Professional Documents
Culture Documents
28210
Abstract: Traditional society still perceives that physical education is ineffective in shaping children’s
character and that physical education is still considered as only a playing activity without having
significant effects to the development of children’s social skill. This research aims to help children
shape their social skills through the traditional games provided by physical education teachers with
their comprehensive playing activities. The method used in this research was a qualitative approach, by
doing some observations and unstructured interviews to teachers and students. The format of the game
used in this research was the modification of traditional games called ‘Gobak Sodor’ which is adapted
to the multilateral development of children and the theory of sports education. The result of observation
and interview shows that the modified traditional games ‘Gobak Sodor’ can help children to shape their
social skills, such as personal and social responsibility, teamwork, communication and the care of each
other in the game. It can be concluded that the social skills of children can not be created instantly. It
requires time and continuous learning process. One of the approaches which can be used in forming
children’s social skills is modified traditional sport games ‘Gobak Sodor’.
Kata Kunci: anak-anak, keterampilan sosial, permainan, olahraga tradisional, pendidikan jasmani
39
40
Pendidikan moral atau karakter anak yang bahwa pembentukan keterampilan sosial
akan dibentuk melalui aktivitas fisik, kompetensi anak telah menjadi agenda penting dalam
gerak, permainan, dan olahraga merupakan tugas pengaturan pendidikan jasmani dan olahraga,
dan fungsi dari guru pendidikan jasmani (Winarni, selain peningkatan keterampilan gerak dasar
2011), guru diharapkan mampu menyusun model dan pengajaran teknik olahraga. Oleh karena
pembelajaran dan mengkondisikan lingkungan itu, optimalisasi pembentukan karakter dan
sekitar untuk menjadikan anak memiliki keterampilan sosial anak dari sekolah dasar
keterampilan sosial, baik dengan sesama teman, harus menjadi prioritas utama dalam pengajaran
guru, dan lingkungan. Pendidikan jasmani pendidikan jasmani (Rismayanthi, 2011).
dalam pengaturan anak usia dini selalu didukung Meskipun telah dijelaskan melalui kajian
oleh penekanan pada aktivitas bermain (Petrie & literatur dan hasil penelitian tentang pentingnya
Clarkin-phillips, 2018), ini dipandang sebagai menumbuhkan keterampilan sosial anak melalui
dasar untuk perkembangan anak (pendidikan pendidikan jasmani, tidak cukup menutup
gerak, perkembangan kognitif, fungsi sosial, fakta bahwa masih terdapat stereotip tentang
dan perkembangan emosional). Varea (2018) ketidakefektifan pendidikan jasmani dalam
menekankan bahwa permainan itu sendiri dapat membentuk karakter dan keterampilan sosial
mendorong perkembangan keterampilan sosial anak. Hal ini semakin menguatkan pendapat
anak, namun, terkadang guru/orang dewasa Setiawan (2004) bahwa pendidikan jasmani di
mengabaikan pentingnya bermain dan berpotensi Indonesia telah kehilangan identitas sebagai
menghambat peluang bermain bagi anak. sebuah nilai dan dianggap tidak memiliki entitas
Penelitian Mahabbati, Purwandari, dalam pengembangan manusia. Pendidikan
Suharmini, & Praptiningrum (2019) telah jasmani juga akan tetap dilihat sebagai kegiatan
merumuskan skala keterampilan sosial anak bermain saja tanpa mempunyai pengaruh
berdasarkan kesadaran akan keberagaman di apapun terhadap perkembangan intelektual,
sekolah dasar, dan menunjukkan hasil bahwa karakter, dan keterampilan sosial anak, atau
terdapat 7 komponen keterampilan sosial hanya sebagai mata pelajaran tambahan yang
yang teridentifikasi, yaitu; (1) kemampuan bisa dikesampingkan dari mata pelajaran lain
empati, (2) komunikasi dan interaksi sosial, (Sutisna, Suherman, Ma’mun, & Mulyana,
(3) mengendalikan agresi, (4) sikap terbuka, 2018). Penelitian Dyson, Cowan, Gordon, &
(5) perilaku membantu, (6) memahami Powell (2018) juga menunjukkan secara global
diri, dan (7) perilaku mau belajar. Mchugh bahwa terlalu banyak diskusi dan retorika
(2015) menjelasakan nilai-nilai positif dalam mengenai keadaan pendidikan jasmani di tingkat
pengembangan keterampilan sosial yang terkait sekolah dasar, kekurangan bukti mengenai
dengan aktivitas fisik dalam pendidikan jasmani, pengaruh kebijakan, dan persepsi guru tentang
yaitu menumbuhkan kepedulian, meningkatkan kurangnya pendidikan jasmani yang berkualitas
harga diri dan kepercayaan diri, menumbuhkan dalam praktiknya (Fyall, 2017).
rasa tanggung jawab dan kerja keras, Hasil analisis keterlaksanaan pendidikan
mengembangkan keseluruhan individu, dan jasmani dan olahraga di SD/MI di Daerah
menanamkan sikap sportifitas. Mercier (2013) Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa
menekankan bahwa pengajaran pendidikan kinerja pendidikan jasmani dan olahraga
jasmani yang berpusat pada anak secara yang terkait dengan aspek beban mengajar,
konsisten akan membantu anak memperoleh pelaksanaan ekstrakurikuler, pengembangan
keterampilan sosial, seperti; mengembangkan kompetensi guru dan proses pembelajaran
apresiasi antar sesama, meningkatkan harga diri, masih belum memuaskan dengan skor 176
dan menghargai proses pembelajaran. masuk kategori C, atau baru mencapai
Vidoni & Ulman (2012) juga mengusulkan 58,6% (Rachman, 2011). Rendahnya kinerja
strategi ‘fair play game’, dalam pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga, terutama yang
pendidikan jasmani untuk meningkatkan terkait dengan pengembangan kompetensi guru
interaksi sosial yang positif, mengurangi dan peoses pembelajaran di sekolah, secara
perilaku yang kurang baik, dan mengharuskan tidak langsung akan berpengaruh terhadap
anak untuk mengembangkan keterampilan sosial hasil belajar anak, baik pembelajaran gerak
dan bertanggung jawab. Hal ini, menegaskan dasar, aktivitas kebugaran jasmani, teknik
olahraga, pengetahuan, dan keterampilan sosial gerak (Parker, MacPhail, O’Sullivan, Chróinín,
anak. Hasil wawancara peneliti dengan guru & McEvoy, 2018). Anak-anak melihat bahwa
pendidikan jasmani di SD Muhammadiyah ‘melakukan’ pendidikan jasmani di sekolah
IV Karangkajen, Daerah istimewa Yogyakarta adalah tentang mempelajari bagaimana menjadi
menjelaskan bahwa guru masih kesulitan dalam aktif secara fisik, terlepas dari kenyataan bahwa
mencari dan menyusun model pembelajaran anak-anak memahami upaya guru dan pelatih
yang efektif untuk menumbuhkan karakter dan sebagai peluang untuk belajar berlari, melompat,
keterampilan sosial anak. Guru juga menekankan dan melempar dengan lebih baik. Peluang ini
bahwa masih terdapat peserta didik yang belum sering dipandang sebagai sesuatu yang monoton
bisa bekerjasama dengan teman-teman selama dan membosankan karena dilakukan secara
proses pembelajaran, kurangnya kepedulian berulang. Oleh karena itu, guru diharuskan
dengan sesama teman dan lingkungan sekitar, memiliki kreativitas dan inovasi dalam menyusun
serta anak masih cenderung saling menyalahkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
atau kurang bertanggungjawab ketika diberikan pembelajaran dan karakteristik anak.
tugas oleh guru. Model pembelajaran yang efektif dan
Permasalahan-permasalahan ini, akan sesuai untuk karakteristik anak sekolah dasar
semakin menggiring opini masyarakat tentang adalah model pembelajaran yang menekankan
ketidakbermanfaatan pendidikan jasmani di pada aktivitas bermain, bersenang-senang,
sekolah, dan menjadikan pendidikan jasmani bergembira, dan persahabatan (Kirk, Macdonald,
semakin kehilangan identitas sebagai salah & O’Sullivan, 2006), baik itu permainan, teknik
satu mata pelajaran yang berorientasi pada olahraga, permainan tradisional, maupun
pengembangan manusia seutuhnya (aspek kombinasi dari beberapa permainan dan olahraga.
psikomotorik, kognitif, afektif, dan sosial) Dalam penelitian ini, akan menggunakan jenis
melalui aktivitas gerakan dan olahraga permainan tradisional ‘Gobak Sodor’, yang
(UNESCO, 2015). Oleh karena itu, profesi diketahui bahwa permainan tradisional ‘Gobak
pendidikan jasmani harus memfokuskan kembali Sodor’ merupakan salah satu dari 87 permainan
upaya pengembangannya, secara lokal, nasional, tradisional anak yang telah teridentifikasi dari 5
dan internasional, untuk berkonsentrasi pada kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
perspektif pengembangan agenda strategis dan (Suherman, Dapan, Guntur, & Muktiani,
jangka panjang yang bertujuan menyatukan para 2019). Selain itu, penelitian Shinta, Syamsi,
pemangku kepentingan utama dalam suatu visi & Haryanto (2019) juga menunjukkan bahwa
bersama untuk masa depan pendidikan jasmani permainan tradisional ‘Gobak Sodor’ dapat
(Carse & Keay, 2018). digunakan sebagai media untuk pembentukan
Berdasarkan permasalahan-permasalahan karakter atau keterampilan sosial anak, seperti
yang teridentifikasi di atas, maka pendidikan (1) kerjasama, (2) tanggungjawab, (3) kerja
jasmani harus bisa memberikan solusi alternatif keras, dan (4) kepedulian. Ini dikarenakan dalam
dalam upaya peningkatan kualitas manusia yang permainan tradisional ‘Gobak Sodor’ terdapat
difokuskan pada peningkatan kesehatan jasmani nilai-nilai luhur berupa kearifan lokal yang
dan rohani seluruh individu, pemupukan watak/ dapat membentuk karakter atau keterampilan
karakter, dan pembentukan keterampilan sosial sosial anak. Penggunaan permainan tradisional
anak, serta pengembangan prestasi olahraga ‘Gobak Sodor’ dalam penelitian ini juga
yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan didasarkan atas kesadaran untuk terus berupaya
nasional. Sejatinya, pendidikan jasmani yang dalam mempertahankan identitas budaya bangsa
berkualitas memungkinkan semua anak untuk melalui pelestarian dan pengajaran permainan
menikmati dan berhasil dalam banyak jenis tradisional dalam pendidikan jasmani.
kegiatan fisik (Kirk, 2010), dan mengembangkan Selain permainan tradisional ‘Gobak
berbagai keterampilan dan kemampuan untuk Sodor’, penelitian ini juga didasarkan pada teori
menggunakan taktik, strategi, dan komposisi ‘Perkembangan Multilateral Anak’(Lumintuarso,
gagasan untuk mencapai keberhasilan. 2013), dan teori ‘Pendidikan Olahraga’
Pendidikan jasmani juga merupakan tempat (Siedentop, 2002). Perkembangan multilateral
belajar, kesempatan untuk belajar permainan anak berfokus pada pengembangan berbagai
baru, teknik olahraga, dan melakukan aktivitas macam keterampilan gerakan melalui aktivitas
proses permainan juga diberikan, ini dilakukan sebaik mungkin dalam menjaga lawan maupun
untuk melihat respon anak secara spontan meloloskan diri dari hadangan lawan.
dalam menjawab pertanyaan, baik secara verbal Kerja sama anak dapat dilihat dari minat
maupun gerakan. anak yang lebih suka dengan permainan yang
Temuan penting dari hasil wawancara mengarah pada sebuah kompetisi dan kerjasama
dan diskusi dengan dua orang guru pendidikan tim, anak terlihat mampu saling bekerjasama
jasmani adalah berupa rumusan permainan dan saling memotivasi sesama teman, serta
tradisional ‘Gobak Sodor’ yang dimodifikasi menunjukkan kekompakkan dan keseriusan
berdasar pada perkembangan multilateral dalam melaksanakan permainan. Dalam hal
anak dan teori pendidikan olahraga. Rumusan komunikasi, anak menunjukkan komunikasi
tersebut menghasilkan sebuah ‘model permainan aktif antar sesama pemain, walaupun dalam
olahraga tradisional Gobak Sodor’. Setelah itu, kondisi permainan sedang berlangsung dan
tiga tema utama juga diidentifikasi terkait dengan sedang melakukan tugas masing-masing. Hal ini
keterampilan sosial anak dari hasil penerapan juga dikuatkan dengan hasil wawancara dengan
permainan olahraga traditional ‘Gobak Sodor’ guru yang menjelaskan bahwa komunikasi anak
dan stimulasi pertanyaan pada saat proses di lapangan sudah cukup baik, jarang terjadi
permainan berlangsung, yaitu; tanggungjawab, perselisihan pendapat antar anak. Jika terjadi
kerjasama, dan komunikasi. Hasil ini perselisihan, anak berusaha memisahkan atau
relevan dengan penelitian sebelumnya yang melerai, dan jika sulit diselesaikan sendiri
menunjukkan bahwa pengembanagan model maka anak langsung melaporkan kepada
permainan tradisional mampu membangun guru. Substansi temuan hasil pengamatan dan
karakter anak, seperti kerjasama, kejujuran, wawancara dengan responden, dirumuskan pada
percaya diri, dan peduli sesama. Tabel 1.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Penjelasan hasil temuan di atas
guru, menunjukkan bahwa peran guru dalam menunjukkan bahwa guru memiliki peran
peningkatan keterampilan sosial anak sangatlah penting dalam membentuk perilaku maupun
penting, guru sebagai pembimbing, panutan keterampilan sosial anak. Guru masih menjadi
sekaligus contoh yang bisa memberikan role model atau panutan bagi anak, terutama
dampak langsung terhadap perilaku anak. Ini di sekolah dasar, sehingga guru harus mampu
sesuai dengan ungkapan ‘guru’ dalam tradisi menjaga dan memberikan contoh perilaku
jawa yang berarti menjadi panutan dan diambil yang baik sesuai dengan norma atau aturan
sebagai contoh yang baik. Hasil pengamatan dan yang berlaku di sekolah dan masyarakat. Selain
stimulasi pertanyaan pada saat proses permainan itu, penyusunan dan pengembangan model
berlangsung, anak secara tidak langsung sudah pembelajaran/permainan dalam pendidikan
menerapkan tanggungjawab mereka dalam jasmani, harus selalu disesuaikan dengan tujuan
permainan, seperti berusaha untuk memenangkan pembelajaran yang ingin dicapai dan sesuai
permainan, dan mempertahankan tugas mereka dengan kebutuhan/karakteristik anak.
Saya jadi mengingat masa lalu, waktu belum ada dalam mempertahankan identitas budaya lokal dan
teknologi seperti sekarang, kami bermain bebas konstruksi sosial (Hay & Macdonald, 2014) yang
di luar rumah”). Pernyataan ini menjelaskan telah terbentuk di Daerah Istimewa Yogyakarta.
bahwa permainan tradisional ‘Gobak Sodor’ Permainan traditional ‘Gobak Sodor’ diharapkan
telah mengakar dan terbentuk dalam pikiran mampu membentuk keterampilan sosial maupun
guru yang memiliki pengalaman masa lalu respon sosial anak (Severinsen, 2014), seperti;
dalam memainkan permainan tradisional ‘Gobak tanggung jawab pribadi dan kelompok (Quay
Sodor’, dan merefleksikan dengan kondisi saat & Peters, 2008), komunikasi sosial, kerjasama
ini tentang adanya pergeseran budaya fisik antar peserta, dan kepedulian antar sesama
yang disebabkan oleh perkembangan teknologi (Gano-overway, 2013). Dalam pelaksanaannya
(Sinclair & Thornton, 2018). di lapangan, bukan hanya permainan traditional
Hasil wawancara dengan guru pendidikan ‘Gobak Sodor’ saja yang menjadi substansi dari
jasmani dapat disimpulkan bahwa permainan permainan, akan tetapi, anak-anak akan diberikan
beregu, internalisasi pendidikan olaharaga, kesempatan sendiri dalam memilih permainan
dan permainan traditional ‘Gobak Sodor’ apapun yang mereka inginkan. Kebebasan dalam
dapat membentuk keterampilan sosial anak. mengeksplorasi permainan yang ditentukan
Relevan dengan hasil penelitian dari Widodo & oleh anak menjadi salah satu stimulus dalam
Lumintuarso (2017) yang menunjukkan bahwa mengajarkan keterampilan sosial anak tersebut
modifikasi permainan traditional, termasuk (Liu, Karp, & Davis, 2010).
‘Gobak Sodor’, mampu membangun karakter Berdasarkan penjelasan tentang teori-
anak, seperti; kerjasama, kejujuran, percaya teori dan hasil penelitian yang mendukung
diri, dan peduli sesama. Permainan traditional permainan tradisional ‘Gobak Sodor’, maka,
merupakan bentuk aktivitas yang dilakukan peneliti dan guru pendidikan jasmani sepakat
sesuai dengan budaya dan kebiasaan yang ada untuk menamakan permainan ini sebagai
disuatu daerah dengan suasana permainan yang sebuah “Model Permainan Olahraga Tradisional
menyenangkan, dan tanpa adanya tekanan atau Gobak Sodor”. Pemberian nama ini dilakukan
paksaan apapun (Tsangaridou, Zachopoulou, karena, bentuk permainan tradisional ‘Gobak
& Liukkonen, 2014). Peraturan permainan Sodor’ telah telah mengalami modifikasi sesuai
sesuai dengan kesepakatan bersama dari peserta dengan teori, tujuan pembelajaran, karakteristik
permainan, dan peran guru hanya memberikan permainan, dan karakteristik anak. Akan
arahan bukan perintah. tetapi, hasil modifikasi permainan ini, tidak
Pemilihan permainan traditional ini menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dan
menurut peneliti dan guru pendidikan jasmani melekat dalam permainan tradisional itu sendiri.
telah memenuhi syarat secara keseluruhan dalam Berikut penjelasan bentuk permainan olahraga
membentuk keterampilan sosial anak (Mchugh, traditional ‘Gobak Sodor’, dapat dilihat pada
2015), maupun nilai-nilai moral yang terkandung Gambar 1. di bawah ini:
di dalamnya (Johnson, 2013), serta sebagai bentuk
Peraturan permainan ‘Gobak Sodor’: dalam permainan (Siedentop, 1994; 1998). Ini
Permainan ini merupakan permainan beregu dilakukan untuk meningkatkan kesungguhan
yang terdiri atas dua tim, dengan jumlah pemain anak dalam permainan, dan diharapkan
3-5 orang per tim. Permainan ini sangat sederhana mampu membentuk tanggungjawab pribadi
karna inti permainannya hanya menghalangi dan sosial anak, kerjasama tim, komunikasi
lawan agar tidak melewati garis-garis lapangan dalam permainan, dan kepedulian antar sesama.
dari garis awal sampai akhir secara bolak-balik, Berdasarkan peraturannya, permainan ini
dan kemenangan diraih jika anggota tim secara sangat bagus sebagai strategi mengajarkan
lengkap bisa melewati hadangan dan melakukan keterampilan sosial anak (Mercier, 2013),
proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah merangsang kinerja keterampilan gerak dasar
ditentukan. Untuk modifikasi permainannya, (Hastie, Valentini, Rudisill, & Chiviacowsky,
guru pendidikan jasmani menambahkan 2018), dan meningkatkan kemampuan berpikir
beberapa aturan seperti mempersiapkan anak (Ang & Penney, 2013).
pertanyaan-pertanyaan sederhana pada saat
proses permainan berlangsung yang harus Tanggung jawab Pribadi dan Sosial
dijawab oleh anak. Tujuannya untuk melatih Salah satu fokus dari permainan olahraga
konsentrasi dan emosi yang positif pada saat tradisional ‘Gobak Sodor’ yang akan diterapkan
anak melakukan permainan (Gagnon, 2016). adalah mampu menjadikan anak-anak memiliki
Reward juga diberikan oleh guru sebagai tanggung jawab pribadi dan sosial dalam
bentuk kepedulian guru dalam mengembangkan lingkungannya (Pavão, Santos, Wright, &
keterampilan sosial anak secara keseluruhan Gonçalves, 2018). Tanggung jawab pribadi
(Bennie, Peralta, Gibbons, & Lubans, 2016). dan sosial dapat dilihat pada saat permainan
Selanjutnya, anak diberikan kebebasan dalam berlangsung, bagaimana anak bertanggung
mengekplorasi gerakan yang dilakukan, dan jawab secara pribadi dengan tugasnya dalam
guru menjelaskan maksud dari gerakan-gerakan permainan dan bertanggung jawab secara sosial
tersebut. Ini bertujuan untuk memberikan dengan kelompoknya untuk mempertahankan
pengetahuan tentang berbagai macam gerakan, garis batas yang sudah menjadi kewajiban untuk
seperti; gerakan lokomotor, non-lokomotor, dan dijaga.
manipulatif (Lumintuarso, 2013). Ketika permainan berlangsung, peneliti
Permainan traditional ‘Gobak Sodor’ mencoba menggangu konsentrasi salah seorang
sering dilakukan di lapangan badminton dengan anak yang sedang bertugas menjaga lawan
standar garis-garis yang ada atau bisa membuat dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
sendiri lapangan permainan berbentuk persegi yang bersifat klise, seperti ‘apakah tidak letih
panjang dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi berdiri terus?’ atau ‘kenapa kamu serius sekali
menjadi 6 bagian. Biasanya batas garis lapangan dalam menjaga daerah permainan?’. Respon anak
ditandai dengan kapur. Anggota tim yang dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti ajukan
mendapat giliran untuk menjaga lapangan, menunjukkan bahwa anak tidak terlalu merasakan
mengambil posisisi masing-masing, yaitu anggota keletihan karena anak sudah larut dalam iklim
tim yang menjaga garis batas horisontal dan permainan, anak juga merasa memiliki tanggung
garis batas vertikal. Bagi anggota tim yang jawab untuk memperjuangkan timnya dalam
mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas mendapatkan kemenangan. Meskipun, anak-
horisontal, harus berusaha untuk menghalangi anak sedikit kesal karena merasa terganggu
lawan yang juga berusaha untuk melewati garis konsentrasinya dengan pertanyaan-pertanyaan
batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas tersebut, akan tetapi, hasil ini membuktikan
bebas. Bagi anggota tim yang mendapatkan tugas bahwa pembentukan iklim permainan yang
untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya menantang dapat memberikan anak kepuasan
hanya satu orang), maka anak ini mempunyai dan kesenangan dalam melakukan permainan
akses untuk keseluruhan garis batas vertikal (Siedentop, 1998), dan mengajarkan pentingnya
yang terletak di tengah lapangan. tanggungjawab dalam mencapai tujuan bersama/
Peraturan permainannya juga dimodifikasi kelompok (Harvey, Kirk, & O’Donovan, 2014).
oleh guru sesuai dengan teori pendidikan Setelah permainan usai dan anak-anak
olahraga, yang menekankan iklim kompetisi mulai istirahat, peneliti kembali melakukan
obrolan dengan beberapa anak-anak. Obrolan ini mengakibatkan anak-anak lebih memilih
bertujuan untuk mengetahui respon anak tentang memainkan gawai.
permainan yang sudah dilakukan. Hasil dari
respon anak, sebagian besar menggambarkan Kerja Sama Tim
pengalamannnya masing-masing pada saat Dalam sebuah permainan, dibutuhkan
melakukan permainan dan menunjukkan rasa kerjasama tim dalam menyusun strategi sebelum
senang setelah melakukan permainan. Sebagai permainan dilakukan atau pada saat proses
contoh, anak GI, dengan kepercayaan diri yang permainan berlangsung (Turner & Martinek,
tinggi menyatakan bahwa teman-temannya 1999). Pendidikan jasmani sebagai sarana
belum ada yang bisa melewati hadangannya dalam membentuk kerjasama anak melalui
ketika dia berada di posisi penjaga. Berdasarkan permainan dan olahraga, harus memiliki
pengamatan peneliti, anak GI terlihat lebih pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk
aktif melakukan gerakan ketika dalam posisi meningkatkan rasa soliditas anak-anak dalam
menghadang lawan, seperti gerakan berpindah, bermain dengan satu timnya. Bentuk utama
berlari, meregangkan lengan, mengayunkan pembelajaran kerjasama dalam pendidikan
lengan, atau berbagai gerakan tambahan lainnya jasmani adalah dimana anak-anak diberikan
(Lumintuarso, 2013). tanggungjawab penuh untuk saling membantu
Sebagai bahan evaluasi, peneliti kembali dalam memperoleh keterampilan gerak dan sosial
melakukan wawancara dengan guru untuk (Williams, 2009). Tujuan dalam melakukan
memperkuat hasil pengamatan proses permainan kerjasama dalam permainan adalah membentuk
dan obrolan dengan anak. Tanggapan dari guru rasa saling membutuhkan dan ketergantungan
CG tentang keefektifan permainan olahraga antar pemain, sehingga melalui kerjasama dalam
tradisional ‘Gobak Sodor’ dalam membentuk permainan bisa meningkatkan perilaku sosial
keterampilan sosial anak, sudah dirasa cukup yang ditunjukkan oleh anak (Tomme & Wendt,
efektif, dikarenakan anak sudah mampu 2015).
mengikuti permainan dengan perasaan senang Pengamatan dilakukan secara menyeluruh,
dan mampu menunjukkan peran aktif dan baik pada saat sebelum permainan, proses
tanggungjawabnya dalam bermain dengan teman permainan, dan sesudah permainan. Sedangkan
sebaya. Guru CG juga menambahkan tentang wawancara dilakukan setelah anak-anak
kemampuan anak untuk bergabung/berkontribusi melakukan istirahat dan bersantai di luar
dalam permainan sudah cukup baik, dan tidak lapangan. Hasil pengamatan sebelum permainan
memilih-milih teman saat bermain. dimulai, anak-anak dalam setiap tim melakukan
Hasil pengamatan pada saat proses obrolan yang menekankan pada pembagian
permainan, obrolan dengan anak-anak, dan tugas masing-masing anak dan mendiskusikan
wawancara dengan guru pendidikan jasmani strategi/bagaimana cara untuk mendapatkan
menunjukkan fakta bahwa permainan kemenangan. Sedangkan, pengamatan saat
olahraga traditional ‘Gobak Sodor’ yang telah proses permainan berlangsung menggambarkan
dipersiapkan, mampu merangsang aktivitas fisik, situasi kekompakkan anak-anak dengan sesama
keterampilan gerak, dan rasa tanggungjawab timnya, dan setelah permainan selesai, anak-anak
anak dalam permainan (Harvey et al., 2014; juga memberikan respon melalui wawancara
Lumintuarso, 2013; Siedentop, 1998; Suherman yang dilakukan peneliti. Sebagai contoh,
et al., 2019; Widodo & Lumintuarso, 2017). pernyataan dari anak NH dan MR menekankan
Anak-anak merasa senang karena mengetahui respon berupa keseriusan dalam melakukan
permainan olahraga traditional ‘Gobak Sodor’ permainan, dan selalu menjaga kekompakkan
ini merupakan permainan asli daerahnya, yang tim untuk mencapai kemenangan.
merupakan identitas budaya bangsa dengan Hasil pengamatan dan wawancara di atas
nilai-nilai moral dan sosial yang terkandung di menunjukkan bahwa kerjasama antar anak mampu
dalamnya (Jacobs, Knoppers, & Webb, 2013). terbentuk melalui permainan olahraga tradisional
Permainan ini juga bisa menjadi alternatif ‘Gobak Sodor’. Oleh karena itu, sesuai dengan
kegiatan yang dimainkan anak di waktu luang, penjelasan Bukhari, Efendi, & Jama (2019) bahwa
dan diharapkan mampu meminimalisasi dampak proses pembelajaran pendidikan jasmani dengan
dari pesatnya perkembangan teknologi yang menggunakan aktivitas bermain/permainan
dapat meningkatkan dan mengembangkan terlihat ekspresi anak yang menunjukkan antusias
kebugaran fisik, kerjasama, keterampilan, dan dan kesenangan sebelum permainan dimulai
sikap kompetitif yang sangat penting sebagai (Wallhead, Garn, & Vidoni, 2013). Anak-anak
nilai yang harus ditanamkan. Dengan adanya begitu responsif mendengarkan penjelasan yang
kerjasama maka akan terbentuk tanggungjawab diberikan oleh guru tentang permainan yang
pada setiap anak dalam melakukan tugasnya dilakukan. Ada anak yang bertanya langsung
dengan sebaik mungkin, dan peran guru juga kepada guru tentang aturan permainannya,
menjadi sangat penting dalam mengembangkan ada anak yang menjelaskan kepada temannya
sikap positif anak (Culpan & Stevens, 2017), bahwa dia sudah melakukan permainan ini di
kerja sama, dan tanggung jawab terhadap dirinya luar lingkugan sekolah, dan ada juga anak yang
sendiri atau kelompok. Transfer pengetahuan langsung menawarkan diri menjadi pemain
secara verbal maupun tindakan dari guru, akan penjaga di lapangan.
menentukan perkembangan psikomotor dan Ketika proses permainan berlangsung,
sosial anak, karena pada tahap ini anak memasuki komunikasi menjadi salah satu kunci utama
tahap operasional konkrit, dimana secara khusus, untuk memenangkan pertandingan (Varea,
pemikiran anak menjadi lebih fleksibel karena 2018). Terjadi komunikasi langsung antar sesama
mampu menggabungkan berbagai pandangan pemain, yang tujuannya untuk meningkatkan
dan mereduksi menjadi pendekatan yang berbeda rasa percaya diri tim dan menjaga soliditas tim.
(Piaget & Inhelder, 1969), serta pada tahap ini Kutipan percakapan anak yang diamati peneliti
(secara fisiologis dan anatomi) anak akan terus adalah ketika setiap anak saling memotivasi
tumbuh dan berkembang menuju tingkatan orang dalam permainan, dan saling mengingatkan
dewasa (Jarvis, 2006). untuk terus mempertahankan posisi masing-
Sebagai bahan refleksi, peneliti juga masing. Komunikasi berupaka gerakan juga
kembali melakukan wawancara dengan guru teramati dalam permainan, sebagai contoh, salah
untuk memperkuat hasil pengamatan dan satu anak memberi aba-aba kepada teman sesama
wawancara dengan anak. Tanggapan dari guru timnya hanya dengan ‘gerakan wajah’ yang
AS menekankan bahwa sebagian anak sudah mengindikasikan arah kanan/kiri, dan anggota
baik ketika melakukan permainan, ditunjukkan timnya sudah mengerti maksud dari gerakan
dengan rasa saling menyemangati kepada teman- tersebut, yaitu segera berlari ke arah kiri/kanan.
temannya. Anak lebih bertoleransi kepada teman Satu gerakan wajah saja sudah cukup bagi teman
bermainnya, dengan bukti saling menolong sesama timnya untuk menyadari bahwa tindakan
apabila ada anak/teman yang terjatuh, dan saling apa yang harus dilakukan.
berbagi alat dengan teman. Sebagian besar anak Dalam menentukan tahap klimaks
juga ikut berperan aktif dalam permainan, ini dalam permainan, dapat diamati ketika
terjadi karena guru memberikan kebebasan dan setiap anak terfokus pada permainan atau
kemandirian kepada anak untuk beraktivitas telah menjadi satu dalam permainan (Beni,
(Nelson et al., 2014), meskipun semua kegiatan Fletcher, & Ní Chróinín, 2017). Tahap ini
masih tetap dalam pengawasan guru. tercermin dari ekspresi anak yang begitu lepas,
seperti tertawa, teriakan, dan bercanda dalam
Komunikasi dalam Permainan permainan. Sebagai contoh, ketika salah satu
Komunikasi merupakan syarat utama tim memenangkan pertandingan, maka tim
dalam melakukan interaksi sosial antar sesama tersebut akan mengekspresikan kemenangannya
manusia, baik komunikasi verbal maupun non- dengan teriakan atau tertawa lepas, karena
verbal. Semua aktivitas gerak dan ekspresi merasa sudah melakukan permainan dengan
yang dilakukan anak-anak dalam permainan baik dan mendapatkan kemenangan. Sedangkan,
menunjukkan komunikasi yang alami. Secara tim yang kalah tidak terlalu kecewa karena
tidak langsung pendidikan jasmani dapat sadar tujuan utama dari permainan ini adalah
mempromosikan keterampilan sosial dan kesenangan dan kegembiraan, selain mencapai
menjadikan anak-anak yang lebih komunikatif tujuan kemenangan.
melalui permainan (Vidoni & Ulman, 2012). Teriakan dan tertawa merupakan tanda
Sebagai contoh, pada saat persiapan permainan, bahwa semua pemain ikut berkontribusi
dalam tahap klimaks permainan. Dalam tahap antar individu maupun kelompok (Renshaw,
ini, banyak ditemukan sikap dan emosi yang Chow, Davids, & Hammond, 2010).
diekspresikan dalam permainan (Gagnon,
2016). Ekspresi teriakan dan tertawa dari CONCLUSION
anggota tim mengindikasikan bahwa emosi yang Pembentukan keterampilan sosial anak
diekspresikan berdasar pada sifat kompetitif tidak bisa dilakukan dengan instan, butuh waktu
dalam permainan ini, sehingga setiap tim ingin dan proses pembelajaran yang berkesinambungan
merasakan kemenangan (Penney et al., 2005). dalam mencapai tujuan tersebut. Seperti yang
Setelah permainan selesai, peneliti memberikan telah dijelaskan, tujuan dari penelitian ini adalah
pertanyaan kepada anak-anak tentang perasaan dan untuk membentuk keterampilan sosial anak
emosi yang diekspresikan saat bermain. Sebagai melalui permainan olahraga tradisional ‘Gobak
contoh, pertanyaan seperti apa yang dirasakan Sodor’ yang telah dirumuskan oleh peneliti dan
ketika permainan berlangsung dan ketika timnya guru pendidikan jasmani. Hasil implementasi
meraih kemenangan. Tanggapan dari anak MR model permainan olahraga tradisional ‘Gobak
menjelaskan bahwa dalam permainan semuanya Sodor’ terbukti mampu memberikan stimulasi
bersenang-senang, dan merasa tertantang untuk dalam membentuk nilai-nilai karakter, tanggung
meraih kemenangan. Hasil pengamatan peneliti jawab, komunikasi, kerjasama dan kepedulian
juga melihat anak-anak merasa lebih lepas dalam dalam permainan. Pemilihan permainan olahraga
berkomunikasi atau melepaskan kata-kata yang traditional ‘Gobak Sodor’ ini, menurut peneliti
ingin diucapkan, baik secara verbal maupun dan guru pendidikan jasmani telah memenuhi
ekspresi dalam bentuk gerakan. syarat secara keseluruhan dalam membentuk
Hasil di atas menunjukkan komunikasi keterampilan sosial anak maupun nilai-nilai
aktif antar sesama pemain, walaupun dalam moral yang terkandung di dalamnya, serta
kondisi permainan sedang berlangsung dan sebagai bentuk dalam mempertahankan identitas
sedang melakukan tugas masing-masing. Anak- budaya lokal dan konstruksi sosial yang telah
anak juga menunjukkan kepedulian untuk tetap terbentuk di Daerah Istimewa Yogyakarta.
saling memotivasi dan mengingatkan, anak-anak Penelitian ini juga menggambarkan
lebih menurunkan sikap individualitasnya demi kebutuhan mendesak dalam pendidikan jasmani
kebaikan kelompok (tim). Interaksi sosial seperti saat ini, yang masih berorientasi hanya pada
inilah yang diharapkan dalam setiap permainan pengembangan keterampilan gerak saja, serta
dan olahraga yang akan dilakukan, anak akan hasil penelitian ini berupaya untuk membantu
menjadi lebih komunikatif dan peduli terhadap menjawab stereotip masyarakat yang masih
sesama (Wrench & Garrett, 2015), dan memiliki memandang pendidikan jasmani sebagai
motivasi tinggi dalam mencapai tujuan (Solmon, mata pelajaran tambahan/tidak terlalu penting
2015). dalam pengembangan potensi anak secara
Sebagai bahan refleksi, peneliti juga keseluruhan. Substansi dari hasil penelitian ini
kembali melakukan wawancara dengan guru dapat dirumuskan bahwa pendidikan jasmani
untuk memperkuat hasil pengamatan dan melalui ragam permainan, pengajaran teknik
wawancara dengan anak. Tanggapan dari guru olahraga, maupun permainan tradisional
AS menjelaskan bahwa komunikasi anak-anak mampu memberikan sumbangan pengetahuan
di lapangan sudah cukup baik, jarang terjadi dan keterampilan kepada anak dalam
perselisihan pendapat antar anak, serta anak juga menjalankan kehidupan sosial di masyarakat.
menunjukkan ekspresi senang dan gembira dalam Penelitian di masa depan, diharapkan mampu
melakukan permainan. Jawaban yang diberikan mengidentifikasi dan mengeksplorasi olahraga-
guru ini sesuai dengan pengalamannya selama di olahraga tradisional yang terdapat di daerah
lapangan dalam mendidik anak-anak, dan sudah masing-masing, sebagai upaya menemukan
relevan dengan hasil pengamatan yang dilakukan metode/model terbaik untuk diterapkan dalam
oleh peneliti. Permainan yang dirancang dengan pembelajaran pendidikan jasmani sebagai upaya
baik, akan membentuk interkasi sosial di meningkatkan atau membentuk keterampilan
dalamnya, dan melalui komunikasi, anak-anak gerak dasar, pengetahuan, sikap spiritual, dan
akan saling mengerti dan memahami keinginan sikap/keterampilan sosial anak.
Hastie, P. A., Valentini, N. C., Rudisill, M. E., Mahabbati, A., Purwandari, P., Suharmini, T.,
& Chiviacowsky, S. (2018). Children’s & Praptiningrum, N. (2019). Social skill
knowledge of skill cues and the scale based on diversity awareness for
enhancements of motor skill performance. elementary school students: Validity
Journal of Physical Education and and reliability. Proceedings of the
Sport, 18(3), 1654-1660. doi:10.7752/ International Conference on Special and
jpes.2018.03242. Inclusive Education (ICSIE 2018), 296,
438-444. doi:10.2991/icsie-18.2019.82.
Hay, P. J., & Macdonald, D. (2014).
Evidence for the social construction Mchugh, E. (2015). Going ‘beyond the physical’:
of ability in physical education. Sport, Social skills and physical education.
Education and Society, 15(1), 1-18. Journal of Physical Education, Recreation
doi:10.1080/13573320903217075. & Dance, 66(4), 18-21. doi:10.1080/0730
3084.1995.10608127.
Jacobs, F., Knoppers, A., & Webb, L. (2013).
Making sense of teaching social and moral Mercier, R. (2013). Student-centered physical
skills in physical education. Physical education- Strategies for teaching social
Education and Sport Pedagogy, 18(1), skills. Journal of Physical Education,
1-14. doi:10.1080/17408989.2011.62111 Recreation & Dance, 64(5), 60-65. doi:10
8. .1080/07303084.1993.10609979.
Jarvis, M. (2006). Sport psychology: A Student’s Nelson, L., Cushion, C. J., Potrac, P., &
handbook. New York, NY: Taylor & Groom, R. (2014). Carl Rogers, learning
Francis e-Library. and educational practice: Critical
considerations and applications in sports
Johnson, F. W. (2013). Moral and social values coaching. Sport, Education and Society,
of physical education in the secondary 19(5), 513-531. doi:10.1080/13573322.2
schools. American Physical Education 012.689256.
Review, 20(8), 477-487. doi:10.1080/232
67224.1915.10650961. Parker, M., MacPhail, A., O’Sullivan, M., Ní
Chróinín, D., & McEvoy, E. (2018).
Kirk, D. (2010). Physical education futures. New ‘Drawing’ conclusions: Irish primary
York, NY: Routledge Taylor & Francis school children’s understanding of
Group. physical education and physical activity
opportunities outside of school. European
Kirk, D., Macdonald, D., & O’Sullivan, M. Physical Education Review, 24(4), 449-
(2006). The handbook of physical 466. doi:10.1177/1356336X16683898.
education. London, UK: SAGE
Publications. Pavão, I., Santos, F., Wright, P. M., & Gonçalves,
F. (2018). Implementing the teaching
Liu, M., Karp, G. G., & Davis, D. (2010). personal and social responsibility model
Teaching learning-related social skills in within preschool education: Strengths,
kindergarten physical education. Journal challenges and strategies. Curriculum
of Physical Education, Recreation & Studies in Health and Physical Education,
Dance, 81(6), 38-44. doi:10.1080/073030 1-20. doi:10.1080/25742981.2018.15524
84.2010.10598490. 99.
Lumintuarso, R. (2013). Pembinaan multilateral Penney, D., Clarke, G., Quill, M., & Kinchin, G.
bagi atlet pemula. [Multilateral coaching D. (2005). What is sport education and why
for beginner athletes]. Yogyakarta: UNY is it timely to explore it? In D. Penney, G.
Press. Clarke, M. Quill, & G. D. Kinchin (Eds.),
Piaget, J., & Inhelder, B. (1969). The psychology Severinsen, G. (2014). Teaching personal and
of the child. New York, NY: Basic Books. social responsibility to juniors through
physical education. Asia-Pacific Journal
Pill, S., Penney, D., & Swabey, K. (2012). of Health, Sport and Physical Education,
Rethinking sport teaching in physical 5(1), 83-100. doi:10.1080/18377122.2014
education: A case study of research based .867793.
innovation in teacher education. Australian
Journal of Teacher Education, 37(8), 118- Shinta, D. K., Syamsi, I., & Haryanto, H.
138. doi:10.14221/ajte.2012v37n8.2. (2019). Traditional game as a media for
character education inclusion elementary
Quay, J., & Peters, J. (2008). Skills, strategies, school. Proceedings of the International
sport, and social responsibility: Conference on Special and Inclusive
Reconnecting physical education. Journal Education (ICSIE 2018), 296, 412-416.
of Curriculum Studies, 40(5), 601-626. doi:10.2991/icsie-18.2019.77.
doi:10.1080/00220270801886071.
Shodiq, S. F., & Syamsudin, S. (2019).
Rachman, H. A. (2011). Keterlaksanaan Reconstruction of teacher’s identity: A
pendidikan jasmani dan olahraga di socio-anthropological study of the Javanese
Daerah Istimewa Yogyakarta. [The society. Cakrawala Pendidikan, 38(3),
implementation of physical education 477-489. doi:10.21831/cp.v38i3.26098.
and sports in the Special Region of
Yogyakarta]. Jurnal Pendidikan Jasmani Siedentop, D. (1994). Sport education: Quality
Indonesia, 8(1), 38-47. doi:10.21831/jpji. PE through positive sport experiences.
v8i1.3482. Champaign, IL: Human Kinetics.
Renshaw, I., Chow, J. Y., Davids, K., & Hammond, Siedentop, D. (1998). What is sport education
J. (2010). A constraints-led perspective and how does it work? Journal of Physical
to understanding skill acquisition and Education, Recreation & Dance, 69(4), 18-
game play: A basis for integration of 20. doi:10.1080/07303084.1998.10605528.
motor learning theory and physical
education praxis? Physical Education Siedentop, D. (2002). Sport education: A
and Sport Pedagogy, 15(2), 117-137. retrospective. Journal of Teaching in
doi:10.1080/17408980902791586. Physical Education, 21(4), 409-418.
doi:10.1123/jtpe.21.4.409.
Sinclair, C., & Thornton, L. J. (2018). Exploring UNESCO (United Nations Educational,
preservice teachers’ conceptions after Scientific and Cultural Organization).
“living a hybrid curriculum”. European (2015). Quality physical education
Physical Education Review, 24(2), 133- (QPE): Guidelines for policy-maker.
151. doi:10.1177/1356336X16669331. France: Author.
Solmon, M. A. (2015). Optimizing the role of Varea, V. (2018). Exploring play in school recess
physical education in promoting physical and physical education classes. European
activity: A social-ecological approach. Physical Education Review, 24(2), 194-
Research Quarterly for Exercise and 208. doi:10.1177/1356336X16679932.
Sport, 86(4), 329-337. doi:10.1080/02701
367.2015.1091712. Vidoni, C., & Ulman, J. D. (2012). The fair play
game: Promoting social skills in physical
Suherman, W. S., Dapan, Guntur, & Muktiani, education. Strategies a Journal for Physical
N. R. (2019). Development of traditional and Sport Educators, 25(3), 26-30. doi:10.
children play based instructional model to 1080/08924562.2012.10592149.
optimize development of kindergarteners’
fundamental motor skill. Cakrawala Wallhead, T. L., Garn, A. C., & Vidoni, C.
Pendidikan, 38(2), 356-365. doi:10.21831/ (2013). Sport education and social goals
cp.v38i2.25289. in physical education: Relationships with
enjoyment, relatedness, and leisure-time
Sutisna, N., Suherman, A., Ma’mun, A., & physical activity. Physical Education and
Mulyana, M. (2018). Improving active Sport Pedagogy, 18(4), 427-441. doi:10.1
learning time on physical education using 080/17408989.2012.690377.
movement education model. Proceedings
of the 3rd International Conference on Widodo, P., & Lumintuarso, R. (2017).
Sport Science, Health, and Physical Developing models of traditional
Education (ICSSHPE 2018), 11, 296-298. games to build characters of elementary
doi:10.2991/icsshpe-18.2019.84. school students of upper grades. Jurnal
Keolahragaan, 5(2), 183-193. doi:10.108
Tomme, P. M., & Wendt, J. C. (2015). Affective 0/17408989.2012.690377.
teaching: Psycho-social aspects of physical
education. Journal of Physical Education, Williams, E. A. (2009). The contribution
Recreation & Dance, 64(8), 66-70. doi:10. of physical education to personal
1080/07303084.1993.10606812. and social development. Pastoral
Care in Education, 11(1), 21-25.
Tsangaridou, N., Zachopoulou, E., & Liukkonen, doi:1080/02643949309470822.
J. (2014). Developing preschoolers’ social
skills through cross-cultural physical Winarni, S. (2011). Pengembangan karakter
education intervention. Early Child dalam olahraga dan pendidikan jasmani.
Development and Care, 184(11), 1550- [Character development in sports
1565. doi:10.1080/03004430.2013.865616. and physical education]. Cakrawala
Pendidikan, 30(2), 124-139. doi:10.21831/
Turner, A., & Martinek, T. J. (1999). An cp.v0i2.1460.
investigation into teaching games for
understanding: Effects on skill, knowledge, Wrench, A., & Garrett, R. (2015). Emotional
and game play. Research Quarterly for connections and caring: Ethical teachers
Exercise and Sport, 70(3), 286-296. doi:10 of physical education. Sport, Education
.1080/02701367.1999.10608047. and Society, 20(2), 212-228. doi:10.1080
/13573322.2012.747434.