Professional Documents
Culture Documents
2021;9(1):33-39
Terakreditasi Nasional: SK Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan DOI: https://doi.org/10.35790/ecl.9.1.2021.31853
KemenRistekdikti RI No. 28/E/KPT/2019 Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic
1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado,
Sulawesi Utara, Indonesia
2
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia
Email: manannaamalita@gmail.com
Abstract: Peritonitis is defined as inflammation of serosal membrane that lines the abdominal
cavity (peritoneum) and the organs contained therein. Secondary peritonitis accounts for 1% of
urgent emergent hospital admidssions and is the second leading cause of sepsis in patients in
intensive care units globally. Despite the growth in the availability of imaging and laboratory
test, the rapid diagnosis of peritonitis remains a challenge for physicians in emergency medicine,
surgery, and critical care. This study was aimed to obtain the rapid and appropriate diagnostic
methods of secondary peritonitis. This was a literature review study using databases of PubMed,
ClinicalKey, and Google Scholar on topics related to the diagnosis of secondary peritonitis. The
results showed that there were 12 literatures in this study consisting of 5 review articles, 1
literature review, and 6 prospective studies. The literatures reviewed the diagnosis of secondary
peritonitis based on clinical manifestations, physical examination, and the other examinations
including laboratory examination, abdominal ultrasound, and abdominal CT scan. In
conclusion, the diagnosis of secondary peritonitis is based on clinical manifestation including
abdominal pain, rigidity, and rebound tenderness. These sign and symptoms may be supported
by laboratory and radiology findings as additional tests if needed. Abdominal ultrasonography
is the most practical and non-invasive radiology test for rapid diagnostic in a subgroup of
patients with secondary peritonitis whose clinical impression is unclear.
Keywords: Secondary Peritonitis, Diagnosis of Secondary Peritonitis, Acute Abdomen
Abstrak: Peritonitis adalah inflamasi pada selaput serosa yang membungkus rongga abdomen
(peritoneum) dan organ yang terkandung di dalamnya. Peritonitis sekunder menyumbang 1%
insiden pada pasien yang masuk di UGD dan merupakan penyebab utama kedua terjadinya
sepsis pada pasien di ICU secara global. Di tengah perkembangan ketersediaan pemeriksaan
radiologi dan laboratorium yang pesat, diagnosis yang cepat pada peritonitis masih menjadi
tantangan bagi para dokter dalam penanganan darurat, pembedahan, dan perawatan pasien kritis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode diagnosis yang cepat dan tepat pada
peritonitis sekunder. Jenis penelitian ialah literature review menggunakan database PubMed,
ClinicalKey, dan Google Scholar. Hasil penelitian mendapatkan 12 literatur terdiri dari 5 review
article, 1 literature review, dan 6 prospective study yang mengulas tentang diagnosis peritonitis
sekunder ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan berbagai
pemeriksaan penunjang lainnya yang mencakup pemeriksaan laboratorium, USG abdomen, dan
CT scan abdomen. Simpulan penelitian ini ialah diagnosis peritonitis sekunder ditegakkan
berdasarkan manifestasi klinis seperti nyeri abdomen, rigiditas, dan rebound tenderness. Tanda
dan gejala ini dapat didukung oleh temuan radiologi dan laboratorium sebagai pemeriksaan
tambahan bila diperlukan. USG abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang paling praktis
dan non-invasif untuk diagnosis cepat pada kelompok pasien peritonitis sekunder dengan kesan
klinis yang tidak jelas.
Kata kunci: peritonitis sekunder, diagnosis peritonitis sekunder, akut abdomen
33
34 e-CliniC, Volume 9, Nomor 1, Januari-Juni 2021, hlm. 33-39
atas 38oC pada pasien. Berbagai macam abdomen dapat datang dengan patologi yang
gejala klinis yang juga dapat ditemukan serius, namun tanpa gejala yang spesifik.
ialah sembelit, kembung, penurunan nafsu Dalam hal ini, dokter dapat melakukan
makan, malaise, menggigil, syok, dehidrasi, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
mual dan muntah. Konstipasi juga dapat laboratorium dan radiologi untuk menegak-
muncul, kecuali jika terjadi abses panggul kan diagnosis pasti. Untuk pemeriksaan
yang dapat menyebabkan diare. Melalui laboratorium, data yang diperoleh dalam
auskultasi juga akan ditemukan ileus para- penelitian ini menunjukkan jika leukositosis
litik.9,10,14,15 merupakan salah satu penanda adanya
Melalui pemeriksaan fisik, dapat dite- peritonitis sekunder. Hal ini sejalan dengan
mukan tanda patologis peritoneal, seperti review article yang ditulis oleh Mahyoub et
rigiditas, rebound tenderness, dan nyeri al10 namun, leukopenia juga dapat ditemu-
tekan saat palpasi yang merupakan gejala kan pada keadaan sepsis berat yang
mayor peritonitis sekunder. Hal ini sejalan memiliki prognosis lebih buruk. Hasil ini
dengan penelitian yang dilakukan oleh juga sesuai dengan penelitian oleh Ross et
Kumar et al,9 Ross et al,11 serta Taylor dan al11 serta Skipworth dan Fearon.6 Dalam
Watt17 yang menyatakan bahwa rigiditas, literature review-nya, Ross et al11 menya-
rebound tenderness, dan nyeri tekan pada takan bahwa keadaan leukositosis tidak
saat palpasi abdomen merupakan gejala dapat dijadikan sebagai prediktor untuk
khas dari pasien dengan peritonitis melakukan intervensi bedah pada pasien
sekunder. karena sensitivitasnya yang rendah. Dalam
Terdapat 2 literatur dengan metode penelitiannya juga, dikatakan bahwa hasil
observasional prospektif yang membahas pemeriksaan laboratorium lain, seperti L-
mengenai manuver peritonitis yang dapat laktat dan adanya asidosis metabolik tidak
ditinjau dalam literature review ini dan dapat dijadikan dasar untuk diagnosis
hasilnya cenderung sama. Yang pertama, peritonitis sekunder. Dalam review article-
penelitian yang dilakukan oleh Akdur et al13 nya, Skipworth dan Fearon6 menambahkan
pada 77 pasien untuk mengetahui apakah tes bahwa pemeriksaan urea dan elektrolit
peritonitis yang terdiri dari tes inspirasi, penting dilakukan untuk mengonfirmasi
ekspirasi, batuk, dan heel drop jarring adanya dehidrasi dan gagal ginjal akut, serta
memiliki keuntungan untuk diagnosis hasil pemeriksaan dapat digunakan sebagai
peritonitis. Hasilnya, semua tes gagal dalam pedoman penggantian cairan elektrolit. Tes
memrediksi adanya peritonitis, kecuali tes fungsi hati dan serum amilase dengan hasil
inspirasi yang positif pada 29 pasien. Hal ini konsentrasi yang tinggi, menandakan pan-
sejalan dengan penelitian yang dilakukan kreatitis akut sebagai penyebab peritonitis
oleh Taylor dan Watt17 pada 67 pasien yang sekunder, sedangkan peningkatan yang
datang ke UGD selama 3 bulan berturut- moderat menandakan adanya gangguan
turut dengan keluhan nyeri perut. Manuver abdominal lainnya, misalnya perforasi ulkus
yang dilakukan terhadap pasien ialah tes duodenum.
inspirasi, ekspirasi, dan batuk. Hasilnya, Data yang diperoleh dalam penelitian
ketiga tes ini didapatkan senitivitas yang ini menunjukkan bahwa USG dan CT scan
cenderung rendah yaitu 37% namun spesi- abdomen memainkan peran penting dalam
fisitas yang cukup tinggi yaitu 94%. Dengan diagnosis dan strategi terapeutik. Hal ini
demikian, dapat disimpulkan bahwa manu- sejalan dengan literature review oleh Ross
ver untuk tes peritonitis tidak memiliki nilai et al11 yang menyatakan bahwa dalam
diagnostik, namun dapat digunakan sebagai sebuah studi prospektif multisenter yang
pendekatan untuk manajemen gawat darurat bertujuan untuk mengevaluasi kegunaan
nyeri perut karena sifatnya yang sederhana berbagai metode pencitraan pada 1021
dan dapat dilakukan dengan cepat di ruang pasien dengan peritonitis sekunder,
UGD. didapatkan hasil bahwa CT scan abdomen
Beberapa pasien dengan nyeri akut memiliki sensitivitas yang relatif tinggi,
38 e-CliniC, Volume 9, Nomor 1, Januari-Juni 2021, hlm. 33-39
yaitu 76-100% dan spesifisitas yang tinggi namun menunjukkan hasil CT scan
pula, yaitu 83-95%, sedangkan USG memi- abdomen yang serupa, dapat dilakukan
liki sensitivitas 86-91% dengan spesifisitas pendekatan sesuai dengan yang dituliskan
81-88%.11 Hasil yang serupa juga didapat- oleh Filippone et al12 dalam review article-
kan dalam review article oleh Emmi dan nya yang menyebutkan bahwa riwayat
Sganga16 yang menyatakan bahwa CT scan klinis, pemeriksaan tambahan lainnya, dan
abdomen memiliki sensitivitas 93-100% analisis pola hasil CT scan adalah petujuk
dengan spesifisitas 78-100%. USG memiliki untuk interpretasi gambar yang sama untuk
sensitivitas yang lebih rendah, yaitu 43% diagnosis yang berbeda. Menurut keterlibat-
dengan akurasi diagnostik 62%. Namun, an peritoneal, terdapat 3 pola hasil CT scan
meskipun CT scan abdomen merupakan yang berbeda, yaitu pola seragam halus yang
instrumen diagnostik yang sangat berharga, paling banyak ditemukan dan diakibatkan
pemeriksaan ini melibatkan pemindahan oleh proses inflamasi, pola tidak beraturan
pasien dari satu ruang ke ruang yang lain yang kasusnya lebih sedikit ditemui, dan
sehingga tidak tepat dilakukan pada pasien pola nodular yang paling jarang ditemui dan
dengan kondisi yang tidak stabil. Selain itu, disebabkan karena malignansi. Untuk peri-
media kontras yang digunakan dalam peme- tonitis sekunder, hasil CT scan abdomennya
riksaan akan memperburuk keadaan ginjal menunjukkan pola seragam halus yang
pasien. Berbeda dengan USG, pemeriksa- ditandai dengan adanya sejumlah kecil
annya lebih mudah dan dapat dilakukan di cairan yang dikelilingi oleh penebalan halus
samping tempat tidur pasien sehingga dapat pada peritoneum untuk kasus peritonitis
diulangi sesering yang diperlukan karena sekunder akibat proses inflamasi. Pada
efeknya yang tidak berbahaya bagi pasien. peritonitis sekunder akibat perforasi akan
Selanjutnya, Evans et al18 juga menuliskan ditemukan gambaran cairan dan udara bebas
dalam review article-nya bahwa meskipun di rongga peritoneum.12 Pemeriksaan pe-
sensitivitas dan spesifisitas CT scan nunjang lainnya yang juga dapat dilakukan
abdomen lebih tinggi dari pada USG, CT untuk evaluasi pasien peritonitis sekunder
scan abdomen dapat digunakan pada saat adalah rontgen toraks, foto polos abdomen,
yang benar-benar membutuhkan metode dan peritoneal lavage,6,10,16 namun, ketiga
pemeriksaan ini,18 seperti pada pasien yang pemeriksaan ini tidak menunjukkan sensiti-
sakit parah atau dengan dugaan infeksi vitas dan spesifisitas yang signifikan dalam
berulang dan infeksi yang tidak terkendali diagnosis peritonitis sekunder.
pada periode pasca operasi tanpa kontra-
indikasi penggunaan CT scan (insufisiensi SIMPULAN
ginjal dan ileus paralitik).10,16 Di samping Walaupun berbagai macam pemeriksa-
itu, USG memi-liki keuntungan yang lebih an telah tersedia dalam evaluasi nyeri
banyak, yaitu dapat digunakan untuk abdomen, sebagian besar diagnosis perito-
evaluasi pasien di UGD karena pemerik- nitis sekunder ditegakkan berdasarkan
saannya yang cepat dan praktis, mudah pemeriksaan klinis pasien yang didukung
dibawa dan tanpa paparan radiasi sehingga pemeriksaan penunjang. USG abdomen
tidak akan membahayakan pasien.18 Hal ini merupakan pemeriksaan penunjang paling
sejalan dengan penelitian yang dilakukan praktis dan non-invasif yang dapat diguna-
oleh Chen et al19 yang menyatakan bahwa kan sebagai pemeriksaan tambahan untuk
USG abdomen merupakan prosedur diag- menglarifikasi diagnosis peritonitis sekun-
nostik yang penting bagi pasien dengan akut der pada pasien dengan gejala klinis yang
abdomen dan menjadi pemeriksaan yang kurang jelas.
paling non-invasif untuk pasien peritonitis Untuk menekan angka mortalitas akibat
yang membutuhkan diagnosis yang cepat, keterlambatan diagnosis peritonitis sekun-
khususnya dalam kasus kegawatdaruratan der, dibutuhkan fasilitas kesehatan yang
bedah. baik serta perekrutan tenaga kesehatan
Untuk kasus peritonitis yang berbeda dengan keterampilan yang lebih baik dan
Mananna, Tangel, Prasetyo: Diagnosis akut abdomen … 39