You are on page 1of 7

eISSN 2337-5949 e-CliniC.

2021;9(1):33-39
Terakreditasi Nasional: SK Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan DOI: https://doi.org/10.35790/ecl.9.1.2021.31853
KemenRistekdikti RI No. 28/E/KPT/2019 Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic

Diagnosis Akut Abdomen akibat Peritonitis

Amalita Mananna’,1 Stephanus J. Ch. Tangel,2 Eko Prasetyo2

1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado,
Sulawesi Utara, Indonesia
2
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia
Email: manannaamalita@gmail.com

Abstract: Peritonitis is defined as inflammation of serosal membrane that lines the abdominal
cavity (peritoneum) and the organs contained therein. Secondary peritonitis accounts for 1% of
urgent emergent hospital admidssions and is the second leading cause of sepsis in patients in
intensive care units globally. Despite the growth in the availability of imaging and laboratory
test, the rapid diagnosis of peritonitis remains a challenge for physicians in emergency medicine,
surgery, and critical care. This study was aimed to obtain the rapid and appropriate diagnostic
methods of secondary peritonitis. This was a literature review study using databases of PubMed,
ClinicalKey, and Google Scholar on topics related to the diagnosis of secondary peritonitis. The
results showed that there were 12 literatures in this study consisting of 5 review articles, 1
literature review, and 6 prospective studies. The literatures reviewed the diagnosis of secondary
peritonitis based on clinical manifestations, physical examination, and the other examinations
including laboratory examination, abdominal ultrasound, and abdominal CT scan. In
conclusion, the diagnosis of secondary peritonitis is based on clinical manifestation including
abdominal pain, rigidity, and rebound tenderness. These sign and symptoms may be supported
by laboratory and radiology findings as additional tests if needed. Abdominal ultrasonography
is the most practical and non-invasive radiology test for rapid diagnostic in a subgroup of
patients with secondary peritonitis whose clinical impression is unclear.
Keywords: Secondary Peritonitis, Diagnosis of Secondary Peritonitis, Acute Abdomen

Abstrak: Peritonitis adalah inflamasi pada selaput serosa yang membungkus rongga abdomen
(peritoneum) dan organ yang terkandung di dalamnya. Peritonitis sekunder menyumbang 1%
insiden pada pasien yang masuk di UGD dan merupakan penyebab utama kedua terjadinya
sepsis pada pasien di ICU secara global. Di tengah perkembangan ketersediaan pemeriksaan
radiologi dan laboratorium yang pesat, diagnosis yang cepat pada peritonitis masih menjadi
tantangan bagi para dokter dalam penanganan darurat, pembedahan, dan perawatan pasien kritis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode diagnosis yang cepat dan tepat pada
peritonitis sekunder. Jenis penelitian ialah literature review menggunakan database PubMed,
ClinicalKey, dan Google Scholar. Hasil penelitian mendapatkan 12 literatur terdiri dari 5 review
article, 1 literature review, dan 6 prospective study yang mengulas tentang diagnosis peritonitis
sekunder ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan berbagai
pemeriksaan penunjang lainnya yang mencakup pemeriksaan laboratorium, USG abdomen, dan
CT scan abdomen. Simpulan penelitian ini ialah diagnosis peritonitis sekunder ditegakkan
berdasarkan manifestasi klinis seperti nyeri abdomen, rigiditas, dan rebound tenderness. Tanda
dan gejala ini dapat didukung oleh temuan radiologi dan laboratorium sebagai pemeriksaan
tambahan bila diperlukan. USG abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang paling praktis
dan non-invasif untuk diagnosis cepat pada kelompok pasien peritonitis sekunder dengan kesan
klinis yang tidak jelas.
Kata kunci: peritonitis sekunder, diagnosis peritonitis sekunder, akut abdomen

33
34 e-CliniC, Volume 9, Nomor 1, Januari-Juni 2021, hlm. 33-39

PENDAHULUAN angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi


Akut abdomen atau nyeri akut abdomen akibat kegagalan multi-organ yang disebab-
adalah suatu kasus kegawatdaruratan abdo- kan karena syok septik. Angka mortalitas
men yang dapat terjadi karena masalah dilaporkan mengalami penurunan yang
bedah dan non bedah, ditandai dengan relatif rendah selama beberapa dekade
keluhan nyeri abdomen yang terjadi secara terakhir, yaitu berkisar antara 20-60%.
tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 Untuk itu, diagnosis yang cepat dan tepat
jam.1 Pada kunjungan pasien ke UGD, pada peritonitis merupakan kunci untuk
dilaporkan bahwa insiden akut abdomen menekan angka mortalitas yang tinggi.8-9
berkisar 5-10%. Berdasarkan data rekam Dengan melihat masih tingginya angka
medik RSUD Karawang, dari total 10.435 kejadian peritonitis sekunder dan kompli-
kunjungan di UGD selama tahun 2012, 405 kasinya yang mengancam nyawa akibat
kasus di antaranya ialah pasien akut penanganan tertunda maka penulis tertarik
abdomen dengan berbagai penyebab.2 untuk meneliti mengenai metode diagnosis
Peritonitis merupakan salah satu dari sekian yang cepat dan tepat pada pasien peritonitis
banyak penyebab akut abdomen yang sekunder.
menyumbang 1% insiden pasien yang
datang ke UGD dan merupakan penyebab METODE PENELITIAN
utama kedua dari sepsis pada pasien di ICU Penelitian ini merupakan suatu litera-
secara global.3 ture review. Database yang digunakan,
Peritonitis adalah peradangan pada yaitu PubMed, ClinicalKey, dan Google
selaput serosa yang melapisi rongga abdo- Scholar dengan menggunakan kata kunci
men dan organ viseral di dalamnya (perito- “diagnosis of secondary peritonitis”. Data
neum) dan merupakan suatu kegawat- tersebut direduksi berdasarkan kriteria
daruratan yang biasanya disertai dengan inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi
bakteremia atau sepsis.4 Peritonitis harus responden dalam pustaka ini ialah pasien
didiagnosis dan ditangani sedini mungkin peritonitis sekunder, judul pustaka relevan
karena penanganan yang tidak tepat waktu dengan judul penelitian yakni diagnosis
dapat mengancam jiwa. Namun, kenyataan- peritonitis sekunder, tahun publikasi
nya masih ditemukan kasus penundaan pustaka 2000-2020, serta berbahasa
pengobatan pasien yang datang dengan Indonesia dan Inggris. Pustaka yang tidak
keluhan nyeri akut abdomen akibat peri- tersedia fulltext akan dieksklusi dan tidak
tonitis di UGD.6 terhitung sebagai sampel penelitian.
Diagnosis peritonitis dapat ditegakkan
melalui klinis pasien, pemeriksaan fisik, HASIL PENELITIAN
pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan Setelah dilakukan tahap seleksi, ter-
laboratorioum. Pada pemeriksaan fisik, dapat 12 literatur memenuhi kriteria inklusi
yaitu palpasi abdomen, dapat ditemukan dan eksklusi, terdiri dari 1 literature review,
nyeri tekan dan rebound tenderness, sedang- 6 prospective study, dan 5 review article.
kan pada pemeriksaan x-ray toraks tegak, Seluruh literatur tersebut berasal dari 7
ditemukan gambaran pneumoperitoneum negara yang berbeda. Sampel dalam data
pada sekitar 70-80% perforasi viseral.7 penelitian terdiri dari puluhan hingga
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ratusan literatur yang diperoleh dari ber-
oleh Shanker et al,7 peritonitis perforasi bagai database yang telah diakui kredibi-
merupakan 26% dari total operasi darurat litasnya, maupun hasil observasi pasien
yang dilakukan di Department of Surgery at dengan peritonitis sekunder. Secara kese-
Adichunchanagiri Hospital and Research luruhan setiap literatur membahas tentang
Centre periode Juli-November 2016. Di diagnosis peritonitis sekunder dan disajikan
zaman modern ini, sepsis berat akibat dalam Tabel 1.
peritonitis sekunder masih ditandai dengan
Mananna, Tangel, Prasetyo: Diagnosis akut abdomen … 35

Tabel 1. Hasil kajian literatur yang digunakan dalam penelitian


No Penulis Judul literatur Lokasi Metode Ringkasan Hasil
(Diagnosis)
1 Kumar et al Clinical presentation India Prospective Berdasarkan penelitian, nyeri
(2020)9 and findings in observational abdomen adalah gejala
secondary generalised study utama pada pasien peritonitis
peritonitis among the yang muncul pada 153
patients admitted in a pasien peritonitis (100%)
tertiary care hospital in
Northern Part of India
2 Mahyoub et Presentation and Saudi Review article 1. Manifestasi klinis
al (2019)10 management of acute Arabia 2. Pemeriksaan fisik
peritonitis 3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan radiologi
3 Ross et al Secondary peritonitis: San Literature 1. Evaluasi awal
(2018)11 principles of diagnosis Francisco, review 2. Pemeriksaan
and intervention USA Laboratorium
3. Imaging
4 Filippone et CT findings in acute Italy Review article CT abdomen merupakan
al (2015)12 peritonitis: a pattern- modalitas pencitraan terbaik
based approach untuk evaluasi pasien dengan
nyeri akut abdomen. 3 pola
yang dapat ditemukan dalam
CT abdomen adalah: pola
seragam halus, tidak
beraturan, nodular
5 Akdur et al Does usage of Turkey Prospective Manuver/peritonism test
(2013)13 peritonism tests in an observational (inspirasi, ekspirasi, batuk,
emergency department study dan heel drop jarring test)
have any benefit? dapat dilakukan dengan
mudah untuk membantu
menentukan penyakit
abdomen yang serius.
Namun, karena sensiti-
vitasnya yang rendah,
pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap dan
adanya tanda rebound
tenderness juga dibutuhkan
dalam mendiagnosis pasien.
6 Yadav dan Spectrum of India Prospective Mayoritas pasien datang
Garg perforation peritonitis study dengan gejala nyeri
(2013)14 in Delhi: 77 cases abdomen, kembung, BAB
experience sering, mual dan muntah,
demam, serta syok
7 Gupta et al Perforation peritonitis: India Prospective Diagnosis peritonitis dapat
(2010)15 a two year experience study ditegankkan berdasarkan
pemeriksaan klinis, ditambah
dengan pemeriksaan penun-
jang berupa foto toraks, USG
abdomen, CT scan abdomen,
dan parasentesis abdominal
8 Emmi dan Clinical Diagnosis of Italy Review article Peritonitis sekunder dapat
Sganga Intra-abdominal didiagnosis berdasarkan
(2009)16 Infections gejala khas. Namun, pasien
seringkali tidak dapat dinilai
secara klinis. Untuk itu, USG
dan CT abdomen memegang
peranan penting dalam
diagnosis definitif peritonitis
36 e-CliniC, Volume 9, Nomor 1, Januari-Juni 2021, hlm. 33-39

sekunder pada pasien yang


stabil, sedangkan alternatif
untuk pasien yang tidak
stabil adalah peritoneal
lavage
9 Skipworth Acute abdomen: Edinburgh, Review article 1. Presentasi klinis
dan Fearon peritonitis UK 2. Pemeriksaan fisik
(2007)6 3. Pemeriksaan laboratorium
4. Imaging
10 Taylor dan Emergency Department Inggris Prospective Tes peritonisme, yaitu tes
Watt Assessment of observational inspirasi, ekspirasi, dan
(2005)17 abdominal pain: study batuk memiliki sensitivitas
clinical indicator tests yang rendah (37%) namun
for detecting spesifisitas yang cukup
peritonism tinggi (94%). Untuk itu, tes
ini bisa digunakan sebagai
prediktor klinis dari kasus-
kasus yang memerlukan
pemeriksaan lanjutan dan
membantu untuk memper-
timbangkan pasien dapat
dikeluarkan dari UGD atau
tidak
11 Evans et al Diagnosis of intra- USA Review article Diagnosis peritonitis
(2001)18 abdominal infection in sekunder didasarkan pada
the critically ill patient temuan klinis. Pemerik-saan
laboratorium dan radiologi
dapat mendukung diagnosis
berdasarkan klinis pasien
12 Chen et al Accuracy of China Prospective USG abdomen merupakan
(2000)19 Ultrasonography in the case series prosedur diagnostik yang
Diagnosis of Peritonitis penting bagi pasien dengan
Compared with the akut abdomen dan menjadi
Clinical Impression of pemeriksaan yang paling
the Surgeon efektif dan non-invasif untuk
pasien peritonitis yang
membutuhkan diagnosis
yang cepat, khususnya dalam
kasus kegawatdaruratan
bedah

BAHASAN dirasakan bertambah berat dengan gerakan


Hasil penelitian pada 12 literatur yang sehingga kebanyakan pasien akan berbaring
telah diulas, menunjukkan bahwa perito- diam dengan posisi menekuk lutut untuk
nitis sekunder tetap menjadi masalah klinis mengurangi rasa sakit dan ketegangan pada
yang penting karena masih menyumbang dinding perut.9,10 Setelah nyeri, demam
tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Dari merupakan gejala tersering kedua. Hal ini
12 literatur tersebut, terdapat 5 literatur yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan
membahas mengenai presentasi klinis yang oleh Kumar et al9 pada 153 pasien peritonitis
paling sering dijumpai pada peritonitis sekunder akut, dengan hasil demam meru-
sekunder. Seluruh literatur tersebut menya- pakan gejala tersering kedua (33,99%)
takan bahwa nyeri abdomen merupakan setelah nyeri abdomen. Hasil ini juga sesuai
gejala yang paling sering ditemukan dengan review article oleh Mahyoub et al10
(100%). Nyeri yang dirasakan pasien dapat yang menyatakan bahwa nyeri abdomen
terlokalisir atau menyebar. Sifatnya kons- merupakan gejala yang paling umum dan
tan, tajam, dan menusuk.6,9,10,14,15 Nyeri akan diikuti oleh peningkatan suhu tubuh di
Mananna, Tangel, Prasetyo: Diagnosis akut abdomen … 37

atas 38oC pada pasien. Berbagai macam abdomen dapat datang dengan patologi yang
gejala klinis yang juga dapat ditemukan serius, namun tanpa gejala yang spesifik.
ialah sembelit, kembung, penurunan nafsu Dalam hal ini, dokter dapat melakukan
makan, malaise, menggigil, syok, dehidrasi, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
mual dan muntah. Konstipasi juga dapat laboratorium dan radiologi untuk menegak-
muncul, kecuali jika terjadi abses panggul kan diagnosis pasti. Untuk pemeriksaan
yang dapat menyebabkan diare. Melalui laboratorium, data yang diperoleh dalam
auskultasi juga akan ditemukan ileus para- penelitian ini menunjukkan jika leukositosis
litik.9,10,14,15 merupakan salah satu penanda adanya
Melalui pemeriksaan fisik, dapat dite- peritonitis sekunder. Hal ini sejalan dengan
mukan tanda patologis peritoneal, seperti review article yang ditulis oleh Mahyoub et
rigiditas, rebound tenderness, dan nyeri al10 namun, leukopenia juga dapat ditemu-
tekan saat palpasi yang merupakan gejala kan pada keadaan sepsis berat yang
mayor peritonitis sekunder. Hal ini sejalan memiliki prognosis lebih buruk. Hasil ini
dengan penelitian yang dilakukan oleh juga sesuai dengan penelitian oleh Ross et
Kumar et al,9 Ross et al,11 serta Taylor dan al11 serta Skipworth dan Fearon.6 Dalam
Watt17 yang menyatakan bahwa rigiditas, literature review-nya, Ross et al11 menya-
rebound tenderness, dan nyeri tekan pada takan bahwa keadaan leukositosis tidak
saat palpasi abdomen merupakan gejala dapat dijadikan sebagai prediktor untuk
khas dari pasien dengan peritonitis melakukan intervensi bedah pada pasien
sekunder. karena sensitivitasnya yang rendah. Dalam
Terdapat 2 literatur dengan metode penelitiannya juga, dikatakan bahwa hasil
observasional prospektif yang membahas pemeriksaan laboratorium lain, seperti L-
mengenai manuver peritonitis yang dapat laktat dan adanya asidosis metabolik tidak
ditinjau dalam literature review ini dan dapat dijadikan dasar untuk diagnosis
hasilnya cenderung sama. Yang pertama, peritonitis sekunder. Dalam review article-
penelitian yang dilakukan oleh Akdur et al13 nya, Skipworth dan Fearon6 menambahkan
pada 77 pasien untuk mengetahui apakah tes bahwa pemeriksaan urea dan elektrolit
peritonitis yang terdiri dari tes inspirasi, penting dilakukan untuk mengonfirmasi
ekspirasi, batuk, dan heel drop jarring adanya dehidrasi dan gagal ginjal akut, serta
memiliki keuntungan untuk diagnosis hasil pemeriksaan dapat digunakan sebagai
peritonitis. Hasilnya, semua tes gagal dalam pedoman penggantian cairan elektrolit. Tes
memrediksi adanya peritonitis, kecuali tes fungsi hati dan serum amilase dengan hasil
inspirasi yang positif pada 29 pasien. Hal ini konsentrasi yang tinggi, menandakan pan-
sejalan dengan penelitian yang dilakukan kreatitis akut sebagai penyebab peritonitis
oleh Taylor dan Watt17 pada 67 pasien yang sekunder, sedangkan peningkatan yang
datang ke UGD selama 3 bulan berturut- moderat menandakan adanya gangguan
turut dengan keluhan nyeri perut. Manuver abdominal lainnya, misalnya perforasi ulkus
yang dilakukan terhadap pasien ialah tes duodenum.
inspirasi, ekspirasi, dan batuk. Hasilnya, Data yang diperoleh dalam penelitian
ketiga tes ini didapatkan senitivitas yang ini menunjukkan bahwa USG dan CT scan
cenderung rendah yaitu 37% namun spesi- abdomen memainkan peran penting dalam
fisitas yang cukup tinggi yaitu 94%. Dengan diagnosis dan strategi terapeutik. Hal ini
demikian, dapat disimpulkan bahwa manu- sejalan dengan literature review oleh Ross
ver untuk tes peritonitis tidak memiliki nilai et al11 yang menyatakan bahwa dalam
diagnostik, namun dapat digunakan sebagai sebuah studi prospektif multisenter yang
pendekatan untuk manajemen gawat darurat bertujuan untuk mengevaluasi kegunaan
nyeri perut karena sifatnya yang sederhana berbagai metode pencitraan pada 1021
dan dapat dilakukan dengan cepat di ruang pasien dengan peritonitis sekunder,
UGD. didapatkan hasil bahwa CT scan abdomen
Beberapa pasien dengan nyeri akut memiliki sensitivitas yang relatif tinggi,
38 e-CliniC, Volume 9, Nomor 1, Januari-Juni 2021, hlm. 33-39

yaitu 76-100% dan spesifisitas yang tinggi namun menunjukkan hasil CT scan
pula, yaitu 83-95%, sedangkan USG memi- abdomen yang serupa, dapat dilakukan
liki sensitivitas 86-91% dengan spesifisitas pendekatan sesuai dengan yang dituliskan
81-88%.11 Hasil yang serupa juga didapat- oleh Filippone et al12 dalam review article-
kan dalam review article oleh Emmi dan nya yang menyebutkan bahwa riwayat
Sganga16 yang menyatakan bahwa CT scan klinis, pemeriksaan tambahan lainnya, dan
abdomen memiliki sensitivitas 93-100% analisis pola hasil CT scan adalah petujuk
dengan spesifisitas 78-100%. USG memiliki untuk interpretasi gambar yang sama untuk
sensitivitas yang lebih rendah, yaitu 43% diagnosis yang berbeda. Menurut keterlibat-
dengan akurasi diagnostik 62%. Namun, an peritoneal, terdapat 3 pola hasil CT scan
meskipun CT scan abdomen merupakan yang berbeda, yaitu pola seragam halus yang
instrumen diagnostik yang sangat berharga, paling banyak ditemukan dan diakibatkan
pemeriksaan ini melibatkan pemindahan oleh proses inflamasi, pola tidak beraturan
pasien dari satu ruang ke ruang yang lain yang kasusnya lebih sedikit ditemui, dan
sehingga tidak tepat dilakukan pada pasien pola nodular yang paling jarang ditemui dan
dengan kondisi yang tidak stabil. Selain itu, disebabkan karena malignansi. Untuk peri-
media kontras yang digunakan dalam peme- tonitis sekunder, hasil CT scan abdomennya
riksaan akan memperburuk keadaan ginjal menunjukkan pola seragam halus yang
pasien. Berbeda dengan USG, pemeriksa- ditandai dengan adanya sejumlah kecil
annya lebih mudah dan dapat dilakukan di cairan yang dikelilingi oleh penebalan halus
samping tempat tidur pasien sehingga dapat pada peritoneum untuk kasus peritonitis
diulangi sesering yang diperlukan karena sekunder akibat proses inflamasi. Pada
efeknya yang tidak berbahaya bagi pasien. peritonitis sekunder akibat perforasi akan
Selanjutnya, Evans et al18 juga menuliskan ditemukan gambaran cairan dan udara bebas
dalam review article-nya bahwa meskipun di rongga peritoneum.12 Pemeriksaan pe-
sensitivitas dan spesifisitas CT scan nunjang lainnya yang juga dapat dilakukan
abdomen lebih tinggi dari pada USG, CT untuk evaluasi pasien peritonitis sekunder
scan abdomen dapat digunakan pada saat adalah rontgen toraks, foto polos abdomen,
yang benar-benar membutuhkan metode dan peritoneal lavage,6,10,16 namun, ketiga
pemeriksaan ini,18 seperti pada pasien yang pemeriksaan ini tidak menunjukkan sensiti-
sakit parah atau dengan dugaan infeksi vitas dan spesifisitas yang signifikan dalam
berulang dan infeksi yang tidak terkendali diagnosis peritonitis sekunder.
pada periode pasca operasi tanpa kontra-
indikasi penggunaan CT scan (insufisiensi SIMPULAN
ginjal dan ileus paralitik).10,16 Di samping Walaupun berbagai macam pemeriksa-
itu, USG memi-liki keuntungan yang lebih an telah tersedia dalam evaluasi nyeri
banyak, yaitu dapat digunakan untuk abdomen, sebagian besar diagnosis perito-
evaluasi pasien di UGD karena pemerik- nitis sekunder ditegakkan berdasarkan
saannya yang cepat dan praktis, mudah pemeriksaan klinis pasien yang didukung
dibawa dan tanpa paparan radiasi sehingga pemeriksaan penunjang. USG abdomen
tidak akan membahayakan pasien.18 Hal ini merupakan pemeriksaan penunjang paling
sejalan dengan penelitian yang dilakukan praktis dan non-invasif yang dapat diguna-
oleh Chen et al19 yang menyatakan bahwa kan sebagai pemeriksaan tambahan untuk
USG abdomen merupakan prosedur diag- menglarifikasi diagnosis peritonitis sekun-
nostik yang penting bagi pasien dengan akut der pada pasien dengan gejala klinis yang
abdomen dan menjadi pemeriksaan yang kurang jelas.
paling non-invasif untuk pasien peritonitis Untuk menekan angka mortalitas akibat
yang membutuhkan diagnosis yang cepat, keterlambatan diagnosis peritonitis sekun-
khususnya dalam kasus kegawatdaruratan der, dibutuhkan fasilitas kesehatan yang
bedah. baik serta perekrutan tenaga kesehatan
Untuk kasus peritonitis yang berbeda dengan keterampilan yang lebih baik dan
Mananna, Tangel, Prasetyo: Diagnosis akut abdomen … 39

lebih ahli dalam manajemen darurat. Selain Chirurg. 2017;88(1):1-6.


itu, diharapkan juga adanya alur diagnostik 9. Kumar R, Gupta R, Sharma A, Chaudhary R.
yang baku di setiap rumah sakit untuk Clinical presentation and findings in
peritonitis sekunder karena diagnosis yang secondary generalised peritonitis among
cepat dan tepat merupakan kunci keber- the patients admitted in a tertiary care
hospital in Northern Part of India.
hasilan penanganan peritonitis sekunder.
2020;10:316-20.
10. Mahyoub A, Alamri AM, Al-Saleh AN, Alessa
Konflik Kepentingan HA, Alsaedi WH, Alshammari MA, et al.
Penulis menyatakan tidak terdapat Cronicon EC MICROBIOLOGY
konflik kepentingan dalam studi ini. presentation and management of acute
peritonitis. 2019;11:172-8.
DAFTAR PUSTAKA 11. Ross JT, Matthay MA, Harris HW. Secondary
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS. Buku peritonitis: Principles of diagnosis and
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I (5th intervention. BMJ. 2018;361:k1407.
ed). Jakarta: Interna Publishing; 2009; p. 12. Filippone A, Cianci R, Pizzi AD, Esposito G,
305-6. Pulsone P, Tavoletta A, et al. CT
2. Farrell T, Kruger R. Abdominal pain. Aust Fam findings in acute peritonitis: A pattern-
Physician. 1988;17(6):467. based approach. Diagnostic Interv
3. Velissaris D, Karanikolas M, Pantzaris N, Radiol. 2015;21(6):435-40.
Kipourgos G, Bampalis V, Karanikola 13. Akdur O, Durukan P, Ozkan S, Sozuer EM,
K, et al. acute abdominal pain assess- Avsarogullari L, Ikizceli I. Does usage
ment in the emergency department: The of peritonism tests in an emergency
Experience of a Greek University Hos- department have any benefit? Med Glas.
pital. J Clin Med Res. 2017;9(12):987- 2014;11(1):105-9.
93. 14. Yadav D, Garg PK. Spectrum of perforation
4. Japanesa A, Zahari A, Renita Rusjdi S. Pola peritonitis in Delhi: 77 cases experience.
Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Indian J Surg. 2013;75(2):133-7.
Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. 15. Gupta SK, Gupta R, Singh G, Gupta S.
Djamil Padang. J Kesehat Andalas. Perforation peritonitis: A two year
2016;5(1):209-14. experience. JK Sci. 2010;12(3):141-4.
5. Chu G. A defined peritonitis clinical pathway in 16. Emmi V, Sganga G. Clinical diagnosis of intra-
the emergency department improves abdominal infections. J Chemother.
outcomes for peritoneal dialysis patients. 2009;21(SUPPL.1):12-8.
Ren Soc Australas J. 2014;10(1):30-3. 17. Taylor S, Watt M. Emergency department
6. Skipworth R, Fearon K. Emergency Surgery assessment of abdominal pain: Clinical
Acute abdomen: peritonitis patho- indicator tests for detecting peritonism.
physiology. 2007;1-4. Available from: Eur J Emerg Med. 2005;12(6):275-7.
http://www.1spbgmu.ru/images/home/u 18. Evans HL, Raymond DP, Pelletier SJ,
niversitet/Struktura/Kafedry/Gospitalno Crabtree TD, Pruett TL, Sawyer RG.
y_hirurgii_2/literatura_eng/Acute_abdo Diagnosis of intra-abdominal infection
men_peritonitis.pdf
in the critically ill patient. Curr Opin Crit
7. Shanker MR, Nahid M, S. P. A clinical study of
Care. 2001;7(2):117-21.
generalised peritonitis and its manage-
19. Chen SC, Lin FY, Hsieh YS, Chen WJ.
ment in a rural setup. Int Surg J. 2018;
Accuracy of ultrasonography in the
5(11):3496.
diagnosis of peritonitis compared with
8. van Ruler O, Boermeester MA. Surgical
the clinical impression of the surgeon.
treatment of secondary peritonitis.
Arch Surg. 2000;135(2):170-3.

You might also like