You are on page 1of 9

ANAPHYLACTIC REACTION

Clinical manifestation and management

Ketut Suryana
Merpati Clinic, Department of Internal Medicine,
Medical Faculty of Udayana University – Wangaya Type B Teaching Hospital
of Denpasar-Bali

ABSTRACT
Anaphylactic is an acute systemic hypersensitivity reaction caused by mast cells
and basophil mediators release and potentially fatal. More than one organ system should
be involved for the reaction to be considered anaphylactic. The most common organ
systems involved : skin, mucosal tissue, respiratory, gastrointestinal and cardiovascular
systems.
Epidemiology : the true incidence unknown.
Aetiology : mostly caused by drugs, food, insect stings (venoms), radiocontrast, blood
products, physical factors and idiopathic.
Patophysiology of anaphylaxis are IgE mediated (anaphylactic) and non IgE mediated
(anaphylactoid).
The clinical manifestation : occur within minutes to several hours of exposure and more
severe reactions will occur more rapidly. Clinical grading ; mild manifestation (skin and
mucosal tissue), moderate and severe.
Diagnostic based on clinical features. The prognostic factors are : age (elderly),
aetiology / allergen (drugs), CVD, COPD, bronchial asthma, acid base and electrolyte
balance, beta blockers, ACE-inhibitors, timing of adrenalin injection.
Treatment of anaphylaxis: the initial treatment should be directed to maintenance of an
effective airway, breathing, circulatory system and adrenaline as the first aid treatment.
The others modalities include corticosteroid, antihistamines, inhaled beta adrenergic
agonist, fluids. Prevention is a key component of long term management of anaphylaxis.

Key words : Anaphylactic reaction, clinical manifestation, management.


PENDAHULUAN
Reaksi anafilaksis merupakan reaksi sistemik akut akibat pelepasan mediator
dari sel mast dan basofil, melibatkan lebih dari 1 sistim organ seperti; kulit, jaringan
mukosa, sistim respirasi, kardiovaskuler, gastrointestinal.
Reaksi anafilaktik merupakan reaksi anafilaksis yang didasari oleh reaksi alergi tipe I
Gell & Coombs / IgE mediated. Reaksi anafilaktoid : secara klinis sulit dibedakan
dengan reaksi anafilaktik, mekanismenya tidak melibatkan reaksi Ag- IgE spesifik /
Non IgE mediated.

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian belum diketahui. Moneret-Vautrin dkk, melaporkan kejadian
anafilaksis derajat berat dijumpai pada 1-3 orang per 10.000 penduduk.(Moneret-
Vautrin et al; Oct 2005)
0,7 - 10% anaphylaxis akibat penicillin, 0.0004% oleh karena alergi makanan, 0.5 - 5%
akibat sengatan lebah, 0,22 - 1% karena Radiographic contrast media (Neugut, et al;
Oct 2005)
Generalized Hypersensitivity/Anaphylaxis : ±2/104 total pasien (Ketut Suryana, 2005)
Angka kematian anaphylaxis : 1 – 3/106 pasien. Insiden meningkat sejalan dengan
insiden alergi makanan 2.5 x (Britain l995 – 1999).

ETIOLOGI
Penyebab reaksi anafilaktik dan anafilaktoid :
1. Obat-obatan : antibiotik : yang relatif sering penicillin, aspirin, NSAID
2. Makanan : relatif lebih sering : ikan laut, udang, telor, susu sapi
3. Venoms (Heminoptera)
4. Radiographic contrast media
5. Idiopathic
6. Lain-lain: blood products, physical factors (udara lembab & aktivitas fisik)
PATOFISIOLOGI
Pendapat belakangan yang berkembang; reaksi anfilaksis sebagian besar
dilandasi reaksi alergi tipe cepat yang melibatkan IgE tetapi sebagian lagi dilandasi
berbagai mekanisme lain dan ada yang idiopatik (Gambar 1).

IgE
Aktifitas komplemen zat penglepasan histamin

Jalur Jalur
klasik alternatif modulasi asam arakidonat

Mastosit
C3a, C5a
Anafilaktoksin faktor fisik

Idiopatik

Mediator

  permiabilitas vaskuler
 vasodilatasi
 kontraksi otot polos
 hipersekresi kelenjar mukosa
 stimulasi saraf perifer

 Hipotensi / syok
 Eritemia
 Urtika
 Spasme bronkus / sesak nafas
 Mual / muntah
 Kolik, diare
 Pruritus, bersin, dll

Gambar 1. Patofisiologi anaphylaxis


Gambaran pelepasan histamine oleh sel mast dan sel basofil (Gambar 2) :

ls Histamine released by Mast Cell


leve
ne
ami
Hist Histamine released by basophil
Basophyl

Hourr 0 ½ 1 2 3 4 5 6 48-72

Gambar 2. Gambaran pelepasan histamine oleh sel mast dan basofil

GAMBARAN KLINIS
Derajat klinis reaksi akut hipersensitivitas generalisata / anafilaksis : ( Brown SGA .
Clinical features and severity grading 0f anaphylaxis J. Allergy Clin Immunol 2004,
114(2) : 371-6 )
1. Ringan (melibatkan jaringan kulit dan mukosa) : seperti eritema generalisata, urtika,
edema periorbital (angioedema)
2. Sedang (melibatkan system respirasi, kardiovaskuler, gastrointestinal) seperti : sesak
nafas, stridor, wheezing, mual, muntah, dizziness / presyncope, rasa tidak enak di
tenggorokan dan dada (throat / chest tightness), nyeri perut.
3. Berat (hipoksia, hipotensi, gangguan CNS) : sianosis (SpO2 £ 92%), hipotensi
(adults ; SBP < 90 mmHg), penurunan kesadaran, inkontensia.
1 = reaksi hipersensitivitas akut
2 & 3 = reaksi anafilaksis

DIAGNOSIS
(Sampson HA, et al. JACI 2006)
1. Onset akut (dalam hitungan menit sampai beberapa jam) dengan melibatkan
jaringan kulit dan mukosa, atau keduanya (pruritus generalisata, flushing, sembab
bibir, lidah dan ovula). 
Dan minimal salah satu yang berikut :
a. Keluhan sistem respirasi (sesak nafas, wheezing, stridor, hipoksemia) 
b. Penurunan tekanan darah, kolaps, sinkope, inkontinensia.
2. Dua atau lebih dari gejala gambaran klinis berikut yang terjdi segera paska paparan :
a. Keterlibatan jaringan kulit dan mukosa (pruritus generalisata, flushing, urtika,
sembab bibir, lidah dan ovula).
b. Keterlibatan sistem respirasi (sesak nafas, wheezing, stridor, hipoksemia).
c. Penurunan tekanan darah, kolaps, sinkope, inkontinensia.
d. Gejala gastrointestinal (mual, muntah, kram perut).
3. Penurunan tekanan darah segera paska paparan : tekanan darah sistolik < 90 mmHg
atau penurunan lebih dari 30% dari tekanan darah sebelumnya.

LABORATORIUM
Diagnosis renjatan anafilaktik adalah berdasarkan klinis. Ada beberapa
pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan seperti : darah lengkap, faeces lengkap,
hitung eosinofil, IgE, EKG, rontgen dada dan laboratorium lainnya tergantung kondisi
pasien.

DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa keadaan yang mirip dengan renjatan anafilaktik.

Keadaan klinis Diagnosis banding


Syok Syok septik
Syok hipovolemik
Syok kardiogenik
Reaksi vasovagal
Respiratory distress dengan wheezing atau stridor Benda asing pada saluran nafas
Asma bronkhiale
PPOK
Disfungsi pita suara
BEBERAPA FAKTOR YANG DAPAT MEMPERBURUK
- Umur; umumnya umur tua memberikan prognosis lebih buruk
- Alergen; obat-obatan lebih sering memberikan prognosis lebih buruk
- Atopi
- CVD (Cardiovascular Disease)
- PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
- Asma bronkial
- Gangguan kesimbangan asam basa dan elektrolit
- Obat-obatan (beta-blocker, ACE-inhibitor)
- Waktu pemberian adrenalin dari saat paparan

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan reaksi anafilaksis sebagai berikut : segera evaluasi ABC
(Airway, Breathing, Circulation).
Renjatan anafilaksis
(Respirasi distress : stridor, wheezing atau syok)

Oksigen

Adrenalin (epinephrine) lar 1 : 1000


0,3 – 0,5 ml IM

Ulangi 10 - 15 menit (bila tidak ada perbaikan)

Antihistamin 10-20 mg IM

 Cairan kristaloid untuk replacement


 Kortikosteroid
- Metil prednisolon 125-250 mg IV
- Dexametason 20 mg IV
- Hidrokortison 100-500 mg IM/IV plan
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (lebih rendah)
 Inhalasi agonis -2 kerja pendek bila ada bronkospasme
 Vasopressor (dopamine, dobutamine) dengan dosis titrasi
NB : Observasi umumnya dilakukan selama 2 - 3 x 24 jam
Pada kasus ringan kadang cukup observasi selama 6 jam

Reaksi hipersenstivitas akut dengan pemberian antihistamin (dipenhydramine injeksi


10-20 mg IM dan dilanjutkan dengan AH-1 oral sampai 3 x 24 jam).

Adrenaline / Epinephrine
Merupakan hormone kerja cepat yang disekresi kelenjar suprarenalis. Bersifat
simpatomimetik (a-adrenergic, b-adrenergic agonist), dengan indek terapi dan toksisitas
yang sempit. Tidak ada kontra indikasi absolut penggunaannya pada reaksi anafilaksis
dan merupakan pilihan utama (first-aid treatment of anaphylaxis) (Gambar 3).
Epinephrine (Adrenalin)

Reseptor 1 Reseptor 2 Reseptor 1- Reseptor 2-


adrenergik adrenergik
receptor
 vasokontriksi  sekresi insulin  inotrofik  bronkodilator
 resistensi vaskuler  sekresi  kromotropik  vasodilator
perifer noreepinephrine  glikogenelisis
 edema mukosa  pelepasan mediator

Gambar 3. Farmakologi adrenaline / epinephrine

Dosis dan cara pemberian


• Dosis epinephrine dan cara pemberian :
• 0,3-0,5 ml inj SC/IM sisi lateral paha / deltoid
(North American Guidelines, Indonesia)
• 0,5-1 ml inj SC/IM sisi lateral paha / deltoid
(European Literature)

• Farmakokinetik dan farmakodinamik epinephrine (Gambar 4)


Intramuscular inj.
8 ± 2 menit

Subcutaneus inj.
34 ± 14 (5-120) menit

5 10 15 20 25 30 35

Waktu pencapaian konsentrasi maksimal paska injeksi (menit)


Gambar 4. Absorbsi epinephrine

PENCEGAHAN
Merupakan faktor penting di dalam tatalaksana reaksi anafilaksis; meliputi :
a. Riwayat penyakit : apakah ada reaksi alergi sebelumnya.Pemberian antibiotik dan
obat-obatan lainnya secara rasional (tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat
dosis dan cara pemberian serta waspada efek samping). Pemberian oral lebih
dianjurkan daripada parenteral.
b. Informed consent / persetujuan keluarga
c. Bila terjadi reaksi, berikan penjelasan dasar kepada pasien agar kejadian tidak
terulang.

RINGKASAN
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik akut akibat pelepasan mediator sel mast
dan basofil, melibatkan kulit, jaringan mukosa, sistim respirasi, gastrointestinal,
kardiovaskuler. Angka kejadian sebenarnya belum diketahui. Etiologinya : obat-obatan,
makanan, sengatan serangga, radio kontras, produk darah dan faktor fisik serta
idiopatik. Anafilaksis dimediasi IgE (anafilaktik) dan bukan mediasi IgE (anafilaktoid).
Manifestasi klinis dapat timbul dalam beberapa menit - jam. Anafilaksis berat timbul
segera setelah paparan. Diagnosis berdasarkan gambaran klinis. Penatalaksanaan:
evaluasi ABC, simultan pemberian modalitas dasar : adrenalin dan lainnya :
kortikosteroid, antihistamin, penyekat beta-2 inhalasi, cairan, dan obat-obat lain sesuai
kebutuhan. Pencegahan; merupakan komponen kunci di dalam penatalaksanaan jangka
panjang dari reaksi anafilaksis.
RUJUKAN
1. ASCIA. Acute Management of Anaphylaxis Guidelines, 2016
2. Tejedor-Alonso MA, Moro-Moro M, Mugica-Garcia MV. Epidemiology of
Anaphylaxis : Contributions From the Last 10 Years. J Investig Allergol Clin
Immunol 2015; Vol. 25(3) ; 163-175.
3. Linscott MS. Anaphylaxis: Diagnosis and Management in the Rural Emergency
Department. Am J Clin Med, 2012;9:14-21.
4. ASCIA. Acute Management of Anaphylaxis Guidelines, 2013 ; 1-4
5. Brown AFT. Current management of anaphylaxis. Emergencias 2009;21:213-223.
6. Moris A. Management of anaphylactic shock. The Journal of Modern Pharmacy
2006:28-32.
7. Dreskin SC. Anaphylaxis. Last update October 7, 2005. Available on:
http//www.emedicine.com
8. Krause SC. Anaphylaxis. Last update March 18, 2004. Available on:
http//www.emedicine.com
9. Adelman DC, Casale TB, Corren J, 2002. Manual of Alergy and Immunology 4 th ed.
Lipincott Williams & Wilkins; Philadelphia.
10. Lawlor GJ, Fischer TJ, Adelman DC, 1997. Manual of Allergy and Immunology 3rd
ed. Little, Brown and Company; USA.
11. Tang AW. A practical to anaphylaxis. Am Fam Physician 2003: 68: 1325-32.
12. Kemp SF, Lockey RF, Simons ER. Epinephrine : The Drug of Choice for
Anaphylaxis- A Statement of the World Allergy Organization. WAO Journal, 2008 :
suppl 2 : S18-S26.
13. McLean-Tooke APC, Bethune CA, Fay AC, Spickett GP. Adrenaline in the
treatment of anaphylaxis: what is the evidence. BMJ 2003; 327:1332-5.
14. Brown SGA. Clinical features and severity grading of anaphylaxis. J Allergy Clin
Immunol 2004; 114:371-6.
15. Kemp SF, Lockey RF. Anaphylaxis: a review of causes and mechanism. J Allergy
Clin Immunol 2002; 110:341-8.

You might also like