen,
efek bakterisidal makrofag, bahkan 1996). Periodisitas akan dapat berubah
beberapa diantaranya dapat hidup dalam jika prilaku vektor utama juga berubah
makrofag. akibat tekanan terhadap siklus hidupnya.
Respon penjamu terhadap infeksi Tekanan revolusioner terhadap hidupnya
cacing pada umumnya lebih kompleks diperkirakan akan mempercepat
oleh karena pathogen lebih besar dan perubahan prilaku vektor sehingga akan
tidak dapat ditelan oleh fagosit. mempengaruhi perubahan penularan dan
Pertahanan terhadap banyak infeksi periodisitas mikrofilaria. Siklus sikardian
cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. inang justru terkait dengan aktivitas dari
Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ inang. Perubahan aktivitas inang juga
yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 akan mempengaruhi siklus sikardian dan
merangsang produksi IgE dan IL-5 periodisitas mikrofilaria.
merangsang perkembangan dan aktivasi Penyakit ini menjadi persisten
eosinofil. IgE yang berikatan dengan karena kurangya alat kontrol dan strategi
permukaan cacing diikat eosinofil. yang efektif dan mudah diterapkan pada
Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan negara endemis (Inge sutanto, et al,
mensekresi granul enzim yang 2008). Tiga spesies cacing filaria
menghancurkan parasit. Eosinofil lebih penyebab filariasis limfatik adalah
efektif dibanding leukosit lain oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
karena eosinofil mengandung granul Brugia timori. Wuchereria bancrofti
yang lebih toksik dibanding enzim merupakan spesies yang paling umum
proteolitik dan ROI yang diproduksi ditemukan pada kasus infestasi oleh
neutrofil dan makrofag. Cacing dan cacing ini (Schmidt dan Robert, 2000).
ekstrak cacing dapat merangsang Penyebaran penyakit diperantarai oleh
produksi IgE yang nonspesifik. nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa
Siklus hidup ketiga spesies filaria hidup pada pembuluh limfa
cacing filaria (Wuchereria bancrofti, sedangkan mikrofilaria hidup dalam
Brugia malayi dan Brugia timori) adalah darah (Mcmahon dan Simonsen, 1996).
69
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
70
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
merupakan tanggapan tubuh oleh adanya dihubungkan satu dengan lain oleh anti
alergen yaitu antigen kecil yang mampu reseptor Fc. Crosslinking merupakan
menstimuli sel B spesifik untuk mekanisme awal atau sinyal untuk
mensekresi IgE. Alergen umumnya degranulasi sel mast atau basofil.
memasuki tubuh dalam jumlah yang Teori lain yang sesuai dengan
sangat kecil dan berdifusi melalui hasil penelitian ini disampaikan
permukaan mukosa sehingga memicu Mcmahon dan simonsen (1996)
reaksi TH2. Diferensiasi sel T naïve menyatakan bahwa amikrofilaremia tidak
menjadi TH2 dibantu oleh IL-4 dan IL- selalu berarti bahwa microfilaria dapat
13. TH2 yang spesifik untuk suatu tereliminasi sempurna tetapi mungkin
alergen memproduksi IL-4 dan IL-13 juga bermigrasi ke jaringan atau organ.
yang berfungsi untuk memacu sel B Sementara pada penderita elefantiasis
spesifik untuk memproduksi IgE. IgE yang dinyatakan amikrofilaremik pada
spesifik yang diproduksi sebagai respon pemeriksaan darah tepinya secara
terhadap alergen akan berikatan dengan teorinya tidak menjamin bahwa penderita
afinitas tinggi dengan reseptornya yang elefantiasis negative terinfeksi brugia
terletak pada sel mast, basofil, dan juga malayi karena penderita tetap berada
terikat pada eosinofil yang teraktivasi. pada daerah endemik yang
Ketiga sel yang disebutkan terakhir ini berkemungkinan besar parasit brugia
dapat memacu produksi IgE karena sel- malayipun sudah mengalami
sel tersebut apabila telah teraktivasi akan polimorpisme sehingga menyebabkan
mensekresikan IL-4 dan ligan CD40. terjadinya perbedaan strain pada brugia
Kecenderungan produksi yang berlebihan tersebut. Perbedaan strain inilah yang
dapat disebabkan karena faktor genetik juga mengakibatkan meningkatnya kadar
dan lingkungan. Sekali saja IgE terbentuk IgE sebagai bentuk pertahanan tubuh
karena adanya reaksi terhadap alergen, hospes.
maka jika alergen yang sama masuk Filariasis brugian (filariasis yang
kembali pada waktu yang lain akan disebabkan B.Malayi) di Indonesia juga
menimbulkan terjadinya reaksi alergi. dilaporkan disertai dengan pernanahan
Mekanisme regulasi imunologi mutlak (suppurative) pada kelenjar limfe
diperlukan untuk mengontrol penyakit (Mcmahon dan simonsen, 1996). Respon
alergi. Keikut sertaan sel T regulator imun terhadap cacing dengan cepat
merupakan salah satu mekanisme aktif menyebabkan lymfodema dan
yang dimiliki tubuh khususnya mamalia pembengkakan kaki symptom awal yang
untuk mengontrol penyakit alergi utama. Demam dan lymphangitis adalah
maupun autoimun. (Karnen, 2009) umum dan lebih sering ditemukan. Kita
Eryati, (2006) apabila IgE yang temukan adanya jamur, dan bakteri yang
melekat pada mastosit atau basofil hidup pada permukaan elefantiasisnya
mengalami pemaparan ulang pada sebagai cirri dari elefantiasis. Hal ini juga
alergen spesifik yang dikenalnya, maka bisa menyebabkan terjadinya reaksi
alergen akan diikat oleh IgE demikian alergi yang menyebabkan IgE meninggi
rupa sehingga alergen tersebut yang tidak terdeteksi pada saat
membentuk jembatan antara 2 molekul pemeriksaan tinja. Penelitian ini
IgE pada permukaan sel (crosslinking). diperkuat ( Inge sutanto, et al, 2008).
Crosslinking hanya terjadi dengan Filariasis okult (Occult filariasis)
antigen yang bivalen atau multivalent merupakan suatu kondisi dimana
tetapi tidak terjadi dengan antigen yang filariasis terjadi di daerah endemik
univalent. Crosslinking yang sama dapat namun segala patologis klasik dari filaria
terjadi bila fragmen Fc-IgE bereaksi tidak terlihat dan mikrofilaria tidak
dengan anti IgE, atau bila reseptor Fc ditemukan dalam darah tepi. Namun
71
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
72
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
73
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
74
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
cacing tertentu melalui perantaraan IgG. terjadi akibat paparan berulang pada
Pengerahan eosinofil dipengaruhi individu tersebut dalam jangka waktu
mediator yang dilepas sel mastosit dan lama mengakibatkan peningkatan jumlah
sel T. Disamping itu sel T berpengaruh eosinofil.
pula atas pengeluaran eosinofil dari sum- (Inge, 2008), ditemukan bahwa
sum tulang. Hidup eosinofil lebih lama adanya produksi jumlah eosinofil absolut
dibandingkan dengan netrofil. Berbeda yang berlebihan dapat disebabkan akibat
dengan netrofil, eosinofil yang telah faktor keadaan lingkungan yang sesuai
berada didalam jaringan, dapat diedarkan untuk menunjang kelangsungan hidup
ulang. masing-masing hopes, hospes reservoir
Karnen (2009), terstimulasinya dan vector. Dengan terpaparnya kembali
sistem imun untuk berespon dan penderita dengan alergen parasit filaria
menghasilkan antibodi atau komponen karena daerah endemik tentunya siklus
seluler adaptif spesifik terhadap filariasis tetap terjadi walaupun dalam
microfilaria terjadi akibat paparan teorinya negatif mikrofilaria pada
berulang pada individu tersebut dalam penderita dengan elefantiasis
jangka waktu lama seperti terlihat pada kemungkinan karena filaria diberi
sebagian individu yang tinggal di daerah kesempatan hidup pada ambang batas
endemik. Di daerah endemik, individu tertentu oleh tubuh hospes yang
yang menunjukkan amikrofilaremia dan menstimulasi aktivasi sel Th2. Cacing
tanpa gejala klinis memiliki antibodi merangsang subset th2 sel CD4+ yang
terhadap selubung mikrofilaria lebih merangsang sel B berkembang menjadi
tinggi dibanding individu yang plasma yang melepas IL-4, IL-5 dan IL-
menunjukkan mikrofilaremia (Mcmahon 13. IL-4 dan IL-13 merangsang produksi
dan Simonsen, 1996). Didaerah endemik IgE yang spesifik untuk cacing dan
paparan dan reinfeksi terjadi secara merupakan opsonin. IL-5 mengaktifkan
berulang dan periodik serta bervariasi eosinofil yang mengikat IgE melapisi
dalam hal kuantitas parasit sehingga permukaan cacing melalui Fcє-R.
stimulasi antibody berlangsung kontinyu.
Namun demikian, jumlah individu Jumlah eosinofil absolut penderita
resisten tidak selalu lebih besar dibanding filariasis pascaterapi
yang peka. Amikrofilaremia tidak selalu
berarti bahwa mikrofilaria dapat Hasil penelitian yang didapatkan
terliminasi sempurna tetapi mungkin juga pada penelitian ini menunjukkan bahwa
bermigrasi ke jaringan atau organ. penderita filariasis pacaterapi mempunyai
Sementara pada penderita elefantiasis rerata jumlah eosinofil absolut (1744, 6
yang dinyatakan amikrofilaremik pada + 1315, 5). Hal ini menggambarkan
pemeriksaan darah tepinya secara kecenderungan tetap tingginya jumlah
teorinya tidak menjamin bahwa negative eosinofil absolut penderita filariasis
terinfeksi brugia malayi karena pascaterapi.
penderita tetap berada pada daerah Tetap tingginya jumlah eosinofil
endemik tentunya parasit brugia absolut penderita filariasis pascaterapi
malayipun sudah mengalami sesuai dengan teori yang disampaikan
polimorpisme sehingga menyebabkan karnen (2009), bahwa pada saat
terjadinya perbedaan strain pada brugia terjadinya amikrofilaremik pada
malayi tersebut. Perbedaan strain ini pascaterapi belum tentu menjamin
menyebabkan terstimulasinya sistem amikrofilaria utuh. Disamping itu
imun untuk berespon dan menghasilkan pengobatan DEC tidak memiliki efek
antibodi atau komponen seluler adaptif mematikan yang langsung terhadap
spesifik terhadap microfilaria diduga microfilaria tetapi dengan merubah
struktur permukaan larva sehingga
75
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
mudah dikeluarkan dari jaringan tubuh Perbedaan Kadar IgE total Penderita
dan membuatnya lebih mudah filariasis dengan elefantiasis dan
dikeluarkan dari jaringan tubuh dan Kadar IgE total Penderita filariasis
membuatnya lebih mudah dihancurkan pascaterapi
oleh sistem pertahanan tuan rumah.
Karnen (2009), sistem Hasil penelitian yang didapatkan
pertahanan tuan rumah inilah yang bisa pada penelitian ini menunjukkan bahwa
menyebabkan terjadinya reaksi alergi. tidak terdapat perbedaan signifikan kadar
Pertahanan terhadap cacing merangsang IgE total pada penderita filariasis dengan
subset Th2 sel CD4+ yang merangsang elefantiasis dan penderita Filariasis
sel B berkembang menjadi plasma yang pascaterapi di Kabupaten Muaro Jambi
melepas IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan Provinsi Jambi. (P >0,05)
IL-13 merangsang produksi IgE yang Hasil penelitian ini tidak sesuai
spesifik untuk cacing dan merupakan dengan hipotesis yang dikemukakan
opsonin. IL-5 mengaktifkan eosinofil bahwa terdapat perbedaan signifikan
yang mengikat IgE melapisi permukaan kadar IgE total pada penderita filariasis
cacing melalui Fcє-R. Eosinofil yang dengan elefantiasis dan penderita
diaktifkan melepas MBP dan MCP yang filariasis pascaterapi dikarenakan tidak
dapat merusak cacing. Kebanyakan sel diketemukannya microfilaria pada kedua
mast juga mengekspresikan Fcє-R dan penderita. Hasil ini sesuai dengan yang
diikat IgE pada permukaan cacing dan dilaporkan Hastini et.al (1994) bahwa
menimbulkan degranulasi. Isi granul sel IgE menunjukkan respon pada seluruh
mast mengandung aminvasokatif, sitokin masa pemantauan.
seperti TNF dan mediator lipid yang Hasil penelitian ini tidak sesuai
menginduksi inflamasi lokal. Respon dengan hipotesis yang dikemukakan
tersebut adalah untuk menyingkirkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
infeksi cacing dan dapat juga berperan kadar IgE total pada penderita filariasis
terhadap beberapa ektoparasit. Cacing dengan elefantiasis dan penderita
terlalu besar untuk dimakan dan lebih Filariasis pascaterapi dikarenakan tidak
resisten terhadap aktivitas mikrobisidal diketemukannya microfilaria pada kedua
amkrofag dibanding kebanyakan kuman penderita. Hasil ini sesuai seperti yang
dan virus. dilaporkan Hastini et al (1994) bahwa
Bahwa ada bakteri wolbacia IgE menunjukkan respon pada seluruh
mirip dengan ricketsia hidup simbiosis masa pemantauan. Hasil ini juga sesuai
dengan cacing filarial. Bakteri ini tentu dengan Fick (2002) menyatakan bahwa
juga berperan sebagai allergen yang pada infeksi cacing akut terjadi
mempengaruhi meningkatnya produksi peningkatan kadar IgE total dengan
IgE karena DEC berfungsi hanya sebagai proporsi kadar IgE total spesifik cacing
antifilaria bukan sebagai antibakteri. lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
Ditemukan bahwa adanya IgE total poliklonal. Pada infeksi kronik
produksi jumlah eosinofil absolut yang juga terjadi peningkatan kadar IgE total
berlebihan dapat disebabkan akibat tetapi dengan proporsi kadar IgE total
terpaparnya kembali penderita dengan poliklonal lebih tinggi dibandingkan
alergen parasit filaria karena daerah dengan kadar IgE total spesifik cacing.
endemik tentunya siklus filariasis tetap Hasil ini juga sesuai dengan Basundari
terjadi. yang menyatakan bahwa kadar IgE total
pada filariasis pada umumnya tinggi,
akan tetapi reaksi alergi biasanya terjadi
pada TPE (trofical pulmonary
eosinofilia).
76
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
77
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
ulang. Hasil penelitian ini akibat Hal ini menunjukkan bahwa tetap
terpaparnya kembali penderita dengan tingginya jumlah eosinofil absolut
alergen karena faktor lingkungan sesuai penderita dengan elefantiasis dan
untuk menunjang kelangsungan hidup penderita filariasis pascaterapi karena
hospes, hospes resrvoar, dan vector. Ini DEC tidak memiliki efek mematikan
diperkuat oleh (Inge sutanto, 2008). yang langsung terhadap mikrofilaria
Bahwa akibat terpaparnya kembali tetapi dengan merubah struktur
penderita dengan alergen parasit filaria permukaan larva sehingga mudah
karena daerah endemik tentunya siklus dikeluarkan dari jaringan tubuh dan
filariasis tetap terjadi walaupun dalam membuatnya lebih mudah dihancurkan
teorinya negative pada penderita dengan oleh sistim pertahanan tuan rumah. Efek
elefantiasis karena filaria diberi mematikan terhadap cacing dewasa
kesempatan hidup pada ambang batas secara in vivo dapat ditunjukkan melalui
tertentu oleh tubuh host. Hal ini juga pemantauan ultrasonografi, namun
diperkuat Karnen, (2009) yang mekanisme pastinya belum diketahui
menyatakan kecenderungan produksi berkemungkinan ada kaitannya dengan
yang berlebihan dapat disebabkan karena sel eosinofil yang dapat membunuh
faktor genetik dan lingkungan. Sekali parasit cacing filaria. (Inge sutanto,
saja IgE terbentuk karena adanya reaksi 2008).
terhadap alergen, maka jika alergen yang
sama masuk kembali pada waktu yang SIMPULAN
lain akan menimbulkan terjadinya reaksi
alergi. Mekanisme regulasi imunologi 1. Tidak terdapat perbedaan signifikan
mutlak diperlukan untuk mengontrol kadar IgE total pada penderita
penyakit alergi. Keikut sertaan sel T filariasis dengan elefantiasis dan
regulator merupakan salah satu penderita Filariasis pascaterapi di
mekanisme aktif yang dimiliki tubuh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi
khususnya mamalia untuk mengontrol Jambidengan (P> 0,05)
penyakit alergi maupun autoimun. IgE 2. Tidak terdapat perbedaan signifikan
spesifik yang diproduksi sebagai respon Jumlah eosinofil absolut absolute
terhadap alergen akan berikatan dengan pada penderita filariasis dengan
afinitas tinggi dengan reseptornya yang elefantiasis dan penderita Filariasis
terletak pada sel mast, basofil, dan juga pascaterapi di Kabupaten Muaro
terikat pada eosinofil yang teraktivasi Jambi Provinsi Jambi (P >0,05)
yang akan meningkatkan jumlah
eosinofil sebagai bentuk pertahanan SARAN
tubuh.
Hasil penelitian ini juga sesuai 1. Perlu penelitian lebih lanjut
dengan peran eosinofil yang dapat untuk mengetahui kadar IgE total
menginduksi antibodi atau komplemen dan eosinofil absolut pada
yang akan merusak stadium larva pada penderita filariasis dengan
beberapa cacing. Proses degranulasi elefantiasis dan filariasis
eosinofil pada permukaan parasit pascaterapi dengan jumlah
merupakan mekanisme utama untuk sampel yang lebih banyak.
menghancurkan permukaan parasit yang 2. Perlu penelitian lebih lanjut
telah dibungkus antibodi. Pengeluaran untuk mengetahui efektifitas IgE
protein dasar utama (major basic protein) total dan eosinofil absolut pada
dari proses degranulasi eosinofil penderita filariasis dengan
berakibat fatal pada parasitnya.(Karnen, elefantiasis dan filariasis
2009). pascaterapi dengan jumlah
sampel yang lebih banyak.
78
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
79
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015
80