You are on page 1of 13

Jurnal Akademika Baiturrahim M.

Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

KADAR IMUNOGLOBULIN E, JUMLAH EOSINOFIL


PADA PENDERITA FILARIASIS DENGAN ELEFANTIASIS DAN
PENDERITA FILARIASIS PASCATERAPI
M. Hidayat
Program Studi D – III Keperawatan STIKBA Jambi
E-Mail : Hidayat.immunologyst@yahoo.com

ABSTRACT
Background: Filariasis is an infectious disease (Elephant Leg Disease) caused by
Filaria worms that are transmitted by various species of mosquitoes. This disease is
chronic (chronic) and if not treated can cause permanent disability in the form of
enlargement of the legs, arms and genitals of both women and men. Worms Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi and Brugia lymphatic filariasis causes timori as living
exclusively in the human body.
Method:This study aimed to know the difference between total IgE levels and absolute
number of eosinophils in patients with elefantiasis and filariasis filariasis patients post-
therapy in the district Muaro Jambi.The location of the working area of research in PHC
Kemingking In the Garden District Rajo Muaro Jambi by using cross sectional
comparative study. The study population was all patients who are diagnosed filariasis
with elefantiasis and filariasis patients diagnosed with post-therapy in Puskesmas
Kemingking Muaro Jambi in Jambi Province. All of the sampled population with respect
to inclusion and exclusion criteria. Status filariasis diagnosis obtained from peripheral
blood examination. Total IgE levels obtained with laboratory examination with ELISA
method and the absolute number of eosinophils obtained by laboratory tests using
eosinophil kit. Processing and analysis of data using non-parametric statistical test
Mann-Whitney test and Kolmogorov-Smirnov test.
Results of research on total IgE levels filariasis patients with the highest examination
results are elefantiasis 3560.5 IU / mL while the lowest 29.2 IU / mL filariasis patients
with filariasis elefantiasis and obtained post-therapy mean total IgE levels amounted to
997.3 IU / mL and total IgE levels of patients filariasis highest post-therapy assessment
was 4130.5 IU / mL while the lowest 19.2 IU / mL is obtained mean of 1744.6 IU / mL.
Absolute number of eosinophils filariasis patients with the highest examination results
Elefantiasis 103/μL was 13.1 while the lowest mean of 4.8 0.7 obtained 103/μL 103/μL
and absolute number of eosinophils filariasis patients post-therapy results highest
examination was 16.9 while the lowest 3.1 103/μL 103 / obtained a mean 5.7 mL 103/μL.
There was no significant difference in total IgE levels in patients with elefantiasis and
filariasis filariasis patients post-therapy in Jambi Province Muaro Jambi with P-value,
its value (0.205)> α (0.05). There was no significant difference in absolute absolute
number of eosinophils in patients with elefantiasis and filariasis filariasis patients post-
therapy in Jambi Province Muaro Jambi with P-value, its value (0.970)> α (0.05)

Key words: Filariasis, Total Immunoglobulin E, Eosinophils absolute.

PENDAHULUAN dan bila tidak mendapatkan pengobatan


dapat menimbulkan cacat menetap
Filariasis adalah penyakit berupa pembesaran kaki, lengan dan alat
menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang kelamin baik perempuan maupun laki-
disebabkan oleh cacing Filaria yang laki. Cacing hidup selama 4-6 tahun
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. menghasilkan larva (mikrofilaria) yang
Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) akan ikut dalam sirkulasi darah. Cacing

68
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan hampir mirip. Larva infektif stadium 3
Brugia timori sebagai penyebab filariasis (L3i) masuk ke dalam darah melalui luka
limfatik hidup eksklusif dalam tubuh oleh gigitan nyamuk. Larva bermigrasi
manusia. Cacing tersebut berada pada ke kelenjar limfe yang terrdekat
sistem limfatik pada “network” antara selanjutnya menjadi cacing dewasa
pembuluh limfe dan pembuluh darah dalam waktu kira-kira 3 bulan-1 tahun.
yang memelihara keseimbangan cairan Rata- rata waktu inkubasi sebelum
tubuh dan merupakan komponen yang menjadi infektif adalah 15 bulan. Cacing
essensial untuk sistem pertahanan imun dewasa dapat hidup 5- 10 tahun dan
tubuh. menyebabkan berbagai masalah karena
Pada filariasis sistim imun yang kerusakan pembuluh limfe dan respon
berperan adalah sistim seluler dan sistem imun yang dihasilkan (Inge
humoral, kedua sistim ini berjalan dan sutanto, et al, 2008). W. bancrofti dan B.
saling berkoordinasi karena pengaruh timori tidak memerlukan reservoir
sitokin. Respon imun filariasis yang hewan. Sebaliknya pada B.malayi
humoral maupun seluler terhadap dilaporkan dapat menginfeksi kera
mikrofilaria terlihat lebih baik pada ataupun mamalia lain sehingga bersifat
kelompok amikrofilaremik dibandingkan zoonosis (Buck, 1991). Masing masing
kelompok mikrofilaremik. penyebab filaria memiliki periodisitas
Respon imun nonspesifik utama yang berbeda yang terkait dengan prilaku
parasit adalah fagositosis, tetapi banyak vektor, siklus sikardian inang serta
parasit tersebut yang resisten terhadap wilayah kasus (Mcmahon dan Simonsen,
efek bakterisidal makrofag, bahkan 1996). Periodisitas akan dapat berubah
beberapa diantaranya dapat hidup dalam jika prilaku vektor utama juga berubah
makrofag. akibat tekanan terhadap siklus hidupnya.
Respon penjamu terhadap infeksi Tekanan revolusioner terhadap hidupnya
cacing pada umumnya lebih kompleks diperkirakan akan mempercepat
oleh karena pathogen lebih besar dan perubahan prilaku vektor sehingga akan
tidak dapat ditelan oleh fagosit. mempengaruhi perubahan penularan dan
Pertahanan terhadap banyak infeksi periodisitas mikrofilaria. Siklus sikardian
cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. inang justru terkait dengan aktivitas dari
Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ inang. Perubahan aktivitas inang juga
yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 akan mempengaruhi siklus sikardian dan
merangsang produksi IgE dan IL-5 periodisitas mikrofilaria.
merangsang perkembangan dan aktivasi Penyakit ini menjadi persisten
eosinofil. IgE yang berikatan dengan karena kurangya alat kontrol dan strategi
permukaan cacing diikat eosinofil. yang efektif dan mudah diterapkan pada
Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan negara endemis (Inge sutanto, et al,
mensekresi granul enzim yang 2008). Tiga spesies cacing filaria
menghancurkan parasit. Eosinofil lebih penyebab filariasis limfatik adalah
efektif dibanding leukosit lain oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
karena eosinofil mengandung granul Brugia timori. Wuchereria bancrofti
yang lebih toksik dibanding enzim merupakan spesies yang paling umum
proteolitik dan ROI yang diproduksi ditemukan pada kasus infestasi oleh
neutrofil dan makrofag. Cacing dan cacing ini (Schmidt dan Robert, 2000).
ekstrak cacing dapat merangsang Penyebaran penyakit diperantarai oleh
produksi IgE yang nonspesifik. nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa
Siklus hidup ketiga spesies filaria hidup pada pembuluh limfa
cacing filaria (Wuchereria bancrofti, sedangkan mikrofilaria hidup dalam
Brugia malayi dan Brugia timori) adalah darah (Mcmahon dan Simonsen, 1996).

69
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

Cacing betina melepaskan mikrofilaria banjir dan merupakan daerah endemis


dalam pembuluh darah tepi dan dihisap filariasis karena pada umumnya adalah
oleh nyamuk yang selanjutnya agen daerah dataran rendah, terutama
infeksi ini disebarkan dari hewan ke pedesaan, pantai, pedalaman,
manusia atau dari manusia ke manusia ( persawahan, rawa-rawa, dan hutan
Schmidt dan Robert, 2000). sebagai tempat perindukan vector
Di Sumatra khususnya propinsi filarasis.
jambi tepatnya pada Kabupaten Muaro Tingginya angka kesakitan
Jambi Provinsi Jambisecara topografi penderita filariasis 297 kasus tersebar di
merupakan daerah dataran rendah yang 10 kabupaten di propinsi Jambi, 21 kasus
terletak pada ketinggian 0-500 m di atas ditemukan di Puskesmas Kemingking
permukaan laut dengan rincian 0-10 m Dalam Kecamatan Maro Sebo di
dpl (11,80%), 11-100 m dpl (83,70%), Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi
dan 101-500 m dpl (4,50%). Kondisi di provinsi Jambi (Dinas kesehatan
permukaan daratan Kabupaten Muaro Provinsi Jambi, 2009)
Jambi Provinsi Jambibervariasi dari
keadaan rata, landai sampai dengan
bergelombang. Namun sebagian besar METODE
wilayah kabupaten Muaro Jambi rata-
rata merupakan daerah relatif datar Penelitian ini merupakan
sampai dengan landai yang berada di penelitian observasional dengan
wilayah kecamatan kumpeh, kumpeh ulu, pendekatan cross sectional study
muaro Sebo, Taman Rajo, dan Jambi luar comparative dimana variable dependen
kota. dan independen diperiksa dalam waktu
Kabupaten Muaro Jambi yang bersamaan.
Provinsi Jambiberada pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) Batang Hari. Air HASIL DAN PEMBAHASAN
permukaan Sungai Batang Hari memiliki
fluktuasi cukup tinggi mencapai 7 (tujuh) Kadar IgE total Penderita filariasis
meter yang sangat dipengaruhi oleh dengan elefantiasis
keadaan musim hujan dan kemarau. Air
Dari hasil penelitian yang
permukaan Kabupaten Muaro Jambi
didapatkan menunjukkan bahwa
Provinsi Jambibagian timur lebih tinggi
penderita filariasis dengan elefantiasis
dibandingkan dengan wilayah barat. Hal
mempunyai rerata kadar IgE total (997, 3
ini terjadi karena permukaan tanah
+ 1097, 1). Hal ini menggambarkan
bagian timur merupakan daerah
kecenderungan tingginya kadar IgE total
cekungan dan rawa sehingga air tidak
penderita filariasis dengan elefantiasis.
cepat menembus tanah atau mengalir
Eryati (2006) menyatakan bahwa
(run off). Daerah tersebut berada pada
konsentrasi IgE didalam serum sangat
Kecamatan kumpeh, Kecamatan kumpeh
rendah yaitu kurang dari 5000 mg/mL.
ulu, Kecamatan Maro sebo, Kecamatan
Namun level ini akan naik cepat pada
Taman Rajo, dan kecamatan sekernan.
kondisi infeksi karena parasit, jamur,
Sebagian daerah yang berada pada
mikrobakteria dan virus maupun kondisi
Daerah Aliran Sungai Batang Hari
alergi seperti atopic dan dermatitis.
dengan bentuk daratannya cekung dan
Dengan demikian dapat disimpulkan
rawa menyebabkan daerah ini hampir
bahwa antibodi ini fungsinya
setiap tahun menimbulkan permasalahan
berhubungan dengan penyakit alergi.
naiknya air permukaan yang
Reaksi alergi disebabkan oleh
menggenangi lahan pertanian dan sawah,
produksi antibodi spesifik IgE karena
serta pemukiman penduduk mengalami
adanya antigen tertentu. Munculnya IgE

70
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

merupakan tanggapan tubuh oleh adanya dihubungkan satu dengan lain oleh anti
alergen yaitu antigen kecil yang mampu reseptor Fc. Crosslinking merupakan
menstimuli sel B spesifik untuk mekanisme awal atau sinyal untuk
mensekresi IgE. Alergen umumnya degranulasi sel mast atau basofil.
memasuki tubuh dalam jumlah yang Teori lain yang sesuai dengan
sangat kecil dan berdifusi melalui hasil penelitian ini disampaikan
permukaan mukosa sehingga memicu Mcmahon dan simonsen (1996)
reaksi TH2. Diferensiasi sel T naïve menyatakan bahwa amikrofilaremia tidak
menjadi TH2 dibantu oleh IL-4 dan IL- selalu berarti bahwa microfilaria dapat
13. TH2 yang spesifik untuk suatu tereliminasi sempurna tetapi mungkin
alergen memproduksi IL-4 dan IL-13 juga bermigrasi ke jaringan atau organ.
yang berfungsi untuk memacu sel B Sementara pada penderita elefantiasis
spesifik untuk memproduksi IgE. IgE yang dinyatakan amikrofilaremik pada
spesifik yang diproduksi sebagai respon pemeriksaan darah tepinya secara
terhadap alergen akan berikatan dengan teorinya tidak menjamin bahwa penderita
afinitas tinggi dengan reseptornya yang elefantiasis negative terinfeksi brugia
terletak pada sel mast, basofil, dan juga malayi karena penderita tetap berada
terikat pada eosinofil yang teraktivasi. pada daerah endemik yang
Ketiga sel yang disebutkan terakhir ini berkemungkinan besar parasit brugia
dapat memacu produksi IgE karena sel- malayipun sudah mengalami
sel tersebut apabila telah teraktivasi akan polimorpisme sehingga menyebabkan
mensekresikan IL-4 dan ligan CD40. terjadinya perbedaan strain pada brugia
Kecenderungan produksi yang berlebihan tersebut. Perbedaan strain inilah yang
dapat disebabkan karena faktor genetik juga mengakibatkan meningkatnya kadar
dan lingkungan. Sekali saja IgE terbentuk IgE sebagai bentuk pertahanan tubuh
karena adanya reaksi terhadap alergen, hospes.
maka jika alergen yang sama masuk Filariasis brugian (filariasis yang
kembali pada waktu yang lain akan disebabkan B.Malayi) di Indonesia juga
menimbulkan terjadinya reaksi alergi. dilaporkan disertai dengan pernanahan
Mekanisme regulasi imunologi mutlak (suppurative) pada kelenjar limfe
diperlukan untuk mengontrol penyakit (Mcmahon dan simonsen, 1996). Respon
alergi. Keikut sertaan sel T regulator imun terhadap cacing dengan cepat
merupakan salah satu mekanisme aktif menyebabkan lymfodema dan
yang dimiliki tubuh khususnya mamalia pembengkakan kaki symptom awal yang
untuk mengontrol penyakit alergi utama. Demam dan lymphangitis adalah
maupun autoimun. (Karnen, 2009) umum dan lebih sering ditemukan. Kita
Eryati, (2006) apabila IgE yang temukan adanya jamur, dan bakteri yang
melekat pada mastosit atau basofil hidup pada permukaan elefantiasisnya
mengalami pemaparan ulang pada sebagai cirri dari elefantiasis. Hal ini juga
alergen spesifik yang dikenalnya, maka bisa menyebabkan terjadinya reaksi
alergen akan diikat oleh IgE demikian alergi yang menyebabkan IgE meninggi
rupa sehingga alergen tersebut yang tidak terdeteksi pada saat
membentuk jembatan antara 2 molekul pemeriksaan tinja. Penelitian ini
IgE pada permukaan sel (crosslinking). diperkuat ( Inge sutanto, et al, 2008).
Crosslinking hanya terjadi dengan Filariasis okult (Occult filariasis)
antigen yang bivalen atau multivalent merupakan suatu kondisi dimana
tetapi tidak terjadi dengan antigen yang filariasis terjadi di daerah endemik
univalent. Crosslinking yang sama dapat namun segala patologis klasik dari filaria
terjadi bila fragmen Fc-IgE bereaksi tidak terlihat dan mikrofilaria tidak
dengan anti IgE, atau bila reseptor Fc ditemukan dalam darah tepi. Namun

71
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

sesungguhnya cacing dewasa maupun dalam sistem immune lebah


stadium larva dan microfilaria ditemukan menghasilkan lebih sedikit protein
dalam jaringan atau organ. (Mcmahon sehingga tidak mampu mendeteksi
dan Simonsen,1996) bakteri penyusup dan tidak mampu
Hasil penelitian ini juga sesuai mengeluarkan sinyal alarm kimia yang
dengan Mcmahon dan Simonsen (1996) mengaktifkan tawon dengan berbagai
menyatakan bahwa di daerah endemik mekanisme pertahanan. Bordenstein
individu yang menunjukkan menyebutnya sebagai pembajakan sistem
amikrofilaremia dan tanpa gejala klinis kekebalan tubuh sehingga
memiliki antibodi terhadap selubung memungkinkan bakteri dapat menyerang
mikrofilaria lebih tinggi dibanding tubuh dari host dengan impunitas relatif.
individu yang menunjukkan Mirip bagaimana bakteri mengubah
mikrofilaremia Didaerah endemik sistem reproduksi host, tetap menjadi
paparan dan reinfeksi terjadi secara masalah untuk studi masa depan. Tetapi
berulang dan periodik serta bervariasi para ilmuwan telah mengidentifikasi
dalam hal kuantitas parasit sehingga strategi dasar bakteri. Tergantung pada
stimulasi antibodi berlangsung kontinyu. host, yaitu: membunuh pejantan yang
terinfeksi, betina menginfeksi jantan
Disamping itu yang dijadikan
sehingga mereka berkembang sebagai
kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah
betina atau infertile pseudo-females,
penderita filariasis yang menderita
menginduksi parthenogenesis: reproduksi
penyakit hati, ginjal, paru-paru kronis,
betina terinfeksi tanpa pejantan, membuat
infeksi cacing lainnya. Hal ini tentunya
sperma laki-laki yang terinfeksi tidak
masih ada alergen penyebab reaksi alergi
sejalan dengan telur betina atau betina
lain tertentu yang tidak terdeteksi yang
yang tidak terinfeksi strain Wolbachia
bisa menyebabkan terjadinya reaksi
yang berbeda. Wolbachia lebih menyukai
alergi sehingga terjadi reaksi alergi yang
betina daripada jantan karena mereka
menyebabkan IgE meninggi. Hal lain
hadir dalam telur matang, tapi tidak
yang mengakibatkan tetap tinggi yang
dalam sperma matang. Akibatnya, hanya
kita temukan adalah adanya jamur, dan
betina yang menularkan infeksi pada
bakteri yang hidup pada permukaan
keturunan mereka. "Mereka membuat
elefantiasisnya sebagai ciri dari
senjata feminis," kata Bordenstein.
elefantiasis juga bisa menyebabkan
Meskipun bakteria parasitisme terbatas
terjadinya reaksi alergi sehingga terjadi
pada arthropoda (hewan dengan
reaksi alergi yang menyebabkan IgE
exoskeletons tulang punggung, bukan
meninggi. Hal ini diperkuat oleh Seth
seperti serangga, laba-laba, dan
Bordenstein, profesor biologi di
crustaceans) dengan prevalensi memiliki
laboratorium Vanderbilt (2010)
pengaruh besar pada biosfer. Pengakuan
menyatakan bahwa sekitar 100 juta tahun
atas kapabilitas Wolbachia telah
yang lalu, bakteri Wolbachia datang
membuatnya menjadi kandidat yang
dengan sebuah trik yang membuatnya
menjanjikan bagi rekayasa genetika
menjadi salah satu parasit paling sukses
dalam mencari cara yang lebih efektif
di dunia yaitu kemampuan berevolusi
untuk memerangi penyakit yang
untuk memanipulasi kehidupan seksual
disebarkan oleh serangga. Meskipun di
host (spesies yang terinfeksi). "Ketika
mana-mana bakteri tidak bisa mengelabui
mengembangkan kemampuan ini,
sistem immune tubuh manusia, memang
Wolbachia menyebar dengan cepat di
memiliki dampak yang merugikan
antara populasi dunia serangga, tungau,
kesehatan manusia yang menginfeksi
laba-laba, dan nematoda, menghasilkan
banyak spesies nematoda, termasuk
pandemi terbesar dalam sejarah
filaria nematoda yang menginfeksi lebih
kehidupan," Ini menyebabkan sebuah gen

72
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

dari 200 juta orang di seluruh dunia, ditemukan bersama-sama dengan


menyebabkan penyakit inflamasi keadaan mikrofilaremik ataupun
melemahkan, seperti kaki gajah. Dalam amikrofilaremik. Dengan adanya
10 tahun terakhir para ilmuwan telah perbedaan manifestasi klinis dan
menyadari sebenarnya ada pada bakteria, parasitologi gejala klinis yang dialami
bukan nematoda yang bertanggung jawab penderita dalam perjalanan penyakitnya
untuk sebagian besar yang dihasilkan merupakan fase penting, gejala klinis
pada gejala penyakit ini. Meskipun merupakan refleksi respon imun dari
Wolbachia hanya dapat bertahan sekitar hospes terhadap penyakitnya.
tiga hari dalam tubuh manusia, parasit Hastini et al. (1994) yang
nematoda bertindak sebagai sumber mendapatkan hasil terlihat IgE yang
penyambung lidah bakteri yang sebagian meningkat pada berbagai masa tinggal 8,
besar menyebabkan kerusakan. Hal ini 15, 26, 39,dan 54 bulan penderita
mengejutkan pemahaman tentang filariasis. Hal yang sama sesuai dengan
patologi penyakit untuk meningkatkan penelitian Rabia (1987) yang menyatakan
pengawasan penyakit ini. Mereka kini bahwa lebih dari 70 % IgG dari penderita
diobati dengan antibiotik yang filariasis adalah subkelas IgG4 yang
membunuh bakteria dan mengurangi mempunyai kaitan sangat erat dengan
toksik dibandingkan obat anti-nematoda. respon IgE.
Seth (2010). Teori lain yang disampaikan
Kadar IgE total Penderita filariasis Semnani et.al, (2001), menjelaskan
pascaterapi bahwa kemampuan mikrofilaria untuk
Hasil penelitian yang didapatkan bertahan hidup dalam darah sampai
pada penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa bulan tanpa dapat dieliminasi
penderita filariasis pacaterapi mempunyai sempurna oleh antibodi. Terstimulasinya
rerata kadar IgE total (1744, 6 + 1315, sistem imun untuk berespon dan
5). Hal ini menggambarkan menghasilkan antibodi atau komponen
kecenderungan tetap tingginya kadar IgE seluler adaptif spesifik terhadap
total penderita filariasis pascaterapi. microfilaria terjadi akibat paparan
Oqueka et al. (2005) menyatakan berulang pada individu tersebut dalam
bahwa pengobatan dengan DEC (6 jangka waktu lama seperti terlihat pada
mg/kg) dan Albendazole (400 mg) pada sebagian individu yang tinggal di daerah
kasus filariasis di pulau Alor adalah endemik. Di daerah edemik, terjadi
efisien pada filariasis yang disebabkan kenaikan titer IgG4 yang lebih tinggi.
W. bancrofti, B. malayi dan B.timori. Dinyatakan pula Rabia bahwa
Penggunaan single dosis dengan komponen-komponen antigen
kombinasi dua macam obat yaitu microfilaria yang dikenal oleh IgG4 juga
albendazole dengan DEC atau dikenal oleh IgE. Dugaan ini diperkuat
albendazole dengan ivermectin, adalah karena diketahui bahwa IgG4
99% efektif mengeliminasi mikrofilaria mempunyai persamaan sifat dengan IgE
dalam darah selama setahun penuh yaitu dapat menempel pada sel basofil
setelah pengobatan (Schmidt dan Robert, atau mast cell .
2000).
Inge (2008), ditemukan bahwa
Hastini et al. (1994) menyatakan
adanya produksi IgE total yang
gejala klinis filariasis yang dialami oleh
berlebihan dapat disebabkan akibat
penduduk di daerah endemis filariasis
terpaparnya kembali penderita dengan
seperti demam, limfangitis, biasanya
alergen parasit filaria karena daerah
terjadi secara berulang. Penderita yang
endemik tentunya siklus filariasis tetap
menunjukkan adanya gejala diatas atau
terjadi walaupun dalam teorinya
salah satu gejala tersebut dapat
microfilaria tereleminasi dalam darah

73
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

setahun penuh setelah pengobatan pada Jumlah eosinofil absolut penderita


penderita dengan elefantiasis karena filariasis dengan elefantiasis
filaria diberi kesempatan hidup pada
ambang batas tertentu oleh tubuh hospes Hasil penelitian yang didapatkan
yang berada pada jaringan atau organ pada penelitian ini menunjukkan bahwa
hospes. Ini diperkuat oleh Karnen, (2009) penderita filariasis pacaterapi mempunyai
yang menyatakan kecenderungan rerata eosinofil absolut (4, 8 + 3, 0). Hal
produksi yang berlebihan dapat ini menggambarkan bahwa tetap
disebabkan karena faktor genetik dan tingginya jumlah eosinofil absolut
lingkungan. Sekali saja IgE terbentuk penderita filariasis dengan elefantiasis.
karena adanya reaksi terhadap alergen, Karnen (2009) filariasis adalah
maka jika alergen yang sama masuk penyakit menular yang disebabkan oleh
kembali pada waktu yang lain akan cacing filarial yang ditularkan oleh
menimbulkan terjadinya reaksi alergi. berbagai jenis nyamuk. Pertahanan
Mekanisme regulasi imunologi mutlak terhadap banyak infeksi cacing filaria
diperlukan untuk mengontrol penyakit diperankan oleh aktivasi sel Th2. Cacing
alergi. Keikut sertaan sel T regulator merangsang subset Th2 sel CD4+ yang
merupakan salah satu mekanisme aktif melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang
yang dimiliki tubuh khususnya mamalia produksi IgE dan IL-5 merangsang
untuk mengontrol penyakit alergi perkembangan dan aktivasi eosinofil.
maupun autoimun. Mahmoud, 1990 ; Mufiehi 1985 ; Kay,
Karnen (2009), pada saat 1974 Hal ini sesuai dengan penelitian-
terjadinya amikrofilarik pada pascaterapi penelitian dan literature yang telah ada
belum tentu menjamin amikrofilaria utuh. selama ini bahwa orang-orang yang
Disamping itu pengobatan DEC tidak mengidap infeksi cacing mempunyai
memiliki efek mematikan yang langsung jumlah eosinofil yang tinggi.
terhadap mikrofilaria tetapi dengan Dikatakan bahwa peningkatan
merubah struktur permukaan larva jumlah eosinofil darah tepi terjadi paling
sehingga mudah dikeluarkan dari nyata pada saat adanya migrasi parasit
jaringan tubuh dan membuatnya lebih melalui jaringan ( Weller and Goetzl,
mudah dihancurkan oleh sistim 1980 : Weller, 1984 ; Mahmoud, 1990).
pertahanan tuan rumah. Sistem Dan mungkin menjadi kronik bila
pertahanan tuan rumah inilah yang bisa terdapat adanya fase jaringan yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi. menetap, seperti pada trichinosis dan
Pertahanan terhadap cacing merangsang schistosomiasis.(Basten and Beeson,
aktivasi sel Th2. Cacing merangsang 1977; Mc laren ; 1982 ; Zainal-abidin,
subset Th2 sel CD4+ yang merangsang 1984).
sel B berkembang menjadi plasma yang Hal ini sesuai dalam rangkuman
melepas IL-4. IL 4 merangsang produksi Gerald J.Gleich (1989) bahwa sel-sel
IgE yang menyebabkan IgE meninggi. eosinofil mempunyai fungsi yaitu
Bahwa ada bakteri wolbacia mirip menangkal infeksi parasit, karena mampu
dengan ricketsia hidup simbiosis dengan membunuh berbagai spesies cacing dan
cacing filarial. Bakteri ini tentu juga parasit lainnya. Kematian cacing
berperan sebagai alergen yang disebabkan lisis oleh aktivasi komplemen
mempengaruhi meningkatnya produksi dan mediator yang dilepaskan oleh
IgE karena DEC berfungsi hanya sebagai eosinofil. Pada infeksi cacing, eosinofil
antifilaria bukan sebagai anti bakteri. diduga mempunyai 3 efek yaitu
fagositosis kompleks antigen-antibodi,
modulasi hipersensitivitas melalui
inaktivasi mediator dan membunuh

74
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

cacing tertentu melalui perantaraan IgG. terjadi akibat paparan berulang pada
Pengerahan eosinofil dipengaruhi individu tersebut dalam jangka waktu
mediator yang dilepas sel mastosit dan lama mengakibatkan peningkatan jumlah
sel T. Disamping itu sel T berpengaruh eosinofil.
pula atas pengeluaran eosinofil dari sum- (Inge, 2008), ditemukan bahwa
sum tulang. Hidup eosinofil lebih lama adanya produksi jumlah eosinofil absolut
dibandingkan dengan netrofil. Berbeda yang berlebihan dapat disebabkan akibat
dengan netrofil, eosinofil yang telah faktor keadaan lingkungan yang sesuai
berada didalam jaringan, dapat diedarkan untuk menunjang kelangsungan hidup
ulang. masing-masing hopes, hospes reservoir
Karnen (2009), terstimulasinya dan vector. Dengan terpaparnya kembali
sistem imun untuk berespon dan penderita dengan alergen parasit filaria
menghasilkan antibodi atau komponen karena daerah endemik tentunya siklus
seluler adaptif spesifik terhadap filariasis tetap terjadi walaupun dalam
microfilaria terjadi akibat paparan teorinya negatif mikrofilaria pada
berulang pada individu tersebut dalam penderita dengan elefantiasis
jangka waktu lama seperti terlihat pada kemungkinan karena filaria diberi
sebagian individu yang tinggal di daerah kesempatan hidup pada ambang batas
endemik. Di daerah endemik, individu tertentu oleh tubuh hospes yang
yang menunjukkan amikrofilaremia dan menstimulasi aktivasi sel Th2. Cacing
tanpa gejala klinis memiliki antibodi merangsang subset th2 sel CD4+ yang
terhadap selubung mikrofilaria lebih merangsang sel B berkembang menjadi
tinggi dibanding individu yang plasma yang melepas IL-4, IL-5 dan IL-
menunjukkan mikrofilaremia (Mcmahon 13. IL-4 dan IL-13 merangsang produksi
dan Simonsen, 1996). Didaerah endemik IgE yang spesifik untuk cacing dan
paparan dan reinfeksi terjadi secara merupakan opsonin. IL-5 mengaktifkan
berulang dan periodik serta bervariasi eosinofil yang mengikat IgE melapisi
dalam hal kuantitas parasit sehingga permukaan cacing melalui Fcє-R.
stimulasi antibody berlangsung kontinyu.
Namun demikian, jumlah individu Jumlah eosinofil absolut penderita
resisten tidak selalu lebih besar dibanding filariasis pascaterapi
yang peka. Amikrofilaremia tidak selalu
berarti bahwa mikrofilaria dapat Hasil penelitian yang didapatkan
terliminasi sempurna tetapi mungkin juga pada penelitian ini menunjukkan bahwa
bermigrasi ke jaringan atau organ. penderita filariasis pacaterapi mempunyai
Sementara pada penderita elefantiasis rerata jumlah eosinofil absolut (1744, 6
yang dinyatakan amikrofilaremik pada + 1315, 5). Hal ini menggambarkan
pemeriksaan darah tepinya secara kecenderungan tetap tingginya jumlah
teorinya tidak menjamin bahwa negative eosinofil absolut penderita filariasis
terinfeksi brugia malayi karena pascaterapi.
penderita tetap berada pada daerah Tetap tingginya jumlah eosinofil
endemik tentunya parasit brugia absolut penderita filariasis pascaterapi
malayipun sudah mengalami sesuai dengan teori yang disampaikan
polimorpisme sehingga menyebabkan karnen (2009), bahwa pada saat
terjadinya perbedaan strain pada brugia terjadinya amikrofilaremik pada
malayi tersebut. Perbedaan strain ini pascaterapi belum tentu menjamin
menyebabkan terstimulasinya sistem amikrofilaria utuh. Disamping itu
imun untuk berespon dan menghasilkan pengobatan DEC tidak memiliki efek
antibodi atau komponen seluler adaptif mematikan yang langsung terhadap
spesifik terhadap microfilaria diduga microfilaria tetapi dengan merubah
struktur permukaan larva sehingga

75
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

mudah dikeluarkan dari jaringan tubuh Perbedaan Kadar IgE total Penderita
dan membuatnya lebih mudah filariasis dengan elefantiasis dan
dikeluarkan dari jaringan tubuh dan Kadar IgE total Penderita filariasis
membuatnya lebih mudah dihancurkan pascaterapi
oleh sistem pertahanan tuan rumah.
Karnen (2009), sistem Hasil penelitian yang didapatkan
pertahanan tuan rumah inilah yang bisa pada penelitian ini menunjukkan bahwa
menyebabkan terjadinya reaksi alergi. tidak terdapat perbedaan signifikan kadar
Pertahanan terhadap cacing merangsang IgE total pada penderita filariasis dengan
subset Th2 sel CD4+ yang merangsang elefantiasis dan penderita Filariasis
sel B berkembang menjadi plasma yang pascaterapi di Kabupaten Muaro Jambi
melepas IL-4, IL-5 dan IL-13. IL-4 dan Provinsi Jambi. (P >0,05)
IL-13 merangsang produksi IgE yang Hasil penelitian ini tidak sesuai
spesifik untuk cacing dan merupakan dengan hipotesis yang dikemukakan
opsonin. IL-5 mengaktifkan eosinofil bahwa terdapat perbedaan signifikan
yang mengikat IgE melapisi permukaan kadar IgE total pada penderita filariasis
cacing melalui Fcє-R. Eosinofil yang dengan elefantiasis dan penderita
diaktifkan melepas MBP dan MCP yang filariasis pascaterapi dikarenakan tidak
dapat merusak cacing. Kebanyakan sel diketemukannya microfilaria pada kedua
mast juga mengekspresikan Fcє-R dan penderita. Hasil ini sesuai dengan yang
diikat IgE pada permukaan cacing dan dilaporkan Hastini et.al (1994) bahwa
menimbulkan degranulasi. Isi granul sel IgE menunjukkan respon pada seluruh
mast mengandung aminvasokatif, sitokin masa pemantauan.
seperti TNF dan mediator lipid yang Hasil penelitian ini tidak sesuai
menginduksi inflamasi lokal. Respon dengan hipotesis yang dikemukakan
tersebut adalah untuk menyingkirkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
infeksi cacing dan dapat juga berperan kadar IgE total pada penderita filariasis
terhadap beberapa ektoparasit. Cacing dengan elefantiasis dan penderita
terlalu besar untuk dimakan dan lebih Filariasis pascaterapi dikarenakan tidak
resisten terhadap aktivitas mikrobisidal diketemukannya microfilaria pada kedua
amkrofag dibanding kebanyakan kuman penderita. Hasil ini sesuai seperti yang
dan virus. dilaporkan Hastini et al (1994) bahwa
Bahwa ada bakteri wolbacia IgE menunjukkan respon pada seluruh
mirip dengan ricketsia hidup simbiosis masa pemantauan. Hasil ini juga sesuai
dengan cacing filarial. Bakteri ini tentu dengan Fick (2002) menyatakan bahwa
juga berperan sebagai allergen yang pada infeksi cacing akut terjadi
mempengaruhi meningkatnya produksi peningkatan kadar IgE total dengan
IgE karena DEC berfungsi hanya sebagai proporsi kadar IgE total spesifik cacing
antifilaria bukan sebagai antibakteri. lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
Ditemukan bahwa adanya IgE total poliklonal. Pada infeksi kronik
produksi jumlah eosinofil absolut yang juga terjadi peningkatan kadar IgE total
berlebihan dapat disebabkan akibat tetapi dengan proporsi kadar IgE total
terpaparnya kembali penderita dengan poliklonal lebih tinggi dibandingkan
alergen parasit filaria karena daerah dengan kadar IgE total spesifik cacing.
endemik tentunya siklus filariasis tetap Hasil ini juga sesuai dengan Basundari
terjadi. yang menyatakan bahwa kadar IgE total
pada filariasis pada umumnya tinggi,
akan tetapi reaksi alergi biasanya terjadi
pada TPE (trofical pulmonary
eosinofilia).

76
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

Hasil yang berbeda dengan produksi yang berlebihan dapat


hipotesis ini juga didapatkan oleh peneliti disebabkan karena faktor genetik dan
lain. Penelitian yang dilakukan oleh nyan lingkungan. Sekali saja IgE terbentuk
et al. (2001) mendukung hasil yang karena adanya reaksi terhadap alergen,
diperoleh dari penelitian ini. Dari maka jika alergen yang sama masuk
penelitian di Gambia ini dilaporkan kembali pada waktu yang lain akan
bahwa tidak terdapat hubungan antara menimbulkan terjadinya reaksi alergi.
kadar IgE total dengan status infeksi Mekanisme regulasi imunologi mutlak
cacing. Hasil yang sama juga didapat dari diperlukan untuk mengontrol penyakit
penelitian Nagaraj (2004) yang alergi. Keikut sertaan sel T regulator
mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat merupakan salah satu mekanisme aktif
perubahan kadar IgE total pada kelompok yang dimiliki tubuh khususnya mamalia
terinfeksi. untuk mengontrol penyakit alergi
Perbedaan hasil penelitian ini maupun autoimun.
dengan hipotesis yang dikemukakan Perbedaan jumlah eosinofil absolut
mendorong timbulnya pemikiran bahwa penderita filariasis dengan
tidak terdapatnya perbedaan kadar IgE elefantiasis dan jumlah eosinofil
total pada penderita filariasis dengan absolut Penderita filariasis
Elefantiasis dan penderita filariasis pascaterapi
pascaterapi ini disebabkan oleh Hasil penelitian yang didapatkan
kemampuan masing-masing individu pada penelitian ini menunjukkan bahwa
penderita membentuk kadar IgE total tidak terdapat perbedaan signifikan
spesifik filaria. Hal ini diperkuat dengan Jumlah eosinofil absolut absolute pada
penelitian yang dilakukan oleh King penderita filariasis dengan elefantiasis
(1993) mendapatkan bahwa kadar IgE dan penderita Filariasis pascaterapi di
total pada penderita infeksi cacing flaria Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.
tidak selalu tinggi. Kadar IgE total yang (P >0,05)
didapatkan dari penderita ini sangat Hasil penelitian ini sesuai dalam
bervariasi mulai dari sangat tinggi, tinggi rangkuman Gerald J.Gleich (1989) dapat
dan normal. disimpulkan bahwa sel-sel eosinofil
Karnen (2009) , tidak terdapat mempunyai fungsi yaitu menangkal
perbedaan kadar IgE total pada penderita infeksi parasit, karena mampu
filariasis dengan elefantiasis dan membunuh berbagai spesies cacing dan
penderita filariasis pascaterapi lebih parasit lainnya. Kematian cacing
disebabkan oleh pengaruh individu disebabkan lisis oleh aktivasi komplemen
sendiri yaitu faktor umur, status gizi dan dan mediator yang dilepaskan oleh
terpaparnya penderita dengan vektor eosinofil. Pada infeksi cacing, eosinofil
filaria sebagai tempat perindukan diduga mempunyai 3 efek yaitu
sekaligus tempat bermukimnya penderita. fagositosis kompleks antigen-antibodi,
Hasil penelitian ini juga diperkuat Inge modulasi hipersensitivitas melalui
Sutanto (2008) akibat terpaparnya inaktivasi mediator dan membunuh
kembali penderita dengan alergen parasit cacing tertentu melalui perantaraan IgG.
filaria karena daerah endemik tentunya Pengerahan eosinofil dipengaruhi
siklus filariasis tetap terjadi walaupun mediator yang dilepas sel mastosit dan
dalam teorinya negative pada penderita sel T. Disamping itu sel T berpengaruh
dengan elefantiasis kemungkinan karena pula atas pengeluaran eosinofil dari sum-
filaria diberi kesempatan hidup pada sum tulang. Hidup eosinofil lebih lama
ambang batas tertentu oleh tubuh host. dibandingkan dengan netrofil. Berbeda
Hal ini juga diperkuat Karnen, (2009) dengan netrofil, eosinofil yang telah
yang menyatakan kecenderungan berada didalam jaringan, dapat diedarkan

77
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

ulang. Hasil penelitian ini akibat Hal ini menunjukkan bahwa tetap
terpaparnya kembali penderita dengan tingginya jumlah eosinofil absolut
alergen karena faktor lingkungan sesuai penderita dengan elefantiasis dan
untuk menunjang kelangsungan hidup penderita filariasis pascaterapi karena
hospes, hospes resrvoar, dan vector. Ini DEC tidak memiliki efek mematikan
diperkuat oleh (Inge sutanto, 2008). yang langsung terhadap mikrofilaria
Bahwa akibat terpaparnya kembali tetapi dengan merubah struktur
penderita dengan alergen parasit filaria permukaan larva sehingga mudah
karena daerah endemik tentunya siklus dikeluarkan dari jaringan tubuh dan
filariasis tetap terjadi walaupun dalam membuatnya lebih mudah dihancurkan
teorinya negative pada penderita dengan oleh sistim pertahanan tuan rumah. Efek
elefantiasis karena filaria diberi mematikan terhadap cacing dewasa
kesempatan hidup pada ambang batas secara in vivo dapat ditunjukkan melalui
tertentu oleh tubuh host. Hal ini juga pemantauan ultrasonografi, namun
diperkuat Karnen, (2009) yang mekanisme pastinya belum diketahui
menyatakan kecenderungan produksi berkemungkinan ada kaitannya dengan
yang berlebihan dapat disebabkan karena sel eosinofil yang dapat membunuh
faktor genetik dan lingkungan. Sekali parasit cacing filaria. (Inge sutanto,
saja IgE terbentuk karena adanya reaksi 2008).
terhadap alergen, maka jika alergen yang
sama masuk kembali pada waktu yang SIMPULAN
lain akan menimbulkan terjadinya reaksi
alergi. Mekanisme regulasi imunologi 1. Tidak terdapat perbedaan signifikan
mutlak diperlukan untuk mengontrol kadar IgE total pada penderita
penyakit alergi. Keikut sertaan sel T filariasis dengan elefantiasis dan
regulator merupakan salah satu penderita Filariasis pascaterapi di
mekanisme aktif yang dimiliki tubuh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi
khususnya mamalia untuk mengontrol Jambidengan (P> 0,05)
penyakit alergi maupun autoimun. IgE 2. Tidak terdapat perbedaan signifikan
spesifik yang diproduksi sebagai respon Jumlah eosinofil absolut absolute
terhadap alergen akan berikatan dengan pada penderita filariasis dengan
afinitas tinggi dengan reseptornya yang elefantiasis dan penderita Filariasis
terletak pada sel mast, basofil, dan juga pascaterapi di Kabupaten Muaro
terikat pada eosinofil yang teraktivasi Jambi Provinsi Jambi (P >0,05)
yang akan meningkatkan jumlah
eosinofil sebagai bentuk pertahanan SARAN
tubuh.
Hasil penelitian ini juga sesuai 1. Perlu penelitian lebih lanjut
dengan peran eosinofil yang dapat untuk mengetahui kadar IgE total
menginduksi antibodi atau komplemen dan eosinofil absolut pada
yang akan merusak stadium larva pada penderita filariasis dengan
beberapa cacing. Proses degranulasi elefantiasis dan filariasis
eosinofil pada permukaan parasit pascaterapi dengan jumlah
merupakan mekanisme utama untuk sampel yang lebih banyak.
menghancurkan permukaan parasit yang 2. Perlu penelitian lebih lanjut
telah dibungkus antibodi. Pengeluaran untuk mengetahui efektifitas IgE
protein dasar utama (major basic protein) total dan eosinofil absolut pada
dari proses degranulasi eosinofil penderita filariasis dengan
berakibat fatal pada parasitnya.(Karnen, elefantiasis dan filariasis
2009). pascaterapi dengan jumlah
sampel yang lebih banyak.

78
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

3. Perlu penelitian lebih lanjut Pengetahuan dan Laporan Hasil


antibodi dan faktor Penelitian (diakses tanggal 2
immunoglobulin lain yang Desember 2010)
mempengaruhi filariasis dengan 10. Inge Sutanto, Is suhariah Ismid,
elefantiasis dan filariasis Sjarifudin Pudji K., Sungkar
pascaterapi. Saleha. (2008) Buku ajar
Parasitologi Kedokteran
Ed.Keempat, Departemen
DAFTAR PUSTAKA Parasitologi, FKUI, Jakarta
11. Karnen Garna Baratawidjaja,
1. Am.J.Trop.Med.Hyg. 54:357- Imunologi dasar. Ed.8. Jakarta :
363.Parasite Antigenemia Balai penerbit FKUI, 2009
without microfilaremia in 12. Kay AB. The eosinophilia in
bancroftian Filariasis. infectious disease. Journal of
2. Basten A, Beeson BP. infectious diseases 1974 ; 129 :
Mecahnisme of eosinophilia 11, 606-13.
Role of lymphocyte. Journal of 13. King CL, Low CC, Nutman TB,
experimental medicine 1970, 131 1993. The journal of
: 1288-304. Immunology, Vol 150, Issue 5
3. Buck, A.A. 1991. Filariasis. In 1873-1880.
G.T. Strikland (Ed.). Hunter’s 14. Mahmoud, AAF. Eosinophilia :
tropical medicine. (7th ed.; pp. In.Waren KS and mahmoud
713- 727). Philadhelpia: W.B. AAF.eds. Tropical and
Saunders Company. Maizels,, geographical medicine 2nd ed.
R.M., and R.A. larence. 1991. Philadelphia : Mc. Graw hill
4. Darwin P.A., Eryati DR.Dr.H. book company.1990 : 65-70.
Imunologi dan infeksi.Andalas 15. Mc mahon, J.E and P.E.
University Press, Juli 2006 simonsen. 1996.Immunological
5. Elbs – W.B. Saunders, tolerance: The key feature in
London.Filariasis. dalam Cook, human filariasis Parasitol.Today
G. Manson’s Tropical Diseases 11:50-56
(Eds). 20th. 16. Mc Laren DJ. The Role of
6. Fick RB,Jardieu PM, 2002. IgE eosinophils in Tropical Disease.
and anti IgE therapy in astma and Seminar of Hematology 1982 ;
allergic disease.Marcel dekker 19 : 100-6
inc. 17. Muffiehi AA.The effect of
7. Hastini , Basundari SU, oerip intestinal helminthic infection in
pancawati, liliana K. Reaksi eosinophil counts in Patients of
Imunologik pada perjalanan various etiologies. Thesis for
penyakit filariasis malayi. M.Sc.Clinical Tropical Medicine,
Cermin Dunia Kedokteran Mahidol University, 1985.
No.96, 1994. 18. Nyan OA, Walraven GEL,
8. http:// www. Banya Was, Milligan P, Van der
Basundari@litbang.depkes. go.i Sande M, Ceesau SM, Del prete
Center for Research and G, McAdam KPWJ,2004. Atopy,
Development of Disease Control, intestinal helmint infection and
NIHRD (diakses tanggal 2 total serum IgE in rural and
Desember 2008) urban adult Gambian
9. http:// www.KeSimpulan.com - communities. Clinical and
Laporan Penelitian - Non Fiksi
Media - Harian Sains Ilmu

79
Jurnal Akademika Baiturrahim M. Hidayat
Vol.4, No.2, November 2015

experimental Allergy, vol.31 26. Weller PF. Eosinophilia. Journal


Page 1672-1678. of allergy and clinical
19. Nagaraj S, Raghavan R, immunology 1984; 73:1-10
Macaden R, Kurpad AV, 2004. 27. Zhong, M, J. Mc carthy,
Intestinal parasitic Infection and L.Bierwert, M.lizotte-
total serum IgE in Asymtomatic Wanieski,s. Chanteu,
Adult Males in an Urban Slum T.b.nutman, e.a.ottesen, and s.a
And Efficacy of Antiparasitic Williams.1996. A polymerase
Therapy. Indian Journal of chain reaction assay for detection
Medical Microbiology, (2004) 22 of the parasite Wuchereria
(1):54-56 bancrofti in human blood
20. Nicholas,L. 1997. New tools for samples. Am. J. Trop Med.Hyg.
diagnosis and monitoring of 54: 357 – 363.
branchoftian filariasis parasitism:
The polinesian experience.
Parasitol. Today 13:370-375.
olszewski,w.l.,s.
jamal,g.manokaran,s.pani,v.kum
araswami, U. kubicka, B.
lucomska, A. dworezynsky , E.
swoboda, and F. meisel
mikolajczyk. 1997.
21. Rabia hussain, Rogl. GM, ottesen
EA. Differential subclass
recognition of parasite antigens
correlates with different clinical
manifestation of infection IgG
antibody subclasses in human
filariasis. Journal 1987;
139(8)2794-98
22. Schmidt,g.d,Roberts, L.S., 2000.
Foundation of Parasitology.
6thed. The McGraw Hill
Companies, Inc.
23. Semnani, r.t, H. sabzevari, R.
iyer and T.B.nutman. 2001.
Filarial Antigens Impair
theFunction of Human Dendritic
Cells during Differentiation.
Infect. Immun. 69: 5813 –5822.
24. Snapper, c.m. and f.d.finkelman.
1998.Immunoglobulin Class
Switching. In PAUL,
25. W.E. (Ed.) Fundamental
Immunology. J.W.Lippincot
Williams and Wilkin Co.
USA.weil,G.j., R.M.R. ramzy, R.
chandrashekar,a.m.gad,rc/lowrie,
j.r. and R. faris.1996.

80

You might also like