You are on page 1of 12

KAJIAN TERAPI FARMAKOLOGI DAN ASUPAN MAKANAN PASIEN DEMAM

TIFOID DIRUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU


Joni Tandi1, Vera Liangan1, Ummul Fitiyani Ya’La2
Program Studi S1 Farmasi, STIFA Pelita Mas Palu

Email :jonitandi757@yahoo.com

ABSTRACT

Typhoid fever is an acute infection of the digestive tract caused by Salmonella typhi bacteria.
Typhoid fever is an endemic disease in Indonesia, which is contagious and can affect many people
that in turn causing epidemics and is widely found in various countries. The many cases of typhoid
fever and the dangers posed so that this disease requires good management and appropriate. This
study aims to examine the pharmacological therapy and food intake given to typhoid fever patients
in Anutapura General Hospital, Palu. This study was an observational study conducted
prospectively with a purposive sampling technique in the period September - December 2019 in
which data was obtained directly through interviews with patients or the patient's family and was
based on the patient's medical record. The results from of 37 typhoid fever patients showed that the
use of the most types and classes of antibiotics namely ceftriaxone and cefixime which included
cephalosporins was 20 (51.28%) in adult patients and cefixime was 11 (55.00%) in pediatric
patients. The provision of food intake in 37 patients with typhoid fever (100%) was catefomised as
appropriates food intake. Based on the suitability of pharmacological therapy and food intake of
typhoid fever patients have been in accordance with the guidelines for controlling typhoid fever and
SPM Anutapura Hospital Palu.

Keywords: Typhoid fever, pharmacological therapy, food intake

ABSTRAK

Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia, penyakit ini mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah serta banyak dijumpai
secara luas di berbagai Negara. Tingginya kasus demam tifoid dan bahaya yang ditimbulkan,
sehingga penyakit ini memerlukan penatalaksanaan yang baik dan tepat. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji terapi farmakologi dan asupan makanan yang diberikan pada pasien demam tifoid
di RSU Anutapura Palu. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan secara
prospektif dengan teknik purposive sampling pada periode September - Desember tahun 2019
yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan pasien ataupun keluarga pasien dan
didasarkan pada catatan rekam medis pasien. Hasil penelitian terhadap 37 pasien demam tifoid
menunjukkan penggunaan jenis dan golongan antibiotik terbanyak yaitu ceftriakson dan sefixime
yang termasuk golongan sefalosporin sebanyak 20 (51,28%) pada pasien dewasa dan cefixime
sebanyak 11 (55,00%) pada pasien anak. Pemberian asupan makanan pada 37 pasien demam
tifoid (100%) tepat asupan makanan. Berdasarkan kesesuaian terapi farmakologi dan asupan
makanan pasien demam tifoid sudah sesuai dengan pedoman pengendalian demam tifoid dan
SPM RSU Anutapura Palu.

Kata Kunci: Demam tifoid, terapi farmakologi, asupan makanan


PENDAHULUAN Penyebab demam tifoid sering
Demam tifoid suatu penyakit terjadi yaitu faktor kebersihan. Seperti
demam akut yang di infeksi oleh bakteri halnya pada saat makan disuatu tempat
Salmonella tyfosa khususnya turunan umum yang banyak terdapat lalat-lalat
Salmonella tyfosa, bisa pula disebabkan terbang kemudian hinggap di makann.
bakteri Salmonella paratyphi A, B dan C Penularan S. typhi tersebut di sebabkan
(Rahmasari and Lestari, 2018). Demam oleh lalat dari yang tadinya hingap di
tifoid mudah menjangkit dari satu orang kotoran lalu hingap dimakanan yang
ke orang lain dan mudah tersebar dikonsumsi, hal inilah menyebabkan
sehingga menyababkan wabah serta meningkatnya kasus demam tifoid di
banyak dijumpai secara luas di berbagai seluruh dunia karena kurangnya
Negara (Widodo, 2014). Demam tifoid di kesadaran masyarakat pada lingkungan
sebabkan oleh Salmonella typhi bakteri yang bersih (Rahmasari and Lestari,
ini adalah salah satu agen yang 2018).
menyebabkan infeksi dan banyak Menurut WHO tahun 2018 di
ditemukan di daerah-daerah yang perkirakan seseorang yang terkena
beriklim tropis, paling banyak terdapat di penyakit demam tifoid ada 11.000.000-
tempat-tempat dan lingkungan dengan 20.000.000 yang menyebar di setiap
sanitasi yang buruk (Nafiah, 2018). penduduk di dunia insidens kejadian
128.000 hingga 161.000 orang yang mati
pertahun (WHO, 2018). Berdasarkan
laporan penyakit demam tfioid yang
merupakan pebyakit endemis ada 94%
adalah pasien rawat jalan sehingga
kejadian demam tifoid yang
sesungguhnya ada 10-30 kali lebih
banyak dari yang dilaporkan dirumah
sakit. Tingginya kasus demam tifoid dan
bahaya yang ditimbulkan, sehingga
penyakit ini memerlukan
penatalaksanaan yang baik dan tepat
(Winarsih, Purwantiningrum and dibutuhkan pemenuhan nutrisi yang
Wardhani, 2015). adekuat, tinggi kalori dan protein serta
Penatalaksanaan demam tifoid memperhatikan keseimbangan elektrolit.
hingga saat ini menganut trilogi Pemberian suplemen yang mengandung
penatalaksanaan yaitu pengobatan, betakaroten, vitamin C, serta vitamin E
perawatan dan diet. Pengobatan demam dibutuhkan untuk meningkatkan daya
tifoid terjadi permasalahan penggunaan tahan tubuh.
antibiotik yakni meluasnya resistensi Penelitian terdahulu yang dilakukan
Salmonella typhi terhadap beberapa obat di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu

antibiotik seperti kloramfenikol (Umah menunjukkan penggunaan antibiotik

and Wirjatmadi, 2014). Dampak resstensi golongan sefalosporin (seftriakson dan

bakteri terhdap penggunaan obat cefadroxil) dengan persentase tertinggi

antibiotk yaitu tingginya morditas, dibandingkan antibiotik lain yaitu

mortalita dan banyaknya biaya kesehtan. sebanyak 55,55% di berikan pada pasien

Penatalaksanaan demam tifoid selain demam tifoid. Pasien yang diberikan

memberikan terapi antibiotika harus seftriakson mempunyai penurunan

didukung dengan terapi suportif lain demam lebih cepat dibanding dengan

untuk memenuhi tuntutan tubuh yaitu pasien diberikan kloramfenikol. (Tandi,

melalui perawatan seperti istirahat, 2017).


istirahat yang cukup dapat mencehah Data survey awal yang dilakukan
tingkat keparahan penyakit, selain itu terhadap seseorang yang positif
pasien juga wajib untuk terapi diet yang menderita demam tifoid di ruang
tepat (Kemenkes, 2011). perawatan inap Rumah Sakit Umum

Diet menjadi hal yang penting Anutapura Palu mengenai jumlah pasien

dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid 2 tahun berturut-turut, yaitu

demam tifoid karena bila asupan tahun tahun 2017 sebanyak 217 pasien

makanan kurang akan menurunkan dan tahun 2018 sebanyak 235 pasien.

keadaan umum dan gizi penderita Data tersebut menunjukkan jumlah

sehingga proses penyembuhan akan pasien demam tifoid di RSU Anutapura

semakin lama. Kondisi penderita yang Palu pada tahun 2017 dan 2018 terjadi

terinfeksi Salmonella typhii akan peningkatatan. Oleh karena itu,

mengalami hipermetabolik sehingga berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik


untuk melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui kesesuaian instalasi rawat inap ruang perawatan
terapi farmakologi pasien demam tifoid Nuri, Cendrawasih dan Instalasi Gizi
yang dirawat inap di RSU Anutapura RSU Anutapura Palu.
Palu dan Mengetahui pemberian asupan Prosedur penelitian
makanan pasien demam tifoid yang Pengambilan sampel menggunakan
dirawat inap di RSU Anutapura Palu teknik metode purposive sampling. Data
sesuai dengan pedoman pengendalian diambil dari bagian ruang rawat inap
demam tifoid menurut Permenkes RI penyakit dalam dan bagian instalasi gizi
tahun 2006. RSU Anutapura Palu mengenai
METODE penggunaan obat-obat pasien demam
Populasi dan sampel tifoid untuk mengetahui jenis dan
Populasi pada penelitian ini adalah golongan obat. Data yang diperoleh lalu
semua pasien demam tifoid yang dikumpulkan dan dianalisis secara
menjalani rawat inap di RSU Anutapura deskriptif.
Palu. Sampel adalah pasien penyakit Analisis data
demam tifoid yang diberikan terapi dan Analisis data yang digunakan yaitu
sesuai dengan kriteria berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan pada
inklusi selama penelitian berlangsung tiap variabel untuk mengetahui
sesuai periode waktu yang ditetapkan. kesesuaian terapi terkait penggunaan
Pengambilan sampel dilakukan obat antibiotik pada pasien demam tifoid
menggunakan metode purposive di instalasi rawat inap RSU Anutapura
sampling. Kriteria inklusi yaitu antara lain: Palu.
(a) Pasien rawat inap yang memiliki HASIL
diagnosa penyakit demam tifoid, (b) Karakteristik pasien demam tifoid
Pasien yang memiliki data rekam medik. Berdasarkan data yang diperoleh
Kriteria eksklusi antara lain: (a) Pasien didapatkan persentase pasien demam
memiliki data rekam medik yang tifoid berdasarkan jenis kelamin yang
didiagnosa demam tifoid tetapi tidak di menjalani rawat inap di RSU Anutapura
rawat inap. (b) Pasien yang meninggal Palu yaitu laki-laki sebanyak 15 orang
dunia pada saat dilakukan penelitian. (40,54%) dan perempuan sebanyak 22
Waktu dan tempat penelitian orang (59,46%). Data tersebut
Penelitian dilakukan pada bulan menunjukkan pasien demam tifoid
September-Desember tahun 2019 di banyak terjadi pada perempuan.
Tabel Persentase karakteristik pasien ( 89,75%) pada pasien dewasa dan
demam tifoid berdasarkan jenis kelamin
sebanyak 20 (100%) pada pasien anak,
No. Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)
1. Laki-laki 15 40,54%
2. Perempuan 22 59,46%

Total 37 100%
golongan kuinolon sebanyak 3 (7,69%)
pada pasien dewasa dan 0 (0%) pada
pasien anak, golongan sulfonamida
sebanyak 1 (2,56%) pada pasien dewasa
dan sebanyak 0 (0%) pada pasien anak.
Data menunjukkan penggunaan antibiotik
Terapi demam tifoid
yang paling banyak digunakan pada
Terapi antibiotik pasien demam
pasien demam tifoid yaitu golongan
tifoid di RSU Anutapura Palu untuk
sefalosporin.
golongan sefalosporin sebanyak 35
Tabel Persentase terapi antibiotik pasien demam tifoid
Dewasa Anak-anak
No Golongan Jenis Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1. Sefalosporin Cefixime 14 35,91 % 11 55,00 %
Ceftriaxone 20 51,28 % 7 35,00 %
Cefotaxime 0 0% 2 10,00 %
Cefadroxil 1 2,56 % 0 0%
Total 35 89,75 % 20 100 %
2. Kuinolon Ciprofloxacin 1 2,56 % 0 0%
Levofloxacin 2 5,13 % 0 0%
Total 3 7,69 % 0 0%
3. Sulfonamida Cotrimoxazole 1 2,56 % 0 0%
Total 1 2, 56 % 0 0%
Total 39 100 % 20 100 %
120.00% Terapi100.00%
Antibiotik
100.00% 89.75%
80.00% Gol. Sefalosporin
60.00% Gol. Kuinolon
40.00% Gol. Sulfanamida
20.00% 8% 3% 0% 0%
0.00%
Dewasa Anak
Gambar 1 Distribusi terapi antibiotik pasien demam tifoid yang menjalani rawat
inap di RSU Anutapura Palu
Data terapi non antibiotik pasien sebanyak 10 (12,50%) pada pasien
demam tifoid di RSU Anutapura Palu anak, golongan obat untuk saluran cerna
untuk golongan analgetik/antipiretik sebanyak 26 (36,625) pada pasien
sebanyak 26 (35,62%) pada pasien dewasa dan sebanyak 14 (17,50%) pada
dewasa dan sebanyak 24 (30,00%) pada pasien anak, golongan obat untuk
pasien anak, golongan antiemetik saluran nafas sebanyak 5 (6,85%) pada
sebanyak 13 (17,81%) pada pasien pasien dewasa dan sebanyak 19
dewasa dan 5 (6,25%) pada pasien (23,75%), golongan kortikosteroid
anak, golongan antihistamin sebanyak 2 sebanyak 1 (1,37%) pada pasien dewasa
(2,74%) pada pasien dewasa dan dan sebanyak 8 (10,00%).
Tabel Persentase terapi non antibiotik pasien demam tifoid
Dewasa Anak
No Golongan Nama Obat Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(%) (%)
Analgetik- Dumin 0 0% 3 3,75%
antipiretik Paracetamol 20 27,40% 12 15,00%
1. Sanmol 5 6,85% 3 3,75%
Santagesik 1 1,37% 6 7,50%
Total 26 35,62% 24 30,00%
2. Antiemetik Domperidon 5 6,85% 3 3,75%
Ondansentron 8 10,96% 2 2,50%

Total 13 17,81% 5 6,25%


3. Antihistamin Ceterizine 2 2,74% 0 0%
CTM 0 0% 3 3,75%
Histapan 0 0% 7 8,75%
Total 2 2,74% 10 12,50%
4. Obat untuk Omeprazole 5 6,85% 0 0%
saluran cerna Lansoprazole 3 4,11% 0 0%
Pantoprazole 2 2,74% 1 1,25%
Zink 2 2,74% 5 6,25%
Oralit 0 0% 2 2,50%
Antasida 0 0% 1 1,25%
Sukralfat 2 2,74% 0 0%
Ranitidine 12 16,44% 5 6,25%
Total 26 35,62% 14 17,50%
5 Obat untuk Acetylcysteine 2 2,74% 0 0%
. saluran nafas Ambroxol 3 4,11% 10 12,50%
Salbutamol 0 0% 9 11,25%
Total 5 6,85% 19 23,75%
6 Kortikosteroid Dexametason 0 0% 8 10,00%
. Metylprednison 1 1,37% 0 0%
Total 1 1,37% 8 10,00%
Jumlah Total 73 100% 80 100%

Terapi Non Antibiotik


Analgetik-antipiretik
40.00% 35.62% 35.62%
30.00% Antiemetik
30.00% 23.75% Antihistamin
20.00% 17.81% 17.50% Obat saluran cerna
12.50% 10.00% Obat saluran nafas
10.00% 6.85% 6.25%
2.74% 1.37% Kortikosteroid
0.00%
Dewasa Anak
Gambar 2 Distribusi terapi antibiotik pasien demam tifoid yang menjalani rawat
inap di RSU Anutapura Palu
Penggunaan cairan pasien sebanyak 21 (80,77%) pada pasien
demam tifoid di RSU Anutapura Palu dewasa dan sebanyak 11 (52,38%) pada
yaitu asering sebanyak 2 (7,69%) pada pasien anak, NaCl sebanyak 3 (11,54%)
pasien dewasa dan sebanyak 10 pada pasien dewasa dan sebanyak 0
(47,62%) pada pasien anak, Ringer laktat (0%) pada pasien anak.

Tabel. Penggunaan cairan pada pasien demam tifoid


Dewasa Anak
No Cairan Infus
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1. Asering 2 7,69% 10 47,62%
2. Ringer laktat 21 80,77% 11 52,38%
4. NaCl 3 11,54% 0 0%
Total 26 100% 21 100%
Cairan Infus
80.77% Asering
80.00% Ringer Laktat
47.62% 52.38%
40.00% NaCl
7.69% 12%
0%
0.00%
Dewasa Anak

Grafik 3 Distribusi penggunaan cairan pada pasien demam tifoid


Menu makanan/diet yang diberikan pada lama menu cair sebanyak 12 pasien
pasien demam tifoid di RSU Anutapura (21,82%). Pemberian asupan makanan
Palu terbagi menjadi 3 menu yaitu menu pasien demam tifoid di RSU Anutapura
biasa sebanyak 6 pasien (10,91%), menu Palu terbanyak yaitu menu lunak
lunak sebanyak 37 pasien (67,27%) dan sebanyak 67,27 %.
Tabel Persentase menu makanan/diet pasien demam tifoid
No. Menu Makanan Jumlah Persentase (%)

1. Menu biasa 6 10,91 %

2. Menu lunak 37 67,27 %

3. Menu cair 12 21,82 %

Total 55 100 %

Jumlah kalori yang diberikan pada kalori, pada pasien anak yaitu 1.300-
pasien demam tifoid di RSU Anutapura 1.500 kalori dan pasien dewasa 1.500-
Palu pada kriteria pasien balita jumlah 1.900 kalori.
kalori yang diberikan yaitu 1.200-1.500

Tabel Persentase jumlah kalori pasien demam


No. Kriteria Pasien Menu Makanan Jumlah Kalori
1. Balita Menu cair/lunak 1.200-1.500 kalori
2. Anak Menu cair/lunak 1.300-1.500 kalori
3. Dewasa Menu lunak/biasa 1.500-1.900 kalori
Menu Asupan Makanan/Diet
80.00% 67.27%
60.00%
40.00%
21.82%
20.00% 10.91%
0.00%
Menu Biasa Menu Lunak Menu Cair
Gambar 4 Distribusi menu asupan makanan/diet pasien demam tifoid di RSU
Anutapura Palu

Pembahasan diberikan pada pasien anak (Sandika and


Berdasarkan hasil penelitian yang Suwandi, 2017). Cefixime digunakan
dilakukan menunjukkan bahwa pasien sebagai terapi alternatif pada kasus yang
demam tifoid 1-10 tahun dan 11-20 tahun kemungkinan resistensi terhadap obat
paling banyak menderita demam tifoid. antibiotik. Kelebihan sefixime adalah
Hal ini sesuai dengan Departemen angka kekambuhan demam tifoid yang
Kesehatan yang menyatakan bahwa rendah (Nurmala et al., 2015).
hasil riset insidensi demam tifoid pada Berdasarkan hasil penelitian yang
umur dibawah 30 dan anak-anak 1-5 dilakukan pemberian terapi analgetik-
tahun. Hal tersebut disebabkan oleh antipiretik lebih banyak dikarenakan
faktor lingkungan yang kurang bersih dan pasien demam tifoid memiliki gejala
daya tahan tubuh anak-anak yang belum utama demam sehingga sangat
bekerja secara maksimal (Rampengan, dibutuhkan pemberian terapi analgetik-
2013). antipiretik untuk pasien demam tifoid.
Berdasarkan hasil penelitian yang Analgetik-antipiretik yang digunakan
dilakukan menunjukkan pemberian terapi adalah parasetamol. Obat ini diresepkan
antibiotik golongan sefalosporin yang untuk mengatasi keluhaan-keluhan
paling banyak diberikan. Antibiotik pasien seperti demam dan nyeri pada
golongan sefalosporin yang banyak kepala. Adapun untuk sakit perut dan
diberikan yaitu ceftriaxone pada pasien diare biasa pasien diberikan obat laksatiif
dewasa dan cifixime pada pasien anak. untuk masalah konstiipasi, kemudian
Pemberian ceftriaxone sangat efektif untuk masalah mual muntah yang terjadi
diberikan pada pasien demam tifoid,
adapun cefixime aman dan efektif untuk
pada pasien biasanya diberikan obat sebanyak 12 (20,00%). Berdasarkan
antiemetik. tabel 4.8 jumlah kalori yang diberikan
Berdasarkan hasil penelitian yang pada pasien demam tifoid berbeda-beda
dilakukan menunjukkan cairan infus yang berdasarkan kriteria pasien, pasien balita
paling banyak diberikan adalah ringer diberikan 1.200-1.500 kalori, pasien anak
laktat. Hal ini sesuai dengan penelitian 1.300-1.500 kalori dan oasien dewasa
yang dilakukan oleh Nurmainah bahwa 1.500-1.900 kalori. Menu makanan/diet
cairan ringer laktat diberikan pada semua diberikan dengan mempertimbangkan
pasien demam tifoid karena cairan ini kondisi pasien. Hal ini sudah sesuai
berguna sebagai cairan elektrolit yang dengan Pedoman Pengendalian Demam
menjaga keseimbangan air dan elektrolit Tifoid menurut Permenkes RI tahun 2006
atau bisa juga sebagai sumber energi dan SPM RSU Anutapura Palu. Diet
karena penderita demam tifoid harus pasien demam tifoid harus mengandung
mendapatkan cairan yang cukup, baik kalori dan protein yang cukup, tidak
secara oral maupun parenteral mengkonsumsi makanan dan minuman
(Nurmainah, Syabriyantini and Susanti, yang banyak serat, menimbulkkan gas,
2017). Cairan parenteral (RL, Dekstrosa terlalu manis dan pedas, dan terlalu
%, futrolit, NaCl) diindikasikan pada banyak lemak.
penderita sakit berat, ada komplikasi, KESIMPULAN
penurunan kesadaran, serta yang sulit Berdasarkan hasil penelitian dan
makan. Dosis cairan parenteral adalah pembahasan maka dapat disimpulkan
sesuai kebutuhan harian. Bila ada beberapa hal sebagai berikut:
komplikasi dosis cairan disesuaikan Kesesuaian terapi farmakologi pada
dengan kebutuhan. Cairan harus pasien demam tifoid yang dirawat inap di
mengandung elektrolit yang optimal Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
(Permenkes RI, 2006). sudah sesuai dengan pedoman
Berdasarkan penelitian yang telah pengendalian demam tifoid menurut
dilakukan menunjukkan bahwa menu permenkes RI tahun 2006 da standar
asupan makanan/diet pasien tifoid yang pelayanan medis rumah sakit. Pemberian
di rawat inap di RSU Anutapura Palu asupan makanan pasien demam tifoid
terbagi menjadi 3 menu yaitu menu biasa 100% tepat asupan makanan dan sesuai
sebanyak 11 (18,33%), menu lunak dengan pedoman pengendalian demam
sebanyak 37 (61,67%), menu cair tifoid menurut permenkes RI tahun 2006.
DAFTAR PUSTAKA Penggunaan Obat Pada Kasus
Kemenkes (2011) ‘Pedoman Umum Demam Tifoid Di Instalasi Rawat
Penggunaan Antibiotik’, in. Inap Anutapura Palu’, Pharmacon,
Kementerian Kesehatan, pp. 4-7. 6(4), pp. 184–191.
Kemenkes RI (2011) ‘Pedoman
Tandi, J. (2017) ‘Kajian pengobatan
Pelayanan Kefarmasian Untuk
asma bronkial pada pasien dewasa
Terapi Antibiotika, in. Jakarta:
di instalasi rawat inap rsu
Kementerian Kesehatan Republik
anutapura palu’, Jurnal Kesehatan
Indonesia, pp. 57–66.
Lentara Acitya, 4(4), pp. 28–36.
Nafiah, F. (2018) ‘Kenali Demam Tifoid
dan Mekanismenya’, in Sartono, C. Tandi, J. (2017) ‘Pola Penggunaan Obat
M. (ed.). Yogyakarta: Deepublish, Pada Pasien Penyakit Hati Yang
pp. 5–9. Menjalani Rawat Inap Di Rumah
Nurmainah, N., Syabriyantini, S. and Sakit Umum Daerah Undata Palu’,
Susanti, R. (2017) ‘Efektivitas Perspektif: Jurnal Pengembangan
Biaya Penggunaan Ampisilin Dan Sumber Daya Insani, 2(2), pp. 218–
Sefotaksim Pada Pasien Anak 223.
Demam Tifoid’, Junal Media Tandi, J. (2017) ‘Tinjauan Pola
Kesehatan Masyarakat Indonesia, Pengobatan Gastritis Pada Pasien
13(2), pp. 131–138. Rawat Inap Rsud Luwuk’,
Nurmala, N. et al. (2015) ‘Resistensi dan Pharmacon, 6(3), pp. 355–363.
Sensitivitas Bakteri terhadap
Antibiotik di RSU dr. Soedarso Tandi, J. (2018) ‘Buku Ajar Farmasi Klinik
Pontianak Tahun 2011-2013’, 1’, in Miting et al. (eds). Palu: Stifa
eJournal Kedokteran Indonesia, Pelita Mass Palu Press, pp. 267–
3(1), pp. 21–28. 272.
Permenkes (2006) ‘Pedoman Tandi, J. (2018) ‘Buku Ajar Obat
Pengendalian Demam Tifoid’, in. Tradisional’, in Pitopang, R. et al.
Jakarta: Peraturan Menteri (eds). Palu: STIFA Pelita Mas Palu
Kesehatan Republik Indonesia, pp. Press, pp. 547–449.
16–19.
Tandi, J. (2018) ‘Pola Pengobatan
Rahmasari, V. and Lestari, K. (2018) Penderita Schistosomiasis
‘Review: Manajemen Terapi (Penyakit Demam Keong) Di Desa
Demam Tifoid: Kajian Terapi Kaduwaa Kecamatan Lore Utara
Farmakologis Dan Non Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi
Farmakologis’, Farmaka, 16(1), pp. Tengah’, Jurnal Sains dan
184–195. Kesehatan, 1(9), pp. 456–464.
Rampengan, N. H. (2013) ‘Antibiotik Tandi, J. et al. (2018) ‘Kajian Peresepan
Terapi Demam Tifoid Tanpa Obat Antibiotik Penyakit Ispa Pada
Komplikasi pada Anak’, Sari Anak Di Rsu Anutapura Palu Tahun
Pediatri, 14(5), pp. 271–276. 2017’, Pharmacon, 7(4), pp. 126–
Sandika, J. and Suwandi, J. F. (2017) 134.
‘Sensitivitas Salmonella thypi Umah, A. K. and Wirjatmadi, R. B. (2014)
Penyebab Demam Tifoid terhadap ‘Asupan Protein, Lemak,
Beberapa Antibiotik’, Majority, 6(1), Karbohidrat Dan Lama Hari Rawat
pp. 41–45. Pasien Demam Tifoid Di Rsud Dr.
Tandi, J. (2017) ‘Kajian Kerasionalan Moh. Soewandhie Surabaya’,
Jurnal Widya Medika Surabaya, Winarsih, S., Purwantiningrum, D. A. and
2(2), pp. 99–106. Wardhani, A. S. (2015) ‘Efek
Antibakteri Ekstrak Daun Katuk
WHO (2018) ‘Typhoid and Other Invasive
( Sauropus androgynus ) terhadap
Salmonellosis’, in WHO, pp. 1–13. Pertumbuhan Salmonella Typhi
secara In Vitro Antibacterial Effect
Widodo, D. (2014) ‘Buku Ajar Ilmu of Katuk ( Sauropus androgynus )
Penyakit Dalam’, in Setiati, S. et al. Leaf Extract against Salmonella
(eds). Jakarta: Interna Publishing, Typhi Growth In Vitro’, Mutiara
pp. 549–557. Medika, 15(2), pp. 96–103.

You might also like