You are on page 1of 18

DOI 10.21776/ub.hastawiyata.2018.001.02.

02

KONTEKS, TEMA, SKEMATA, MEMORI, DAN PIKIRAN :


MENDUKUNG PEMBELAJARAN BAHASA SEBAGAI PENGHELA ILMU
PENGETAHUAN
Tristan Rokhmawan
tristanrokhmawan19890821@gmail.com
STKIP PGRI Pasuruan

Abstract
An integrative approach leads to a new point of view in interpreting learning process. This
approach allows students to simultaneously mastering multiple disciplines in a an or a single
learning task; linking it in the same context and theme. According to the existence of
academic texts, the context supports the existence of relationships between several scientific
contexts; including the content and scope of discussion related to certain fields of science.
With the theme, each curricular content is able to connect in a match network to develop
interdisciplinary units. This allows multiple teachers in different disciplines to join to build
shared learning with integrated learning objectives; in one theme. In turn, the integrative
concept allows students to think and store their learning thoughts well, connected,
continuous, deep, and stronger (persisting and not easily forgotten). This means that what the
student has learned is assumed to be more durable in his mind's memory. This assumption is
based on the development of schemata, the storage of knowledge information in memory,
and the management of the mind when integrative learning is performed.These concept can
be realized in language learning. Language disciplines have unique and special functions as a
carrier of knowledge and as inter-disciplinary advocates. The usefulness of these two
functions is great for the functional progress of the Language disciplines. The study of
language as a carrier of knowledge can be interpreted that the science of language into a
vehicle that brings science to other sciences

Keywords: Konteks, Tema, Skemata, Memori, Pikiran, Pembelajaran Integratif, Disiplin Ilmu Bahasa

PENDAHULUAN berintegrasi dengan disiplin ilmu lainnya.


Mereka (siswa) seharusnya mengerjakan
Dalam pembahasan tata bahasa Indonesia
tugas-tugas terstruktur yang lebih compact
dikenal sebuah kondisi yang dinamakan
(padat dan ringkas), tidak terpisah-pisah
dengan perubahan makna. “Siswa SMA tidak
memecah pikiran mereka pada masing-
perlu lagi mengerjakan banyak tugas.
masing materi disiplin ilmu terpisah dan
Mengerjakan tugas yang berbeda untuk
tidak berkaitan samasekali. Ya, sekarang
masing-masing disiplin ilmu adalah kuno”.
adalah era dimana setiap ilmu yang diterima
Saya mengawali esai gagasan konseptual ini
oleh siswa seharusnya saling terkait, tidak
dengan kalimat tersebut untuk menyadarkan
terpisah-pisah; terintegrasi.
bahwa siswa kita telah terlalu banyak
Pengembangan pembelajaran secara
dibebani oleh tugas yang tidak terstruktur.
integratif muncul dalam berbagai sebutan
Semua ini diakibatkan oleh keegoisan masing
yang bergantung pada bagaimana para ahli di
disiplin ilmu; sama sekali enggan
bidang pendidikan memandang konsep ini
© 2018 Hasta Wiyata - Diksasindo All rights reserved
2 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

sebagai sebuah produk metode pembelajaran. Hal diatas jelas mendukung fungsi kedua
Para ahli yang memandang dari sudut dari Disiplin ilmu Bahasa sebagai disiplin
pandang bagaimana pembelajaran integratif ilmu penghela antardisiplin ilmu. Praktik dari
ini sebagai metode pembelajaran terpadu. fungsi ini, berdasar rasional penulis, dapat
Disebut terpadu karena pembelajaran muncul dalam dua bentuk diantaranya : 1)
dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat Disiplin ilmu Bahasa sebagai disiplin ilmu
menyelaraskan beberapa materi disiplin ilmu yang secara tekstual dan teoritik
baik secara horizontal (dalam disiplin ilmu / mengintegrasikan materinya dengan disiplin
intradisipliner), vertikal antardisiplin ilmu ilmu lain, misalnya dengan menghadirkan
(interdisipliner dan multidisipliner), maupun materi pemahaman hakikat bahasa dari sudut
vertikal antara disiplin ilmu dengan materi pandang sosiologi (ilmu sosial) ; dan 2)
empiris diluar disiplin ilmu (transdisipliner). Disiplin ilmu Bahasa sebagai disiplin ilmu
Para ahli lain yang memandang dari sudut yang secara tekstual dan teoritik
pandang bagaimana sebuah tema dapat menghubungkan dua atau lebih pembahasan
menyatukan beberapa materi dalam kesatuan antar disiplin ilmu, misalnya dengan
pembahasan dalam pembelajaran menghadirkan materi teks laporan hasil
menyebutkan hal ini sebagai pembelajaran observasi yang menganalisis hubungan
tematik. Apapun sebutan terhadapnya, pada antara kondisi ekonomi masyarakat dan pola
intinya pembelajaran integratif adalah interaksi sosialnya (sosio-ekonomi). Dengan
metode pembelajaran dengan bentuk adanya konsep Disiplin ilmu Bahasa yang
pembelajaran yang mengajarkan siswa untuk seperti ini, pembelajaran Bahasa akan
secara holistik memandang sesuatu (topik / berlangsung secara lebih saintifik dan
tema pelajaran) dari berbagai sisi kajian bermakna dikarenakan keberadaannya yang
disiplin ilmu. dapat membantu peserta didik dalam
Pembelajaran Bahasa mampu memahami, mengembangkan, dan
mewujudkan gagasan ini. Disiplin ilmu mengonstruk pengetahuan integratif antar
Bahasa memiliki keunikan dan fungsi khusus disiplin ilmu demi mengembangkan
sebagai carrier of knowledge (pembawa ilmu kemampuan dirinya. Pada kesimpulannya,
pengetahuan) dan sebagai disiplin ilmu Disiplin ilmu Bahasa berfungsi sebagai
penghela disiplin ilmu. Makna dari kedua sarana komunikasi keilmuan antardisiplin
fungsi ini sangat besar bagi kemajuan ilmu sebagai tonggak integrator antardisiplin
fungsional disiplin ilmu Bahasa. Ilmu Bahasa ilmu.
sebagai carrier of knowledge dapat diartikan Selain itu, masih terkait dengan fungsi
bahwa bahasa menjadi wahana keilmuan carrier of knowledge, Disiplin ilmu Bahasa
yang membawa serta ilmu-ilmu lain. Praktik juga berfungsi sebagai sarana berpikir. Setiap
dari fungsi ini adalah ketika materi disiplin pemikiran dan konsep, selalu dirumuskan
ilmu Bahasa dengan kekuatan konten dengan bahasa dalam bentuk lisan dan tulisan.
tekstualnya dapat membawa serta Terkait dengan pikiran, kemampuan
pengetahuan-pengetahuan dari ilmu lain, berbahasa yang baik akan berdampak bagi
misalnya konten teks materi Bahasa dengan berkembangnya pemikiran dan konsep
konteks keilmuan ilmu sosial, sains, dan atau tersebut. Dengan ini, Disiplin ilmu Bahasa
bahasa. Fungsi ini menjadikan Disiplin ilmu juga memiliki tujuan terkait pengembangan
Bahasa sebagai wahana peserta didik untuk ilmu pengetahuan yaitu untuk menciptakan
memahami ilmu-ilmu yang mereka pelajari, insan yang memiliki kemampuan berpikir
misalnya ketika peserta didik ingin sistematis, terkontrol, empirik, dan kritis.
menjelaskan atau mencari penjelasan Kemampuan berpikir ini dapat diperoleh
definitif dari apa yang telah mereka pelajari melalui pendekatan yang saintifik melalui
di kelas. Tentunya semua itu membutuhkan kegiatan mengobservasi, mempertanyakan,
kemampuan berbahasa dan Disiplin ilmu menganalisis, dan melaporkan. Kesemua
Bahasa yang mengajarkannya. kegiatan ini membutuhkan kemampuan
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3

dalam berbahasa. Sumber utama ilmu Dengan memberikan pembelajaran yang


pengetahuan di dunia, selain secara empiris terintegratif berdasarkan bangunan tema dan
melalui proses pemahaman akan hal-hal konteks yang sesuai dengan kondisi siswa,
konkret juga melalui teks. Atas dasar itulah siswa akan mampu mengerjakan beberapa
Disiplin ilmu Bahasa dikembangkan ke arah tugas sekaligus, antara disiplin ilmu Bahasa
fungsional sebagai wahana untuk dengan disiplin ilmu yang lain. Dengan
mengembangkan ilmu pengetahuan melalui memanfaatkan tema dan konteks yang sesuai
sajian materi yang berawal dari sebuah teks, dengan keilmuan yang diminati, siswa akan
memahami teks, mengaji teks, hingga terhidar dari sindrom menulis dalam
menyimpulkan dan menyusun sebuah usaha kekosongan. Sebuah istilah yang sengaja
kreatif melalui hasil memperlajari sebuah penulis buat untuk menggambarkan
teks. bagaimana seorang siswa menulis dala tugas-
Dalam esai ini, berikutnya akan saya ulas tugas disiplin ilmu bahasa tanpa adanya
satu per satu terkait teori tema dan konteks konsep yang berarti dan tidak berkaitan
dalam pembelajaran bahasa, kemudian langsung dengan dunianya. Adanya tema dan
menghubungkannya dengan pengembangan konteks yang selaras juga akan mampu
konsep pembelajaran integratif. Selanjutnya memperkuat hasil belajar berkat adanya
akan dibahas pula bagaimana pembelajaran proses pemerolehan skemata, memori, dan
integratif dapat sangat bermanfaat untuk pikiran yang terarah dengan baik. Semua ini
membangun pengetahuan di dalam pikiran mendasari pentingnya bagi siswa untuk
siswa; sesuai dengan konsep teori skemata, belajar secara integratif; hingga mengerjakan
memori, dan pikiran dalam menggunakan dan memikirkan berbagai konten ilmu dalam
piranti-piranti bahasa untuk membawa serta satu proses belajar.
konten ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, siswa dengan konsentrasi
Secara teoretis, konsep pembelajaran jurusan ilmu sosial yang mengerjakan tugas
integratif sangat membuka kemungkinan menulis laporah hasil observasi bertajuk
untuk dilakukan pada pembelajaran bahasa. kondisi sosial, ekonomi, atau problematika
Pengembangan pembelajaran bahasa dengan kemasyarakatan akan mampu mengonstruk
konsep integratif akan sangat membantu ilmunya dengan lebih baik. integratif
mengurangi beban belajar siswa. Ketika memungkinkan agar siswa mampu
materi pelajaran bahasa disajikan secara mengerjakan tugas disiplin ilmu bahasa
integratif, maka sesuai tema dan konteks, sekaligus menerapkan ilmu mengenai kajian
dimensi pikiran belajar siswa akan sosial yang telah dipelajarinya di disiplin
membentuk jejaring ilmu yang lebih ilmu lain yang lebih spesifik. Dengan pola
sistematis dan komprehensif. Dengan belajar seperti ini siswa akan memiliki
demikian konstruksi ilmu yang didapat lebih kesadaran bahwa ilmu-ilmu yang telah
bermakna. Bangunan ilmu di dalam pikiran dipelajarinya sangat bermanfaat untuk
siswa pun akan tertata dengan baik dan mengerjakan berbagai hal, tidak hanya untuk
berkesinambungan karena konsep ilmu yang memenuhi tugas dari tiap-tiap disiplin ilmu
diserapnya secara kontinu dan progresif secara terpisah; kuno!
memungkinkan setiap skemata (yang sudah
dan akan dipelajari) dapat terjalin dengan
PEMBAHASAN
baik. Jalinan skemata menentukan apakah
informasi ilmu yang didapat akan masuk Teori Konteks Bahasa
dengan baik pula pada memori siswa. Pada Menurut Halliday (1994), teks adalah unit
akhirnya setiap pengetahuan yang diserap sistematis bahasa yang memiliki fungsi dalam
dengan baik ini akan melekat kuat dalam konteks sosial. Sebuah teks dikatakan fungsional
memori dan pikiran siswa. Inilai tujuan atau memiliki fungsi jika mampu menyimpan
sekaligus merepresentasikan gagasan pengguna
belajar yang sesungguhnya!
bahasa (dalam hal ini penulis atau penutur). Pada
gilirannya gagasan inilah yang akan diserepsi
4 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

pengguna bahasa (dalah hal ini pembaca atau konteks linguistik, sedang konteks luar bahasa
penyimak). Jika satu unit bahasa mempunyai disebut konteks eksternal atau konteks sosial.
fungsi dalam konteks sosial, mampu menjalin Konteks linguistik mengacu kepada unit-
hubungan pemahaman antara pengirim dan unit atau piranti linguistik yang digunakan untuk
penerima pesan serta mampu mewadahi konteks membentuk forma sebuah teks. Konteks sosial
yang melingkupinya, unit bahasa itu disebut teks. mengacu kepada segala sesuatu di luar teks, baik
Menurut Sutjaja (2005:46), sebuah teks yang tertulis atau terucap, yang mewujudkan
selalu terkait dengan dua tataran yakni (1) tataran bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian
ekstralinguistik dan (2) tataran linguistik. Tataran bahasa atau penggunaan bahasa sebagi alat
ekstralinguistik yang mencakupi tautan budaya interaksi sosial. Konteks sosial terbagi
dan situasi. Tataran linguistik yang mencakupi digolongkan dalam tiga kategori, yaitu konteks
segi : (1) semantik dan lexicogrammar dan (2) situasi, budaya, dan ideologi.
ekspresi yang mencakupi sistem pelafalan / Konteks situasi terdiri atas ruang lingkup
produksi bunyi. Suatu unit teks yang terdiri dari “apa” yang dibicarakan (field), “siapa” yang
sejumlah klausa perlu memiliki sejumlah piranti berbicara (tenor produktif) dan kepada siapa
kohesi untuk memenuhi syarat kesatuan (unity) disampaikan (tenor reseptif) , dan bagaimana
yang harus dimiliki sebuah teks. Tautan antar- pembicaraan itu dibicarakan (mode). Konteks
klausa dalam teks akan semakin erat jika piranti budaya berkaitan dengan status aktivitas sosial
kohesi yang digunakan semakin efektif dan yang secara bertahap dimanfaatkan untuk
intensif. Tautan ini akan mengacu pada sebuah mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini, konteks
klausa utama sebagai gagasan sentral. Klausa budaya mencakup (1) batasan kemungkinan
bawahan yang mengacu pada klausa sentral perwujudan ketiga unsur konteks situasi (syarat
dibangun dari beberapa subgagasan yang juga interaksi), (2) tahap yang harus dilalui dalam
tertata berkaitan (menggunakan piranti kohesi). suatu interaksi sosial (proses interaksi), dan (3)
Walau dalam praktik penyusunan teks digunakan tujuan yang selanjutnya akan dicapai dalam
alat kohesi, tetapi apabila rangkaian interaksi sosial (pasca interaksi). Konteks
subgagasannya tidak terangkai baik, teks tersebut idiologi merujuk pada konstruksi konsep sosial
bukanlah teks yang baik. mengenai ketetapan : apa seharusnya dan tidak
Di samping kohesi leksikal dan kohesi seharusnya dilakukan para komunikan dalam
gramatikal, hubungan logis sebuah teks juga suatu interaksi sosial. Dengan begitu, konteks
ditentukan oleh tema dan rema. Selain syarat ideologi merupakan konsep atau penggambaran
kesatuan, teks juga perlu membangun kepaduan ideal yang diinginkan atau oleh anggota
tema, topik, dan sematik (kemaknaan). Ada masyarakat (para komunikan) dalam satu
keterkaitan rangkaian tematik antara tema yang komunitas bertutur; yang terdiri atas apa yang
telah disampaikan dengan yang akan diinginkan atau yang tidak diinginkan terjadi
disampaikan. Dalam metafungsi bahasa, fungsi dalam sebuah proses berkomunikasi.
ini disebut fungsi tekstual. Selain pemahaman mengenai konteks,
Menurut Saragih (2002:92), dengan inferensi salah satu pokok persoalan yang sangat
tugasnya membentuk relevansi suatu tema penting dalam memahami bangunan teks.
dengan tema lain agar membentuk satu kesatuan Inferensi adalah rangkaian proses yang musti
(oneness), fungsi tekstual berkaitan dengan dilakukan para komunikan reseptif (pendengar
lingkungan atau konteks suatu praktik tematik dan pembaca) untuk memahami maksud
linguistik. Pembahasan lebih lanjut mengenai komunikan produktif (pembicara atau penulis).
tema dan rema akan dijelaskan pada landasan Pemahaman ini didasari pula oleh pemahaman
teori tema dalam bahasa. makna berdasarkan konteks linguistik maupun
Masuk dalam pembahasan konteks. konteks sosial. Pemahaman konteks sosial dalam
Konteks merupakan aspek internal teks (didalam teks dapat dilakukan dengan berbagai prinsip
bahasa) dan segala sesuatu yang secara eksternal penafsiran dan prinsip analogi. Di antara prinsip
melingkupi sebuah teks (diluar bahasa). Dengan penafsiran tersebut adalah prinsip penafsiran
begitu, konteks dapat dibedakan menjadi dua personal, lokasional, dan temporal (Sumarlam,
kelompok yaitu konteks di dalam bahasa 2003:47).
(intralinguistik) dan konteks luar bahasa yang Konteks juga sangat penting dalam
terkait kondisi sosial (ekstra/ sosio-linguistik). memberikan nilai yang tepat pada fenomena-
Konteks bahasa disebut konteks internal atau fenomena (semantik) bahasa seperti praanggapan,
implikatur, dan seluruh ciri-ciri yang berorientasi
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5

pada konteks (keadaan faktual di sekitar bahasa). oleh anggota sebuah institusi yang
Tetapi bila berbicara secara praktis, konteks lebih dikarakterisasikan melalui bahasa teknis dan
dari sekedar masalah acuan dan pemahaman penulisan, pengajaran, kegiatan belajar dan
terhadap apa sesungguhnya hal-hal yang penerbitan praktik yang terdapat dalam genre dan
dimaksudkan dalam ujaran. Konteks juga apa register yang berbeda. Dalam terminologi
yang memberi ujaran-ujaran (bahasa) kita makna Linguistik Sistemik-fungsional, bahasa adalah
yang lebih dalam (Mey, 1993:39—40). “sistem pembentuk makna”, yang mana, sistem
Terkait keberadaan teks secara akademik, tersebut dimaknai sebagai “produk dari hubungan
konteks mendukung adanya hubungan antara timbal-balik antar bagian-bagiannya, yaitu antara
konteks akademik seperti konten dan ruang sistem bahasa dan konteks” (Martin, 1992). Baik
lingkup pembahasan terkait keilmuan tertentu. genre maupun register berorientasi pada konteks.
Hal ini jelas terkait dengan unsur konteks Konteks mempengaruhi berbagai aspek
eksternal secara sosial, budaya, dan ideologis pada teks diataranya dalam genre, register, dan
yang dimiliki oleh ruang keilmuan tertentu. teks itu sendiri. Mengadaptasi penggambaran
Secara sosial, ruang lingkup pembicaraan, siapa Motta-Roth (2010:322) mengenai hubungan
dan darimana sumber informasi didapat, siapa konteks, tenre, register, dan teks, penulis
penerima informasi yang dapat memahaminnya, menggambarkan bagaimana hubungan antara
dan bagaimana konten keilmuan dibicarakan konteks keilmuan sosial, sistem kebahasaan,
pastinya memiliki perbedaan pada setiap jenis register, genre, dan wacana berhubungan sebagai
disiplin keilmuan. Begitu pula dengan konteks berikut :
budaya dan ideologis pada setiap jenis disiplin
ilmu memiliki bentuknya sendiri yang berbeda-
beda. Dengan kata lain, akademisi sebagai
peserta atau pengguna bahasa yang menggunakan
bahasa baik secara tekstual maupun lisan
memiliki ketergantungan pada konteks akademik
keilmuannya.
Motta-Roth (2010:320) memberikan
penjelasan terkait hubungan antara teks akademik Gambar 2. Hubungan antara konteks
dan konteks dengan mengutip penjelasan keilmuan sosial, sistem kebahasaan, register,
Halliday & Hasan (1989) bahwa dalam genre, dan wacana.
terminologi Linguistik Sistemik-fungsional,
konteks dimana teks terbuat dapat diciptakan Memahami bagaimana teks berkesesuaian
kembali melalui analisis bahasa secara tekstual, dengan momen retoris bergantung pada
dan juga sebaliknya. Dari perpektif Halliday ini, kesadaran atas bagaimana sebuah teks
dapat diartikan jika genre teks adalah proses mengkontruksi sebuah konteks institusional
pemecahan sosial, maka praktik pengajaran harus (sistem hukum, keilmuan, sekolah/ universitas,
mengembangkan refleksifitas pebelajar tentang bisnis, dan lain sebagainya. Dua argumentasi
konteks sosial yang relevan untuk yang sederhana memotivasi aktifitas “siklus
menggunakannya sebagai alat perancah dalam penulisan akademis” : pertama, dengan tujuan
mengeksplorasi teks dengan jalan yang penuh agar peserta didik menjadi penulis dalam
makna. lapangannya (bidangnya) sendiri, mereka butuh
Kesadaran mengenai ke-multi-arahan untuk menjadi analis wacana (untuk
antara teks dan konteks memungkinkan peserta memproduksi teks yang memadai dalam disiplin
didik untuk mensituasikan teks mereka dalam ilmu, mereka harus belajar untuk membaca teks
sistem genre yang membangun interaksi tersebut, mempelajari bagaimana fungsi mereka
akademik dan dengan demikian membantu dengan menganalisis bukan hanya pada bentuk
mereka melihat koneksi antara teks yang mereka linguistik dan konten, namun interaksi yang
tulis (dan mereka baca/pahami) dan aktifitas dikonstruk dan distrukturkan oleh teks-teks
penulisan (Motta-Roth,2010:320). tersebut); dan kedua, dalam kelas dengan disiplin
Lebih lanjut, Motta-Roth (2010:321) ilmu yang berseberangan (bisa diartikan dengan
menjelaskan mengenai wacana akademik, genre, interdisipliner), siswa dari bidang yang berbeda
register, dan teks. Wacana akademik dapat butuh untuk merealisasikan bagaimana bahasa
dideskripsikan sebagai ekspresi dan kosntruksi bekerja dari sudut pandang kaum
konsep, nilai dan praktik yang dipahami bersama sosiointeraksionis, yaitu, mereka butuh untuk
6 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

memahami bahwa teks bekerja secara berbeda mungkin timbul ketika mengambil sebuah fokus
pada setiap bidang (keilmuan) bergantung pada teks atau fokus proses yang ada dalam pelajaran
lingkungan aktifitas dari setiap area studi yang menulis.
diadakan dan jenis relasi pemeliharaan oleh Dari penjelasan mengenai pentingnya
partisipan (para ahli) untuk memproduksi prinsip analisis wacana yang menyarankan agar
pengetahuan (Motta-Roth,2010:324). peserta didik dapat menjadi analis wacana yang
Vygotsky (1986) dan Halliday (1994) mengenai segala bentuk konteks dalam teks yang
menegaskan bahwa kita mempelajari bahasa yang dipelajarinya, penulis dapat memberikan
kita ujarkan karena kita berinteraksi dalam kesimpulan bahwa untuk membelajarkan teks
konteks yang menggunakan bahasa itu untuk terhadap peserta didik diperlukan adanya
masuk dalam aktifitas sosial. Motta-Roth beberapa prinsip yang telah disebutkan di atas.
(2010:322) menyimpulkan pandangan ini dengan Tujuannya adalah agar tidak terjadi kekosongan
pengetian : Seperti halnya pebelajar datang untuk konsep pada diri peserta didik dalam memahami
merealisasikan tatanan sosial dalam lingkungan dan memproduksi teks secara akademik.
mereka. Mereka mengembangkan refleksifitas Pada akhirnya teori konteks dapat
melalui aturan operasi gramatikal dan struktur digunakan dan sangat berguna dalam melandasi
teks. Pebelajar butuh untuk bercermin dalam menyusunan pembelajaran dan buku teks disiplin
konteks dan teks, dengan begitu teks ilmu Bahasa yang memberikan materi teks yang
berkontribusi terhadap dinamika konteks. sesuai dengan konteks keilmuan / akademik yang
Pandangan ini menawarkan seperangkat diminati peserta didik (Mis. Ilmu Sosial atau
implikasi untuk penulisan akademik yang dapat Ilmu Alam). Beberapa hal yang menjadi
meringkas kedalam tiga “prinsip analisis wacana” kesimpulan landasan teoritik tentang konteks
yang memandu praktik pedagogik Motta-Roth adalah : (1) akademisi sebagai peserta atau
(2010:322—324), diantaranya : 1) Dalam tujuan pengguna bahasa yang menggunakan bahasa baik
untuk memahami penggunaan elemen formal secara tekstual maupun lisan memiliki
dalam bahasa, pebelajar harus bercermin atas ketergantungan pada konteks akademik
konteks mereka; 2) Untuk dapat menulis, penulis keilmuannya, (2) praktik pengajaran harus
pemula butuh untuk menganalisis hubungan mengembangkan refleksifitas pebelajar tentang
antara praktik sosial dan teks, membandingkan konteks sosial (konteks belajar / akademin) yang
apa yang mereka bisa untuk menyimpulkan relevan untuk menggunakannya sebagai alat
sesuatu dari hasil observasi mereka dengan teka perancah (kerangka bertahap) dalam
yang telah diproduksi (jurnal, buku, dissertasi, mengeksplorasi teks dengan jalan yang penuh
review buku, dan lain sebagainya), memfokuskan makna agar mereka mengembangkan refleksifitas
pada bagaimana aktifitas penulisan, aturan sosial melalui aturan operasi gramatikal dan struktur
dan hubungannya terkonstruksi di dalam teks; 3) teks, (3) Pebelajar butuh untuk bercermin dalam
Untuk mempelajari sebuah bahasa, pebelajar konteks dan teks, dalam bagaimana teks
harus belajar untuk menganalisis wacana. berkontribusi terhadap dinamika konteks
Dengan membaca dan mendekonstruksi contoh (akademik) yang sedang didalami, (4) untuk
teks yang telah dipublikasikan dari leksikal, mempelajari sebuah bahasa, pebelajar harus
gramatikal, dan perspektif diskursif (pola belajar untuk menganalisis wacana. Sedangkan
pengajaran), pebelajar akan belajar untuk menulis, wacana itu sendiri tidak akan terpahami dengan
merevisi, dan mengedit kembali teks mereka baik tanpa adanya konteks, (5) Pemahaman
sendiri secara efektif. peserta didik terhadap wacana akan terhidar dari
Dengan mengadopsi ketiga prinsip ini, “sindrom menulis dalam kekosongan” (menulis
pebelajar mengembangkan kemampuan analisis tanpa maksud), yang mungkin timbul ketika
wacana yang dapat membantu mereka mengambil sebuah fokus teks atau fokus proses
menentukan dengan baik susunan teks dan yang ada dalam pelajaran menulis (atau
konten mereka untuk untuk sebuah audien mempelajari bahasa pada umumnya) secara
(lingkungan pebelajar dalam sebuah konteks akademis.
keilmuan tertentu) yang terproyeksikan
(mengikuti apa yang telah dipelajari), dengan Teori Tematik Bahasa
demikian akan menghindari sebuah “sindrom Kajian tentang Tema atau struktur Tema
menulis dalam kekosongan” (menulis tanpa sudah dimulai sejak abad ke-19. Seorang pakar
maksud dan sebuah kelompok pendengar linguistik, Weil (1818-1909), mengkaji langkah
(anggota belajar) dalam pikirannya), yang atau titik awal sebuah ujaran yang diikuti dengan
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 7

urutan pernyataan pesan yang mengikuti message), yang kemudian direalisasikan dalam
rangkaian klausa dalam sebuah wacana. Pelopor rangkaian klausa atas dan bawah. Di dalam
kajian tema adalah Vilem Mathesius (1882-1945) materi pembelajaran bahasa, tema ditandai
pakar linguistik aliran Praha. Kajian Mathesius dengan posisi di awal klausa atau unsur paling
yang terkenal adalah kajian struktural tentang depan dari klausa. Tema dinyatakan dengan
topik dan fokus; yang maksudnya sama dengan unsur pertama klausa (klausa atas/ induk)
Tema dan Rema. Tema dalah topik yang sedang sedangkan rangkaian unsur klausa (klausa bawah/
dibicarakan dan rema adalah fokus penjelasan anak) sesudah tema disebut rema (Saragih,
mengenai Tema (Sinar, 2009). 2007:8).
Brown dan Yule (1983) mengungkapkan Terkait model pembelajaran integratif, tema
tentang penggunaan tema dalam linieritas menjadi titik tolak dalam membangun jembatan
pengorganisasian teks. “...thematization as a pemaham diantara berbagai pengetahuan dalam
discoursal rather than simply a sentential process. setiap disiplin ilmu. McDonald & Czerniak
What the speaker or writer puts first will (1994:5—6) menunjukkan hal ini melalui
influence the interpretation of everything that penggunaan tema utama dalam membentuk alat
follows (Brown dan Yule (1983, 133-134).” jaring-jaring konsep antardisiplin ilmu dalam unit
Tematisasi sebagai sebuah wacana bukannya pembelajaran interdisipliner. Pembicaraan dalam
sebuah proses esensial yang sederhana. Apa yang ruang belajar atau sekolah dapat memberi guru
ditempatkan penyuara atau penulis pada bagian sebuah pandangan mengenai topik apa yang
pertama mempengaruhi interpretasi atas semua sejatinya menarik dan ingin diketahui oleh
hal yang mengikutinya. peserta didik. Topik tersebut dapat disajikan
Dalam gagasan konseptual ini, perwujudan sebagai tema yang terorganisasi untuk unit-unit
tematisasi yang dikaji untuk mendukung interdisipliner yang kuat. Dengan tema dalam
pengintegrasian pembelajaran bahasa dengan pikiran, webbing (penyusunan jaring-jaring)
tema-tema ilmu pengetahuan lainnya adalah adalah alat, utamanya cocok untuk
fungsi tema dalam teori Systemic Functional mengembangkan unit-unit interdisipliner. Ini
Linguistics yang diajukan oleh Halliday. “The memungkinkan sebuah tim guru untuk
Theme is one element in a particular structural menghasilkan variasi topik dan aktifitas yang
configuration which, taken as a whole, organized direlasikan pada tema sentral. Maute (dalam
the clause as a message; this is the configuration McDonald & Czerniak) beranggapan bahwa
of Theme + Rheme. A message consists of a koneksi antarkurikulum dapat dibuat dengan
Theme combined with a Rheme. Within that “roda rencana koneksi kurikuler” berikut :
configuration, the Theme is the starting-point for
the message; it is the ground from which the
clause is taking off (Halliday, 1994:38). Halliday
(1994) mendefinisikan tema sebagai sebuah
unsur di dalam konfigurasi sistem struktural yang
secara keseluruhan mengorganisir klausa-klausa
didalam teks sebagai pewujud pesan; ini adalah
konfigurasi Tema + Rema. Sebuah pesan terdiri
atas sebuah Tema yang dikombinasikan dengan
Rema. Di dalam konfigurasi ini, Tema sebagai
titik awal keberangkatan pesan tersebut. Tema
mendasari berlepasnya sebuah klausa, diikuti
oleh rema-rema yang terkandung dalam klausa-
klausa bawahan.
Kajian tematisasi dalam sebuah teks
muncul dari adanya pemahaman bahwa bahasa
berfungsi untuk menyampaikan pesan. Pesan
inilah yang disampaikan secara sistemik. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa mempunyai aturan
agar dapat menyampaikan pesan dengan susunan Gambar 1. Roda rencana koneksi kurikuler.
yang baik dan teratur. Fungsi bahasa ini disebut
dengan fungsi tekstual yakni tema merupakan Pertama-tama, identifikasi tema sentral,
titik awal dari satu pesan (the starting point of the topik subjek atau persoalan. Kedua, identifikasi
8 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

variasi domain konten yang dapat dihubungkan mengingat kompilasi (kumpulan) dari fakta-fakta
dengan tema. Sebuah jaring (web) akan yang yang terpisah sebagai tujuan utama. Dengan
menyajikan sebagai model visual yang kuat dari ledakan pengetahuan yang ada sekarang, tidak
pengorganisasian yang telah dibuat. Ketiga, di memungkinkan bagi beberapa peserta didik untuk
antara area subjek, identifikasi konsep yang dapat menerima informasi-informasi penting yang ada.
dikembangkan dengan penuh makna dan yang Unit-unit interdisipliner memusatkan pada
berhubungan dengan subjek dan tema. Lekatkan pengorganisasian tema atau konsep, dan
konsep-konsep tersebut pada roda atau jaring- memungkinkan peserta didik untuk
jaring kurikulum. Keempat, dari jaring-jaring mengintegrasikan proses saintifik, kemampuan
yang telah dibuat, kembangkan sebuah peta yang berkomunikasi, penyelesaian masalah, pemikiran
menghubungkan konsep dalam cara yang kita kritis, dan kreatifitas; begitu pula untuk memberi
pikir akan efektif secara edukatif. Peta konsep mereka kekuatan untuk belajar dikemudian hari.
akan membantu guru dari spesialisasi yang Ketiga, pengorganisasian tema sentral itu akan
berbeda memvisualisasikan dengan lebih jelas menjadi alat yang berguna bagi peserta didik
dengan jalan dimana subjek yang terpisah dapat untuk dapat melihat dan mengasimilasi kedalam
menyatu dalam tema sentral dan demikian pula cara mereka untuk “melihat dunia”. Ackerman
menghubungkan aktifitas, konsep, dan proses (1989, dalam McDonald & Czerniak, 1994:6)
dalam sebuah jalan/ cara yang lebih bermakna menetapkan “kekuatan mungkin berasal dari
dan konseptual. Terakhir, kembangkan aktifitas hubungan saling mempengaruhi oleh disiplin-
spesifik yang memungkinkan eksplorasi terhadap disiplin (ilmu) dalam memperjelas fenomena
elemen-elemen yang telah dimasukkan dalam yang kompleks. Dalam kasus yang lain, peserta
jaring-jaring atau peta konsep. Aktifitas harus didik dapat mempelajari tidak hanya konsep
memungkinkan porsi kreatifitas dan personalisasi umum (dan mungkin memberi mereka pelajaran
yang maksimal oleh peserta didik. Mereka harus yang lebih baik), tetapi mereka juga dapat
dapat mendorong kerjasama, sosialisasi, dan mengambil tambahan metakonsep – sebuah ide
komunikasi, yang kesemuanya adalah pentinng yang kuat, sebuah ide yang berpotongan
sebagai kunci utama dalam mempertimbangkan menyilang / bersilangan, sebuah perspektif dari
pengembangan kurikulum interdisipliner (Barnes, perspektif yang diambil, sebuah dimensi
Shaw, & Spector, 1989; Wiles & Bondi, 1986, pengalaman – yang mungkin menjadi sebuah hal
dalam McDonald & Czerniak, 1994:6). yang bernilai luar biasa”. Konvergensi atas
Pemikiran yang sama dikemukakan dalam beberapa disiplin ilmu dalam satu tema yang
Ivanitskaya, dkk (2002:99) bahwa dengan relevan meningkatkan pembentukan intelektual
berfokus pada sebuah persoalan atau tema utama, melalui analisis, perbandingan, dan perbedaan
pendekatan interdisipliner mendorong siswa perpektif yang dikontribusikan oleh setiap
untuk mempersepsi koneksi antara domain yang disiplin (Ivanitskaya,2002:101). Keempat,
tampaknya berbeda, dengan demikian pendekatan interdisipliner memungkinkan peserta
memfasilitasi proses personal dalam didik untuk mempersonalisasi belajar mereka
mengorganisir pengetahuan. dengan menyalurkan ide-ide secara bersamaan
McDonald & Czerniak (1994:9) memberi dari donain kurikuler yang berbeda, mendorong
beberapa rasional yang dapat diberikan terkait fleksibilitas pemikiran, dan menguji ide dari
bagaimana memfungsikan tema dalam beberapa perspektif. Personalisasi ini adalah
pembelajaran interdisipliner dalam pelaksanaan bagian dari filosofi konstruktif (yang akan
pembelajaran adalah sebagai berikut : Pertama, dijelaskan lebih lanjut dalam landasan filosofis)
peserta didik menghubungkan sebuah karena, ketika peserta didik berpartisipasi,
pemahaman ilmu pengetahuan dengan domain mereka mengembangkan sesuatu yang internal
yang lain seperti bahasa, studi sosial, dan dan unik dari sudut pandang belajar yang
matematik dan relevansi ide menjadi jelas terintegrasi terkait hal-hal sosial dan dunia.
sebagaimana mereka melihat dari berbagai Personalisasi ini mungkin pula dapat memotivasi
perspektif dan dengan kedalaman yang lebih. peserta didik. Davies (1992, dalam McDonald &
Kedua, siswa memiliki kesempatan untuk secara Czerniak, 1994:6) menyimpulkan sebuah
langsung dari sumbernya berpartisipasi dalam penulisan yang mengindikasikan bahwa para
beberapa domain dengan cara yang jauh lebih peserta didik dilaporkan mempelajari suatu
bermakna (daripasa sekedar mengkaji sesuatu urusan yang besar dan menjadi berhasrat untuk
dengan satu perspektif). Lambat laun, kita akan mempelajari lebih ketika mereka mengalami
berfikir bahwa setiap domain sebagaimana kita instruksi (pembelajaran) interdisipliner.
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 9

Pada akhirnya, penjelasan yang luas di atas pengetahuan yang membentuk konsep “manusia”
dapat memberikan rasional akan pentingnya secara utuh/ keseluruhan. Sementara
pembelajaran integratif dengan adanya tema yang mengaktifkan skemata dari bawah ke atas adalah
mengikat setiap disiplin ilmu (disiplin) yang proses mengaktifkan skemata dari data ke konsep
dipelajari oleh peserta didik. Keberadaan tema atau dari bagian-bagian ke keutuhan. Misalkan
pembelajaran yang saling berkaitan seseorang memiliki banyak pengetahuan
memungkinkan peserta didik tidak hanya akan terpisah-pisah tentang jenis-jenis makanan khas
mendapatkan pemahaman melainkan pula untuk masyarakat Jawa, kemudian mencoba untuk
memfungsikannya dalam proses akademik. menganalisis kesamaan dan perbedaan, hingga
Mengorganisasi tema digambarkan dari berbagai menemukan suatu formula umum untuk
problem, pokok persoalan, dan perhatian tentang mendefinisikan dan mendeskripsikan secara
kehidupan yang ada dalam kehidupan nyata. spesifik dan umum karakteristik masakan Jawa.
Untuk bekerja melalui tema-tema ini, untuk Kegagalan pemahaman dalam proses
meluaskan dan memperdalam pemahaman kita berbahasa (menulis, menyimak, berbicara,
pada diri dan dunia kita sendiri, dan untuk membaca) terjadi disebabkan tiga kemungkinan.
mengkomunikasikan makna-maknanya, kita Kesemuanya disebabkan oleh keberadaan
harus mementingkan untuk menggambarkannya skemata awal atau prior knowledge atau
dalam pengetahuan dari sebuah disiplin. Tujuan pemahaman awal yang menjadi modal berpikir.
yang dapat kita raih adalah untuk membantu Pertama, pebelajar bahasa mungkin tidak
keberadaan kurikulum ini (kurikulum integratif) memiliki skemata yang sesuai dengan bahasa
adalah sebuah aktifitas yang penuh tujuan dan yang dihadapi. Kedua, pebelajar bahasa mungkin
langsung (direct acivity). Kita tidak sudah memiliki skemata yang sesuai, namun
mengidentifikasi dengan sederhana pertanyaan- petunjuk-petunjuk yang disajikan tidak cukup
pertanyaan, memperhatikan, dan kemudian memberikan saran (informasi) tentang skemata
duduk disekitar dan menunggu datangnya sebuah lanjutan yang dibutuhkan sehingga meski mampu
pencerahan. Malah, secara intensional / dengan menangkan informasi baru mereka tidak bisa
sengaja dan kontekstual, kita “menempatkan menghubungkannya dengan informasi yang lama.
pengetahuan (kita) untuk mengerjakan sesuatu” Ketiga, mungkin pebelajar bahasa mendapatkan
(Beane,1995:97). Tema integratif dalam penafsiran secara tetap (stagnan) dan tidak
pembelajaran bahasa dan sastra berikut juga unit berkembang sehingga gagal memahami maksud
yang telah terintegrasi didalamnya, pada sisi lain, lanjutan; tidak ada pengembangan dari skemata
mencakup banyak atau keseluruhan area awal yang pernah dimiliki sebelumnya.
kurikuler yang terpusat pada sebuah tema yang Dunia sangat kompleks, dan hanya
menyatukannya dan mengintegrasikan lebih dari segelintir orang dapat membuat beberapa
hanya sebuah seni berbahasa. penginderaan (pemahaman) keluar dari
kompleksitas tersebut. Salah satu alat yang
Teori Skemata Bahasa terpenting yang digunakan orang untuk
Skemata adalah pengetahuan yang menambak wawasan atau pengetahuan adalah
terkemas secara sistematis dalam ingatan skema. Diluar definisi formalnya, Axelrod
manusia. Skemata membutuhkan sebuah strategi mendefinisikan secara informatif skema sebagai
pengendalian, yakni cara mengaktifkan skemata “asumsi pra-‘ada’ (pre-existing) mengenai cara
sesuai dengan kebutuhan. Ada dua cara dalam dunia terorganisir”. Ketika informasi baru
mengaktifkan skemata, diantaranya : (1) cara tersedia, seseorang mencoba untuk memadukan
mengaktifkan skemata dari atas ke bawah, dan informasi baru ke dalam pola yang telah
(2) mengaktifkan skemata dari bawah ke atas. digunakannya di masa lalu (pengetahuan di masa
Mengaktifkan skemata dari atas ke bawah adalah lalau/ awal) untuk menginterpretasi informasi
proses mengendalikan skemata dari konsep ke mengenai situasi yang sama. Jika informasi baru
data atau dari keutuhan ke bagian-bagian. tidak berkecocokan dengan baik, sesuatu telah
Misalkan seseorang memiliki pengetahuan yang diberikan (sebagai hal yang baru)
umum tentang manusia, kemudian dia mencoba (Axelrod,1973:1).
menggali pengetahuan dengan mencari tahu Seorang individu selalu berinteraksi
setiap sub-faktor yang menjadikan sesuatu bisa dengan lingkungan dalam hidupnya. interaksi
diidentifikasi sebagai manusia. Setiap bagian tersebut memungkinkan seseorang mendapatkan
terdefinisi dan terdeskripsi yang terpisah-pisah skema. Skema yang dimaksud adalan berupa
ini adalah pecahan atau bagian-bagian kategori pengetahuan yang digunakan untuk
10 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

membantu menginterpretasi dan memahami ini mengimplikasikan bahwa teman dari teman
dunia. Skema tersebut menggambarkan tindakan adalah teman, musuh dari teman adalah musuh,
mental maupun fisik yang terlihat dalam dan musuh dari musuh adalah teman. Lebih
memahami dan mengetahui sesuatu. Menurut formal, keseibangan dapat didefinisikan dalam
Piaget (1983), skema mencakup baik kategori pengertian sebuah penetapan atas objek dan
pengetahuan maupun proses pemerolehan penetapan atas hubungan diantaranya.
pengetahuan tersebut. Seiring pengalaman Keseluruhan kumpulan (hasil interpretasi)
menerjemahkan pengalaman kedalam seimbang jika objek dapat diklasifikasikan pada
pengetahuan dan dalam mengeksplorasi tidak lebih dari dua penetapan yang tidak
lingkungan, informasi yang baru didapat bertumpangtindih (seperti “teman” dan “musuh”)
digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau maka semua hubungan yang ada diantara anggota
mengganti skemata yang sebelumnya. dari penetapan yang sama adalah positif (seperti
Jean Piaget memandang hal ini dengan “suka”) dan semua hubungan yang ada diantara
sudut pandang teori adaptasi kognitif. Berlaku anggota lain yang berbeda penetapan adalah
hukum yang sama halnya ketika setiap organisme negatif (seperti “tidak suka”)
harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan Andaikata seseorang menginterpretasi
untuk dapat bertahan hidup, demikian juga secara hubungan duantara pengetahuannya seperti
psikis sama dengan struktur pemikiran manusia. sedang mencocokkan skema yang berimbang.
Manusia menghadapi tantangan, pengalaman, Selanjutnya jika orang tersebut menerima
gelaja baru, dan persoalan baru di lingkungannya informasi baru mengenai hubungan tertentu atau
yang harus mampu menanggapi secara kognitif mengenai beberapa hubungan dia dapat mencoba
(mental). Manusia harus mengembangkan skema untuk mencocokkan informasi baru ini dalam
pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu interppretasi yang lama. Jika informasi baru
membangun perubahan, menjawab, dan cocok dengan persisnya dengan ekspetasi yang
menginterpretasikan pengalaman-pengalaman ada sebelumnya, maka tidak akan ada
tersebut. Dengan begitu, pengetahuan seseorang permasalahan. Jika tidak / sebalinya, dia
terbentuk dan selalu berkembang (menjadi memiliki variasi pilihan taktik. Dia dapat
sebuah skemata). Dengan kata lain, skemata akan mencoba untuk menggunakan skema yang sama
terus berkembang seiring proses dan sebagaimana yang telah dicontohkan sebelumnya
pemerolehan belajar. dengan interpretasi yang sama mengenai siapa
Namun, tidak semua pengetahuan yang yang menjadi teman dan musuh. Hal ini akan
“baru” akan dapat masuk begitu saja kedalam butuh memotong ketidaksesuaian informasi yang
memori seseorang. Dalam hal ini, Axelrod baru. Dia mungkin juga menggunakan skema
(1973:1) menjelaskannya dalam prinsip “fit” dan keseimbangan, namun menghirmati orang yang
“balance”. Istilah “fit” atau yang penulis artikan menjadi teman dan musuhnya. Atau dia mungkin
sebagai “cocok/pas” sebagaimana penjelasan di menggunakan skema lain secara keseluruhan, dan
atas dapat diartikan bagaimana suatu menginterpretasi informasi sebagaimana
pengetahuan baru akan selalu dicocokkan dengan mengindikasi (sebagai contoh) bahwa terdapat
pengetahuan terdahulu yang telah dimiliki tiga kluster orang yang berbeda (lebih dari dua)
seseorang. Sedangkan “balance” atau yang yang kesemuanya seperti kelompok yang lain
diartikan penulis sebagai “keseimbangan” adalah dalam kluster yang sama dan tidak menyukai
sebuah contoh yang umum digunakan dalam semua tidak berdasarkan klusternya
skema. Penggunaannya dapat diilustrasikan (Axelrod,1973:1—2).
melalui hubungan pertemanan. Seseorang Penjelasan Axelrod mengenai pencocokan
memiliki seperangkat kepercayaan yang dan penyeimbangan informasi lama dan baru ini
seimbang mengenai pengetahuan yang adalah hal yang rumit namun dapat dipahami
dimilikinya jika dia percaya bahwa semua sebagai analogi. Persepsi seseorang terhadap
temannya sebagaimana temat dari temannya, lawan dan kawan dianalogikan sebagai persepsi
semua musuhnya adalah sebagaimana musuh dari seseorang mengenai informasi yang telah dimiliki
temannya, dan setiap orang yang tidak disukai dan sedang diterimanya. Seseorang akan
temannya dan tidak menyukai temannya adalah memakai skemata awal (pengetahuan awal) untuk
musuhnya. Dengan demikian sebuah penetapan menentukan bagaimana dia akan menerima
keseimbangan atas hubungan pertemanan informasi baru dengan rangkaian filtrasi.
menyediakan pandangan yang jelas mengenai Tujuannya adalah untuk membangun sebuah
dunia dalam pengertian “hitam dan putih”. Hal kesejajaran konsep dimana selayaknya informasi
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 11

yang baru harus sama dengan yang lama atau Dalam pembelajaran membaca, skema
lebih dari sebelumnya (N+1). Namun digunakan sebagai alat untuk mengaktifkan latar
kenyataannya, informasi baru tidak selalu sama belakang pengetahuan (prior knowledge) yang
atau sejalan dalam arti memberikan tambahan telah dimiliki oleh seseorang. Latar belakang
bagi informasi yang lama. Informasi baru dapat pengetahuan itu kemudian dapat diistilahkan
saja berupa negasi dari informasi yang lama. dengan advance organizers; alat untuk
Maka cara yang dapat dilakukan adalah : (1) memudahkan belajar dan mengingat rangkaian
menerima keduanya sebagai hal yang materi / ilmu pengetahuan (Omaggio, 1986:76).
berseberangan / berlawanan dan harus memilih Advance organizer memungkinkan seseorang
salahsatunya, (2) menerima keduanya dalam untuk lebih mudah dalam mempelajari hal yang
ranah (kluster) informasi yang berbeda, dan (3) baru terlebih yang memiliki keterkaitan jelas.
menolak baik informasi awal maupun yang baru Dalam membentukan pemahaman membaca,
dengan alasan ketidakcocokan yang merancukan skema dibedakan atas dua jenis, yaitu skema
pemahaman akan sesuatu. Hal ini akan menjadi formal (pengetahuan latar belakang dari
sesuatu yang sangat kompleks dan penting untuk organisasi formal struktur teks) dan skema isi
ditindaklanjuti jika berkaitan dengan proses (content), yaitu pengetahuan latar belakang dari
belajar. Informasi yang kita berikan pada peserta isi area teks (Carrell, dkk. 1992:104). Dengan
didik seharusnyalah berdampak aditif (N+1) bagi istilah lain, seorang pembaca perlu memiliki tipe
skemata awalnya. Jika tidak, maka bisa saja skema formal untuk mampu memahami suatu
siswa akan menegasikan informasi yang teks dan pengetahuan latar belakang tentang
diterimanya dalam proses belajar. Hasil akhirnya organisasi retorikal, seperti variasi dalam struktur
adalah proses pembelajaran yang sia-sia, tidak pada setiap tipe teks (text type) yang berbeda:
berguna (un-use-able), karena tidak berujung fabel, cerita pendek, koran, majalah, artikel,
pada pemahaman yang dapat digunakan (use- ataupun tipe teks ekspositori. Skema lain yang
able). perlu dimiliki oleh pembaca adalah latar
Pengenalan skemata isi dan struktur teks belakang pengetahuan tentang isi teks (content
merupakan salah satu bentuk keterampilan area) yang terkait dengan bidang studi / disiplin
belajar (learning skills) dalam pembelajaran ilmu yang yang diusung dan diminati oleh
membaca. Warncke dan Shipman yang dikutip pembaca.
oleh Diem (2003:206) mengemukakan Helen K. & Arthur E. Johnson Foundation
ketidakmampuan siswa menemukan dan (2004:8) dalam sebuah sebuah buku panduan
menentukan ide pokok, fakta pendukung, dan bagi pengembangan profesional PEBC (The
urutan ide dalam membaca wacana bidang studi. Public Education & Bussines Coalition) dalam
Hal ini disebabkan ketidakterampilan siswa mengembangkan kemampuan membaca, menulis,
dalam membangun proses belajar, berupa matematik, dan informasi “melek huruf”
kemampuan membuat outline yang cukup. (information literacy), menjelaskan beberapa
Menurut Bartlett (1922:201), orang yang sistem yang dibutuhkan dalam memahami sebuah
pertama memperkenalkan istilah skema, skema bacaan dalam kategori sistem pada struktur
mengacu kepada suatu organisasi aktif tentang dalam. Sistem struktur dalam menyediakan
aktivitas dan pengalaman di masa lalu. Lebih informasi mengenai makna pada kata-kata dan
lanjut Alwi dkk (1994:499) menjelaskan bahwa potongan yang lebih panjang dari teks, maksud
skema merupakan struktur data yang mewakili untuk membaca, dan pengetahuan dasar yang
konsep-konsep generik (asli) yang tersimpan berhubungan dengan teks. Beberapa sistem
dalam memori. Hal ini berarti skema merupakan dalam tersebut adalah : (1) Sistem semantik, yang
struktur pengetahuan yang dimiliki oleh menyediakan informasi mengenai makna, konsep,
seseorang, tersimpan dalam ingatan, dan dapat dan asosiasi kata-kata atau potongan yang lebih
dibangkitkan jika mendapat stimulus dari luar. panjang dari teks. Hal ini termasuk kosakata
Sederhananya seperti ketika seseorang pernah pembaca dan derajat dimana pembaca memiliki
berkenalan dengan sebuah nama di masa lalu, konsep utuh pengetahuan tentang kata-kata yang
kemudian dilupakan, namun suatu ketika akan memungkinkan pemahaman tentang definisi yang
teringat kembali ketika ada kejadian yang sulit dipisahkan dan nuansa dalam teks. (2)
memaksa untuk mengingat kembali nama di Sistem skematik, yang menyediakan informasi
masa lalu tersebut, misalnya dengan pertanyaan dari pengetahuan dasar pembaca dan asosiasi
yang terkait. personal dengan teks yang memungkinkan
pembaca untuk memahami dan mengingat
12 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

informasi dari teks. Ini juga menentukan pengalaman personal mereka. Mengaktivasi
penggolongan dan pengorganisasian atas pengetahuan pembaca mengenai penulis, genre,
informasi baru dalam penyimpanan memori. (3) dan struktur teks untuk mempertinggi
Sistem pragmatik, yang menyediakan informasi pemahaman. Merekognisi ketika pengetahuan
mengenai maksud dan kebutuhan pembaca ketika dasar tidak mencukupi dan mengambil tahapan-
membaca, mengatur apa yang penting untuk tahapan untuk membangin pengetahuan yang
dipertimbangkan pembaca dan apa yang penting untuk memahami. Pada level kata,
dibutuhkan pembaca untuk memahami maksud- pembaca mengaplikasikan apa yang mereka
maksud khusus. Ini termasuk pula “konstruksi ketahui tentang lisan-tulis yang berhubungan dan
makna sosial”, cara dimana anggota pembaca bagian-bagian kata untuk membuat pengertian
membicarakan teks untuk sampai pada atas kata-kata yang tidak diketahui (Helen K. &
pemaknaan bersama dan interpretasi abstrak yang Arthur E. Johnson Foundation, 2004:8).
berkembang dari sebuah teks. Pada akhirnya, jika Pada tahap yang sama, Helen K. & Arthur
kita memahami lebih dalam ketika kategori yang E. Johnson Foundation (2004:19) menawarkan
dibutuhkan dalam membaca ini, maka sebuah strategi berpikir untuk penulis. Pada tahap
kesemuanyapun akan mengarah pada sebuah pengaktifan pengetahuan dengan memanfaatkan
pengetahuan kebahasaan yang tersimpan dalam dan membangun latarbelakang pengetahuan
diri pembaca, yang kita pahami secara utuh (skema), pada level teks, penulis menghasilkan,
sebagai skemata bahasa : skemata sistematik memilih, dan mempersempit topik yang menjadi
dalam sintaktik, skemata skematik yang terkait isi perhatian mereka. Penulis merencanakan
teks, dan skemata pragmatik yang berhubungan penulisan mereka dalam cara yang menekankan
dengan pengetahuan penggunaan bahasa dalam pada apa yang mereka ketahui dan apa yang ingin
sebuah lingkungan bahasa tertentu. mereka bagi. Kemudian, penulis mengambil
Ketika pembaca bekerja mengonstruk langkah untuk membangun skema ketika apa
makna dari teks, mereka menggunakan strategi- yang mereka ketahui mengenai topik atau
strategi ini dalam level struktur dalam struktur teks telah kekurangan untuk penulisan
(sebagaimana yang telah dijelaskan di atas) di yang mereka inginkan untuk dilakukan. Penulis
antaranya : memonitor makna, mengaktivasi menggunakan pengetahuan mereka atau audien
dengan menggunakan dan membangun mereka untuk membentuk keputusan mengenai
pengetahuab dasar (skema), mempertanyakan, konten dan struktur penulisan. Pada akhirnya
menggambarkan kesimpulan, menentukan apa pada level teks, penulis menggunakan apa yang
yang penting dalam teks, membentuk gambaran mereka ketahui tentang konten, genre, format
sensori, mensintesis informasi, dan teks, dan konvensi dalam menulis. Dalam level
menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki kata, penulis menggunakan pilihan kata-kata
makna ketika makna mengalami gangguan. berdasar pada pemahamannya. Penulis
Kesemuanya dilakukan menggunakan menggunakan pengetahuan mereka mengenai
pengetahuan tentang ketiga jenis struktur dalam suara/tulisan yang berhubungan dan pola kata
yang dibutuhkan dalam membaca (Helen K. & untuk menerangkan kata-kata yang tidak
Arthur E. Johnson Foundation, 2004:8). diketahui. Ada akhir level kata ini, penulis
Khusus pada tahap pengaktifan membuat pilihan mengenai struktur luar dalam
pengetahuan dengan memanfaatkan dan menerangi apa yang mereka ketahui tentang
membangun latarbelakang pengetahuan (skema) bagaimana bahasa tertulis dapat terlihat dan
Helen K. & Arthur E. Johnson Foundation terdengar.
menyarankan beberapa strategi berpikir bagi Masih pada tahap pengaktifan pengetahuan
pembaca. Pada level teks pada kegiatan membaca, dengan memanfaatkan dan membangun
pembaca mengaktivasi hal-hal yang relevan latarbelakang pengetahuan (skema) Helen K. &
terkait pengetahuan dasar yang dipahami Arthur E. Johnson Foundation juga menyarankan
sebelumnya, selama dan setelah membaca. beberapa strategi berpikir bagi penulis. Pada
Pembaca membangun pengetahuan dengan tahapan ini, penulis memilih topik yang mereka
asimilasi pembelajaran baru dengan bebas ketahui dan pahami. Merekapum menjalankan
dengan pengetahuan dasar mereka yang investigasi dan mempertanyakan pertanyaan yang
berhubungan. Mengklarifikasi pembelajaran yang mendasar pada ketertarikan dan pengalaman yang
baru dengan menghapus skema yang tidak akurat. sebelumnya. Selanjutnya, penulis
Pembaca merelasikan teks pada pengetahuan mempertimbangkan apa yang telah mereka
dunianya, pada teks yang lain dan pada
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 13

ketahui untuk memutuskan apa yang butuh untuk oleh mitra tutur atau kita ujarkan sendiri pada
mereka ingin cari dan ketahui. ujaran sebelumnya, maka proses komunikasi dan
Dari ketiga saran mengenai strategi ujaran kita akan terhenti dikarenakan terjadinya
berpikir pada berbagai bidang bahasa dan “missing link” terhadap konteks percakapan atau
kegiatan berpenulisan di atas menandakan wacana komunikasi. Berkaitan dengan
pentingnya kita mendatangkan sesuatu (teks) pemerolehan bahasa, memori memainkan bagian
yang mendukung dan berhubungan baik secara integral dalam mendengar dari moment suara
langsung maupun tidak langsung dengan skemata pertama yang menghantam telinga kita.
yang dimiliki perserta didik. Skemata memang Saphir-Worf mengajukan sebuah hipoteses
adalah hal yang dapat diberikan, bertambah, dan relatifitas linguistik (linguistic-relativity) yang
berkembang sebagai pengetahuan peserta didik. menyatakan bahwa bahasa memiliki kemampuan
Namun, sesuatu yang dihadapi tanpa adanya untuk membentuk dan mengindikasikan cara
skemata yang kuat akan dapat menghambat berpikir seseorang. Meski secara langsung bahasa
proses pemahamannya. Kalaupun ada yang dapat tidak menentukan pemikiran, bahasa berpengaruh
diterima oleh peserta didik pada substansi yang terhadap cara manusia menyimpan segala
“asing” tersebut, maka informasi yang dapat informasi pada memori dan seberapa baik
dipahaminya tidak akan seutuh ketika peserta informasi tersebut dapat diingatnya kembali.
didik sudah memiliki pengetahuan tentang Penguasaan bahasa meliputi dua bentuk yaitu
substansi tersebut. Disamping itu, keuntungan kompetensi berbahasa dan performansi berbahasa.
lain yang dapat diperoleh adalah adanya Kompetensi berbahasa meliputi berbagai
peningkatan informasi (skemata) bagi peserta pengetahuan mengenai sistem tata bahasa dan
didik mengenai konteks skema yang sedang performansi bahasa meliputi berbagai
dipelajarinya. Dengan begitu, proses belajar kemampuan untuk menggunakan bahasa
dalam disiplin ilmu Bahasa akan dapat (produktif) dalam berbicara dan pemahami
berimplikasi positif dan aditif untuk pembicaraan orang lain (reseptif).
meningkatkan pemahamannya pada disiplin ilmu Ketika mengaitkan antara berbahasa dan
lain yang diangkat menjadi konteks dalam berpikir, Whorf (dalam Chaer, 2003) menyatakan
pembelajaran Bahasa tersebut. Pada hakikatnya, bahwa sistem tata bahasa merupakan pembentuk
proses berbahasa selayaknya dapat memberikan ide-ide yang tentu saja berasal dari kegiatan
pengetahuan bagi pelakunya dengan memperoleh mental seseorang. Dari sini kita dapat memahami
pengetahuan baru yang lebih dari sebelumnya bahwa bahasa akan menentukan jalan pikir
(N+1). seseorang. Menurut Piaget, pikiranlah yang
membentuk rangkaian bahasa. Bahasa berasal
Teori Memori, Pikiran dan Bahasa dan ditentukan oleh pemikiran pewicara
Memori adalah bagian integral dari (komunikator). Piaget mengemukakan teori
eksistensi manusia (Darjowidjojo,2012:269). Hal pertumbuhan kognisi dan berpendapat bahwa
ini memungkinkan manusia untuk mengingat perkembangan kognisi bahkan mendahului
masa lalu, menyimpan masukan (hal-hal, bahasa. Kemampuan berbahasa tercapai sejalan
pengetahuan, pengalaman, pemahaman, dll) yang dengan kemampuan kognisi dalam
baru, dan mengingat apa yang akan dilakukan memanfaatkan pengetahuan terhadap simbol-
dikemudian hari (pandangan, pendapat, rencana, simbol bahasa. Dengan demikian pikiranlah yang
cita-cita, harapan, angan-angan, keinginan, dll). menentukan penggunaan suatu bahasa.
Sebagian besar dari semua ini adalah hasil Ada dua teori yang menjelaskan lebih
pengalaman yang tersimpan secara sistematis lanjut mengenai tahap pembangunan memori
didalam bagian mekanisme otak yang kita sebut dalam pikiran. Pertama, teori tiga tahap: SM
memori. (Sensory Memory, memori sensorik), STM (Short
Memori juga berperan dalam komunikasi. Term Memory, memori jangka pendek), dan
Apa yang diujarkan oleh seorang mitra tutur LTM (Long Term Memory, memori jangka
kepada kita akan kita pahami dan simpan di panjang). Tahap penyimpanan memori dari yang
dalam memori (dalam jangka pendek) untuk sekadar sensori hingga jangka panjang ini
kemudian kita tanggapi. Begitu pula dengan dipengaruhi oleh bentuk latihan, keseringan
kalimat-kalimat yang telah kita ujarkan dalam pengulangan dan faktor elaborasi. Informasi
komunikasi sebelumnya akan kita simpan dan berpindah pada tiap tahap melalui proses
akan kita lanjutkan pada ujaran selanjutnya. Jika repetitive rehearsal (latihan berulang) dan proses
kita tidak dapat mengingat apa yang diujarkan elaborative rehearsal (latihan elaboratif).
14 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Memori yang disimpan terdiri atas dua bentuk: yang berkaitan dengan masa lalu. Semakin
episodic memory (memori episodik) dan semantic bermakna suatu pengalaman, memori akan
memory (memori semantik). Memori episodik semakin lama disimpan dan diingat. 2) Memori
berbentuk pengetahuan yang diingat secara rinci konseptual, yakni memori yang dipakai untuk
dan dikaitkan dengan pengalaman membangun konsep berdasar fakta yang
berpengetahuan di masa lalu (cenderung jangka dimaksud. 3) Memori kata, yakni memori yang
panjang), dan memori semantik mengingat mengaitkan konsep dengan wujud bunyi dari
sesuatu tanpa rincian (cenderung jangka pendek). konsep tersebut. Wujud konsep berupa penamaan,
Kedua info tersebut (episodik dan semantik) deskripsi, dan sistematika yang disimbolkan
disimpan dalam tiga kode memori: kode dalam bahasa (kata-kata)
linguistik, kode imajinal dan kode motorik; Squire dan Kandel (1999 dalam
bahasa/ simbol, gambaran imaji, dan pengalaman Darjowidjojo,2012:274—276) membagi memori
fisik/ motorik. Kedua, teori levels of processing. menjadi : 1) Memori nondeklaratif, yakni memori
Teori ini menjelaskan bahwa kualitas proses yang tidak berasal dari pengalaman. Memori ini
mengingat ditentukan oleh seberapa baik terwujud dalam bentuk perilaku. Bukan rekoleksi
informasi diingat ditentukan oleh bagaimana terhadap peristiwa di masa lalu. Memori ini
suatu informasi diterima dan disadari (derajat bersifat instingtif. 2) Memori deklaratif yakni
analisis mental yang dilakukan) memori untuk peristiwa, fakta, kata, wajah,
Frederic C. Bartlett (psikolog music, dan segala bentuk pengetahuan dalam
Inggris,1886-1969) mengemukakan bahwa kehidupan sebagai hasil belajar.
persepsi dan memori tidak hanya bergantung Pemerolehan memori deklaratif ditentukan
pada lingkungan yang kasat mata (nampak jelas) beberapa faktor diantaranya (Darjowidjojo,
melainkan juga pada struktur mental (psikologis, 2012:275—276): 1) Faktor keseringan atau
tak kasat) orang yang mempersepsinya. Ide inilah pengulangan. Semakin sering suatu peristiwa
yang melahirkan aliran psikologi kognitif berulang dan mungkin telah menjadi sebuah
(Darjowidjojo, 2012: 271—272). Psikologi kebiasaan atau rutinitas, maka memori akan dapat
kognitif mencoba mengikuti aliran informasi dari menyimpannya lebih lama. 2) Faktor relevansi
panca indera kedalam representasi internal pada (keterhubungan/keterkaitan dengan diri/
sel-sel yang terkait didalam otak. Namun, personal). Suatu peristiwa yang dirasa relevan
permasalahan yang ditemukan adalah sulitnya dengan diri kita akan sangat berkesan dan
membuktikan bagaimana proses mental tersebut menjadikan penyimpanan memori yang cukup
terjadi. Oleh karena itu, psikologi kognitif harus lama. 3) Faktor signifikasi (besar-kecilnya
bekerjasama dengan para biolog untuk dapat pengaruh peristiwa). Suatu peristiwa mungkin
melihat permasalahan terkait proses ini dengan tidak relevan atau tidak memiliki hubungan
lebih luas. sama-sekali dengan kehidupan seseorang. Namun,
Psikolinguistik membedakan secara jika peristiwa tersebut memiliki signifikasi yang
tradisional antara memori jangka pendek dan besar terhadap kehidupan masyarakat secara
memori jangka panjang. Clark & Clark sosial / umum (misal: kejadian G.30.S PKI),
(1977:135) mengartikan memori jangka pendek maka peristiwa tersebut akan memiliki
adalah tempat dimana tepatnya kata-kata kemungkinan untuk disimpan secara lama dalam
tersimpan untuk periode waktu yang singkat. memori. 4) Faktor gladi kotor. Faktor ini
Memori jangka panjang, disisi lain, adalah berkaitan dengan bagaimana akhir dari peristiwa
tempat dimana informasi yang lebih permanen tersebut. Jika suatu peristiwa berakhir begitu saja
tersimpan. Hal ini berkaitan dengan makna tanpa ada bentuk-bentuk refleksi atau usaha
daripada suara (kata-kata), dan untuk semua untuk mengkonstruk peristiwa dalam ingatan,
maksud praktis hal ini berkapasitas tak terhingga. maka peristiwa itu akan begitu saja dapat
Informasi dalam memori jangka panjang selalu dilupakan. 5) Faktor keteraturan. Entitas atau
terbagi secara teoritis dalam informasi episodik sesuatu yang teratur akan lebih mudah diingat
(kenyataan tentang kejadian setiap hari yang daripada yang diletakkan secara acak. Misal : kita
dapat dilihat dalam penanggalan) dan akan lebih mengingat gambar-gambar pada
pengetahuan umum (fakta dan generalisasi yang susunan gambar yang tertata rapi daripada
tidak dapat dilihat dalam penanggalan). gambar-gambar yang tersusun dengan acak.
Penfield dan Roberts (1959 dalam Semua faktor ini mempengaruhi konten
Darjowidjojo, 2012:274) menyebutkan macam dan akurasi dari apa yang kita ingat. Memori
memori : 1) Memori pengalaman, yakni memori dibentuk dan dipakai dalam tiga tahap,
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 15

diantaranya : 1) Input, 2) Penyimpanan, dan 3) nama), dilakukan dengan meminta orang


Output. menyebutkan nama dari setiap benda yang telah
Terkait input, normalnya, dalam sebuah ditunjukkan atau diperlihatkan kepadanya.
percakapan, orang menuju pada ujaran, Rekognisi dan rekol memanfaatkan tiga
membangun interpretasi, membersihkan memori informasi eksternal diantaranya :1) Pengetahuan
atas kata-kata yang sesungguhnya, dan pergi tentang bahasa : Dengan memanfaatkan
untuk menggunakan interpretasi mereka pada apa pengetahuan bahasa, orang dapat melakukan
yang dimaksudkan. Pada tahap input orang rekol. Setiap bahasa memiliki kemampuannya
menerima masukan baik lisan maupun tulisan, sendiri dalam memberikan sebutan atau
kemudian memberikan interpretasi masukan itu pemaknaan. Seperti bahasa Jepang yang tidak
untuk memahaminya. Pada taraf pemahaman mungkin menyebutkan fonem /l/. 2) Pengetahuan
yang baik, orang memperhatikan sesuatu tentang dunia : Pengetahuan tentang dunia
berdasarkan meknanya, bukan pada kata-kata menentukan bagaimana orang memahami
atau mungkin hal yang bersifat luaran. Karena itu, informasi. Orang yang tidak pernah mengetahui
yang tersimpan di dalam memori adalah isi dari tentang “sepatu buaya” akan berpikiran bahwa
keseluruhan informasi yang masuk. Itulah yang dimaksud adalah sepatu untuk buaya.
sebabnya orang tidak akan menyebutkan kata- Bukannya jenis “sepatu buaya” yang memang
kata yang sama untuk menjelaskan informasi berbentuk seperti mulut buaya atau “sepatu dari
yang didapatnya (Clark & Clark, 1977:134 ; kulit buaya”. 3) Pengetahuan tentang konvensi
Darjowidjojo, 2012:279-280). Pada situasi yang wacana : Berbagai konvensi atau kesepakatan
tidak biasa, bagaimanapun memori verbatim bersama para pengguna bahasa menentukan pula
dapat menjadi penting. Input yang dilakukan bagaimana orang memahami informasi.
secara verbatim mungkin dilakukan orang untuk Masyarakat bahasa biasa memakai leksikon
tujuan-tujuan tertentu seperti menghafal untuk pertama dalam sebuah kata gabung sebagai
menirukan informasi yang menjadi input. bagian yang utama seperti ketika kita
Terkait penyimpanan (storage), tahap menyebutkan “cabai merah” untuk menyebut
penyimpanan dimulai dengan proses menyimpan cabai berwarna merah dan “merah cabai” untuk
informasi (input) dalam memori jangka pendek. menyebut warna merah yang serupa dengan
Bila informasi dirasakan perlu untuk disimpan warna cabai.
lebih lama, maka akan dipindah-simpankan Terkait bentuk pembelajaran integratif,
kedalam memori jangka panjang. Sama seperti pembahasan memori, pikiran, dan bahasa terkait
inputnya, informasi yang disimpan juga dapat dengan bagaimana kognisi peserta didik direkol
berupa seperangkat makna atau isi dan verbatim. dalam bentuk rekognisi melalui pembelajaran
Penjelasan mengenai penyimpanan berkaitan yang selaras dan berkesinambungan. Beberapa
dengan berbagai macam jenis memori yang telah hubungan yang dapat ditarik antara memori,
dijelaskan pada bagian sebelumnya. pikiran, dan bahasa dengan eksistensi
Terkait output, pada tahap ini, ada dua cara pembelajaran integratif dalam asumsi penulis
yang dipakai seseorang dalam menyimppan dan adalah : 1) Terkait faktor keseringan, 2) faktor
menunjukkan pikiran diantaranya : rekognisi relevansi informasi, 3) faktor signifikansi
(recognition) dan rekol (recall). Rekognisi informasi, 4) faktor gladi kotor, 5) faktor
berkaitan dengan proses memanggil memori keteraturan, dan 6) impikasi positif kelima faktor
dengan meminta seseorang untuk dapat di atas pada proses input, storage, dan output
mengingat sesuatu yang telah diberikan atau informasi.
dilihat sebelumnya. Misalnya memperlihatkan Terkait faktor keseringan dalam merekol
benda-benda, kemudian meminta orang untuk pengetahuan dasar. Melalui pembelajaran
mengingat apa saja yang telah dilihatnya dengan integratif, peserta didik mendapatkan kesempatan
menunjuk benda apa saja yang telah untuk lebih banyak merekol pengetahuannya atas
diperlihatkan, dalam hal ini, hanya dilakukan berbagai disiplin ilmu yang telah dipelajari
dengan menunjuk atau menyebutkan ya atau sebelumnya. Semakin sering suatu pengetahuan
tidak untuk menunjukkan bahwa dia telah diulang-ulang untuk dibahas kembali akan
melihat benda itu sebelumnya. Yang perlu diingat menjadi sebuah kebiasaan atau rutinitas bagi
adalah bentuk benda tanpa menyebutkan sebutan, peserta didik yang akan berdampak pada kuatnya
penamaan, ataupun symbol-simbol yang memori tentang materi yang sedang dipelajarinya.
berkaitan dengannya. Rekol, atau mungkin dapat Terkait faktor relevansi informasi baru
kita artikan sebagai memanggil (dengan sebuah yang sedang dipelajari dengan informasi lama
16 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

yang tersimpan. Melalui pembelajaran integratif, akan memperkuat penyimpanannya. Semakin


peserta didik mendapatkan hal yang baru dan kuat penyimpanannya, akan semakin mudah
sesuai dengan apa yang telah dipahami informasi tersebut dikeluarkan dalam proses
sebelumnya (hal ini telah dibahas dalam landasan reproduksi informasi. Semakin sering informasi
teori terkait “fit” dan “balance” dalam teori dipanggil kembali dalam proses reproduksi
skemata). Dengan adanya kecocokan dan (rekol), seman kuat pula penyimpanan informasi.
keseimbangan antar informasi yang diterima dan Dari penjelasan di atas, kita telah dapat
dimiliki peserta didik, maka proses penyimpanan memberikan dasar rasional bahwa penggunaan
informasi akan lebih baik dan mendalam. pembelajaran integratif memiliki signifikansi
Terkait faktor signifikansi informasi. bagi penguatan informasi (materi belajar) dalam
Melalui pembelajaran integratif, peserta didik memori peserta didik. Dengan begitu,
dihadapkan pada fenomena kompleks yang pembelajaran Bahasa yang diberikan secara
memungkinkannya untuk berperan aktif dalam integratif tidak hanya akan berimplikasi bagi
memahami dan menata konsep terkait tema yang pembelajaran tentang kompetensi berbahasa
ditawarkan untuk selanjutnya dipahami dari melainkan pula untuk membangun konsep
berbagai sisi keilmuan. Hal ini jelas merupakan kognisi peserta didik pada disiplin ilmu lain yang
proses belajar yang dilalui secara signifikan. diminatinya.
Signifikansi atas proses belajar yang dilalui
hingga siswa dapat menemukan sebuah garis Simpulan
merah yang menghubungkan berbagai dasar Konteks dapat diartikan sebagai ruang
keilmuan untuk menyelesaikan sebuah yang melingkupi konten pembelajaran. Dalam
pembahasan terkait sebuah persoalan dalam tema model pembelajaran integratif ini peneliti
akan dapat menanamkan memori yang lebih kuat. memanfaatkan konteks sebagai ruang yang
Terkait faktor gladi kotor. Melalui melingkupi materi integratif. Misalnya dengan
pembelajaran integratif, proses belajar tidak menggunakan konteks ilmu sosial/ sains dalam
begitu saja selesai dengan serta merta ketika bel sebuah model pembelajaran. Dalam model
belajar berakhir. Proses belajar berlanjut dengan integratif semacam itu, konteks ilmu sosial/ sains
berbagai pertanyaan yang ada di benak peserta membantu siswa dalam memahami bahasa secara
didik. Sebagaimana mengawali pembelajaran utuh dan konkret. Konteks mendukung adanya
integratif dengan mempertanyakan hubunga antar hubungan antara konteks akademik seperti
unsur integratif yang ada pada disiplin ilmu yang konten dan ruang lingkup pembahasan terkait
menjadi anggotanya, akhir pembelajaran adalah keilmuan tertentu. Konteks mendukung siswa
jawaban terkait hubungan antar unsur integratif untuk memahami konten ilmu dari teks-teks pada
tersebut. Namun, jawaban dari proses buku pelajaran yang dibacanya agar lebih nyata,
pembelajaran ini bukanlah jawaban final, selayaknya kekuatan kontekstualitas. Tidak
melainkan akan terus berkembang seiring hanya menyangkut kontekstualitas ilmu terhadap
keingintahuan peserta didik untuk memahami pengalaman kehidupan yang nyata, juga sesuai
hubungan dari apa yang telah dipelajarinya hari dengan konteks ilmu lain yang juga sedang
ini dengan apa yang dipelajarinya di tempat lain. dipelajarinya.
Terkait faktor keteraturan. Melalui Model pembelajaran integratif semacam
pembelajaran integratif, proses belajar memang ini mampu mengajarkan kemampuan berbahasa
mulai disajikan secara acak dan berseberangan sesuai dengan ketergantungan siswa pada konteks
antar disiplin ilmu. Namun proses belajar akademik, memungkinkan siswa untuk
berjalan untuk meluruskan dan mengatur setiap mengeksplorasi teks dengan penuh makna karena
hubungan dalam unrus-unsur integratifnya, adanya relevansi secara kognitif. Memberikan
terlebih jika masing-masing konten yang kontribusi terhadap dinamika perkembangan
diintegrasikan adalah hal-hal yang telah ada pengetahuan siswa sesuai ilmu yang diminatinya.
dalam benak peserta didik. Dengan adanya Hingga mempermudah siswa untuk menguasai
kontek yang berkaitan satu-sama-lain, maka akan isu yang diwacanakan. Bahkan membantu siswa
terjadi keteraturan walaupun informasi tersebut untuk dapat terbebas dari “syndrome kekosongan”
diseberangkan atau disaling-silangkan antar ketika memproduksi teks.
disiplin ilmu. Tema menjadi hal yang mutlak dibutuhkan
Pada akhirnya, setiap faktor di atas dalam pengembangan model pembelajaran
berimplikasi positif pada proses input, storage, integratif. Tema menjadi alat yang
dan output informasi. Semakin kuat proses input, mengintegrasikan materi-materi pada subjek
Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 17

yang diintegrasikan. McDonald & Czerniak integratif yang sesuai dengan peminatan siswa
(1994:5—6) menunjukkan hal ini melalui memungkinkan mereka untuk dapat memahami
penggunaan tema utama dalam membentuk alat wacana dengan baik. Hal ini dikarenakan
jaring-jaring konsep antardisiplin ilmu dalam unit kesamaan skemata mereka dengan konten
pembelajaran interdisipliner. Dengan adanya pelajaran yang diterima. Selain itu penggunaan
tema, setiap konten kurikuler mampu wacana yang memiliki relevansi dengan skemata
berhubungan dalam jejaring kecocokan untuk awal siswa akan membantu dalam memeperkuat
mengembangkan unit-unit interdisipliner. Hal ini dan mengembangkan skematanya yang lalu.
memungkinkan beberapa guru dalam disiplin Terkait memori bahasa, masih terkait
ilmu yang berbeda bergabung untuk membangun dengan teori skemata. Memori kebahasaan adalah
pembelajaran bersama dengan tujuan salah satu jenis skemata/ pengetahuan bahasa
pembelajaran yang diintegrasikan; dalam satu yang dimiliki siswa. Setiap skemata termasuk
tema. Konsep ini mampu diwujudkan dalam pengetahuan kosakata bahasa akan tersimpan
pembelajaran bahasa. Disiplin ilmu Bahasa dalam memori siswa. Adanya hubungan antara
memiliki keunikan dan fungsi khusus sebagai skemata dengan materi yang diajarkan akan
carrier of knowledge (pembawa ilmu sangat membantu siswa dalam menyimpan
pengetahuan) dan sebagai disiplin ilmu penghela pengetahuan bahasa. Hal ini terkait karakter
disiplin ilmu. Makna dari kedua fungsi ini sangat memori yang mampu menyimpan memori pada
besar bagi kemajuan fungsional disiplin ilmu ingatan yang dalam jika informasi yang
Bahasa. Studi ilmu bahasa sebagai carrier of diterimanya bersifat relevan, signifikan, berkesan,
knowledge dapat diartikan bahwa ilmu bahasa dan teratur. Tentunya mengajarkan bahasa
menjadi wahana keilmuan yang membawa serta dengan konteks dan konten pengetahuan ilmu
ilmu-ilmu lain. sosial/ sains (sesuai dengan bidang yang
Pada gilirannya konsep integratif diminati) akan memenuhi sifat-sifat ini. Dengan
memungkinkan siswa untuk berpikir dan ini dapat disimpulkan pula bahwa pengembangan
menyimpan pikiran-pikiran hasil belajarnya metode pembelajaran intergatif dapat
dengan baik, berkesinambungan, kontinu, memperkuat memori kebahasaan siswa untuk
mendalam, dan lebih kuat (bertahan dan tidak mengingat setiap materi yang disampaikan
mudah terlupakan). Hal ini berarti apa yang padanya.
dipelajari oleh siswa diasumsikan akan mampu Pendekatan integratif pada akhirnya
lebih lama bertahan di dalam memori. Hal ini membawa sudut pandang baru dalam memaknai
dikarenakan konsep integratif memungkinkan proses belajar. Pendekatan ini memungkinkan
konten suatu ilmu dimanfaatkan dalam berbagai siswa untuk sekaligus menguasai beberapa
kesempatan, digunakan berulang-ulang, dan bidang ilmu dalam satu tugas belajar;
dipicu berulang-ulang untuk kembali diingat. menggabungkannya dalam konteks dan tema
Misalnya dalam mempelajari bahasa dan ilmu yang sebangun. Dengan demikian, siswa tidak
sosial/ sains secara integratif, siswa akan berlu lagi harus repot berpikir secara parsial
mempelajari teks dalam bidang ilmu bahasa untuk setiap konten disiplin ilmu yang
bahasa sekaligus mengulang kembali bergai dipelajarinya di sekolah. Proses belajar siswa pun
konsep di bidang ilmu sosial/ sains dalam proses menjadi lebih bermakna karena masing-masing
belajarnya. Hal ini berarti segala pengetahuan di disiplin ilmu menunjukkan keterkaitan jejaring
bidang nonkebahasaan turut diikutsertakan, ilmu. Belajar secara parsial untuk masing-masing
dipicu untuk dibangkinkan kembali sebagai alat ilmu pengetahuan adalah konsep belajar yang
untuk memahami wacana yang sedang dipelajari usang, kuno!
dalam bidang ilmu bahasa. Seperti sembari
menyelam minum air, sekali mengayuh dua tiga
pulau terlewati. Sembari mempelajari bahasa,
siswa sekaligus mempelajari ilmu sosial dan DAFTAR RUJUKAN
sains. Sembari mempelajari bahasa, siswa Alwi, Hasan, Soenjono, D., Hans L., Anton M.
mendapatkan beberapa ilmu lainnya sekaligus. (1994). Tata Bahasa Baku Bahasa
Sangat menguntungkan. Indonesia. Jakarta: Depdikbud
Terkait penerapan skemata, model Axelrod, R. (1973). Schema Theory : An
pembelajaran integratif sangat mendukung setiap Information Processing Model of
skemata (pengetahuan awal/ dasar) yang dimiliki Perception and Cognition. Amerika:
siswa. Konten materi pada model pembelajaran APSA (American Political Science
18 Hasta Wiyata: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Association) berkolaborasi dengan JSTOR Motta-Roth, D. (2010). Genre in a Changing


untuk digitalisasi data dalam www. World. The Role of Context in Academic
JSTOR.org. Text Production and Writing Pedagogy (C.
Barnes, M. B., Spector, B. S., & Shaw, T. Bazerman, A. Bonini, & D. Figueiredo,
(1989). How science is learned by Eds.) Fort Collins: WAC Clearinghouse;
adolescents and young adults. West Lafa.
Kendall/Hunt Publishing Company. Omaggio, A. (1986). Teaching Language in
Bartlett, F. C. (1932). Remembering. London: Context : Proficiency Oriented Instruction.
Cambridge University Press. Boston, MA: Heinle & Heinle Publishers.
Beane, J. A. (1995). Curriculum Integration and Saragih, A. (2002). Bahasa dalam Konteks Sosial.
the Discipline of Knowledge. Vol.76, No. 8. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni
Phi Delta Kappa International Vol. 6 No.8 , Universitas Medan.
616-622. Saragih, A. (2007). Fungsi Tekstual dalam
Brown, G. dan Yule, G.(1983). Discourse Wacana : Panduan Menulis Rema dan
Analysis. Tema. Medan : Balai Bahasa Medan.
Carrell P. dkk. (ed). (1992). Interactive Approach Sinar, Tengku Silvana. (2009). Teori dan Analisis
to Second Language Reading. Cambridge: Wacana 2: Pendekatan Linguistik Sistemik
Gambridge University Press. Fungsional. Jakarta: Perpustakaan
Chaer, A. (2003). Psikolinguistik: kajian teoretik. Nasional.
Rineka Cipta. Sumarlam. (2003). Teori dan Praktik Analisis
Clark, H. H., & Clark, E. V. (1977). Psychology Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
and language: An introduction to Sutjaja, I. G. (2005). Linguistik, Bahasa Bali, dan
psycholinguistics. New York: Harcourt Dunia Virtual. Pidato Ilmiah Pengukuhan
Brace Jovanovich. Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang
Darjowodjojo, S. (2012). Psikolinguistik. Jakarta: Ilmu Bahasa, Fak Sastra, Universitas
Yayasan Obor Indonesia. Udayana. Jimbaran: Universitas Udayana.
Halliday, M. A. (1994). Bahasa, Konteks, dan Vygotsky, L. S. (1986). Thought and language
Teks : Aspek-aspek Bahasa dalam (rev. ed.).
Pandangan Semiotik Sosial. (R. Hasan, Wiles, J. W., & Bondi, J. W. (1986). Making
Trans.) Yogyakarta, Gajahmada University middle schools work. Publication Sales,
Press. Association for Supervision and
Halliday, M. A., & Hasan, R. (1989). Language, Curriculum Development, 125 North West
context, and text: Aspects of language in a Street, Alexandria, VA 22314 (ASCD
social-semiotic perspective. Stock Number: 611-86046).
Helen K. & Arthur E. Johnson Foundation.
(2004). Thinking Strategies for Leasners :
A guide to PEBC’s professional
development in reading, writing,
mathematics, and information literacy.
Denver : Public Education & Business
Coalition (PEBC).
Ivanitskaya, L., Clark, D., Montgomery, G., &
Primeau, R. (2002). Interdisciplinary
learning: Process and outcomes. Innovative
Higher Education, 27(2), 95–111.
Martin, J. R. (1992). English Text: System and
Structure. Philadelpia /Amsterdam: John
Benjamins.
McDonald, J., & Czerniak, C. (1994).
Developing interdisciplinary units:
Strategies and examples. School Science
and Mathematics, 94(1), 5-10.
Mey, Jacob L. (1993). Pragmatics. An
Introduction. Oxford: Blackwell.

You might also like