You are on page 1of 19

Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

EKSPLORASI ORNAMEN JEPARA DAN LAMBANG KERATON YOGYAKARTA


SEBAGAI PENERAPAN PADA ARCHITRAVE

Ariyanto
Fakultas Sains dan Teknologi UNISNU Jepara
ariyanto@unisnu.ac.id

Abstract
Jepara is the largest furniture industry city in Indonesia. There is a history since it was governed by
Queen Kalinyamat (1521-1546), Jepara city was already known as the city of carving. The
development of craft art in Jepara is increasing rapidly since R.A. Kartini. She also took part into art
especially crafting art. She also helped to develop arts in creating new designs that have never been
created by Jepara carving artist artists especially in making product of Architrave. But time by time
the Architrave industry in Jepara is less developed due to the limitations of industry players to create
new designs and only produce Architrave products that already exist in the market. After
understanding the processes that occur in various types of Architrave industry in Jepara, then the
authors do the design process using the method of exploration and incorporate element of Jepara
culture and the symbol of the Palace of Yogyakarta. So it can bring new designs to compete in the
growing architrave industry competition in the world. Jepara ornaments are ornnaments Nusantara
which is often used for all kinds of Architrave for Jepara ornaments when carved unlike other
ornaments. Leaf shape, niches, fruit when carved concave and convex very valuable aesthetic high,
so from that many art lovers often use Exploration of ornament Jepara. Architrave is an ornament on
the skin layer of both sills which provides aesthetic value added so that a room seemed beautiful to
achieve the architrave must be based on research and a very deep study and takes a fairly long time,
therefore architrave must be completely conceptualized.

Keyword: architrave, coat, arms, yogyakarta, ornaments

Abstrak
Jepara merupakan kota industri mebel terbesar di Indonesia. Sejarah mencatat sejak zaman
pemerintah Ratu Kalinyamat (1521-1546) kota Jepara sudah dikenal sebagai kota ukir.
Perkembangan seni ukir di jepara semakin pesat semenjak R.A. Kartini turut mengembangkan
kesenian yang termasuk diantaranya adalah mengukir kayu. Inisiatif R.A. Kartini itu dilanjutkan
dengan menciptakan desain-desain baru yang belum pernah diciptakan para seniman ukir Jepara
sebelumnya terutama dibidang pembuatan produk Architrave. Namun semakin lama industri
Architrave di Jepara kurang berkembang yang dikarenakan keterbatasan pelaku industri untuk
menciptakan desain baru dan hanya memproduksi produk Architrave yang sudah ada dipasaran.
Setelah memahami proses-proses yang terjadi dalam berbagai jenis industri Architrave di Jepara,
kemudian penulis melakukan proses desain dengan menggunakan Metode Ekplorasi serta
memasukkan unsur-unsur budaya Jepara dan lambang Keraton Yogyakarta. Sehingga dapat
memunculkan desain-desain baru untuk bersaing dalam persaingan industri Architrave yang semakin
berkembang di dunia. Ornamen Jepara merupakan ornamen Nusantara yang sering digunakan untuk
segala jenis Architrave karena ornamen Jepara ketika di ukir tidak seperti ornamen-ornamen yang
lain. Bentuk daun,relungya, buahnya ketika diukir cekung cembungnya sangat bernilai estetika yang
tinggi, maka dari itu banyak penikmat-penikmat seni yang sering menggunakan Ekplorasi ornamen
Jepara. Architrave merupakan hiasan pada lapisan kulit kedua kusen yang memberikan nilai tambah
estetika sehingga suatu ruangan terkesan tampak indah untuk mencapainya Architrave harus
didasari dengan research dan kajian yang sangat dalam dan membutuhkan waktu yang lumayan
panjang, maka dari itu Architrave harus sepenuhnya terkonsep.

Kata kunci: architrave, lambang, keraton, yogyakarta, ornamen

ISSN. 2088-6500 46 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

PENDAHULUAN estetika lebih tinggi agar selalu selaras


Latar Belakang dengan culture Indonesia.
Jepara merupakan kota kecil yang
berada di pantai utara Jawa, berada di METODOLOGI PENELITIAN
sebelah timur laut kota Semarang, dan tidak Pendekatan Penelitian
jauh dari Gunung Muria, Kota Jepara lebih Untuk memperoleh data yang relevan,
dikenal dengan sebutan kota ukir. Seni ukir di terarah dan mempunyai tujuan yang sesuai
yakini oleh masyarakat merupakan salah satu proses dengan perancangan architrave, maka
“nafas kehidupan”. Keahlian mengukir kayu di sistem atau metode pengumpulan data yang
pelopori oleh R.A. Kartini dan kemudian digunakan adalah studi literatur dan observasi.
dilakukan secara turun-temurun. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
Ornamen merupakan salah satu architrave adalah pendekatan kualitatif.
warisan budaya leluhur yang wajib dijaga dan Pendekatan kualitatif menitik beratkan pada
dilestarikan keberadaannya. Ornamen sendiri pemahaman, pemikiran dan persepsi peneliti.
telah hidup dan berkembang sejak berabad- Desain Penelitian
abad lamanya dan diyakini telah dikenal sejak Desain penelitian atau rancangan
zaman kerajaan Majapahit, pada zaman penelitian adalah sebagai model pendekatan
dahulu ornamen berkembang pesat penelitian yang sekaligus juga sebagai
khususnya di wilayah Jawa. rancangan analisis data. Disamping itu dengan
Indonesia sebagai Negara dengan adanya rancangan penelitian mempermudah
berbagai macam suku dan kebudayaan yang peneliti dalam untuk mengevaluasi data hasil
berbeda, mempunyai permasalahan dalam penelitian.
memenuhi kebutuhan masyarakat dengan Penelitan architrave menggunakan
latar belakang kebudayaan yang berbeda. desain penelitian kualitatif sehingga data yang
Pengembangan produk kerajinan khususnya didapatkan akan lebih lengkap, lebih
architrave yang diciptakan dengan mendalam, krediabel, dan bermakna,
menggunakan ide atau konsep Eksplorasi sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
Ornamen Jepara dan Lambang Keraton Desain penelitian kualitatif ini dibagi dalam
Yogyakarta Sebagai Penerapan Pada empat tahap, yaitu:
Architrave motif Jepara dengan lambang 1. Perencanaan.
keraton Yogyakarta bertujuan untuk Kegiatan yang dilakukan dalam tahap
menciptakan desain yang lebih kreatif. architrave adalah analisis standar sarana
Rumusan Masalah dan prasarana, penyusunan rancangan
1. Menggabungkan ornamen Jepara dengan penelitian, dan penetapan tempat
lambang Keraton Yogyakarta bernilai penelitian.
estetika tinggi. 2. Pelaksanaan.
2. Mengukir ornamen Jepara dan lambang Pada tahap pelaksanaan penulis sebagai
Keraton Yogyakarta menggunakan bahan pelaksana penelitian sekaligus sebagai
baku kayu jati. human instrument mencari informasi
3. Menggunakan finishing melamin dalam data, yaitu observasi mendalam pada
produk architrave. perusahaan architrave dan pengrajin
Tujuan yang memproduksi architrave. Selain itu
1. Dapat menambah ilmu dan pengetahuan peneliti juga menganalisis bahan dan
untuk meningkatkan kreativitas dan ornamen yang digunakan yaitu ornamen
kemampuan dalam penciptaan sebuah Jepara dan lambang keraton Yogyakarta.
produk kreatif. 3. Analisis Data.
2. Menciptakan architrave yang bernilai Analisis data dilakukan setelah penulis
tinggi dan fungsional, menggunakan melakukan observasi di tempat penelitian.
metode Eksplorasi Ornamen Jepara dan Tujuan analisis data adalah mengatur
Lambang Keraton Yogyakarta sebagai urutan data, mengorganisasikan ke dalam
penerapan pada Architrave, yang satu pola, kategori, dan satuan uraian
bertujuan menciptakan ide yang bernilai

ISSN. 2088-6500 47 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

dasar sehingga data dapat berbicara atau yang diwawancarai, dengan atau tanpa
dapat difahami dengan mudah. menggunakan pedoman (guide)
4. Evaluasi. wawancara, di mana pewawancara dan
Semua data hasil observasi di informan terlibat dalam kehidupan sosial
perusahaan Architrave dan pengrajin yang relatif lama.
Architrave dievaluasi sehingga c. Metode kepustakaan.
mendapatkan hasil analisa data observasi Metode kepustakaan dilakukan dengan
berupa kebutuhan bahan dan alat yang cara mempelajari, meneliti dan menelaah
digunakan selama produksi dan model berbagai literatur yang bersumber dari
atau bentuk penerapan architrave yang buku-buku teks, jurnal ilmiah, majalah
dihasilkan dalam proses produksi. majalah ilmiah, internet maupun penelitian-
Teknik Pengumpulan Data penelitian terdahulu yang relevan dengan
Dalam penelitan Architrave, jenis data topik penelitian ini.
yang dikumpulkan adalah data primer dan Teknik Analisa Data
data sekunder. Untuk mengumpulkan data Dalam penelitian (studi kepustakaan dan
primer dan sekunder peneliti menggunakan observasi) penulis menggunakan pendekatan
beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: analisis desain menurut Eddy S. Marizar
1. Metode literature dalam bukunya Designing Furniture,
Metode literature merupakan metode perdekatan analisis tersebut adalah :
pengumpulan data dengan cara 1. Analisis Aktivitas Manusia.
mendapatkannya dari buku-buku referensi, Berdasarkan observasi penyusun, ada
selain itu juga diperoleh dari majalah, katalog banyak jenis aktifitas manusia dalam
mebel, dan brosur-brosur yang dapat kehidupan sehari-hari. Setelah
mendukung serta dapat dijadikan landasan melakukan analisis terhadap aktifitas-
teori untuk pijakan dalam melakukan aktifitas manusia, maka ditemukan
penelitiaan. berbagai macam aktifitas, hal tersebut
2. Metode studi lapangan juga mempengaruhi bentuk, fungsi, dan
Studi lapangan merupakan metode ukuran sebuah sarana untuk melakukan
pengumpulan data dengan mengadakan aktifitas, dengan demikian, sikap aktifitas
pengamatan langsung terhadap objek manusia sebagai pemakai, merupakan
penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan sebuah kunci dalam menciptakan sebuah
cara sebagai berikut: desain.
a. Observasi. 2. Adanya ungkapan form follows function
Observasi (observation) atau pengamatan oleh Louis Sullivan (1856-1924) yang
merupakan suatu teknik atau cara berarti bentuk mengikuti fungsi akan
mengumpulkan data dengan jalan selalu menjadidalil acuan dalam
mengadakan pengamatan terhadap perancangan architrave. Dalam
kegiatan yang sedang berlangsung. observasi, penyusun banyak menemui
Kegiatan tersebut berkenaan dengan architrave dengan bentuk yang
pengamatan konsep dan bentuk architrave, bermacam-macam akan tetapi belum ada
proses produksi serta alat dan bahan yang yang mengangkat struktur penggabungan
digunakan dalam pembuatan architrave. antara architrave dan arsitekture dalam
b. Wawancara. satu kesatuan yang berkonsep
Wawancara adalah suatu metode atau cara eksplorasi.
yang digunakan untuk mendapatkan 3. Jenis bahan yang digunakan untuk
jawaban dari responden dengan jalan membuat architrave adalah bahan kayu,
tanya jawab. Wawancara ini termasuk lebih tepatnya kayu jati. Dari segi kualitas
wawancara mendalam (in–depth interview) kayu jati termasuk kwalitas kayu yang
adalah proses memperoleh keterangan bagus, tingkat kekuatan dan keawetan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya tinggi serta serat yang cukup menarik
jawab sambil bertatap muka antara sehingga menambah nilai keindahan
pewawancara dengan informan atau orang produk.

ISSN. 2088-6500 48 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

4. Analisa Ergonomi. kayu tidak kelihatan lagi, sedangkan


Tujuan analisis ergonomi adalah untuk warna transparan adalah warna yang
menyesuaikan suasana kerja dengan hanya melapisi tipis (layer) pada
aktivitas manusia dilingkungannya. Dalam permukaan kayu sehingga permukaan
konteks desain mebel, ergonomi kayu dan karakternya masih terlihat.
merupakan analisis human faktor yang
berkaitan dengan anatomi, psikologis, KAJIAN TEORI
dan fisiologis. Ergonomi sendiri Latar Belakang Perancangan
digunakan sebagai dasar dari Nusantara banyak sekali terjadinya
pengukuran antropometrik terhadap fenomena artefak arsitektur yang dipengaruhi
fungsi-fungsi tubuh manusia. oleh unsur budaya, baik budaya pendatang
5. Analisa Antropometri. maupun budaya lokal, Fenomena tersebut
Architrave sudah selayaknya dirancang tidak terlepas dengan proses dan wujud
berdasarkan ukuran yang tepat untuk ornamen yang terjadi baik pada aspek budaya
menghindari kecelakaan. Selain itu, pada umumnya maupun arsitektur pada
perancang architrave juga harus mampu khususnya. Dengan fenomena artefak
mengurangi gerakan fisik dalam arsitektur maka kajian tentang ornamen dan
penggunaannya. Oleh karena itu, arsitektur akan sangat menarik untuk diangkat
pemahaman terhadap ukuran tubuh dan ditelaah.
manusia pemakai sangat penting dalam Arsitekture merupakan salah satu
merancang sebuah architrave yang contoh bangunan yang telah terakulturasi oleh
memiliki fungsi secara optimal. Culture. Arsitekture merupakan proses sosial
6. Analisis Struktur dan Konstruksi yang timbul apabila sekelompok manusia
Bentuk sebuah desain produk itu mulai dengan suatu kebudayaan tertentu
dari suatu perancangan dan bahan-bahan dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu
yang digunakan dan itu dapat kebudayaan sehingga unsur asing lambat-laun
mempengaruhi semua elemen-elemen diterima dan diolah ke dalam kebudayaan itu
atau bagian-bagian yang ada dalam sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
produk tersebut, yaitu dari segi kepribadian kebudayaan itu.
strukturnya sebagai dasar awal dan segi Tinjauan Umum Arsitektur
konstruksi sebagai pendukung dari Arsitektur adalah seni yang dilakukan
struktur itu, sehingga pada produk oleh setiap individual untuk berimajinasikan
tersebut mempunyai dasar yang kuat dan diri mereka dan ilmu dalam merancang
menyalurkan nilai kekokohannya. Untuk bangunan. dalam artian yang lebih luas,
merancang perabot haruslah dipelajari arsitektur mencakup merancang dan
sifat sifat dan kemungkinan-kemungkinan membangun keseluruhan lingkungan binaan,
pengerjaan kayu serta juga beberapa hal mulai dari level makro yaitu perencanaan kota,
tentang konstruksi perabot (Frits perancangan perkotaan, arsitektur landsekap,
wilkening, 1989: 74) hingga ke level mikro yaitu desain bangunan,
7. Analisis Warna (Finishing) desain perabot dan desain produk. Arsitektur
Warna salah satu unsur desain architrave juga merujuk kepada hasil-hasil proses
yang diperlukan dalam upaya perancangan tersebut.
memperindah sisi luar dari suatu produk, Tinjaun Umum Eksplorasi
tujuannya agar produk yang diciptakan Menurut Kamus Besar Bahasa
terlihat menarik, serta meningkatkan nilai Indonesia (Dendy sugiono, 2014:359)
jual. Warna suatu architrave diperoleh eksplorasi merupakan kegiatan mengeksplor
dari proses finishing. bentuk dengan benda yang lain bertujuan
Secara umum jenis finishing warna yang memperoleh pengetahuan lebih banyak dan
digunakan untuk Architrave ada dua yaitu memunculkan nilai baru.
warna solid dan transparan. Warna solid Mengeksplor suatu bangunan
adalah warna yang menutup seluruh membutuhkan ide atau konsep yang matang
permukaan kayu sehingga warna asli maka dari itu sebelum mengeksplor perlu riset

ISSN. 2088-6500 49 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

atau membuat sket, gambar kerja agar Pesanggrahan Ambar Ketawang yang
menghasilkan suatu karya yang bernilai sekarang termasuk wilayah Kecamatan
estetika tinggi. Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan
Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu
siti hinggil ler (balairung utara),
kemandhungan ler (kemandhungan utara), Sri
Manganti, Kedhaton, Kamagangan,
Kamandhungan Kidul (Kamandhungan
Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung
Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta
memiliki berbagai warisan budaya baik yang
berbentuk upacara maupun benda benda kuno
Gambar 1. Gapura Dinas Pariwisata
dan bersejarah.
(Sumber : Penulis)
Permukaan atap joglo berupa trapesium.
Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah,
maupun seng dan biasanya berwarna merah
atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang
utama yang di sebut dengan Soko Guru yang
berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang
lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya
berwarna hijau gelap atau hitam dengan
ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah,
dan emas maupun yang lain. Untuk bagian
Gambar 2. Gerbang Utama Museum R.A bangunan lainnya yang terbuat dari kayu
KARTINI memiliki warna senada dengan warna pada
(Sumber : Penulis) tiang. Pada bangunan tertentu (misal
Manguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri
Tinjauan Umum Keraton Jogja dan Makna Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad,
Simbol dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Menurut Darsiti Soeratman arti keraton Untuk batu alas tiang, ompak, berwarna
memiliki beberapa makna, antara lain yang hitam dipadu dengan ornamen berwarna
pertama negara atau kerajaan dan yang kedua emas. Warna putih mendominasi dinding
yaitu pekarangan raja, meliputi wilayah di bangunan maupun dinding pemisah kompleks.
dalam cepuri (tembok yang mengelilingi Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih
halaman). Pada intinya Darsiti Soeratman atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih
menyebutkan bahwa keraton yaitu ruang tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan
lingkup tempat kediaman raja. tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan
Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat
pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi menempatkan singgasana Sultan.
keratin konon adalah bekas sebuah Tiap-tiap bangunan memiliki kelas
pesanggarahan yang bernama Garjitawati. tergantung pada fungsinya termasuk
Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat kedekatannya dengan jabatan penggunanya.
iring-iringan jenazah raja-raja Mataram Kelas utama misalnya, bangunan yang
(Kartasura dan Surakarta) yang akan dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas
dimakamkan di Imogiri. Versi lain jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih
menyebutkan lokasi keraton merupakan rumit dan indah dibandingkan dengan kelas
sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan
ada di tengah hutan Beringan. Sebelum maka ornamen semakin sederhana bahkan
menempati Keraton Yogyakarta, Sultan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
Hamengku Buwono I berdiam di ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat

ISSN. 2088-6500 50 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

dari bahan serta bentuk bagian atau


keseluruhan dari bangunan itu sendiri.

Gambar 4. Lambang Keraton Yogyakarta


Gambar 3. Gerbang Utama Keraton (Sumber : Penulis)
Yogyakarta
(Sumber : Penulis) Aksara jawa mengku werdi hangadeg
jejeg kanthi adeg-adeg kabudayan asli jati diri
Makna Lambang Kraton Yogyakarta kapribaden bangsa sarta nagari pribadi.
LAR utawa swiwine peksi garuda kang Tembung Ha-ba minangka cekakan asma-
megar, minangka gegambaran agung lan dalem Hamengku Buwana, kang werdine
wibawane praja sarta sang nata. Swiwi garuda lenggah jumeneng-dalem kuwi pindhane
megar, sanggite keagungan sarta kawibawane priyagung kang mangku, mengku, lan
karaton –dalem sarta salira –dalem. Kanthi mengkoni jagad saisine artinya:
madhep, manteb, teteg, sawiji, greged, Aksara Jawa yang tertulis tegak menjadi
sengguh ora mingkuh anggone gasata simbol kebudayaan asli bangsa juga jati diri
pusering nagari-dalem, cihnane panentrem, kepribadian bangsa dan Negara. Kata Ha – Ba
pangayem, pangayom. Yang artinya Sayap merupakan singkatan dari nama Hamengku
burung Garuda yang mengepak lebar Buwono, yang bertahta dengan agung
menggambarkan keagungan dan kewibawaan memangku, memimpin dan memelihara dunia
keraton (sebagai lembaga eksekutif, ) yang (Negara) beserta isinya (sumber daya alam
tegas, mantap, kuat, total, dinamis, optimis dan manusia )
dan pantang menyerah, dalam membawa Angka jawa, mratelakake urute lenggah
kemakmuran/kesejahteraan Negara- rakyat, jumeneng-dalem Ngarsa Dalem ingkang
sebuah sifat wajib seorang pemimpin, dan sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana
penentram, pelindung. ing kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Miturut
Prinsip dasar dalam pementasan Tari jaman kalakone kanthi hangadeg jejeg
Mataram di Yogyakarta Sawiji, Greged, alelambaran jati-diri.
Sengguh ora Mingkuh merupakan prinsip Kembang padma utawa kembang Terate
dasar. Dalam 4 prinsip itu di konsepsi oleh Sri kang awujud wit sarta gagang lan kembange
Sultan Hamengku Buwono I yang artinya urip rumambat kemambang ana sadhuwure
Sawiji : Totalitas, Konsentrasi Tinggi, banyu. Lire pinter nglenggahake laras karo
penuh penjiwaan. papan sarta wektu jumenenge artinya: Bungan
Greged : Dinamis, Penuh semangat Padma (Teratai) berwujud tumbuhan dengan
tanpa kekerasan. tangkai dan bunganya, hidup merambat,
Sengguh : Percaya diri namun rendah mengapung di atas air. Mempunyai arti
hati, optimis. memiliki kecerdasan/ kebijakan dalam
Ora Mingkuh : Pantang mundur. memposisikan diri pada tempat dan waktu
dengan benar
Sulur sanggite tetuwuhan kang uripe
mrambat. Kang werdine kuncara lan
adiluhunge kabudayan bangsa nusantara kang
tansah lestari maju lan ngrembaka migunani

ISSN. 2088-6500 51 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

tumrap bangsa lan manungsane kang arupa- Motif Jepara merupakan destileran mulai
rupa, artinya: tumbuhan sulur yang hidup dari bercocok tanam daun telo yang merambat
merambat, melambangkan kejayaan dan daun ketela rambat tangkai kecil , daunya, dari
kemuliaan kebudayaan bangsa nusantara buah wuni, motif Jepara tangkai kecil seperti
yang lestari berkembang dan bermanfaat bagi rek reka rikal (Soekarno, Jepara).
bangsa dan rakyat yang beraneka ragam. Salah satu ragam hias yang tumbuh dan
Tinjauan Umum Ornamen Jepara berkembang di Nusantara yaitu ragam hias
Ragam hias atau ornamen merupakan Jepara, di mana ornamen tersebut
hasil kesenian yang telah lama dikenal menawarkan ciri khas dan memiliki nilai-nilai
dalam sejarah Indonesia, ragam hias ini sudah simboliknya sendiri. Ragam hias ini memiliki
ada sejak jaman pra-sejarah (neolithikum), ciri-ciri yaitu memiliki daun pokok, bentuk-
dimana nenek moyang bangsa Indonesia bentuk ukiran daun pada motif berbentuk
sudah dapat membuat barang-barang dengan segitiga dan miring, lung atau relung, fauna,
menggunakan hiasan-hiasan (Soehadji, 1985). trubusan, bunga dan buah. Adapun
Menurut Gustami dalam Sunaryo, 2009) penjabaran tentang ciri-ciri ragam hias
mengatakan bahwa ragam hias atau ornamen tersebut adalah sebagai berikut:
merupakan komponen produk seni yang 1. Daun pokok merupakan suatu bentuk
ditambahkan atau sengaja dibuat dan daun, jika dilihat dari segi volumenya
bertujuan sebagai penghias atau hiasan. lebih dominan dari bentuk daun-daun
Ragam hias atau ornamen merupakan salah yang lain. Daun pokok juga menjadi ciri
satu bentuk karya seni rupa yang banyak khas dari ragam hias tersebut. Setiap
dijumpai di dalam masyarakat, baik pada daerah memiliki ciri daun pokoknya
bangunan, pakaian, peralatan rumah tangga, sendiri-sendiri. Jadi untuk dapat
hiasan pada suatu benda, dibubuhkan pada mengenali suatu ragam hias bisa dilihat
produk-produk kerajinan dan lain sebagainya. dari daun pokoknya. Pada ragam hias
Pembuatan ragam hias dalam pembuatan Jepara daun pokoknya mempunyai ciri
suatu produk-produk tersebut diharapkan yaitu merelung-relung dan melingkar.
dapat membuat tampilan suatu produk akan Pada penghabisan relung tersebut
menjadi lebih indah dan elok dipandang. terdapat daun yang menggerombol
Karena pasalnya ragam hias memiliki tujuan (Soepratno, 1983).
sebagai penghias atau memperindah suatu 2. Lung atau relung dalam bahasa jawa
benda atau produk. Selain itu jika ragam hias menjelaskan kepada sejenis tunas atau
dibubuhkan pada pembuatan sebuah produk batang tanaman menjalar yang masih
kerajinan, akan membuat produk tersebut muda dan melengkung-lengkung
memiliki nilai simbolik atau mengandung bentuknya (Sunaryo, 2009). Lung atau
maksud-maksud tertentu sesuai dengan tujuan relung ini memiliki sifat luwes, lemah
dan gagasan pembuatnya, sehingga dapat gemulai, hal ini mencerminkan
meningkatkan status social bagi siapa yang masyarakat Jawa yang sopan, lemah
memilikinya (Sunaryo, 2009) lembut dan luwes.
3. Fauna merupakan gubahan-gubahan
bentuk binatang. Binatang yang dipakai
dalam ragam hias Jepara ini merupakan
Buah wuni yang di stylasi
pada ragam hias jeapara burung Phoenix yang telah mengalami
gubahan dan gaya motifnya yang
dipengaruhi dari kebudayaan Cina.
4. Trubusan merupakan tunas daun yang
masih muda yang tumbuh diantara lung
Daun pokok atau daun pokok.
5. Bunga dan buah merupakan hasil
gubahan dari buahwuni (orang Jepara
menyebutnya dengan nama buah buni)
Gambar 5. Ragam Hias Jepara
yang bentuknya kecil-kecil seperti buah
(Sumber: Sunaryo, 2009: 215)

ISSN. 2088-6500 52 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

anggur. Penempatan atau penyusunan


buah yang ada pada ragam hias Jepara
yaitu disusun secara berderet atau
bergerombol dan bentuknya mengikuti
bentuk daunnya. Sedangkan bunganya
sering terdapat pada sudut pertemuan
relung daun pokok atau terdapat pada
ujung relung yang dikelilingi daunnya
(Soepratno, 1983).
6. Jumbai atau ujung relung dimana
daunnya seperti kipas yang sedang
terbuka yang pada ujung daun tersebut
meruncing. Dan juga ada buah tiga atau
empat biji keluar dari pangkal daun.
Selain itu, tangkai relungnya memutar
dengan gaya memanjang dan menjalar
membentuk cabang-cabang kecil yang
mengisi ruang atau memperindah.
Sketsa Alternativ 2
HASIL DAN PEMBAHASAN (Sumber : Penulis)
Pengembangan Desain
A. Sketsa Awal
Sesuai dengan konsep desain yang telah
dibuat, dibutuhkan sketsa desain untuk
menuangkan berbagai gagasan atau ide
kreatif ke dalam bentuk gambar kasar.
Menurut Marizar, Eddy S. (2005), sketsa
desain selayaknya berpedoman pada konsep
desain yang sudah dibuat, dibawah ini sketsa
awal.

Sketsa Alternativ 3
(Sumber : Penulis)

Cara yang paling umum dan berpengaruh


untuk mempresentasikan sebuah desain
adalah gambar. Gambar lengkap sebuah
desain memberikan desainernya kebebasan
manipulatif yang besar. Ia dapat membuat
perubahan-perubahan pada bagian bentuk
Sketsa Alternativ 1 akhirnya dan dengan segera melihat
(Sumber : Penulis) implikasinya. Lalu ia dapat melanjutkan proses

ISSN. 2088-6500 53 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

menggambar dan pergantian gambarnya desain penerapan pada architrave adalah


sampai semua permasalahan yang dilihatnya sebagai berikut:
dapat terpecahkan. Dari gambarnya, seorang 1. Bentuk
desainer dapat melihat bagaimana bentuk Secara visual, architrave memiliki bentuk
akhir akan terlihat. Dalam sederhana yang tidak terlalu jauh berbeda
merepresentasikannya, model realitas yang dengan desain yang sudah ada di pasaran
dibuat cukup terjamin dan akurat. (Jones secara umum, bentuk tersebut lebih
dalam Lawson, Bryan, 2007) kepada aplikasi fungsi dan nilai estetika
Gagasan dalam mencari bentuk diperoleh tiap-tiap bagiannya pada bagian atas,
dengan cara brainstorming atau menggunakan memiliki bentuk yang disesuaikan dengan
berbagai ide dan sudut pandang, yang ergonomi dan estetika pada bagian
dituangkan dalam bentuk sketsa desain. samping memiliki dua bentuk yang sama
Sketsa desain yang dibuat, merupakan dan ketinggian sama, yang bertujuan untuk
rangkaian eksplorasi gambar dalam beberapa memberikan nilai estetika ketika sudut
bentuk, yang telah disesuaikan dengan pandang/center of intres ada di atas.
konsep desain yang telah dibuat. Beberapa Kemudian, perpaduan ornamen Jepara
bentuk sketsa, dipilih beberapa gambar yang dengan lambang keraton Yogyakarta
paling mendekati kriteria dalam konsep diharapkan mampu memberikan
desain. Sketsa desain yang dipilih, sedapat konfigurasi bentuk estetis, ketika
mungkin memiliki bentuk yang relatif baru dan digabungkan atau dipisah dalam mode
unik. Dari beberapa gambar sketsa yang jenis architrave tertentu sesuai konsep
terpilih, kemudian dilanjutkan dengan memilih desain. Sedangkan pada tampak samping
satu sketsa desain yang paling memiliki bentuk kotak yang bersifat lebih
merepresentasikan konsep desain dan umum dalam fungsinya, tujuannya adalah
memungkinkan untuk dikembangkan dalam untuk memudahkan dan memberikan
gambar terukur atau gambar teknik. fleksibilitas ketika di dalamnya di beri
Sketsa desain yang terpilih lampu atau cahaya agar nilai ligtingnya
dikembangkan ke dalam berbagai posisi sempurna.
tampak secara lebih detail, untuk melihat 2. Fungsi
berbagai implikasi munculnya permasalahan Sesuai dengan konsep desain yang telah
pada proses produksi maupun fungsi dituliskan sebelumnya, architrave memiliki
penggunaan. Detail yang dibuat meliputi beberapa fungsi yang juga berkenaan
gambar tampak depan, tampak samping, dan dengan bentuk dan konstruksi yang
tampak atas. Detail tersebut kemudian digunakan. Secara umum, fungsi utamanya
divisualkan kembali dalam sketsa perseptif, adalah untuk menghias suatu ruangan
untuk memberi gambaran lebih jelas dalam agar terlihat indah dan secara umum bisa
wujud tiga dimensi. juga sebagai eksplorasi. Sedangkan fungsi
Sketsa desain yang terpilih merupakan khususnya adalah kemampuan architrave
ide dasar yang bersumber pada fungsi utama, yang dapat dirubah atau ditransformasikan
yaitu duduk nyaman, kemudian dikembangkan menjadi model atau jenis hiasan yang lain,
pada kemungkinan fungsi, yang melibatkan sesuai dengan pintu yang diinginkan. Hal
aktivitas dalam berbagai kegiatan diruang ini akan dipengaruhi oleh jumlah part yang
duduk tertentu. Bentuk yang diambil tersedia dalam satu architrave.
disesuaikan dengan fungsi kegiatan manusia 3. Ukuran
secara umum ketika masuk ruangan. Ukuran pada architrave inidisesuaikan
B. Keputusan Desain dengan standardisasi produk yang
Berdasarkan sketsa desain yang terpilih, didasarkan pada studi ergonomi dan
diperlukan beberapa keputusan secara antropometri, serta pertimbangan ketika
terperinci, untuk mewujudkan ketetapan membuat desain architrave dibentuk dalam
desain menjadi keputusan desain, yang akan beberapa model atau architrave jenis lain.
membawa rancangan desain kepada proses Sehingga didapatkan ukuran total mode
pengerjaan produk. Adapun rincian keputusan standar yaitu:

ISSN. 2088-6500 54 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

Panjang Total : 140 cm


Lebar Total : 6 cm
Tinggi Total : 240 cm
Sedangkan untuk ukuran terpisah tiap
bagian architrave, akan dilakukan perincian
dalam gambar kerja atau gambar teknik.
Referensi penerapan norma-norma
antropometri dapat dilihat pada gambar 17-
24.
4. Struktur kontruksi
Sebagai architrave yang memiliki fungsi
untuk menghias ruangan rumah, struktur
dan konstruksi merupakan hal yang sangat
penting untuk architrave. Dalam
mendukung sistem knockdown architrave
pada saat terangkai atau pada saat
ditransformasikan, architrave
membutuhkan hardware yang kuat dan
stabil, sehingga dipilih hardware yang
terbuat dari pelat baja anti karat. Hardware Keputusan Architrave
pelat baja dipilih berdasarkan (Sumber : Penulis)
pertimbangan fungsi-fungsi yang ingin
dicapai sebelumnya. C. Gambar kerja
Dalam fungsinya sebagai struktur Gambar kerja atau gambar teknik adalah
pembentuk rangka, architrave gambar yang nantinya akan digunakan oleh
menggunakan konstruksi pen dan lubang para pelaksana produksi untuk membuat dan
(tenon dan mortise), yang dibantu dengan merakit berbagai bagian atau komponen dari
penggunaan lem, paku dan skrup. produk yang direncanakan, sehingga menjadi
Kontruksi pen dan lubang dapat dibuat produk nyata sesuai dengan rencana yang
secara masinal ataupun secara manual, dikehendaki.
sehingga akan memudahkan pelaksana Adapun beberapa persyaratan penting dari
produksi dalam mengaplikasikan konstruksi sebuah gambar kerja, menurut Palgunadi,
meski tanpa mesin yang cukup memadai Bram (1999) adalah:
dalam pelaksanaannya. 1. Gambar kerja harus bersifat komunikatif,
5. Bahan mudah dimengerti, mudah dipahami, jelas,
Sesuai dengan konsep yang telah sederhana, sistematis dan memuat
ditetapkan sebelumnya, bahan baku yang berbagai informasi yang diperlukan untuk
digunakan architrave yaitu kayu jati. melaksanakan proses produksi.
2. Gambar kerja juga harus bersifat jelas
(clear), tidak rancu, tidak membingungkan,
serta tidak bermakna ganda.
3. Gambar kerja dianjurkan untuk mengikiti
pola yang terarah dan konsisten, yakni
menggunakan acuan, penggunaan tanda
atau lambang, serta dapat diketahui,
disepakati, dan dimengerti orang lain
secara luas.
4. Untuk keperluan tertentu, gambar kerja
seringkali perlu dipecah-pecah (dipisah-
pisah) menjadi sejumlah gambar yang
memuat gambar secara rinci atau lebih
detail.

ISSN. 2088-6500 55 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

5. Gambar kerja disusun menurut urutan


tertentu yang bersifat sistematis dan
menunjukkan tahap proses penyusunan
atau prosedur pabrikasi produk.

Gambar kerja architrave dibuat secara


profesional dengan softwareAutoCAD, Corel
Draw dan 3Ds Max, yang kemudian disajikan
dalam beberapa lembar, yang terdiri dari
gambar proyeksi (tampak depan, tampak
samping, dan tampak atas), gambar
perspektif, gambar-gambar detail konstruksi,
mal motif ornamen, 3D rendering, serta
beberapa detail yang penting untuk dijelaskan
sehingga mempermudah proses produksi,
berikut gambar kerja architrave secara
lengkap:

Gambar Kerja 2
(Sumber : Penulis)

D. Proses Pengerjaan produk


Proses pengerjaan produk merupakan
tahapan yang harus ditempuh, dalam
merealisasikan sebuah desain produk terpilih,
atau keputusan desain akhir menjadi sebuah
produk nyata. Proses tersebut dilakukan
sesuai dengan konsep desain dan rencana
pengerjaan produk yang telah dirumuskan
sebelumnya.
Berikut tahapan-tahapan yang perlu
dilaksanakan dalam pelaksanaan proses
pengerjaan produk architrave :

Desain Terpilih

Identifikasi Bahan
Gambar Kerja 1
(Sumber : Penulis) Pemilihan Bahan

Persiapan Alat

Pengerjaan Produk Bobok

Kontrol Kualitas

Finishing

Kontrol Kualitas Finishing

Kalkulasi

Gambar Kerangka Pikir


(Sumber : Penulis)

ISSN. 2088-6500 56 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

1. Desain terpilih proses selanjutnya. Kontrol kualitas


Desain terpilih merupakan rancangan produk meliputi; pengecekan ukuran,
keputusan desain akhir yang telah konstruksi, kesesuaian material,
melewati serangkaian proses desain dan kesesuaian hardware dan fungsinya,
ditetapkan menjadi karya desain yang serta perkiraan bentuk jadi ketika akan
akan direalisasikan dalam bentuk gambar dilakukan proses selanjutnya.
kerja sebagai acuan pengerjaan produk. 7. Finishing
2. Identifikasi bahan Proses finishing dilakukan untuk
Identifikasi bahan membahas mengenai memperindah tampilan visual produk,
bahan-bahan yang akan digunakan pada serta memberikan perlindungan dari
proses produksi, baik bahan utama, pengaruh luar. Proses finishing dilakukan
bahan pendukung, bahan pembantu, dengan memberikan lapisan warna
aksesori, maupun hardware yang akan tambahan dan lapisan akhir (top coat).
digunakan, sesuai dengan konsep desain Finishing hanya diaplikasikan pada
yang telah ditetapkan sebelumnya. semua produk agar terliahat tampak
3. Pemilihan bahan hidup.
Pemilihan bahan dilakukan setelah 8. Kontrol Kualitas
proses identifikasi ditetapkan bahan baku Tahap kontrol kualitas dilakukan kembali,
utama yang digunakan, dari penetapan untuk mendapatkan produk yang sesuai
bahan kemudian dipilih secara spesifik dengan konsep desain yang telah
bahan baku dan bahan pendukung dirumuskan sebelumnya. Kontrol kualitas
sebagai keputusan final bahan-bahan pada tahap ini meliputi: pengecekan
yang digunakan. kualitas finishing, pengecekan ukuran
4. Persiapan Alat setelah proses mal dan pemasangan
Proses selanjutnya adalah persiapan alat pada architrave, kekuatan konstruksi,
dan bahan produksi, dalam kenyamanan penggunaan, kesesuaian
mempersiapkan alat dan bahan, perlu hardware dan fungsinya, serta aplikasi
dipersiapkan pula lokasi pengerjaan aksesori.
produk sesuai karakter produk yang akan 9. Kalkulasi
dibuat. Pada persiapan alat, diperlukan Kalkulasi produk merupakan tahap
beberapa alat dan mesin pendukung perhitungan biaya pengerjaan produk,
sesuai dengan bahan baku yang mulai dari biaya bahan baku dan bahan
digunakan. Sedangkan persiapan bahan penunjang yang digunakan, upah
meliputi, pemotongan bahan, pelaksana produksi, hingga pengerjaan
pengeringan bahan, hingga pengawetan produk dinyatakan selesai.
bahan baku dan atau bahan pendukung E. Teknik Pengerjaan Produk
lainnya. Teknik pengerjaan dibagi menjadi tiga
5. Pengerjaan produk ( bobok ) bagian, yaitu pengerjaan bobok serta
Tahap selanjutnya, pengerjaan produk pengerjaan ukiran dan penyetelan.
sudah dapat dilakukan, mulai dari Selengkapnya sebagai berikut:
pengerjaan komponen, pengemalan, 1. Pengerjaan bobok kayu (Kayu)
pemotongan bahan, pembelahan, Pengerjaan bobok pada architrave
penghalusan, pengukiran, hingga digunakan bahan baku kayu jati dan
perakitan komponennya. Pada tahap ini bahan pendukung mahoni. Kayu yang
proses pengerjaan dilakukan pada dua dipilih adalah kayu jati gergajian dengan
jenis bahan yang berbeda. kualitas baik dan telah dilakukan
6. Kontrol Kualitas treatment pengawetan, kemudian
Setelah pengerjaan produk (dibobok) dikeringkan dengan kadar air berkisar ±
dianggap selesai, diperlukan pengecekan 15%. Setelah persiapan kayu selesai,
atau kontrol kualitas produk, pengecekan maka dapat dilaksanakan tahapan-
dilakukan untuk mencegah kesalahan tahapan selanjutnya, yaitu:
yang lebih lanjut, sebelum dilaksanakan

ISSN. 2088-6500 57 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

sebelumnya dilakukan pemotongan dan


Pembahanan
pembelahan secara kasar. Perataan
(pengetaman) dilakukan dengan alat mesin
Pemotongan Sesuai Pola ketam/serut (planer) dan alat ketam
manual.
Perataan d. Pengerjaan Konstruksi.
Tahap pengerjaan konstruksi merupakan
proses yang sangat penting, berkaitan
Pengerjaan Konstruksi
dengan kekuatan dan kenyamanan pada
saat produk digunakan. Pengerjaan
Pengemalan Architrave konstruksi knoc down menggunakan
konstruksi besi seperti hak depan, selain itu
Mengetam pada posisi pertemuan besi dengan besi
(medium density fiber) diaplikasikan
konstruksi dengan pemasangan sekrup.
Pemasangan Konstruksi

Kerangka tahap pengerjaan


(Sumber : Penulis)
a. Pembahanan merupakan tahap awal yang
memperlihatkan kebutuhan penggunaan
bahan baku. Proses dilakukan dengan
melakukan pemotongan dan pembelahan
bahan baku, sesuai dengan posisi, ukuran,
dan jumlah kebutuhan komponen produk
desain. pembahanan harus disesuaikan Pengerjaan Kontruksi
dengan gambar kerja yang telah dibuat (Sumber : Penulis)
sebelumnya. e. Pengemalan pada architrave.
b. Pemotongan sesuai pola (mal) dan gambar Pengemalan pada architrave adalah proses
kerja. menyatukan sejumlah gambar produk,
Pada tahap pemotongan, pola atau mal sehingga menjadi suatu gambar kerja
telah dibuat dan disampaikan kepada produk jadi sesuai rencana kerja. Pada
pelaksana produksi bersama dengan tahap pengemalan ini . dilakukan
gambar kerja. Pemotongan dilakukan pengeleman dan penyatuan, antar gambar
sesuai pola atau mal pada bukaan pintu. dengan kayu dan struktur konstruksi yang
Dengan menggunakan gergaji lingkaran telah dibuat sebelumnya.
(circle saw) untuk posisi lurus/ mudah, f. Mengetam atau menyerut pada
dilanjutkan dengan Gergaji pita (band proses mengetam sebelumnya, akan
saw)untuk potongan melengkung/ lebih menghasilkan beberapa bagian yang masih
rumit. kotor pada pemukaan kayu. Pada ujung
kayu tersebut dilakukan proses merapikan,
yakni pengelupasan bekas gergaji,
g. Pemasangan Hardware(tes)
Pemasangan hardware dilakukan pada part
yang terpisah, masing-masing part
dipasang hardware sesuai posisi
sambungan yang telah ditentukan pada
gambar kerja. Bagian atas, hardware
dipasang pada sambungan ke-arah atas,
Komponen Kayu pemotongan sesuai pola
bagian atas hardware dipasang pada dua
(Sumber : Penulis)
samping dan kana bagian atas ,dan
c. Perataan (pengetaman) permukaan kayu
2. Melubangi ornamen pada Architrave ( Bor )
merupakan upaya menghaluskan dan
meratakan tiap sisi permukaan kayu, yang

ISSN. 2088-6500 58 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

Bor pada ornamen dilakukan sesudah di 1. Persiapan alat ukir


mal karena untuk melakukan proses Untuk mendapatkan hasil ukir
selanjutnya yaitu pembobokan akan lebih maksimal, diperlukan alat ukir yang
mudah. mendukung, alat-alat tersebut adalah
3. Melubangi ornamen pada Architrave pahat ukir, palu dari kayu, batu asah,
(bobok) sikat dari ijuk, pensil (alat tulis), dan
Bobok pada ornamen dilakukan sesudah di kain perca. Adapun alat yang paling
mal dan sesudah di bor pada part yang utama adalah satu set pahat ukir
terpisah, masing-masing part dipasang dalam berbagai ukuran yang terdiri
hardware sesuai posisi sambungan yang dari pahat penguku, kol, penyilat, dan
telah ditentukan pada gambar kerja. Bagian pengot. Pahat tersebut harus memiliki
atas, hardware dipasang pada sambungan ketajaman maksimal untuk
ke-arah atas, bagian atas hardware mendapatkan hasil ukir bambu yang
dipasang pada dua samping, kanan dan baik
kiri. 2. Membuat Pola Ukir
F. Proses Ukir Pola ukir dibuat secara freehand
Proses pengerjaan ukir architrave hanya kemudian dipindahkan secara digital
dilakukan pada ukiran motif Jepara dan dengan skala 1:10 dalam program
keraton Yogjakarta, proses ukir Autocad. File drawing kemudian
memerlukan waktu yang cukup lama, dilakukan printing dengan skala 1:1
serta diperlukan keahlian dan ketelitian namun sebelumnya, ukuran perlu
pengukir. Proses ukir architrave tidak disesuaikan dengan lengkung kayu
sama dengan mengukir motif lain karena (melebar ke atas). Hasil printing
mengeksplor ornamen dan lambang kemudian di sambungkan pada kertas
keraton Yogjakarta harus butuh nilai A4.
estetis yang tinggi , selain bentuknya 3. Ngetaki sesuai motif
yang tipis dan rawan pecah karena Nggetaki merupakan tahap membuat
menggunakan sistem bobok , ornamen pahatan, pada permukaan media
jepara memang banyak di gunakan untuk sesuai dengan pola (motif) yang
ukian architrave cuman untuk mngeskplor ditentukan, tujuannya adalah
harus butuh imajinasi yang tinggi, memindahkan garis-garis motif ukiran
mencari nilai estetika yang sangat pada media kayu. Pahat yang
fantastik harus butuh waktu yang lama , digunakan adalah penyilat dan
Berikut tahap demi tahap proses ukir penguku dan coret.
architrave:
Persiapan Alat Ukir

Membuat Pola Ukir

Ngetaki

Ndasari Bagian Luar Motif

Nggrabahi

Nglemahi Nggetaki Keraton Yogjakarta


(Sumber : Penulis)
Mathut/Menyempurnakan 4. Ndasari bagian luar motif
Skema Mengukir Pada tahap ndasari adalah
(Sumber : Penulis) memberikan alas atau dasar ukiran
pada sela-sela batas gambar motif.

ISSN. 2088-6500 59 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

Pahat yang digunakan adalah


penguku untuk motif lengkung,
penyilat untuk bagian dasar, dan
pengot untuk membersihkan sudut
ukiran.

Nglemahi dasar ukiran


(Sumber : Penulis)
7. Mathut/ Menyempurnakan ukiran
Proses terakhir adalah mathuti atau
NdasariI sesuai motif ukiran menyempurnakan motif ukir. Motif
(Sumber : Penulis) yang sebelumnya masih kasar,
5. Nggrabahi/ mbukaki sesuai motif ukir dirapikan dan dihaluskan dengan
Yaitu membentuk secara kasar dari pahat secara lebih teliti, pada tahap
masing-masing bagian pola ukir. mathuti juga diberikan pecahan garis
Membentuk tinggi rendah dan cekung yang mengikuti arah ukiran, kemudian
cembung motif ukiran, pada proses dilanjutkan dengan pemeriksaan dari
nggrabahi sangat dibutuhkan rasa pangkal sampai ujung (mbabari)
(feeling) atau nilai seni dan keindahan dengan melihat contour motif secara
yang dimiliki ahli ukir dan keseluruhan. Proses ukir yang telah
perancangnya. Hampir semua jenis selesai, kemudian dibersihkan dari
pahat digunakan pada proses sisa-sisa penempelan pola (mal)
nggrabahi. sebelumnya.
6. Nglemahi dasar ukiran
Tahap nglemahi adalah membuat
dasar ukiran lebih dalam pada bagian
yang tidak bermotif. Pada tahap
nglemahi tidak dilakukan secara
penuh (rata) pada bagian diluar motif,
proses ini dilakukan dengan cara
nglemahi teknik getakcawen, yaitu
dilemahi hanya pada bagian sisi-sisi
tertentu pada luar motif, teknik
getakcawen dimaksudkan untuk Mathut/ Menyempurnakan ukiran
mempertahankan bentuk lengkung (Sumber : Penulis)
silinder pada kayu. G. Finishing
1. Persiapan alat finishing
Pada proses architrave
membutuhkan alat kompresor dan
spray gun seperti kebanyakan teknik
finishing. Finishing manual dilakukan
untuk mendapatkan warna, serat ,dan
tekstur natural bambu. Adapun alat-
alat yang diperlukan adalah:
a. Mesin ampelas

ISSN. 2088-6500 60 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

b. Ampelas kayu (Multi ukuran: 100- pengamplasan kasar berguna untuk


120, 160-240, 280-400, 600- menghilangkan sisa-sisa penanda
1000) pensil/ pena dan bekas penempelan
c. Kape/ Scrap pola (mal) ukir yang masih tersisa.
d. Kaleng/ wadah (tempat Amplas yang digunakan pada
pencampuran material finishing) pengamplasan kasar adalah no.100-
e. Kuas besar 120.
f. Kuas kecil (kuas lukis) 5. Penutupan pori-pori (fillering)
g. Kain Perca/ kain pop Architrave filler yang telah jadi dan
h. Sendok takar memiliki kekentalan yang sesuai
i. Mixer (Pengaduk material (seperti madu), dapat diaplikasikan
finishing) pada architrave dengan
j. Isolasi (Selotip) menggunakan dempul alat yang
2. Persiapan bahan finishing digunakan adalah pahat atau dengan
Beberapa bahan finishing yang benda yang runcing pada bentuk
digunakan adalah berupa kreasi lubang yang kecil. Keringkan media
penyusun, yaitu dengan yang telah diaplikasikan filler dengan
mencampurkan beberapa bahan diangin-anginkan (tidak dibawah sinar
finishing. Keterbatasan bahan matahari langsung) hingga kering dan
dipasaran yang sesuai dengan mudah diampelas.
konsep, menjadi alasan utama 6. Pengamplasan halus 1
diciptakannya material finishing Media kayu architrave yang telah
buatan. Berikut bahan yang kering dari fillerakan menjadi kasar
digunakan dalam finishing architrave: kembali, sehingga perludilakukan
a. Lem Putih DN pengampelasan halus untuk
b. Lem cepat kering (alteco) memunculkan warna natural pada
c. Oker jati dan serbuk gergaji. architrave secara merata. Ampelas
d. Pewarna Water Basse (bamboo yang digunakan adalah no. 160-240,
stain) amplas diaplikasikan secara manual
e. Top Coat Water Basse (Clear tanpa mesin ampelas untuk
Doff) "merasakan" visual warna natural
f. Air (pengencer) architrave.
3. Pendempulan dan penambalan 7. Pewarnaan (architrave) melamine
Tahap awal finishing adalah Finishing merupakan proses terakhir
memeriksa media finishing dari tahapan pengerjaan karya.
(architrave). Pemeriksaan ini meliputi Sesuai dengan pengertiannya,
cacat pada architrave yaitu; pecah, finising architrave adalah proses
lubang, dan kerusakan lain yang pengerjaan untuk menentukan warna
mungkin terjadi. Cacat atau (color) dan penampilan (look) dari
kerusakan tersebut segera dilakukan suatu architrave (Fx. Sigit, 2009: 1).
penanganan yaitu dengan Dalam proses finishing karya tugas
pendempulan dan penambalan akhir ini, penulis menggunakan
dengan media penambalan architrave finishing dengan jenis Melamin. Hasil
dan atau dengan campuran lem putih finishing melamine ini sangat
dan serbuk gergaji, aplikasi menentukan produk yang dibuat, baik
pendempulan dilakukan dengan kape itu dari segi kualitas dan estetikanya.
atau penambalan dengan alat Dalam hal ini digunakan adalah
pertukangan. sending sealer impra dan
4. Pengamplasan kasar pengerasnya, sebagai dasaran, impra
Pengamplasan kasar dilakukan untuk kreatif colour, dengan warna yang
menghilangkan bekas penambalan telah ditentukan, clear dof lacquar
dan pendempulan, selain itu lack sebagai pengkilap bidang

ISSN. 2088-6500 61 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

produk. Semua material finishing pengecatan. Pelapisan antar media


diatas menggunakan pengencer ini sering disebut sanding sealer,
thinner. yang berarti penyekat atau pengunci
yang dapat diamplas, pelapis yang
mempunyai ketebalan meratakan
permukaan serat dan pori pada
permukaan kayu. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal,
proses sanding dilakukan dua sampai
tiga kali. Cara pengamplasan yang
kedua berbeda dengan yang
pertama, yaitu lebih teliti dan teknik
pengamplasannya dengan cara
mengambang. Hal ini dilakukan untuk
Pewarnaan mendapatkan ketebalan
(Sumber : Penulis) pengamplasan yang rata..
8. Pengamplasan halus 2
Proses pertama dalam finishing ini
adalah penghalusan atau
pengamplasan, fungsi pengamplasan
pertama ini adalah untuk
menghaluskan permukaan kayu dan
membersihkan produk mentah
architravedari bekas lem maupun
pensil. Pada proses pengamplasan
ini bias menggunakan alat bantu
mesin, atau langsung menggunakan
amplas Nomor. 100-120 karena
bidang papan kayu solid memilki Proses Pelapisan akhir (top coat)
permukaannya kasar sehingga harus (Sumber : Penulis)
dilakukan pengamplasan dasar H. Display produk
menggunakan amplas dengan tekstur Display produk architrave merupakan
kasar. rangkaian gambar dokumentasi yang
dilakukan oleh perancang, dengan
melakukan pemotretan pada lokasi yang
telah di setting sesuai dengan konsep
desain. Langkah tersebut dilakukan
dengan mengambil gambar dari berbagai
sisi dan sudut, serta menggambarkan
fungsi-fungsi yang telah dicapai sesuai
konsep desain. Berikut gambar-gambar
display produk:

Pengampelasan halus 2
(Sumber : Penulis)
9. Pelapisan akhir (top coat)
Pada tahap akhir finishing
menggunakan bahan finishing Top
Coat Tahap ini merupakan pelapisan
antar media yaitu antara media
pengecatan dengan material

ISSN. 2088-6500 62 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

Architrave True Door Sleding


Gambar 1. Architrave One Door (Sumber : Penulis)
(Sumber : Penulis)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Dengan sentuhan estetika dan aplikasi
yang tepat, architrave sebagai produk
budaya Jepara layak dan mampu
bersaing dengan produk lain secara
Internasional.
2. Dengan perancangan yang matang di
tunjang dengan gambar kerja yang jelas
dan lengkap desain architrave dapat
diwujudkan sesuai tujuan dan kwalitas
yang diharapkan.
3. Secara visual tampilan architrave dapat
dilihat dari proses ukiran yang berkesan
Gambar 2. Architrave One Door bernilai estetika yang tinggi.
(Sumber : Penulis) Saran
1. Desain memiliki tanggung jawab besar
dalam kehidupan manusia, menciptakan
desain bukan hanya tentang bentuk yang
unik dan menarik tetapi perlu dilakukan
kajian mengenai bentuk, fungsi,
kenyamanan, serta keterkaitan dalam
berbagai bidang kehidupan manusia.
2. Motif ukir jepara sebagai salah satu
warisan budaya bangsa, patut kita
lestarikan dan kita kembangkan. Dengan
penerapan pada berbagai desain secara
terkonsep dan berkelanjutan, diharapkan
mamp menjadi motif primadona.
3. Kegiatan mengukir di Jepara yang saat ini
semakin menurun eksistensinya perlu
Architrave True Door sleding
dilakukan pengangkatan. Yakni dengan
(Sumber : Penulis)
melakukan berbagai inovasi dalam
berbagai hal, baik dari desain motif,
desain produk, nedia bahan baku aplikasi
hingga pada pemasarannya. Upaya

ISSN. 2088-6500 63 e-ISSN. 2548-4168


Jurnal DISPROTEK Volume 9 Nomor 1, Januari 2018

pengangkatan diharapkan mampu


menggugah semangat generasi muda
dalam berkarya serta meningkatkan nilai
jual desain ukir.

DAFTAR PUSTAKA
B.A, Soepratno. 2004. Ornamen Ukir Kayu
Tradisional Jawa. Semarang:Effhar.
Francis, D.K.Ching. 1996. Ilustrasi Desain
Interior. Jakarta: Erlangga.
Gustami,SP. 2000. Seni Kerajinan Mebel Ukir.
Jepara: Kajian Estetik Melalui
Pendekatan Multidisiplin. Yogyakarta:
Kanisius.
Haskett, John. 1980. Industrial Design.
London: Thames and Hudson.
Jamaludin. 2007. Pengantar Desain Mebel.
Bandung: Kiblat Buku Utama.
Jonathan Sarwono dan Hary Lubis. 2007.
Metode Riset Untuk Desain Komunikasi
Visual. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Julius Panero dan Martin Zelnik. 2003.
Dimensi Manusia dan Ruang Interior.
Jakarta: Erlangga.
M. Gani Kristanto. 1987. Konstruksi Perabot
Kayu. Semarang: Satya Wacana.
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep
Dasar dan Aplikasnya. Surabaya: Guna
Widya.
Sachari, A. 2005. Metode Penelitian Budaya
Rupa. Jakarta: Erlangga.
Setiawan. A. 2007. Membuat Mebel
Sederhana. Klaten: Saka Mitra
Kompetensi.
Sunaryo, Agus. 2003. Reka Oles Mebel Kayu.
Yogyakarta: Kanisius.
Widagdo. 2011. Desain dan Kebudayaan.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

ISSN. 2088-6500 64 e-ISSN. 2548-4168

You might also like