You are on page 1of 8

PENERAPAN OLS UNTUK MEMINIMALISIR PEMADAMAN MELUAS AKIBAT

OVERLOAD PADA SATU PENGHANTAR


1. Anung
2. Achirul Ramadhani

Program Studi Teknik Elektro, Sekolah Tinggi Teknologi Mandala


Jl.Soekarno Hatta No.597 Bandung, Jawa Barat

ABSTRACT
Economic growth is directly proportional to the electrical power system availability
requirements. The consequence of the addition of electric power, necessary to increase
the capacity (uprating) and the addition of new installations to meet the demands / needs of
the electric power. But adding additional capacity or new installation is not easy, given the
various constraints and no small investment. In the Java-Bali power system, there are
some particular subsystem Cibatu distribution equipment installation (transformer / IBT and
conductor) with the condition that no longer meet the criteria for N-1 or in other words, the
assignment has been above 60%. This means that if one of the IBT or impaired conductor /
conductor trip the IBT or the other will experience more load / Overload (above the nominal
rating). To avoid that implemented an operating strategy, namely Overload Sheding
Strategy (OLS). This strategy aims to secure the equipment from the loading more and
avoid the risk of widespread blackouts in a way that partially extinguish automatically load
with a load arranged. Overload Shedding Scheme (OLS) using overload relay (Over Load
Relay) which, in principle, to detect the presence of more current flowing in the transformer
/ IBT and the Transmission. Over Load Shedding (OLS) at setting 1.1 x Nominal currents
lower than the setting Overcurrent relays (OCR) to 1.2 x Current Nominal setting but with
different time characteristics, which overcurrent relays (OCR) works with the characteristics
Inverse standard (SI) and Over Load Shedding relays work with definite characteristics.
With the target at GI Rengasdengklok one transformer 60 MVA so that before the ols is
installed the load is off 63.18 MW and after the installed OLS load is off 18.84 MW
.
Keywords : Transformator, Transmision, N-1, OLS, OCR

ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan kebutuhan ketersediaan sistem tenaga
listrik. Konsekuensi dari Penambahan daya listrik, perlu dilakukan penambahan kapasitas
(uprating) maupun penambahan instalasi baru untuk memenuhi permintaan/kebutuhan
daya listrik tersebut. Namun penambahan kapasitas maupun penambahan instalasi baru
tidaklah mudah, mengingat berbagai kendala dan investasi yang tidak sedikit. Di sistem
tenaga listrik Jawa Bali, khususnya subsistem Cibatu 3-4 terdapat beberapa peralatan
instalasi penyaluran (trafo/IBT maupun penghantar) dengan kondisi yang sudah tidak
memenuhi kriteria N-1 atau dengan kata lain pembebanannya sudah diatas 60%. Artinya
bila salah satu IBT atau penghantar tersebut mengalami gangguan/trip maka IBT atau
penghantar yang satunya akan mengalami pembebanan lebih/Overload (diatas rating
nominalnya). Untuk mengindari hal tersebut diterapkan suatu strategi operasi, yaitu
Strategi Overload Sheding (OLS). Strategi ini bertujuan untuk mengamankan peralatan
dari pembebanan lebih serta menghindari resiko pemadaman yang luas dengan cara
memadamkan sebagian beban secara otomatis dengan beban yang diatur sedemikian
rupa. Skema Overload Shedding (OLS) menggunakan relai beban lebih (Over Load Relai)
yang pada prinsipnya mendeteksi adanya arus lebih yang mengalir pada
Transformator/IBT maupun Transmisi tersebut. Over Load Shedding (OLS) di setting 1,1 x
Arus Nominal yang lebih rendah dari setting relai Arus Lebih (OCR) dengan setting 1,2 x
Arus Nominal tetapi dengan karakteristik waktu yang berbeda, dimana relai arus lebih
(OCR) bekerja dengan karakteristik Standar Inverse (SI) dan relai Over Load Shedding
bekerja dengan karakteristik Definite. Dengan target di GI Rengasdengklok trafo satu 60
MVA sehingga sebelum ols terpasang beban padam 63,18 MW dan sesudah terpasang
OLS beban padam 18,84 MW.

Kata Kunci : Trafo, Penghantar, N-1, OLS, OCR

I. PENDAHULUAN dan beban yang saling berhubungan dan


Pertumbuhan ekonomi berbanding berkerja sama untuk melayani kebutuhan
lurus dengan kebutuhan ketersediaan sistem tenaga listrik bagi pelanggan sesuai
tenaga listrik. Konsekuensi dari Penambahan kebutuhan. Secara garis besar Sistem
daya listrik, perlu dilakukan penambahan Tenaga Listrik dapat digambarkan dengan
kapasitas (uprating) maupun penambahan skema di bawah ini. [1]
instalasi baru untuk memenuhi
permintaan/kebutuhan daya listrik tersebut.
Namun penambahan kapasitas maupun
penambahan instalasi baru tidaklah mudah,
mengingat berbagai kendala dan investasi
yang tidak sedikit.
Di sistem tenaga listrik Jawa Bali
khususnya Jawa Barat, penghantar 70 kv
Kosambi Baru – Rengasdengklok yang
pernah mengalami overload, sehingga
mengakibatkan hilang tegangan dan padam Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik
total di sisi GI Rengasdengklok pada tahun
2014, dikarenakan masih terdapat peralatan Sistem Transmisi
instalasi penyaluran (penghantar) dengan
kondisi yang sudah tidak memenuhi kriteria
N-1 (kondisi normal dua penghantar
dikurangin satu) atau dengan kata lain
pembebanannya sudah diatas 60%. Artinya
bila salah satu penghantar tersebut
mengalami gangguan/trip maka penghantar
yang satunya akan mengalami pembebanan
lebih/Overload (diatas rating nominalnya).
Maka dari itu, untuk mengindari terjadinya Gambar 2.2 Sistem Transmisi
pemadaman total yang mengakibatkan tidak Bagian dari sistem tenaga listrik yang berupa
tersalurkannya energi listrik dalam jumlah sejumlah konduktor yang dipasang
besar, perlu diterapkan suatu strategi membentang sepanjang jarak antara pusat
operasi, yaitu dengan penerapan relay pembangkit sampai pusat beban. Fungsinya
Overload Sheding (OLS). Strategi ini untuk mengirimkan energi listrik dari pusat
bertujuan untuk mengamankan peralatan dari pembangkit ke pusat beban. [1]
pembebanan lebih serta menghindari atau Macam-macam Saluran Transmisi:
meminimalisir resiko pemadaman yang luas • Saluran udara: Kawat atau kondutor
dengan cara memadamkan sebagian beban telanjang (tanpa isolasi) yang
secara otomatis dengan beban yang diatur digantung dengan ketinggian tertentu
sedemikian rupa, pada tower dengan menggunakan
isolator.
II. TINJAUAN PUSTAKA • Saluran bawah tanah: kabel atau
Sistem Tenaga Listrik konduktor berisolasi yang ditanam
Sistem Tenaga Listrik adalah suatu dalam tanah dengan kedalaman
sistem yang terdiri dari beberapa komponen tertentu.
berupa pembangkitan, transmisi, distribusi
• Saluran bawah laut: kabel atau Sistem Proteksi dan Kontrol
konduktor berisolasi yang diletakkan Penghantar SUTT
di dasar laut. Sistem proteksi bay penghantar
Saluran transmisi biasanya digunakan adalah suatu sistem yang yang
untuk mengirimkan daya listrik untuk jarak
berfungsi untuk
yang relatif jauh. Dari ketiga jenis saluran
mengamankan/mengisolir penghantar
transmisi, paling banyak digunakan adalah
(saluran udara/saluran kabel) tegangan
saluran udara, karena lebih ekonomis. Biaya
pembangunan saluran udara relatif lebih
tinggi atau tegangan ekstra tinggi dari
ringan dibandingkan dengan jenis yang lain, gangguan temporer dan gangguan
karena menggunakan penghantar yang permanen yang terjadi pada
telanjang atau tidak berisolasi, sedang jenis penghantar tersebut. [3]
yang lain harus menggunakan penghantar
III. METODE PENELITIAN
berisolasi.
Desain Penelitian
Gardu Induk
Desain penelitian menurut Sedarmayanti
dan Hidayat (2011:206) adalah semua
proses yang diperlukan dalam perencanaan
dan pelaksanaan penelitian.[6] Menurut
Sugiyono (2003:11) penelitian
berdasarkan tingkat eksplanasinya (tingkat
kejelasan) dapat digolongkan sebagai
berikut:
Gambar 2.3 Sistem Tenaga Listrik di
• Asosiatif
Gardu Induk
Penelitian asosiatif dapat
Gardu induk merupakan bagian
dibangun oleh suatu teori
dari sistem tenaga listrik yang berupa
yangberfungsiuntuk
sejumlah peralatan pemutus/penghubung
aliran arus dan trafo penaik/penurun menjelaskan,meramalkan,
tegangan yang dipasang di antara dua dan mengontrol suatu gejala[1], yaitu
komponen sistem tenaga listrik lainnya. dengan cara memprediksi hitungan
Gardu induk berfungsi untuk beban
memutus/menghubungkan aliran arus (Megawatt) pada waktu sebelum -
listrik dan menyesuaikan level tegangan sebelumnya di masing masing trafo
sistem-sistem yang dihubungkan. [1] distribusi Gardu Induk Rengasdengklok.
Pengertian Dasar Proteksi • Komparatif
Sistem proteksi adalah pengaman Penelitian komparatif yaitu suatu
listrik pada sistem tenaga listrik yang penelitian yang bersifat membandingkan
terpasang pada sistem distribusi tenaga fluktuasi beban (Megawatt) pada waktu
listrik, trafo tenaga, transmisi tenaga listrik yang berbeda, saat beban (Megawatt)
dan generator listrik yang dipergunakan puncak/tinggi dan beban (Megawatt)
rendahdi Gardu Induk Rengasdengklok.
untuk mengamankan sistem tenaga listrik
• Deskriptif
dari gangguan listrik atau beban lebih,
dengan cara memisahkan bagian sistem Penelitian deskriptif merupakan
tenaga listrik yang terganggu. Sehingga penelitian yang dilakukan untuk
sistem kelistrikan yang tidak terganggu dapat mengetahui nilai variabel, yaitu dengan
terus bekerja (mengalirkan arus kebeban cara menghubungi langsung operator
atau konsumen). Jadi pada hakekatnya Gardu Induk untuk menanyakan suatu
pengaman pada system tenaga listrik yaitu nilai beban (Megawatt) trafoataupun
dengan cara otomatis dari nilai SCADA
mengamankan seluruh sistem tenaga listrik
(Supervisory Control Data Acquisition).
supaya kehandalan tetap terjaga. [2]
Sedangkan jenis penelitian menurut
Sugiyono, (2003:14) terdiri dari:
• Penelitian kuantitatif, adalah 4.2 Setting relay
penelitian dengan memperoleh data
yang berbentuk angka atau data Tabel 4.1 Setting OCR dan O
kualitatif yang diangkakan[5], yaitu
pengambilan nilai dalam bentuk
beban (Megawatt) dengan
menggunakanSCADA (Supervisory
Control Data Acquisition) yang
merupakan suatu sistem kendali
industri Gambar 4.1 Skema target
OLS berbasis komputer yang dipakai
untuk pengontrolan suatu proses.
• Penelitian kualitatif merupakan
suatu penelitian yang bertujuan • OCR : Iset (pri) = 1,2 x 440 A = 528
memahami kondisi realitas Ampere
pertumbuhan beban (Megawatt) 1 5
di Gardu Induk Rengasdengklok Iset (sek) = 528 x 500/5 = 528 x 500/5
yang sudah melebihi kapasitas = 5,28 Ampere
penghantar 70 KV Gardu Induk t= 0,25 SI
Kosambi Baru – Rengasdengklok Karekteristik relay = Standard Inverse
saat beban puncak yang dapat
mengakibatkan pemadaman • OLS : Iset (pri) = 1,1 x 440 A = 484
meluas akibat overload pada saat Ampere
operasi satu penghantar. 1 5
Iset (sek) = 484 x 500/5 = 484 x 500/5

IV.HASIL PENELITIAN DAN = 4,84 Ampere


PEMBAHASAN t= 6,5 detik

Skema target OLS Karekteristik relay = Definite


Menurut Buku Pedoman Defence
Scheme Jawa Bali Over Load Shedding Tabel 4.2 Perhitunganwaktu OCR
(OLS) yaitu skema pengaman system untuk
mengamankan operasional instalasi
penyaluran (penghantar/trafo) yang sudah
tidak memenuhi kapasitas akibat kelebihan
beban konsumen dengan cara melepas
sebagian beban konsumen yang ada di sisi
terima instalasi tersebut. Skema pengaman
ini biasanya dibuat menjadi beberapa tahap
untuk meminimalkan besar beban konsumen
yang dilepaskan.

Dari tabel 4.2 pada setting relay OCR


dijelaskan bahwa semakin besar arus maka
semakin cepat waktu[7]. Untuk mencari
setting waktu digunakan persamaan 4.1
sebagai berikut :
K
t= T(I⋰Is)α - 1………………..(4.1)
Gambar 4.1 Skema target OLS
Dimana : Gambar 4.2 Perbandingan karakteristik
relay
t = Waktu kerja relay Dari grafik diatas, dapat
diketahui bahwa pada karakteristik
T = Setting waktu pada relay definite time relay akan memberikan
perintah pada PMT pada saat terjadi
K = Faktor gangguan hubung singkat atau besarnya
arus gangguan melampaui settingnya (Is)
I = Arus kerja relay dan jangka waktu kerja relay mulai pick
up sampai kerja relay diperpanjang
Is = Arus setting relay dengan waktu tertentu tidak tergantung
51 besar nyaarus yang mengerjakan
relay. Sedangkan pada karakteristik
α = Faktor kali
inverse time relay, relay akan bekerja
0.14 dengan waktu tunda yang tergantung dari
t= 0,25 T(550/528)0.02 - 1 = 42.8 detik besarnya arus secara terbalik, semakin
besar arus maka makin kecil waktu
0.14 tundanya.
t= 0,25 T(560/528)0.02 - 1 = 29.7 detik Sebelum terpasang relay OLS
Pada tanggal 21Juli 2014 pukul 18:55
0.14 WIB terjadi trip pada penghantar 1 70 kv
t= 0,25 T(570/528)0.02 - 1 = 22.8 detik
Gardu Induk Kosambi Baru -
Rengasdengklok sehingga mengakibatkan
0.14
t= 0,25 T(580/528)0.02 - 1 = 18.6 detik over load pada penghantar 2,yang
mengakibatkan Gardu Induk
0.14 Rengasdengklok mengalami hilang
t= 0,25 T(590/528)0.02 - 1 = 15.7 detik tegangan. Dengan data berupa tabel seperti
berikut :
0.14 Tabel 4.3 Data tabel beban pada
t= 0,25 T(600/528)0.02 - 1 = 13.6 detik saat gangguan

0.14
t= 0,25 T(610/528)0.02 - 1 = 12.1 detik

0.14
t= 0,25 T(620/528)0.02 - 1 = 10.8 detik

0.14
t= 0,25 T(630/528)0.02 - 1 = 9.8 detik
Dari tabel 4.3 menunjukan fluktuasi
beban perjam di hari senin. Pada pukul 19:00
WIB beban pada Trafo 1, Trafo 2, Trafo 3 &
Trafo 4 menunjukan angka Nol yang berarti
sedang mengalami gangguan padam total
atau hilang tegangan. Berikut tampilan dalam
bentuk grafik :
Dari tabel 4.4 menunjukan fluktuasi
beban perjam di hari senin. Pada pukul 18:00
WIB beban pada Trafo 1 menunjukan angka
Nol yang berarti sedang mengalami
Gambar 4.3 Grafik beban sebelum gangguan padam, sedangkan Trafo 2, Trafo
ols terpasang 3 & Trafo 4 masih menunjukan nilai beban.
Berikut tampilan dalam bentuk grafik :

Gambar 4.5 Grafik beban sesudah


ols terpasang
Gambar 4.4 Gardu Induk
Rengasdengklok hilang tegangan

Sesudah terpasang relay OLS

Dan setelah dilakukan


pemasangan relai over shadding pada
Gardu Induk Rengasdengklok dengan
mengurangi beban Trafo 1 30 MVA di
dapat hasil bahwa pemasangan relai
over shadding bisa mengatasi
overload pada penghantar Gardu
Induk Kosambi baru –
Rengasdengklok.Dengan data tanggal 9
Februari 2015 pukul 17:47 WIB berupa
tabel seperti berikut :
Gambar 4.6 Gardu Induk
Regasdengklok Trip Trafo satu
Tabel 4.4 Data tabel beban trafo
setelang dipasang Relay
Energi tak tersalurkan
Dari data yang sudah diperoleh maka
dapat dihitung perbandingan energi yang
tak tersalurkan saat OLS yang sudah
terpasang dan belum terpasang.
18.840.000w
ENS (Energy Not Serve) Energi =
1,73x20.000v x0,85
yang tak tersalurkan :
= 640,59 Ampere
• Sebelum OLS terpasang
Diketahui : Beban
10
Trafo 1 = 18,33 MW t= 10 menit = = 0,16 Jam
Trafo 2 = 12,17 MW 60
Trafo 3 = 17,48 MW
Trafo 4 = 15,2 MW kWh = I x V x Cos φ x 3 x t
= 640,59 ampere x 20 kv x 0.85 x
Total = 18.33 + 12.17 + 17.48 + 15.2 1,7320 x 0,16 jam
= 63,18 MW = 3017,84 kWh
= 63,18 MW x 1.000.000
= 63.180.000 Watt Tegangan Jika 1 kWh = Rp. 1034
= 20 kV = 3017,84 kWh x Rp.1034
= 20 kV x 1000 = Rp. 3.120.446,56
= 20.000 Volt
Saving :
P =Rp.10.464.286,8 – Rp.3.120.446,56
I= = = Rp.7.343.840,24
3.V.cos φ

63.180.000w
= = 2148,2 Ampere V. SIMPULAN DAN SARAN
1.73 x 20.000v x 0,85
Simpulan
10
t = 10 menit = = 0,16 Kemampuan I nominal
60
penghantar GI Kosambi baru
• Rengsdengklok yaitu 440 A, sehingga
kWh = I x V x cos φ x 3 x t
untuk setting relay OLS 1,1 x I
= 2148,2 ampere x 20 kv x 0,85 x nominal penghantar (440 A) = 484 A
= 1,7320 x 0,16 Jam dan OCR 1,2 x I nominal penghantar
= 10120,2 kWh (440 A) = 528 A. agar penyaluran
tenaga listrik pada penghantar lebih
Jika 1 kWh = Rp.1034 optimal.
= 10120,2 kWh x Rp. 1034 • Penerapan starategi Overload
= Rp. 10.464.286,8 shedding (OLS) diperlukan untuk
mengamankan peralatan listrik baik
• Sesudah OLS Terpasang trafo maupun penghantar (yang
dioperasikan paralel) dari
Diketahui : pembebanan lebih, sebelum OLS
Beban Trafo 1 = 18,84 MW terpasang beban padam 63,18 MW
=18,84MWx 1.000.000MW dan setelah terpasang OLS 18,84
= 18.840.000 Watt MW.

Tegangan = 20 kV x 1000= 20000 Volt


Saran
P
I= • Di data ulang untuk setiap beban
3.V.cos φ
yang mengalir pada penghantar yang
sudah melebihi kapasitas agar bisa
segera dipasang rele pengaman OLS.
• Uprating kapasitas penghantar yang
bebannya melebihi kapasitas

DAFTAR PUSTAKA

Hasan Basri, Ir., 2003 Proteksi


Sistem Tenaga Listrik (Jakarta
:Fakultas Teknologi Industri Institut
Sains dan Teknologi Nasional)

Sarimun, Wahyudi, N, MT dan


Kadarisman Pribadi, Ir., 2005
Pengaman Sistem (Jakarta : STT-
PLN)

Hendra, Marta Yudha. 2008. Rele


Proteksi. Sriwijaya: Ar Raihan.

Sedarmayanti,Syarifudin
Hidayat. 2011. Metodologi Penelitian.
Bandung : CV. Mandar Maju.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian


Kualitatif, kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Moleong, Lexy J. 2014. Metode


Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakaya.

A.R van C. Warrington. Protective


Relays. STT Mandala. Chapman &
Hall

APB JABAR, PLN. 2016. Buku


Pedoman Defence Scheme Jawa
Bali. Bandung: PT PLN ( Persero

You might also like