Professional Documents
Culture Documents
ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA | DR. OKTRIAN
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB 2A8E2925 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 WA 082122727364
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
196. Liken Simpleks Kronikus
• Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis
sirkumskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)
garukan berulang trauma mekanis likenifikasi
• Daerah
– Kulit kepala, belakang leher, tungkai atas atau bawah, vulva
dan skrotum
• Etiologi
– Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress
Tatalaksana
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
Terapi
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
199. Akne Vulgaris
Definisi Manifestasi klinis
•Peradangan kronik folikel Predileksi
pilosebasea.
• Muka, bahu, dada atas,
Lesi Akne Vulgaris dapat berupa punggung atas
• Comedo :
closed (‘whiteheads’) Erupsi kulit polimorfik
open (‘blackheads’). • Tak beradang : komedo putih,
• Papules komedo hitam, papul
• Pustules
• Beradang : pustul, nodus, kista
• Nodules
beradang
• Cysts
• Scars
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Manifestasi Klinis
Acne Vulgaris derajat ringan Acne Vulgaris derajat sedang Acne Vulgaris derajat berat
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2 012
Klasifikasi
Gradasi (Wasitaatmadja, 1982)
Ringan Sedang Berat
• 5 – 10 lesi, tak • > 10 lesi tak meradang pd 1 • > 10 lesi tak meradang pd
meradang pd satu predileksi > 1 predilksi
predileksi • 5 – 10 lesi tak meradang pd 1 • > 10 lesi meradang pd ≥ 1
• < 5 lesi tak meradang predileksi predileksi
pd bbrp predileksi • 5 – 10 lesi meradang pd 1
• < 5 lesi meradang predileksi
pada satu predileksi • < 5 lesi pd > 1 predileksi
First Topical Topical retinoid + Oral antibiotic + Oral antibiotic + Oral isotretinoin ± oral
retinoid or topical antimicrobial topical retinoid ± BPO topical retinoid ± corticosteroids
combination or combination or combination BPO
Second Topical Topical dapsone Oral antibiotic + Oral isotretinoin High-dose oral
dapsone or or azelaic acid or topical retinoid ± BPO or oral antibiotic + antibiotic + topical
azelaic acid or salicylic acid or combination topical retinoid ± retinoid + BPO or
salicylic acid BPO/azelaic acid or combinationa
combinationa
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Akne vulgaris: Tatalaksana
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Diagnosis Banding
Kelainan Karakteristik
Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
Erupsi
hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
Akneiformis
obat (cth kortikosteroid) .
Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,
Akne Venenata
predileksi di tempat kontak.
Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala
Akne Rosasea eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
Acne Conglobata
The Main Features of Acne Conglobata
Sex Males affected more frequently than females
Pathogenesis Unclear
Griffihs CE, Beker J, Bleiker T. Rook's Textbook of Dermatology.9th edition.New York : Willey ; 2016
200. Herpes Simpleks
• Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan
• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab & eritematosa,
berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan
kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai
gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang
sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis
Djuanda A. Ilmu penyakitkulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Herpes Simpleks
• Pemeriksaan Tipe I
– Ditemukan pada sel dan dibiak,
antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi
intranuklear, glass cell)
• Komplikasi
Tipe II
– Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada
janin dengan ibu herpes
Tatalaksana
Based on 2015 STD Guideline CDC
20
HIV Dermatology (cont.)
Skin lesions may be the first sign of HIV infection
• Ask abut risk factors for HIV infection when a patient < 50 yrs-old presents
with herpes zoster (shingles)
• Suspicion for HIV infection should be raised when a patient presents with
multiple skin diseases (e.g., severe seborrheic dermatitis and thrush)
Some skin diseases are so characteristic of the
immunosuppression of HIV-infection that their presence warrants
HIV testing
• Oral hairy leukoplakia, bacillary angiomatosis, and Kaposi sarcoma
Typically, antiretroviral therapy improves skin conditions that
result from immunodeficiency
21
Skin Disease and CD4 Counts
Various skin manifestations of HIV infection can be
correlated with levels of immune suppression
Skin disease associated with any CD4 Cell Count:
• Herpes simplex virus
• Scabies
• Varicella zoster virus
• Staphylococcus aureus • Drug Reactions
• Syphilis • Lymphoma
More commonly associated with CD4 counts < 500
• Human papillomavirus
22
Skin Disease and CD4 Counts
More commonly associated with CD4 counts < 200
• Infection: Epstein-Barr virus (oral hairy leukoplakia), Candida,
Bacillary angiomatosis , Molluscum contagiosum,
Histoplasmosis, Coccidiomycosis
• Inflammatory: Psoriasis, Seborrheic dermatitis, Acquired
icthyosis, Atopic dermatitis, Xerosis
• Neoplasm: Kaposi sarcoma
• Other: Eosinophilic folliculitis
More commonly associated with CD4 counts < 50
• Cryptococcosis
• Pruritic papular eruption (insect bite hypersensitivity)
23
CONDITION C L I N I C A L P R E S E N TA T I O N CAUSES
http://emedicine.medscape.com/article/279269-clinical#b2
Disorders of Tongue
IMPETIGO BOCKHART SY C O S I S B A R B A E
• Etiologi: S. Aureus • Etiologi: S. Aureus
• Superficial pustular • Deep-seated folliculitis
folliculitis • Skar dan alopesia setempat
203. PITIRIASIS ROSEA
• Eksantema sering akibat virus dan dihubungkan dengan ISPA, bersifat self
limiting disease (6-8 minggu), terkadang bisa dicetuskan oleh obat-obatan
• Perjalanan Penyakit
• Lesi inisial berbentuk eritema berskuama halus dengan kolaret (herald patch)
membesar disusul oleh lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas,
tersusun sesuai lipatan kulit (inverted chrismas tree appearance)
• Kadang disertai gejala prodromal: malaise, lelah, sakit kepala, mual muntah, demam
dan atralgia
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 197
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
Ptiriasis Rosea: Pemeriksaan dan Tatalaksana
• Pemeriksaan
– Laju endap darah >>
– KOH untuk membedakan dgn
tinea korporis
– VDRL untuk membedakan dengan
sifilis II
• Tatalaksana
– Suportif
• Zinc oxide, antihistamin oral
dan kalamin untuk pruritus
– Steroid topikal/oral (kurang
direkomendasikan) lesi luas
– UV B fototerapi untuk pruritus
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8
204. Postinflammatory
hypopigmentation
• Postinflammatory hypopigmentation is
frequently seen as a sequela of seborrheic
dermatitis, tinea versicolor, atopic dermatitis,
psoriasis, varicella-zoster infection, and many
other inflammatory skin condition
• Due to loss of functional melanocytes after
inflammation
emedicine.medscape.com/article/1069191-overview
Clinical Presentation
• Hypopigmented patch
confined to location of
previous inflammatory
skin lesions
• Negative Wood lamp
• No other symptoms
(e.g. no pruritus)
• Static lesions, not
enlarging
205. Erupsi Kulit Akibat Obat
DISEASES EFLORECENSES
Toxic Epidermal Necrolysis Detachment of more than 30% BSA, Nikolsky's sign (+)
Erythema multiforme Reddened patches erupting on the arms, legs, and face
Widespread formation of fluid filled blisters that are thin walled and
SSSS
easily ruptured
• Terapi:
• Antibiotika topikal:
• DOC: mupirocin (Bactroban), basitrasin, asam fusidat (Fucidin) dan
retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari
• Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
• Antibiotika oral:
• Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
• DOC anak: Cephalexin http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
Topical Antibiotics for Impetigo
M E D I C AT I O N INSTRUCTIONS
Fusidic acid 2%
Apply to affected skin three times daily for seven to 12 days
ointment†
Apply to affected skin three times daily for seven to 10 days;
Mupirocin 2% cream
reevaluate after three to five days if no clinical response
(Bactroban)‡
Approved for use in persons older than three months
http://www.aafp.org /afp/2014/0815/p229.html
207. Infeksi Genital Non Spesifik
• Peradangan di uretra, rektum, atau serviks yang disebabkan
oleh kuman nonspesifik
• Etiologi
– Chlamydia trachomatis (50%), ureaplasma urealyticum dan
mycoplasma hominis, trichomonas vaginalis, HSV, Gardnerella
vaginalis, alergi, dan bakteri
• Gejala Klinis
– Pria: setelah 1-3 minggu kontak seksual, disuria ringan, sering
kencing, duh tubuh seropurulen
– Wanita: asimptomatis, duh tubuh ringan, disuria ringan, nyeri pelvis
dan dispareunia, servisitis
Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
Infeksi Genital Non Spesifik
• Diagnosis
– Pewarnaan Gram, kriteria
• Tidak ditemukan diplikokus gram negatif intrasel maupun ekstrasel
PMN’Tidak ditemukan blastospora, pseudohifa, dan trikomonas
• Jml PMN >5/LPB, pada spesimen duh uretra ATAU PMN>30/LPB pada
duh serviks
• Terkadang pada kasus dengan patogen chlamydia akan ditemukan
badan inklusi intrasitoplasmik basofilik (keunguan)
• Tatalaksana
– Nonmedikamentosa: abstinensia, notifikasi pasangan
– Medikamentosa
• Doksisiklin 2 x 100 mg sehari selama 7 hari ATAU
• Azitromisin 1 gram dosis tunggal ATAU
• Eritromisin (alergi tetrasiklin, hamil, usia < 12 tahun) 4 x 500 mg sehari
selama 1 minggu atau 4 x 250 mg/hari selama 2 minggu
Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
Non Gonococcal Urethritis
Diagnosis Etiology
• Algoritma
Chlamydia trachomatis 20-40%
– Pewarnaan gram dari
sediaan cairan serviks Mycoplasma genitalium15-25%
atau uretra Ureaplasma urealyticum10-20%
leukosit PMN
– Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis 5-15%
bakteri Adenovirus 1-4%
• Nucleic acid amplification Herpes simplex virus 1-2%
testing –using first void
urine
208. Reaksi Kusta: Klasifikasi (Terbaru)
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Respon Imun humoral • Reaksi hipersensitivitas tipe
(kompleks imun) lambat
• Tidak terjadi perubahan tipe • Reaksi borderline (dapat
• Klinis berubah tipe)
– Nodus eritema (penanda)
• Klinis
– Nyeri (predileksi lengan &
tungkai) – Sebagian/seluruh lesi yang
– Gejala konstitusi ringan sd telah ada bertambah aktif dan/
berat timbul lesi baru dalam waktu
– Dapat mengenai organ lain relatif singkat
(iridosiklitis, neuritis akut, – Dapat disertai neuritis akut
artritis, limfadenitis dll) • Pada pengobatan 6 bulan
• Pada pengobatan tahun kedua pertama
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)
• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2
• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)
• Klofazimin
– 200-300 mg/hari • Dengan neuritis akut
– Khasiat lebih lambat dari – Prednison 40 mg/hari lihat
kortikosteroid skema
– Dapat melepaskan
ketergantungan steroid
– Efek samping: kulit berwarna
merah kecoklatan (reversible)
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Reversal: Pengobatan
Minggu Pemberian Prednison Dosis Harian yang Dianjurkan
• Minggu 1-2 40 mg
• Minggu 3-4 30 mg
• Minggu 5-6 20 mg
• Minggu 7-8 15 mg
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg
• Pemberian Lampren
– 300 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 200 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 100 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 50 mg/hari bila pasien masih dalam pengobatan MDT, atau stop bila
penderita sudah dinyatakan RFT
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
209. Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan
• Predileksi
• Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign
• Patofisiologi
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat, alkohol,
dan merokok
• Tata laksana
– Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
– Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
– PUVA (UVA + psoralen)
Djua nda A. Il mu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis
http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overvi ew
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas
Tanda Penjelasan
• Gejala Klinis
– Stadium I: Ulkus durum
– Stadium II: Lesi sekunder di kulit
(roseola sifilitika, korona veneris,
kondiloma lata, lekoderma sifilitika)
– Stadium laten :
• Dini : bersifat menular
• Lanjut : bersifat tidak menular
– Stadium III: Gumma
– Stadium kardiovaskular dan neurosifilis
Sifilis Stadium Dini I (SI)
• Stadium dini (menular)
• Antara 10 – 90 hari (2 – 4 mgg) sth kuman msk lesi – kulit
tempat msk kuman
• Umumnya lesi hanya 1 – AFEK PRIMER : papul yg kemudian
menjadi erosi / ulkus : ULKUS DURUM
• Umumnya lokasi afek primer – genital, jg dpt ekstra genital
• Dpt sembuh sendiri tanpa pengobatan dlm 3 – 10 mgg
• 1 mgg sth afek primer (+) penjalaran infeksi ke kelenjar gth
bening (KGB) regional : regio inguinal medial – KGB
membesar, soliter, padat kenyal, indolen, tidak supuratif,
periadenitis (-) & dpr digerak scr bebas dr jaringan sekitarnya
KOMPLEKS PRIMER
Sifilis Stadium I (SI)
DIAGNOSIS
• Mikroskop lapangan gelap (dark field microscope) melihat
pergerakkan treponema
• Pewarnaan Burri (tinta hitam) tidak adanya pergerakan Treponema (T.
pallidum telah mati) kuman berwarna jernih dikelilingi oleh lapangan
yang berwarna hitam.
• Serologi: VDRL, TPHA, fluorescent treponemal antibody-absorption (FTA-
ABS), Rapid plasma reagin (RPR) test, Treponemal enzyme immune assay
(EIA), T pallidum particle agglutination assay (TPPA)
• Bahan pemeriksaan diambil dari dasar ulkus atau pungsi kelenjar getah
bening
• Secara akademik : Bila hasil (-), pemeriksaan diulang 3 hari berturut-turut
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Umumnya Std II (+) sth 6 – 8 mgg
• S II srg disebut : the Greatest Imitator of all the skin
diseases. Penting – tanpa rasa gatal
• Kelainan – sistemik, didahului gejala prodromal :
– Nyeri otot, sendi, suhu subfebril, sukar menelan (angina
sifilitika), malaise, anoreksi & sefalgia
– Kelainan kulit, selaput lendir, kelenjar & organ tubuh
lain
Sifilis Stadium Dini II (SII)
Kelainan kulit
• Makula eritem, bulat lonjong (roseola sifilitika) t u dada,
perut, punggung, lengan, tangan ke seluruh tubuh
• Transien dan berakhir hipopigmentasi (leukoderma
sifilitika)
• Papel - batas kulit rambut kepala (korona veneris)
– Papula arsiner, sirsiner dan polisiklik
– Papula diskret - telapak tangan dan telapak kaki
– Papula korimbiformis
– Kondiloma lata - kulit lipatan-lipatan yang lembab & hangat
alopesia sifilitika
– Papula + folikulitis yang dapat
• Papuloskuamosa - mirip psoriasis (psoriasis sifilitika),
papulokrustosa - mirip frambusia (sifilis frambusiformis)
• Pustula, - bersifat destruktif pd KU buruk (rupia sifilitika =
lues maligna)
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Kelainan selaput lendir
– Mucous patch - banyak mengandung T pallidum,
– Bentuk bulat, kemerahan ulkus
– Kelainan mukosa bibir, pipi, laring, tonsil dan genital.
• Kelainan kelenjar
– Pembesaran kelenjar seluruh tubuh (limfadenopati
generalisata) - sifat = S I
– Kelenjar - kelenjar getah bening superfisialis t u
suboksipital, sulkus bisipitalis & inguinal. Pada aspirasi
kelenjar akan ditemukan T. pallidum.
Sifilis Stadium Dini II (SII)
STADIUM III
• Kelainan timbul 3 – 10 tahun sesudah stadium I
• Kelainan khas – guma : infiltrat berbatas tegas,
bersifat kronis, cenderung mengalami perkejuan
(perlunakan) & pecah ulkus
• Ulkus : dinding curam, dasar : jaringan nekrotik
berwarna kuning keputihan (ulkus gumosum) &
bersifat destruktif & serpiginosa.
Sifilis Stadium Lanjut (Tidak Menular)
STADIUM III
• Guma soliter - dapat multipel
• Ukuran: milier - beberapa cm.
• Guma di semua jaringan & merusak
semua jenis jaringan : tulang rawan hidung,
palatum atau organ dalam tubuh (lambung,
hepar, lien, paru-paru, testis, dll)
• Diagnosis pasti hasil STS.
Sifilis: Tatalaksana
• Benzatin Penisilin G: Lini pertama stadium primer dan sekunder
– Primary or secondary syphilis - Benzathine penicillin G 2.4 million units
intramuscularly (IM) in a single dose
– Early latent syphilis - Benzathine penicillin G 2.4 million units IM in a single
dose
– Neurosyphilis, Late latent syphilis or latent syphilis of unknown duration -
Benzathine penicillin G 7.2 million units total, administered as 3 doses of 2.4
million units IM each at 1-week intervals
• Penicilline G Procaine: Lini pertama stadium laten lanjut
– Primary, secondary, and latent: 600,000 units IM qDay for 8 days
– Late (tertiary and latent syphilis with positive spinal fluid): 600,000 units IM qDay
for 10-15 days (total 6-9 million units)
– Neurosyphilis: 2.4 million units IM qDay x10-14 days; administer with probenecid
500 mg PO QID (penicillin G aqueous preferred)
• Alternatif: Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
• Alternatif: Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu
• Komplikasi
• Neurosifilis, parestesia, perubahan kepribadian
N EU R OLOGI
211. EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.
Epidural
212. Subarachnoid Hematom
• Perdarahan fokal di daerah subarahnoid. CT scan
terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus
serebri daerah yg berdktan dg hematom.
• Gejala klinik = kontusio serebri.
• Penatalaksanaan : perawatan dengan medikamentosa
dan tidak dilakukan operasi
CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery
INTRASEREBRAL
HEMATOM
SUBDURAL HEMATOM
• Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase yg
tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater.
• Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek
massa.
• Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)
Haines DE. An Atlas of Structure, Sections, and Systems. 8th edition. 2012. Philadelphia. Lippincot Williams & Wilkins.
Baehr M, Michael F. Duus’ Topical Diagnosis
in Neurology. 5th edition. Thieme. 2012
Haines DE. An Atlas of Structure,
Sections, and Systems. 8th
edition. 2012. Philadelphia.
Lippincot Williams & Wilkins.
216. Tatalaksana Kejang
217. Cedera Saraf Perifer
Anatomical Snuff Box
218. Cedera Medulla Spinalis
Substansia grisea
Hiperdensitas
Substansia alba
Substansia alba
Substansia grisea
Hiperdensitas
Herpes Simplex Ensefalitis
• Herpes Simplex Encephalitis (HSE)
– disfungsi serebral general atau vocal akibat penyebaran
HSV secara neuronal melalui N. trigerminus atau N.
olfaktorius
• Biasanya terjadi pada neonatus, bayi, dan dewasa,
tidak berkaitan dengan kondisi imunosupresi
• Terutama mengenai lobus frontotemporalgejala
Memory loss menonjol
• Gejala:
- Prodromal (lemas, demam, nyeri kepala, mual)
- Ensefalopati (letargi, confusion, dan delirium)
- Memory loss
Diagnosis
• Diagnosis ditegakkan melalui 3 temuan:
1. Gejala klinis (lihat slide sebelum)
2. CSF pleositosis
3. CT Scan/MRI (MRI lebih sensitif):
• adanya hiperdensitas (CT)/hiperintensitas (MRI) pada area substansia
alba dan cortex
Hiperdensitas
Korteks
Substansia alba
Korteks/substansia grisea
Korteks
Substansia alba
Hiperdensitas
Substansia alba
Sering menjadi komorbid dengan HIV.
Ensefalitis toksoplasma
Gejala berupa confusion, kejang,
kelemahan fokal, gangguan bahasa,
afasia, ataksia.
Lesi hipodens
Substansia alba
Lesi hipodens Ring enhancing lesions
Meningitis kriptokokus
Gejala klinis: meningitis, nyeri kepala,
kejang, dan blurred vision akibat
peningkatan TIK
MRI: peripheral nodular enhancement
Korteks/substansia grisea
Substansia alba
Merupakan suatu kelainan yang bersifat diturunkan.
Gejala: gangguan perkembangan yang progresif pada
Leukoensefalopati
anak
MRI: contrast enhancement pada substansia alba (lebih
diffuse dibandingkan CMV)
Korteks/substansia grisea
Hiperdensitas
Substansia alba
Kelainan Gejala klinis
Ensefalitis Sering menjadi komorbid dengan HIV.
Toxoplasma Gejala berupa confusion, kejang,
kelemahan fokal, gangguan bahasa, afasia,
ataksia.
CT Scan:
• lesi hipodens dengan ring enhancing
lesion
Tinel’s sign
Phalen’s maneuver
Pemeriksaan fisik
• Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS.
• Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot thenar.
• Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot
• Wrist extension test/ prayer test.
• Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosis.
Pemeriksaan Fisik
• Pressure test (Durkan’s carpal compression).
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal
dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu
kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK,
tes ini menyokong diagnosis.
• Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan
apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering
atau licin yang terbatas pada daerah innervasi
nervus medianus. Bila ada akan mendukung
diagnosis CTS.
Terapi Konservatif
• Istirahatkan pergelangan tangan
• Obat antiinflamasi nonsteroid
• Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari
selama 2-3 minggu
• lnjeksi steroid
• Kontrol cairan,misalnya dengan pemberian
diuretika
• Vitamin B6 (piridoksin)
• Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan
vaskularisasi pergelangan tangan
Terapi Operatif
• Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis
nervus medianus pada pergelangan tangan.
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang
tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik
yang berat atau adanya atrofi otot-otot
thenar.
223. Cluster Type Headache
• Migren nyeri kepala primer Faktor Predisposisi
dengan kualitas vaskular – Menstruasi biasa pada hari
(berdenyut), diawali unilateral pertama menstruasi atau
yang diikuti oleh mual, sebelumnya/ perubahan
fotofobia, fonofobia, gangguan hormonal.
tidur dan depresi – Puasa dan terlambat
• Penyebab Idiopatik (belum makan
diketahui hingga saat ini) : – Makanan misalnya akohol,
– Gangguan neurobiologis coklat, susu, keju dan buah-
– Perubahan sensitivitas buahan.
sistem sarfa – Cahaya kilat atau berkelip
– Avikasi sistem trigeminal- – Banyak tidur atau kurang
vaskular tidur
• Pada wanita migren lebih – Faktor herediter
banyak ditemukan dibanding – Faktor kepribadian
pria dengan skala 2:1.
224. Nyeri Kepala Migrain
Nyeri
Kepala
Neuralgia kranial,
Nyeri Kepala
Primary nyeri wajah
Sekunder
Headache sentral atau
(Idiopatik) (Etiologi
perifer dan nyeri
diketahui)
kepala lainnya
Trigeminal
Tension Type Autonomic
Migraine Cephalgias
Headache
(TAC)
Cluster
Headache
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Grades of Migraine
• Mild migraine:
– may be one attack per month throbbing but tolerable
headache lasting upto 8 hours which does not incapacitate
the individual
• Moderate migraine:
– The throbbing headache more intense, lasts for 6-24 hours,
nausea/vomiting and other features are more prominent
patient is functionally impaired. One or more attacks
occur per month.
• Severe migraine:
– 2-3 or more attacks per month of severe throbbing headache
lasting 12-48 hours, often accompanied by vertigo, vomiting
and other symptoms; the subject grossly incapacitated during
the attack.
1: Pascual J. Recent advances in the pharmacological management of migraine. F1000 Med Rep. 2009 May 8;1. pii: 39. doi: 10.3410/M1-39. PubMed PMID: 20948742;
PubMed Central PMCID: PMC2924709.
Alur Tatalaksana Migrain Akut
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
• Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari
stimulasi sensoris berlebihan.
• Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang
dengan dikompres dingin
• Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
• Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk
dengan NSAID. Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan
golongan Triptan (agonis selektif reseptor serotonin / 5-HT1)
• Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila
analgesik non spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi
efek samping.
• Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah
absorpsi ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan,
hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal
ginjal.
IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
225. Hypertension Emergency
• Management:
• Management should be done in hospital, however primary care
service can give oral antihypertension as a first aid.
• Parenteral drug is given via bolus or infusion ASAP.
• Drugs:
• ACE-I (Captopril): sublingual 6,25-50 mg
• Nicardipine 10-30 mcg/kgBW bolus.
• Clonidine 900 mcg into 500 mL of 5% glucose infusion, given in 12
drops/minute.
• The JNC 7th states the initial goal of therapy in hypertensive
emergencies is to reduce mean arterial BP by no more than
25% (within minutes to 1 hour), then, if stable, to 160/100 to
110 mmHg within the next 2 to 6 hours.
Ringkasan eksekutif krisis hipertensi. Perhimpunan hiperensi Indonesia
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/27/treatment/step-by-step.html.
CPP = MAP – ICP
Tidak disarankan menggunakan obat yang menurunkan MAP terlalu cepat karena akan
menyebabkan CPP turun sehingga suplai oksigen ke otak menurun. Contoh dari salah satu
obat yang bisa menyebabkan hal ini adalah sodium nitroprusside
226. Koma
• Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah
atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’, yaitu
keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita
tidak dapat dibangunkan.
• Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering ditemukan/dijumpai.
• Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan
klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta
membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat,
dimana saja dan kapan saja.
http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo
x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf
ypes of brain herniation [3] 1) Uncal 2) Central
3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar
227. Neuralgia Trigeminal
228-229. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi
panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
• Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial
dari ibu jari kaki (L5).
3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki
(L5), atau plantarfleksi (S1).
4. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
5. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
6. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan
indikasi untuk segera operasi.
7. Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan indikasi untuk
operasi.
8. Tes kernique
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan
penyempitan sela invertebrata dan pembentukan osteofit.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
230. Hidrosefalus
• Hidrosefalus berasal dari
kata hidro yang berarti air
dan chepalon yang berarti
kepala.
• Hidrosefalus dapat
didefinisikan secara umum
sebagai suatu keadaan
terjadinya penumpukan LCS
yang menyebabkan dilatasi
sistem ventrikel.
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
• Hidrosefalus pada bayi (Tipe Hidrosefalus pada dewasa :
congenital/infantil)
(timbul manifestasi hipertensi
– Kepala membesar
intrakranial)
– Sutura melebar
• Sakit kepala
– Kulit kepala licin dan • Mual, muntah
mengkilap dan tampak • Fatigue
vena- vena • Penurunan kognitif
superficial menonjol • Papil edema; ketajaman
– Mata kearah bawah penglihatan akan menurun dan
(sunset phenomena) lebih lanjut dapat mengakibatkan
– Perkusi kepala : cracked kebutaan bila terjadi atrofi papila
pot sign atau seperti N.II.
– semangka masak. • Gaya berjalan tidak seimbang
• Gangguan kesadaran
CT Scan
231. Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
• Hemibalismus/sindrom balistik
– Gerakan involunter ditandai secara khas oleh
gerakan melempar dan menjangkau keluar yang
kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
– Terjadi kontralateral terhadaplesi
• Chorea Huntington
– Gangguan herediter autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif
sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10
± 12 tahun
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik
• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis infrequent tension type
headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari
per bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Kriteria Diagnosis frequent tension type headache
Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 -
14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E
A. Berlangsung selama 30 menit C. Memenuhi kedua kriteria
hingga 7 hari
berikut:
B. Setidaknya terdapat dua dari
empat karakteristik a. Tidak terdapat mual
- Lokasi bilateral atau muntah
- Terasa tertekan atau terikat b. Tidak terdapat
- Intensitas ringan – sedang fotofobia atau
- Tidak dipengaruhi oleh fonofobia
aktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau menaiki
tangga
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Tatalaksana
• TTH umumnya mempunyai respon yang baik
dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen,
parasetamol / asetaminofen, dan aspirin.
• Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara
luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine
seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic).
• Pengobatan lain pada TTH
termasuk amitriptyline / mirtazapine /
dan sodium valproate (sebagai profilaksi).
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
233. Bell’s palsy
Parese N. VII
P S
e e
r n
i t
f r
e a
r l
Bell’s Palsy
Penatalaksanaan
• Kortikosteroid. Prednis
on, dimulai dengan
60mg/hari, diturunkan
dosisnya (tappering)
dalam 10 hari.
• Antivirus. Asiklovir
400mg lima kali sehari
selama 7 hari atau
valasiklovir 1 g/hari
selama 7 hari. Tetapi,
terapi ini tidak berguna
jika diberikan setelah
onset penyakit lebih
dari 4 hari.
Tics Facialis Tic pada wajah adalah salah satu jenis dari kelainan motorik otot mimik
wajah akibat spasme otot yang tak bisa dikendalikan. Hal ini dapat
disebabkan oleh gangguan pada satu atau lebih dari otot mimik wajah
yang mengakibatkan mata sering berkedip dan mengerutkan hidung.
Walaupun terjadi secara tak terkontrol, beberapa penderita gejala Tic
ini dapat mengendalikan gerakan tersebut secara sadar.
lagoftalmos kelopak mata tidak dapat menutup sempurna oleh karena kerusakan
N.VII
Gejala
• Nyeri tulang
• Fraktur Patologis
• Penekanan medula spinalis
• Peninggian kadar kalsium
dalam darah
• Gejala lainnya
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Gambar 5 : Radiografi lateral yang menunjukkan Gambar 6: Osteolitik metastasis di tulang paha
campuran metastase tulang osteolitik - distal dari seorang wanita 51 tahun dengan
sklerotik dalam cranium karsinoma payudara
191
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Gambaran CT Scan
Ruptur Total
Floating Prostate
237. Ruptur Anterior Cruciatum Ligament
• Anterior Cruriatum
Ligament adalah salah satu
dari empat major ligament
di lutut. ACL berfungsi
sebagai stabilitator dan
pembatas gerak pada lutut.
• Ruptur ACL ( Anterior
Cruriatum Ligament ) adalah
robeknya satu ligamen pada
lutut yg menghubungkan
tulang kaki bg atas ( distal
femur ) dan tulang kaki bg
bawah ( proksimal tibia )
• 80% of knee ligament injury
is on ACL.
Klasifikasi
Etiologi
Manifestasi Klinis
• Popping sound • Anterior drawer test (+)
• Bengkak dan nyeri • Hipotrofi-atrofi (kronik)
• Lutut tidak stabil
Symptoms
• Pain, often sudden and severe
• A loud pop or snap during the injury
• Swelling
• A feeling of looseness in the joint
• Inability to put weight on the point without pain
• In ACL injury, knee is able to flexion but unable
to extension. In PCL injury, knee is in extension
position.
238. Kista Ganglion
• Degenerasi kistik jaringan
periartikuler, kapsul sendi,
atau pembungkus tendo
• Tumor jaringan lunak tersering
pada tangan dan Pergelangan
Tangan 60 %
• Prediposisi dorsal manus
• Menempel pada Kapsul,
tendon, atau tendon sheath
• Wanita > Pria
• 70% terjadi pada dekade 2 - 4
• Terbentuk tunggal dan pada
tempat yang amat spesifik
Informasisehat.files.wordpress.com/2010/05/ganglion-cyst
Location According to anatomy
• They can occur in numerous locations but most
commonly (70-80% of cases) occur in relation
to the hand or wrist (ganglion cysts of the hand
and wrist) in this location, notable specific sub
sites include 1:
– dorsum of wrist: ~60% of all hand ganglion cysts
– volar aspect of wrist: ~20%
– flexor tendon sheath: ~10%
– in association with the distal interphalangeal joint:
~10%
1. Fraktur terbuka
3. Dislokasi sendi
Pertolongan Pertama (First Aid)
Life Saving ABCD
Obstructed Airway
Shock : Perdarahan Interna /External
Balut tekan, IV fluid
Limb Saving
Reliave pain Splint & analgetic
Pergerakan fragmen fr
Spasme otot
Udema yang progresif.
Transportasi penderita Dont do harm
Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
R 1 = Recognizing = Diagnosa
Anamnesa, PE, Penunjang
R 2 = Reduction = Reposisi
Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum
fraktur
R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi
Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi
R 4 = Rehabilitation
Mengembalikan fungsi kesemula
Retaining (Imobilisasi)
Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang
menyambung
Menghilangkan nyeri
Cara Retaining (Imobilisasi)
Isitrahat
Casting / Gips
Splint/ Pembidaian
Cara Imobilisasi
Casting / Gips
Hemispica gip
Umbrical slab
Retaining (Imobilisasi)
Traksi
1. Kulit
2. Tulang
Retaining (Imobilisasi)
Fiksasi pakai inplant
■ Internal fikasasi
■ Plate/ skrew
■ Ekternal fiksasi
241. Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu
berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah,
cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment (
penilaian awal ).
E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
242. Epididymo-Orchitis
• Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
• Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.
Etiologi
• Dapat disebabkan Bakteri dan virus
• Virus yang paling sering menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps)
• Sekitar 15-25% pria yang mengalami gondongan (parotitis) orkitis ketika masa setelah
pubernya
• Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.
• Orkitis sering dikaitkan dengan infeksi prostat atau epidedemis, serta
merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (gonore atau klamidia).
• Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
c. Infeksi saluran kemih berulang
d. Kelainan saluran kemih
• Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
Gejala dan Tanda Diagnosis
a. Pembengkakan skrotum • Diagnosis ditegakkan berdasarkan
b. Testis yang terkena terasa berat, gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada • Terjadi pembengkakan kelenjar
testis yang terkena getah bening di selangkangan dan
d. Demam di testis yang terkena.
e. Keluar nanah dari penis • Pemeriksaan lain yang bias
f. Nyeri ketika berkemih / disuria dilakukan adalah :
g. Nyeri saat berhubungan seksual / saat – Analisa air kemih
ejakulasi – Pembiakan air kemih
h. Nyeri selangkangan – Tes penyaringan untuk klamidia dan
i. Nyeri testis, bias saat mengejan atau gonore
ketika BAB – Pemeriksaan darah lengkap
j. Semen mengandung darah – Pemeriksaan kimia darah
Tatalaksana
• Jika penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotik.
Selain itu diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.
• Tapi jika penyebabnya virus, hanya diberikan obat
anti nyeri.
• Penderita sebaiknya menjalani tirah baring.
• Skrotumnya diangkat dan dikompres dengan es.
243. Hemoroid
244. Hemopneumothorax
• Hemopneumotoraks akumulasi darah dan udara di dalam
rongga pleura.
245. Prostatitis Akut Bakterial
Insidensi tahun 2002 : >1 juta, dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%.
Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia
baru.
Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang
muda.
Faktor predisposisi
• Polyposis familial
• Defisiensi Imunologi
• Inflamatory bowel disease : Kolitis ulseratifa, granulomatosis
• Diet (rendah serat, tinggi protein hewani, lemak dan
karbohidrat refined) mengakibatkan perubahan pada flora
feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau
hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-
zat ini bersifat karsinogenik.
PATOFISIOLOGI KANKER Colo-Rectal
Fisiologi
• Sel epitel mukosa rektum mengalami regenerasi setiap 6 hari.
Patologis
Perubahan
Cegah
genetik :
Aktivasi K- apoptosis
inaktivasi
Replikasi tak ras onkogen dan
gen
terkontrol dan mutasi memperpan
adenomato
gen p53 jang hidup
us polyposis
sel
coli (APC)
DIAGNOSA KLINIS
1. Anamnesa
•Diare palsu atau “spurious diarrhoea”
•BAB berlendir
•Feses pipih seperti kotoran kambing
•Penurunan berat badan
•Perdarahan bercampur tinja
• Perbedaan gejala dan karsinoma kolorektal
berdasarkan letaknya
Kolon kanan Kolon kiri Rektum
Endoskopi
• Sigmoidoskopi
• Kolonoskopi
• Virtual colonoscopy (CT colonography)
Imaging Tehnik :
• MRI, CT scan, transrectal ultrasound
4. Klasifikasi karsinoma colo-rectal
• Stadium :
– 0 : carcinoma in situ. – III: Dukes C rectal cancer.
– I : Dukes A rectal cancer. – IV: Dukes D rectal cancer
– II: Dukes B rectal cancer.
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
Penanganan
Pembedahan Radiasi Kemoterapi Jangka
Panjang
Pembedahan
Low anterior
di tengah atau 1/3 atas rektum
resection (LAR)
Pertimbangan kemoterapi ;
• usia muda
• histologi derajat keganasan tinggi
• invasi ke saluran limfe dan/atau vaskuler
• obstruksi atau perforasi pada waktu diagnosis
• faktor prognosis molekuler seperti ekspresi timidilat sintase,
p53, dan adanya instabilitas mikrosatelit
Penanganan Jangka Panjang
Evaluasi
deteksi tumor primer baru atau metastase
klinik
Stadium I - 72%
Stadium II - 54%
Stadium IV - 7%
Awal sering asimtomatik
Sign Symtoms
Anemia defisiensi besi
Letak kiri obstruksi >>, kanan < •Koilonychias
•Glossitis
•Cheilitis
288
Pemeriksaan penunjang
MRI (Magnetic
Colon in loop Resonance Foto thorax
Imaging)
Positron Emission
CT Scan abdomen
Sigmoidoscopy Tomography
dengan kontras
(PET) scan
Colon in loop:
adenocarcinoma colon
Colonoscopy USG abdomen Angiography assending
(Fauci AS. Kasper DL. 2008)
289
249. Luka Bakar
Rule of nines
Adult Infant
• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di
atas usia satu tahun, maka ukuran kepala
berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai
bertambah 0. 5%
• Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak
mencapai usia sepuluh tahun
• Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
250. Balanitis
Definisi
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.
Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Balanoposthitis
• Balanitis (inflammation of
the glans)
• Posthitis (inflammation of
the foreskin)
• More likely to affect boys
under four years of age
• Approximately 1 in every 25
boys and 1 in 30
uncircumcised males (at
some time in their life
• Complication:
– Often causes later adhesions
or phimosis
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/
• Subtipe:
– Fraktur collum femur
– Fraktur caput femur
– Fraktur subtrochanter
– Fraktur introchanter
– Fraktur shaft femur
http://orthoinfo.aaos.org
– Fraktur distal femur
Fraktur Collum Femur
• Terjadi di sebelah proksimal linea
intertrochanter pada intraskapsular
sendi panggul.
• Insiden: Lansia (spontan, steoporosis
senilis).
• Metode penanganan: Reduksi
tertutup/terbuka & fiksasi interna,
protesis caput femoris.
• Waktu penyembuhan tulang: 12-16
minggu.
• Durasi rehabilitasi: 15-30 minggu.
Fraktur Sub-Throcanter
• Terjadi antara trochanter minor
dan di dekat 1/3 proksimal
corpus femur.
• Insiden: Benturan kuat dan
perluasan dari fraktur
intertrochanter ke distal pada
lansia.
• Metode penanganan: Batang
Intramedular, Sekrup kompresi &
plat samping (side plate).
• Waktu penyembuhan tulang: 12-
16 minggu.
• Durasi rehabilitasi: 16-20
minggu.
Fraktur Shaft Femur
• Shaft bagian lurus dari Os.
Femur.
• Dapat terjadi pada proksimal,
medial, distal dari shaft femur.
• Insiden: high energy collision
(motor vehicle crash, gunshot)
• Metode penangan:
– Fiksasi eksternal terapi
sementara (perbaikan KU sebelum
menjalani ORIF).
– ORIF (intramedullary nail, plates &
screws). Jarang ditangani non-
operatif.
• Waktu penyembuhan: 4-6 bulan.
Fraktur Distal Femur
• Dimulai dari suprakondilar ke
arah distal.
• Insiden: terjadi pada lansia atau
anak-anak yang mengalami high
energy injuries.
• Metode penanganan:
– Non surgery: skeletal traction,
casting & bracing (jarang
digunakan)
– Surgery: fiksasi eksternal
(temporary) dan ORIF, knee
replacement.
• Waktu penyembuhan: fraktur
distal femur severe injury.
Bergantung pada tingkat usia,
nutrisi, dsv
253. Abses Perianal
Abses perianal: infeksi jaringan lunak 5%
yang mengelilingi anus. Sebagian besar
bersumber dari fistula..
Penyebab lain:
•Crohn
•TB 60 5% Ischiorectal
Abses Gejala
Perianal •Nyeri di perianal, pus, dan demam
•Benjolan bersifat nyeri, fluktuan, kemerahan.
Klasifikasi Parks:
• Interspingterika merupakan bentuk fistula yang sering terjadi. Saluran fistel berada
di daerah intersphingterika.
• Transphingterika, biasanya disebabkan oleh abses isiorektal. Fistula
menghubungkan intersphingtrerika dengan fosa isiorektal oleh adanya perforasi di
sphingter eksternal dan kemudian ke kulit.
• Suprapshingterika, biasanya merupakan hasil dari abses supralevator. Seperti
Transphingterika tapi saluran berada di atas sphingter eksternal dan ada perforasi
di muskulus levator ani.
• Ekstrasphingterika. Saluran melewati rektum ke lapisan kulit perineum, fossa
isiorektal melalui m. levator ani dan akhirnya ke dalam anus.
Intersphincteric fistula Transsphincteric fistula
Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang :Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. 2011 : 14, 236-237
• An absolute indication for circumcision is secondary phimosis.
• In primary phimosis, recurrent balanoposthitis and recurrent urinary tract
infections in patients with urinary tract abnormalities are indications for
intervention.
• Male circumcision significantly reduces the bacterial colonisation of the
glans penis with regard to both non-uropathogenic and uropathogenic
bacteria.
• Simple ballooning of the foreskin during micturition is not a strict indication
for circumcision.
Guidelines on Paediatric Urology. ESPU. 2015
Definisi
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.
Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
256. Fraktur Antebrachii
• Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
• Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
• Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat
diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal
fragmen distal.
• Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur
dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering
disebut reverse Colles fracture.
Prinsip diagnostik
• Secara umum, pada kasus
fraktur dilakukan foto polos AP
dan lateral
• Khusus untuk fraktur pada
lengan bawah dan
pergelangan, urutan foto
polos: PA
- PA Bila hanya Akan menentukan
pergelangan tangan saja tangan sebelah
yang difoto mana yang patah
- APBila meliputi sendi dan arah PA
siku dan pergelangan pergeserannya
tangan pada foto lateral
- Lateral
- Oblique
Fraktur Colles
Fraktur Smith
257. Ruptur Tendon Achilles
• Ruptur tendo Achilles adalah putusnya tendo
Achilles atau cedera yangmempengaruhi
bagian bawah belakang kaki.
• Klasifikasi:
• Tipe I: Pecah parsial, yaitu sobek yang kurang dari
50%, biasanya diobati dengan manajemen
konservatif
• Tipe II: sobekan yang penuh dengan kesenjangan
tendon kurang dari sama dengan 3 cm, biasanya
diobati dengan akhir-akhir anastomosis
• Tipe III: sobek yang penuh dengan jarak tendon 3
sampai 6 cm
• Tipe IV: perpisahan yang penuh dengan cacat
lebih 6 cm (pecah diabaikan)
Diagnosis
• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
O’Brien test
• Jarum 25G, ditusukan pada otot
tungkai bawah 10cm di atas
tonjolan calcaneus.
• Gerakan pangkal jarum
berlawanan arah saat dilakukan
gerakan pasif plantar fleksi dan
dorso fleksi menandakan
tendon achilles yang intak.
Copeland test
• Pasien dalam posisi prone, cuff
sphygmomanometer diletakan
pada bagian tungkai yang paling
besar, kaki pasien diminta plantar
fleksi, kemudian
sphygmomanometer di pompa
hingga 100mmHg.
• Jika tendon achilles intak, tekanan
akan meningkat menjadi 140mmHg
saat pasien diminta dorsofleksi
Pemeriksaan Penunjang
Magnetic Resonance Image (MRI)
Foto Rontgen
Tatalaksana Ruptur Tendo Achilles
Injury Clinical Findings Imaging
Ankle sprain Positive drawer/inversion X-Ray
test
Achilles Rupture Thompson test, tendon USG
gap, unable to plantaflex
foot
Metatarsal fracture Bone tenderness over the X-Ray
navicular bone or base of
the fifth metatarsal
Tarsal Tunnel Syndrome Tinnel test (+), paresthesias MRI
along tibial nerve
Plantar fasciitis Severe plantar pain, foot Not needed
cord tightness
http://www.qualitycarept.com/Injuries-Conditions/Foot/Foot-
Issues/Achilles-Tendon-Problems/a~253/article.html
258. Ileus Obstruktif
• Ileus:
– Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
gerakan peristaltik usus.
• Obstruksi:
– Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
karena adanya kelainan struktural sehingga
menghalangi gerak peristaltik usus.
– Obstruksi dapat parsial atau komplit
– Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
259. Diagnosis BPH
• Asesmen tanda dan gejala
– Menggunakan IPSS
• Total skor 0-7 (mild), 8-19 (moderate), 20-35 (severe)
• Digital rectal examination
– Deteksi ukuran (tidak akurat), bentuk, dan
konsistensi
• Pemeriksaan Volume Prostat USG
• Analisis urodinamik
• Pemeriksaan PSA
Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
• Pembesaran kelenjar pada
zona sentral (*pada kasus
ini)
• Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
• Kalsifikasi antara zona
sentral
• Volume prostat > 30 ml 8
CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat
ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-
ureter (fish-hook
appearance)
• Divertikulasi dan
trabekulasi vesika urinaria
E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
262. Cedera Lutut
Bentuk-bentuk cedera lutut saat olahraga:
• Strain kerusakan yang terjadi pada saat otot dan atau
tendon karena penggunaan atau peregangan yang
berlebihan.
• Sprain kerusakan yang terjadi pada ligamen karena
peregangan yang berlebihan. Derajat berat dapat terjadi
tear/ rupture pada ligamen.
• Contusio (benturan). Bila disertai dengan perdarahan
disebut hematom (memar).
• Dislocation.
• Frakture / patah tulang.
• Muscle Cramp (kram otot).
• Cedera meniskus
Tatalaksana Cedera Ringan
Tahap I
• Segera setelah terjadi cedera 0 - 24 jam
Gunakan metode RICE Yaitu :
R- Rest- diistirahatkan
I – Ice – didinginkan,kompres dingin
C- Compression- balut tekan
E - Elevation
Tahap ke 2
• Pemberian kompres panas dilakukan dalam
waktu 24-36 jam setelah cedera hampir
normal
• Jika cedera hampir normal :
– membiasakan melepas deker/pembalut tekan
dilatih dari gerak pasif ke aktif
• Jika sudah sembuh latihan dapat dilanjutkan
Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan squat seperti pada
bolabasket, sepak bola atau bulu tangkis.
• Mekanisme cedera meniskus adalah akibat
gerakan berputar dari sendi lutut dan juga
akibat gerakan squat atau fleksi (menekuknya)
sendi lutut yang berlebihan.
Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut)
Tes Apley
• Posisi pasien : telungkup, dengan
lutut fleksi ± 90˚.
• Pegangan : pada kaki disertai
dengan pemberian tekanan
vertikal ke bawah
• Gerakan ; putar kaki ke
eksorotasi (kompresi pada
meniscus lateralis) dan
endorotasi (kompresi pada
meniscus medialis), positif bila
ada nyeri dan bunyi “kIik”.
Tes McMurray
• Posisi pasien : telentang dengan
pancjgul ± 110˚ fIeksi, tungkai
bawah maksimal feksi.
• Pegangan : tangan pasif pada
tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut, tangan aktif
memegang kaki.
• Gerakan :
– tungkai bawah ke ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasi (provokasi nyeri pada
meniscus medialis dan bunyi “kIik”)
– Gerakan tungkai bawah ke ekstensi
disertai dengan tekanan ke varus dan
endorotasi (provokasi nyeri pada
meniscus lateralis dan bunyi “kIik”)
Tes Steinman
• Posisi pasien : telentang, dengan
lutut lurus
• Pegangan: tangan aktif pada kaki,
tangan pasif memegang lutut dari
arah depan dengan ibu jari
memberi tekanan pada celah
sendi bagian medial (letak
berpindah-pindah) untuk
provokasi nyeri tekan.
• Gerakan : gerakkan tungkai
bawah ke arah fleksi dan ekstensi,
positif bila ada nyeri tekan yang
berpindah letak saat posisi lutut
(ROM) berubah.
• Pasien pada posisi supine.
• Tungkai pasien relaksasi. Pemeriksaan
melakukan fleksi lutut 30O secara pasif.
• Lakukan palpasi area sendi lateral
bersamaan dengan pemberian tekanan
terhadap sendi searah varus.
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”. (terkadang adanya
“gapping” normal pada posisi 30O.
• Ulangi pemeriksaan dalam posisi
tungkai pasien lurus (0O).
• Hasil positif bila rasa nyeri timbul atau
teraba “gapping”.
Fraktur Colles
Fraktur Smith
267. Priapism
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
268. Prostatic malignancy
269. Limfoma Maligna
• Neoplasma ganas primer pada kelenjar limfe dan jaringan
limfatik organ lainnya.
• Etiologi: Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, H. pylori), Inflamasi
kronis e.c peny. Autoimun, Faktor lingkungan, ex: pajanan
bahan kimia, dan Genetik.
Nodular Sclerosis
Hodgkin
Lymphocyte
Predominance
LIMFOMA
MALIGNA Lymphocyte
Depletion
Mixed Cellularity
Tatalaksana
• Pembedahan, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi,
transplasi sumsum tulang.
Komplikasi
Pertumbuhan
Kemoterapi:
kanker:
pansitopenia,
Infeksi Pansitopenia
kelainan pada jantung mual dan muntah,
kelainan pada paru-paru neuropati,
sindrom vena cava dehidrasi
superior, toksisitas jantung
kompresi pada spinal cord, akibat penggunaan
kelainan neurologis doksorubisin,
Obstruksi, etc
Prognosis
Prognosis limfoma hodgkin Prognosis limfoma non
ditentukan oleh : hodgkin ditentukan oleh :
Serum albumin < 4 g/dL • usia (>60 tahun)
Hemoglobin < 10.5 g/dL • Ann Arbor stage (III-IV)
Jenis kelamin laki-laki • hemoglobin (<12 g/dL)
Stadium IV • jumlah area limfonodi yang
Usia 45 tahun ke atas terkena (>4)
Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3 • serum LDH (meningkat)
Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8%
dari total jumlah sel darah putih
0 faktor: 84%
1 faktor: 77%
2 Faktor: 67% 5 Years survival rate:
3 Faktor: 60% 0-1 faktor; 75%
4 Faktor 51% 2 faktor: 50%
>5 faktor: 42% >3faktor: 25%
270. Hernia
Umbilical Hernia
– caused when an
opening in the
abdominal wall, which
normally closes before
birth, doesn’t close
completely.
271. Fraktur Klavikula
Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3
tengah klavikula)
• Fraktur pada bagian tengah clavicula
• Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur, paling banyak ditemui
Adult Infant
• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di
atas usia satu tahun, maka ukuran kepala
berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai
bertambah 0. 5%
• Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak
mencapai usia sepuluh tahun
• Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
275. Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu
berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah,
cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment (
penilaian awal ).
E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
276. Dislokasi Panggul
Posterior Hip Dislocation
277. The Breast Lump
278. TRAUMA GINJAL
MEKANISME TRAUMA : DIAGNOSIS
• Langsung • Cedera di daerah
• Tidak langsung ( deselerasi) pinggang,punggung dan
dada bawah dengan nyeri
JENIS TRAUMA:
• Tajam
• Hematuri (gross /
• Tumpul mikroskopik )
• Fraktur costa bg bawah atau
PENCITRAAN proc.Spinosus vertebra.
• BNO – IVP • Kadang syok
• CT SCAN
• MRI • Sering disertai cedera organ
• USG TIDAK DIANJURKAN. lain
KLASIFIKASI TR GINJAL:
• GRADE I : KONTUSIO DAN GRADE II : LASERASI KORTEK DAN
SUBKAPSULAR HEMATOM PERIRENAL HEMATOM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE III : LASERASI DALAM
HINGGA KORTIKOMEDULARI GRADE IV : LASERASI MENEMBUS
JUNCTION
KOLEKTING SISTEM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE V : TROMBOSIS ARTERI
RENALIS,AVULSI PEDIKEL DAN
SHATTERED KIDNEY.
Hematom Subkapsular
Ginjal Normal
CT Scan non contrast
Trauma ginjal grade II
Hematom Perirenal
Huruf U: menggambarkan
eksravasi urine ke peritoneal
Demonstrating
extravasation of contrast
Blunt left renal trauma. Entire
from the right kidney, and a
functioning left kidney.
collecting system, ureter and bladder
filled with a blood clot.
279. Vesikulolithiasis
• adalah masa yang berbentuk kristal yang
terbentuk atas material mineral dan protein
yang terdapat pada urin.
Vesikolithiasis
Tanda & Gejala
• Nyeri suprapubik
• Penghentian miksi tiba
tibasesuai dengan
perubahan posisi
• Poliuria
• Disuria
• Hematuria
• PF: demam, conj USG: gambaran objek hiperekoik
anemis/akral anemis, yang berbayang pada bagian
posterior
nyeri ketok CVA dapat (+).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
BNO IVP
USG SISTOSKOPI CT scan
• gambaran objek • memvisualisasikan • dilakukan karena alasan
hiperekoik yang batu, menilai ukuran lain (misalnya, nyeri perut,
berbayang pada serta posisi batu massa panggul, atau
bagian posterior dicurigai abses) tetapi
mungkin juga dapat
menunjukkan vesikolitiasis
bila dilakukan tanpa
kontras.
USG
SISTOSKOPI
TATA LAKSANA
• Diet (banyak minum air)
Konservatif
• Simptomatik
<5mm • Pelarutan batu
Litotripsi
• ESWL
<20mm
• Transurethral
Cystolitholapaxy
Operasi • Precutaneus Suprapubic
Cystolitholapaxy
• Suprapubic Cystostomy
280. Dis.Bahu (D.Glenohumeralis)
• Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis
• Etio : 99% trauma
• Pembahagian
• Dis. Anterior (98 %)
• Dis.Posterior (2 %)
• Dis. Inferior
• Mekanisme Trauma
• Puntiran sendi bahu tiba-tiba
Rontgen Foto
CT Scan
Dislokasi Posterior: Klinis
• Lengan dipegang di depan dada
• Adduksi
• Rotasi interna
• Bahu tampak lebih datar (flat and
squared off)
281. Fraktur Kompresi/ Depresi (Wedge)
• Karena gaya vertikal di depan garis tengah
vertebra yang menekan tepi anterior
vertebra Tata Laksana
• Sering terjadi pada torakolumbal • < 50% tinggi vertebra anterior:
• Pada usila: akibat jatuh terduduk konservatif, korset
• > 50%: operasi
• Usia muda: jatuh mendarat pada kaki
• Fraktur patologis: spondilitis TB/
Osteoporosis
282. Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum
Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
283. Tenosinovitis
• Tenosinovitis adalah tendinitis yang disertai dengan
peradangan pada selubung pelindung di sekeliling tendon.
Sesamoiditis
• Sesamoiditis adalah peradangan pada Os
Sesamoid dan atau selaput pembungkus
tendon fleksor.
284. Batu Saluran Kemih
Etiologi
• Batu Non-Infeksi : calcium oxalate, calcium fosfat, asam urat.
• Batu infeksi : magnesium ammonium fosfat, carbonate apatite,
ammonium urat
• Genetik : sistine, xantin
Tatalaksana
• Emergency : sepsis, anuria, AKI rawat inap,
konsul bedah urologi cito.
• Analgetik : NSAIDS aspirin, Na dicolfenak,
ibuprofen, dan ketorolac.
• Tatalaksana Batu tergantung ukuran dan
letak konservatif /Medical Expulsive
Therapy (MET), ESWL, PNL atau URS
Faktor risiko
• Kehamilan usia tua , Ras eropa, obesitas, merokok, berat lahir <
1.500 g.
Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
285. Atresia Esofagus
Klasifikasi menurut Gross
Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
Atresia Esofagus
Manifestasi klinis Tatalaksana
• Prenatal – polihidroamnionm • Dekompresi
hilangnya udara lambung, kelainan • Upright prone position
kongenital lain. meminimalisir GER dan aspirasi
• Neonatus – frothing of oral • Thoracotomy repair
secretions, drooling, choking or
and sianosis.
Pemeriksaan
• OGT tidak dapat masuk
• Pada x ray terlihat OGT pada
kantong esofagus.
• Udara pada lambung menandakan
adanya fistula
Sumber : Townsend C, Beauchamp D, Evers M. Sabiston Textbook of Surgery. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2017
Radiologi
ILM U
PSIK IATR I
286. Gangguan Obsesi
Kompulsi
• Berdasarkan PPDGJ-III, Gejala-gejala obsesif-
kompulsif harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
• Harus disadari sebagai pikiran atau implus dari diri sendiri.
• Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak
berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan oleh penderita.
• Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan
merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan,
melainkan disebabkan oleh rasa cemas yang berlebihan.
• Gagasan, bayangan pikiran, atau implus tersebut harus
merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan
(unpleasantly repetitive).
287. DISFUNGSI SEKSUAL PADA
WANITA
http://mail.ny.acog.org/website/FSDResourceGuide.pdf
288. Four Types of Stress
•Frustration
•Conflict
•Change
•Pressure
• Occurs in any situation where pursuit of a goal is
Frustation thwarted
• Can’t get what you want
http://emedicine.medscape.com/article/816018-overview
Tatalaksana
• Tatalaksana utama bersifat suportif
http://emedicine.medscape.com/article/816018-overview
290. GANGGUAN WAHAM MENETAP
(DSM-IV)
291. Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
292. ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara
lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang
Sering Ditemui
Fobia Fobia terhadap:
Arachnofobia Laba-laba
Aviatofobia Terbang
Akrofobia Ketinggian
Nekrofobia Kematian
Androfobia Laki-laki
Ginofobia Perempuan
Tatalaksana Fobia Spesifik
• Medikamentosa
• Tidak terlalu berperan
• Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada
kondisi yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia. Contoh:
pada pasien fobia ketinggian, dapat diberikan diazepam
sesaat sebelum akan naik pesawat.
PPDGJ
DSM-IV Criteria
Prinsip tatalaksana
• Dapat berupa:
– Hiperaktivitas
– Menyerang
– Verbal abuse, memaki-maki
– Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam
– Merusak barang
– Berteriak-teriak
– Gelisah, bicara berlebih
Tatalaksana Agitasi
• Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka
dilakukan persuasi dan medikasi oral.
– Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa
– Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam0,5 mg untuk anak dan
remaja
Overdosis zat Pemakaian zat yang melebihi dosis sehingga menyebabkan efek toksik
atau letal terhadap tubuh
Adiksi/ ketagihan Perbuatan kompulsif (yang terpaksa dilakukan) dan keterlibatan yang
berlebihan terhadap suatu kegiatan tertentu Aspek psikososial
yang berhubungan dengan ketergantungan obat
Toleransi obat Sebuah kondisi yang ditandai oleh penurunan efek obat pada
pemberian berulang
Intoksikasi =
Withdrawal =
Gangguan bipolar
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Skizofrenia vs Skizoafektif vs
Gangguan Mood dengan Gejala
Psikotik
Skizofrenia Skizoafektif Gangguan mood disertai
gejala psikotik
Gejala Kronik, sejak awal Kronik, sejak awal Hanya ada setelah episode
psikotik onset sakit onset sakit gangguan mood terjadi
Gangguan Tidak ada, atau ada Ada terus menerus Ada, memenuhi kriteria
mood tetapi tidak selama sakit diagnosis gangguan mood
menonjol berlangsung. Gejala (manik/ depresi)
mayor gangguan mood
belum tentu ada
• Gejala psikotik
• Antipsikotik, diutamakan
golongan atipikal
• Transgender:
• Individu yang berperilaku dan teridentifikasi berbeda
dari jenis kelamin seharusnya ( contoh: laki-laki bergaya
dan berperilaku seperti wanita)
• Transeksual:
• Individu yang berusaha atau sudah menjalani transisi
sosial dengan atau tanpa penggantian alat kelamin
menjadi jenis kelamin yang berbeda dari seharusnya
302. Behaviour merokok
• Pengetahuan/kognitif mempengaruhi seseorang untuk
membentuk tindakan (overt behaviour)
• Dalam merokok, ada beberapa proses yang terjadi sehingga
orang tersebut merokok, antara lain: (Notoadmojo, 2007)
Awarness : tahap awal dalam mengadopsi perilakubaru
berpikir
Interest : tertarik melakukan apa yang dipikirkan
Evaluation : memikirkan baik buruknya apa yang akan dia
kerjakan
Trial : mulai mencoba apa yang dia pikirkan
Adoption : perilaku pada tahap ini dikerjakan dengan penuh
kesadaran, pengetahuan, dan sikap yang dimilikinya
Behavioural steps
Awarness Mengenal dan mengetahui bahaya rokok bagi kesehatan
• Dapat berupa:
– Hiperaktivitas
– Menyerang
– Verbal abuse, memaki-maki
– Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam
– Merusak barang
– Berteriak-teriak
– Gelisah, bicara berlebih
Tatalaksana Agitasi
• Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka
dilakukan persuasi dan medikasi oral.
– Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa
– Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam0,5 mg untuk anak dan
remaja
PPDGJ
307. TILIKAN
• Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab
sesungguhnya dan arti dari suatu situasi (termasuk di
dalamnya gejala yang dialaminya sendiri).
Derajat Deskripsi
4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
308. GANGGUAN KEPRIBADIAN
309. ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
Panic Attack Specifiers
(4 or more symptoms)
• Palpitations, pounding • Nausea or abdominal
heart, or accelerated distress
heart rate • Feeling dizzy, unsteady,
• Sweating light-headed, faint
• Trembing or shaking • Chills or heat sensations
• Sensation or shortness • Paresthesias
of breath • Derealization or
• Feeling of choking depersonalization
• Chest pain or • Fear of losing control
discomfort • Fear of dying
DSM-IV-TR
Pedoman Diagnosis Gangguan Panik
• Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan ansietas fobik.
PPDGJ-III
310. PERVASIVE DEVELOPMENTAL
DISORDER (PDD)
mild severe
OR AND AND
WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di Kabupaten/Kota
Kemenkes RI. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. 2011
10 Langkah Tatalaksana Gizi Buruk
Pembahasan Soal
Anak BB 6,8 pemberian nutrisi awal / fase stabilisasi
adalah 80-100 Kkal/kgbb/ hari 544 kkal/hari – 680
kkal/hari dengan F 75.
WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di Kabupaten/Kota
312. Polycystic Kidney Disease
Definisi :
• Merupakan kelainan berupa kista pada ginjal tanpa
terjadinya displasia yang diturunkan secara genetik.
Klasifikasi :
• Autosomal Recessive Polycystic Kidney Disease (ARPKD)
• Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease (ADPKD)
Sonogram shows cysts with bilaterally Sagittal sonogram shows multiple micro
enlarged kidneys. These findings are cysts in the right kidney which are not
compatible with a diagnosis of communicating with each other in
autosomal dominant polycystic ARPKD
kidney disease (ADPKD).
Multicystic Dysplastic Kidneys
• Umumnya mengenai ginjal unilateral.
• 1/3600 kelahiran hidup.
• Penyebab tersering agenesis ginjal.
• Ginjal yg terkena tdk mempunyai jaringan
yang fungsional dan digantikan dgn kista
multipelballotement – (ginjal mengalami
involusi)
• Jika terjadi bilateral still birth atau janin
meninggal dalam beberapa hari pertama
kehidupan.
Urban A. Multcystic Renal Dysplasia. Available from http://emedicine.medscape.com/article/982560
313. Encopresis
Definisi
• Keluarnya feses secara
involunterfecal
incontinence
• Klasifikasi:
Konstipasi fungsional
(95%)/primary non
retentive encopresis
Overflow/organic (5%)
Konstipasi kronik
Berlangsung untuk
jangka waktu lama
• Gejala anemia yang timbul, antara lain cepah lelah dan pucat, kekuningan.
• Gangguan neurologi hanya terjadi pada defisiensi vitamin B12, tidak pada
defisiensi folat. Gejala neurologi yang ditemukan:
• Neuropati perifer: kesemutan, kebas, lemas
• Kehilangan sensasi proprioseptif (posisi) dan getaran
• Gangguan memori, depresi, iritabilitas
• Neuropati optik: penglihatan kabur, gangguan lapang pandang
Wintrobe Clinical Hematology. 13 ed.
Hipersegmentasi (segmen 5/lebih)
Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
Perubahan Jadwal Imunisasi
Wajib
2014
2016
Hep. B: lahir,1,6 bulan
2017
Polio: lahir, 2,4,6 Hep .B: sama dengan
bulan 2014 Hep .B: lahir, 2,3,4
DPT: 2,4,6 bulan Polio: lahir, 2,3,4 bulan
bulan Polio: lahir, 2,3,4
DPT: 2,3,4 bulan bulan
DPT: 2,3,4 bulan
Plus2 : HiB
Trias Congenital
Hidrosefalus
Toxoplasmosis
Ventriculomegali
Kalsifikasi
PPM IDAI 2011 Intrakranial Kalsifikasi
Jones J, Lopez A, Wilson M. Congenital
toxoplasmosis. AAFP, 2013
Prinsip Diagnosis Toxoplasma
1. Serologis
Tes Sabin Feldman (IgG)
ELISA: IgM, IgA, IgE).
2. PCR dapat mendeteksi T.gondii pada buffy coat darah tepi,
cairan serebrospinal atau cairan amnion untuk menentukan
banyaknya DNA parasit yang muncul di awal kehamilan.
3. Laboratorium
• Awalnya limfositopenia atau monositosis
• Eosinofilia(>30%), trombositopenia
• Punksi lumbal: xantokrom, mononuklear pleositosis, protein
meningkat, dan parasit terdeteksi.
4. CT Scan: hidrosefalus dan kalsikasi di periventrikel dan basal
gangliaminggu pertama kehidupan
5. Pemeriksaan histopatologi: Takizoit atau kista di jaringan atau
cairan tubuh.
PPM IDAI 2011
Hidrosefalus
• Pelebaran ventrikel otak + peningkatan TIK
• Etiologi:
1. Obstruksi CSF
2. Absorbsi CSF yang menurun di vili arachnoid
3. Produksi CSF di pleksus choroid meningkat
• Tipe:
1. Non-komunikans
2. Komunikans
Pirimetamin/sulfadiazin + leucovorin
Pirimetamin: 100 mg di hari 1 lanjut 25-50 mg/hari
Sulfadiazin: 4 x 1 gram/hari
Leucovorin (asam folat): 7.5 mg/hari selama 4-6 minggu
• Anak
Pirimetamin 1mg/kgBB/12 jam selama 2 hari dilanjutkan tiap hari sampai usia2-6 bulan,
dan 3x/minggu sampai usia 1 tahun.
Sulfadiazin 50mg/kgBB/12jam sampai usia 1 tahun
Asam folat 10 mg, 3x/minggu sampai 1 minggu setelah pemberian pirimetamin
berhentiuntuk mencegah supresi sumsum tulang.
Prednison 0,5 mg/kgBB/12jam diberikan pada infeksi susunan saraf pusat yang aktif
(protein >1g/dL), korioretinitis aktif, penglihatan yang mengancam
Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV dan T.gondii dapat diberikan terapi bersama
antiretroviral seperti zidovudin.
Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Congenital HD
Acyanotic Cyanotic
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
• Indikasi EEG
– Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI
apabila bangkitan bersifat fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Faktor resiko berulangnya KD
• Faktor risiko :
– Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
– Usia kurang dari 12 bulan
– Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang
– Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan
terjadinya kejang.
– Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks.
• Semua faktor risiko ada, kemungkinan berulang 80%
• Tidak ada faktor risiko kemungkinan berulang 10-15%
Tatalaksana
• Saat kejang : algoritme tatalaksana kejang akut dan SE
• Setelah kejang berhenti :
– Profilaksis atau tidak
– Profilaksis intermiten atau kontinyu
• Antipiretik:
– Tidak mengurangi risiko berulangnya kejang
– Memberikan rasa nyaman bagi pasien
– Mengurangi kekhawatiran orangtua
– Kesimpulan: dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan.
– Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan
tiap 4-6 jam.
– Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Tatalaksana Saat Kejang
• Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4
menit) dan pada waktu pasien datang, kejang sudah
berhenti.
• Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena.
• Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
• Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti
algoritma kejang pada umumnya.
Tatalaksana Saat Kejang
• Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal.
– Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 12 kg.
• Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit.
• Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit.
• Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena.
• Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.
• Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan pro laksis.
Profilaksis Intermiten
• Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
• Indikasi (salah satu dari):
– Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
– Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
– Usia <6 bulan
– Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
– Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
• Obat diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali, maksimum 7,5 mg/kali (3 kali
sehari) ATAU rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan
10 mg untuk berat badan >12 kg) 3 kali sehari
• Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam.
• ES dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
Profilaksis Kontinyu/ Rumatan
• Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek
• Indikasi pengobatan rumat:
– Kejang fokal
– Kejang lama >15 menit
– Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis. (Pada anak dengan
kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk pemberian terapi
profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak berhasil/orangtua
khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat)
Profilaksis Kontinyu/ Rumatan
• Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang
• Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
• Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
• Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun,
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
• Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
• Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off , namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.
326. Tetanus Neonatorum
6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85
1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M.
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, (1999). Pediatric reference ranges (3rd
2011.
ed.). Washington, DC: AACC Press.
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for
Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of
http://wps.prenhall.com/wps/media/obje
Pediatrics, 2000, pp 43-45. cts/354/362846/London%20App.%20B.pdf
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
328. Mumps (Parotitis Epidemica)
• Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by the
swelling of one or more of the
salivary glands, typically the
parotid glands.
• Highly infectious to nonimmune
individuals and is the only cause
of epidemic parotitis.
• Taksonomi:
– Species: Mumps rubulavirus
– Genus: Rubulavirus
– Family: Paramyxoviridae
– Order: Mononegavirales
Mumps
• Salah satu penyebab parotitis • Penularan terjadi sejak 6 hari
• Satu-satunya penyebab parotitis sebelum timbulnya
yang mengakibatkan “occasional pembengkakan parotis sampai 9
outbreak” hari kemudian.
• Disebabkan oleh paramyxovirus, • Bisa tanpa gejala
dengan predileksi pada kelenjar • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala
dan jaringan syaraf. prodromal tidak spesifik ditandai
• The transmission mode is person dengan mialgia, anoreksia,
to person via respiratory droplets malaise, sakit kepala dan demam
and saliva, direct contact, or ringan Setelah itu timbul
fomites. pembengkakan
• Insidens puncak pada usia 5-9 unilateral/bilateral kelejar parotis.
tahun. • Gejala ini akan berkurang setelah
• Imunisasi dengan live attenuated 1 minggu dan biasanya
vaccine sangat berhasil (98%) menghilang setelah 10 hari.
Mumps
• Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing
loss/deafness, Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis,
Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki usia
postpubertal)
• Approximately one third of postpubertal male patients
develop unilateral orchitis.
• Prevention : Vaccinating children with MMR Jadwal IDAI
2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan
usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum
mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12
bulan
Mumps Treatment
• Conservative, supportive medical care is indicated for
patients with mumps.
• No antiviral agent is indicated, as mumps is a self-
limited disease.
• Encouraging oral fluid intake
• Refrain from acidic foods and liquids as they may
cause swallowing difficulty, as well as gastric
irritation.
• Analgesics (acetaminophen, ibuprofen)
• Topical application of warm or cold packs to the
swollen parotid may soothe the area.
329. ITP
• Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga autoimmune
thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof, atau purpura hemorrhagica,
merupakan kelainan perdarahan akibat destruksi prematur trombosit yang
meningkat akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit.
• Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan insiden 4-8 kasus per
100.000 anak per tahun.
• Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus, atau
bakteri (infeksi saluran napas atas, saluran cerna), bisa juga terjadi setelah
vaksinasi rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus
hidup.
• Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer, biasanya pasien
memiliki antibodi yang spesifik terhadap glikoprotein membran platelet
(IgG autoantibodi pada permukaan platelet)
ITP: Cardinal Features
• Trombositopenia <100,000/mm3
• Purpura dan perdarahan membran mukosa
• Diagnosis of exclusion
• 2 jenis gambaran klinis
– ITP akut
• Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
– ITP kronik
• Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
• >90% kasus anak merupakan bentuk akut
• Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)
• Pemeriksaan fisis
– Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit dan
mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
– Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
• Pemeriksaan penunjang
• Darah tepi :
– Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
– Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
– Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
– Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya kadang
ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant plalets),
– Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
• Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:
– Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
– Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada laboratorium
ditemukan bisitopenia.
Medikamentosa
• Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
– Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ μL
– Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ μL
– Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
– setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan
pelahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan
sekitar 30.000 - 50.000/μL.
– Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4
mg/kgBB/hari selama 4 hari.
– Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
– Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam
waktu 2-4 minggu dan paling lama 6 bulan.
– Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/μL dan tidak memiliki
keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
Medikamentosa
• Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :
– Jumlah trombosit <20.000/ μL dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
– Perdarahan retina
– Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
– Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
– Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ μL.
Thrombotic Thrombocytopenic
Purpura (TTP)
• Thrombotic Thrombocytopenic • Gejala dan tanda
Purpura (TTP) merupakan • acute or subacute onset
kelainan darah dengan berkaitan dengan gejala
karakteristik adanya trombosis neurologis, anemia, dan
sehingga terjadi trombositopenia trombositopenia
• Dalam bentuk lengkap, terdiri • Kelainan neurologis: penurunan
dari pentad microangiopathic kesadaran, kejang, hemiplegia,
hemolytic anemia, parestesia, gangguan visual,
thrombocytopenic purpura, afasia.
kelainan neurologis, demam, dan • Mudah lelah akibat anemia
kelainan ginjal.
• Perdarahan akibat
• Etiologi belum diketahui trombositopenia jarang terjadi;
• Therapy of choice : plasma biasanya muncul petekie
exchange with fresh frozen
plasma.
ITP vs. TTP vs. DIC
Parameters ITP TTP DIC
Fibrinogen N N Decreased
DOC: NYSTATIN
Infants
• 200,000 units PO q6hr (100,000 units in each
side of mouth)
Children
• Oral suspension: 400,000-600,000 units PO q6hr
Intestinal Candidiasis
• Oral Tablets: 500,000 units - 1 million units q8hr
333. Varicella (Chicken Pox)
• Infeksi akut oleh virus varicella zoster yang menyerang
kulit dan mukosa
• Transmisi secara aerogen
• Gejala
– Masa inkubasi 14-21 hari
– Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala
– Disusul erupsi berupa papul eritematosa vesikel tetesan
air (tear drops) pustul krusta
– Predileksi: badan menyebar secara sentrifugal
• Pemeriksaan
– Percobaan Tzanck Test sel Datia Berinti Banyak
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Varicella (Chicken Pox): Terapi
• Pengobatan
– Simptomatik (antipiretik, analgesik, antipruritus)
Acantholysis is defined as the loss of coherence between epidermal cells due to the
breakdown of their intercellular bridges. The cells remain intact but are no longer
attached to each other; they tend to acquire the smallest possible surface area and
become rounded up, resulting in intra-epidermal clefts, vesicles and bullae.
High power view of secondary acantholysis in
Herpes simplex. Few Multinucleated giant
cells are also seen. (Giemsa stain, 40× )
334. Difteri
• Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
• Organisme:
– Basil batang gram positif
– Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
– Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau
palisade
• Gejala:
– Gejala awal nyeri tenggorok
– Bull-neck (bengkak pada leher)
– Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil,
uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya
edema.
– Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika
bisa diambil dibawah selaput pseudomembran
Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html
Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Tatalaksana Umum
• Pasien harus diisolasi sampai masa akut selesai
dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali
berturut turut
• Pasien tetap diisolasi dan tirah baring selama 2-3
minggu
• Bila pasien gelisah, iritabel, atau terdapat
gangguan pernafasan yang progresif dilakukan
trakeostomi
• Pasien dengan difteria laring dijaga agar nafas
tetap bebas dan dijaga kelembaban udara dengan
nebulizer spesifik
• Tatalaksana
– Antitoksin: difteri hidung 20.000 U ADS IM; difteri tonsil/ laring/
faring 40.000 Unit ADS IM/IV, kombinasi tempat-tempat tsb 80.000
U ADS IV; dengan penyulit, bullneck 80-100 ribu IV; terlambat
berobat (>72 jam, lokasi di mana saja) 80-120 ribu IV; (skin test)
– Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per hari selama 7
hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi 3 dosis selama 14 hari
– Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi
(Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat membuat anak tidak
nyaman dan mencetuskan obstruksi)
– Bila pasien gelisah, iritabel atau terdapat gangguan pernapasan
yang progresif dilakukan trakeostomi
Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
Cara membaca kolom usia: misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d 2 bulan 29 hari (89 hari)
aVaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan)
bApabila diberikan pada remaja 10-13 tahun pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12
1. Vaksin Hepatitis B: vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam 12 jam
setelah lahir, didahului pemberian vitamin K, minimal 30 menit sebelumnya, jadwal
pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0, 1 dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg
positif diberikan vaksin HB dan IG hep B (HbIg) pada extremitas berbeda. Apabila
diberikan HB kombinasi dengan DTPw maka jadwal pemberian pada usia 2,3, dan 4
bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa maka jadwal pemberian pada usia 2,
4, dan 6 bulan.
2. Vaksin polio: apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana
kesehatan OPV-0 diberikan saat dipulangkan. Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster
diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV bersamaan
dengan OPV-3
3. Vaksin BCG: pemberian sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan
usia 3 bulan atau lebih perlu diuji tuberkulin
4. Vaksin DTP: DTP 1 paling cepat usia 6 minggu, dapat diberikan DTPW atau DTPa atau
kombinasi dengan vaksin lain. Apabila DTPa maka interval 2,4,6 bulan. Untuk usia lebih
7 tahundiberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia
10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun
5. Vaksin pneumokokkus (PCV): apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2
kali dengan interval 2 bulan dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir.
Anak diatas 2 tahun PCV cukup 1 kali
6. Vaksin rotavirus. Monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama 6-14 minggu, kedua
diberikan interval minimal 4 minggu, batas akhir pemberian pada 24 minggu.
Pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama 6-14 minggu, dosis kedua dan ketiga interval
4-10 minggu, batas akhir pemberian pada 32 minggu
7. Vaksin influenza: diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama anak kurang dari 9 tahun diberikan dua kali dengan interval minimal
4 minggu. Untuk anak usia 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. untuk anak usia 36 bulan atau
lebih, dosis 0,5 mL
8. Vaksin campak: campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan bila sudah mendapat
MMR
9. MMR/MR: apabila sudah mendapatkan pada usia 9 bulan maka diberikan pada usia
15 bulan (interval minimal 6 bulan). Apabila usia 12 bulan belum vaksin campak,
dapat diberikan MMR/MR
10. Varisela: diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik sebelum masuk SD. Apabila lebih
dari 13 tahun perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
11. HPV: diberikan mulai usia 10 tahun, bivalen jadwal 3 kali 0,1,6 bulan. Tetravalen 0,2,6
bulan. Bila diberikan usia 10-13 tahun, cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan
12. Japanese Encephalitis: diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemic atau turis
yang akan ke daerah endemic. Perlindungan jangka panjang diberikan booster 1-2
tahun berikutnya
13. Vaksin dengue: diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0,6, dan 12 bulan
Perubahan Jadwal Imunisasi Wajib
2014
2016
Hep. B: lahir,1,6 bulan
2017
Polio: lahir, 2,4,6 Hep .B: sama dengan
bulan 2014 Hep .B: lahir, 2,3,4
DPT: 2,4,6 bulan Polio: lahir, 2,3,4 bulan
bulan Polio: lahir, 2,3,4
DPT: 2,3,4 bulan bulan
DPT: 2,3,4 bulan
Plus2 : HiB
KIPI jarang terjadi, segera setelah imunisasi dapat timbul : demam, tidak
Hepatitis B tinggi, kemerahan pada tempat penyuntikan, pembengkakan, nyeri rasa
mual dan nyeri sendi.
tidak nyaman pada tempat suntikan. 5-12 hari setelah penyuntikan yaitu
MMR demam tidak tinggi, erupsi kulit halu/tipis yang berlangsung kurang dari
48 jam. Pembengkakan KGB postaurikula 3 minggu post penyuntikan
336-337. Pertusis
• Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis (basil gram -)
• Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After
fits of many coughs needs to take deep
breathes which result in a "whooping" sound.
• Anak yang menderita pertusis bersifat
infeksius selama 2 minggu sampai 3 bulan
setelah terjadinya penyakit
Pertusis
• Stadium:
– Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
– Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
– Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268-
overview
Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis
• Diagnosis :
– Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika penyakit
diketahui terjadi lokal.
– Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi disertai muntah,
perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-), bayi muda dapat mengalami
henti napas sementara/sianosis
• Penatalaksanaan :
– Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara rawat jalan
– < 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti napas, atau
sianosis dirawat di RS
• Pemeriksaan penunjang
– Leukosit dan hitung jenis sel: Leukositosis (15.000-100.000/mm3) dengan
limfositosis absolut
– IgG terhadap toksin pertusis: Didapatkan antibodinya (IgG terhadap toksin
pertusis)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Tatalaksana
• Suportif umum (terapi oksigen dan ventilasi mekanik jika dibutuhkan)
• Observasi ketat diperlukan pada bayi, untuk mencegah/mengatasi
terjadinya apnea, sianosis, atau hipoksia
• Pasien diisolasi (terutama bayi) selama 4 minggu, diutamakan sampai 5-7
hari selesai pemberian antibiotik. Gejala batuk paroksismal setelah terapi
antibiotik tidak berkurang, namun terjadi penurunan transmisi setelah
pemberian terapi hari ke-5
• Belum ada studi berbasis bukti untuk pemberian kortikosteroid, albuterol,
dan beta- 2-adrenergik lainnya, serta belum terbukti efektif sebagai terapi
pertusis.
• Dilakukan penilaian kondisi pasien, apakah terjadi apnea, spel sianotik,
hipoksia dan/ atau dehidrasi.
• Terapi antibiotik: Tujuan farmakoterapi adalah menghilangkan infeksi,
mengurangi morbiditas, dan mencegah kompilkasi.
• Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
Penyulit/ Komplikasi
• Pneumonia • Kejang
• Atelektasis • Tanda perdarahan, berupa:
• Ruptur alveoli Epistaksis, melena, perdarahan
• Emfisema subkonjungtiva, hematom
• Bronkiektasis epidural, perdarahan
• Pneumotoraks intrakranial
• Ruptur diafragma
• Meningoensefalitis,
ensefalopati, koma
• Dehidrasi dan gangguan nutrisi
• Hernia umbilikalis/inguinalis,
prolaps rekti
338. Bronkiolitis
• Infection (inflammation) at
bronchioli
• Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
• Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
• Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
• Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
Bronchiolitis:
Management
Mild disease
• Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
• Life Support Treatment : O2,
IVFD
• Etiological Treatment
– Anti viral therapy (rare)
– Antibiotic (if etiology
bacteria)
• Symptomatic Therapy
– Bronchodilator: controversial
– Corticosteroid: controversial
(not effective)
Tatalaksana Bronkiolitis
• Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
– Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
– Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
– Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
– Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.
Sari Pediatri
339-340. Pneumonia
• Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
VERY SEVERE
PNEUMONIA
SEVERE PNEUMONIA
PNEUMONIA
bawah ke dalam atau memuntahkan
• Foto dada menunjukkan semuanya
infiltrat luas, konsolidasi • Kejang, letargis atau
tidak sadar
Selain itu bisa didapatkan pula • Sianosis
tanda berikut ini:
• Distres pernapasan
• takipnea berat
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
• Pada auskultasi terdengar:
crackles (ronkii), Suara
pernapasan menurun, suara
napas bronkial
Kriteria rawat inap
Tatalaksana Pneumonia
• rawat jalan
PNEUMONIA
Keterangan :
1. Acuan awal penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang menggunakan klasifikasi kekerapan
2. Bila satu jenjang telah berlangsung 6-8 minggu dan asma belum terkendali naik ke jenjang berikutnya (step
up)
3. Bila satu jenjang telah berlangsung 8-12 minggu dan asma sudah terkendali turun ke jenjang bawahnya
(step down)
4. Perubahan jenjang tatalaksana harus memperhatikan aspek penghindaran, penyakit penyerta
5. Pada jenjang 4, jika belum terkendali ditambah omalizumab
343. Serangan Asma Akut
• Eksaserbasi (serangan asma ) :
– Episode peningkatan yang progresif (perburukan)
dari gejala – gejala asma, yaitu sesak nafas, batuk,
wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai
kombinasi gejala tersebut
– Ditandai dengan penurunan FEV 1/PEF
Derajat serangan asma
Asma serangan ringan Serangan asma dengan
Asma serangan berat
sedang ancaman henti nafas
• Bicara dalam kalimat • Bicara dalam kata • Mengantuk
• Lebih senang duduk • Duduk bertopang • Letargi
dibanding berbaring • Gelisah • Suara nafas tidak
• Tidak gelisah • Frekuensi nafas terdengar
• Frekuensi nafas meningkat
meningkat • Frekuensi nadi
• Frekuensi nadi meningkat
meningkat • Retraksi jelas
• Retraksi minimal • SpO2 (udara kamar) <
• SpO2 (udara kamar) 90%
90-95% • PEF ≤50% prediksi
• PEF >50% prediksi atau terbaik
atau terbaik
Penatalaksanaan di rumah
• Dilakukan bila anak tidak dalam keadaan sesak berat dan tidak termasuk
resiko tinggi yaitu memiliki riwayat :
– Serangan asma yang mengancam nyawa
– Intubasi karena serangan asma
– Pneumotoraks dan pneumomediastinum
– Serangan asma berlangsung dalam waktu lama
– Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru berhenti)
– Kunjungan ke IGD atau dirawat di RS karena serangan asma dalam satu tahun
terakhir
– Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi
– Berkurangnya persepsi tentang sesak nafas
– Penyakit pskiatri atau masalah psikososial
– Alergi makanan
• Bila anak tidak memiliki kondisi di atas maka dapat diberikan inhalasi SABA
menggunakan nebuliser atau MDI + spacer
Penatalaksanaan di Rumah
• SABA nebulizer
– Jika dengan pemberian 1x gejala menghilang cukup diberikan 1x
saja
– Jika dalam 30 menit gejala tidak berkurang berikan 1x lagi
– Jika diberikan dua kali belum membaik, segera bawa ke fasyankes
• SABA MDI + spacer
– Berikan SABA serial via spacer dengan dosis 2-4 semprot. Berikan satu
semprot obat ke dalam spacer diikuti 6-8 tarikan nafas melalui
interface spacer berupa masker atau mouthpiece
– Bila belum ada respon, berikan semprot berikutnya dengan siklus yang
sama
– Jika membaik dengan ≤4x semprot, inhalasi dihentikan
– Jika tidak membaik dengan 4 kali semprot rujuk fasyankes
Tatalaksana Serangan Asma di Faskes Primer
Is it asthma?
ASSESS the PATIENT Risk factors for asthma-related death?
Severity of exacerbation?
START TREATMENT
TRANSFER TO ACUTE
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer,
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
WORSENING While waiting: give inhaled SABA
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max.
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)
START TREATMENT
SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, TRANSFER TO ACUTE
repeat every 20 minutes for 1 hour CARE FACILITY
Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. WORSENING
While waiting: give inhaled SABA
50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg and ipratropium bromide, O2,
Controlled oxygen (if available): target systemic corticosteroid
saturation 93–95% (children: 94-98%)
IMPROVING
FOLLOW UP
Reliever: reduce to as-needed
Controller: continue higher dose for short term (1–2 weeks) or long term (3 months), depending
on background to exacerbation
Risk factors: check and correct modifiable risk factors that may have contributed to exacerbation,
including inhaler technique and adherence
Action plan: Is it understood? Was it used appropriately? Does it need modification?
NO
YES
Pozzo et.al. Children with pulmonary atelectasis: clinical outcome and characterization of physical therapy. Maringá, v. 35, n. 2, p. 169-173, July-
Dec., 2013
Atelectasis
• Classification of
Ateletacsis :
– Obstructive ateletacsis
– Resorptive ateletacsis
– Compressive ateletacsis
• The right middle lobe
orrifice is the narrowest
of the lobar orifices and
because it sorounded
by lymphoid tissue
most common lobe to
become ateletactic
Atelectasis
Efusi Pleura Sudut kostofrenikus tumpul, meniscus sign (+), garis elis-demoisseau (+)
GLOMERULUS
NORMAL
Glomerulus normal di bawah mikroskop
cahaya
Contoh Glomerulonefritis berdasarkan
Morfologi:
• Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
• Rapidly progressive glomerulonephritis
(RPGN)
• Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)
• Membranous GN
• Mesangial Proliferative GN
• Membranoproliferative glomerulonephritis
Minimal-Change Glomerulonephritis
• Nama lain Nil Lesions/Nil Disease (lipoid
nephrosis)
• Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)
merupakan penyebab tersering dari sindrom
nefrotik pada anak, mencakup 90% kasus di
bawah 10 tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
Wilms tumor
Histopatology : Blastemal, epithelial,
dan stromal element, tanpa
anaplasia
Tumor Wilms
Gejala Klinis Pemeriksaan penunjang
• Massa dan rasa sakit pada • Lab : Urinalisis : hematuria,
abdominal anemia, subcapsular
hemorrhage. Jika sudah
• Macroscopic haematuria
metastasis ke liver terdapat
• Hypertension peningkatan creatinin
• Anorexia, nausea, vomit • CT abdominal lihat
ekstensi tumor
• Chest xray lihat
metastasis ke paru
• Biopsi
• CT scan in a patient Gross nephrectomy
with a right-sided specimen shows a Wilms
Wilms tumor with tumor pushing the
favorable histology. normal renal
parenchyma to the side.
Manajemen
• Surgical :
- Keterlibatan kidney unilateral
- Tumor tidak melibatkan organ visceral
• Chemotherapy
• Radiasi
disease Sign & symptoms
Renal cell In contrast to adults, renal cell carcinoma is rare in childhood. However,
carcinoma there appears to be a subset of affected adolescent males with a unique
chromosomal translocation at Xp11.2
The classic triad of RCC (flank pain, hematuria, and a palpable abdominal
renal mass)
neuroblastoma NB is the third most common pediatric cancer, accounting for about 8% of
childhood malignancies
The signs and symptoms of NB reflect the tumor site and extent of disease.
Most cases of NB arise in the abdomen, either in the adrenal gland or in
retroperitoneal sympathetic ganglia. Usually a firm, nodular mass that is
palpable in the flank or midline is causing abdominal discomfort
Wilms tumor Wilms tumor is the most common renal malignancy in children and the
fourth most common childhood cancer
Most children with Wilms tumor present with an abdominal mass or
swelling, without other signs or symptoms. Other symptoms can include
abdominal pain (30 %), hematuria (12 to 25 %), and hypertension (25 %)
PF reveals a firm, nontender, smooth mass that rarely crosses the midline
and generally does not move with respiration. In contrast, neuroblastoma
and splenomegaly often will extend across the midline and move with
respiration
352. Pubertas Prekoks
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
Etiologi
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
Gejala + Tanda
GnRH Dependent Precoccious GnRH Dependent Precoccious
Puberty Puberty
• Selalu isoseksual • Isoseksual atau heteroseksual
• perkembangan tanda-tanda (late onset CAH, tumor
pubertas adrenal)
• mengikuti pola stadium • perkembangan seks sekunder
pubertas normal tidak sinkron (volume testes
• gambaran hormonal: tidak sesuai dengan stadium
peningkatan aktivitas pubertas - lebih kecil)
hormonal di seluruh poros • peningkatan kadar seks steroid
tanpa disertai peningkatan
kadar GnRH dan LH/FSH
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
Gejala Klinis akibat Peningkatan
Hormon Seks Steroid
• Efek estrogen →
– ”tall child but short adult” -
karena penutupan epifisis
tulang dini
– ginekomastia
• Efek testosteron
– hirsutism
– Acne
– male habitus
• Efek umum
– sexual behavior
– agresif
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan
PENDEKATAN PUBERTAS PREKOKS PADA
PEREMPUAN
Anamnesis
Website IDAI
Skrining HK
• Karena pada dasarnya orientasi skrining HK adalah untuk mendeteksi hipotiroid
primer (permanen atau transien) dan sesuai dengan rekomendasi American
Thyroid Association, pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi tiroid yang
paling sensitif.
• Peningkatan kadar TSH sebagai marka hormonal cukup akurat untuk menapis HK.
Nilai cut-off adalah 20 mikroIU/mL (WHO) untuk dugaan HK (presumptive
classification).
• Khusus untuk negara yang masih menghadapai masalah Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium (GAKI) seperti Indonesia, pemeriksaan primer TSH untuk
skrining HK akibat kekurangan iodium pada ibu hamil merupakan indikator yang
sensitif dalam menentukan derajat kekurangan iodium. Juga merupakan cara yang
baik untuk memantau hasil program penanggulangan GAKI
• Kementerian Kesehatan merekomendasikan laboratorium dengan pemeriksaan
primer TSH dan pemeriksaan konfirmasi TSH + fT4/T4 yang sudah terakreditasi
sebagai pelaksana uji skrining HK
Transcobalamin forms
complex with
cobalamin blood.
Folate (Pteroyl Monoglutamic acid)
• Called as folic acid as it is found in green leafy
vegetables
• Source: Green leafy vegetable , liver , yeast, kidney,
egg, meat, fish and dairy foods
• Much of it is destroyed in cooking (heat)
• Micro-organisms
• Daily requirement: adult 50-100 µg pregnancy and
lactation 500- 800 µg
Folate/Vit. B9
(Pteroyl Monoglutamic acid)
• Absorption:
– Folic acid conjugates hydrolysed to pteroyl
monoglutamic acid by conjugases
– Conjugases are enzymes present in vegetables and
mammalian tissue, GIT mucosa & pancreas
– Pteroyl monoglutamic acid is completely
absorbed in small intestine jejunum
• Transport storage and fate:
– Orally given folic acid appears in 30 min as
circulation it circulates as N5 Methyl THF
– Majority is loosely bound to albumin from
where it is easily taken up by cells
– Inside the cells converted to THF by
cobalamine dependent enzyme methionne
synthetase
– Vit C protects THF from destruction
– Total folate in body = 5 to 10 mg (1/3 in liver as
methyl folate)
• Metabolic functions
• Folic acid DHFA THFA (Active form)
folate DHF
reductase reductase
• THFA mediates number of one Carbon transfer
reactions
– Conversion of homocysteine to methionine
– Generation of thymidylate
– Conversion of serine to glycine
– Purine synthesis
– Histidine metabolism
Actions of Cobalamin & Folate
Penyebab Defisiensi Vitamin B9 & B12
Splenomegaly Ineffective
(pooling, plasma Erythropoiesis
volume
High oxygen expansion)
affinity of red cells
Tissue hypoxia Anaemia
Erythopoietin
Increased iron
absorption
Bone deformity
Increased metabolic rate Iron loading
Wasting
Gout
Folate deficiency Endocrine deficiencies
Cirrhosis
Cardiac failure
Death
Modi fied from Weatherall, DJ
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe) peripheral blood smear of patient with homozygous beta
thalassemia with target cells, hypochromia, Howell -Jolly bodies,
thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@
2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001-
• Analisis Hb 100208)
Pucat
Hair on End
GDT
Besi serum
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Atresia Bilier
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Prognosis
• Prognosis is good if operated before 2 months of age
• Risk factors for failure liver fibrosis &Post op cholangitis
episodes
• 1/3rd of pts remain asymptomatic No transplant
• 1/3 never have bile flow and require early transplant
• 1/3 initially have good bile flow but subsequently develop
cirrhosis
• Without surgery or liver transplant, life span – 19 months
• Death is due to liver failure, bleeding esophageal varices
and sepsis
360-361. Food Allergy
• Hipersensitivitas terhadap protein di dalam makanan (cth kasein & whey dari
produk sapi, telur)
• Mekanisme pertahanan spesifik dan non-spesifik saluran cerna belum sempurna,
antigen masuk lewat saluran cerna hipersensitivitas
• Hipersensitivitas bisa diperantarai IgE atau Tidak diperantarai IgE
• The prevalence of food allergies has been estimated to be 5-6% in infants and
children younger than 3 years and 3.7 % in adults
• Gejala:
– Anafilaktik
– Kulit: dermatitis atopik, urtikaria, angioedema
– Saluran nafas: asma, rinitis alergi
– Saluran cerna: oral allergy syndrome, esofagitis eosinofilik, gastritis eosinofilik, gastroenteritis
eosinofilik, konstipasi kronik, dll.
• Pemeriksaan: skin test, IgE serum, eliminasi diet, food challenge
http://emedicine.medscape.com/article/797150
Pemeriksaan Penunjang Inkompatibilitas
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
• Z-score → menggunakan • BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- → menggunakan kurva CDC
height • ≥80-90% mild
• <-2 – moderate wasted malnutrition
• <-3 – severe wasted gizi • ≥70-80% moderate
buruk malnutrition
• ≤70% severe
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein
Serum Albumin
Edema
Marasmus
Karbohidrat
Lemak subkutan
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
• Keloid
– May develop at the same piercing site on the lobe.
Kelainan Telinga Luar
• Pseudokista
• Benjolan di daun teling yang
disebabkan oleh kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan
perikondrium & tulang rawan
telinga.
• Chronic tonsillitis
– Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
– Lymphoid tissue is replaced by scar → widened crypt, filled
by detritus.
– Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. | Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsilopharyngitis
• Modified Centor score and
management options using clinical
decision rule.
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
• Tuli konduktif:
– gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
• Tuli sensorineural:
– Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
• Tuli campuran
– Terdapat gabungan
keduanya
Jenis ketulian
Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433 —44
Diagnosis banding ketulian
Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433—44
370. Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinosinusitis 2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
akut hiposmia/anosmia.
• Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
• Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
• Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan
disebut subakut.
Sinusitis kronik Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari
gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba,
sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.
Sinusitis Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan
dentogen oleh tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara
langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Sinusitis jamur Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan
radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik,
terdapat gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada
membran berwarna putih keabuan pada irigasi antrum.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
370. Rhinosinusitis
• Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
1. common cold;
2. influenza;
3. measles, whooping cough, etc.
• Gejala:
– Rinore unilateral dengan caira kental dan berbau
– Hidung tersumbat
– Kadang kadang menimbulkan nyeri, epistaksis, demam
– Efek iritasirinitis, sinusitis, otitis media akut, tetanus, perforasi septum nasii
• Tata laksana:
– Bila benda dapat terlihat dan terjangkau dengan mudah
• Instrumen Pinset bayonet, alligator forsep, hooked probe
– Benda yang kecil dan bulat
• Balloon catheters memakai folley catheters no. 5-8F
• Hooked probe
– Benda yang besar dan menyumbat total
• Tekanan positifekspiratory paksa pada hidung yang terkena
– Benda yang berbentuk sferis, licin dan mudah terlihat
• Suction
Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.
Pinset bayonet
Balloon catheters
Pinset telinga
SUBMANDIBULAR Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often
ABSCESS found. If spreading fast bilateral, cellulitis ludwig angina
ISPA, Selulitis ec
Komplikasi Penjalaran
ETIOLOGI limfadenitis Penjalaran infeksi penjalaran
tonsilitis infeksi
retrofaring infeksi
Terapi
• Antibiotika dosis tinggi utk aerob &
anaerob
• Evakuasi abses
Angina Ludovici
• Diagnosis
Riwayat penyakit, foto rontgen jaringan lunak AP
atau CT scan
• Terapi
Antibiotika dosis tinggi parenteral untuk aerob &
anaerob
Evakuasi abses (insisi dari luar dan intra oral)
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
375. Karsinoma Nasofaring
• Karsinoma nasofaring merupakan keganasan pada
nasofaring dengan predileksi pada fossa Rossenmuller.
Prevalensi tumor ganas nasofaring di Indonesia cukup
tinggi, 4,7 per 100.000 penduduk.
• Faktor risiko meliputi: infeksi oleh EBV, makanan
berpengawet, dan genetik
• Gejala:
Gejala Nasofaring
– Epistaksis ringan, sumbatan hidung
Gejala mata
– Diplopia
Gejala telinga
– Tinitus, Otalgia, Hearing loss
Gejala Neural
– Gejala yang berhubungan dengan nervus cranial V, IX, X, XI,
XII
• Pengobatan diarahkan pada kemoterapi dan radioterapi.
Karsinoma Nasofaring
Insepsi Invasi lokal
• Genetik • Mukus campur darah
Silent period • Sumbatan tuba
• Lingkungan
eustachius
• Viral
Kelenjar limfe
Penyebaran retrofaringeal/penyebaran
lokoregional
sistemik (paranasofaringeal/parafarin
geal, erosi dasar tengkorak)
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
2. Gejala telinga
3. Gejala mata
4. Gejala saraf
5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
• Gejala telinga: • Gejala hidung:
– rasa penuh di telinga, – ingus bercampur darah,
– rasa berdengung, – post nasal drip,
– rasa tidak nyaman di
telinga – epistaksis berulang
– rasa nyeri di telinga, – Sumbatan hidung
unilateral/bilateral
– otitis media serosa
sampai perforasi
membran timpani • Gejala telinga, hidung,
– gangguan pendengaran nyeri kepala >3 minggu
tipe konduktif, yang
biasanya unilateral sugestif KNF
Manifestasi Klinis
• Gejala lanjut • Gejala lokal lanjut
Limfadenopati servikal gejala saraf
• Penyebaran limfogen • Penjalaran petrosfenoid
• Konsistensi keras, tidak dapat mengenai saraf
nyeri, tidak mudah anterior (N II-VI),
digerakkan sindroma petrosfenoid
• Soliter Jacob
• KGB pada leher bagian • Penjalaran
atas jugular superior,
bawah angulus mandibula petroparotidean
mengenai saraf posterior
(N VII-XII), sindrom
horner, sindroma
petroparatoidean Villaret
DIAGNOSIS
• Rhinoskopi posterior • DPL
• Nasofaring direct/indirect • Evaluasi gigi geligi
• Biopsi • Audiometri
• CT Scan/ MRI • Neurooftalmologi
• FNAB KGB • Ro Torax
• Titer IgA anti : • USG Abdomen, Liver
– VCA: sangat sensitif, Scinthigraphy
kurang spesifik • Bone scan
– EA: sangat kurang sensitif,
spesifitas tinggi
Staging
• Untuk penentuan stadium dipakai sistem
TNM menurut UICC (2002)
T : tumor primer
• T1 : tumor terbatas di nasofaring
• T2 : tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau fossa hidung
• T2a – tanpa perluasan ke parafaring
T2b – dengan perluasan ke parafaring
• T3 : tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
• T4 : tumor dengan perluasan intracranial dan/atau keterlibatan saraf
cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbit
N : pembesaran kelenjar getah bening regional
• Nx : tidak jelas adanya keterlibatan kelenjar getah benih (KGB)
• N0 : tidak ada keterlibatan KGB
• N1 : metastasis pada KGB ipsilateral tunggal, 6 cm atau kurang di
atas fossa supraklabikula
• N2 : metastasis bilateral KGB, 6 cm atau kurangm di atas fossa
supraklavikula
• N3a : > 6 cm
• N3b : pada fossa supraklavikula
M : metastasis jauh
• M0 : tidak ada metastasis jauh
• M1 : ada metastasis jauh
PENGOBATAN
• Radioterapi
Stadium dini tumor primer
Stadium lanjut tumor primer (elektif),
KGB membesar
• Kemoterapi
Stadium lanjut / kekambuhan sandwich
• Operasi
– sisa KGB diseksi leher radikal
– Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar
nasofaringektomi
376-377. Herpes Zoster Otikus
• Disebabkan oleh reaktivasi infeksi virus varicella zoster pada telinga
dalam, telinga tengah atau telinga luar.
• Manifestasi:
– Severe otalgia
– Cutaneus vesicular eruption ussually of the external canal and pinna
• Komplikasi:
– Ramsay Hunt syndrome
• VZV infection of the head and neck that involves the facial nerve.
• Other cranial nerves (CN) might be also involved, including CN VIII, IX, V, and VI (in
order of frequency).
• Menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial: saraf trigeminus, ganglion
genikulatum, radiks servikalis bagian atas (Ramsay Hunt syndrome).
• This infection gives rise to vesiculation and ulceration of the external ear and
ipsilateral anterior two thirds of the tongue and soft palate, as well as ipsilateral facial
neuropathy (in CN VII), radiculoneuropathy, or geniculate ganglionopathy.
• Keadaan berat : tuli sensorineural.
376-377. Herpes zoster oticus
BERA
• Synonyms: Brain stem evoked response audiometry, Auditory brain
stem response (ABR), ABR audiometry, BAER (Brainstem auditory
evoked response audiometry)
OAE + ABR
All babies are screened using OAEs
Those babies who fail the OAE screening
receive an ABR screening prior to leaving the
hospital
Average test time/baby (25-35 min)
Reduces refer rate; useful when follow up is
likely to be difficult or costly
Initial cost of equipment is higher than OAE or
ABR screening alone, but follow-up costs are
less
•Pediatric Annals
•December 2004 - Volume 33 · Issue 12: 811-821
Tympanometry
“A way of measuring how acoustic
immittance of the middle ear system
changes as air pressure is varied in the
external ear canal”
Assess function of middle ear and
eustachian tube
Not a “hearing assessment test”
Require no voluntary response from
subjects
379. Fistula Preaurikula
• Fistula preaurikula
terjadi bila terdapat
kegagalan penggabungan
tuberkel ke satu dan
tuberkel ke dua.
• Kelainan herediter yang
bersifat dominan.
• Dari muara fistel sering
keluar cairan yang
berasal dari kelenjar
sebasea
Fistula Preaurikula
• Biasanya pasien datang karena obstruksi atau
infeksi fistula sehingga terjadi pioderma atau
selulitis.
• Infeksi akut diatasi dengan pemberian antibiotik.
• Jika sudah terbentuk abses, dilakukan insisi
untuk drainase abses.
• Tindakan operasi diperlukan jika cairan keluar
berkepanjangan atau terjadi infeksi berulang
sehingga mengganggu aktivitas.
• Sewaktu operasi, fistel harus diangkat
seluruhnya untuk mencegah kekambuhan.
380. Benda Asing di Liang Telinga
• Usaha mengeluarkan benda asing sering mendorongnya lebih
ke dalam
• Besar pengait serumen
• Kecil cunam/pengait
• Binatang hidup di liang telinga
– Masukkan tampon basah ke liang telinga, teteskan cairan misalnya
rivanol/obat anestesi lokal (lidocain 2%)/mineral
oil/alcohol/spirit/air kloroform, dll + 10 menit
– Mati dikeluarkan menggunakan pinset/irigasi dengan air bersih
hangat
• Baterai jangan dibasahi! (efek korosif)
Soepardi E, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012
Dhingra PL, et al. Diseases of Ear, Nose, and Throat. 6th ed. Kundli: Elsevier; 2014
http://www.aafp.org/afp/2007/1015/p1185.html
http://emedicine.medscape.com/article/763712-overview#showall
381. Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinosinusitis 2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
akut hiposmia/anosmia.
• Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
• Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
• Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan
disebut subakut.
Sinusitis kronik Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari
gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba,
sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.
Sinusitis Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan
dentogen oleh tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara
langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Sinusitis jamur Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan
radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik,
terdapat gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada
membran berwarna putih keabuan pada irigasi antrum.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
381. Rinitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.
Rinitis vasomotor Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.
Schuller’s or Rugnstrom view (30º lateral oblique): Similar to Law’s view but
cephalocaudal beam makes an angle of 30 degrees instead of 15 degrees
• Acute mastoiditis: Diffuse haziness or clouding of mastoid air cells,
destruction of intercellular septa (loss of trabecular pattern) & the lateral
sinus plate appears more prominent
• Chronic mastoiditis: Diffuse sclerosis of cellular mastoid and prominence of
periantral triangle
• Cholesteatomas: Cholesteatomas are radiolucent and can only be diagnosed
if they erode bone. An erosion of mastoid antrum is seen as an area of
translucency in a sclerotic mastoid.
Stenver Os Temporal
http://www.aafp.org/afp/2010/0815/p361.html
383. Vertigo
Perifer Sentral
I. VERTIGO Sering ditemukan rotatory Sering non Rotational
1. Tipe directional Horisontal, Horisontal, Rotatory dan
2. Arah Rotatory bentukan oscillopsia,
scotoma
II PEMERIKSAAN FISIK
a. Perubahan Posisi Dipengaruhi perubahan Dipengaruhi gerakan leher
posisi kepala/tubuh
b. Gangguan gait Jarang/tidak ada Sering ada
c. Gangguan fungsi Selalu ada Tidak/jarang terjadi
otonom
d. Keluhan lain Tinitus, tuli Gangguan kesadaran
III. PEMERIKSAAN NISTAGMUS
a. Arah Indirectional Bidirectional
b. Jenis Horisontal atau Horisontal Rotatory vertikal, downbeat
Rotatory up beat
c. Fiksasi mata menghambat Tidak menghambat
d. Posisional nistagmus Sukar diulang, Mudah diulang,
latensi lama singkat
e. Eye tracking Sinusoid Saccadic/ ataxic
f. Kalori Unilateral weakness Bilateral weakness
IV. PEMERIKSAAN VESTIBULO SPINAL
a. Romberg- test mata
terbuka Normal Abnormal
tertutup Abnormal Abnormal
b. Writing test Deviasi abnormal Ataxic/ gelombang
c. Ataksia Tidak ada Sering ada
d. Finger to finger test Normal Abnormal
Otoacoustic ■ The cochlea not only receives sound but also produces sounds called OAEs.
emissions ■ OAE is a sound generated from within the inner ear and the OAE test measures cochlear
function (outer hair cells).
(OAEs) Newborns and
■ OAEs are generally not found in persons with hearing worse than 30 dB. Therefore, OAEs are
those who
not usually used in adulthood, as hearing loss tends to occur in this age group.
are unable to
■ OAE testing is used as a screening tool to determine the presence or absence of cochlear
be tested by
function, as in newborn
conventional
screening.
methods. Not
■ OAE testing is also reliable in those patients who are unable to be tested by conventional
usually done in
methods; however, OAEs cannot be used to fully determine an individual’s auditory thresholds.
adults
Description of test:
■ In order for the OAE test to be accurate, the probe that is inserted into the external auditory
canal (EAC; that measures the sound) must properly fi t.
• Petunjuk diagnostik:
– Otorea rekuren/kronik
– Penurunan pendengaran
– Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media Supuratif Kronik
Klasifikasi OMSK:
• Tipe benign/mucosal:
– Tidak melibatkan tulang.
– Tipe perforasi: sentral.
– Th/: ear wash with H2O2 3% for 3-5 Large central perforation
days, ear drops AB & steroid,
systemic AB
• Tipe malignant/tulang:
– Melibatkan tulang atau
kolesteatoma.
– Tipe perforasi: marginal atau attic.
– Th/: mastoidektomi.
Cholesteatoma at attic
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
type perforation
Otitis Media Supuratif Kronik
• Tanda dini OMSK tipe maligna:
– Adanya perforasi marginal atau atik,
– Tanda lanjut
• abses atau fistel aurikular,
• polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang
berasal dari dalam telinga tengah,
• terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering
terlihat di epitimpanum),
• sekret berbentuk nanah & berbau khas,
• terlihat bayangan kolesteatoma pada foto mastoid.
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
http://jamanetwork.com/journals/jamaotolaryngology/article-abstract/598930
Pathogenesis
• Recurrent inflammation
of middle ear causes
irreversible changes and
destruction of collagens
in tympanic membrane
• Hyaline degeneration
and calcification ensues
– Fusing into homogenous
mass
Clinical Presentation
• Conductive hearing loss • Treatment
• Occasional “fullness” – Hearing aids
sensation in the ear due – Surgery
to increased rigidity of • sound conduction can
often be restored only by
the membrane interposition of grafts
Diagnosis banding: Otosklerosis
• Penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis di daerah kaki stapes,
stapes kaku suara tidak dapat
dihantarkan dengan baik
• Insidens: paling tinggi pada kulit putih (8-10%)
• Etiologi : belum pasti, namun ada keterlibatan
faktor keturunan dan gangguan perdarahan
pada stapes
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Otosklerosis
• Manifestasi klinis
– Perempuan > laki-laki
– Umumnya pada usia 11-45 tahun
– Awal : tuli konduktif, dapat menjadi tuli campur
maupun tuli saraf bila menyebar ke koklea
– Gangguan tinitus
– Sering terjadi bilateral
– Pendengaran lebih baik dalam ruangan bising
(Paracusis Willisii)
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Otosklerosis
• Diagnosis:
– Membran timpani utuh, normal, mungkin
berwarna kemerahan akibat pelebaran pembuluh
darah promontium (Schwarte’s sign)
– Tuba paten tanpa riwayat penyakit telinga/trauma
telinga sebelumnya
– Diperkuat dengan pemeriksaan audiometri nada
murni dan impedance
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
386. Polip
• Etiologi:
• Inflamasi kronikBiasanya
pada rinitis alergi
• Disfungsi otonom,
predisposisi genetik
• Polip berasal dari kompleks
ostiomeatal di meatus
medius dan sinus etmoid
• Mulanya, pasien mengalami
hidung buntu kronik karena
polip.
• Selanjutnya, berkomplikasi
menjadi sinusitis dengan
adanya sekret berbau
Polyp
• Polyp is a white-greyish soft tissue containing fluid within
nasal cavity, which is caused by mucosal inflammation.
• Nasal polyps do not occur in children except in the
presence of cystic fibrosis.
• Symptoms & signs:
– nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain,
frontal headache.
– Rhinoscopy: pale mass at meatus medius, smooth & moist,
pedunculated and move on probing.
• Therapy:
– Corticosteroid (eosinophilic polyp has good response
compared with neutrophilic polyp)
– polipectomy if no improvement.
Hidung Tersumbat
• Anamnesis:
– hidung tersumbat, rinorea, hiposmia atau anosmia.
– Dapat disertai bersin, nyeri hidung dan sakit kepala di
frontal.
– Bila disertai infeksi sekunder, terjadi PND dan sekret
purulen.
– Gejala sekunder: napas lewat mulut, suara sengau,
halitosis, gangguan tidur
• Fluctuating
– Intensitas naik turun lebih dari 5 dB
• Intermittent
– Ada masa berhenti. Dibedakan dengan impulsive dari durasinya yang
lebih lama.
– Dipilih intermiten karena bising di bandara tidak terus menerus.
• Impulsive
– Durasi kurang dari 500 ms dengan intensitas minimal 40 dB
389. Abses Peritonsil
Pe r i t o n s i l l a r a b s c e s s
Inadequately treated tonsillitis spread of infection pus formation between the
tonsil bed & tonsillar capsule
T h e ra p y
Needle aspiration: if pus (-) cellulitis antibiotic. If pus (+) abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.
Abses Peritonsil
• Abses peritonsil terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya
unilateral
• Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis.
• Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeri
menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga
(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), hipersalivasi,
suara sengau, dan (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula
dengan nyeri tekan
• Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan, tampak
permukaan hiperemis.
• Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan kekuningan. Tonsil
terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak, dan terdorong ke
sisi kontralateral.
• Bila terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya menyebabkan
iritasi m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.
Infiltrat peritonsil Abses peritonsil
Waktu (setelah 1—3 hari 4—5 hari
tonsilitis akut)
Trismus Biasanya kurang/ tidak ada Ada
http://www.aafp.org/afp/2002/0101/p93.html
390. Traumatic Tympanic Membrane
perforation
Pathogenesis
• Direct force
– Careless while wax removal
– Skull fracture may tear TM
• Indirect force
– Increase pressure in explosion or discharged firearms
– Barotrauma
• Rapid pressure fluctuations with the inner ear
• Air travel or Scuba diving (decompression sickness)
Clinical presentations
• Otalgia Physical examination
• Bleeding • Tympanic perforation
• Fullness – Central perforation
• Hearing loss: – Marginal perforation
conductive HL or mixed • Blood crust
HL • If skull base fracture is
• Tinnitus occurred with CSF
leakage, clear fluid is
observed.
Diagnosis
• The key point is to exclude whether it
associates with trauma to ossicular chain or to
inner ear.
• The audiometry can provide useful
informations.
– CHL > 40db suspicion for ossicular discontinuity
– Hearing test reveals sensorineural HL, it means
inner ear injury
Managements
• Antibiotic to prevent infection
• Aseptic external auditory canal with alcohol (using
tampon or gauze, do not drop liquids into ear)
• Prevent super respiratory infection
• Prohibit nasal blow (valsalva)
• Prohibit ear drops
• It takes 3-4 weeks to heal the ear drum
• If 3 months later, perforation still exists,
myringoplasty is indicated.
Diagnosis Banding
Barotrauma Trauma Akustik
• Ear pain or damage to the • hearing loss due to single
tympanic membrane exposure to intense sound
caused by rapid changes in stimuli (generally exceed
pressure 140 dB)
• Due to failure of pressure • mechanical tearing of
balancing mechanism intracochleal membranes
between middle ear and and physical disruption of
outer ear cell walls with mixing of
• NOT blast related perilymph and endolymph
• Salah satu penyebab OME • Not associated with
akut tympanic membrane
rupture