You are on page 1of 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323315793

KLASIFIKASI MULTIKSKALA UNTUK PEMETAAN ZONA GEOMORFOLOGI DAN


HABITAT BENTIK MENGGUNAKAN METODE OBIA DI PULAU PARI
(MULTISCALE CLASSIFICATION FOR GEOMORPHIC ZONE A....

Article  in  Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital · January 2018
DOI: 10.30536/j.pjpdcd.1017.v14.a2622

CITATIONS READS

2 722

3 authors:

Ari Anggoro Vincentius P. Siregar


Universitas Bengkulu Bogor Agricultural University
13 PUBLICATIONS   13 CITATIONS    103 PUBLICATIONS   256 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Syamsul Bahri Agus


Bogor Agricultural University
23 PUBLICATIONS   34 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Coral Reef Mapping View project

Thesis research View project

All content following this page was uploaded by Ari Anggoro on 18 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Klasifikasi Multikskala untuk Pemetaan Zona ......... (Ari Anggoro et al.)

KLASIFIKASI MULTIKSKALA UNTUK PEMETAAN ZONA


GEOMORFOLOGI DAN HABITAT BENTIK MENGGUNAKAN METODE
OBIA DI PULAU PARI
(MULTISCALE CLASSIFICATION FOR GEOMORPHIC ZONE AND
BENTHIC HABITATS MAPPING USING OBIA METHOD IN
PARI ISLAND)
Ari Anggoro1*), Vincentius P. Siregar**), dan Syamsul B. Agus**)
*)Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu

Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Muara Bangka Hulu, Kota Bengkulu,
Bengkulu 38371
**)Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Kampus IPB Dramaga Bogor, Jalan Raya Dramaga, Babakan, Dramaga,


Babakan, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680
1e-mail: arianggoro@unib.ac.id

Diterima 04 Mei 2017; Direvisi 16 November 2017; Disetujui 20 November 2017

ABSTRACT

This study used multiscale classification and applied object-based image analysis (OBIA) for
geomorphic zone and benthic habitats mapping in Pari islands. An optimized segmentation was
performed to get optimum classification result. Classification methods for level 1 and 2 used
contextual editing classification and for level 3 used support vector machines classifier. The results
showed that overall accuracy for level 1 was 97% (reef level), level 2 was 87% (geomorphic zone), and
level 3 was 75% (benthic habitats). Accuracy achieved by support vector machines classification was
performed only in level 3 and optimum scale value achieved was 50 in compare with other scale
values, i.e. 5, 25, 50, 75, 95. OBIA methods can be used as an alternative for geomorphic zone and
benthic habitats map.

Keywords: multiscale,OBIA, geomorphic zone and benthic habitats, Pari island

89
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 2 Desember 2017 : 89-76

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan klasifikasi multiskala dan penerapan analisis citra berbasis
obyek (OBIA) untuk pemetaan zona geomorfologi dan habitat bentik di Pulau Pari. Analisis berbasis
obyek dilakukan optimasi pada proses segmentasi untuk mendapatkan hasil klasifikasi optimal.
Metode klasifikasi pada level 1 dan 2 menggunakan klasifikasi contextual editing dan pada level 3
menggunakan klasifikasi Support Vector Machines (SVM). Hasil penelitian ini menunjukkan akurasi
keseluruhan pada level 1 yaitu 97% (reef level), level 2 yaitu 87% (Geomorphic level), dan level 3 yaitu
75% (benthic habitat level). Klasifikasi SVM hanya diterapkan pada level 3 dan nilai skala optimum
sebesar 50 dari percobaan nilai skala yaitu 5, 25, 50, 75, 95. Metode OBIA dapat digunakan sebagai
alternatif untuk pemetaan zona geomorfologi dan habitat bentik.

Kata kunci: multiskala, OBIA, zona geomorfologi dan habitat bentik, Pulau Pari

1 PENDAHULUAN sumberdaya yang berada di daratan


Perkembangan teknologi satelit (teresterial) dan perairan (aquatic). Telah
penginderaan jauh meningkat seiring banyak penelitian menggunakan citra
dengan kemajuan teknologi saat ini. satelit untuk pemetaan habitat bentik,
Perkembangan ini meliputi kemampuan antara lain klasifikasi multispektral dari
sensor dan wahana satelit yang membawa citra quickbird di wilayah perairan laut
sensor mencapai orbit sehingga dapat telah mampu memetakan habitat bentik
mendeteksi obyek yang berada di (Siregar, 2010). Pemetaan habitat dasar
permukaan bumi. Data yang dihasilkan dan estimasi stok ikan terumbu dengan
berasal dari perekaman sensor yang citra worldview-2 (Siregar, et al., 2013).
mengalami peningkatan resolusi meliputi Pemantauan status lingkungan terumbu
resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi karang (Green, et al., 2000). Evaluasi
spektral, dan resolusi radiometrik. beberapa lokasi untuk klasifikasi
Kemajuan teknologi ini menuntut para terumbu karang di wilayah tropis
praktisi bidang penginderaan jauh (Andréfouët, et al., 2003). Pemetaan
melakukan pengembangan metode- geomorfologi dan ekologi terumbu
metode ekstraksi citra dengan metode karang (Phinn, et al., 2011). Namun,
klasifikasi untuk mendapatkan informasi dalam pemanfaatan teknologi ini terdapat
yang tepat dan akurat. Klasifikasi citra kesulitan dan permasalahan khusus
meliputi klasifikasi secara manual yaitu pengaruh permukaan perairan dan
mengunakan citra dan klasifikasi kedalaman perairan terhadap reflektansi
multispektral secara digital menggunakan dasar perairan (Lyzenga, 1981; Mumby,
komputer. Klasifikasi multispektral et al., 1999). Permasalahan yang lain
merupakan salah satu bagian dari adalah penentuan metode klasifikasi
pengolahan citra penginderaan jauh citra dengan tingkat akurasi yang baik
untuk menghasilkan peta tematik dan dari peta yang dihasilkan (Green, et al.,
dijadikan masukan dalam permodelan 2000; Congalton dan Green, 2009).
spasial dalam lingkungan sistem informasi Klasifikasi citra merupakan proses
geografis/GIS (Danoedoro, 2012). mengelompokkan piksel ke dalam kelas-
Metode klasifikasi multispektral kelas tertentu berdasarkan nilai kecerahan
sebagian besar bertumpu pada satu piksel (brightness value/ BV/ digital
kriteria yang digunakan yaitu nilai number) pada citra (Danoedoro, 2012).
spektral pada keseluruhan saluran Klasifikasi citra pada perkembangannya
(band). Metode klasifikasi diterapkan dibagi menjadi dua basis yaitu
untuk mengekstrak informasi berdasarkan klasifikasi citra berbasis piksel (pixel
kebutuhan pengguna seperti pemetaan base) dan berbasis obyek (object base
90
Klasifikasi Multikskala untuk Pemetaan Zona ......... (Ari Anggoro et al.)

image analysis/ OBIA) (Navulur, 2007; dan ekologi ekosistem terumbu karang
Blaschke T., 2010). (Andréfouët, et al., di tiga perairan yang berbeda dan
2003) menerapkan metode klasifikasi menghasilkan akurasi keseluruhan
berbasis piksel algoritma maximum antara 52%-78% (Phinn, et al., 2011).
likelihood dari citra IKONOS dan (Kondraju, et al., .2013) melaporkan
Landsat 7. (Kondraju, et al., 2013) bahwa algoritma SVM menghasilkan
menerapkan beberapa teknik klasifikasi akurasi yang lebih baik dibandingkan
berbasis piksel meliputi (support vector algoritma klasifikasi lainnya seperti
machines/ SVM, spectral angular mapper/ maximum likelihood classification (MLC)
SAM, spectral information divergence/ dan spectral angular mapper (SAM).
SID, dan support vector machine/ SVM) Berdasarkan hal di atas, metode
dari citra Landsat untuk mengidentifikasi untuk mengekstrak informasi dari citra
terumbu karang dan menghasilkan perlu memperhatikan beberapa faktor
akurasi terbaik pada metode klasifikasi yang mempengaruhi hasil akurasi.
algoritma SVM. Penerapan metode Penerapan metode OBIA dengan klasifikasi
klasifikasi berbasis piksel telah multiskala diharapkan mampu
menghasilkan peta habitat bentik meningkatkan akurasi.
dengan akurasi yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk
Penerapan beberapa metode klasifikasi memetakan zona geomorfologi dan
citra diharapkan menghasilkan akurasi habitat bentik berdasarkan klasifikasi
pemetaan yang baik. Metode yang multiskala dengan optimasi parameter
menjadi pilihan pada klasifikasi citra segmentasi dengan menggunakan
selain metode berbasis piksel adalah metode OBIA di gugus Pulau Pari.
dengan metode klasifikasi berbasis Hasil penelitian ini diharapkan
obyek/ OBIA. menjadi metode alternatif untuk
OBIA adalah paradigma baru pemetaan zona geomorfologi dan habitat
dalam klasifikasi citra dan merupakan bentik di perairan Indonesia.
salah satu sub-kajian dari GISscience
yang fokus pada pengembangan metode 2 METODOLOGI
analisis citra penginderaan jauh berbasis 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
obyek sehingga menjadi beberapa obyek Penelitian ini dilaksanakan di
yang memiliki makna tertentu (Navulur, wilayah terumbu karang gugusan Pulau
2007). OBIA mampu mendefinisikan Pari Kabupaten Administrasi Kepulauan
kelas-kelas obyek berdasarkan aspek Seribu pada bulan Februari-Maret 2014.
spektral dan aspek spasial secara Secara geografis lokasi penelitian
sekaligus (Danoedoro, 2012). Dalam terletak antara 5⁰51’32.94”- 5⁰ 51’37,71”
tahapan OBIA dilakukan proses LS dan 106⁰34’6,469”-106⁰38’23,81” BT
segmentasi citra (pixel level) menjadi (Gambar 2-1).
segmen/ obyek (object level) yang
homogen sesuai dengan parameternya. 2.2 Bahan dan Data
Segmentasi satu level biasanya tidak Bahan yang digunakan pada
efisien dalam merepresentasikan satu penelitian ini adalah citra worldview-2
kajian dalam sebuah scene citra karena (standar level 2A 16 bit) hasil akuisisi 28
dalam satu scene citra terdapat sebuah Agustus 2012 dengan sistem proyeksi
hirarki pola dan informasi pada skala koordinat UTM zona 48S-WGS84.
yang berbeda dan secara simultan bisa Karakteristik citra worldview-2 terdiri
ditampilkan melalui segmentasi multiskala dari 8 saluran multispektral (coastal,
(Baatz dan Schäpe, 2000). blue, green, yellow, red, red-edge, NIR1
Klasifikasi menggunakan metode dan NIR2) dengan resolusi spasial 2
OBIA terbukti mampu meningkatkan meter dan pankromatik dengan resolusi
akurasi pada pemetaan geomorfologi spasial 0.5 meter (Digitalglobe, 2010).
91
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 2 Desember 2017 : 89-76

Gambar 2-1: Lokasi penelitian dan titik pengamatan lapangan

Pengumpulan data lapangan lamun jarang (PsLj), pavement/ rock


berasal dari identifikasi zona (Pv), dan rubble (R).
geomorfologi dan habitat bentik.
Penentuan kelas zona geomorfologi 2.3 Pengolahan Citra
berdasarkan pengamatan langsung Pada pra-pengolahan citra
secara visual di lapangan, sedangkan worldview-2 dilakukan koreksi atmosferik
komposisi habitat bentik diidentifikasi dengan perangkat lunak ENVI 5.1
dengan menerapkan teknik foto transek menggunakan modul koreksi atmosferik
quadrat (English, et al., 1994; Roelfsema FLAASH (Exelisvis, 2015). Proses
dan Phinn, 2008). Pengamatan lapangan selanjutnya, citra terkoreksi atmosferik
(GTH) diambil sebanyak 500 titik berupa digunakan sebagai input pada pengolahan
foto dan koordinat dicatat menggunakan citra yaitu proses klasifikasi OBIA
Global Position System (GPS). Teknik foto menggunakan perangkat lunak eCognition
transek kuadrat dilakukan dengan 9. Pengolahan awal klasifikasi OBIA
kuadran berukuran 1x1 meter yang yaitu proses segmentasi terhadap IIL
diletakkan pada transek sepanjang 50 (input image layer). IIL yang digunakan
meter. pada penelitian ini adalah saluran
Analisis persentase tutupan setiap multispectral citra worldview-2 (coastal,
foto dianalisis dengan perangkat lunak blue, green, yellow, red, red-edge, NIR1
Coral Point Count with Excel extensions dan NIR2). Langkah selanjutnya adalah
(CPCe) menggunakan metode uniform membangun rule set dalam proses tree
grid (Kohler dan Gill, 2006). Skema untuk setiap segmen menjadi kelas pada
klasifikasi citra pada penelitian ini setiap level.
mengacu pada (Phinn, et al., 2011) yang
terdiri dari tiga level berdasarkan 2.4 Segmentasi
komposisi karang yaitu level pertama Segmentasi menggunakan algoritma
(reef level), level dua (zona geomorfologi) multiresolution segmentation (MRS) dengan
dan level tiga (habitat bentik). Skema besaran skala berbeda-beda (multiskala)
klasifikasi pada level tiga ditentukan untuk level satu, dua, dan tiga.
berdasarkan hasil pengamatan lapangan Segmentasi multiskala ini menghasilkan
dan dilakukan analisis kluster sekumpulan layer obyek citra dalam
menggunakan jarak bray-curtis dengan suatu jaringan hirarki. Parameter yang
kemiripan sebesar 80%. Analisis klaster terdapat dalam algoritma ini adalah
menghasilkan sembilan kelas habitat scale, shape, dan compactness.
bentik yaitu kelas karang hidup (KH), Segmentasi level 1 menggunakan skala
karang hidup + rubble (KHR), lamun = 150, level 2 = 100, dan level 3 dengan
jarang + pasir (LjP), lamun padat (Lp), optimasi. Optimasi parameter skala
pasir + rubble (PsR), pasir (Ps), pasir + hanya diterapkan pada level 3 saja

92
Klasifikasi Multikskala untuk Pemetaan Zona ......... (Ari Anggoro et al.)

dengan perubahan nilai skala (scale) Sementara itu aspek spasial mengacu
sedangkan parameter shape dan pada obyek-obyek yang telah memiliki
compactness ditentukan dengan nilai kelas pada level yang sama ke dalam
masing-masing 0,1 dan 0,9 pada setiap kelas hirarki obyek citra yaitu fitur
percobaan nilai parameter skala yang relative boarder to dan distance to.
diuji. Nilai parameter skala yang diuji Selanjutnya klasifikasi level 3
meliputi 5, 25, 50, 75, 95 sehingga menggunakan klasifikasi support vector
diperoleh nilai skala optimum. Sampai machine (SVM) yang merupakan
saat ini belum ada framework teoritis klasifikasi terbimbing aturan SVM
tentang parameter segmentasi terbaik dengan input thematic layer dari
sehingga pengguna harus mencari pengamatan lapangan.
sendiri parameter-parameter segmentasi
terbaik pada tiap level melalui metode 2.6 Uji Akurasi
try and error (Blaschke Thomas dan Pengujian akurasi dilakukan
Hay, 2001; Burnett dan Blaschke, terhadap seluruh peta hasil klasifikasi
2003). untuk mengetahui akurasi dari teknik
klasifikasi yang diterapkan. Uji akurasi
2.5 Klasifikasi Multiskala Metode yang umum dilakukan pada data hasil
OBIA klasifikasi penginderaan jauh adalah
Klasifikasi citra dengan multiskala matrik kesalahan (error matrix) dengan
menggunakan metode kontekstual (level mengukur akurasi keseluruhan (OA),
1 dan level 2) dan klasifikasi terbimbing producer accuracy (PA), user accuracy
algoritma Support Vector Machines (level (UA), dan kappa (Congalton dan Green
3) yang terdapat pada perangkat lunak 2009).
eCognition 9. Metode klasifikasi
kontekstual berdasarkan aspek spektral 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
dan spasial dengan penentuan nilai 3.1 Klasifikasi Multiskala
thereshold dari fitur yang tepat untuk 3.1.1Klasifikasi Level 1 (Reef System)
setiap kelas. Fitur yang digunakan Klasifikasi pada level 1
terdiri dari dua yaitu fitur yang menghasilkan 3 kelas yaitu daratan,
berhubungan dengan obyek dan fitur perairan dangkal, dan perairan dalam.
yang berhubungan dengan kelas Hasil klasifikasi ini merupakan
(eCognition, 2014). Aspek spektral dasar dalam proses klasifikasi level 2
meliputi nilai layer (rata-rata, standar dan 3. Gambar 3-1 untuk kelas daratan
deviasi, dan rasio antar saluran) dan di gugus Pulau Pari terdiri dari beberapa
kostumasi dengan transformasi NDVI pulau yaitu Pulau Pari, Kongsi, Burung,
(normalize different vegetation index). Tengah, dan Tikus (Gambar 3-1).

Gambar 3-1: Hasil klasifikasi level 1

93
Gambar 3-1 merupakan peta 0,9. Segmentasi ini menghasilkan obyek
hasil klasifikasi level satu menggunakan sebanyak 28.425 segmen untuk
metode kontekstual. Dalam klasifikasi klasifikasi level 2. Klasifikasi level 2
ini terdapat sebanyak 12.986 obyek menghasilkan 6 kelas zona geomorfologi
dipetakan menjadi 3 kelas dengan meliputi reef slope, reef crest, inner reef
luasan daratan 86,9 Ha, perairan flat, outer reef flat, shallow lagoon, dan
dangkal 1094,7 Ha dan perairan dalam deep lagoon (-2).
1242,3 Ha. Hasil klasifikasi kelas Hasil uji akurasi menunjukkan
perairan dangkal menjadi batasan akurasi keseluruhan/ OA sebesar 87%,
wilayah untuk proses segmentasi dan sedangkan PA dan UA dihasilkan
klasifikasi pada level 2. Dari pengujian akurasi yang bervariasi antara 73%-
akurasi dihasilkan akurasi keseluruhan 100%. UA terendah pada kelas reef crest
sebesar 97%. Sedangkan akurasi PA dan sebesar 73% menunjukkan bahwa pada
UA setiap kelas dengan akurasi >95%. kelas ini menjadi batas antara kelas
Hasil akurasi ini menunjukkan bahwa outer reef flat dan reef slope. Hasil uji
secara keseluruhan kelas mampu akurasi pada kelas lainnya menunjukkan
dipetakan dengan sangat baik. Akan bahwa kelas tersebut mampu dipetakan
tetapi, masih terdapat kesalahan pada dengan baik dengan akurasi >80%.
klasifikasi. Kesalahan terjadi pada kelas Hasil pemetaan zona geomorfologi
perairan dangkal menjadi daratan, hal di gugus Pulau Pari cukup bervariasi
ini disebabkan kondisi perairan yang dan telah terpetakan dengan baik. Dari
terdapat terumbu karang yang muncul hasil klasifikasi zona geomorfologi
ke permukaan. (Phinn, et al.,2011) diperoleh luas area masing-masing adalah:
melaporkan bahwa klasifikasi pada level zona inner reef flat, 421,6 Ha (41%);
1 (reef level) pada sistem klasifikasi zona outer reef flat, 232,4 Ha (23%);
hirarki yaitu kelas perairan dangkal zona reef slope, 101,3 Ha (10%); zona
menjadi batasan area kajian dan reef crest, 58,6 Ha (6%); zona shallow
diproses menjadi segmen baru untuk lagoon, 108,4 Ha (11%); dan zona deep
klasifikasi pada level 2 (zona geomorfologi). lagoon, 107,7 Ha (10%).
Dengan demikian, hasil
3.1.2 Klasifikasi Level 2 (Zona pemetaan menunjukkan bahwa zona
Geomorfologi) inner reef flat mendominasi di perairan
Kelas zona geomorfologi dihasilkan dangkal gugus Pulau Pari dengan
dari algoritma MRS dengan parameter luasan terbesar, sedangkan luasan
scale = 100, shapes = 0,1, compactness = terendah berada pada zona reef crest.

Gambar 3-2: Hasil klasifikasi level 2

94
Klasifikasi Multikskala untuk Pemetaan Zona ......... (Ari Anggoro et al.)

Masing-masing zona geomorfologi metode SVM terhadap parameter


memiliki karakteristik tersendiri yang segmentasi untuk memperoleh akurasi
dipengaruhi oleh faktor fisik perairan optimum. (Blaschke, 2010) menyatakan
tersebut seperti gelombang dan arus bahwa skala observasi optimum untuk
sehingga membentuk zona tertentu. objek citra tertentu tergantung pada dua
Terdapat asosiasi antara zona geomorfologi hal yaitu: 1) heterogenitas spasial
dan struktur komunitas habitat tertentu bentang lahan itu sendiri; 2) frekuensi
pada lingkungan terumbu karang dan luasan spasial maupun temporal
(Andrefouet dan Guzman, 2005). dari fenomena yang dikaji serta proses
Asosiasi tersebut dinyatakan dengan penyebabnya. Segmentasi optimum
menetapkan level dua (kelas zona pada level tiga menghasilkan 87.267
geomorfologi tertentu) menjadi batasan segmen. Klasifikasi terhadap segmen
dalam proses segmentasi dan klasifikasi dihasilkan 9 kelas habitat bentik yaitu
pada level tiga (kelas habitat bentik). kelas karang hidup (KH), karang hidup +
rubble (KHR), lamun jarang + pasir (LjP),
3.1.3 Klasifikasi Level 3 (Habitat lamun padat (Lp), pasir + rubble (PsR),
Bentik) Optimasi Parameter pasir (Ps), pasir + lamun jarang (PsLj),
Skala Segmentasi pavement/ rock (Pv), dan rubble (R)
Hasil optimasi pada level 3 (Gambar 3-4).
menunjukkan akurasi tertinggi sebesar
75% pada percobaan skala 50. Terlihat
pada Gambar 3-4 dari percobaan
parameter skala 5 sampai 50 cenderung
meningkat dan optimum pada skala 50,
selanjutnya akurasi menurun pada
percobaan nilai skala 75 dan 95
(Gambar 3-3).
Optimasi parameter skala pada
metode OBIA menunjukkan bahwa
pengujian terhadap skala sangat
mempengaruhi hasil akurasi. Penelitian
ini hanya dilakukan percobaan nilai
skala pada algoritma MRS dan Gambar 3-3: Optimasi parameter skala
diklasifikasi menggunakan algoritma (perubahan skala pada sumbu x
SVM. dan hasil akurasi keseluruhan
(OA) pada sumbu y)
Studi yang lebih mendalam perlu
dilakukan pengujian parameter dari

Gambar 3-4: Hasil klasifikasi level 3

93
Dari Gambar 3-4 diperoleh luas hubungan antar kelas secara hirarki
area dari 9 kelas habitat bentik yaitu: menjadi empat level yaitu reef, reef type,
kelas karang hidup, 73,4 Ha (7%); geomorphic, dan benthic community.
karang hidup + rubble, 78,2 (7%); lamun Penggunaan metode OBIA ini sangat
jarang + pasir, 132,2 Ha (12%); lamun memungkinkan untuk diterapkan
padat, 57,8 Ha (5%); pasir + rubble, 145 berdasarkan prinsip-prinsip ekologi dan
Ha (13%); pasir, 389 Ha (36%); pasir + zona geomorfologi yang dikombinasikan
lamun jarang, 96,3 Ha (9%); pavement/ dengan pengamatan lapangan.
rock, 60,5 Ha (6%); dan rubble, 78,2 Ha Hasil uji akurasi dengan matrik
(7%). Peta klasifikasi habitat bentik pada kesalahan diperoleh akurasi keseluruhan
Gambar 3-4 memperhatikan bahwa sebesar 75% (Tabel 3-1) dan nilai kappa
habitat bentik terdistribusi di perairan sebesar 0,7. Untuk PA dan UA dihasilkan
dangkal gugus Pulau Pari. Distribusi akurasi antara 44%-100% dan dapat
kelas karang hidup (KH) dan pavement dilihat bahwa beberapa kelas habitat
(Pv) mendominasi di zona geomorfologi bentik dapat dipetakan dengan baik.
kelas reef slope. Kelas rubble (R) Kelas habitat bentik yang belum dapat
mendominasi pada zona geomorfologi dipetakan secara baik diperoleh akurasi
kelas reef crest, sedangkan habitat bentik yang rendah masing-masing yaitu kelas
kelas pasir, lamun, dan campuran KHR (37%), LjPs (47%), dan R (48%).
tersebar di zona geomorfologi kelas reef Faktor yang mempengaruhi rendahnya
flat dan sekitar lagoon. Dari hasil akurasi disebabkan kompleksitas habitat
klasifikasi ini terdapat asosiasi yang erat yang sangat tinggi di wilayah kajian.
antara zona geomorfologi dengan Faktor lainnya adalah disebabkan
keberadaan habitat bentik tertentu, kesepadanan antara akurasi GPS
sehingga penelitian ini menerapkan dengan resolusi spasial citra.
klasifikasi multiskala (reef level, Pemetaan habitat bentik di gugus
geomorphic zone, dan habitat benthic). Pulau Pari telah banyak dilakukan
(Phinn, et al., 2011) melakukan dengan metode klasifikasi dan hasil
penelitian geomorfologi dan ekologi akurasi yang berbeda-beda. Klasifikasi
wilayah terumbu karang yang dibagi yang umum digunakan selama ini
menjadi tiga level yaitu reef level, adalah metode klasifikasi berbasis
geomorphic zones, benthic community piksel, sedangkan metode klasifikasi
zones. Selanjutnya (Roelfsema, et al., berbasis obyek belum pernah dilakukan
2013) membagi klasifikasi berdasarkan pada wilayah ini.

Tabel 3-1: Uji akurasi level 3

Lapang KH KHR LjPs Lp Ps PsLj PsR Pv R Total


No UA
Citra 1 2 3 4 5 6 7 8 9
KH 1 39 1 40 98%
KHR 2 4 7 2 2 3 18 39%
LjPs 3 1 7 3 1 3 15 47%
Lp 4 2 24 2 28 86%
Ps 5 1 50 4 1 56 89%
PsLj 6 7 7 100%
PsR 7 1 5 10 1 17 59%
Pv 8 4 1 1 16 2 24 67%
R 9 2 1 2 4 4 12 25 48%
Total 45 15 11 34 52 16 15 19 23 230
PA 87% 47% 64% 71% 96% 44% 67% 84% 52% 75%

94
Klasifikasi Multikskala untuk Pemetaan Zona ......... (Ari Anggoro et al.)

(Siregar, et al., 2013) memetakan obyek. (Phinn, et al.,2011) melakukan


habitat dasar dan estimasi ikan pemetaan komunitas bentik menghasilkan
terumbu dengan citra worldview-2 akurasi keseluruhan sebesar 78% di
menggunakan metode klasifikasi berbasis wilayah Heron, 52% di wilayah Ngderack,
piksel (MLC) dari enam kelas habitat dan 65% di wilayah Navakavu, sedangkan
bentik menghasilkan akurasi keseluruhan untuk pemetaan zona geomorfologi
sebesar 78%. (Helmi, et al., 2012) dihasilkan akurasi pemetaan sebesar
menganalisis respon dan nilai spektral >80%. (Roelfsema, et al., 2013)
terumbu karang pada citra ALOS-AVNIR melaporkan hasil akurasi menggunakan
di gugus Pulau Pari dengan transformasi metode OBIA pada pemetaan zona
HSI dan Lyzenga menggunakan metode geomorfologi diperoleh akurasi
klasifikasi unsupervised dan menghasilkan keseluruhan antara 76%-82% dan
akurasi keseluruhan masing-masing pemetaan habitat bentik diperoleh
sebesar 88.1% dan 77.3%. (Selamat, et akurasi keseluruhan antara 52%-75%.
al., 2014) melakukan klasifikasi dengan (Zhang, et al., 2013) melakukan pemetaan
pendekatan zona geomorfologi untuk habitat bentik dengan metode OBIA
meningkatkan akurasi tematik peta algoritma random forest classifier (RF)
substrat yang dihasilkan dari metode pada citra airborne visible/ infrared
koreksi kolom air di gobah Karang Lebar imaging spectrometer (AVIRIS)
dan hasilnya menunjukkan bahwa menghasilkan akurasi keseluruhan
kombinasi ini cukup akurat untuk tertinggi sebesar 86.3% dari keseluruhan
dijadikan dasar pada pembuatan peta percobaan terhadap citra. Selaras dengan
substrat dasar di perairan gobah dengan hasil penelitian ini yaitu diperoleh
hasil akurasi peta zona geomorfologi dan akurasi keseluruhan pada enam kelas
substrat dasar di gobah Karang Lebar zona geomorfologi dan 9 kelas habitat
masing-masing bernilai sebesar 82.1% bentik masing-masing sebesar 87% dan
dan 68.8%. Menurut (Green, et al., 75%.
2000) bahwa akurasi pemetaan habitat Umumnya metode klasifikasi yang
bentik yang dapat digunakan adalah diterapkan selama ini masih
dengan akurasi keseluruhan sebesar menggunakan metode klasifikasi berbasis
>60%. Munculnya perbedaan akurasi piksel yang hanya bertumpu pada aspek
pemetaan dari beberapa penelitian di spektral saja. Perkembangan metode
gugus Pulau Pari disebabkan oleh saat ini telah dapat menghubungkan
perbedaan metode klasifikasi, jumlah antara aspek spektral dan spasial secara
titik pengamatan lapangan, jumlah bersamaan yang menjadi keunggulan
kelas habitat bentik dan citra yang dari metode OBIA. Metode OBIA dapat
digunakan. Hasil akurasi keseluruhan menjadi pilihan saat ini dan menjadi
pada penelitian ini sebesar 75% dari 9 dasar untuk pemetaan perairan dangkal
kelas habitat bentik dan menunjukkan di wilayah lainnya.
bahwa peta hasil klasifikasi ini dapat
digunakan. 4 KESIMPULAN
Metode klasifikasi OBIA dapat Klasifikasi multiskala pada
menjadi pilihan saat ini untuk pemetaan pemetaan level satu, level dua (zona
zona geomorfologi dan habitat bentik. geomorfologi) dan level tiga (habitat
Keunggulan dari metode OBIA yaitu bentik) di gugus Pulau Pari telah mampu
dapat menghubungkan antara aspek menghasilkan akurasi keseluruhan
spektral dan spasial citra secara masing-masing sebesar 97%, 87%, dan
bersamaan sehingga menjadi kelas-kelas 75% (optimasi parameter skala).
tertentu. Kelas-kelas yang diklasifikasi Penggunaan klasifikasi multiskala pada
dengan menghubungkan dua aspek di tiga level dan percobaan parameter skala
atas diterapkan dengan hubungan antar dapat menghasilkan akurasi optimum
93
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 2 Desember 2017 : 89-76

untuk pemetaan habitat bentik. Optimasi Modelling Methodology for Landscape


pada pemetaan habitat bentik dihasilkan Analysis. Ecol Model 168: 233-249.
akurasi tertinggi sebesar 75% pada Congalton, RG., Green K., 2009. Assessing the
percobaan skala 50 dengan kappa 0,7. Accuracy of Remotely Sensed Data—
Penggunaan klasifikasi multiskala Principles and Practices (second edition).
dengan optimasi parameter skala pada Taylor & Francis Group, LLC.
pemetaan zona geomorfologi dan habitat Danoedoro, P., 2012. Pengantar Penginderaan
bentik menggunakan metode OBIA Jauh Digital. Yogyakarta (ID) : ANDI.
terbukti mampu meningkatkan akurasi. Digitalglobe, 2010. Radiometric use of
Worldview-2 Imagery: Technical Note.
UCAPAN TERIMAKASIH 1601 Dry Creek Drive Suite 260
Terimakasih penulis ucapkan Longmont, Colorado, USA, 80503
kepada Bapak Dr. Ir. Vincentius P. DigitalGlobe®.
Siregar, DEA dan Dr. Syamsul Bahri eCognition, 2014. Ecognition Developer : User
Agus, S.Pi., M.Si. yang membantu Guide. Munich, Germany Trimble.
penulis dalam penyediaan data citra, English, SA., Baker VJ., Wilkinson CR, 1994.
pengerjaan data, dan tim lapangan serta Survey Manual for Tropical Marine
Tim Redaksi Jurnal Penginderaan Jauh Resources, Australian Institute of
dan Mitra Bestari. Marine Science.
Exelisvis, 2015. Atmosphericcorrectionmodule;
DAFTAR RUJUKAN Fast Line-of-Sight Atmospheric Analysis
Andrefouet, S., Guzman HM., 2005. Coral Reef of Hypercubes (Flaash) Exelisvis. Cite in
Distribution, Status and Geomorphology- http://www.harrisgeospatial.com/port
Biodiversity Relationship in Kuna Yala als/0/pdfs/envi/Flaash_Module.pdf
(San Blas) Archipelago, caribbean [accessed 21 March 2015].
panama, Coral Reefs, 24: 31-42. Green, EP., Mumby PJ., Edwards AJ., Clark
Andréfouët, S., Kramer P., Torres-Pulliza D., CD, 2000. Remote Sensing Handbook
Joyce KE, Hochberg EJ, Garza-Pérez R, for Tropical Coastal Management:
Mumby PJ, Riegl B, Yamano H, White UNESCO.
WH, 2003. Multi-Site Evaluation of Helmi, M., Hartoko A., Herkiki S., Munasik M.,
Ikonos Data for Classification of Tropical Wouthuyzen S., 2012. Analisis Respon
Coral Reef Environments. Remote Sens Spektral dan Ekstraksi Nilai Spektral
Environ 88: 128-143. Terumbu Karang pada Citra Digital
Baatz, M., dan Schäpe A., 2000. Multiresolution Multispektral Satelit Alos-Avnir di
Segmentation: an Optimization Perairan Gugus Pulau Pari. Buletin
Approach for High Quality Multi-Scale Oseanografi Marina. Vol.1 120-136.
Image Segmentation. Angewandte Kohler, KE., Gill SM., 2006. Coral Point Count
Geographische Informationsverarbeitung with Excel Extensions (Cpce): a Visual
XII: 12-23. Basic Program for the Determination of
Blaschke, T., 2010. Object Based Image Analysis Coral and Substrate Coverage Using
for Remote Sensing. Isprs J Photogramm Random Point Count Methodology.
65: 2-16. Comput Geosci 32: 1259-1269.
Blaschke, T., Hay GJ., 2001. Object-Oriented Kondraju, TT., Mandla VRB., Mahendra RS,
Image Analysis and Scale-Space: Kumar TS, 2013. Evaluation of Various
Theory and Methods for Modeling and Image Classification Techniques on
Evaluating Multiscale Landscape Landsat to Identify Coral Reefs.
Structure. Isprs A Photogramm 34: 22- Geomatics, Natural Hazards and Risk
29. 5: 173-184.
Burnett, C., Blaschke T., 2003. A Multi-Scale Lyzenga, DR., 1981. Remote Sensing of Bottom
Segmentation/Object Relationship Reflectance and Water Attenuation
Parameters in Shallow Water Using
92
Klasifikasi Multikskala untuk Pemetaan Zona ......... (Ari Anggoro et al.)

Aircraft and Landsat Data. Int J Remote km2, using object-based image analysis.
Sens 2: 71-82. Int J Remote Sens 34: 6367-6388.
Mumby, PJ., Green EP., Edwards AJ., Clark Selamat, MB,, Jaya I., Siregar VP, Hestirianoto
CD, 1999. The Cost-Effectiveness of T., 2014. Geomorphology Zonation and
Remote Sensing for Tropical Coastal Column Correction for Bottom Substrat
Resources Assessment and Mapping Using Quickbird Image. Jurnal
Management. J Environ Manage 55: Itkt 2.
157-166. Siregar, V., 2010. Pemetaan Substrat Dasar
Navulur, K., 2007. Multispectral Image Analysis Perairan Dangkal Karang Congkak dan
Using the Object-Oriented Paradigm. Lebar Kepulauan Seribu Menggunakan
Taylor & Francis Group, LLC. Citra Satelit Quick Bird. E-Jurnal Itkt 2:
Phinn, SR., Roelfsema CM., Mumby PJ., 2011. 19-30.
Multi-Scale, Object-Based Image Siregar, V., Wouthuyzen S., Sunuddin A.,
Analysis for Mapping Geomorphic and Anggoro A., Mustika AA, 2013.
Ecological Zones on Coral Reefs. Int J Pemetaan Habitat Dasar dan Estimasi
Remote Sens 33: 3768-3797. Stok Ikan Terumbu dengan Citra Satelit
Roelfsema, C., Phinn S., 2008. Evaluating Eight Resolusi Tinggi. E-Jurnal Itkt Vol. 5:
Field and Remote Sensing Approaches Hlm. 453-463.
for Mapping the Benthos of Three Zhang, C., Selch D., Xie Z., Roberts C., Cooper
Different Coral Reef Environments in H., Chen G., 2013. Object-Based
Fiji. Proc. of SPIE. Vol. 71500 71500F-1. Benthic Habitat Mapping in the Florida
Roelfsema, C., Phinn S., Jupiter S., Comley J., Keys from Hyperspectral Imagery.
Albert S., 2013. Mapping Coral Reefs at Estuar Coast Shelf S 134: 88-97.
Reef to Reef-System Scales, 10s–1000s

93

View publication stats

You might also like