You are on page 1of 10

UJI LABORATORIUM PENGARUH

KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KEJADIAN LONGSORAN ALIRAN DEBRIS


PASIR MERAPI

Bayu Seto Waseso Utomo 1, Ruzardi2 , dan Jati Iswardoyo 3


1
Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam
Indonesia
Email: 14511110@students.uii.ac.id
2
Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam
Indonesia
Email: 885110102@staf.uii.ac.id
3
Staf Balai Litbang Sabo, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat , Yogyakarta
Email: masdjaty@yahoo.co.id

Abstract : The debris flow that happen on the of Mt. Merapi is really hard to be seen, there has
to be a simple demonstration conducted in the laboratory to know when the debris flow happens
because of the rainfall intensity and the slope using sand from Merapi’s sediment.This research
uses a tool such as flume that sized 3 x 5 x 0,15m as a model of slope of Mt. Merapi, and
artificial rainfall apparatus as the rain simulator. The scenario that is used in this research is
using the 5 years intensity of rainfall return period, which is 25 mm/h with variations of slope
such as 15, 20, 25, 30 and 35 degrees and using sedimentation material from Gendol Rv.
upstream with 4,75 mm passing mesh sieves. The result of this simulation is: the graphic shows
that the steeper the slope is, the faster the duration for the rain to cause debris flow. From the
graph, a simple regression model is obtained. it can be used for predicting debris flow event as
value of crack occurrence y = 35,48 - 0,1468x and = 0,957 and value of landslide y = 44 -
0,2308x with = 0,923. From this research, it can be seen that the critical degree for debris
flow are 12,1 degrees and 18,9 degrees for hyper-concentration flow.Also, this research proves
that the steeper the slope, the bigger the concentration value of debris flow. This finding is on
the contrary to the formula that is stated by Takahashi that says the concentration of the flow
cannot be more than 0,9 . Meanwhile in the 35 degrees slope, according to the laboratory
research, the result of flow concentration is 0,9 which means,this value is more than the
provision that is stated by Takahashi.
Keywords : Debris Flow, Merapi sand Sediment, Simulation, Rainfall Intensity

1. PENDAHULUAN menuju sungai-sungai sampai ke hilir dan


mengendap sebagai aliran sedimen luruh
1.1 Latar Belakang
(debris flow). Pergerakan aliran debris bila
Ancaman primer Gunung Merapi berupa tidak diantisipasi maka akan menimbulkan
letusan yang disertai hambatan piroklastik, banjir lahar dingin yang dapat
aliran lava dan luncuran awan panas yang membahayakan kehidupan manusia yang
keluar dari kawah akan menimbulkan ada di sekitarnya maupun fasilitas umum
korban jiwa dan kerugian harta benda. lainnya. Mengingat terjadi aliran debris
Sedangkan ancaman sekunder adalah yang terjadi di puncak Gunung Merapi
bahaya yang ditimbulkan oleh endapan sangat sulit diamati, maka perlu dilakukan
material vulkanik di punggung Merapi dan peragaan sederhana di laboratorium untuk
dengan tingkat intensitas hujan yang cukup mengetahui kapan terjadinya aliran debris
tinggi di Daerah Sleman dan durasi waktu akibat intensitas hujan dan kemiringan
hujan yang cukup lama maka akan lereng dengan menggunakan pasir dari
menyebabkan endapan material vulkanik di sedimen merapi.
punggung gunung bergerak terbawa oleh air
1.2 Rumusan Masalah
Dari percobaan tersebut akan membuat yang ada di sekitar lereng Gunung
suatu rumusan masalah sebagai berikut: Merapi.
1. Berapa batas kemiringan maksimum 3. Penelitian menggunakan intensitas
lereng yang dapat menyebabkan aliran hujan 25 mm/jam
debris ? 4. Ketika simulasi tidak
2. Berapa besar konsentrasi aliran yang memperhitungkan waktu pengendapan
terjadi akibat aliran debris? sedimentasi.
5. Penelitian tidak mengkaji tentang
1.3 Tujuan Penelitian
aspek sosial yang terkena dampak
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, negatif akibat adanya lahar dingin
maka tujuan akhir yang akan dicapai adalah akibat sedimentasi debris.
sebagai berikut : 6. Penelitian hanya mengamati tanda
1. Mendapatkan suatu hasil simulasi yang awal terjadinya aliran debris.
akan menggambarkan batas
2. TINJAUAN PUSTAKA
kemiringan lereng maksimum yang
dapat menyebabkan aliran debris. Aliran debris adalah suatu pergerakan
2. Mengetahui besar konsentrasi aliran massa berupa campuran material yang
debris yang terjadi berdasarkan terjadi akibat curah hujan yang tinggi dan
kemiringan alur. berdurasi panjang dan dipengaruhi oleh
gaya gravitasi suatu daerah. Pada lembah
1.4 Manfaat Penelitian
yang curam seperti pada lereng Gunung
Penelitian dapat memberikan sumbangan Merapi, merupakan konsentrasi jalan air,
pengetahuan dalam bidang rekayasa sumber pada musim kering sedimen akibat letusan
daya air, khususnya tentang sedimentasi Gunung Merapi akan terakumulasi pada
debris. Selain itu penelitian juga dapat bagian lereng. Ketika terjadi hujan dengan
memberikan gambaran kepada masyarakat intensitas yang cukup lebat dan waktu yang
umum mengenai besarnya kemiringan lama, air hujan akan berkumpul dalam
lereng pada intensitas hujan tertentu yang jumlah yang cukup besar pada ujung
dapat menyebabkan sedimen derbis yang lembah dan alur lembah akan tersapu oleh
terjadi pada sedimentasi pasir merapi. air hujan dalam skala besar dan akan
mengakibatkan runtuhnya dam alam, lalu
Selain itu bisa juga dijadikan sebagai
rujukan Balai Besar Wilayah Sungai di ketika itulah akan terjadi aliran debris.
daerah Sleman ataupun Balai Litbang Sabo Material yang terbawa aliran sepanjang
daerah yang dilewatinya akan mengerosi
untuk merencanakan bangunan air yang
dasar dan tebing sungai sehingga
berada di aliran sungai yang berhulu di
lereng Gunung Merapi. kandungan sedimentasi akan semakin
banyak.
1.5 Batasan Masalah
Contoh-contoh penelitian terdahulu yang
Agar penelitian tidak melebar dari dapat dijadikan referensi untuk penelitian
permasalahan dan terjadi hal yang keluar adalah sebagai berikut.
dari topik penelitian, maka penelitian 1. Studi Awal Mekanisme Aliran Debris
dibatasi sebagai berikut: oleh Zhou, dkk. (2009). Penelitian
1. Simulasi hanya mengkombinasikan tersebut mempelajari pengaruh kadar
antara intensitas hujan, waktu hujan, air, massa total debris, dan ukuran
dan kemiringan lereng terhadap butiran pada sudut luncur flume 45°.
terjadinya aliran debris pada sedimen 2. Reologi Aliran Debris (flume
pasir merapi. experiment) oleh Richard M. Iverson
2. Dalam simulasi tidak (2001). Penelitian dilakukan untuk
memperhitungkan pengaruh tumbuhan
mengamati tegangan yang terjadi pada : Konsentrasi sedimen pada dasar sungai
aliran debris. arus deras
3. Simulasi Aliran Debris dengan :Berat jenis pasir (ton/ )
Menggunakan Flume oleh Takahashi : Berat jenis air yang mengalir (ton/ )
(1997). Penelitian tersebut mengukur : Sudut geser dalam lapisan sedimen
proses pergerakan dan pengendapan K :Konstansta experimen Takahashi
sedimen.Penelitian menggunakan besarnya 0,85 – 1
flume dengan ukuran panjang 10 m, : Kedalaman air (m)
lebar 40 cm, dan kedalaman 40 cm d : Diameter butiran (m)
dengan dinding kaca transparan
3. Aliran sedimen transport
3. LANDASAN TEORI
Butiran sedimen akan mulai bergerak bila
3.1 Hujan terpenuhi persamaan sebagai berikut.
Hujan merupakan gejala meteorologi dan (3)
juga unsur klimatologi. Hujan adalah
Dimana,
hydrometeor yang jatuh berupa partikel-
partikel air yang mempunyai diameter 0.5 (4)
mm atau lebih. Hydrometeor yang jatuh ke
tanah disebut hujan, sedangkan yang tidak = .g.R.Sinθ (5)
sampai tanah disebut virga (Tjasyono,2006)
Sedangkan konsentrasi sedimen debris
3.2 Aliran Debris dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:
Aliran debris atau debris flow dapat terjadi
terutama di wilayah yang memiliki (6)
topografi bergunung dan curah hujan tinggi.
Kemiringan lahan yang curam memiliki Menurut T. Takahashi dalam (Debris Flow
peranan penting dalam proses pembentukan 2nd Edition, 2014) mengemukakan bahwa
aliran debris. Massa sedimen yang bergerak nilai akan bertambah lebih besar dari
menuju alur sungai dan menerima pada nilai , tetapi tidak mungkin terjadi
tambahan pasokan air dapat berkembang aliran dengan konsentrasi yang begitu
membentuk aliran debris. Aliran debris tinggi, dan berdasarkan hasil percobaan,
dapat terwujud jika tersedia tiga komponen nilai selalu kurang dari atau sama
utama pembentuk aliran debris yakni air dengan 0.9 . Sedangkan menurut JICA
dalam jumlah yang memadai sebagai media (2002) rumus (6) hanya berlaku pada
pengaliran, sediaan material debris yang kemiringan alur ≤ 20°. Sedangkan pada
melimpah dan gaya gravitasi. kemiringan alur > 20° maka digunakan nilai
sebagai berikut.
Gerakan massa aliran debris dapat = 0,9 (7)
dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut: 3.3 Analisa Korelasi
1. Aliran Debris Analisis korelasi digunakan untuk
Tg = (1) mempelajari hubungan antara dua variabel
atau lebih, dengan maksud bahwa dari
hubungan tersebut dapat diperkirakan
2. Aliran Debris Hiperkonsentrasi besarnya dampak kuatitatif yang terjadi
dari perubahan suatu kejadian terhadap
Tan (2) kejadian lainnya.
Besaran yang menyatakan ada atau
tidaknya hubungan (korelasi) diantara
Keterangan :
variabel-variabel yang bersangkutan
θ : Kemiringan sungai arus deras (°)
dinyatakan dengan notasi (r). Nilai r 3.5 Artificial Rainfall Aparatus System
tersebut dapat pula diartikan, sebagai
Artificial rainfall aparatus system
tingkat kekuatan hubungan antara dua
merupakan alat simulator hujan yang dapat
variabel atau lebih baik secara langsung
menghasilkan intensitas hujan dengan
maupun tidak langsung. Untuk mencari
pengaturan secara komputerisasi. Alat
nilai r dapat digunakan rumus Pearson
tersebut menggunakan dua buah pompa
sebagai berikut.
dengan sembilan katup atau sprayer sebagai
(8) pemancar hujan. Pada kondisi tekanan
√ } }
pompa 80% dengan semua katup dibuka
Koefisien determinasi digunakan untuk dapat menghasilkan hujan dengan intensitas
melihat seberapa besar variabel-variabel 198 mm/jam. Alat tersebut memiliki batas
independen secara bersama mampu minimum intensitas hujan yaitu 20
memberikan penjelasan mengenai variabel mm/jam.
dependen dimana nilai R berkisar antara 0 3.6 Software Surfer
sampai 1 (0 ≤ R ≤ 1). Besaran dinyatakan
dalam R, dimana : Surfer adalah salah satu perangkat lunak
yang digunakan untuk pembuatan peta
R= (9) kontur dan pemodelan tiga dimensi yang
3.4 Analisa Regresi berdasarkan pada grid. Surfer melakukan
plotting data tabular xyz tak beraturan
Persamaan garis regresi merupakan model menjadi lembar titik-titik segi empat (grid)
hubungan antara dua variable atau lebih, yang beraturan. Grid adalah serangkaian
yaitu antara variable bergantung (dependent garis vertikal dan horizontal yang dalam
variable), dengan variabel bebasnya surfer berbentuk segi empat dan digunakan
(independent variable). Sedangkan yang sebagai dasar pembentuk kontur dan
dimaksud dengan garis regresi adalah suatu surface tiga dimensi. Garis vertikal dan
garis yang ditarik di antara titik-titik horizontal memiliki titik-titik perpotongan.
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan Pada titik perpotongan disimpan nilai z
untuk menaksir besarnya variabel yang satu yang berupa titik ketinggian atau
dengan variabel yang lain, dan dapat kedalaman. Gridding merupakan proses
digunakan untuk mengetahui macam pembentukan rangkaian nilai z yang teratur
korelasinya (positif atau negatifnya). Untuk dari sebuah data xyz. Hasil dari proses
menganalisis regresi gunakan metode gridding adalah file grid yang tersimpan
matrik, dimana model regresi linear pada file .grd (Saleh, 2011).
sederhananya adalah y = a + bx. Rumus
penggunaan metode matriks dapat dilihat 3.7 Klasifikasi Tanah Metode United
sebagai berikut: States Department of Agriculture
(USDA)
∑y = n⨯a + b∑x (10)
Pada tahun 1960, United State Department
∑yx = a∑x + b∑ (11) of Agriculture (USDA) memperkenalkan
sistem klasifikasi tanah yang baru yang
|A| | | (12) disebut Comprehensive System atau Soil
Taxonomy. Sistem klasifikasi USDA lebih
| | banyak menekankan pada morfologi dan
a = (13) kurang menekankan pada faktor-faktor
pembentuk tanah. Sistem klasifikasi tanah
| | berdasarkan tekstur tanah, distribusi ukuran
b = (14) butir dan plastisitas tanah menurut United
State Department of Agriculture (USDA)
adalah:
1. Pasir : ukuran butiran antara 2,0 – 0,05 setiap analisis menitik beratkan pada data
mm berupa angka guna mengetahui kejadian
2. Lanau : ukuran butiran 0,05 – 0,002 mm aliran debris pada pasir merapi yang
3. Lempung : ukuran butiran < 0,002 mm diakibatkan oleh kemiringan sudut aliran
dan intensitas hujan yang akan diperoleh
Berdasarkan USDA, klasifikasi tanah
dari pengujian laboratorium
dengan menggunakan segitiga taksonomi
tanah yang dapat dilihat pada Gambar 3.1 4.3 Penjelasan Penggunaan Data
1. Peta rupa bumi
Dari peta rupa bumi dapat diketahui
lokasi Gunung Merapi. Dengan
menggunakan tools yang ada pada
software tersebut, didapatkan data
kemiringan lereng pada lereng Gunung
Merapi yang akan digunakan pada
simulasi laboratorium.
2. Pasir Merapi
Pasir merapi yang digunakan sebagai
sampel pngujian diperoleh dari hulu
sungai Gendol. Pada setiap running
menggunakan pasir dengan volume
sekitar 0,675 meter kubik, dan setiap
kali running menggunakan pasir baru.
Gambar 3. 1 Segitiga Taksonomi Tanah
Menurut USDA 4.4 Prosedur Simulasi
4. METODE PENELITIAN Simulasi pengaruh intensitas hujan dan
kemiringan lereng terhadap terjadinya
4.1 Tinjauan Umum
aliran debris memiliki tiga tahapan yaitu
Penelitian yang dilakukan adalah sebuah persiapan, running, dan analisis. Alur
simulasi laboratorium yang akan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
menggambarkan terjadinya aliran debris
pada sedimen pasir merapi. Penelitian Mulai
menggunakan objek berupa pasir merapi
yang diperoleh dari penambang pasir di
hulu sungai Gendol. Selain itu, juga Studi literatur
menggunakan alat berupa flume yang
dimiliki laboratorium lahar Balai Litbang
Sabo sebagai permodelan alur aliran Pembuatan flume dan model
sedimentasi yang terjadi di lereng Gunung kemiringan lereng dan Kalibrasi
Merapi.
4.2 Jenis Penelitian
Pengumpulan Data
Penelitian menggunakan dua data yaitu data 1. Peta rupa bumi daerah
primer dan sekunder. Data primer yaitu Gunung Merapi
berupa data rupa bumi Lereng Gunung 2. Pasir merapi sebagai sampel pengujian
Merapi yang diolah menjadi sebuah data 3. Data curah hujan di daerah lereng
kemiringan lereng. Sedangkan data Gunung Merapi
sekunder yang digunakan adalah data
intensitas hujan yang diperoleh dari
penelitihan terdahulu. Jenis penelitian yang A
digunakan adalah kuantitatif dimana pada
Tabel 1. Hasil Simulasi
A
Intensitas Waktu
slope Waktu
Hujan Pengamata Kejadian
° (menit)
(mm/jam) n (menit)

Setting kemiringan flume ,Loading 15 150 Retakan 150


pasir kedalam flume dan Setting posisi
20 122 Retakan 89
kamera
Retakan 65
25 92
25 Longsor 84
Gagal 30 60 Retakan 43
Running Longsor 54
Retakan 10
Berhasil 35 50
Longsor 44
Pengukuran digital elevation model (DEM)
40

Slope ( ° )
35
retakan
30
Analisis dan Visualisasi : kontur, tampak
2D, tampak 3D 25
longsoran
20
15
Pembahasan dan Pembuatan 10
naskah laporan 5
0
0 30 60 90 120 150 180
Selesai Waktu (menit)
Gambar 3 Grafik Hubungan Antara
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian
Kemiringan Lereng terhadap Waktu
5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Pratinjau Hasil Simulasi 5.3 Tipe Aliran Sedimen
Simulasi pengaruh intensitas dan Hasil analisis perhitungan tipe aliran
kemiringan lereng terhadap aliran debris sedimen dapat dilihat pada Tabel 2 dan
pasir merapi dilakukan dengan klasifikasi tipe aliran dapat dilihat pada
menggunakan flume berukuran p x l x t Tabel 3
berturut-turut 3 x 1,5 x 0,15 m sebagai
model dari bentuk kemiringan lereng pada Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Analisis Tipe Aliran
Gunung Merapi dan Artificial Rainfall Sedimen
Aparatus sebagai simulator hujan. Ukuran Kemiringan (θ) tan θ tan θd tan θh
sedimen yang digunakan adalah seragam
yaitu sebesar 0,38 mm. 15° 0,268 0,214 0,343
20° 0,364 0,214 0,343
5.2 Pola Hubungan Antara Intensitas
Hujan dan Kemiringan Lereng 25° 0,466 0,214 0,343
30° 0,577 0,214 0,343
Pola hubungan antara intensitas hujan dan
kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 35° 0,7 0,214 0,343
1 dan Gambar 3.
tegangan geser (τ) lebih besar dari
Tabel 3 Klasifikasi Tipe Aliran Berdasarkan perlawanan geser (τ1), dan bila tegangan
Analisis geser (τ) sama dengan atau lebih kecil dari
perlawanan geser (τ1) maka sedimen akan
15 20 25 30 35
Tipe Aliran Syarat
° ° ° ° °
dalam keadaan diam. Pada Penelitian
tan θ ≥ tan dinamika aliran debris dianalisis secara
Debris √ − − − − teoritis dan nyata.
θd
Hiperkonsen tan θh ≤ Terdapat hasil yang berbeda antara analisis
− √ √ √ √
trasi tan θ dinamika teoritis dan nyata, perbedaan hasil
Sedimen tan θ < tan
− − − − − analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4
Individu θd
dan Gambar 5 hingga Gambar 7.
Tabel 4 Perbandingan Hasil Analisis Dinamika
Aliran Debris Teoritis dan Nyata
Sudut
Parameter Teoritis Nyata
(°)
15 0,388 0,792
Konsentrasi 20 0,540 0,831
Aliran (Cd) 25 0,540 0,859
30 0,540 0,885
35 0,540 0,901
15 0,617 0,863
Tegangan 20 0,938 1,172
Geser 25 1,159 1,477
(ton/ ) 30 1,371 1,777
35 1,573 2,061
15 0,617 1,260
Gambar 4 Posisi Kemiringan Lereng yang Diuji
Perlawanan 20 0,836 1,286
Terhadap Kemiringan Kritik Aliran Debris dan
Hiperkonsentrasi Hasil Analisis
Geser 25 0,807 1,284
(ton/ ) 30 0,771 1,263
Pada perhitungan nilai tan θd didapatkan 35 0,729 1,217
hasil sebesar 0,214 sedangkan nilai tan θ
pada kemiringan 15° hinggan 35° sebesar 1
Konsentrasi Aliran (Cd)

0,268; 0,364; 0,466; 0,577; dan 0,7 dari 0,9


hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai 0,8
tan θ ≥ tan θh berarti pada kemiringan 20°
hinggan 35° dapat digolongkan tipe aliran 0,7
sedimen hiperkonsentrasi dan pada 0,6
kemiringan 15° nilai tan θ > θd maka pada 0,5
kemiringan tersebut kemungkinan yang
0,4
terjadi adalah aliran debris. Pergerakan
transport sedimen bermula pada kemiringan 0,3
0,0134° sehingga pada area kemiringan 0 5 10 15 20 25 30 35 40
12,1° hingga 0,0134° merupakan area Kemiringan (°)
transport sedimen, dan pada kemiringan Konsentrasi Aliran Nyata
dibawah 0,0134° sedimen cenderung diam.
Konsentrasi Aliran Teoritis
5.4 Dinamika Aliran Debris
Gambar 5 Perbandingan Hasil Analisis Antara
Pergerakan sedimen berupa longsoran
Konsentrasi Aliran Nyata dan Teoritis
maupun aliran debris disebabkan karena
kontur permukaan dikarenakan adanya
2,3
Tegangan Geser (Ton/𝑚²)

infiltrasi yang menyebabkan tanah


2,1
1,9 mengalami penjenuhan dan mengalami
1,7 penurunan ketinggian walaupun tidak
1,5 sampai bergeser.
1,3
1,1 Selama proses penelitian, terjadi fenomena
0,9 yang sama dari keseluruhan pengujian,
0,7
0,5 yaitu dimana proses longsoran diawali
0 5 10 15 20 25 30 35 40 dengan meresapnya air ke dalam
permukaan tanah, lalu air mengalir menuju
Kemiringan (°) tempat yang rendah, lalu naik lagi ke
Tegangan Geser Nyata permukaan sedimen dibagian hilir flume
Tegangan Geser Teoritis dan menyebabkan sedimen bagian hilir
mengalami peningkatan kadar air yang
sangat signifikan dan akhirnya terjadi
Gambar 6 Perbandingan Hasil Analisis Antara retakan dan longsoran. Pada kemiringan 25,
Tergangan Geser Nyata dan Teoritis 30, dan 35 derajat, awal terjadinya
longsoran bermula pada area sisi kiri dari
1,4 flume. Hal tersebut dapat dikarenakan tidak
Perlawanan Geser (Ton/𝑚²)

1,2 meratanya pancaran hujan yang dihasilkan


oleh alat artificial rainfall apparatus dan
1,0
tingkat kejenuhan sedimen saat dilakukan
0,8 pengujian.
0,6 6 KESIMPULAN DAN SARAN
0,4 6.1 Kesimpulan
0,2
Berdasarkan penelitian di laboratorium
0,0 serta hasil analisis dan pembahasan, maka
0 5 10 15 20 25 30 35 40 dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
Kemiringan (°) berikut diantaranya:
1. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan
Perlawanan Geser Nyata pola semakin miring aliran, maka
Perlawanan Geser Teoritis
semakin cepat pengaruh ientensitas
hujan terhadap longsoran pemicu aliran
Gambar 7 Perbandingan Hasil Analisis Antara debris, dimana pada kemiringan 15°
Perlawanan Gesr Nyata dan Teoritis tidak terjadi retakan dan longsoran,
5.5 Digital Elevation Model (DEM) sedangkan pada kemiringan maksimum
pengujian yaitu 35° terjadi retakan pada
Pengukuran data DEM dilakukan untuk menit ke 10 dan longsoran pada menit
mengetahui perbedaan permukaan sedimen ke 44. Berdasarkan data hasil pengujian,
sebelum dan setelah penelitian. Pengukuran didapatkan model regresi sederhana
dilakukan dengan membentangkan benang yang dapat digunakan untuk
searah sumbu x dan searah sumbu y, memprediksi kejadian aliran debris
dengan interval tiap bentang sebesar 10 cm. secara umum yaitu y = 35,48 – 0,1468x
Pada kemiringan 25°, 30°, dan 35° terjadi dengan = 0,957 untuk kejadian
perubahan yang sangat signifikan retakan, dan y = 44 – 0,2308x dengan
dikarenakan terjadi longsoran selama = 0,923 untuk kejadian longsoran.
rentang waktu penelitian. Sedangkan pada
Pada analisis tipe aliran sedimen,
kemiringan 15° dan 20° meskipun tidak
didapatkan kemiringan kritik untuk
terjadi longsoran, namun terjadi perubahan
aliran debris adalah 12,1° dan untuk pemancar hujan sudah lama tidak
aliran hiperkonsentrasi adalah 18,9°. digunakan maka akan tertutup debu dan
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan data kalibrasi sudah tidak akan valid. Saran
bahwa pada kemiringan 15° menunjukan yang diajukan adalah, jika alat tidak
tipe aliran yang terjadi berupa tipe aliran digunakan maka tetap harus dilakukan
sedimen debris dan pada kemiringan pembersihan nozzle spray minimal enam
20°, 25°, 30°, dan 35° merupakan tipe bulan sekali, agar lubang nozzle tidak
aliran sedimen hiperkonsentrasi, tertutup oleh debu kotoran.
sedangkan pada kemiringan 0,0139°
DAFTAR PUSTAKA
hingga 12,1° merupakan rentang area
tipe aliran sedimen transport. Aldrian, E, Budiman, dan Mimin Karmini.
2. Berdasarkan hasil analisis diketahui 2011. Adaptasi dan Mitigasi
bahwa secara teoritis, nilai konsentrasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat
aliran debris pada kemiringan 15° Perubahan Iklim dan Kualitas Udara
adalah 0,388 dan untuk kemiringan 20° Kedeputian BidangKlimatologi,
hingga 35° nilai konsentrasi aliran Badan Meteorologi, Klimatologi dan
konstan yaitu 0,54. Hal tersebut Geofisika. Jakarta.
dikarenakan pada formula Takahashi Budiman, R. 2018. Simulasi Transpor
konsentrasi aliran hanya dibatasi hingga Sedimen Sungai Progo Di Sekitar
0,9 . Sedangkan pada pengujian Intake Kamijoro. Skripsi. (Tidak
laboratorium, didapatkan hasil Diterbitkan). Universitas Islam
konsentrasi sedimen pada kemiringan Indonesia. Yogyakarta.
15°, 20°, 25°, 30°, dan 35° berturut-turut Giyarsih, S.R. dkk. 2014. Aspek Sosial
adalah 0,792 ; 0,831 ; 0,859 ; 0,885 dan Banjir Lahar. Gadjah Mada
0,901. Berdasarkan hasil tersebut, terjadi University Press. Yogyakarta.
perbedaan antara analisis teoritis dan https://www.academia.edu/Deskripsi_dan_
nyata pada penelitian. Perbedaan hasil Klasifikasi_Tanah. Diakses 29
analisis konsentrasi sedimen secara Januari 2019
teoritis dan laboratorium, juga http://repository.usu.ac.id . Diakses 5
berpengaruh pada nilai gaya tegangan November 2018.
geser dan tahanan geser pada aliran http://researchgate.com. Diakses 23
sedimen. November 2018.
3. Pada kemiringan 15 dan 20 derajat http://researchgate.com./dam-alam-
secara visual tidak terjadi pergerakan merapi/. Diakses 23 November 2018
sedimen, namun pada hasil analisis Iswardoyo, J. 2012. Kajian Pengelolaan
DEM dengan menggunakan software Sedimen Sungai Gendol Pasca Erupsi
SURFER terlihat pada kemiringan 15 Merapi. Tesis. (Tidak Diterbitkan).
dan 20 derajat permukaan sedimen Universitas Gadjah Mada.
mengalami perubahan bentuk selama Yogyakarta.
waktu pengujian. Sedangkan kemiringan Iverson, R.M. 2001. The Debris-Flow
25, 30, dan 35 derajat, perubahan Rheology Myth. USGS. USA.
permukaan sedimen dapat terlihat secara Kusumosubroto, H. 2012. Aliran Debris &
visual karena pada kemiringan tersebut Lahar. Graha Ilmu. Yogyakarta.
terjadi longsoran. Ninyaningrum, C.A. 2013. Analisis
Karakteristik Hujan Penyebab Aliran
6.2 Saran
Debris Di Lereng Gunung Merapi.
Ketika melakukan penelitian di Tesis. (Tidak Dipulikasikan).
laboratorium lahar Balai Litbang Sabo Universitas Gadjah Mada.
terdapat kendala dimana ketika melakukan Yogyakarta.
kalibrasi hujan ketika nozzle spray pada
Prayogo, L.C. 2015. Analisis Pola Spasial
Hujan Durasi Pendek Di Wilayah
Lereng Barat dan Selatan Gunung
Merapi. Skripsi. (Tidak
Dipulikasikan). Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Rahmat, A. 2008. Pengelolaan Sedimen
Kali Gendol Pasca Erupsi Merapi
Juni 2006. Forum Teknik Sipil No.
XVIII/2. Yogyakarta.
Saleh, Salmani. 2011. Pengenalan Surfer.
http://digilib.its.ac.id. Diakses pada
hari Minggu, 20 Januari 2019 pukul
01.20 WIB
Supangat, A. 2007. Statistika; Dalam
Kajian Deskriptif, Inferensi, dan
Nonparametrik. Kencana Prenada
Media Group. Jakarta.
Takahashi T. 2007. Debris flow:
Mechanics, Prediction and
Countermeasures. Taylor & Francis
Group. London,UK.
Wusono,A. 2007. Kajian Pengelolaan
Sedimen Aliran Debris di Kali
Gendol Cangkringan Sleman
Yogyakarta. Tesis Magister
Pengelolaan Bencana Alam. Sekolah
Pascasarjana Fakultas Teknik.
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Zhou, DG. Et al. 2009 . The Mechanism Of
Debris Flow: A Preliminary Study.
Department of Civil an Enviromental
Engineering. Hongkong University.

You might also like