Professional Documents
Culture Documents
net/publication/334761955
CITATIONS READS
0 417
1 author:
Ismarini Hutabarat
University of Sumatera Utara
3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2 Tahun dan 3 Tahun View project
All content following this page was uploaded by Ismarini Hutabarat on 30 July 2019.
Oleh:
Ismarini Hutabarat, S.S., M.Hum
Dosen dpk Fakultas Sastra
Universitas Darma Agung Medan
ABSTRACT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud,
melahirkan perasaan, memungkinkan kita menciptakan kegiatan sesama manusia,
mengatur berbagai aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan
rnasa depan kita. Bahasa sebagai alat komunikasi diperoleh manusia karena
manusia dilengkapi dengan Piranti Pemerolehan Bahasa (PPB) sejak lahir sampai
pada usia yang berbeda-beda menurut pandangan para ahli, yang dikenal dengan
istilah nativistik pemerolehan bahasa. Orang dewasa selalu terpesona oleh
perkembangan bahasa yang ajaib pada anak-anak. Meskipun sepenuhnya lahir
tanpa bahasa secara verbal, pada saat mereka berusia 3 atau 4 tahun, anak-anak
secara khusus telah memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem fonologi dan
gramatika yang kompleks, dan aturan kompleks yang sama untuk bagaimana cara
menggunakan bahasa mereka dengan sewajarnya dalam banyak latar sosial.
Pemenuhan ini terjadi pada setiap masyarakat yang dikenal, apakah terpelajar atau
bukan, dalam tiap-tiap bahasa dan hampir pada semua anak-anak, dengan
mengabaikan bagaimana cara mereka dibesarkan. Alat-alat linguistik modern dan
psikologi telah memungkinkan kita untuk mengatakan banyak hal tentang apa
yang dipelajari anak-anak, dan langkah-langkah yang mungkin mereka lewati
dalam perjalanan menuju kemampuan komunikatif orang dewasa.
Akan tetapi kita masih mempunyai banyak pertanyaan yang tidak terjawab
tentang bagaimana sebenarnya anak-anak memperoleh bahasa. Bagaimana cara
mereka menentukan apa makna kata-kata atau bagaimana cara menghasilkan
ujaran yang bersifat gramatika yang belum pernah mereka dengar atau yang
diproduksi sebelumnya? Peneliti tidak mampu untuk sepakat mengenai beberapa
hal, seperti mengapa anak-anak belajar bahasa: Apakah anak-anak belajar bahasa
karena orang dewasa mengajarkannya kepada mereka? Atau karena mereka
diprogramkan secara genetik untuk memperoleh bahasa? Apakah mereka belajar
gramatika yang kompleks hanya karena hal itu ada di sana, atau apakah mereka
belajar dalam rangka memenuhi beberapa kebutuhan untuk berkomunikasi dengan
orang lain?
Chomsky mengatakan bahwa setiap manusia mernpunyai apa yang
dinamakan falcuties of the mind, yakni semacam kapling-kapling intelektual
dalam benak atau otak mereka dan salah satunya dijatahkan untuk pemakaian dan
pemerolehan bahasa. Seorang anak yang normal akan memperoleh bahasa ibu
dalam waktu singkat. Hai ini bukan karena anak memperoleh rangsangan saja,
lalu si anak mengadakan respon, tetapi karena setiap anak yang lahir telah
dilengkapi dengan seperangkat peralatan dalam memperoleh bahasa ibu. Alat ini
disebut dengan Language Acquisition Device (LAD) atau lebih dikenal dengan
nama piranti pemerolehan bahasa (PPB).
Seorang anak tidak perlu menghapal dan menirukan pola-pola kalimat agar
mampu menguasai bahasa itu. Piranti pemerolehan bahasa diperkuat oleh
beberapa hal, yakni: (1) Pemerolehan bahasa anak mengikuti tahap-tahap sama;
(2) Tidak ada hubungan pemerolehan bahasa anak dengan tingkat kecerdasan; (3)
Pemerolehan bahasa tidak terpengaruh oleh emosi maupun motivasi; dan (4)
Pemerolehan tata bahasa anak di seluruh dunia sama saja. Si anak akan mampu
mengucapkan suatu kalimat yang belum pernah didengar sebelumnya dengan
menerapkan kaidah-kaidah tata bahasa yang secara alami diketahuinya melalui
pemerolehan bahasa dan kemudian dicamkan dalam hatinya.
a. Faktor Alamiah.
Yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat
prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition
Divice (LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah
mendapat stimulus dari lingkungan. Proses perolehan melalui piranti ini sifatnya
alamiah. Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk
mendapatkan bahasa, anak tersebut akan n.ampu menerima apa yang terjadi
disekitarnya. Slobin rnengatakan bahwa yang dibawa lahir ini bukanlah
pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang semesta, seperti dikatakan oleh
Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang dibawa sejak lahir itulah
yang memungkinkan seorang anak untuk mengolah data linguistik.
d. Faktor Keturunan,
Faktor keturunan meliputi:
1. Jenis kelamin.
Jenis kelamin turut mempengaruhi perolehan bahasa anak. Biasanya anak
perempuan lebih superior daripada anak laki-laki. Meskipun dalam berbagai studi
ilmiah perbedaan mendasar mengenai hal itu belum sepenuhnya dapat dijelaskan
oleh para ahli.
2. Intelegensia.
Perolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensi yang
dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna
sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin
cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat
memperoleh bahasa.
2.4 Kalimat
Banyak definisi tentang kalimat telah dibuat orang. Kalimat yang
dimaksud di sini adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang
biasanya berupa klausa dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai
dengan intonasi final (Chaer, 2009:44).
Berdasarkan definisi di atas, maka pada intinya kalimat terdiri atas
konstituen dasar dan intonasi final, sebab konjungsi ada hanya apabila diperlukan.
Konstituen dasar biasanya berupa klausa. Kata dan frase juga bisa dianggap
sebagai konstituen dasar, yaitu pada kalimat ”jawaban singkat” atau kalimat minor
yang tentu saja bukan ”kalimat bebas” (Chaer, 2009:44). Hal ini berbeda kalau
konstituen dasarnya berupa klausa, maka dapat terbentuk sebuah kalimat bebas.
Intonasi dasar yang merupakan syarat penting dalam pembentukan sebuah
kalimat dapat berupa intonasi deklaratif (dalam bahasa ragam tulis diberi tanda
titik), intonasi interogatif (dalam bahasa ragam tulis diberi tanda tanya), intonasi
imperatif (dalam bahasa ragam tulis diberi tanda seru), dan intonasi interjektif
(dalam bahasa ragam tulis diberi tanda seru). Tanpa intonasi final ini sebuah
klausa tidak akan menjadi sebuah kalimat. Namun, kalimat yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah satuan sintaksis yang terdiri dari satu kata atau lebih
yang memiliki satu atau lebih unsur kalimat yang berupa subjek, predikat atau
objek yang telah memiliki makna sehingga dapat dimengerti oleh orang-orang
yang terlibat dalam percakapan.
Secara formal kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat tanya dan
kalimat perintah (http://www.situsbahasa.info/2011/01/tindak-tutur-berdasarkan-
derajat.html). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk
memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu,
dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaaan atau
permohonan.
b. Intelegensia
Berdasarkan pengamatan di lapangan, Tasia termasuk anak yang ber-
IQ tinggi. Hal ini disimpulkan demikian, karena Tasia bisa dengan
mudah menyerap kata-kata yang diajarkan kepadanya. Biasanya,
orang tua atau kakak pengasuhnya mengulang, paling banyak, tiga
kali suatu kata, setelah itu Tasia sudah dapat mengulangnya dan
mengerti maksud kata itu.
V. SIMPULAN
Setelah menganalisis pemerolehan bahasa Tasia dari segi pemerolehan dan
produksi sintaksis seperti yang dikemukan di atas, dapat disirnpulkan bahwa:
1. Walaupun umurnya baru genap dua tahun, kelihatannya Tasia sudah bisa
merangkai kata-kata secara sederhana, mulai dari satu, dua sampai empat
kata, dan akhirnya membentuk kalimat. Kalimat sederhana yang
dikemukakannya masih berkisar pada urutan sederhana dan belum teratur.
Namun makna kalimat itu sudah dapat ditangkap dengan baik, berupa
kalimat berita, kalimat imperatif ataupun kalimat tanya.
2. Dari hasil pemantauan pada Tasia, kalimat-kalimat tersebut sudah dapat
diproduksi pada saat Tasia baru berumur dua tahun. Di samping kata-kata
dan kalimat yang diperoleh seperti dikemukakan di atas, di sini dapat pula
disimpulkan bahwa seorang anak yang normal, akan mampu memperoleh
bahasa pertama bila saraf dan jaringan otaknya tidak terganggu selama
masa pertumbuhannya. Perkembangan kejiwaan dan juga gizi serta
lingkungan memegang peranan penting dalam pertumbuhan motorik
khususnya dalam pemerolehan dan produksi bahasa anak.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998 Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Ogden, C.K. & f.A. Richard. 1972. The Meaning of Meaning. London: Routledge
and Kegau Paul Ltd.