You are on page 1of 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/315939548

PEMETAAN BATIMETRI DI PERAIRAN DANGKAL PULAU TUNDA, SERANG,


BANTEN MENGGUNAKAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER

Article · November 2016


DOI: 10.24319/jtpk.6.139-147

CITATION READS

1 8,872

3 authors, including:

Totok Hestirianoto Syamsul Bahri Agus


Bogor Agricultural University Bogor Agricultural University
54 PUBLICATIONS   103 CITATIONS    29 PUBLICATIONS   30 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Coral Reef Mapping View project

Mapping Seabed View project

All content following this page was uploaded by Totok Hestirianoto on 27 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 139-147______________________ISSN 2087-4871

PEMETAAN BATIMETRI DI PERAIRAN DANGKAL PULAU TUNDA, SERANG,


BANTEN MENGGUNAKAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER

BATHYMETRIC MAPPING IN SHALLOW WATER OF TUNDA ISLAND, SERANG,


BANTEN USING SINGLEBEAM ECHOSOUNDER

Try Febrianto1, Totok Hestirianoto2, Syamsul B. Agus2


1
Program Studi Teknologi Kelautan
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Korespondensi : try.febrianto@yahoo.com

ABSTRACT

Bathymetry is a measurement of seabed. Detailed bathymetric data in shallow waters of small Island is not sufficient
so it could not provide information for activities around the shallow waters such as shipping activity by vessels of the
people. The depth value can be determined using remote sensing technology that uses acoustic technology that uses
sound propagation system. The research objective was to get the value of detailed bathymetric, showing in 3D and
get the value of the slope and see the difference against the tide correction. Bathymetric mapping was conducted in
the shallow waters of the Tunda island, Serang, Banten on 21-24 August 2014. Acoustical data were collected using
singlebeam echosounder Gps map 585. Tidal data was applied for correction. The data was post processed using the
software Surfer 11, Global Mapper v8 and ArcGIS 10.1. Based on this research, obtained the maximum depth was 52
m and the shape of the sea floor that includes ramps with edge conditions surrounding the island.

Keywords: acoustic, bathymetry, depth, shallow water

ABSTRAK

Batimetri adalah pengukuran dasar laut. Data batimetri yang rinci di perairan dangkal pulau kecil belum memadai
sehingga tidak bisa memberikan informasi bagi aktivitas di sekitar perairan dangkal tersebut seperti aktivitas pelayaran
oleh kapal-kapal rakyat. Nilai kedalaman dapat ditentukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh yang
menggunakan teknologi akustik dengan sistem propagasi suara. Tujuan penelitian adalah mendapatkan nilai batimetri
secara rinci, menampilkan dalam bentuk 3D serta mendapatkan nilai slope dan melihat perbedaan terhadap koreksi
pasang surut. Pemetaan batimetri dilakukan di perairan dangkal pulau Tunda, Serang, Banten pada 21-24 Agustus
2014. Data akustik dikumpulkan menggunakan GPS map echosounder 585 Singlebeam. Data pasang surut diterapkan untuk
koreksi. Data diproses menggunakan Surfer software 11, Global Mapper v8 dan ArcGIS 10.1. Berdasarkan penelitian ini,
kedalaman maksimal yang didapat adalah 52 m dan bentuk dasar laut yang termasuk landai dengan kondisi tubir yang
mengelilingi pulau.

Kata kunci: akustik, batimetri, kedalaman, perairan dangkal

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB__________________________ E-mail: jurnalfpik.ipb@gmail.com


PENDAHULUAN Mitson (1983).

Batimetri merupakan ukuran tinggi V.te.d = Np.Lp + (Np-1) = k


rendahnya dasar laut, sehingga peta
batimetri memberikan informasi tentang diasumsikan bahwa:
dasar laut, di mana informasi tersebut dapat
memberikan manfaat pada beberapa bidang Np - 1 = Np, maka
yang berkaitan dengan dasar laut, seperti (Np+Lp)(Np.S) = K(Np.S) = L, atau
alur pelayaran untuk kapal rakyat. Np = L⁄S, maka
Pengukuran batimetri dengan metode K = L (l+ Lp⁄s)
konvensional menggunakan metode batu
duga yaitu sistem pengukuran dasar laut keterangan:
menggunakan kabel yang dilengkapi bandul V = kecepatan kapal
pemberat yang massanya berkisar 25-75 te = waktu layar aktual kapal pada
kg. Namun seiring perkembangan zaman kecepatan v
dan teknologi, metode tersebut sudah mulai d = lama hari survei
ditinggalkan khususnya dalam pengukuran Np = jumlah parallel track (transek)
perairan yang luas dan dalam. Perkembangan L = panjang empat persegi area survei
teknologi saat ini pemetaan batimetri bisa (nautical miles)
dilakukan dengan teknologi akustik yaitu S = jarak spasi track (nautical
dengan menggunakan gelombang suara miles)
sehingga penggunaan teknologi ini lebih Lp = panjang track parallel (nautical miles)
baik karena tidak merusak lingkungan K = panjang dari titik awal hingga titik akhir
sekitar penelitian.
Data tentang kedalaman atau Pengukuran atau pengambilan data
batimetri dapat menjadi salah satu data sounding mengikuti lintasan yang sudah
acuan dalam pelayaran. Kapal rakyat yang diperhitungkan terlebih dulu, berupa
berlayar di Pulau Tunda, pada umumnya lintasan paralel mengelilingi pulau hingga
tidak dilengkapi alat yang memberi informasi kedalaman maksimal 50 m. Lokasi dan lajur
tentang alur pelayaran yang sesuai dan penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
pemetaan perairan di sekitar pulau tersebut Singlebeam echosounder merupakan
yang tidak begitu detail atau rinci dapat alat ukur kedalaman air yang menggunakan
mengakibatkan kesalahan dalam berlayar pancaran suara tunggal. Sistem singlebeam
dan dapat menimbulkan kejadian seperti secara umum mempunyai susunan:
kandasnya kapal karena perairan yang transceiver (tranducer/receiver) yang terpasang
dangkal untuk dilewati kapal. Informasi pada lambung kapal atau sisi bantalan pada
yang rinci mengenai batimetri ini sangatlah kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air
diperlukan untuk alur pelayaran rakyat atau secara langsung dari kapal penyelidikan.
alur yang dilewati oleh kapal transportasi di Transceiver yang terpasang pada lambung
daerah tersebut. kapal mengirimkan pulsa akustik dengan
Penelitian ini bertujuan untuk frekuensi tinggi yang terkandung dalam
mendapatkan nilai batimetri yang lebih beam (sorot/pancaran) secara langsung
detail di perairan dangkal pulau kecil yaitu menyusuri bawah kolom air. Energi akustik
pulau Tunda, menampilkan dalam 3D memancarkan gelombang suara sampai
kemudian mendapatkan nilai kemiringan dasar laut dan pantulan diterima kembali
(slope) dasar laut, dan melihat perbedaan oleh transceiver (Simmonds & Maclennan
antara nilai kedalaman yang terkoreksi dan 2005). Adapun untuk memperoleh hasilnya
yang tidak dikoreksi terhadap nilai pasang dapat menggunakan persamaan berikut
surut. Sasmita (2008):

METODE PENELITIAN du = v∆t = 1⁄2

Penelitian dilakukan di perairan Pulau keterangan:


Tunda, Serang-Banten pada tanggal 21-24 du = kedalaman perairan
Agustus 2014. Lintasan survei atau tracking v = kecepatan gelombang akustik di
kapal untuk pengambilan data akustik di medium air
lapangan, perlu dilakukan perhitungan ∆t = selang waktu sejak gelombang
panjang lintasan survei. Panjang lintasan dipancarkan hingga diterima kembali
didefinisikan menurut Johannesson &

140 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 139-147
ISSN 2087-4871

Pemeruman menggunakan instrumen global mapper 8 untuk menampilkan


akustik yaitu echosounder GPSmap 585 penampang melintang dasar laut.
dengan kecepatan kapal 3-5 knot. Adapun Koreksi pasang surut
spesifikasi alat yang digunakan dapat dilihat
pada Tabel 1. Data pemeruman yang diperoleh
Sebelum pemeruman dilakukan, dari alat singlebeam echosounder tersebut
terlebih dahulu dilakukan kalibrasi kemudian dikoreksi dengan data pasang
alat echosounder tersebut dengan cara surut Dishidros TNI AL pada hari
barcheck yaitu membandingkan suatu nilai pemeruman dilakukan yaitu pada tanggal
kedalaman yang diukur dengan manual 21-25 Agustus 2014. Data kedalaman
dengan nilai kedalaman yang diukur dengan tersebut direduksi pasang surut dengan
alat echosounder tersebut (Dewi et al. 2015). menggunakan persamaan (Tarigan et al.
Pemeruman dilakukan di perairan Pulau 2014).
Tunda dengan jalur paralel. Hal ini dilakukan
agar mendapatkan nilai kedalaman yang rt = TWLt - (MSL+Z0)
lebih akurat dengan interpolasi yang baik.
Pemeruman menggunakan kapal dengan keterangan:
posisi kedalaman tranduser 0.5 m dari rt = besarnya reduksi (koreksi) yang
permukaan air. Data hasil pemeruman diberikan kepada hasil
kemudian diekstrak menjadi format xyz pengukuran kedalaman pada waktu
pada software Microsoft excel 2013, nilai t
xy menunjukkan posisi koordinat dari TWLt = kedudukan permukaan laut
GPS, sedangkan nilai z menunjukkan nilai sebenarnya (true water level)
kedalaman dari echo sounder (Parnum et al. pada waktu t
2014). Setelah itu data tersebut dilakukan MSL = muka air laut rata-rata (mean sea
proses gridding yaitu proses penggunaan level)
titik data asli atau data pengamatan yang Z0 = kedalaman muka surutan di bawah
ada pada file xyz untuk membentuk titik- msl
titik data tambahan pada sebuah grid
yang tersebar secara teratur (Budiyanto Hasil reduksi yang telah didapat
2005). Metode interpolasi digunakan untuk kemudian menghitung nilai kedalaman
penghalusan batimetri adalah metode sebenarnya dengan persamaan berikut
Triangulation with Linear Interpolation (Masrukhin et al. 2014):
yaitu dengan menghitung nilai suatu titik
terhadap tiga titik yang mempunyai jarak D = dT - rt
terdekat sehingga pada akhirnya mendapat
nilai kontur kedalaman (Poerbandono & keterangan:
Djunarsah 2005). Penghitungan slope pada D = kedalaman sebenarnya
penelitian ini menggunakan tools Benthic dt = kedalaman terkoreksi tranduser
Terrain Modeler (BTM) pada software Arcgis rt = reduksi pasang surut laut
10.1 yang berdasarkan data akustik.
Penelitian ini menggunakan perangkat Nilai kedalaman yang lebih mendekati
lunak (software) dalam pengolahan data yang dengan keadaan sebenarnya didapat dengan
telah didapat di lokasi penelitian. Perangkat selanjutnya dilakukan koreksi terhadap nilai
lunak (software) yang digunakan adalah kedalaman tranduser dan nilai pasang surut
microsoft excel 2013 untuk pengumpulan ketika pemeruman dilakukan. Adapun data
data dan mengekstrak data, surfer 11 untuk kondisi pasang surut ketika pemeruman
pengolahan data kedalaman, ARCGis 10.1 didapat dari Dishidros AL pada tanggal 21-
untuk menampilkan data lokasi penelitian 25 Agustus 2014 (Gambar 2).
dan nilai slope dalam satuan derajat dan

Pemetaan Batimetri di Perairan Dangkal.........................................................................................(FEBRIANTO et al.) 141


Gambar 1. Lokasi penelitian dan lajur pemeruman di perairan Pulau
Tunda, Banten

Tabel 1. Spesifikasi sonar echosounder GPS map 585


Nama Ukuran
Frequency 50/200 kHz
Transmit power 500W (RMS), 4.000W (peak to peak)
Voltage range 10-36 VDC
Maximum depth 1.500 ft
Cone angle 20 degrees

HASIL DAN PEMBAHASAN terendah dan tertinggi masih tetap sama.


Peta 2D kedalaman perairan Pulau
Hasil pemeruman yang belum Tunda terdapat nilai kedalaman mulai dari
dilakukan koreksi ini terdapat kedalaman 0.40-52 m yang berada di bagian utara
hingga 52 m yang berada pada bagian utara karena di bagian ini mempunyai garis kontur
pulau Tunda. Data batimetri yang didapat yang lebih beragam dibandingkan dengan
merupakan data yang mencakup wilayah bagian lainnya seperti di bagian selatan
perairan keliling Pulau Tunda yang dibatasi dan timur. Area di bagian timur tidak luas
dengan luas pemeruman hingga mendapat karena terdapat laguna sehingga tidak
nilai pemeruman 40-50 m sehingga jarak memungkinkan untuk dilewati kapal karena
lintasan yang secara vertikal garis pantai dibatasi oleh tumpukan pecahan karang
tidak seragam. hingga timbul ke permukaan perairan.
Kondisi pasang surut ketika Tampilan peta 2D dapat dilihat
pengambilan data kedalaman hanya berkisar bahwa garis kontur dengan kedalaman
pada ketinggian 0.50-0.70 m yang berada yang lebih kecil dari 5 m terlihat sangat
pada waktu 8–17. Setelah hasil pemeruman rapat di sepanjang garis pantai sehingga ini
dikoreksi dengan kedalaman tranduser dan mengindikasikan bahwa kontur topografi
nilai pasang surut, kemudian dibuat peta di Pulau Tunda masih termasuk landai.
2D (Gambar 3). Berdasarkan daerah perubahan kedalaman,
Nilai kedalaman setelah dilakukan maka topografi atau kedalaman di perairan
koreksi pasang surut mencapai 52 m. pulau ini termasuk di daerah continental
Secara visual yang ditampilkan pada shelf yaitu topografi landai yang berbatasan
peta 2D terlihat tidak adanya perbedaan langsung dengan daratan yang mempunyai
antara peta yang sebelum dikoreksi dan lebar 50-70 km dan kedalaman tidak lebih
peta yang sudah dikoreksi karena selisih dari 200 m (Hutabarat & Evan 2008).
nilai kedalaman hanya berkisar 0-0.20 m Dasar laut perairan Pulau Tunda
sehingga setelah dipetakan nilai kedalaman mempunyai slope yang cukup tinggi, slope

142 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 139-147
ISSN 2087-4871

adalah ukuran kemiringan dasar laut yang relatif rendah. Tampilan Gambar 5
setiap terjadinya perubahan atau ukuran terlihat perbedaan tampilan topografi dalam
kemiringan tebing dasar laut dengan satuan bentuk melintang pada Gambar 5C, 5D, 5E,
derajat. Kondisi batimetri di perairan Pulau 5F, 5G, 5H dan 5I, perbedaan topografi pada
Tunda mempunyai kemiringan yang mulai gambar tersebut terdapat pada kedalaman
dari 0-56.134 (Gambar 4). hingga 10 m dikarenakan pada daerah yang
Bentuk topografi dasar laut juga berbeda tersebut mempunyai kondisi dasar
dapat ditampilkan atau dilihat dari tampilan perairan yang tidak rata karena adanya
melintang seperti bentuk grafik sehingga ekosistem terumbu karang yang sangat
dapat memberikan informasi yang lebih beragam bentuk pertumbuhannya sehingga
baik lagi khususnya tentang berapa jauh memantulkan gelombang suara yang tidak
atau jarak vertikal dari daratan menuju laut searah dengan datangnya gelombang suara
sehingga kita dapat mengetahui berapa jauh tersebut. Tampilan Gambar 5A, 5B dan pada
daerah yang landai sehingga mencapai tubir seluruh gambar di kedalaman lebih dari 10
dalam penelitian ini menggunakan satuan m memperlihatkan tidak adanya perbedaan
meter dan juga kita bisa melihat pebedaan karena pada kondisi tersebut mempunyai
secara visual antara hasil topografi yang dasar perairan yang rata atau kekasaran
berdasarkan data sebelum dilakukan yang tidak tinggi seperti dasar perairan yang
koreksi pasang surut dan hasil topografi hanya terdapat pasir sehingga gelombang
yang berdasarkan data setelah dilakukan suara yang dipancarkan dapat kembali
koreksi pasang surut (Gambar 5). dengan sempurna dan mempunyai nilai
Berdasarkan gambar bentuk kedalaman yang lebih baik.
melintang dasar laut di perairan dangkal Batimetri yang menggambarkan
Pulau Tunda bahwa panjang atau jarak bentuk topografi dasar laut sehingga kita
vertikal dari daratan hingga ke tubir atau dapat melihat bagaimana kondisi di dasar
tebing mempunyai jarak yang sangat laut untuk keperluan tertentu dan informasi
bervariasi yang berkisar mulai hingga tentang topografi dasar laut ini akan lebih
75m. Penentuan lokasi tampilan bentuk mudah digambarkan dengan tampilan
melintang dasar laut (A, B, C, D, E, F, G, model 3D berdasarkan data yang didapat
H, I dan J) di Pulau Tunda ini dilakukan di ketika survei.
sekeliling pulau tersebut dengan demikian Peta batimetri 3D perairan Pulau
dapat menggambarkan kondisi pulau secara Tunda memperlihatkan adanya kedalaman
keseluruhan. Gambar 5F memperlihatkan maksimal adalah 52 m yang berada di
bahwa pada lokasi ini mempunyai jarak bagian Timur dengan kondisi terlihat sangat
yang lebih jauh daripada gambar atau rata yang diduga aktivitas tambang pasir
lokasi yang lain yaitu mencapai 75 m, karena menurut masyarakat sekitar di
sedangkan kedalaman yang mempunyai lokasi tersebut pernah dilakukan aktivitas
nilai maksimal terdapat pada gambar 5E tambang pasir, sedangkan di bagian barat
yaitu hingga mencapai kedalaman lebih terlihat pada tampilan mempunyai dasar
dari 50 m. Kondisi topografi berdasarkan laut yang tidak rata atau kedalaman yang
bentuk melintang, secara keseluruhan beragam, sedangkan pada bagian utara
tampak terlihat pebedaan yang tidak begitu terlihat dasar laut yang rata pada kedalaman
signifikan karena perbedaan kedalaman sekitar 30-40 m (Gambar 6).

Gambar 2. Kondisi pasang surut tanggal 21-25 Agustus 2014 (Dishidros AL)

Pemetaan Batimetri di Perairan Dangkal.........................................................................................(FEBRIANTO et al.) 143


Gambar 3. Peta batimetri hasil pemeruman setelah dikoreksi pasang surut

Gambar 4. Nilai slope dasar laut Pulau Tunda

144 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 139-147
ISSN 2087-4871

keterangan:
k = Koreksi (yang telah dikoreksi pasang surut)
a = Awal (yang belum dkoresi pasang surut)

Gambar 5. Bentuk melintang dasar laut Pulau Tunda antara yang belum dilakukan
koreksi pasang surut (a) dan yang telah dilakukan koreksi pasang surut (k)

Pemetaan Batimetri di Perairan Dangkal.........................................................................................(FEBRIANTO et al.) 145


Gambar 6. Tampilan 3D topografi dasar laut di perairan Pulau Tunda
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Budiyanto E. 2005. Pemetaan Kontur
Penelitian ini menghasilkan beberapa Dan Pemodelan Spasial 3 Dimensi
kesimpulan yang dapat digunakan menggunakan Surfer. Yogyakarta :
sebagai salah satu informasi atau sebagai Andi.
informasi dasar bagi masyarakat sekitar, Dewi LS, Ismanto A, Indrayanti E. 2015.
adapun kesimpulan tersebut adalah peta Pemetaan batimetri menggunakan
batimetri yang dihasilkan berdasarkan nilai singlebeam echosounder di perairan
pemeruman yang dikoreksi dan yang sudah Lembar, Lombok Barat, Nusa Tenggara
dikoreksi pasang surut menunjukkan Barat. Jurnal Oseanografi. 4 (1):10-17
mempunyai selisih antara 0-0.20 m. Perairan [Garmin]. 2015. http://id.garmin.com
dangkal Pulau Tunda mempunyai topografi (diakses tanggal 13 Mei 2015).
yang landai, berdasarkan hasil penelitian Hutabarat S, Evans S M. 2008. Pengantar
menggunakan sistem singlebeam terdapat Oseanografi. Jakarta: UI Press.
kedalaman berkisar 0.90-52 m, tampilan 3D Johannesson KA, Mitson RB. 1983.
terlihat topografi dasar laut yang beragam Fisheries Acoustic. A Practical Manual
tetapi pada bagian timur terdapat kedalaman for Aquatic Biomass Estimation. FAO
maksimal yaitu 52 m dengan kondisi rata Fish: Rome.
diduga terjadi karena aktivitas tambang Masrukhin MAA, Sugianto DN, Satriadi A.
pasir dan topografi dasar laut di perairan 2014. Studi batimetri dan morfologi
Tunda mempunyai nilai kemiringan (slope) dasar laut dalam penentuan jalur
yaitu mulai dari 0-56.134, berdasarkan peletakan pipa bawah laut (Perairan
tampilan melintang bentuk topografi Larangan-Maribaya, Kabupaten
dasar laut Pulau Tunda bahwa perbedaan Tegal). Jurnal Oseanografi. 3(1):94-104
tampilan topografi dasar laut antara yang Parnum I, Siwabessy J, Gavrilov A, Parsons
belum dilakukan koreksi pasang surut dan M. 2014. A comparison of singlebeam
yang sudah dilakukan koreksi pasang surut and multibeam sonar system in
terlihat pada kedalaman hingga 10 m. seafloor habitat mapping. Underwater
Acoustic Measurement: Technologies
Saran and Results.
Poerbandono, Djunarsjah E. 2005. Survei
Penelitian yang telah dilakukan Hidrografi. Bandung: Refika Aditama.
mempunyai batasan kedalaman hingga 52 Sasmita DK. 2008. Aplikasi Multibeam
m sehingga hanya mendapatkan daerah Echosounder System (MBES) untuk
topografi yang tidak beragam sehingga Keperluan Batimetrik. Bandung:
perlunya memperluas daerah jalur Institut Teknologi Bandung.
pemeruman agar mendapatkan hasil yang Simmonds J, MacLennan D. 2005. Fisheries
lebih beragam dengan sistem yang lebih Acoustics Theory And Practice. 2nd
baik seperti multibeam. edition. Victoria: Blackwell Science
Tarigan S, Setyono H, Saputro S. 2014. Studi
pemetaan batimetri menggunakan

146 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 139-147
ISSN 2087-4871

multibeam echosounder di perairan


pulau Komodo, Manggarai Barat, Nusa
Tenggara Timur. Jurnal Oseanografi.
3(2) :257-266

Pemetaan Batimetri di Perairan Dangkal.........................................................................................(FEBRIANTO et al.) 147

View publication stats

You might also like