You are on page 1of 9

Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

OVERVIEW OF POST TRAUMATIC STRESS


DISORDER (PTSD) SYMPTOMS OF POST-ROAD
TRAFFIC ACCIDENT PATIENTS
Sumitarianti Bahris1, Moh. Syafar Sangkala2, Tuti Seniwati3

1,2,3ProgramStudi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin, Makassar


e-mail: sumitarianti27@gmail.com.

ABSTRACT

Introduction: Traffic accidents are one of the incidents of trauma that are at risk for PTSD.
PTSD problems can occur at any age including adults. So it is necessary to screen the
symptoms of Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) post-traumatic traffic accidents,
especially in adults. Method: The method of this study is Descriptive Cross Sectional used
to determine the incidence of PTSD after a traffic accident. The number of samples is 30
people by taking a purposive sampling technique. The instrument used in this study es
Weathers, et al.,(2013) standart instrument with a PTSD checklist for DSM-5 (PCL-5)
consisting of 20 items for the disclosure of information and severity of PTSD symptoms that
have been modified in Indonesian by Arnika S (2017).The technique of collecting data uses
questionnaires that are given directly and filled online. Data analysis used univariate
analysis. Result: The results of this study indicate that respondents who experienced PTSD
after a traffic accident were 43.3% (13 people) while those who did not experience PTSD were
56.7% (17 people). As for the PTSD symptom domain, the highest number of hyperarousal
symptoms is 60% (18 people) with the most types of injury being fractures and dislocations
of 65% (13 people) out of 30 respondents. Conclusion: This study indicate that the symptoms
of PTSD after a traffic accident. But the number of respondents who did not experience PTSD
more than those who experienced PTSD. The most common symptom is hyperarousal
symptoms at the onset of 11-13 weeks after a traffic accident.
Keywords: Screening of PTSD Symptoms, Traffic Accidents

PENDAHULUAN urutan pertama yang paling banyak


Transportasi merupakan sarana digunakan masyarakat dibadingkan
yang sangat penting dalam menunjang dengan jenis kendaraan lainnya yaitu
keberhasilan pembangunan, 81,33%, diikuti oleh mobil penumpang
perekonomian dan perkembangan sebanyak 11,29% , mobil barang
wilayah. Dengan adanya transportasi sebanyak 5,46%, dan mobil bis
dapat menghasilkan isolasi dan sebanyak 1,92%. Peningkatan
memberi stimulan pembangunan pada kendaraan bermotor jenis sepeda
semua bidang kehidupan, baik motor yang berlebihan dengan kondisi
perdagangan, industri, maupun sektor lalu lintas yang bercampur baur dalam
lainnya (Badan Pusat Statistika, satu jalan tanpa membedakan
2015). Sarana transportasi memiliki karakteristik dan fungsi dari
beberapa subsektor, salah satunya kendaraan tersebut dapat
yakni subsektor angkatan darat yang menyebabkan tingginya angka
merupakan kendaraan bermotor. kecelakaan lalu lintas.
Perkembangan yang terjadi pada Kecelakaan lalu lintas
jumlah kendaraan bermotor di mengakibatkan berbagai cedera
Indonesia mengalami peningkatan tergantung dari jenis kecelakaan yang
setiap tahunnya. dialami. Berdasarkan dari penelitian
Peningkatan jumlah kendaraan yang dilakukan Riandini, Susanti, &
terjadi disemua jenis kendaraan setiap Amel (2015) menyatakan bahwa dari
tahunnya. Sepeda motor menjadi 173 kasus kecelakaan lalu lintas jenis

27
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

cedera terbanyak adalah luka lecet di kasus kecelakaan lalu lintas yang
daerah kepala dan lokasi patah tulang masuk diperoleh dari Bagian
terbanyak di daerah ekstremitas Perencanaan dan Evaluasi RSUP Dr.
bawah. Selain masalah fisik, Wahidin Sudirohusodo, kecelakaan
kecelakaan lalu lintas juga berdampak lalu lintas pada usai dewasa lebih
pada status mental pada korban yang banyak daripada usia anak-anak.
dapat merasa sangat stress dan Kecelakaan lalu lintas merupakan
ketakutan ketika korban tidak lagi salah satu kejadian trauma yang
dalam peristiwa tersebut. Menurut beresiko untuk mengalami PTSD.
Bromet (2016) masalah status mental Melihat fenomena tingginya
tersebut dapat terlihat setelah 48 kejadian korban kecelakaan pada usia
sampai >12 minggu pasca trauma dewasa yang dapat beresiko pada
dengan tahapan respon psikologis trauma PTSD maka peneliti ingin
yang berbeda berdasarkan rentang malakukan Screening Post Traumatic
waktunya yakni 48 jam merupakan Stress Disorder (PTSD) pasca trauma
respon Acute Stress Respon (ASR), <1 kecelakaan lalu lintas khususnya
bulan respon Acute Stress Disorder pada dewasa.
(ASD), 1-3 bulan disebut respon Acute
Post Traumatic Stress Disorder (Acute METODE
PTSD), dan >3 bulan disebut dengan Penelitian ini menggunakan
respon Cronic PTSD. Kejadian PTSD desain descriptive cross sectional.
dipengaruhi tingginya tingkat kejadian Pengumpulan data primer dilakukan
traumatis atau peristiwa hidup yang di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo
negatif (Mulder, Fergusson, & pada tanggal 24 November sampai 26
Horwood, 2013). Salah satunya adalah Desember 2018. Jumlah sampel pada
korban bencana alam seperti banjir penelitian ini sebanyak 30 responden.
menunjukkan bahwa sebagian besar Pengambilan data menggunakan
mengalami PTSD yakni 52% dan 48% kuesioner yang terbagi dua cara yakni
tidak mengalami PTSD. (Nasri et al., secara langsung dan secara online
2020). Adapun dampak dari status melalu googleform. Kuesioner yang
mental dapat berdampak pada upaya digunakan penelitian ini yakni
bunuh diri dan gangguan relasi pada kuesioner standar dari Weathers, et
klien (Kurniati, Trisyani, & Theresia, al., (2013) dengan kuesioner PTSD
2018). Checklist for DSM-5 (PCL-5) yang terdiri
Rumah sakit Wahidin dari 20 item untuk menilai adanya
Sudirohusodo merupakan salah satu gejala dan keparahan gejala PTSD
rumah sakit terbesar yang menjadi yang telah dimodifikasi oleh dalam
pusat rujukan di Indonesia timur yang bahasa Indonesia yang lebih efektif
memiliki daya tarik sebagai objek oleh Arnika S (2017). Kuesioner ini
kajian ilmiah dalam implementasi telah diuji validitas oleh National
teori-teori dan pengembangan hasil- Center for PTSD (NSPTSD dengan nilai
hasiol riset pelayanan dan pengelolaan CVI 0,96. Selanjutnya diuji kembali
serta manajerial penanganan oleh Arnika (2017) dalam bahasa
kegawatdaruratan. Observasi awal indonesia dengan hasil yang lebih
yang dilakukan di Instalasi Gawat efektif dengan nilai CVI 1. Adapun uji
Darurat RSUP Dr. Wahidin reliabilitas kuesioner juga telah diuji
Sudirohusodo didapatkan cukup oleh oleh Arnika (2017) dengan hasil
banyak jumlah pasien yang masuk nilai cronbach’s alpha 0,875. Data di
dengan kecelakaan lalu lintas. Tahun olah dengan distribusi frekuensi dan
2017 sebanyak 549 kasus , tahun presentase menggunakan SPSS versi
2018 selama bulan Januari- 19.0.
september sebanyak 649 kasus. Data

28
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

HASIL akhir (36-45 tahun) sebanyak 71.4%


Subjek yang berpartisi dalam (5 orang). Adapun untuk jenis kelamin
penelitian ini sebanyak 30 pasien dari 24 orang berjenis kelamin laki-
pasca kecelakaan lalu lintas yang laki yang mengalami PTSD sebanyak
dirawat di RSUP Dr. Wahidin 33.3% (8 orang) sedangkan
Sudirohusodo. Responden terbanyak perempuan dari 6 orang sebagian
dalam rentang usia remaja akhir yakni besar mengalami PTSD sebanyak
18-25 tahun sebanyak 43.3% (13 83.8% (5 orang). Begitupun dengan
orang) dan sebagian besar responden tingkat pendidikan tinggi sebagian
berjenis kelamin laki-laki yaitu 80% besar mengalami PTSD 66.7%(6 orang)
(24 orang). Lebih dari setengah dari total responden berpendidikan
responden telah menikah sebanyak tinggi sedangkan pendidikan rendah
53.3% (16 orang) dengan mayoritas hanya sebagian kecil yang mengalami
pendidikan terakhir adalah SMA PTSD sebanyak 33.3% (7 orang) dari
sebanyak 53.3% (16 orang). total responden berpendidikan
Gambaran hasil screening rendah. Status menikah lebih banyak
responden yang mengalami PTSD mengalami gejala PTSD sebanyak
pasca kecelakaan lalu lintas sebanyak 56.3% (9 orang) dibandingkan yang
43.3% (13 orang) sedangkan yang belum menikah sebanyak 28.6%.
tidak mengalami PTSD sebanyak Jenis cedera pasien pasca kecelakaan
56.7% (17 orang). Hasil data lalu lintas yang mayoritas yang
karakteristik responden yang mengalami amputasi sebanyak 100%
mengalami PTSD menunjukkan (1 orang) dan cedera kepala sebanyak
bahwa sebagian besar responden yang 50% (2 orang).
mengalami gejala PTSD adalah dewasa

Karakteristik Jumlah (n) Presentase (%)


Usia:
Remaja akhir (18-25 tahun) 13 43.3
Dewasa awal (26-35 tahun) 5 16.7
Dewasa akhir (36-45 tahun) 7 23.3
Lansia awal (46-55 tahun) 5 16.7
Jenis Kelamin:
Laki-laki 24 80
Perempuan 6 20
Status Pernikahan:
Menikah 16 53.3
Belum Menikah 14 46.7
Pendidikan Terakhir:
Pendidikan rendah 21 70
Pendidikan tinggi 9 30
Jenis Cedera:
Cedera Kepala 4 13.3
Cedera Mata 1 3.3
Cedera Organ Intra Abdomen 4 13.3
Fraktur dan Dislokasi 20 66.7
Amputasi 1 3.3
Tabel. 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin,
status pernikahan, pendidikan terakhir dan jenis cedera di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar.

29
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

Screening PTSD Jumlah (n) Persentase (%)


Tidak Mengalami PTSD 17 56.7
Mengalami PTSD 13 43.3
Total 30 100
Tabel 2. Hasil screening PTSD pasca kecelakaan lalu lintas di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Tahun 2018 (n=30)

Tidak Mengalami PTSD Mengalami PTSD


Variabel Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(n) (%) (n) (%)
Usia:
Remaja akhir (18-25 tahun) 9 69.2 4 30.8
Dewasa awal (26-35 tahun) 4 80 1 20
Dewasa akhir (36-45 tahun) 2 28.6 5 71.4
Lansia awal (46-55 tahun) 2 40 3 60
Jenis Kelamin:
Laki-laki 16 66.7 8 33.3
Perempuan 1 16.7 5 83.8
Status Pernikahan:
Menikah 7 43.8 9 56.3
Belum Menikah 10 71.4 4 28.6
Pendidikan Terakhir:
Pendidikan rendah 14 66.7 7 33.3
Pendidikan tinggi 3 33.3 6 66.7
Jenis Cedera:
Cedera Kepala 2 50 2 50
Cedera Mata 1 100 0 0
Cedera Organ Intra Abdomen 3 75 1 25
Fraktur dan Dislokasi 11 55 9 45
Amputasi 0 0 1 100
Tabel 3. Responden yang mengalami PTSD berdasarkan karakteristik responden pasca
kecelakaan lalu lintas di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2018 (n=30)

Tidak Mengalami Mengalami


Domain Gejala
n % n %
Instrusion/Pengulangan gejala-gejala 22 73.3 8 26.7
Avoidance/Gejala menghindar 15 50 15 50
Gejala Negative Alternations in Mood and Cognition
17 56.7 13 43.3
(NAMC)/Kondisi dan suasana hati yang negatif
Hyperarousal/Emosional tinggi 12 40 18 60
Tabel 4. Distribusi frekuensi gejala ptsd pasca kecelakaan lalu lintas pada pasien yang dirawat
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo (n=30)

Tidak Mengalami Mengalami


Jenis Cedera
n % n %
Cedera Kepala 2 50 2 50
Cedera Mata 1 100 0 0
Cedera Organ Intra Abdomen 2 50 2 50
Fraktur dan Dislokasi 7 35 13 65
Amputasi 0 0 1 3.3
Tabel 5. Distribusi jumlah dan presentase cedera pasca kecelakaan lalu lintas dengan gejala
Hyperarousal (n=30)

30
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

Instrusion/ Avoidance/ NAMC/Kondisi


Hyperarousal/
Pengulangan Gejala dan suasana hati
Durasi Pasca Emosional tinggi
gejala-gejala menghindar yang negatif
Kecelakaan
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
n(%) n(%) n(%) n(%) n(%) n(%) n(%) n(%)
4-6 minggu 3(30) 7(70) 6(60) 4(40) 4(40) 6(60) 5(50) 5(50)
7-10 minggu 2(25) 6(75) 5(62.5) 3(37.5) 3(37.5) 5(62.5) 5(62.5) 3(37.5)
11-13 minggu 3(30) 9(75) 4(33.3) 8(66.7) 6(50) 6(50) 8(66.7) 4(33.3)
Tabel 6. Distribusi jumlah dan presentase durasi pasca Kecelakaan lalu lintas dengan
domain gejala PTSD (n=30)

Gambaran PTSD berdasarkan menunjukkan bahwa usia <30 tahun


domain gejala menunjukkan bahwa lebih rentang beresiko mengalami
dari keempat domain gejala PTSD yang PTSD dibandingkan usia >30 tahun.
paling banyak dirasakan adalah gejala Hal tersebut didukung oleh penelitian
hyperarousal sebanyak 60% (18 orang) Sugeng, Hadi, & Naraprawira (2014)
dari 30 responden yang mengalami. menyatakan bahwa proses maturitas
Berdasarkan dari gejala yang peling atau tingkat kedewasaan seseorang
sering dengan jenis cedera dapat mempengaruhi pola pikir.
menunjukkan bahwa gejala Semakin tua usia seseorang maka
hyperarousal yang paling sering akan semakin meningkat pula
dirasakan pada pasien pasca kedewasaannya, kematangan jiwanya,
kecelakaan lalu lintas adalah cedera dan lebih mampu melaksanakan tugas
fraktur dan dislokasi sebanyak 65% dan tanggung jawabnya. Sehingga,
(13 orang). Jumlah dan presentasi kemampuan dalam penyelesaian
dengan domain gejala PTSD paling masalah lebih mudah untuk ditangani.
banyak pada gejala hyperarousal yakni Hasil penelitian ini juga
pada minggu ke 11-13 pasca menunjukkan bahwa responden laki-
kecelakaan sebanyak 66.7% (8 orang) laki yang mengalami PTSD sebanyak
sedangkan paling sedikit pada gejala 61.5% (8 orang) sedangkan responden
Instrusion/ Pengulangan gejala-gejala perempuan sebanyak 38.5 (5 orang).
sebanyak 25% (2orang) pada minggu Perbedaan tersebut sangat signifikan
ke 7-10 pasca kecelakaan. dikarenakan jumlah responden laki-
laki lebih banyak daripada perempun.
PEMBAHASAN Adapun jika dibandingkan responden
1. Gambaran PTSD Pasca laki-laki yang tidak mengalami PTSD
Kecelakaan Lalu Lintas pada dengan responden laki-laki yang
pasien yang dirawat di RSUP Dr. mengalami PTSD, maka
Wahidin Sudirohusodo perbandingannya 14 responden : 8
Hasil dari penelitian ini responden. Sedangkan perbandingan
menunjukkan bahwa gambaran responden perempuan yang tidak
karakteristik responden yaitu mengalami PTSD dengan responden
sebagian besar responden mengalami perempuan yang mengalami PTSD
gejala PTSD adalah dewasa akhir (36- adalah 6 responden : 5 responden.
45 tahun) sebanyak 71.4% (5 orang). Perbandingan tersebut menunjukkan
Hasil yang didapatkan sejalan dengan bahwa angka kejadian pada wanita
teori Wijayaningsih (2014) yang lebih rentan mengalami PTSD daripada
menyatakan bahwa perkembangan laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan
merupakan salah satu penyebab dengan penelitian sebelunya oleh
gangguan psikologis terutama pada Agung, Dia, & Ihsan (2018)
mereka yang usia lanjut. Sehingga, menunjukkan bahwa responden
semakin bertambah usia seseorang terbanyak mengalami PTSD adalah
maka tingkat stress semakin perempuan sebanyak 58% (29 orang)
meningkat. Namun, berdasarkan dari sedangkan laki-laki sebanyak 42% (21
hasil penelitian Thapa et.al (2018) orang). Hal tersebut didukung oleh

31
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

teori Weems (2007) dalam penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan


Agung, Dia, & Ihsan (2018) yang responden yang berpendidikan tinggi
menjelaskan bahwa selain usia, ada sebagian besar mengalami PTSD
faktor lain yang mempengaruhi yakni 66.7% (6 orang) dari total responden
jenis kelamin. Pada jenis kelamin berpendidikan tinggi sedangkan
dijelaskan bahwa perempuan akan pendidikan rendah hanya sebagian
memiliki resiko lebih besar mengalami kecil yang mengalami PTSD sebanyak
PTSD dari pada laki-laki. Hal ini 33.3% (7 orang) dari total responden
dikarenakan, rendahnya sintesa berpendidikan rendah. Hasil penelitian
serotonin yang ada pada perempuan. tersebut tidak sejalan dengan
Sintesa serotonin akan membawa penelitian Sugeng, Hadi, &
pesan kimia pada neurotransmitter Naraprawira (2014) yang menyatakan
pada otak yang akan memberikan bahwa semakin tinggi tingkat
komunikasi antara sel – sel saraf otak. pendidikan maka akan semakin tinggi
Rendahnya serotonin akan pula pengetahuan dan keterampilan
berpengaruh pada kerentanan depresi sehingga dapat menyesuaikan diri
pada seseorang. Sedangkan minimnya dengan masalah yang dihadapi. Hasil
tingkat pendidikan sesesorang akan penelitian ini menunjukkan jenis
mempengaruhi tingginya angka cedera pasien pasca kecelakaan lalu
kejadian PTSD. Berdasarakan hasil lintas mayoritas mengalami amputasi
penelitian yang juga dilakukan oleh sebanyak 100% (1 orang). Menurut
Tang, Deng, & Zhang, (2017) Sahu, Sagar, Sarkar, & Sagar (2016)
menyatakan bahwa perempuan lebih menyatakan bahwa amputasi
sensitive terhadap hormon stress, merupakan tindakan pembedahan
ancaman, dan lebih sedikit yang dilakukan secara terpaksa untuk
menggunakan koping yang efektif menyelamatkan bagian jaringan
karna lebih cenderung menafsirkan tungkai lainnya dan dapat
suatu bencana yang dihadapi dalam meyebabkan cacat fisik.
hal yang negatif. Banyak penelitian tentang
Karakteristik responden lainnya amputasi melaporkan bahwa
adalah status pernikahan. dalam kehilangan anggota tubuh yang
penelitian ini menunjukkan bahwa traumatis memiliki respon yang sama
status menikah lebih dominan dengan kehilangan pasangan,
mengalami PTSD sebanyak 69.2% (9 keutuhan bahkan kematian. Hal ini
orang) daripada responden yang belum dapat menyebabkan pasien sangat
menikah sebanyak 28.6% (4 orang). terpengaruh secara emosional dan
Hasil penelitian ini tidak sejalan mengakibatkan kualitas hidup buruk.
dengan penelitian sebelumnya yang Sehingga Pasien yang menjalani
dilakukan oleh Thapa, et. al (2018) amputasi beresiko mengalami
yang menunjukkan bahwa responden gangguan depresi. Peristiwa
yang belum menikah lebih beresiko menyedihkan dari amputasi yang
mengalami PTSD. Salah satu penyebab disebabkan oleh kecelakaan atau
tidak sejalannya penelitian ini ledakan dapat menyebabkan gejala
dipengaruhi adanya faktor lain yang gangguan stress pasca trauma (PTSD).
tidak teridentifikasi oleh peneliti yakni Berdasarkan dari penelitian Sahu et. al
adanya pengaruh hubungan negatif (2016) juga mengatakan bahwa kasus
terhadap keluarga yang dapat amputasi yng disebabkan oleh
mempengaruhi terjadinya gangguan traumatis (kecelakaan-kendaraan
pasca trauma (PTSD) (Tentama,2014). bermotor dan kecelakaan lintasan
Menurut teori Wijayaningsih (2014) kereta api, cedera mesin, ledakan, dll.)
juga mendukung penelitian ini yang menyatakan bahwa tingkat depresi
menyatakan bahwa status menikah yang dilaporkan dalam studi bervariasi
merupakan salah satu sumber stress dari 10,4 [32] hingga 63%. [28] Tingkat
yang dialami seseorang. PTSD telah berkisar antara 3,3% [24]

32
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

hingga 56,3% [29]. Tingkat gangguan norepinefrin dan epinefrin) yang


kecemasan umum berkisar antara memunculkan ingatan trauma secara
3,4% [32] hingga 10%. Dari hasil berlebihan. Adapun upaya rasa takut
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara berlebihaan dirasakan pada
jenis cedera amputasi berpangaruh gejala hyperarousal.
pada pesien pasca kecelakaan lalu 2. Gambaran Gejala PTSD Pasca
lintas akan berdampak pada kejadi Kecelakaan Lalu Lintas Pada
PTSD. Pasien yang dirawat di RSUP
Hasil penelitian ini responden Dr. Wahidin Sudirohusodo
yang mengalami PTSD dengan cedera Hasil penelitian ini ditemukan
kepala sebanyak 50% (2 orang). jumlah pasien yang tidak mengalami
Menurut Kurniati, Trisyani, & Theresie gejala PTSD lebih banyak daripada
(2018) mengemukakan bahwa salah yang mengalami gejala PTSD dengan
satu kondisi medis yang dapat perbandingan 56.7% (17 orang) :
mempengaruhi perubahan status 43.3% ( 13 orang). Penelitian ini
mental atau perilaku psikologi adalah didukung oleh penelitian Charitaki,
cedera kepala. Hasil penelitian Bryant Pervanidou,Tsiantis, Chrousos, &
(2011) menyatakan bahwa adanya Kolaitis, (2017) yang menyatakan
pengaruh trauma kepala (trauma bran bahwa adanya gejala PTSD pada anak-
injury) dengan kejadian PTSD. Trauma anak terhadap kecelakaan lalu lintas
tersebut terjadi karena adanya sebanyak 38,3%. anak-anak/remaja
kekuatan dari luar sehingga mengalami PTSD 1 bulan pasca
menyebabkan adanya laserasi otak, trauma kecelakaan lalu lintas. Hal ini,
hematoma, hipertensi intracranial dll. juga sejalalan dengan penelitian
Cedera kepala dalam hal ini trauma Mulder, Fergusson, & Horwood (2013)
brain injury ringan biasanya ditandai yang mengemukakan bahwa kejadian
dengan kebingungan, disorientasi, PTSD dipengaruhi tingginya tingkat
atau kehilangan kesadaran selama 30 kejadian traumatis atau peristiwa
menit, GCS 13-15 dan amnesia pasca hidup yang negatif. Adapun beberapa
trauma selama kurang dari 24 jam. kejadian traumatis meliputi trauma
Dan trauma brain injury sedang yakni personal (kekerasan personal, korban
hilangnya kesadaran antara 30 menit perkosaan, kematian orang tercinta,
dan 24 jam, skor GCS 8-12 dan korban kejahatan,dll) perang,
amnesia pasca trauma selama 1-7 keganasaan, trauma mayor (bencana
hari. Adapun trauma brain injury berat alam, kebakaran,kecelakaan,dll)
yakni kehilangan kesadaran dan (Hatta, 2016).
amnesia pasca trauma dalam rentang Hasil penelitian dari tabel 4
waktu yang lama, dan biasanya akan menunjukkan bahwa dari keempat
mengalami gangguan kognitif yang domain gejala PTSD yang paling
parah. banyak dirasakan adalah gejala
Berdasarkan penelitian Bryant hyperarousal sebanyak 60% (18 orang)
(2011) menyatakan bahwa trauma dari 30 responden. Menurut DSM-5
brain injury berkembang sejalan criteria for PTSD (2013) gejala
dengan kejadian PTSD. Kejadian hyperarousal cenderung akan
tersebut dikarenakan mekanisme mengalami hipervigilance (penigkatan
koping terhadap rasa takut yang kewaspadaan) yang ditunjukkan
ditimbulkan selama peristiwa dengan berjaga-jaga secara berlebihan
traumatis menghasilkan daya ingat dan perilaku gelisah yang
yang berdampak pada kecemasan menyebabkan kesulitan tidur.
terhadap pengingat trauma. Sehingga Penelitian Giacco, Matanov, & Pribe
rangsangan simpatik ekstrem pada (2013) menyatakan bahwa gangguan
saat peristiwa traumatis dapat PTSD berhubungan erat dengan
mengakibatkan pelepasan dari penurunan substansial kualitas hidup
neurokimiawi stress (termasuk secara subjektif. Hal tersebut

33
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

dibuktikan dengan analisis hubungan Sutini (2016) menyatakan bahwa


antara gejala hyperarousal dan gangguan stress biasannya akan
substansian kualitas hidup subjektif membutuhkan onset waktu yang
yakni koefeisiensi beta negative yang lambat. Adapun tahapan stress yang
signifikan secara statistik ditemukan dikemukakan oleh Robert J. Van
b=-.068, p<.01. Berdasarkan DSM-5 Amberg (1979) dikutip dalam Yosep &
criteria for PTSD (2013) gejala Sutini (2016) membagi menjadi enam
hyperarousal cenderung akan tingkatan. Tingkatan stress pertama
menunjukkan sikap yang berjaga-jaga merupakan tingkatan stress yang
secara berlebihan dan perilaku gelisah paling ringan dengan ciri terlihat
yang menyebabkan kesulitan tidur. menyenangkan, bersemangat tapi
Sehingga, seseorang akan mengalami tanpa disadari bahwa sebenarnya
perubahan kualitas hidup seseuai cadarngan energinya sedang menipis.
sesuai dengan tingkat keparahan Tingkatan kedua, telah timbul
gejala PTSD yang diderita. Hasil keluhan-keluhan; letih, lelah karena
penelitian pada tabel 5 menunjukkan cadangan energi berkurang. Tingkatan
bahwa gejala hyperarousal yang paling ketiga, keluhan keletihan mulai
sering dirasakan pada pasien pasca Nampak disertai dengan gejala-gejala
kecelakaan lalu lintas adalah cedera gangguan usus, otot tegang dll.
fraktur dan dislokasi sebanyak 65% Tingkatan keempat, keadaan semakin
(13 orang). Berdasarkan dari penelitian memburuk ditanai dengan perasaan
sebelumnya oleh Patil (2015) negativistic, mimpi yang menegangkan
menyatakan prevalensi PTSD lebih dll. Tingkatan kelima ditandai dengan
tinggi pada pasien kecelakaan lalu keletihan yang mendalam, gangguan
lintas dengan cedera fraktur. Adapun sistem pencernaan, perasaan takut
penelitian dari Winda, Nauli, & Hasneli yang semakin menjadi, panik dan lain-
(2014) menyatakan bahwa pasien lain. Tingkatan keenam merupakan
dengan cedera fraktur selalu bertanya tahapan puncak tidak jarang penderita
tentang bentuk dari fisiknya dapat yang disertai debar jantung terasa
kembali seperti semula , dan setelah amat keras, nafas sesak, badan
kesehatan fisik telah stabil, pasien gemetar dll.
masih meraskaan kecemasan dengan Berdasarkan dari hasil dan
rasa takut dengan sakit akut. penjelasan diatas dapat disimpulkan
Kecemasan yang dirasakan pasien bahwa onset yang paling sering pada
diiringi dengan frekuensi nadi yang minggu ke 11-13 pasca kecelakaan lalu
cepat, jantung berdebar-debar, lintas terdapat pada gejala
peningkatan pernapasan, susah tidur hyperarousal.
dan mulut kering. Berdasarkan dari
fenomena penelitian diatas KESIMPULAN
mendukung perilaku dari domain Kesimpulan dari hasil penelitian
gejala hyperarousal. Sehingga dapat ini menunjukkan bahwa adanya gejala
disimpulkan bahwa jenis cedera PTSD pasca kecelakaan lalu lintas.
fraktur berhubungan langsung dengan Namun jumlah responden yang tidak
domain gelaja hyperarousal. mengalami PTSD lebih banyak
Hasil penelitian pada tabel 6 daripada yang mengalami PTSD.
menunjukkan jumlah dan presentasi Adapun gejala yang paling sering
dengan domain gejala PTSD paling muncul adalah gejala hyperarousal
banyak pada gejala hyperarousal yakni pada onset minggu ke 11-13 pasca
pada minggu ke 11-13 pasca kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu,
kecelakaan sebanyak 66.7% (8 orang) meskipun jumlah kejadian PTSD
sedangkan paling sedikit pada gejala cukup sedikit namun penanganan
Instrusion/ Pengulangan gejala-gejala PTSD perlu dilakukan untuk
sebanyak 25% (2orang) pada minggu mengurangi gejala PTSD.
ke 7-10 pasca kecelakaan. Yosep &

34
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 5(1), 27-35

DAFTAR PUSTAKA 349.


Agung, S., Dia, M., & Ihsan, P. (2018). Dampak Patil, S. N. (2015). Post traumatic stress
pasca kejadian tanah longsor di dusun disorder in patiens with compound
tangkil desa banaran ponorogo terhadap fractures - primary care-patients
kejadian post traumatic stress disorder. screening tool in orthopaedic practice.
Unand, 812-818. Retrieved September 4, Journal of Orthopaedic and Rehabilitation,
2018, from I(2), 13-16. Retrieved January 16, 2019,
http://seminar.unand.ac.id/index.php/i from
abi/pit5iabi2018/paper/view/500/92 https://pdfs.semanticscholar.org/9020/
Arnika, S. S. (2017). Gambaran gejala gangguan 5c9fbfec45a5614843327162e958eec074
stress pastatrauma korban bencana 62.pdf.
erupsi gunung sinambung pada remaja di Sahu, A., Sagar, R., Sarkar, S., & Sagar, S.
posko pengungsian kabanjahe kabupaten (2016). Psychological effects of
karo. Sumatera Utara: Universitas amputation: a review of studies from
Sumatera Utara. Retrieved September 16, India. Industrial Psychiatry Journal, 25(1),
2018, from 4-10. doi:10.4103/0972-6748.196041
http://repository.usu.ac.id/handle/1234 Sugeng, S. U., Hadi, H. T., & Nataprawira, R. K.
56789/68936?show=full. (2014). Gambaran tingkat stres dan daya
Badan Pusat Statistika. (2015). Statistika tahan terhadap stres perawat instalasi
lingkungan hidup Indonesia 2015. perawatan intensif di Rumah Sakit
Jakarta: Author. Immanuel Bandung. Retrieved from
Bromet, E. J. (2016). Long-term outcame in http://repository.maranatha.edu/12392
psychopathology research. United State of /10/0910112_Journal.pdf
America: Oxford University Press. Tang, B., Deng, Q., & Zhang, L. (2017). A meta-
Bryant, R. (2011). Post-traumatic stress analysis of risk factor for post-traumatic
disorder vs traumatic brain injury. stress disorder (PTSD) in adults and
Dialogues Clin Neuroscience, 13(3), 251- children after earthquakes. International
262. Retrieved January 16, 2019, from Journal of Environmental Research and
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti Public Health, 1-20.
cles/PMC3182010/pdf/DialoguesClinNe doi:10.3390/ijerph14121537
urosci-13-251.pdf Tentama, F. (2014). Dukungan sosial dan post-
Charitaki, S., Pervanidou, P., Tsiantis, J., traumatic stress disorder pada remaja
Chrousos, G., & Kolaitis, G. (2017). Post- penyintas gunung merapi. Jurnal
traumatic stress reactions in young victim Psikologi Undip, XIII(2), 133-134.
of road traffic accidents. Europan Journal Retrieved September 2018, 2018, from
of Psychotraumatology, 8, 1-2. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/
doi:10.1080/20008198.2017.1351163 psikologi/article/view/8084/6631
DSM-5 criteria for PTSD. (2013). National Center Thapa, P., Acharya, L., Bhatta, B. D., Paneru, S.
for PTDS, 1-3. Retrieved September 25, B., Khattri, J. B., Chakraborty, P. K., &
2018, from Sharma, R. (2018). Anxiety, depression
http://www.ptsd.va.gov/professional/pa and post-traumatic stress disorder after
ges/dsm5_criteria_ptsd.asp earthquake. JNHRC, XVI(1), 53-57.
Giacco, D., Matanov, A., & Pribe, S. (2013). Retrieved January 6, 2019, from
Symptoms and subjective quality of life in https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
post-traumatic stress disorder: a 29717290
longitudinal study. Plos One, 8(4), 1-7. Winda, R. I., Nauli, A. F., & Hasneli, Y. (2014).
doi:10.1371/journal .pone.0060991 Faktor-faktor yang mempengaruhi
Hatta, K. (2016). Trauma dan pemulihannya: kecemasan pasien fraktur tulang panjang
suatu kejadian berdasarkan kasus pasca pra operasi yang dirawat di RSUP Arifin
konfilk dan tsunami. Banda Aceh: Achmad Pekanbaru. JOM PSIK, I(2), 1-10.
Dakwah Ar-Raniry Press. Retrieved January 16, 2019, from
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Theresia, S. I. https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMP
(2018). Keperawtan gawat darurat dan SIK/article/view/3375
bencana sheehy. Singapore: Elsevier. Wijayaningsih, K. S. (2014). Psikologi
Nasri, R. I., Seniwati, T., & Erfina, E. (2020). keperawatan. Jakarta: Trans Info Media
Screening of post-traumatic stress Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku ajar
disorder (PTSD) among flood victims in keperawatan jiwa dan advance mental
Indonesia. Enfermería Clínica, 30, 345– health nursing. Bandung: Refika Adit.

35

You might also like