You are on page 1of 12

KONTRIBUSI KARAKTERISTIK PERAWAT YANG MEMPENGARUHI

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT KELAS C


JAKARTA SELATAN

Awaliyah Ulfah Ayudytha Ezdha


STIKes Pekanbaru Medical Center
Surel : dhita_87@yahoo.com

ABSTRACT
Nursing characteristic is characteristic of nurses that exist in their self. These characteristics can affect
in the learning and work process including in creating a patient safety culture in the hospital. This study
aims to determine the contribution of nurse characteristics that affect patient safety culture. Descriptive
study was conducted through a quantitative approach with the population of all the existing nurses in the
Class C Hospital as many as 77 people and with a sample of 68 people. The results of this study indicate
that the characteristics of nurses are at the productive age of 20-35 years and long work > 5 years. Most
of the nurses in this study was female and D3 educational background and served as implementing
nurses. Most nurses have never attended training on patient safety in hospitals. Statistically the age,
duration and position of the nurse had a relationship with the nurse's perception of the patient's safety
culture (p <0.05), while the education background and the patient's safety training followed were not
related to the nurse's perception of the patient safety culture (p> 0.05). It is expected that by knowing the
characteristics of nurses that affect the patient safety culture, hospital patient safety team is more optimal
in carrying out its duties and functions to improve the patient safety culture.

Keyword: Patient Safety Culture, Nurse, Characteristic, Hospital, Perception

ABSTRAK
Karakteristik perawat merupakan ciri perawat yang ada pada diri perawat. Ciri ini dapat mempengaruhi
dalam proses belajar dan bekerja termasuk dalam menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi karakteristik perawat yang mempengaruhi budaya
keselamatan pasien. Penelitian deskritif ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan populasi
yaitu seluruh perawat yang ada di Rumah Sakit kelas C sebanyak 77 orang dan dengan sampel sebanyak
68 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik perawat berada pada usia produktif yaitu
20-35 tahun dan lama bekerja >5 tahun. Mayoritas perawat pada penelitian ini adalah berjenis kelamin
perempuan dan berlatar belakang pendidikan D3 keperawatan serta berjabatan sebagai perawat
pelaksana. Sebagian besar perawat belum pernah mengikuti pelatihan mengenai keselamatan pasien di
rumah sakit. Secara statistik usia, masa kerja dan jabatan perawat memiliki hubungan dengan persepsi
perawat terhadap budaya keselamatan pasien (p<0.05), sedangkan latar belakang pendidikan dan
pelatihan keselamatan pasien yang diikuti tidak memiliki hubungan dengan persepsi perawat terhadap
budaya keselamatan pasien (p>0.05). Diharapkan dengan diketahui nya karakteristik perawat yang
mempengaruhi budaya keselamatan pasien, tim keselamatan pasien rumah sakit lebih optimal dalam
menjalankan tugas dan fungsinya untuk meningkatkan budaya keselamatan pasien.

Kata Kunci : Budaya Keselamatan Pasien, Perawat, Karakteristik, Rumah Sakit, Persepsi

1. Pendahuluan Setiap rumah sakit harus menjamin


penerapan keselamatan pasien pada
Hal yang pokok dan paling pelayanan kesehatan yang
mendasar dalam pelaksanaan diberikannya kepada pasien
keselamatan pasien di rumah sakit (Fleming & Wentzel, 2008)1
adalah budaya keselamatan pasien.
10
The World Health (KKP-RS, 2008). Data ini juga
Organization mengestimasikan belum terlalu valid menurut Depkes
bahwa sekitar 10 juta pasien di RI namun berdasarkan penelitian
seluruh dunia bertahan dari cedera penelitian yang telah dilakukan
dan kematian setiap tahunnya angka tersebut diperkirakan relatif
disebabkan oleh praktik kesehatan tinggi (Budiharjo, 2008) 5.
yang tidak aman. Berdasarkan Penetapan budaya
penelitian yang telah dilakukan keselamatan pasien akan
dibeberapa negara di dapatkan hasil mendatangkan keuntungan bagi
bahwa 3,2-16,6 % dalam perawatan pasien dan pihak penyedia pelayanan
akut di rumah sakit mengalami satu kesehatan. Penerapan budaya
kejadian yang tidak diinginkan keselamatan pasien akan mendeteksi
(KTD) (Kusumapraja, 1994 dalam kesalahan yang akan terjadi atau jika
Manuaba, 2012)2 . Pada tahun 2000, kesalahan terjadi. Budaya
IOM (Institute of Medicine) keselamatan pasien akan
melaporkan hal yang mengejutkan meningkatkan kesadaran untuk
bahwa di rumah sakit di Utah dan mencegah error dan melaporkan jika
Colorado, KTD di temukan sebesar ada kejadian. Budaya keselamatan
2,9 % dan 6,6% meninggal. pasien juga dapat mengurangi
Sedangkan di New York, angka pengeluaran financial yang
KTD adalah 3,7% dan 13,6% diakibatkan oleh kejadian
meninggal (Depkes RI, 2006) 3. keselamatan pasien (Carthey &
Menindaklanjuti banyaknya Clarke, 2010) 6.
kasus KTD di berbagai negara, Penerapan program
WHO mencanangkan World keselamatan pasien di rumah sakit
Alliance for Patient Safety yaitu merupakan tanggung jawab
program bersama di berbagai negara pengelola rumah sakit sebagai
untuk meningkatkan keselamatan penyedia pelayanan kesehatan,
pasien di rumah sakit (Depkes RI, namun keberhasilannya merupakan
2006) 3. Data yang di dapatkan dari tanggung jawab semua pihak yang
Komite Keselamatan Pasien Rumah bekerja di rumah sakit baik medis
Sakit (KKP-RS) kejadian insiden maupun non medis. Tanggung jawab
keselamatan pasien pada tahun 2009 yang utama adalah para medis yang
tercatat yaitu 114 laporan, tahun berhubungan langsung dengan
2010 yaitu 103 laporan dan pada pasien seperti dokter dan perawat.
triwulan I tahun 2011 yaitu 34 Perawat merupakan tenaga
laporan (KKP-RS, 2012) 4. profesional yang berperan penting
Sedangkan untuk angka kejadian dalam fungsi rumah sakit. Hal ini
KTD di Indonesia juga termasuk didasari bahwa jumlah tenaga
tinggi. Pada tahun 2007 dilaporkan keperawatan adalah porsi terbesar
angka KTD paling tinggi yaitu di dalam rumah sakit. Dalam
provinsi DKI Jakarta yaitu 37,9% menjalankan fungsinya, perawat
selanjutnya menyusul Jawa Tengah merupakan staf yang melakukan
dengan 15,9%, D. I Yogjakarta kontak tersering dan terlama dengan
dengan 13,8%, Jawa Timur dengan pasien. Luasnya peran dari perawat
11,7%, Sumatra Selatan dengan memungkinkan untuk menemukan
6,9%, Jawa Barat dengan 2,8%, Bali dan mengalami risiko kesalahan
dengan 1,4%, Aceh dengan 1,07% dalam pelayanan (Beginta, 2012).
dan Sulawesi Selatan dengan 0,7%
11
Berdasarkan laporan Insiden 1 kali yaitu pada tahun 2014 dan
Keselamatan pasien tahun 2011 belum ada sosialisasi lagi.
triwulan I jumlah laporan insiden Amstrong, Laschinger dan Wong
pelanggaran keselamatan pasien (2009) menyatakan bahwa
sebesar 11,23 % dilakukan di unit pengetahuan dalam konteks
keperawatan, sebesar 6,17 % di unit keselamatan pasien adalah berkaitan
farmasi dan 4,12% dilakukan oleh dengan kemampuan individu untuk
dokter. Perawat harus menyadari memahami tugas dan mengenali
perannya sehingga harus dapat suatu ide abstrak yang berada dalam
berpartisipasi aktif dalam konteks keselamatan pasien.
mewujudkan keselamatan pasien. Sedangkan penerapan budaya
Perawat juga memiliki kewajiban keselamatan pasien memerlukan
membuat laporan mengenai insiden pemahaman sehingga dapat
keselamatan pasien. diterapkan dengan maksimal.
Persepsi merupakan dasar Tujuan dari penelitian ini
untuk semua tindakan (Krause et al, adalah untuk diketahuinya kontribusi
2009;. Prinz, 1997)7,8. Persepsi karakteristik perawat dalam
perawat akan penerapan keselamatan mempengaruhi budaya keselamatan
pasien menyebabkan tindakan yang pasien di Rumah Sakit Kelas C
mereka lakukan mengenai Jakarta. Metode yang di gunakan
keselamatan pasien juga penting. Hal adalah penelitian kualitatif dengan
ini didasarkan karena tindakan desain cross sectional karena peneliti
perawat juga mempengaruhi kualitas ingin mengukur semua variabel pada
layanan, mengurangi morbiditas dan waktu yang bersamaan. Belum ada
mortalitas, meningkatkan efektivitas penelitian yang dilakukan tentang
perawatan, biaya kontrol, komplikasi budaya keselamatan pasien di RS
medis dan hukum. tersebut. Dalam penelitian ini akan di
Berdasarkan wawancara dapatkan karakteristik apa saja yang
dengan perawat di ruang rawat inap paling mempengaruhi persepsi
RS Kelas C pada bulan Oktober perawat terhadap keselamatan pasien
2015, pada dasarnya mereka tahu sehingga rumah sakit dapat mencari
mengenai keselamatan pasien tetapi strategi yang akan di lakukan untuk
tidak begitu paham. Pelaksanaan meningkatkan budaya tersebut dari
seminar atau training mengenai segi karakteristik perawat.
keselamatan pasien pernah diadakan
2. Metode Penelitian

Fenomena KTD dan Budaya Perumusan Masalah dan Tujuan Studi literatur dan studi di
Keselamatan Pasien yang Penelitian lapangan
belum terukur

Penyebaran alat ukur karakteristik


perawat dan budaya keselamatan
pasien

Populasi & Sampel


Seluruh Perawat yang bekerja di Rumah
12
Sakit Kelas C Jaksel
Analisis
Univariat dan Bivariat

Hasil
Kontribusi Karakteristik perawat yang
mempengaruhi budaya keselamatan pasien di
rumah sakit

3. Hasil Percobaan jenis kelamin, tingkat pendidikan,


pelatihan yang pernah diikuti
Karakteristik Perawat (pelatihan keselamatan pasien) dan
Penyajian data karakteristik jabatan. Data ini disajikan dengan
perawat disesuaikan dengan jenis menjelaskan jumlah dan persentase
data. Penyajian data yaitu masing-masing kelompok. Data
berdasarakan data kategorik dan data numerik meliputi usia, dan masa
numerik. Data kategorik meliputi kerja.
Tabel 3.1
Distribusi Karakteristik Perawat
No Variabel Nilai (n=68)
1 Umur
20-35 Tahun 44 (64.7%)
>35 Tahun 24 (35.3%)

2 Masa Kerja
< 5 Tahun 29 (42.6%)
> 5 Tahun 39 (57.4%)

3 Jenis Kelamin n (%)


Laki-laki 1 (1.5 %)
Perempuan 67 (98.5 %)

4 Pendidikan n (%)
DIII Keperawatan 56 (82.4%)
S1 Kep dan diatasnya 12 (17.6%)

5 Pelatihan n (%)
Pernah 25 (36.8%)
13
Tidak Pernah 43 (63.2%)

6 Jabatan
Kepala Ruangan dan PJ 21 (30.9%)
Perawat Pelaksana 47 (69.1%)

Tabel menunjukkan bahwa yaitu sebanyak 56 perawat (82.4%). Data


mayoritas perawat berada pada usia 20-35 mengenai pelatihan keselamatan pasien yang
tahun yaitu sebanyak 44 perawat (64.7%). pernah diikuti mayoritas perawat tidak
Mayoritas perawat berada pada masa kerja > pernah mengikuti pelatihan terkait
5 tahun yaitu sebanyak 39 perawat (57.4%). keselamatan pasien yaitu sebanyak 43
Mayoritas perawat berjenis kelamin perawat (63.2%). Mayoritas perawat adalah
perempuan yaitu sebanyak 67 perawat dengan jabatan perawat pelaksana yaitu
(98.5%). Tingkat pendidikan perawat sebanyak 47 perawat (69.1%).
sebagian besar adalah DIII keperawatan

Kontribusi Karakteristik Perawat yang


Mempengaruhi Budaya Keselamatan
Pasien
Usia
Tabel 3.2
Hubungan Antara Usia dengan Persepsi Perawat terhadap Budaya Keselamatan Pasien

Kategori Persepsi Budaya Total OR P


Usia Keselamatan Pasien value
Baik Sedang

0.048
n % n % N %

20-35 Tahun 28 63.6 16 36.4 44 100 0.25


0.064-0.97
>35 tahun 21 47.5 3 12.5 24 100

Jumlah 49 72.1 19 21.9 68 100


perawat terhadap budaya keselamatan
pasien. Dari hasil analisis diperoleh pula
Tabel menjelaskan tentang hubungan
nilai OR=0.25, artinya perawat dengan usia
antara usia dengan persepsi perawat
20-35 tahun menpunyai peluang 0.25 kali
terhadap budaya keselamatan pasien di
persepsi baik dibanding perawat dengan usia
Rumah Sakit Setia Mitra Jakarta. Uji
>35 tahun.
statistik menggunakan Chi Square
Perawat pada penelitian ini rata-rata
menghasilkan nilai probabilitas sebesar
berada pada usia produktif. Mayoritas
0,048 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa
responden adalah perawat dengan usia 20-35
faktor usia berhubungan dengan persepsi
14
tahun. Usia produktif berada pada tahap usia berhubungan dengan perilaku perawat
pemantapan karir. Usia berkaitan dengan dalam menerapkan budaya keselamatan
kedewasaan dan kemampuan seseorang pasien.
dalam bersikap dan bekerja. Pada usia Karakteristik individu merupakan
memasuki masa dewasa muda 20-40 tahun, komponen yang berdampak langsung
biasanya indiviu telah mencapai pengusaan dengan kinerja dalam keselamatan pasien di
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang rumah sakit (Henriksen, Dayton, Keyes,
matang (Santrock, 2002). Carayon & Hughes, 2008) 20. Penampilan
Hasil analisis hubungan antara kinerja ini akan berdampak pada kepuasan
kategori usia dengan persepsi perawat perawat mengingat rata rata usia perawat
terhadap budaya keselamatan pasien adalah usia produktif atau usia dewasa
menggunakan uji chi square didapatkan nilai muda. Maryam (2009) menyatakan terdapat
p=0.048 (p < 0,05). Hasil analisis ini hubungan antara penerapan keselamatan
menunjukkan ada hubungan yang bermakna pasien dengan kepuasan perawat pelaksana
antara usia dengan persepsi perawat pada tindakan yang dominan yaitu
terhadap budaya keselamatan pasien. Hasil identifikasi pasien, komunikasi, akurasi
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan obat, dan injeksi.
oleh Setiowati (2010) yang berjudul
hubungan kepemimpinan efektif head nurse
dengan penerapan budaya keselamatan
pasien oleh perawat pelaksana, menyatakan

Masa Kerja

Tabel 3.3
Hubungan Antara Masa Kerja dengan Persepsi Perawat terhadap Budaya Keselamatan
Pasien

Kategori Persepsi Budaya Total OR P


Masa Keselamatan Pasien value
Kerja Baik Sedang
n % n % N %
≤ 5 tahun 16 55.2 13 44.8 29 100 0.024 0.016
0.072-0.697
> 5 Tahun 33 84.6 6 15.4 39 100

Total 49 72.1 19 27.9 68 100

Tabel 4.3 menjelaskan tentang signifikan dengan persepsi perawat terhadap


hubungan antara masa bekerja dengan budaya keselamatan pasien di RS.
persepsi perawat terhadap budaya Penelitian ini bertolak belakang
keselamatan pasien di RS Setia Mitra dengan penelitian yang dilakukan oleh
Jakarta. Uji statistik menggunakan Chi Hikmah (2008) bahwa tidak ada hubungan
Square menghasilkan nilai probabilitas antara masa kerja perawat di RSUP
sebesar 0,016 (p < 0,05) yang menunjukkan Fatmawati dengan persepsi keselamatan
bahwa faktor masa bekerja berhubungan pasien. Masa kerja berhubungan dengan
produktivitas, tingkat absensi dan kepuasan

15
kerja seseorang. Masa kerja juga lebih produktif dibandingkan karyawan
berhubungan positif dengan kepuasan kerja baru. Masa kerja yang lama dapat menjadi
(Huber, 2010). Perawat yang memiliki masa pencetus kejenuhan dari perawat (Marquis
kerja lebih lama seharusnya akan mengalami & Houston, 2012). Kejenuhan yang terjadi
peningkatan yag lebih baik dalam kinerja pada perawat dapat menjadikan perawat
dan produktivitas, tetapi hal ini juga dapat pasif dalam menyikapi hal baru dan tidak
terjadi sebaliknya. Robbins (2013) juga antusias terhadap penerapan budaya
menyatakan hal yang sebaliknya bahwa keselamatan pasien di rumah sakit.
orang yang telah lama bekerja belum tentu
Tingkat Pendidikan
Tabel 3.4
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Persepsi Perawat terhadap Budaya
Keselamatan Pasien
Tingkat Persepsi Budaya Total OR P value
Pendidikan Keselamatan Pasien
Baik Sedang
n % n % n %
D3 40 71.4 16 28.6 56 100 0.833 1.00
0.2-3.4
S1 Kep dan 9 75 3 25 12 100
diatasnya

Total 49 72.1 19 27.9 68 100

Tabel menunjukkan hasil analisis profesi yang membutuhkan pemebelajaran


hubungan tingkat pendidikan dengan terus menerus dan seumur hidup. Perawat
persepsi perawat terhadap budaya harus meningkatkan pendidikan dan
keselamatan pasien menggunakan uji chi- pelatihan. Perawat harus mencapai tingkat
square. Hasil analisis diperoleh nilai pendidikan yang lebih tinggi melalui
probabilitas sebesar 1.00 (p > 0,05) yang pendidikan dan pelatihan. Hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya hubungan tingkat ini memiliki kecenderungan bahwa semakin
pendidikan dengan persepsi perawat tinggi tingkat pendididikan maka semakin
terhadap budaya keselamatan pasien di RS. besar perawat yang memiliki persepsi yang
Hasil penelitian Suci (2014) 23 dan kuat terhadap keselamatan pasien. Hal ini
Purwanto (2012) juga dikuatkan oleh dikarenakan faktor pendidikan akan
pernyataan McNamara (2011) yang berpengaruh terhadap kemampuan dan
menyatakan bahwa keperawatan adalah perilaku seseorang dalam bekerja.
Hasil penelitian ini memiliki yang lebih baik dalam menyelesaikan
kecenderungan bahwa semakin tinggi pekerjaan. Peneliti juga berasumsi bahwa
tingkat pendididikan maka semakin besar seseorang dengan pendidikan yang lebih
perawat yang memiliki persepsi yang kuat tinggi akan berusaha untuk
terhadap keselamatan pasien. Hal ini mengaktualisasikan diri terhadap
dikarenakan faktor pendidikan akan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan seseorang
berpengaruh terhadap kemampuan dan dengan ilmu pengetahuan yang cukup akan
perilaku seseorang dalam bekerja. berusaha mengaplikasikan ilmu pengetahuan
Peneliti berasumsi bahwa seseorang tersebut untuk mendapatkan pengakuan dari
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi orang lain mengenai tingkat pengetahuan
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya (McNamara, 2011) 22.
16
Namun, pada penelitian ini didapatkan hasil menyebabkan tidak dapat terlihat pengaruh
bahwa tingkat pendidikan tidak yang signifikan terhadap budaya
berhubungan dengan persepsi perawat keselamatan pasien.
terhadap budaya keselamatan pasien di Pendidikan berkelanjutan di Rumah
rumah sakit. Hal ini dapat disebabkan Sakit juga dirasa perlu untuk meningkatkan
karena mayoritas responden berpendidikan budaya keselamatan pasien. Walaupun hasil
D III Keperawatan. Jenis pendidikan ini penelitian ini tidak ada hubungan antara
dapat digolongkan pada tingkat pendidikan pendidikan dan persepsi perawat terhadap
tinggi. Hal serupa juga di nyatakan oleh budaya keselamatan pasien, namun proses
Soeroso (2003) bahwa rumah sakit di kota belajar terus menerus tetap harus di lakukan
besar, baik pemerintah maupun swasta agar kognitif perawat juga meningkat dan
memiliki banyak perawat yang diharapkan dapat mengarahkan ke budaya
berpendidikan akademi dan sarjana bahkan keselamatan pasien yang positif.
pascasarjana. Komposisi tersebut

Pelatihan Keselamatan Pasien yang Pernah di ikuti

17
Tabel 3.5
Hubungan Antara Pelatihan Keselamatan Pasien yang Pernah Diikuti dengan Persepsi
Perawat terhadap Budaya Keselamatan Pasien
Pelatihan Persepsi Budaya Total OR P
keselamatan Keselamatan Pasien value
pasien Baik Sedang
n % N % n %

Pernah 21 84 4 16 25 100 0.356 0.164


0.103-1.228
Tidak Pernah 28 65.1 15 34.9 43 100

Total 49 72.1 19 27.9 68 100

Tabel menunjukkan hasil analisis tentang keselamatan pasien. Jadi walaupun


hubungan pelatihan keselamatan pasien sudah pernah mengikuti pelatihan, dapat saja
yang pernah diikuti dengan persepsi perawat penerapan budaya keselamatan pasien belum
terhadap budaya keselamatan pasien kuat. Hal ini perlu didukung dengan
menggunakan uji chi-square. Hasil analisis langkah-langkah pemecahan yang mengarah
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.164 (p pada perbaikan pemahaman perawat
> 0,05) yang menunjukkan tidak adanya mengenai program keselamatan pasien.
hubungan antara pelatihan keselamatan Gillies (1996) menjelaskan pelatihan di
pasien yang pernah diikuti dengan persepsi bidang keperawatan merupakan salah satu
perawat terhadap budaya keselamatan pasien kegiatan pengembangan staf yang bertujuan
di Rumah Sakit. untuk meningkatkan mutu sumber daya
Pelatihan merupakan bagian dari manusia perawat.
proses pendidikan yang tujuannya untuk Hasil penelitian ini sejalan dengan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan penelitian yang dilakukan oleh Setiowati
khusus seseorang atau sekelompok orang (2010) bahwa perawat pelaksana yang
(Notoatmojo, 2003). Pelatihan mengenai pernah mendapatkan pelatihan dan belum
keselamatan pasien yang diberikan kepada mendapatkan pelatihan tidak memiliki
perawat pelaksana diharapkan dapat perbedaan dalam menerapkan budaya
meningkatkan kemampuan staf dalam hal keselamatan pasien dan penelitian yang
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam dilakukan oleh Marpaung (2005) yang
menerapkan keselamatan pasien. menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan
Berdasarkan penelitian ini, ketidakhubungan bermakna tentang pelatihan perawat
ini dikarenakan penerapan budaya pelaksana dengan budaya kerja.
keselamatan pasien bersifat individual dan
tergantung pada keterpaparan seseorang

18
Jabatan

Tabel 3.6
Hubungan Antara Jabatan dengan Persepsi Perawat terhadap Budaya Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit

Jabatan Persepsi Budaya Total OR P value


Keselamatan Pasien
Baik Sedang
n % n % n %
Kepala Ruangan 19 90.5 2 9 21 100 5.38 0.049
atau PJ 1.11-25.9

Perawat Pelaksana 30 63.8 17 36.2 47 100

Total 49 72.1 19 27.9 68 100

Tabel 3.6 menunjukkan hasil analisis perawat maka semakin kuat persepsinya
hubungan jabatan dengan persepsi perawat terhadap budaya keselamatan pasien.
terhadap budaya keselamatan pasien Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan
menggunakan uji chi-square. Hasil analisis adanya hubungan antara jabatan dengan
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.049 (p persepsi perawat terhadap budaya
< 0,05) yang menunjukkan adanya keselamatan pasien. Hasil ini juga sejalan
hubungan antara jabatan dengan persepsi dengan penelitian yang dilakukan oleh
perawat terhadap budaya keselamatan pasien Aprillia (2011) 21 yang menyatakan perawat
di RS Setia Mitra Jakarta. Dari hasil analisis dengan jenjang jabatan senior memiliki
diperoleh pula nilai OR=5.38, artinya perilaku penerapan IPSG lebih tinggi
perawat dengan jabatan kepala ruangan atau dibandingkan dengan perawat junior/madya
PJ menpunyai peluang 5.38 kali persepsi yaitu berpeluang 3.6 kali dibandingkan
baik disbanding perawat pelaksana. dengan perawat junior/madya.
Hasil penelitian ini menunjukkan
kecenderungan semakin tinggi jabatan
4. Kesimpulan (p<0.05), sedangkan latarbelakang
Hasil penelitian ini menunjukkan pendidikan dan pelatihan keselamatan
bahwa karakteristik perawat berada pada pasien yang diikuti tidak memiliki
usia produktif yaitu 20-35 tahun dan lama kontribusi dengan persepsi perawat terhadap
bekerja >5 tahun. Mayoritas perawat pada budaya keselamatan pasien (p>0.05).
penelitian ini adalah berjenis kelamin Penelitian ini dapat dijadikan sebagai
perempuan dan berlatar belakang pendidikan data awal bagi peneliti selanjutnya yang
D3 serta berjabatan sebagai perawat akan mengembangkan penelitian di bidang
pelaksana. Sebagian besar perawat belum keselamatan pasien. Penelitian selanjutnya
pernah mengikuti pelatihan mengenai yang dapat di kembangkan dapat berupa
keselamatan pasien di rumah sakit. Secara strategi strategi yang dapat di terapkan untuk
statistik usia, masa kerja dan jabatan meningkatkan budaya keselamatan pasien di
perawat memiliki kontribusi dengan persepsi rumah sakit khususnya yang
perawat terhadap budaya keselamatan pasien

19
berhubungan dengan kontribusi karakteristik 9. Brady, S., O'Connor, N., Burgermeister,
perawat. D., & Hanson, P. 2012. The impact
of mindfulness meditation in
promoting a culture of safety on an
REFERENSI acute psychiatric unit. Perspectives
In Psychiatric Care, 48(3), 129-137.
1. Fleming, M & Wentzell, N. 2008. Patient doi: 10.1111/j.1744-
safety culture improvement tool: 6163.2011.00315.x
Development and guidelines for 10. Ferguson, J & Fakelman, R. 2005. The
use. Health Care Quarter, 11, 10- culture factor. Proquest Health
15.. Management, 1 (22), 33-40. doi:
http://www.chsrf.ca/patientsafetycul 10.1111/j.1365-2702.2010.03285.x
ture. 11. El-Jardali, F., Dimassi, H., Jamal, D.,
2. Manuaba, I. B. 2012. Kesiapan Perawat Jaafar, M., & Hemadeh, N. 2011.
dalam menerapkan konsep pasien Predictors and outcomes of patient
safety di Rumah Sakit Umum safety culture in hospitals. BMC
Manuaba tahun 2012. Tesis. FKM Health Services Research, 11, 45-45.
UI doi: 10.1186/1472-6963-11-45
3. Departemen Kesehatan Republik 12. Hellings, J., Ward, S., Klazinga, N. S., &
Indonesia. 2006. Panduan Vleugels, A. 2010. Improving
Nasional Keselamatan Pasien patient safety culture. International
Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Journal of Health Care Quality
Kesehatan Republik Indonesia Assurance, 23(5), 489-506. doi:
4. KKP-RS. 2012. Pedoman Pelaporan http://dx.doi.org/10.1108/095268610
Insiden Keselamatan Pasien (IKP). 11050529
Jakarta: KKP RS 13. Walshe, K & Boaden, R. 2006. Patient
5. Budihardjo, A. 2008. Pentingnya Safety Safety: Research into practice. New
Culture di Rumah Sakit- Upaya York: Open University Press
Meminimalkan Adverse Event- 14. Robbins, S. P. 2013. Organizational
Integritas. Jurnal manajemen Bisnis behavior, 10th Ed. New Jersey:
Vol 1 no 1, Mei 2008 Pearson Education International.
6. Carthey, Jane & Clarke, Julia. 2010. 15. Hasibuan, M. 2008. Manajemen sumber
Implementing HUMAN FACTORS in daya manusia edisi ke dua. Jakarta:
healthcare. Di unduh tanggal 7 EGC
November 2015 dari 16. Huber, D. 2010. Leadership and nursing
http://www.patientsafetyfirst.nhs.uk/ care management third edition.
ashx/Asset.ashx?path=/Intervention- Phladelphia: Sauders Elsevier
support/Human%20Factors 17. Kaswan. 2011. Pelatihan &
%20How-to%20Guide%20v1.2.pdf Pengembangan untuk meningkatkan
7. Krause, V., Pollok, B. and Schnitzler, A. kinerja SDM. Bandung: Alfabeta.
2009, “Perception in action: 18. Nilasari. 2010. Pengaruh pelatihan
perceptual basis of synchronization tentag patient safety terhadap
abilities”, Clinical Neurophysiology, peningkatan pengetahuan dan
Vol. 120 No. 1, pp. e14-e14. keterampilan perawat klinik pada
8. Prinz, W. 1997, “Perception and action penerapan patient safety di IRNA C
planning”, European Journal of RSUP Fatmawati. Tesis FIK UI.
Cognitive Psychology, Vol. 9 No. 2, 19. Setiowati, D. 2010. Hubungan
pp. 129-54. kepemimpinan efektif head nurse
dengan penerapan budaya
20
keselamatan pasien oleh perawat
pelaksana di RSUPN Dr. Cipto
MAngunkusumo. Depok: FIK UI.
Tesis tidak dipublikasikan.
20. Hendriksen, K., Dayton, E., Keyes,
M.A., Carayon, P & Hughes, R.
2008. Understanding adverse event
a human framework: Patient Safety
and Quality: An evidence based
handbook for nurses volume I. di
unduh tanggal 20 Desember 2015
dari www.proquest.com/pqdauto
21. Aprilia, S. 2011. Faktor Faktor yang
mempengaruhi perawat dalam
penerapan IPSG (Internasional
Patient Safety Goal) pada akreditasi
JCI (Joint Commission
International) di instalasi rawat inap
RS Swasta X tahun 2011. FKM UI.
Skripsi tidak dipublikasikan
22. McNamara, S. A. 2011. The future of
nursing and patient safety: The
nurse‟s role. AORN Journal 93 (5).
www.aornjournal.org.
23. Suci, Wice Purwani. 2014. Pengaruh
pemberdayaan champion
keselamatan pasien terhadap
penerapan budaya keselamatan
pasien di rumah sakit. FIK UI. Tesis
tidak dipublikasikan

21

You might also like