You are on page 1of 10

Evaluasi

Jurnal Mutu Beras


Teknologi dan
Industri Penerapan
Pertanian Good
30 (1): Handling
100-109 Practice …………
(2020) Terakreditasi Peringkat 2
DOI: https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2020.30.1.100 Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan No 30/E/KPT/2018
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin

EVALUASI MUTU BERAS DAN PENERAPAN GOOD HANDLING PRACTICE (GHP)) DAN GOOD
MANUFACTURING PRACTICE (GMP)
(STUDI KASUS PENGGILINGAN PADI DI KABUPATEN KARAWANG)

EVALUATION OF RICE QUALITY AND APPLICATION OF GOOD HANDLING PRACTICE (GHP)


AND GOOD MANUFACTURING PRACTICE (GMP)
(CASE STUDY OF RICE MILLING IN KARAWANG REGENCY)

Ekaterina Setyawati1), Sukardi 2), Yandra Arkeman2) Muslich2)


1)
Progam Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sahid Jakarta
Jl. Prof. Dr. Supomo No 84 Tebet Jakarta
Email: eka3na.5@gmail.com
2)Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor

Jalan Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Makalah: Diterima 12 Januari 2020; Diperbaiki 27 Maret 2020; Disetujui 5 April 2020

ABSTRACT

Rice is still a strategic commodity in Indonesia, because it is still a staple food for most of Indonesia's
population. Fulfillment of production must also be accompanied by aspects of quality fulfillment. This study aimed
to evaluate the quality of rice and to evaluate the application of Good Handling Practice (GHP) and Good
Manufacturing Practice (GMP) in small and medium rice miling in Karawang Regency. The performance of rice
quality was evaluated based on the requirements for the rice quality class from the Minister of Agriculture
Regulation Number: 31/Permentan/PP.130/8/2017 which includes water content, head rice, broken grains and
whiteness degrees. Based on the results of quality of rice, it was found that the water contents in the medium and
premium quality were 64% and 27%, respectively. Based on the criteria for quality of head rice, it was obtained
that all samples were not included premium quality and 22.2% in medium quality. For the criteria of broken grains,
it was found 36% in medium quality and the other were below the quality standard. Meanwhile, based on the
whiteness degree, most of the rice samples were included in the medium and premium rice qualities. The
applications of GHP in rice milling were 42% for small rice milling and 50% for medium rice milling, whereas
applications of GMP were 69% for small rice milling and 92% for medium rice milling. Lack of socialisation
regarding the importance of quality and implementations of GHP and GMP, and cost of risk that must be added
by implementing GMP and GHP were factors caused the low quality of rice in Karawang Regency.
Keywords: rice quality in Karawang district, GHP, GMP

ABSTRAK

Beras hingga saat ini masih menjadi komoditas yang strategis di Indonesia, karena masih menjadi makanan
pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pemenuhan produksi harus pula dibarengi dengan aspek
tepenuhinya mutu pasokan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu beras dan juga melihat penerapan
Good Handling Practice (GHP) dan Good Manufacturing Practice (GMP) pada penggilingan padi kecil dan
penggilingan padi sedang di Kabupaten Karawang. Kinerja mutu beras dievaluasi berdasarkan pada persyaratan
kelas mutu beras dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 31/Permentan/PP.130/8/2017 yang meliputi antara lain
kadar air, beras kepala, butir patah dan derajat sosoh. Berdasarkan hasil analisis mutu beras di tingkat petani
diperoleh bahwa kadar air beras bervariatif yaitu berkisar antara 7,1% hingga 14,2%, dan berdasarkan kelas mutu
termasuk kedalam kelas mutu medium sebesar 64% dan kelas mutu premium sebesar 27%. Sedangkan berdasarkan
kriteria mutu beras kepala diperoleh bahwa seluruh sampel tidak termasuk dalam mutu medium ataupun premium.
Kriteria mutu butir patah diperoleh angka kisaran 6,61% hingga 33,8%. Angka tersebut termasuk dalam
persyaratan beras mutu medium sebesar 36% dan selebihnya masih dibawah standar mutu. Sedangkan berdasarkan
derajat sosoh sebagian besar sampel beras termasuk kedalam persyaratan mutu beras medium dan premium. Dari
hasil analisa dan wawancara, penerapan GHP di penggilingan padi masih sangat rendah yaitu sebesar 42% untuk
penggilingan kecil dan 50% untuk penggilingan sedang, sedangkan untuk penerapan GMP 69% untuk
penggilingan padi kecil dan 92% untuk penggilingan padi sedang. Kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya
mutu dan penerapan GHP dan GMP dipenggilingan beras, petani belum merasakan manfat dan nilai tambah dari
penerapan GHP dan GMP, adanya resiko biaya yang harus ditambahkan dengan melakukan penerapan GMP dan
GHP dengan baik, dan target pasar lokal yang dituju tidak membutuhkan persyaratan penerapan GHP dan GMP
menjadi faktor penyebab rendahnya mutu beras di Kabupaten Karawang.
Kata kunci: mutu beras Kabupaten Karawang, GHP, GMP

100 Korespodensi
*Penulis Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109
Ekaterina Setyawati, Sukardi , Yandra Arkeman, Muslich

PENDAHULUAN rendah, kinerja mesin penggilingan padi tidak


optimal, faktor eksternal lainnya seperti penyimpanan
Beras merupakan komoditas pangan dan pengemasan, petani yang belum sepenuhnya
strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan menerapkan GHP (Good Handling Practice), GMP
nasional. Dinamika yang terjadi pada sisi produksi (Good Milling Practice), dan masih dijumpai model
dan sisi konsumen menyebabkan berbagai persoalan penggilingan padi satu alur (phase) (Mahendra et al.,
klasik muncul dalam agroindustri perberasan di 2016).
Indonesia. Setiap periode sering terjadi kelebihan Kabupaten Karawang merupakan salah satu
produksi sebagai akibat panen raya yang terjadi di daerah penyangga pasokan beras nasional.
sentra produksi sehingga menyebabkan petani selaku Pemerintah Daerah berupaya untuk menjaga kinerja
produsen pendapatannya berkurang karena harga pasokan beras. Kinerja pasokan yang ada saat ini jika
gabah yang menurun. Persoalan yang sama yang ditinjau dari aspek agroindustri maupun agribisnis
dihadapi juga oleh pelaku lain dalam agroindustri perberasan, usaha peningkatan produksi maupun
perberasan, seperti pedagang, penggilingan padi, mutu beras adalah dua variabel yang sama penting.
perantara gabah dan pedagang beras. Peningkatan produksi padi belum diimbangi dengan
Aspek lainnya adalah harga komoditas padi peningkatan kualitas dan harga. Mutu beras di
dan turunannya memiliki trend yang meningkat dan pasaran beragam karena seringkali ditemukannya
sering berfluktuasi pada tingkat harga yang tinggi. manipuasi mutu pada beberapa pelaku rantai
Gejolak dan fluktuasi harga yang tidak terkendali pasok. Oleh karena itu perlunya upaya dengan
menyebabkan ketidakpastian pelaku usaha dan melakukan kajian mutu terhadap beras yang ada saat
meresahkan konsumen. Sebagai komoditas yang ini, untuk melihat pencapaian kinerja mutu yang
mempengaruhi ketersediaan bahan baku produk dihasilkan. Selain itu juga melihat penerapan GMP
pangan, gejolak harga dan ketersediaan yang terjadi dan GHP di tingkat penggilingan padi. Penelitian ini
berpotensi menimbulkan dampak ekonomi, sosial, bertujuan (1) mengevaluasi mutu dan dan (2)
dan politik, secara nasional dan berpengaruh terhadap mengevaluasi penerapan Good Handling Practices
inflasi sebesar 9% (BPS 2015). Salah satu faktor yang (GHP) dan Good Manufacturing Practices (GMP)
menyebabkan fluktuasi harga adalah mutu dari beras pada penanganan pascapanen padi di tingkat
yang dijual di pasaran. Rendahnya mutu beras hasil penggilingan terhadap mutu beras yang dihasilkan.
gilingan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: kondisi Menurut Reza (2004), pendekatan terhadap cara
gabah yang digiling sudah rusak, bentuk geometris penanganan pangan yang baik (Good Handling
gabah, tingkat kekerasan, kualitas gabah yang Practices atau GHP) dan cara pengolahan pangan
diindikasikan dengan kadar air yang belum yang baik (Good Manufacturing Practices atau GMP)
memenuhi standar, derajat kemurnian gabah, gabah dapat dilakukan sebagai upaya penjaminan mutu
yang telah retak di dalamnya, teknologi penggilingan produk pertanian. Pedoman GHP meliputi (1)
yang digunakan dan prosedur penggilingan persyaratan dan tata cara pelaksanaan proses panen;
(Budijanto dan Sitanggang 2011). Salah satu yang (2) penanganan pasca panen; (3) standardisasi mutu;
menjadi faktor tinggi/rendahnya mutu beras adalah (4) lokasi, (5) bangunan; (6) peralatan dan mesin; (7)
teknologi penggilingan padi di tingkat petani. bahan perlakuan, (8) wadah dan pembungkus; (9)
Penggilingan padi di Indonesia didominasi oleh tenaga kerja; (10) Keamanan dan Keselamatan Kerja
penggilingan padi skala kecil. Menurut Patiwiri (K3); (11) pengelolaan lingkungan; (12) pencatatan,
(2004), penggilingan padi skala kecil menggunakan pengawasan dan penelusuran balik; (13) sertifikasi;
konfigurasi mesin husker, ayakan sederhana, dan dan (14) pembinaan dan pengawasan (Kementan,
polisher yang masih dioperasikan secara manual 2015). Pedoman GMP meliputi persyaratan dan tata
dengan kapasitas 0,3–0,7 ton beras/jam. Di Indonesia cara penggilingan padi terkait (1) prasarana dan
terdapat 180 ribu unit penggilingan padi yang sarana; (2) proses produksi; (3) penyimpanan; (4)
didominasi oleh Penggilingan Padi Kecil (PPK) keamanan dan keselamatan kerja serta pengelolaan
sebesar 169 ribu unit atau 92,8%, disusul lingkungan; (5) kesehatan dan kebersihan pekerja; (6)
Penggilingan Padi Sedang (PPS) sebesar 4,7%, skala pengawasan, pencatatan dan penelusuran balik; (7)
lain-lain 1,3%, dan Penggilingan Padi Besar (PPB) sertifikasi; dan (8) pembinaan (Kementan, 2008).
sebesar 1,1 % (BPS, 2015).
Pemahaman standar mutu beras ditingkat METODE PENELITIAN
penggilingan maupun pedagang masih mengacu
kepada harga beras yang ditawarkan (Rachmat et al. Waktu dan Tempat Penelitian
2006). Kriteria mutu beras yang dianggap baik Penelitian survei dilakukan di penggilingan
menurut pedagang beras pasar adalah apabila padi di Kabupaten Karawang Jawa Barat. Analisis mutu
memenuhi kriteria yang baik untuk parameter derajat beras dilaksanakan di Laboratorium Mutu Beras
sosoh/putih, persentase beras kepala, kadar air Karawang dan Laboratorium Pangan Universitas Sahid
(kering), dan kepulenan nasi (Budijanto dan Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2018
Sitanggang 2011). Faktor lainnya yang menyebabkan sampai dengan Desember 2018.
rendahnya mutu beras antara lain: kualitas padi yang

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109 101


Evaluasi Mutu Beras dan Penerapan Good Handling Practice …………

Tahapan Penelitian Kecamatan Karawang Timur (KT), beras Kecamatan


Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan Cilebar (CR) dan beras PB Kecamatan Cilebar (PB-
penelitian yaitu (1) penentuan sampel (2) CR).
pengumpulan data (3) penilaian kesesuaian GHP dan Sampling beras yang didapat dilakukan
GMP (4) pengolahan dan analisis data. Lebih jelasnya analisis mutu beras di laboratorium sesuai parameter
dapat dilihat pada diagram tahapan penelitian yang telah ditetapkan oleh SNI. Dari 11 sampling
(Gambar 1). beras diambil dua sampling penggilingan padi sedang
Penentuan Sampel dan Pengumpulan Data dan dua sampling penggilingan padi kecil untuk
Identifikasi dan penentuan responden untuk dilakukan analisis penerapan GHP dan GMP.
analisis mutu gabah dan beras di kabupaten Penentuan responden penggilingan padi kecil
Karawang dilakukan dengan metode probablity maupun padi sedang dilakukan berdasarkan
sampling dan snowball sampling dari 30 kecamatan parameter frekuensi dan volume pasokan beras.
yang ada di Kabupaten Karawang dan dipilih 9 Penggilingan padi dengan nilai frekuensi dan volume
kecamatan yang akan diambil sampel beras untuk di pasokan tertinggi diasumsikan menerapkan GHP dan
analisis di laboratorium. Sampel beras yang diambil GMP dengan baik sehingga menghasilkan beras
meliputi beras Kecamatan Lemahabang (LG), beras bermutu tinggi. Sebaliknya, responden dengan nilai
Kecamatan Rawamerta (RA), beras Kecamatan frekuensi dan volume pasokan terendah diasumsikan
Telagasari (TI), beras Kecamatan Tempuran (TN), menerapkan GHP dan GMP kurang baik sehingga
beras Kecamatan Majalaya (MA), beras Kecamatan menghasilkan beras bermutu rendah
Cilamaya (CA), beras Kecamatan Kutawaluyo (KO),
beras Kecamatan Karawang Timur (KT), beras

Mulai

Penentuan sampel Pengumpulan


- Probability sampling data
- Snowball sampling

Data Primer Data Sekunder


- Wawancara langsung - Studi literatur
- Pengamatan lapang - Data historis produksi
beras Kabupaten
Karawang

Data Tidak
Cuku
p
ya

Penilaian kesusesuaian
GHP dan GMP

Prngolahan dan Analisis Data

Analisis data mutu beras Pengolahan dan analisis kesesuaian penerapan GHP dan
GMP

Hasil pengolahan dan analisis


data

Seles
ai
Gambar 1. Digram alir tahapan penelitian

102 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109


Ekaterina Setyawati, Sukardi , Yandra Arkeman, Muslich

Pengumpulan data meliputi data primer dan


sekunder pada penelitian ini dilakukan dengan cara 𝐵
𝐵𝐾 (%) = 𝐴 𝑥 100% ……………….................. (2)
(1) wawancara, diskusi permasalahan seputar mutu
dan pasokan beras dengan pihak petani dan pelaku 𝐶
industri beras, (2) studi literatur, hasil penelitan 𝐵𝑃 (%) = 𝑥 100% …………………………. (3)
𝐴
sebelumnya, jurnal ilmiah dan dokumentasi data
meliputi data produksi beras, laporan mutu beras di
Keterangan: BK = beras kepala, BP = beras patah,
penggilingan.
A= berat sampel beras; B= berat beras kepala; C=
berat butir patah.
Analisis Mutu Beras
Tabel 1. Persyaratan Kelas Mutu Beras
Pada tahun 2017, Kementerian Pertanian
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian
mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
Nomor: 31/Permentan/PP.130/8/2017
31/Permentan/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu
Komponen Satuan Kriteria mutu
Beras (Kementan 2017b) sebagai tindak lanjut dari
mutu Premium Medium
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:57/M-
DAG/PER/8/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Kadar air % 14 14
Tertinggi (HET) beras (Kemendag, 2017). Dalam (maks)
Kementan (2017b), beras dikategorikan menjadi kelas Beras kepala % 85 75
mutu Premium dan Medium berdasarkan parameter (min)
mutu kadar air, beras kepala, butir patah, butir merah, Butir patah % 15 25
benda asing, butir gabah, dan derajat sosoh (Tabel 1). (maks)
Analisis mutu fisik beras, meliputi pengujian Butir menir % 0 5
kadar air, beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh. (maks)
Identifikasi kelas mutu beras dilakukan dengan Butir merah % 0 5
membandingkan hasil analisis mutu fisik skala (maks)
laboratorium dengan persyaratan dalam Peraturan Butir % 0 5
Menteri Pertanian Nomor: 31/Permentan/ kuning/rusak
PP.130/8/2017. (maks)
Butir kapur % 0 5
(maks)
Analisis Kadar Air
Kadar air beras menunjukkan persentase Benda asing % 0 0,05
kandungan air butiran beras yang dinyatakan dalam (maks)
basis basah (bb) (Kementan, 2015). Pengukuran Butir gabah butir/100 0 1
kadar air beras dilakukan menggunakan metode (maks) g
primer berdasarkan AOAC (1990). Sejumlah lima Derajat % 95 95
gram contoh beras dioven dengan suhu 105°C selama sosoh (min)
72 jam. Persamaan perubahan kadar air beras dengan Sumber: Kementan (2017b)
metode primer sebagai berikut:
Derajat Sosoh
𝐴−𝐵
𝐾𝐴𝐵 (% 𝑏𝑏) = 𝐴−𝐶 𝑥 100% …………………. (1) Derajat sosoh didefinisikan sebagai tingkat
terlepasnya lapisan perikarp, testa, aleuron, dan
Keterangan: KA= kadar air, bb = berat basah, A= lembaga dari butiran beras (Kementan, 2015).
berat cawan + sampel sebelum dikeringkan, B= berat Penentuan kuantitatif derajat sosoh dilakukan
cawan + sampel setelah dikeringkan, dan C= berat berdasarkan metode SNI 6128:2015. Sejumlah 15‒20
cawan. gram gabah/beras dimasukkan ke dalam probe. Probe
tersebut dimasukkan ke dalam alat ukur derajat putih,
Beras Kepala Dan Butir Patah yaitu rice whiteness tester tipe Satake C-600. Nilai
Beras kepala merupakan butiran beras derajat putih yang dihasilkan dari alat dikonversi
berukuran lebih besar atau sama dengan 0,8 bagian menjadi derajat sosoh menggunakan tabel konversi
dari butir beras utuh. Butir patah adalah butiran beras SNI 6128:2015.
dengan ukuran lebih besar 0,2 sampai dengan lebih
kecil 0,8 bagian butir beras utuh. Pengukuran Penilaian penerapan GHP dan GMP
parameter mutu beras kepala dan butir patah Parameter penilaian GHP mengacu pada
dilakukan berdasarkan metode SNI 6128:2015. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
Sejumlah 100 g sampel beras dimasukkan ke dalam 22/Permentan/HK.140/4/2015 dan pedoman GMP
cylinder separator dan ayakan diameter 4,2 mm untuk mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
memisahkan beras kepala dan butir patah. Butiran 35/Permentan/OT.140/7/2008, keduanya mempunyai
beras kepala, dan butir patah yang diperoleh pengaruh baik terhadap aspek mutu maupun
kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya keamanan pangan. Kesesuaian penerapan GHP dan
menggunakan rumus: GMP di tingkat penggilingan padi dinilai berdasarkan

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109 103


Evaluasi Mutu Beras dan Penerapan Good Handling Practice …………

praktek GHP dan GMP oleh responden yang pengeringan gabah telah dilakukan pada lantai jemur
mempengaruhi mutu beras. Persentase penerapan yang baik. Meskipun demikian, petani umumnya
GHP dan GMP ditingkat penggilingan kecil dan tidak mempunyai alat ukur kadar air sehingga
penggilingan besar dilakukan tabulasi dan operator melakukan pengendalian mutu proses
selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Tingkat pengeringan dengan menduga tingkat kekeringan
kesesuaian penerapan GHP dan GMP dihitung gabah secara subyektif. Selain kadar air gabah yang
berdasarkan metode Handayani et al. (2013) dengan rendah, ruang penyimpanan yang lembab
menggunakan rumus: (kelembaban udara 79‒87% dan suhu 30‒33,8 oC),
dan pengendalian mutu di gudang penyimpanan yang
𝐴
𝑇𝐾 (%) = 𝐵 𝑥 100% ........................................... (4) masih lemah karena tidak dilengkapi dengan alat
pengontrol suhu dan kelembaban ruangan diduga
Keterangan: TK = tingkat kesesuaian, A = menyebabkan kadar air beras tinggi. Menurut
kesesuaian terhadap Good Practices, B = jumlah Fernandyet al. (2012), gabah dengan kadar air 14%
parameter penilaian Good Practices bersifat stabil selama penyimpanan karena laju
penyerapan kadar air terjadi sangat lambat sehingga
Pengolahan dan Analisis Data tidak memudahkan penyerapan air kembali. Pada
Data sampel gabah dan beras dianalisis di kondisi tersebut gabah aman disimpan karena panas
laboratorium mutu untuk mengetahui mutu gabah dan yang dihasilkan oleh respirasi butiran maupun
beras sedangkan data kesesuaian GHP dan GMP mikroorganisme tidak cukup untuk meningkatkan
diolah menggunakan metoda tabulasi dan dianalisis suhu dan kelembaban butiran. Pada kelembaban
secara deskriptif. udara 65‒95 % dan suhu 30‒33,8 oC, beras dengan
kadar air 15,5% relatif stabil selama penyimpanan
HASIL DAN PEMBAHASAN dibandingkan beras yang kadar airnya 13,2% dan
13% karena mendekati kondisi kadar air
Evaluasi Analisis Mutu Beras kesetimbangan atau Equilibrium Moisture Content
Hasil analisis mutu beras berdasarkan kadar (EMC) beras, yaitu pada kisaran 15,5‒18,8%.
air, beras kepala, butir patah dan derajat sosoh Penyimpanan pada kelembaban udara rendah
menunjukkan bahwa beras petani sampel yang diperlukan untuk mengurangi penyerapan air dari
diambil dari 9 kecamatan yang ada di Kabupaten udara ke beras dan menekan aktivitas
Karawang termasuk dalam kategori mutu medium mikroorganisme dan jamur (Ratnawati et al., 2013).
menurut persyaratan kelas mutu beras berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: Beras Kepala Dan Butir Patah
31/Permentan/PP.130/8/2017. Hasil analisis mutu Beras yang diambil sebagai sampel
beras secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2. mempunyai persentase beras kepala yang berkisar
antara paling rendah 64,6% hingga yang paling tinggi
Kadar Air 82,0%. Dapat dilihat dari tabel hasil analisis mutu
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air beras kepala, tidak ada sampel yang memenuhi
beras sampel bervariatif mulai dari 7,1% hingga persyaratan mutu beras premium, sedangkan untuk
14,2%. Berdasarkan parameter mutu kadar air beras beras medium hanya dua kecamatan yaitu Kecamatan
sampel memenuhi persyaratan mutu beras medium Rawamerta dan Kutawaluyo, sedangkan untuk beras
dan premium dengan kadar air maksimal yang butir patah, yang memenuhi persyaratan mutu beras
dipersyaratkan adalah sebesar 14%. Tinggi atau premium hanya satu sampel yaitu beras Kecamatan
rendahnya kadar air beras dipengaruhi oleh kadar air Telagasari, yang memenuhi persyaratan mutu beras
gabah kering giling (GKG). Hasil analisis medium ada empat sampel yaitu beras Kecamatan
menunjukkan bahwa kadar air GKG berada pada Lemahabang, Rawamerta, Majalaya, dan
kisaran 7,1% – 13,7%. Secara umum, proses Kutawaluyo.

Tabel 2 Hasil analisis mutu beras penggilingan di Kabupaten Karawang


Komponen Hasil Analisis Mutu Beras
Mutu (%) LG RA TI TN MA CA KO KT PB-KT CR PB-CR
Kadar Air 101) 7,11) 14,23) 13,12) 7,71) 11,62) 11,32) 10,82) 13,12) 11,032) 13,72)
Beras Kepala 82,03) 76,33) 70,63) 70,423) 76,63) 72,43) 76,63) 66,53) 68,53) 68,23) 64,63)
Butir Patah 16,02) 19,22) 6,61) 25,83) 20,32) 25,13) 22,52) 33,03) 31,33) 28,73) 33,83)
3) 3)
Derajat Sosoh 90 90 951) 951) 903) 951) 1001) 951) 951) 951) 951)
1)
Keterangan: memenuhi persyaratan kriteria mutu beras premium
2)
memenuhi persyaratan kriteria mutu beras medium
3)
tidak memenuhi persyaratan kriteria mutu beras premium ataupun medium

104 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109


Ekaterina Setyawati, Sukardi , Yandra Arkeman, Muslich

Selebihnya sampel beras tidak memenuhi konfigurasi dan kondisi mesin penggilingan padi.
persyaratan mutu premium ataupun medium. Butir Menurut Hasbullah dan Bantacut (2007), mesin
patah tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, penyosohan (whitening machine) dan atau
diantaranya kadar air gabah, kondisi peralatan dan pengkilapan (shinning machine) diperlukan untuk
mesin, serta subyektivitas operator (Hasbullah dan menghasilkan beras dengan nilai derajat sosoh 85‒95
Dewi 2012). Upaya perbaikan mutu fisik beras dapat persen. Peningkatan mutu derajat sosoh beras dapat
dilakukan melalui revitalisasi mesin. Menurut dilakukan melalui perbaikan konfigurasi dan/atau
Shimizu dan Kimura (2008), gabah dengan kadar air modernisasi mesin penggilingan padi. Kondisi ini
terlalu rendah (6,4 persen berat basah) akan menggambarkan dari kriteria derajat sosoh beras yang
mengalami perubahan dimensi butiran selama dihasilkan dari sembilan kecamatan telah memenuhi
penyimpanan yang dapat mengakibatkan keretakan standar mutu yang dipersyaratkan.
pada beras. Menurut Setyono et al. (2008) dan Millati
et al. (2016), gabah dengan kadar air kurang dari 13 Penilaian Penerapan GHP dan GMP di tingkat
persen, butiran gabah menjadi retak dan Penggilingan Padi.
menghasilkan banyak butir patah pada proses Hasil penilaian dalam penerapan GHP dan
penggilingan. GMP untuk sampel penggilingan padi kecil dan
Persentase butir patah pada beras penggilingan padi sedang dapat dilihat pada Tabel 3
dipenggilingan sedang dan kecil diduga dipengaruhi dan 4. Dari Tabel 3 dan 4 diketahui bahwa penerapan
oleh kondisi peralatan dan mesin penggilingan padi GHP di penggilingan padi kecil baru berkisar 42%
sehingga mempengaruhi mutu beras yang dihasilkan. dan penggilingan padi sedang 50%. Sedangkan untuk
Kondisi mesin yang sudah berumur lebih dari 10 penerapan GMP pada penggilingan padi kecil sebesar
tahun dan penggunaan mesin pengupas kulit gabah 69% dan untuk penggilingan padi sedang 92%. Nilai
(dehusker) tipe rubber roll dan mesin penyosoh kesesuaian penerapan GHP dan GMP diperoleh dari
(polisher) tipe friksi dimana pengaturan jarak rubber rumus pada metode yang digunakan Handayani et al.
roll pada mesin dehusker tipe friksi dilakukan secara 2013. Kurangnya penerapan GHP dan GMP pada
manual atau trial and eror yang bersifat subyektif. penggilingan padi terutama penggulingan padi kecil
Menurut Hasbullah dan Dewi (2012) ukuran dimensi dikarenakan tidak dilakukannya sortasi terhadap hasil
gabah memerlukan pengaturan jarak rubber roll panen atau produksi gabah, tidak adanya pembersihan
untuk meminimalkan butir patah dan menir, Sutrisno hasil panen dari kotoran yang melekat, kurang kehati-
dan Achmad (2008) melaporkan bahwa jarak rubber hatian dalam penanganan, tidak dilakukan
roll untuk menghasilkan beras pecah kulit dengan pengkelasan mutu beras sesuai SNI. Dalam hal
mutu terbaik berdasarkan uji penggilingan untuk kemasan, belum menggunakan kemasan yang dapat
varietas pandan wangi adalah 1,5 mm dan 1,2 mm melindungi produk dari kerusakan dalam
untuk beras varietas IR 77 berdasarkan uji pengangkutan dan/atau penyimpanan dan tidak
penggilingan. Menurut Hasbullah dan Bantacut menggunakan kemasan yang sesuai dengan sifat
(2007), penggunaan mesin length grader diperlukan produk.
untuk memisahkan beras kepala dan butir patah. Secara teknis bangunan, semua penggilingan
Setyono et al. (2008) melaporkan bahwa umumnya padi responden luas, cukup kuat. Selain itu, rumput,
penggilingan padi maupun pedagang pasar dari perdu, dan gulma penggilingan padi semua responden
beberapa kabupaten di Jawa Barat menggunakan terpotong rapi dan peralatan tersimpan baik. Semua
mesin berumur 11‒20 tahun. Hal tersebut ventilasi penggilingan padi responden cukup nyaman
menyebabkan beras mempunyai persentase butir dan menjamin peredaran udara dengan baik, dapat
patah tinggi sehingga hanya memenuhi kelas mutu menghilangkan kondensat uap, asap, bau, debu, dan
terendah. Hasil survei menunjukkan bahwa operator panas, udara yang mengalir tidak mencemari produk,
yang mengoperasikan mesin penggilingan padi namun lubang ventilasi semua responden tidak ada
umumnya telah mempunyai pengalaman lebih dari yang dilengkapi pelindung untuk mencegah
tiga tahun, namun belum pernah mengikuti pelatihan masuknya hama, debu, kotoran, dan tidak mudah
atau tersertifikasi mengenai keterampilan pascapanen dibersihkan. Bangunan penggilingan padi responden
padi. tidak dirancang agar dapat mencegah masuknya
Derajat sosoh beras yang diambil sebagai binatang pengerat, hama dan serangga, dan
sampel umumnya memenuhi persyaratan mutu beras mempunyai jendela yang ditutup dengan kawat untuk
medium dan juga premium (nilai derajat sosoh mencegah masuknya serangga.
minimal 95%). Derajat sosoh beras dipengaruhi oleh

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109 105


Evaluasi Mutu Beras dan Penerapan Good Handling Practice …………

Tabel 3. Penerapan GHP di penggilingan padi kecil dan sedang dan pengaruhnya terhadap mutu beras
Pengaruh
No Parameter Penilaian PPK PPS terhadap Mutu
Beras
1 Hasil panen berupa gabah telah diperlakukan dengan 100% 100% Butir rusak
hati-hati supaya tidak kotor, berjamur, membusuk
2 Dilakukan sortasi terhadap hasil panen/produksi gabah 0% 0% Benda Asing dan
butir rusak
3 Pembersihan hasil panen dari kotoran dan OPT 0% 0% Benda Asing dan
butir rusak
4 Pembersihan sudah dilakukan dengan hati-hati agar padi 0% 0% Butir rusak
tidak menjadi cacat
5 Produk cacat sudah dipisahkan dan tidakdipasarkan 0% 0% Butir rusak
sebagai produk segar
6 Pengeringan gabah dengan cara penjemuran matahari 100% 100% Benda asing
sudah dilakukan menggunakan lantai jemur
7 Hasil panen yang sudah dijemur dan dibersihkan 0% 0% Butir
telah dilakukan pengkelasan sesuai dengan SNI kuning/rusak,
butir kapur,
benda asing
8 Hasil panen telah diklasifikasikan sesuai kelas standar 0% 0% Beras kepala
mutu
9 Produk hasil panen dikemas sesuai dengan kelas produk, 0% 0% Beras kepala
mengikuti ketentuan standar kelas (grading)
10 Kemasan dapat melindungi produk dari kerusakan dalam 0% 0% Beras kepala
pengangkutan dan/atau penyimpanan
11 Bahan kemasan telah disesuaikan dengan sifat produk 0% 0% Beras kepala
12 Kemasan harus kuat, dapat menahan beban tumpukan 100% 100% Beras kepala
dan melindungi fisik serta tahan terhadap goncangan
serta dapat mempertahankan keseragaman
13 Suhu, tekanan, dan kelembaban udara ruang 0% 0% Kadar Air
penyimpanan sesuai dengan karakteristik gabah
14 Spesifikasi alat/mesin pengangkutan sesuai dengan 0% 0% Beras kepala
karakteristik gabah
15 Bangunan dirancang agar mencegah masuknya binatang 0% 0% Kadar air dan
pengerat, hama dan serangga benda asing
16 Ruangan penanganan dan ruangan pelengkap terpisah 0% 100% Kadar air dan
benda asing
17 Dinding kedap air, tidak mudah mengelupas dan mudah 100% 100% Kadar Air
dibersihkan
18 Atap terbuat dari bahan yang tidak mudah bocor 100% 100% Kadar Air
19 Jendela dan ventilasi cukup untuk menjamin pertukaran 100% 100% Kadar Air
udara
20 Ditutup dengan kawat untuk mencegah masuknya 0% 100% Kadar air dan
serangga benda asing
21 Peralatan sesuai tujuan proses 100% 100% Beras Kepala
22 Wadah dan pembungkus dapat melindungi dan 100% 100% Beras
mempertahankan mutu Beras Kepala,kadar air
23 Wadah dan pembungkus tidak mempengaruhi mutu beras 100% 100% Beras
Kepala,kadar air
24 Wadah dan pembungkus tahan/tidak berubah selama 100% 100% Beras
pengangkutan dan peredaran Kepala,kadar air
Implementasi GHP 42% 50%
Ket : PPK= Penggilingan Padi Kecil
PPS = Penggilingan Padi Sedang

106 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109


Ekaterina Setyawati, Sukardi , Yandra Arkeman, Muslich

Tabel 4. Penerapan GMP di penggilingan padi kecil dan sedang dan pengaruhnya terhadap mutu beras
Pengaruh terhadap
No Parameter Penilaian PPK PPS
Mutu Beras
1 Lantai padat, keras dan kedap air, tahan 100% 100% Kadar Air
air/garam/asam/basa
2 Permukaan lantai rata,halus, tidak licin, mudah 100% 100% Kadar Air
dibersihkan, kedap air
3 Dinding kedap air 100% 100% Kadar Air
4 Dinding halus, rata, berwarna terang, tidak mudah 0% 100% Kadar Air
terkelupas, tahan air/garam/asam/basa, mudah
dibersihkan, tahan lama
5 Atap tahan lama, tahan air, tidak bocor, terbuat 100% 100% Kadar Air
dari bahan yang tidak mudah mengelupas,
minimum 3 m di atas lantai
6 Langit-langit tidak berlubang atau retak, tahan 100% 100% Kadar Air
lama, mudah dibersihkan, minimum 2,5 m di atas
lantai, permukaan halus, rata, berwarna terang,
tidak mudah mengelupas, tidak bocor
7 Jendela dilengkapi kasa pencegah serangga, tikus 0% 0% Kadar Air dan benda
dan lain-lain yang mudah dibersihkan asing
8 Ventilasi cukup nyaman dan menjamin peredaran 0% 100% Kadar Air
udara dengan baik
9 Lubang-lubang ventilasi dapat mencegah 0% 100% Kadar Air dan benda
masuknya hama, debu, kotoran, dan mudah asing
dibersihkan
10 Peralatan dan mesin sesuai dengan tujuan proses 100% 100% Kadar Air dan benda
kepala
11 Wadah dan pembungkus dapat melindungi dan 100% 100% Kadar Air dan benda
mempertahankan mutu beras kepala
12 Wadah dan pembungkus dibuat dari bahan yang 100% 100% Kadar Air dan benda
tidak mengganggu kesehatan atau mempengaruhi kepala
mutu beras
13 Wadah dan pembungkus tahan/tidak berubah 100% 100% Kadar Air dan benda
selama pengangkutan dan peredaran kepala
Kesesuaian penerapan GMP 69% 92%

Penyimpanan gabah tanpa menggunakan alas, meningkatkan rendemen serta mutu beras yang
pengendalian mutu pengeringan dan penggilingan dihasilkan.
secara subyektif, dan teknologi mesin penggilingan Secara umum rendahnya penerapan GHP pada
padi yang masih sederhana juga merupakan faktor- penggilingan padi kecil maupun sedang di Kabupaten
faktor kritis yang berpengaruh terhadap rendahnya Karawang disebabkan beberapa hal antara lain belum
mutu beras yang dihasilkan pada penggilingan. Hal- adanya sosialisasi yang menyeluruh terhadap petani
hal seperti diatas belum diterapkan secara baik oleh mengenai pentingnya penerapan GHP di lingkungan
penggilingan padi kecil maupun sedang sehingga penggilingan padi untuk meningkatkan mutu beras
mempengaruhi mutu beras yang dihasilkan dari hasil panen, adanya keterbatasan sumber daya
penggilingan tersebut dan berpengaruh terhadap terutama untuk menerapkan GHP dan GMP yang baik
rendahnya penilaian penerapan GHP dan GMP akan membutuhkan investasi yang cukup besar untuk
(Sarastuti et al., 2018). Penelitian yang dilakukan menciptakan lingkungan yang bersih untuk
Soemantri et al., 2016, pendekatan teknis dengan penanganan pasca panen padi yang dihasilkan petani,
menerapkan sistem mekanisasi diikuti oleh penerapan sementara berdasarkan pemahaman petani penerapan
sistem manajemen mutu seperti GHP dan GMP yang GHP dan GMP belum menunjukkan korelasi yang
tepat, dapat menurunkan susut panen dan pasca panen positif terhadap benefit yang akan mereka terima
padi mulai 5,58% sampai dengan 10,14% atau setara terutama terhadap mutu pasokan beras yang
dengan penyelamatan GKG sebesar 61.240 sampai dihasilkan. Selain itu belum adanya pemberlakuan
115.859 ton. Penerapan GHP dan GMP ini juga akan perundangan yang mengikat dalam penerapan GHP
mendorong revitalisasi penggilingan yang dapat dan GMP ditingkat pengilingan padi petani.

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109 107


Evaluasi Mutu Beras dan Penerapan Good Handling Practice …………

KESIMPULAN DAN SARAN Karanganyar). Jurnal Litbang Provinsi Jawa


Tengah. 11(1) : 113‒124.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 11 Hasbullah R dan Bantacut T. 2007. Teknologi
sampel beras yang diproduksi di Kabupaten pengolahan beras ke beras. Pangan. 18(1) :
Karawang, berdasarkan kriteria mutu sesuai 23‒37.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: Hasbullah R dan Indaryani R. 2009. Penggunaan
31/Permentan/PP.130/8/2017, menurut kriteria kadar teknologi perontokan untuk menekan susut
air yang masuk dalam kelas mutu premium sebanyak dan mempertahankan kualitas gabah.
27% dan kelas mutu medium 64%, berdasarkan Keteknikan Pertanian. 23(2): 111-118.
kriteria beras kepala tidak ada yang memenuhi Hasbullah R dan Dewi AR. 2012. Teknik penanganan
persyaratan mutu beras premium karena semua pascapanen padi untuk menekan susut dan
berada dibawah standar mutu beras premium, meningkatkan rendemen giling. Pangan.
sedangkan untuk kriteria mutu beras medium 21(1) : 17‒ 28.
dipenuhi oleh dua kecamatan, berdasarkan butir patah Kementerian Perdagangan [Kemendag]. 2017.
hampir tidak ada yang termasuk kedalam kelas Peraturan Menteri Perdagangan
premium (hanya 1 kecamatan) sedangkan yang Nomor:57/M-DAG/PER/8/2017. Penetapan
termasuk kedalam kelas medium 36% dan selebihnya Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras.
dibawah standar mutu. Derajat sosoh beras sampel Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan.
termasuk tinggi karena hampir semua sampel beras Kementerian Pertanian [Kementan]. 2008. Peraturan
memiliki nilai derajat sosoh 95-100% sehingga Menteri Pertanian Nomor:
masuk dalam kelas medium maupun premium. 35/Permentan/OT.140/7/2008. Persyaratan
Secara keseluruhan mutu beras di Kabupaten dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil
Karawang termasuk dalam persyaratan beras kelas Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik.
medium. Hal ini sesuai dengan hasil penilaian Jakarta (ID): Kementerian Pertanian
penerapan GHP dan GMP ditingkat penggilingan Kementerian Pertanian [Kementan]. 2015. Peraturan
kecil maupun sedang di Kabupaten Karawang dimana Menteri Pertanian Nomor:
penerapan GHP masih sangat rendah yaitu sebesar 22/Permentan/HK.140/4/2015. Pedoman
42% untuk penggilingan kecil dan 50% untuk Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian
penggilingan sedang, sedangkan untuk penerapan Asal Tanaman Yang Baik. Jakarta (ID):
GMP 69% untuk penggilingan padi kecil dan 92% Kementerian Pertanian
untuk penggilingan padi sedang. Beberapa penyebab Kementerian Pertanian [Kementan]. 2017a.
dari hasil wawancara dari pelaku dalam penerapan Ketersediaan Beras Nasional.
GMP dan GHP adalah masih kurang tersosialisasinya https://www.pertanian.go.id/konsumsi2017/
mutu produk, nilai tambah dan manfaat yang belum k etersediaan/laporan_nbm. [Diakses 5 Mei
dirasakan oleh petani dengan adanya penerapan GHP 2018].
dan GMP, adanya resiko biaya yang harus Kementerian Pertanian [Kementan]. 2017b. Peraturan
ditambahkan dengan melakukan penerapan GMP dan Menteri Pertanian Nomor: 31/Permentan/
GHP dengan baik, dan target pasar lokal yang dituju PP.130/8/2017. Kelas Mutu Beras. Jakarta
tidak membutuhkan persyaratan penerapan GHP dan (ID): Kementerian Pertanian.
GMP di penggilingan. Hal ini menjadi penyebab Kementerian Pertanian [Kementan]. 2017c. Pedoman
rendahnya mutu beras yang dihasilkan petani di Teknis PUPM 2017 (Pengembangan Usaha
Kabupaten Karawang. Pangan Masyarakat). Jakarta (ID):
Kementerian Pertanian.Mahendra PR, Dewi
DAFTAR PUSTAKA RK, Sumba IK. 2016. Pengawasan mutu
beras pada perusahaan umum BULOG divisi
Badan Standardisasi Nasional [BSN]. 2015. Standar regional Bali. Jurnal agribisnis dan
Nasional Indonesia Beras. SNI 6128:2015. agrowisata.5(3):597-606.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Patiwiri AW. 2004. Kondisi Dan Permasalahan
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2015. Pendataan Industri Perusahaan Pengolahan Padi Di Indonesia.
Penggilingan Padi (PIPA). Katalog BPS. Prosiding Lokakarya Nasional Upaya
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan
Fernandy GMA, Ratnawati, Buchori L. 2012. Padi, Bogor. Bogor (ID): F-Technopark
Pengaruh suhu udara pengering dan Fateta-IPB : 22‒41.
komposisi zeolit 3A terhadap lama waktu Rachmat R, Thahir R, dan Gummert M. 2006 .The
pengeringan gabah pada fluidized bed dryer. empirical relationship between price and
Jurnal Momentum. 8(2) : 6-10. quality of rice at market level in West Java.
Handayani A, Sriyanto dan Sulistyawati I. 2013. Indonesian Journal Agricultural Science.
Evaluasi mutu beras dan tingkat kesesuaian 7(1):27-33.
penanganannya (studi kasus di kabupaten

108 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109


Ekaterina Setyawati, Sukardi , Yandra Arkeman, Muslich

Ratnawati, Djaeni M dan Hartono D. 2013. Iklim Global Mendukung Ketahanan


Perubahan kualitas beras selama Pangan. Buku IV. Sukamandi (ID):
penyimpanan. Pangan. 22(3) : 199‒ 208. Kementerian Pertanian : 1429‒1448.
Shimizu N dan Kimura T. 2008. Measurement and Soemantri AS, Prima L, dan Irpan BJ. 2016. Strategi
fissuring of rice kernels during peningkatan produksi beras melalui
quasimoisture sorption by image analysis. penekanan susut panen dan pascapanen
Journal Cereal Science. 48(1) : 98‒103. dengan pendekatan sistem modeling: studi
Sarastuti, Usman A, dan Sutrisno. 2018. Analisis kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
mutu beras dan penerapan sistem jaminan Informatika Pertanian. 25 (2) : 249 – 260.
mutu dalam kegiatanpengembangan usaha Sutrisno dan Achmad DR. 2008. Pengaruh ukuran
pangan masyarakat. Jurnal Penelitian dan bentuk gabah terhadap rendemen dan
Pascapanen Pertanian. 15 (2): 63-72. mutu beras giling. Makalah disampaikan
Setyono A, Kusbiantoro B, Jumali P dan Guswara A. pada Seminar Nasional Padi: 1505‒1516.
2008. Evaluasi Mutu Beras di Beberapa
Wilayah Sentral Produksi Padi. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 30 (1): 100-109 109

You might also like